Kelompok : 1
Hari Praktikum : Kamis
Jason Alvin Jonathan (A2401201021)
Fidella Marsha Saffira (A2401201027)
Cahyani Anggoro Putri (A2401201037)
Kharisma Firman Ariyanto (A2401201049)
An Naomi Anasobuki (A2401201055)
Talia Arisanti (A2401201064)
Rana Nurul Haniya (A2401201135)
M Rizki Septiansyah (A24190046)
Asisten Praktikum :
Ferdinans (A2502211031)
Dosen Praktikum :
Dr. Dwi Guntoro S.P., M.Si.
Ir. Sofyan Zaman, M.P.
Erin Puspita Rini, S.P., M.Si
Prof. Dr. Edi Santosa S.P, M.Si.
Dr. Shinto W. Ardie S.P., M.Si.
Dr. Dhika Prita Hapsari, SP, MSi
Latar Belakang
Keberadaan tumbuhan lain yang berada di dalam sarana tumbuh, akan memberikan suatu
dampak kepada tanaman kedelai. Dampak ini berupa interaksi atau kompetisi. Salah satunya
yaitu keberadaan gulma, yaitu tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya dan dalam waktu
yang tidak dikehendaki oleh manusia (Christia et al. 2016). Tipe asosiasi antara gulma dengan
tanaman yang paling penting yaitu kompetisi. Kompetisi terjadi karena faktor tumbuh yang
terbatas. Kompetisi antara gulma dan tanaman terjadi karena faktor tumbuh yang terbatas. Faktor
yang dikompetisikan berupa air, hara, CO2, cahaya, dan ruang tumbuh. Kenyataannya sangat
sulit untuk menjelaskan faktor yang berperan dalam peristiwa kompetisi tersebut yang mencakup
semua faktor yang terlibat dalam kompetisi.
Tanaman kedelai berkompetisi dengan gulma dalam hal tumbuh, air, cahaya, CO2, dan
hara. Kompetisi terberat terjadi pada masa tanaman masih muda. Tanda-tanda adanya kompetisi
terlihat sejak beberapa saat setelah perkecambahan atau pindah tanam dan kompetisi menjadi
meningkat dengan tumbuhnya kecambah itu sampai masa tertentu kemudian menjadi menurun
secara bertahap. Kerapatan gulma pada suatu lahan akan menentukan besarnya gangguan dari
gulma tersebut terhadap tanaman kedelai. Tingkat kerapatan gulma yang rendah belum
berpengaruh terhadap kehilangan hasil, sedangkan kerapatan gulma yang melebihi ambang batas
akan berpengaruh terhadap kerusakan tanaman kedelai (Sembodo 2010).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mempelajari penguasaan sarana tumbuh pada tanaman kedelai
serta mengetahui kepadatan (populasi) optimum untuk mencapai produktivitas kedelai tertinggi.
METODE
Bahan yang digunakan adalah benih tanaman kedelai varietas Anjasmoro, pupuk Urea,
SP-18, KCl, dan pestisida furadan 3G. Peralatan yang digunakan antara lain kored, cangkul,
gembor, arit, tugal, tali jarak tanam, kuadrat (0.5 × 0.5 m), oven, meteran, neraca analog, neraca
digital, dan pisau.
Prosedur Percobaan
Pemupukan dilakukan dengan cara split, yaitu pada saat tanam dan pada saat 4 minggu
setelah tanam (MST) dengan dosis 75 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan 75 kg KCL/ha. Pupuk
urea dan kcl diberikan dua kali yaitu ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis pada saat 4 MST.
Pemupukan SP-36 dilakukan seluruhnya pada saat tanam. Furadan diberikan ke dalam lubang
tanam saat penanaman dengan dosis 20 kg/ha.saat 4 MST. Pengamatan tinggi tanaman dan
jumlah daun dilakukan 2 minggu sekali hingga 6 MST. Pengamatan komponen hasil dilakukan
pada 11 MST.
