Anda di halaman 1dari 34

DEPARTEMEN ILMU BEDAH MAKALAH 1

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

SAMPUL
ASPEK IMUNOLOGIK PADA CA PROSTAT

OLEH :

PEMBIMBING :

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN BEDAH FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2024
DAFTAR ISI

SAMPUL..........................................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................
BAB 2 ISI........................................................................................................................................
2.1 ANATOMI........................................................................................................................
2.2 DEFINISI..........................................................................................................................
2.3 EPIDEMIOLOGI..............................................................................................................
2.4 FAKTOR RESIKO...........................................................................................................
2.5 PATOFISIOLOGI.............................................................................................................
2.6 GEJALA KLINIS.............................................................................................................
2.7 DIAGNOSIS.....................................................................................................................
2.8 TATALAKSANA...........................................................................................................
2.9 ASPEK IMUNOLOGIK PADA KANKER PROSTAT.................................................
BAB 3 KESIMPULAN.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Kanker prostat merupakan kanker yang terdapat pada sistem reproduksi laki-
laki. Pada tahun 1999 lebih dari 179.000 kasus baru dari kanker prostat terdiagnosa di
Amerika Serikat. Ini merupakan 29% dari seluruh kanker pada pria. Penyebab
spesifik kanker prostat masih belum diketahui dengan pasti. Pria yang mempunyai
risiko untuk terjadinya kanker prostat adalah usia, genetik, ras, dan lain – lain. Faktor
utama adalah usia. Kanker prostat berkembang lebih sering pada usia diatas 50 tahun
dan menjadi lebih sering seiring dengan bertambahnya usia.1

Perkembangan kelenjar prostat dipengaruhi oleh hormon androgen, termasuk


testosteron yang diproduksi oleh testis yaitu dehidroepiandrosteron. Aksi dari
androgen diperantarai oleh produksi growth factor lokal. Androgen dan Growth
Factor mempengaruhi proliferasi, differensiasi dan fungsi dari sel – sel kelenjar
prostat. Faktor – faktor tersebut memelihara keseimbangan perkembangan kelenjar
prostat dan fungsi melalui interaksi epitel – stroma. Prostat Spesific Antigen
merupakan glikoprotein yang hanya terdapat dalam sel epitel saluran kelenjar prostat
dan tidak terdapat dalam jaringan atau sel lain. Kelenjar prostat maupun cairan semen
banyak mengadung PSA.1

Fungsi kelenjar prostat mensekresi cairan encer, seperti susu yang


mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin.
Kanker prostat terjadi bila sel – sel prostat mengalami mutasi dan mulai
memperbanyak diri di luar kontrol. Sel kanker mempunyai mekanisme untuk
menghindarkan diri dari imunitas non spesifik dan spesifik. Sel kanker prostat akan
mensekresi TGF-β ( Transforming Growth Factor–β ) merupakan sitokin yang
bersifat imuno supresif TGF-β berefek menurunkan regulasi berbagai proses yang
diperlukan untuk aktivitas sel-T sitotoksik. Diagnosis kanker prostat dengan colok

1
dubur, pemeriksaan patologik, Ultra sonografi transrectal, kadar PSA yang
meningkat. Penyebaran kanker prostat dapat melalui limfe dan aliran darah.
Metastase ke kelenjar limfe regional terjadi awal, dan sering dapat mendahului
penyebaran hematogen. Metastase ke tulang sebagai akibat penyebaran hematogen
umumnya terjadi pada tulang pelvis, iga, dan tulang belakang.2

Di seluruh dunia, kanker prostat adalah keganasan pria yang paling sering
didiagnosis dan penyebab kematian akibat kanker kelima pada pria. Jumlah ini
berjumlah 1.414.249 kasus baru terdiagnosis dan 375.000 kematian di seluruh dunia
setiap tahunnya akibat penyakit ini pada tahun 2020. Secara global, kanker prostat
adalah keganasan yang paling sering didiagnosis lebih dari lima puluh persen negara
(112 dari 185).2
Sebagian besar kanker prostat cenderung tumbuh lambat dan bersifat ringan
dengan risiko yang relatif rendah dan agresivitas yang terbatas. Pada sebagian besar
kasus, tidak ada gejala awal, namun gejala lanjut mungkin berupa kelelahan akibat
anemia, nyeri tulang, kelumpuhan akibat metastasis tulang belakang, dan gagal ginjal
akibat obstruksi ureter bilateral.3

Diagnosis terutama didasarkan pada pengujian antigen spesifik prostat (PSA)


dan biopsi jaringan prostat dengan panduan ultrasonografi transrektal (TRUS),
meskipun pengujian PSA untuk skrining masih kontroversial. Modalitas diagnostik
yang lebih baru mencakup kadar PSA gratis dan total, pengujian urin PCA3,
penilaian Indeks Kesehatan Prostat (PHI), tes "4K", pengujian eksosom, analisis
genom, pencitraan MRI, penilaian PIRADS, dan biopsi yang dipandu fusi MRI-
TRUS.3

Jika kanker terbatas pada prostat, maka kanker dianggap terlokalisasi dan
berpotensi disembuhkan. Jika penyakit telah menyebar ke tulang atau tempat lain di
luar prostat, obat pereda nyeri, bifosfonat, pengobatan hormonal, kemoterapi,
radiofarmasi, imunoterapi, radiasi terfokus, dan terapi bertarget lainnya dapat

2
digunakan. Hasil akhir tergantung pada usia, masalah kesehatan terkait, histologi
tumor, dan luasnya kanker.3

BAB 2
ISI

2.1 ANATOMI
Kelenjar prostat pada laki – laki terletak pada pelvis di bawah vesica
urinaria (kandung kemih). Vesicula seminalis terletak di belakang kelenjar
prostat. Kelenjar prostat mengelilingi sebagian uretra yaitu suatu saluran
untuk keluarnya urin saat berkemih dan semen saat ejakulasi.1

Uretra berjalan mulai dari vesica urinaria melalui kelenjar prostat


sampai penis. Sehingga kelainan pada kelenjar prostat dapat menyebabkan
sering terganggunya miksi, ejakulasi, dan kadang – kadang mengganggu
defekasi. Secara normal, kelenjar prostat terdiri dari kelenjar dan stroma. Pada
pria dewasa perkiraan kelenjar prostat panjangnya 3 cm dan berat kurang
lebih 20 gram.Secara histologi kelenjar prostat merupakan kumpulan 30 – 50
kelenjar tubulo alveolar bercabang yang saluran keluarnya bermuara ke dalam
uretra pars prostatica. Kelenjar prostat dikelilingi oleh sebuah simpai
fibroelastik dengan banyak otot polos. Septa dari simpai ini memasuki
kelenjar dan membaginya menjadi lobus yang tidak jelas pada pria dewasa.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 3 zona yaitu zona sentralis, zona ini
mempunyai epitel bertingkat dan meliputi 25% dari volume kelenjar. Zona
perifer (30%) yang mempunyai lebih banyak epitel biasa dan merupakan
tempat untuk terjadinya kanker prostat. Zona transisional mempunyai arti
klinik yang penting karena merupakan tempat sebagian besar hiperplasia
prostat benigna. Kelenjar prostat mengandung badan bulat kecil yang disebut
korpus amilaseum dengan ukuran 0.2 – 2 mm terdiri dari glikoprotein. Badan

