a. Ide Negara hukum adalah gagasan mengenai suatu bentuk Negara ideal yang selalu
diidam-idamkan oleh manusia agar diwujudkan dalam kenyataan, meskipun manusia
selalu gagal dalam mewujudkan gagasan ini dalam kehidupan nyata.Ide (gagasan)
Negara hukum lahir sebagai hasil peradaban manusia karena ide Negara hukum
merupakan produk budaya. Ide Negara hukum lahir dari proses dialektika budaya
sebab ide Negara hukum lahir sebagai antithesis suatu proses pergumulan manusia
terhadap kesewenang-wenangan penguasa (raja) sehingga ide Negara hukum
mengandung semangat revolusioner yang menentang kesewenangwenangan
penguasa.
( Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan & Asas-Asas Umum
Pemerintah yang Baik, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 8)
c. A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya
dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
1. Supremacy of Law,
2. Equality before the law,
3. Due Process of Law.
( Mokhammad Najih, Politik Hukum Pidana Konsepsi Pembaharuan Hukum Pidana
Dalam Cita Negara Hukum, Setara Press, Malang, 2014, Hal.5
d. Negara kekuasaan (bahasa Belanda: machtslaat): negara yang bertujuan untuk
memelihara dan mempertahankan kekuasaan semata-mata. Gumplowics, antara lain
mengajarkan bahwa negara itu tidak lain adalah “Eine Organisation der Herrsdifl ciner
Minoritar uber eine Majotaritat (Organisasi dari kekuasaan golongan kecil atas
golongan besar). Menurut pendapatnya, hukum berdasarkan ketaatan golongan yang
lemah kepada golongan kuat.
(Abdul Mukthie Fadjar, Sejarah, Elemen dan Tipe Negara Hukum, Setara Press,
Malang, 2016, Hal.5-6.)
e. Ide Negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman
Yunani Kuno. Plato, pada awalnya dalam the republicberpendapat bahwa adalah
mungkin mewujudkan Negara ideal untuk mencapai kebaikan yang berintikan
kebaikan. Untuk itu, kekuasaan harus dipegang oleh orang yang mengetahui kebaikan,
yaitu seorang filosof (the philosopher king). Namun, dalam bukunya statesman dan
the law, Plato menyatakan bahwa yang dapat diwujudkan adalah bentuk paling baik
kedua (the second best) yang menempatkan supremasi hukum. Pemerintahan yang
mampu mencegah kemerosotan kekuasaan seseorang adalah pemerintahan oleh
hukum. Senada dengan Plato, tujuan Negara menurut Aristoteles adalah untuk
mencapai kehidupan paling baik (the best life possible) yang dapat dicapai dengan
supremasi hukum. Hukum dalah wujud kebijaksanaan kolektif warga negara (collective
wisdom), sehingga peran warga negara diperlukan dalam pembentukannya.
(Jimly Asshidiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta :Sinar Grafika,
2011), h. 129-130)
b. Welfare State sendiri merupakan respon terhadap konsep “negara penjaga malam”.
Pada negara penjaga malam, karakter dasarnya adalah kebebasan (liberalism), yang
berkembang pada abad pertengahan hingga abad ke-18, terutama karena dorongan
paham tentang Invisible Hands yang termuat dalam buku Adam Smith dan David
Ricardo berjudul The Wealth of Nations: An Inquiry into the Nature and Causes. Dalam
sistem liberal ini, peran negara sangat minim, sehingga sering dikatakan juga sebagai
minimum state atau minarchism, yakni sebuah pandangan yang meyakini bahwa
pemerintah tidak memiliki hak untuk menggunakan monopoli memaksakan atau
mengatur hubungan atau transaksi antar warga negara. Dengan kata lain, pemerintah
lebih mengedepankan pendekatan laissez faire dalam menciptakan kesejahteraan.
Sebagai gantinya, mekanisme pasar mendapat porsi besar dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
(Tri Widodo W Utomo, “Memahami Konsep Negara Kesejahteraan (Welfare
State)”,http://triwidodowutomo.b logspot.nl/2013/ 07/ memahami-konsep-negara-
kesejahteraan.html)
c. Ciri utama dari negara ini adalah munculnya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan
kesejahteraan umum bagi warganya. Dengan kata lain, ajaran welfare state merupakan bentuk
konkret dari peralihan prinsip staatsonthouding, yang membatasi peran negara dan
pemerintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan social masyarakat, menjadi
staatsbemoeienis yang menghendaki negara dan pemerintah aktif dalam kehidupan ekonomi
dan social masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, di samping
menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde).
(S. F. Marbun, Hukum Administrasi Negara I, FH UII Press, Yogyakarta, 2012, h. 14-15.)