Pengamatan yang dilakukan mulai dari tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah daun
trifoliet. Adapula pengamatan terkait Biomassa brangkasan, diamati dengan cara memotong 3
tanaman kemudian dioven dan ditimbang berat keringnya. Pengamatan Indeks luas daun, diamati
pada saat 8 MST dengan metode gravimetri. Bobot biomassa gulma total dan biomassa tiap
spesies gulma, diamati dengan cara mengambil 2 contoh kuadrat yang dilakukan secara acak.
Gulma dipotong tepat setinggi permukaan tanah, selanjutnya dioven dan ditimbang.
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Berdasarkan tabel 1, dapat terlihat bahwa perlakuan populasi 500000 tanaman/ha dengan
jarak tanam 50 cm x 4 cm, 1 benih/lubang menunjukkan pertumbuhan tanaman kedelai yang
paling baik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil tinggi tanaman kedelai yang secara konsisten berbeda
nyata paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada perlakuan tersebut, tanaman
kedelai dapat tumbuh dengan baik dan memiliki daya saing yang tinggi terhadap gulma pada
lahan kedelai tersebut. Akan tetapi, perlakuan populasi 500000 tanaman/ha pada 6 MST
menunjukkan nilai tinggi tanaman yang paling kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal
ini disebabkan oleh jarak tanam yang digunakan tersebut terlalu rapat sehingga pertumbuhan
tinggi tanaman kedelai tidak dapat berlangsung dengan maksimal.
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Berdasarkan tabel 2, dapat terlihat bahwa tanaman kedelai dengan perlakuan 500000
tanaman/ha pada 2 MST dengan jarak tanam 50 cm x 4 cm, 1 benih/lubang menunjukkan hasil
jumlah daun yang berbeda nyata paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Sementara itu, setiap perlakuan pada tanaman kedelai 4 MST tidak menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata dan didapatkan pada 6 MST perlakuan 200000 tanaman/ha dengan jarak tanam 50
cm x 20 cm, 2 benih/lubang menunjukkan hasil jumlah daun yang berbeda nyata paling tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa seiring bertambahnya
waktu, tanaman kedelai yang ditanam terlalu rapat dapat mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan daun pada tanaman kedelai.
Produksi dan Komponen Produksi
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Tabel 3 menunjukkan hasil bobot brangkasan dan polong kedelai saat panen, seperti yang
tertera pada tabel bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap hasil bobot
brangkasan dan bobot polong sampel. Dari hasil yang tertera pada tabel 3 ini dapat diketahui
bahwa populasi 500,000 tan/ha memiliki nilai bobot brangkasan dan bobot polong sampel yang
lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan 300,000 tan/ha menunjukkan nilai bobot
polong paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil ini sejalan dengan percobaan Artari
dan Sundari (2018), bahwa kepadatan populasi tanaman kedelai di dalam satu lahan akan
mempengaruhi produktivitas tanaman kedelai tersebut karena terjadi kompetisi untuk
memperoleh cahaya dan nutrisi antara tanaman. Pada populasi 300,000 tan/ha, tanaman utama
dianggap dapat bersaing dengan lebih baik untuk memperoleh cahaya dan hara dengan gulma
dan tidak terjadi persaingan yang terlalu berlebihan antar tanaman utama. Irfan (1999) juga
mengatakan bahwa jumlah tanaman yang berlebihan dapat menurunkan hasil karena terjadi
kompetisi terhadap unsur hara, air, radiasi matahari, dan ruang tumbuh sehingga dapat
mengurangi jumlah biji (polong) pertanaman. Adanya pengaturan kerapatan tanaman juga
bertujuan untuk meminimalisasi kompetisi intra populasi agar kanopi dan akar tanaman dapat
memanfaatkan lingkungan secara optimal (Thamrin 2018).