3
ini sering mengalami kalsifikasi dan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia.2

Kelenjar prostat dipengaruhi oleh hormon androgen, termasuk


testosteron yang diproduksi oleh testis yaitu dehidroepiandrosteron. Berespon
pada karakteristik seksual sekunder misal pertumbuhan rambut pada wajah
dan peningkatan masa otot.3 Fungsi kelenjar prostat mensekresi cairan encer,
seperti susu yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku,
dan profibrinolisin.2

Selama pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan


kontraksi ductus defferens sehingga cairan encer seperti susu yang
dikeluarkan oleh kelenjar prostat (saat ejakulasi) menambah lebih banyak lagi
jumlah semen. Kanker prostat dapat berakibat nyeri, susah buang air kecil,
problem saat mengadakan hubungan seks, disfungsi ereksi pada stadium
lanjut. Pada stadium dini belum terdapat tanda – tanda klinik.3

4
Gambar 1. Organ Prostat1
2.2 DEFINISI
Organ prostat terletak di depan rektum dan di bawah kandung
kemih.1,2 Organ ini berperan menghasilkan cairan yang memberi perlindungan
dan nutrisi pada sel spermatozoa dalam semen, sehingga membuat semen
menjadi lebih cair.1 Organ prostat tumbuh cepat selama masa pubertas
dipengaruhi oleh hormon androgen, terutama testosteron yang dihasilkan oleh
testis.1 Organ ini terbagi atas zona perifer, zona transisional, zona anterior,
dan zona sentral. Ukuran organ ini biasanya tidak berubah atau tumbuh
lambat pada orang dewasa.1

Kanker prostat adalah kanker yang berasal dari organ prostat; hampir
semua kanker prostat berasal dari sel-sel kelenjar, dikenal dengan istilah
adenokarsinoma prostat.1,2 Sebagian besar kanker prostat (70-80%) berasal
dari zona perifer. Kanker prostat adalah proliferasi tidak terkendali dari sel di
dalam kelenjar prostat. Proliferasi tidak terkendali ini lebih disebabkan oleh
beberapa faktor daripada faktor tunggal.3,4

Gambar 2. Organ Prostat1

5
2.3 EPIDEMIOLOGI
Kanker prostat termasuk kanker yang paling sering terjadi pada pria. 5
Menurut GLOBOCAN tahun 2018, kejadian kanker prostat di seluruh dunia
sebesar 1.276.106 kasus dengan kematian sebesar 358.989.6 Menurut
American Cancer Society, kasus baru kanker prostat di Amerika diperkirakan
sekitar 164.690 kasus baru dan kematian karena kanker prostat diperkirakan
sekitar 29.430 kematian pada tahun 2018.1

Data GLOBOCAN tahun 2018 menunjukkan bahwa kanker prostat


tidak termasuk kanker yang sering dijumpai di Indonesia, dengan kejadian
11.361 kasus dan kematian karena kanker prostat sebesar 5.007.7 Five-year
overall survival kanker prostat sangat tinggi, mencapai 98,9% untuk periode
tahun 2005 sampai 2011.5 Saat diagnosis, sebagian besar pria mengalami
kanker prostat lokal (80%) dan regional (12%), dan 5-year survival hampir
mencapai 100%.5,8 Sejumlah 4% pasien dijumpai metastasis saat didiagnosis
kanker prostat dan 5-year survival hanya 28,2%.5,8.

2.4 FAKTOR RESIKO


Usia1,9,10

Kanker prostat sangat jarang pada pria usia di bawah 40 tahun, risiko
lebih tinggi setelah usia 50 tahun. Hampir 2 dari 3 kasus dijumpai pada
pria usia di atas 65 tahun. Otopsi mengungkapkan prevalensi kanker
prostat sebesar 50% pada pria usia antara 70-80 tahun.

Ras/etnis1,10

Pria ras Afrika-Amerika paling berisiko kanker prostat dibandingkan ras


lain, diikuti ras Kaukasia; Asia memiliki risiko paling rendah. Mereka
juga lebih sering didiagnosis pada stadium lanjut dan 2 kali lebih sering
meninggal karena kanker prostat dibandingkan pria kulit putih.

6
Riwayat keluarga1

Risiko kanker prostat meningkat 2 kali lipat jika memiliki ayah atau
saudara kanker prostat.

Gen1,9,10

Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 yang diturunkan dikaitkan dengan


peningkatan risiko kanker prostat sebesar 10% dan 25%.

Diet1,9,10

 Peran diet masih belum diketahui pasti. Konsumsi daging merah, lemak,
produk susu, dan alkohol berlebihan telah dikaitkan dengan peningkatan
risiko kanker prostat. Buah-buahan dan sayuran segar diperkirakan
menurunkan risiko kanker prostat.

Obesitas1,9,10

Indeks massa tubuh lebih dari 30 kg/m2 dikaitkan dengan kanker prostat
lokal derajat lebih tinggi.10 Studi lain11 menyebutkan pria obesitas lebih
berisiko mengalami kanker prostat yang lebih agresif.

Merokok1

Suatu tinjauan sistematik12 telah mengkaitkan merokok dengan


peningkatan risiko kematian karena kanker prostat dan outcome lebih
buruk setelah terapi.

Inflamasi prostat1

Suatu meta-analisis13 menyebutkan bahwa prostatitis dikaitkan dengan


meningkatnya risiko kanker prostat, terutama pada populasi Asia.

7
Vasektomi1,10

Risiko kanker prostat sedikit meningkat pada pria yang telah


vasektomi, terutama pada usia kurang dari 35 tahun. Studi lain14
mengatakan bahwa vasektomi dikaitkan dengan peningkatan sedang
risiko kanker prostat dan risiko lebih tinggi untuk penyakit dengan
derajat yang lebih tinggi dan stadium lanjut.

2.5 PATOFISIOLOGI
Organ prostat terdiri atas sebagian besar jaringan kelenjar yang
menghasilkan cairan yang menyusun 30-35 % cairan semen. Keganasan
berawal dari proses mutasi pada sel kelenjar prostat akibat inflamasi kronik
yang cenderung terjadi pada sel basal di zona perifer. Sel-sel ganas akan terus
mengalami proliferasi yang tidak terkontrol dan membentuk nodul secara
makroskopis. Tumor yang terus membesar dapat menetap di jaringan prostat
atau menembus kapsul prostat dan meluas ke luar jaringan prostat. Metastasis
sel kanker prostat biasanya terjadi pada tulang dan kelenjar getah bening.
Metastasis ke tulang diduga terjadi secara hematogenik akibat drainase
pleksus vena prostatika ke vena vertebralis. Gambar 2 mengilustrasikan
perjalanan penyakit kanker prostat berdasarkan teori proliferasi inflamatori
atrofik.5

8
Gambar 3. Proses patogenesis kanker prostat berdasarkan teori lesi proliferasi
inflamatori atrofik yang diduga menjadi prekursor sel kanker prostat.5

2.6 GEJALA KLINIS


Kanker prostat stadium awal biasanya tidak bergejala. 1,15 Gejala lokal
yang sering dijumpai adalah sering buang air kecil (38%), berkurangnya
pancaran urin (23%), urgensi (10%), dan hematuria. 15 Jika telah lanjut, gejala
yang dapat dijumpai adalah penurunan berat badan dan hilangnya nafsu
makan, hematuria, impotensi, nyeri pinggul, tulang belakang, dada,
kelemahan atau mati rasa pada tungkai atau kaki, hilangnya kontrol buang air
kecil atau buang air besar.1,15

Stadium berikut ini adalah pembagian stadium pada kanker prostat:16

Tabel 1. Stadium Kanker Prostat16

9
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis kanker prostat ditegakkan dengan pemeriksaan jaringan
prostat melalui biopsi.17 Ahli patologi menentukan derajat Gleason primer
untuk pola histologi predominan dan derajat sekunder untuk pola histologi
tertentu berdasarkan hasil pemeriksaan histology. Dokter melakukan
stratifikasi risiko berdasarkan jumlah pola Gleason, kadar prostate specific
antigen (PSA), dan stadium klinis.16,17 Stratifikasi risiko kanker prostat
menurut National Comprehensive Cancer Network: 16,17

1. Risiko sangat rendah: stadium klinis T1c, skor Gleason 6 atau kurang, kadar
PSA < 10 ng/mL, < 3 biopsy core dengan kanker 50% atau kurang pada
tiap core, dan densitas PSA < 0,15 ng/mL/g.

2. Risiko rendah: stadium klinis T1 sampai T2a, skor Gleason 6 atau kurang,
dan kadar PSA < 10 ng/mL. Risiko intermediate: stadium klinis T2b sampai
T2c atau skor Gleason 7 atau kadar PSA 10-20 ng/mL.

3. Risiko tinggi: stadium klinis T3a atau skor Gleason 8-9 atau kadar PSA >
20 ng/mL.

10
4. Risiko sangat tinggi: stadium klinis T3b sampai T4 atau pola Gleason
primer 5 atau > 4 biopsy core dengan skor Gleason 8-10.

Tabel 2. Derajat, skor, dan pola Gleason16

Pencitraan MRI menunjukkan sensitivitas 89% dan spesifisitas 73% untuk


identifikasi kanker prostat.17 Gambaran lesi yang dicurigai bisa didapat melalui
pencitraan MRI gabungan dengan ultrasound transrektal, biopsi perkutaneus selama
MRI, dan tampilan visual MRI dengan biopsi prostat menggunakan ultrasound
transrektal.17

Pemeriksaan untuk mengetahui penyebaran kanker di luar organ prostat:

 Bone scan. Pemeriksaan ini menggunakan radioaktif Technetium-99 untuk


melihat ke dalam tulang.1,18 Radioaktif ini akan berkumpul di area aktivitas
metabolik tulang.18 Tulang yang sehat akan terlihat berwarna abu-abu dan bagian
yang cedera karena kanker akan terlihat gelap.18

 CT scan. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan abnormalitas atau tumor. 18


Pemeriksaan ini dianjurkan untuk pasien dengan risiko metastasis (T3-T4 dengan
tumor meluas di luar kapsul, kadar PSA >20 ng/mL, atau risiko keterlibatan
kelenjar getah bening >10%) dan dipertimbangkan untuk pasien dengan
kemungkinan rekurensi (PSA >0,2 ng/ mL setelah prostatektomi atau
peningkatan > 2 ng/mL dari nilai terendah setelah radiasi).18

11
1) PET scan. Pemeriksaan ini menghasilkan gambar organ dan jaringan dalam
tubuh.18 Sejumlah kecil substansi radioaktif dimasukkan dalam tubuh dan
akan diambil oleh sel yang paling banyak menggunakan energi, seperti sel
kanker.18 Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 63-92% dan spesifisitas
pemeriksaan ini adalah 88-100%.17 PET scan terutama digunakan pada
pasien dengan kadar PSA rendah dan untuk mendeteksi penyebaran ke
kelenjar getah bening.17

2.8 TATALAKSANA
Kanker Prostat Lokal

Kanker prostat lokal (tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
atau penyebaran pada organ jauh) dapat ditatalaksana sebagai berikut:

1. Expectant management:

Memantau progresivitas kanker prostat dan tidak menjalani terapi


definitif, yaitu watchful waiting (terapi gejala dengan tujuan paliatif) dan
surveilans aktif (melibatkan serangkaian pemeriksaan PSA, pemeriksaan fisik,
biopsi prostat, atau kombinasinya dengan tujuan terapi jika dijumpai
bermakna).17 Beberapa studi cohort mendukung pendekatan kedua dan
menemukan risiko metastasis dan kematian karena kanker prostat berkisar 0-
6,1%. Pendekatan ini terpilih pada pasien risiko rendah.17

2. Pembedahan

Prostatektomi radikal termasuk yang paling sering untuk kanker


prostat lokal pria usia <70 tahun. Prosedur ini dilakukan pada kanker prostat
yang terbatas pada organ prostat (risiko rendah atau intermediate, risiko
tinggi), usia <70 tahun harapan hidup lebih 10 tahun, dan komorbiditas
minimal atau tidak ada.19 Komplikasi prosedur ini adalah inkontinensia urin
dan impotensi karena kerusakan sfingter urinarius atau saraf erektil.19

12
3. Radiasi

Terapi radiasi yang dapat dilakukan adalah brakiterapi (memasukkan


17,19
radioaktif ke dalam tumor) dan radiasi external beam. Brakiterapi dosis
rendah sering digunakan sebagai monoterapi kanker prostat risiko rendah atau
intermediate atau dalam kombinasi dengan radiasi external beam untuk pasien
kanker prostat risiko tinggi.19 Komplikasinya antara lain retensi urin (5-10%),
iritasi rektum ringan yang dapat sembuh sendiri (20-30%), dan perdarahan
rektum (2-7%).19 Terapi radiasi external beam dalam kombinasi dengan
androgen deprivation therapy (ADT) termasuk pendekatan pada pasien kanker
prostat risiko intermediate dan tinggi.19 Terapi radiasi ini dapat dilakukan pada
pasien yang tidak bisa menjalani anestesi umum atau spinal, berbagai
komorbiditas serius, ukuran prostat besar (>70 g), atau risiko tinggi. 19 Efek
samping traktus urinarius kurang dibandingkan pada terapi radiasi external
beam, sedangkan toksisitas rektumnya lebih sering.19

Kanker Prostat Stadium Lanjut

Kanker prostat lokal dapat diterapi dengan pembedahan atau


radioterapi, namun 25-33% dari pasien akan mengalami relaps. 20 Kanker
prostat stadium lanjut dikategorikan sebagai non-metastatik, metastatik, dan
kanker prostat resisten kastrasi (castrationresistant prostate cancer/CRPC). 5
Sekitar 10- 20% dari pasien kanker prostat stadium lanjut akan mengalami
CRPC dalam waktu 5 tahun dan ≥ 84%-nya mengalami metastasis saat
didiagnosis CRPC.5 Jika tidak mengalami metastasis saat didiagnosis CRPC,
sekitar 33% nya akan mengalami metastasis dalam waktu 2 tahun.5

Terapi kanker prostat stadium lanjut antara lain:

1. Androgen deprivation therapy (ADT)

13
ADT yang bekerja menghambat interaksi androgen dengan reseptor
androgen merupakan terapi kanker prostat stadium lanjut sejak tahun 1940-
an.5 Terapi ini menurunkan kadar testosteron agar memperlambat
pertumbuhan kanker prostat.21 ADT diindikasikan untuk penyakit metastatik
yang baru didiagnosis, sebagai terapi adjuvan pada penyebaran ke kelenjar
getah bening yang ditemukan saat prostatektomi, dan dikombinasikan dengan
radioterapi untuk pasien dengan penyakit risiko intermediate atau tinggi.5

Beberapa jenis ADT, yaitu:

 Orkiektomi bilateral.