Tabel 4 Bobot panen polong kedelai ubinan dan produksi per ha pada 9 MST
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Tabel 4 menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap hasil bobot polong
ubinan dan produksi polong per hektar. Perlakuan 400,000 tanaman/ha memiliki bobot ubinan
paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, yakni 1549 gram. Perlakuan 600,000 tanaman/ha
memiliki produksi per hektar paling tinggi, yakni 2.47 ton/ha. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Harjadi (1996) dalam Widyaningrum et al. (2018) bahwa bila jarak tanam terlalu renggang atau
populasinya terlalu rendah, maka hasil per hektarnya akan rendah pula karena penggunaan lahan
akan menjadi tidak efisien sehingga banyak ruang kosong di tajuk tanaman. Warman dan
Kristiana (2018) juga menyebutkan hal yang serupa yakni apabila tingkat kerapatan kerapatan
tanaman dikurangi maka dapat mengakibatkan perubahan iklim mikro yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil, sehingga pengaturan kerapatan tanaman perlu ditingkatkan sampai batas
tertentu sampai dapat meningkatkan produktivitas polong.
Persamaan hasil per satuan luas dan densitas per satuan luas berdasar penguasaan
sarana tumbuh dapat dilihat pada grafik hiperbolik yang tercantum dalam Gambar 1 sebagai
berikut.
Gambar 1 Regresi linier antara hasil per satuan luas dan densitas per satuan luas
1/Om = 0.4933
Om = 2.02716
B = O/Om x 100
Di sisi lain, persentase penguasaan sarana tumbuh kedelai terhadap pertumbuhan gulma
pada perlakuan beberapa populasi disajikan dalam Tabel 5 sebagai berikut.
Analisis vegetasi gulma dapat menentukan gulma dominan pada suatu areal. Berat kering
mutlak (BKM) dan berat kering nisbi (BKN) gulma selama 8 MST disajikan pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa dari 48 spesies gulma hasil analisis vegetasi selama 2
MST, 3 jenis gulma yang paling mendominasi adalah gulma dari golongan daun lebar yaitu
gulma Borreria alata dengan berat kering nisbi (BKN) tertinggi dibandingkan gulma yang
lainnya yaitu sebesar 15,6786%, Ottochloa nodosa dengan nilai BKN sebesar 11.9102%, dan
Digitaria adscendens dengan nilai BKN sebesar 10.2298%. Sementara itu, gulma yang memiliki
nilai BKN yang paling rendah yaitu gulma Bellis sylvestris dan Melochia corchorifolia dengan
nilai BKN-nya masing-masing sebesar 0.0015%. Perlu diketahui bahwa nilai nisbah jumlah
dominansi (NJD) sama dengan nilai BKN karena dalam percobaan ini hanya dilakukan
pengamatan bobot kering gulma. Gulma dominan pada lahan yang digunakan adalah gulma daun
lebar dan rumput.
Kepadatan tanaman dapat mempengaruhi bobot kering gulma tiap perlakuan (BKGP)
selama 8 minggu. BKGP selama 8 MST disajikan pada Tabel 6.
100000 18.14 b
200000 23.84 b
300000 65.75 a
400000 15.93 b
500000 31.98 b
600000 7.26 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
BKGP (Bobot Kering Gulma tiap Perlakuan)
Berdasarkan tabel 7, perlakuan dengan populasi 300000 tanaman/ha (50 cm x 20 cm), 3
benih/lubang tanam memiliki bobot kering gulma tertinggi yaitu sebesar 65,75 gram. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil BKGP pada perlakuan 300000 tanaman/ha berbeda nyata dibandingkan
perlakuan lainnya. Menurut Suryadi et al. 2013, tingginya bobot kering gulma dipengaruhi oleh
intensitas cahaya yang diterima gulma lebih tinggi akibatnya proses fotosintesis akan berjalan
lebih cepat sehingga sarana tumbuh dan unsur hara yang dimanfaatkan lebih tinggi. Selain itu,
kerapatan gulma yang semakin tinggi akan diikuti dengan bobot kering gulma yang tinggi,
sehingga sarana tumbuh yang dipersiapkan untuk tanaman sebagian besar dimanfaatkan oleh
gulma tersebut.