Metode yang paling awal, menghasilkan penurunan testosteron


yang efektif dalam beberapa jam.21

 Terapi hormon.

Contohnya: diethylstilbestrol, cyproterone acetate.


Penggunaannya terbatas karena toksisitas kardiovaskuler dan
tromboemboli yang bermakna.21,22

 Agonis LHRH (luteneizing hormone releasing hormone).

Contohnya: leuprolide dan goserelin. Setelah peningkatan awal


LH/FSH dan berikutnya testosteron, pajanan terhadap terapi agonis
LHRH menyebabkan downregulation reseptor kelenjar hipofisis. 5,21
Akibatnya terjadi penurunan produksi testosteron yang terpantau dari
penghambatan pelepasan FSH dan LH.21 Monoterapi agonis LHRH
menghasilkan penurunan 90% testosteron dalam sirkulasi; 21 10%
testosteron masih ada dalam sirkulasi karena konversi steroid menjadi
testosteron dalam kelenjar adrenal.21 Untuk mencapai blokade
androgen maksimal, terapi ini dikombinasikan dengan anti-androgen
nonsteroid.21,22

14
 Antagonis LHRH

Contohnya: degarelix. Degarelix merupakan antagonis LHRH


langsung dan oleh karena itu, terhindar dari fenomena flare. 21 Uji
klinik fase III menunjukkan penekanan kadar testosteron lebih cepat
dengan degarelix dibandingkan leuprolide dan hampir semua pasien
mencapai kadar kastrasi pada hari 3 terapi. 21 Selain itu, degarelix
menghasilkan penurunan kadar PSA lebih cepat secara bermakna.21

 Anti-androgen non-steroid

Contohnya: bicalutamide, flutamide, dan nilutamide. Anti-


androgen non-steroid menghambat ikatan androgen dengan reseptor
androgen secara kompetitif, sehingga kadar testosteron tidak ditekan
dan bahkan meningkat.23 Oleh karena itu, terapi ini biasanya
dianjurkan untuk dikombinasikan dengan agonis LHRH.21,22
Bicalutamide termasuk salah satu antiandrogen non-steroid yang
paling banyak diteliti.23,24 Dosis bicalutamide umumnya 150 mg per
hari jika sebagai monoterapi.23 Jika dikombinasikan dengan agonis
LHRH, dosisnya 50 mg per hari. 23 Dalam uji klinik, bicalutamide 50
mg per hari inferior dibandingkan kastrasi bedah atau media dalam hal
overall treatment failure, objective progression, overall survival (OS),
dan penurunan PSA pada pasien kanker prostat metastatik. 24 Uji klinik
lain menggunakan bicalutamide dosis lebih tinggi (150 mg per hari)
pada pasien kanker prostat lokal lanjut non-metastatik (M0) atau
metastatik (M1).25 Hasilnya menunjukkan bahwa bicalutamide
monoterapi memiliki efektivitas sebanding dalam hal OS dan time to
progression pada pasien kanker prostat M0, sedangkan sedikit manfaat
survival pada pasien kanker prostat M1. 25 Dalam kombinasi,
kombinasi bicalutamide dengan analog LHRH memiliki survival dan

15
time to progression sebanding dengan kombinasi flutamide dengan
analog LHRH.25 Dibandingkan dengan terapi agonis LHRH, studi
monoterapi bicalutamide pada hewan dan secara klinis menyebabkan
penurunan akumulasi lemak, peningkatan densitas tulang, dan lebih
sedikit efek samping.23 Namun, ginekomastia dan nyeri payudara
sering dijumpai dengan monoterapi bicalutamide (70-80%). 23 Hal ini
dapat dicegah dengan radioterapi lokal atau terapi tamoxifen. 23

 Anti-androgen baru, enzalutamide.

Enzalutamide termasuk anti-androgen generasi kedua dengan


afinitas terhadap reseptor androgen 5-8 kali lebih kuat dibandingkan
bicalutamide.26,27 Enzalutamide mencegah translokasi nuklear reseptor
androgen, DNA binding, dan rekrutmen kompleks ligan-reseptor. 26,27
Uji klinik AFFIRM pada 1199 pasien kanker prostat resisten kastrasi
setelah docetaxel dan hasilnya terdapat pemanjangan OS (18,4 bulan
vs 13,6 bulan; p <0,001) dengan enzalutamide dibandingkan plasebo. 26
Efek samping fatigue, diare, dan hot flashes lebih sering dijumpai pada
enzalutamide dan kejang dilaporkan pada 5 orang (0,6%) yang
mendapat enzalutamide. 26 Uji klinik PREVAIL dilakukan pada 1717
pasien kanker prostat resisten kastrasi chemotherapy na 茂 ve setelah
gagal dengan ADT.26

Pasien yang mendapat enzalutamide mengalami delayed


radiographic disease progression secara bermakna (p <0,001) dan
perbaikan OS (p <0,001).26 Median waktu sampai pasien mendapat
kemoterapi sitotoksik adalah 28 bulan dengan enzalutamide dan 10,8
bulan dengan plasebo (p <0,001).26 Efek samping enzalutamide antara
lain fatigue, nyeri punggung, konstipasi, artralgia, penurunan nafsu
makan, hot flashes, dan diare.26

16
2. Kemoterapi

 Docetaxel

Terapi docetaxel telah menjadi terapi sitotoksik lini pertama untuk


kanker prostat resisten kastrasi selama lebih dari 10 tahun setelah hasil uji
klinik TAX 327 dan SWOG 9916 dipublikasikan. Kedua uji klinik ini
menunjukkan perbedaan median durasi survival selama sekitar 2-3 bulan
dengan menggunakan docetaxel plus prednisone. Docetaxel umumnya
diberikan dengan dosis 75 mg/m2 setiap 3 minggu.5

Docetaxel diteliti juga pada pasien kanker prostat sensitif hormon


(belum mendapat docetaxel) tetapi hasilnya masih belum konklusif.5 Uji
klinik ECOG 3805 CHAARTED menunjukkan bahwa median OS (57,6
bulan vs 44 bulan; p <0,001) lebih panjang pada kelompok ADT plus
docetaxel dibandingkan ADT saja.5

Dalam uji klinik ini, PSA <0,2 ng/mL pada 6 dan 12 bulan, median
waktu sampai kanker prostat resisten kastrasi, dan median waktu sampai
progresif lebih baik pada kombinasi ADT plus docetaxel. Uji klinik lain,
GETUG-AFU 15 menunjukkan bahwa median OS tidak berbeda bermakna
(58,9 bulan vs 54,2 bulan) pada kelompok ADT plus docetaxel dan ADT
saja.5 Median biochemical dan clinical PFS lebih baik dengan kombinasi
ADT plus docetaxel, efek samping serius lebih sering dijumpai dengan
kombinasi docetaxel. 5

 Cabazitaxel

Cabazitaxel telah disetujui oleh US FDA sebagai kemoterapi lini


kedua kanker prostat resisten kastrasi.5 Sama halnya dengan docetaxel,
5
cabazitaxel termasuk kemoterapi golongan taxane. Dasar persetujuan dari
indikasi cabazitaxel adalah hasil uji klinik TROPIC bahwa cabazitaxel plus

17
prednisone memperbaiki OS (15,1 bulan vs 12,7 bulan; p <0,0001) pasien
kanker prostat resisten kastrasi metastatik yang telah gagal dengan regimen
terapi berbasis docetaxel.5

Efek samping derajat 3-4 yang paling bermakna secara klinis adalah
neutropenia. Pembanding dalam uji klinik TROPIC adalah mitoxantrone plus
prednisone. Indikasi tersebut juga sejalan dengan hasil uji klinik FIRSTANA.
Uji klinik FIRSTANA membandingkan cabazitaxel 20 mg/m2 dan 25 mg/m2
dengan docetaxel 75 mg/m2 dalam kombinasi dengan prednisone sebagai lini
pertama dan hasilnya adalah tidak terdapat perbedaan dalam hal OS pada
pasien kanker prostat resisten kastrasi metastatik. Oleh karena itu, cabazitaxel
diberikan pada pasien yang gagal dengan docetaxel. 28

3. Imunoterapi

Salah satu produk vaksin untuk kanker yang telah disetujui oleh US
FDA adalah sipuleucel-T diindikasikan untuk terapi kanker prostat metastatik
resisten kastrasi asimptomatik atau asimptomatik minimal. 29,30 Dalam uji
klinik fase III pada 512 pasien kanker prostat metastatik resisten kastrasi,
pasien yang mendapat sipuleucel-T memiliki median survival lebih panjang
dibandingkan plasebo (25,8 bulan vs 21,7 bulan; p= 0,03).31 Respons imun
terpantau pada pasien dengan sipuleucel-T. Efek samping derajat 3-4 yang
sering dijumpai antara lain nyeri punggung (3,6%), artralgia (2,1%), anemia
(1,5%), menggigil (1,2%), dan fatigue (1,2%).31

4. Penghambat CYP17

Enzim CYP17 merupakan enzim yang berperan dalam sintesis hormon


androgen dan adrenal.26 Penghambatan enzim ini menurunkan sintesis
androgen dan hal ini yang menjadi target terapi kanker prostat.26

18
Yang termasuk dalam penghambat CYP17:

 Ketoconazole

Bermanfaat sebagai terapi lini kedua kanker prostat stadium lanjut


tetapi terbatas karena toksisitasnya pada hati.21

 Abiraterone

Merupakan penghambat enzim CYP17 yang sangat selektif,


menyebabkan penurunan androgen adrenal, sehingga secara tidak langsung
menghambat jalur signaling reseptor androgen. Ada 2 uji klinik yang
mendasari persetujuan abiraterone dalam tatalaksana kanker prostat resisten
kastrasi dalam setting pasca-docetaxel dan chemotherapy-na 茂 ve, yaitu
COU-AA-301 dan COU-AA-302.26

COU-AA-301 merupakan uji klinik fase III pada 1.195 pasien kanker
prostat resisten kastrasi metastatik yang sebelumnya telah diterapi dengan
26,32
docetaxel. Hasil uji klinik ini menunjukkan pemanjangan OS pada pasien
yang diterapi dengan abiraterone plus prednisone dibandingkan plasebo plus
prednisone (14,8 bulan vs 10,9 bulan; p < 0,001).26,32 Time to PSA
progression (10,2 bulan vs 6,6 bulan; p < 0,001), PFS 5,6 bulan vs 3,6 bulan;
p < 0,001), dan PSA response rate (29% vs 6%; p < 0,001) lebih baik dengan
abiraterone plus prednisone dibandingkan plasebo plus prednisone. 26,32

Efek samping abiraterone plus prednisone adalah fatigue, anemia,


mual, nyeri, artralgia, edema, dan konstipasi.26,32 COU-AA-302 merupakan uji
klinik fase III pada 1088 pasien kanker prostat resisten kastrasi metastatik
asimtomatik atau simtomatik ringan sebelum mendapat docetaxel. Hasil uji
klinik ini menunjukkan manfaat rPFS 8,3 bulan (16,5 bulan vs 8,2 bulan) dan
peningkatan OS (35,1 bulan vs 30,1 bulan) dengan abiraterone plus
26,32
prednisone. Median waktu sampai dimulainya kemoterapi lebih panjang

19
dengan abiraterone plus prednisone dibandingkan prednisone saja (25,2 bulan
vs 16,8 bulan; p <0,001).26,32

5. Radium 223

Radium 223 merupakan targeted alpha emitter yang secara selektif


mengikat area peningkatan turnover tulang pada metastasis ke tulang dan
memancarkan partikel alfa energi tinggi rentang pendek (radium 223 diambil
oleh tulang. Radium 223 terkonsentrasi pada tempat-tempat yang
mineralisasinya aktif dengan aktivitas osteoblastik yang tinggi. Obat ini
terutama diekskresikan oleh saluran cerna dan <1% dari yang diinjeksikan
masih tetap ada dalam darah 24 jam setelah injeksi. Efek radiobiologi adalah
terutama berdasarkan kerusakan langsung DNA sel tumor (kerusakan untaian
DNA yang tidak dapat diperbaiki, sehingga menyebabkan kematian sel) oleh
partikel alfa. Karena transfer energi linier yang tinggi dan rentang yang sangat
pendek, partikel alfa menghasilkan ionisasi padat di sekitar lokasi
disintegrasi.33,34

Transfer energi linier yang tinggi menyebabkan efek sitotoksik yang


tidak tergantung konsentrasi oksigen. Organ tulang (atau metastasis ke tulang)
merupakan organ yang cukup hipoksik. Uji klinik fase III dilakukan pada
pasien kanker prostat resisten kastrasi dan metastasis ke tulang tetapi tidak ada
metastasis viseral.34 Uji klinik ini menghasilkan manfaat OS pada pasien yang
diterapi radium 223 dibandingkan plasebo (14,9 bulan vs 11,3 bulan; p
<0,001). Pasien yang diterapi radium 223 juga mengalami waktu yang lebih
lama untuk kejadian terkait skeletal (15,6 bulan vs 9,8 bulan; p= 0,00037).34
Toksisitas radium 223 yang terutama adalah anemia, trombositopenia, dan
diare.34 Radium 223 sedang diteliti dalam kombinasi dengan terapi-terapi lain
seperti enzalutamide, radioterapi, ADT untuk kanker prostat resisten kastrasi
metastatik.33