KESIMPULAN
Penguasaan sarana tumbuh kedelai yang tinggi dapat menekan pertumbuhan gulma dan
dapat meningkatkan produktivitas kedelai. Nilai penguasaan sarana tumbuh tertinggi didapat
pada perlakuan 600,000 tanaman/ha dengan nilai penguasaan sarana tumbuh sebesar
121.8451%. Kerapatan gulma yang tinggi dapat menyebabkan tanaman kedelai tidak dapat
melakukan pertumbuhan secara optimal. Oleh karena itu, pengaturan kerapatan tanaman perlu
diperhatikan sampai batas tertentu sampai dapat meningkatkan produktivitas tanaman kedelai.
SARAN
Artari R, Sundari T. 2018. Pertumbuhan dan hasil beberapa genotipe kedelai pada pola tanam
baris tunggal dan baris ganda. Buletin Palawija. 16(2) : 74-83.
Christia A, Sembodo DRJ, Hidayat KF. 2016. Pengaruh jenis dan tingkat kerapatan gulma
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max [L]. Merr). Jurnal Agrotek
Tropika. 4(1): 22-28.
Irfan M. 1999. Respons tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap pengelolaan tanah dan kerapatan
tanam pada tanah andisol [tesis]. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Sembodo DRJ. 2010. Gulma dan Pengolahannya. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Suryadi, Lilik S, dan Roedy S. 2013. Kajian intersepsi cahaya matahari pada kacang tanah
(Arachis hypogaea L.) diantara tanaman melinjo menggunakan jarak tanam berbeda. J.
Produksi Tanaman. 1 (4): 42– 50.
Thamrin M, Tarigan DM, Ardilla D. 2018. Inovasi tanam jagung double row dalam
meningkatkan produksi jagung. Jurnal Prodikmas: Hasil Pengabdian Kepada
Masyarakat. 3(1):50-57.
Warman GR, Kristiana R. 2018. Mengkaji sistem tanam tumpangsari tanaman semusim.
Proceeding Biology Education Conference. 15(1):791-794.
Widyaningrum I, Nugroho A, Heddy YBS. 2018. Pengaruh jarak tanam dan varietas terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max [L]. Merr). J. Produksi Tanaman.
6(8): 1796-1802.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh perhitungan
a. Contoh perhitungan Hasil nyata (O) dan persentase penguasaan sarana tumbuh (B) pada
kedelai
Diketahui:
Populasi tanaman = 100000 tan/ha
Z = 10 tan/m^2
I/Z = 0.1
1/O = 1.59489633
Om = 2.027164 ton/ha
Ditanyakan:
Hasil nyata (O) penguasaan sarana tumbuh kedelai pada populasi tersebut
Jawab:
O = (B) (Z) / (B (Z+1)) 𝗑 Om
= (30.9299) (10) / (30.9299 (10+1)) 𝗑 2.027164
= 0.627 ton/ha
Dari hasil nyata tersebut, persentase penguasaan sarana tumbuh (B) suatu individu dapat
diketahui dengan membalik persamaan hiperbolik di atas menjadi persamaan linier
sebagai berikut.
1/O = 1/(B) (Om) 𝗑 1/Z + 1/Om
1.59489633 = 1/(B) (2.027164) 𝗑 0.1 + 1/Z + 027164
B = 30.92991%
b. Contoh perhitungan Berat Kering Nisbi (BKN) gulma hasil analisis vegetasi pada lahan
kedelai
Diketahui :
Spesies gulma = Borreria alata
BKM Borreria alata = 102.166 g
BKM semua spesies = 651.6275 g
Ditanyakan:
Bobot Kering Nisbi gulma Borreria alata di lahan kedelai
Jawab:
BKN Borreria alata = BKM Borreria alata / BKM semua spesies 𝗑 100%
102.166 g / 651.6275 g 𝗑 100%
15.6786 %