20
2.9 ASPEK IMUNOLOGIK PADA KANKER PROSTAT
RESPON IMUN TERHADAP KANKER

Sel yang mengalami transformasi maligna dapat mengalami perubahan


fenotip sel normal dan hilangnya komponen antigen permukaan atau
timbulnya neoantigen yang tidak ditemui pada sel normal, perubahan tersebut
akan menimbulkan respon imun. Ada tumor yang tidak banyak menimbulkan
perubahan pada antigen sel sehingga pejamu tidak memberikan respon imun
yang diharapkan. Kanker dapat dikenal sistem imun atas dasar dalam ekspresi
profil proteinnya. Prostat Spesifik Antigen (PSA) merupakan antigen yang
diekspresikan oleh jaringan prostat normal dan kanker prostat. 35

Imunitas seluler pada kanker lebih banyak berperan dibanding


imunitas humoral. Namun tubuh juga membentuk antibodi terhadap antigen
kanker. Efektor imun humoral terhadap sel kanker adalah melalui lisis oleh
antibodi dan komplemen, opsonisasi melalui antibodi dan komplemen, serta
hilangnya adhesi oleh antibodi. Sedangkan mekanisme seluler terhadap sel
kanker adalah destruksi oleh sel T sitotoksik, destruksi oleh sel NK (Natural
Killer) dan destruksi oleh makrofag. Sel kanker yang mengekspresikan
antigen dapat memacu sel T sitotoksik untuk meng-hancurkan sel kanker .35

Sel T sitotoksik tersebut mengenali antigen yang dipresentasikan oleh


MHC-I ( Mayor Histocompatibility Complex ). Terdapat tiga tahap
pembentukan imunitas tubuh yaitu tahap pengenalan (recognition), tahap
aktivasi, dan tahap pelaksanaan efektor. Pada tahap pengenalan (recognition)
limfosit –B dapat mengenali antigen tanpa bantuan sel lain, akan tetapi
limfosit –T akan mengenali antigen apabila disajikan oleh sel penyaji antigen
yaitu antara lain makrofag, sel dendritik (pada jaringan limfoid) sel limfosit –
B, sel langerhans di kulit. SelT akan mengenali antigen pada MHC (Mayor
Histocompatibility Complex) yang terdapat pada permukaan sel penyaji. Pada

21
tahap aktivasi, setelah pengenalan antigen, terjadi respon biologi sel-T yaitu
sel-T dapat mengeluarkan sitokin dan dapat menghancurkan sel target
terhadap antigenyang dituju. Sel- T akan berproliferasi melalui Autocrin
Growth Pathway yaitu sel-T mengeluarkan sitokin peningkat pertumbuhan.
Tahap pelaksanaan efektor yaitu sitokin yang dihasilkan oleh sel-T pada saat
pengenalan antigen. 36

Sel Th1 dapat mengenali antigen tumor yang dipresentasikan oleh


Antigen Presenting Cell melalui molekul MHC-II. Aktivasi dari sel Th1 akan
memproduksi sitokin seperti IFN-γ (Interferon – γ), TNF-β (Tumor Necrosis
Factor-β), IL-2 (Inter Leukin-2) dan menstimulasi sel T CD8+ pada antigen
tumor yang dipresentasikan oleh MHC-I.11 Terdapat 2 macam MHC yaitu
MHC I akan diekspresikan oleh seluruh sel – sel tubuh dan digunakan untuk
menyajikan substansi – substansi ke sel-T CD8+ (sitotoksik). MHC II hanya
diekspresikan oleh makrofag dan beberapa tipe sel lain dan
mempresentasukan antigen pada sel-T CD4+ yang berfungsi sebagai sel-T
helper. Sel-T CD4+ mempunyai reseptor permukaan (TCR) yaitu CD3. Sel- T
mempunyai molekul kostimulator CD28 dan CD40. APC mempunyai
molekul kostimulator B7 dan CD40L. CD28 berpasangan dengan B7,
sedangkan CD40 berpasangan dengan CD40L. Ikatan molekul kostimulator
akan merangsang proliferasi sel T. Sel-T sitotoksik melalui reseptor
permukaan (TCR) mengenal antigen yang dipresentasikan bersama dengan
MHC I pada sel target yang berakibat terjadinya sitotoksik langsung terhadap
sel target tersebut. IFN-γ yang dihasilkan oleh sel Th1 akan mengaktifkan
makrofag dan sel NK, sehingga kemampuan makrofag untuk memfagositosis
sel tumor akan bertambah, dan setelah terjadi kontak antara sel NK dengan sel
target, sel NK akan menghasilkan perforin, yang mempunyai kemampuan
untuk melubangi membran sel tumor. Dan selanjutnya sel - sel NK akan
melepas NKCF (Natural Killer Cytotoxic Factor) yang akan ditelan oleh sel

22
tumor melalui reseptor NKCF dan berakibat lisisnya sel tumor. IL-2 yang
dihasilkan oleh sel Th-1 akan mempengaruhi sel-B untuk meningkatkan
opsonisasi.35,36

Sel NK teraktifasi melalui pengenalan secara langsung dengan sel


tumor. Sel NK dapat mengikat antibodi yang melapisi sel target dan dapat
terjadi efek sitotoksisitas sel NK terhadap sel target. Peristiwa ini disebut
ADCC (Antibody Dependent Cell mediated Citotoxicity) Sel Nk mempunyai
reseptor Fc untuk molekul imunoglobulin G disebut CD16. IL-12 dapat
mempengaruhi sel NK dan sel-T untuk mensekresi IFN-γ. IL-12 akan
mengaktifkan sel NK untuk berfungsi sitolitik dan juga mengaktifasi sel-T
CD8+. IL-12 tidak bereaksi pada sel – sel istirahat, dan akan bereaksi pada sel
– sel yang berdiferensiasi.36

Makrofag merupakan sistem imun non spesifik seluler. Makrofag


mempunyai antigen asing pada permukaannya dalam bentuk yang dapat
dikenali oleh sel-T. Fungsi dari makrofag sebagai APC (Antigen Presenting
Cells). Makrofag memproduksi sitokin yang merangsang proliferasi dan
diferensiasi sel-T. Salah satu dari sitokin tersebut adalah IL-12, ini penting
untuk pertumbuhan sel – sel perantara kekebalan. Aktivasi makrofag terhadap
sel tumor secara invitro, dapat melisiskan sel tumor dan tidak melisiskan sel –
sel yang normal. Mekanisme makrofag dalam menghancurkan sel tumor
seperti juga mekanisme makrofag dalam menghancurkan organisme-
organisme yang menimbulkan infeksi yaitu dengan mengeluarkan enzim –
enzim lisosom, metabolit oksigen reaktif dan nitrit oksid (pada tikus).35

Aktivasi makrofag juga memproduksi sitokin TNF (Tumor Necrosis


Factor) yang dapat membunuh sel tumor tapi tidak membunuh sel normal.
TNF dalam membunuh sel tumor dengan efek toksik langsung dan efek tidak
langsung pada vasculatur tumor. Efek tidak langsung yaitu dengan cara

23
menginduksi trombosis pada pembuluh darah tumor sehingga sel tumor
menjadi nekrosis. Efek toksik langsung tergantung pada ikatan dari TNF
dengan reseptor- reseptor permukaan pada sel tumor yaitu pada proses
apoptosis. Makrofag dapat memakan dan mencerna sel kanker dan
mempresentasikan ke sel T CD4+.35,36

MEKANISME SEL KANKER UNTUK MELEPASKAN DIRI DARI


RESPON IMUN:

Sel kanker mempunyai mekanisme untuk menghindarkan diri dari


imunitas non spesifik dan spesifik. Kebanyakan sel kanker tidak dapat
dipresentasikan oleh karena tidak memiliki molekul kostimulator seperti B7
( CD80 ) dan CD 86.37

Sel kanker tidak mengekspresikan molekul yang diperlukan untuk


mengaktifkan sel T terutama MHC-II atau molekul adhesi ICAM-I atau
LFA3. Ada beberapa sel kanker yang hanya mengekspresikan sedikit MHCI
yang menimbulkan resistensi terhadap sel T sitotoksik. Sel kanker sendiri
dapat melepas berbagai faktor imunosupresif seperti TGF-B (Transforming
Growth Factor B) yang merupakan sitokin imunosupresif. Sel kanker prostat
akan mensekresi TGF-B (Transforming Growth Factor-B) merupakan sitokin
yang bersifat imuno supresif TGF-B berefek menurunkan regulasi berbagai
proses yang diperlukan untuk aktivitas sel-T sitotoksik. Ini bekerja dengan
menggeser keseimbangan Th1-Th2 ke arah Th2. Penghambatan sitokin yang
dihasilkan oleh sel-Th 1 yaitu IL-12,penghambatan Antigen Presenting Cells
pada MHC II dan penurunan regulasi adesi. TGF-B juga mengurangi molekul
MHC I yang berakibat aktifitas sel-T CD8+. TGF-B juga diproduksi oleh
beberapa tipe kanker yaitu kanker mammae, glioma malinga, dan leukemia.37

24
Metastase kanker prostat terjadi pada stadium lanjut, dimana beberapa
kanker akan kehilangan protein P53, RB (retinoblastoma), reseptor TGF-B II .
Reseptor TGF-B II adalah sitokin yang terlibat pada hambatan pertumbuhan,
apoptosis dan diferensiasi. Penelitian pada kanker prostat menggunakan
subyek manusia ada korelasi hilangnya reseptor. TGF-B II dengan kanker
stadium lanjut.39

KANKER PROSTAT YANG RESISTEN TERHADAP TERAPI:

Pada kanker prostat stadium lanjut yang resisten terhadap pengobatan,


terdapat sinyal transduksi anti apoptotik.14 Proses apoptosis terjadi pada dua
jalur yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Jalur ekstrinsik dimulai dari ikatan ligand
dengan FADD (Fas Assosiated Death Domain) yaitu reseptor pada
permukaan sel. FADD yang teraktivasi berinteraksi dengan enzim dari
cascade caspase yaitu caspase 8 dan caspase 10, menghasilkan aktivasi
caspase 3 dan 7 dan sel akan menjadi rusak melalui pemecahan oleh enzim
proteolitik dari substrat caspase. Jalur intrinsik dimulai dari adanya stres
intrasel, kurangnya dari growth factor dan adanya kerusakan DNA dan juga
kerusakan membran mitokondria. Rusaknya membran mitokondria akan
meningkatkan permeabilitas membran, sehingga protein cytochrome akan
keluar ke sitoplasma dan akan mengaktifkan APAF-1 (Apoptotic Protease
Activity Factor) dan caspase 9. Protein - protein tersebut akan mengaktivasi
cascade caspase dan merusak sel.40

Sel kanker prostat dapat menghindari proses apoptosis melalui jalur


intra sel yang selamat dengan sinyal transduksi kemokin dan growth factor
sehingga ini akan resisten terhadap kemoterapi konvesional. 40

Penelitian pada sel line kanker prostat yang diukur dengan analisis
fluositometri diketahui semuanya mempunyai antigen Fas (CD 95) positif.

25
Semua jaringan prostat mengekspresikan Fas untuk memerantarai proses
apoptosis pada sel- sel epitel yang ganas maupun yang jinak. Dengan
menggunakan antibodi monoklonal, agonis anti-Fas akan menginduksi
apoptosis hanya pada 2 dari 6 sel line. Penelitian tersebut terfokus untuk
mengidentifikasi resistensi dari fas yang memerantarai apoptosis. 40

Pengobatan dengan protein synthesis inhibitor cycloheximide (CHX)


akan mengubah fenotip dari sel line yang resisten, dari Fas resisten ke Fas
sensitif. Pada cell line kanker prostat, aktivasi caspase 8 yang melalui caspase
7 dan caspase 3 tidak muncul, hal ini menandakan adanya protein – protein
penghambat apoptosis pada sel line fas resisten melalui cascade apoptosis
dengan pencegahan aktivasi caspase 36,41

BAB 3
KESIMPULAN

Kanker prostat merupakan kanker yang paling sering dijumpai pada pria.
Five-year overall survival kanker prostat dapat mencapai lebih dari 90%. Pada saat
didiagnosis, sebagian besar kanker prostat lokal dan regional, dan 5-year survival
hampir mencapai 100%. Kanker prostat lokal dapat diterapi dengan pembedahan atau
radioterapi, namun sekitar sepertiga akan relaps. Terapi hormon dan kemoterapi

26
masih berperan penting. Terapi anti-androgen, enzalutamide dan penghambat CYP17,
abiraterone memperbaiki rPFS dan menunda pemberian kemoterapi pada pasien
kanker prostat resisten kastrasi metastatik.

Sistem reproduksi pria yang sering berkembang menjadi kanker seiring


dengan bertambahnya usia adalah kelenjar prostat. Kanker prostat lebih sering
berkembang pada pria usia di atas 50 tahun. Penyebab spesifik kanker prostat belum
diketahui dengan jelas, risiko pria untuk terjadinya kanker prostat adalah karena
faktor usia, genetik, ras, dan lain – lain, diduga perubahan endokrin pada usia lanjut.

Androgen berperan pada perkembangan kelenjar prostat dan memengaruhi


proliferasi, differensiasi, dan fungsi dari sel – sel kelenjar prostat. Prostat Specific
Antigen (PSA) merupakan glikoprotein yang terdapat di dalam sel kelenjar prostat
dan bermanfaat untuk diagnosa kanker prostat. Kanker prostat stadium lanjut ada
yang resisten terhadap pengobatan karena sel kanker prostat dapat menghindari
proses apoptosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. Prostate cancer [Internet]. 2018 [cited 2018 Sept 30].
Available from: https://www.cancer.org/cancer/prostate-cancer.html

2. Ellsworth PI. Prostate cancer. MedicineNet.com [Internet]. 2018 [cited 2018 Sept
30]. Available from: https://www.medicinenet.com/prostate_cancer/article.
htm#prostate_cancer_facts

27
3. Peng Y, Chen Q, Gu M, Chen Y, Zhang M, Zhou J, et al. Human stromal cells in
the peripheral zone of the prostate promote tumorigenesis of prostatic cancer
stem cells through up-regulation of C-Kit expression. Journal of Cancer
2015;6(8):776-85.

4. Shaikhibrahim Z, Lindstrot A, Ellinger J, Rogenhofer S, Buettner R, Perner S, et


al. The peripheral zone of the prostate is more prone to tumor development than
the transitional zone: Is the ETS family the key? Molecular Medicine Reports
2012;5:313-6.

5. Crawford ED, Petrylak D, Sartor O. Navigating the evolving therapeutic


landscape in advanced prostate cancer. Urologic Oncology: Seminars and
Original Investigations 2017;35:S1-13.

6. GLOBOCAN 2018. International Agency for Research on Cancer [Internet].


2018 September [cited 2018 Sept 30]. Available from:
https://gco.iarc.fr/today/data/ factsheets/populations/360-indonesia-fact-
sheets.pdf

7. GLOBOCAN 2018. International Agency for Research on Cancer [Internet].


2018 September [cited 2018 Sept 30]. Available from:
https://gco.iarc.fr/today/data/ factsheets/populations/900-world-fact-sheets.pdf

8. Cancer.Net. Prostate cancer: Statistics [Internet]. 2005-2018 [cited 2018 Sept


30]. Available from:
https://www.cancer.net/cancer-types/prostate-cancer/statistics

9. Cancer.Net. Prostate cancer: Risk factors and prevention [Internet]. 2018 [cited
2018 Sept 30]. Available from:
https://www.cancer.net/cancer-types/prostatecancer/risk-factors-and-prevention

10. Shah SIA. An update on the risk factors for prostate cancer. WCRJ
2016;3(2):e711.

28
11. Haque R, Van Den Eeden SK, Wallner L, Richert-Boe K, Kallakury B, Wang R,
et al. Association of body mass index and prostate cancer mortality. Obes Res
Clin Pract. 2014;8(4):e374-81.

12. De Nunzio C, Andriole GL, Thompson IM Jr, Freedland SJ. Smoking and
prostate cancer: A systematic review. Eur Urol Focus 2015;1(1):28-38.

13. Ding H, Fan S, Zhang L, Hao Z, Liang C. Does prostatitis increase the risk of
prostate cancer? A meta-analysis. Int J Clin Exp Med. 2017;10(3):4798-808. 14.

14. Siddiqui MM, Wilson KM, Epstein MM, Rider JR, Martin NE, Stampfer MJ, et
al. Vasectomy and risk of aggressive prostate cancer: A 24-year follow-up study.
J Clin

15. Oncol. 2014;32:3033-8. 15. Cheuck L. Prostate cancer diagnosis and staging.
Medscape [Internet]. 2018 Sept 27 [cited 2018 Oct 1]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/ article/458011-overview#a7

16. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Prostate cancer. Version


4.2018 [Internet]. 2018 [cited 2018 Oct 1]. Available from:
https://www.nccn.org/ professionals/physician_gls/pdf/prostate.pdf

17. Litwin MS, Tan HJ. The diagnosis and treatment of prostate cancer. A review.
JAMA 2017;317(24):2532-42.

18. Cancer.Net. Prostate cancer: Diagnosis [Internet]. 2005-2018 [cited 2018 Sept
30]. Available from:
https://www.cancer.net/cancer-types/prostate-cancer/diagnosis

19. Keyes M, Crook J, Morton G, Vigneault E, Usmani N, Morris WJ. Treatment


options for localized prostate cancer. Can Fam Physician 2013;59:1269-74.

29
20. Baum N, Levy J. Methodology of patient care for elevated PSA after prostate
cancer treatment: A primary care perspective. Postgraduate Medicine
2015;127:654-9.

21. Gomella LG, Singh J, Lallas C, Trabulsi EJ. Hormone therapy in the
management of prostate cancer: Evidence-based approaches. Ther Adv Urol.
2010;2(4):171-81.

22. Auclerc G, Antoine EC, Cajfinger F, Brunet-Pommeyrol A, Agazia C, Khayat D.


Management of advanced prostate cancer. The Oncologist 2000;5:36-44.

23. Wirth MP, Hakenberg OW, Froehner M. Antiandrogens in the treatment of


prostate cancer. European Urology 2007;51:306-14.

24. Boccon-Gibod L. Non-steroidal anti-androgen monotherapy of advanced prostate


cancer – A reasonable option? Current opinion in Urology 1997;7:268-72.

25. Schellhammer PF. An evaluation of bicalutamide in the treatment of prostate


cancer. Expert Opin Pharmacother. 2002;3(9):1313-28.

26. Ammannagari N, George S. Anti-androgen therapies for prostate cancer: A


focused review. The American Journal of Hematology/Oncology
2015;11(2):159.

27. Greasley R, Khabazhaitajer M, Rosario DJ. A profile of enzalutamide for the


treatment of advanced castration resistant prostate cancer. Cancer Management
and Research 2015;7:153-64.

28. Oudard S, Fizazi K, Sengelov L, Daugaard G, Saad F, Hansen S, et al.


Cabazitaxel versus docetaxel as first-line therapy for patients with metastatic
castration-resistant prostate cancer: A randomized phase III trial-FIRSTANA. J
Clin Oncol. 2017;35(28):3189-97.

30
29. Graff JN, Chamberlain ED. Sipuleucel-T in the treatment of prostate cancer: An
evidence-based review of its place in therapy. Core Evidence 2010;10:1-10.

30. Sipuleucel-T. Product information. Available from:


https://www.fda.gov/downloads/BiologicsBloodVaccines/CellularGeneTherapyP
roducts/ApprovedProducts/ UCM210031.pdf

31. Kantoff PW, Higano CS, Shore ND, Berger ER, Small EJ, Penson DF, et al.
Sipuleucel-T immunotherapy for castration-resistant prostate cancer. N Engl J
Med. 2010;363:411-22.

32. Ritch CR, Cookson MS. Advances in the management of castration resistant
prostate cancer. BMJ 2016;355:i4405.

33. Deshayes E, Roumiguie M, Thibault C, Beuzeboc P, Cachin F, Hennequin C, et


al. Radium 22 dichloride for prostate cancer treatment. Drug Design,
Development and Therapy 2017;11:2643-51.

34. Parker C, Nilsson S, Heinrich D, Helle SI, O’Sullivan JM, Fossa SD, et al. Alpha
emitter radium-223 and survival in metastatic prostate cancer. N Engl J Med.
2013;369:213- 23.

35. Kresno SB. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Ed.3 FKUI.
Jakarta 1996

36. Robbins dan Kumar. Buku Ajar Patologi II. Ed.4. EGC. Jakarta 1995

37. Itoh N, Patel U, Skinner MK. Developmental and Hormonal regulation of


Transforming Growth Factor and Epidermal Growth Factor receptor Gene
Expression in Isolated Prostatic Epithelial and Stromal Cells. Endocrinology
Washington. 1998; vol 139. no. 3

38. Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and Molecular Immunology. 4 th ed.
WB Saunders. USA 2000

31
39. Bratawidjaya KG. Imunologi Dasar. Ed.7 FKUI Jakarta 2006

40. Tu WH, Thomas TZ, Masumori N, et all. The Loss of TGF-B Signaling
Promoted Prostat Cancer Metastasis. Neoplasia Press. USA; 2003.

41. Mc Kensil S, Kyprianow. Apoptosis Evasion: The role of survival pathways in


prostat cancer progression and therapeutic resistance. J Cell Biochem. Lexinton
Kentucky 2006.

32

Anda mungkin juga menyukai