Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Retorika

a. Pengertian Retorika

Menurut Sulistyarini (2020:7) “Hakikat Retorika adalah kemampuan

berkomunikasi secara efektif dengan menggunakan bahasa sebagai alatnya. Dalam

peristiwa komunikasi itu, tujuan utama kominikator adalah menyampaikan pesan

yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, dan dapat diterima oleh komunikan”.

Menurut Hendrikus (2016:14) menyatakan bahwa “Retorika adalah

kesenian untuk berbicara baik (kunst, gut zu reden atau Ars bene dicendi), yang

dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis (Ars, tecne).

Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang

dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia”.

Menurut Suhandang (2009:29), menyatakan

“Retorika merupakan seni dan kepandaian berbicara atau berpidato


dengan menggunakan segala teknik dan taktik komunikasi. Sudah
tentu didalamnya pun terkandung makna teknik penyampaian secara
lisan maupun tulisan, meskipun hal itu tidak dikemukakan secara
eksplisit. Dengan demikian banyak aspek yang terlibat dalam kegiatan
retorika dimaksud. Tidak hanya bentuk dan metode komunikasinya,
melainkan juga gaya berbicara dan menulis dalam penyampaian
pesannya serta mekanisme psikologis yang terlibat pada saat
berlangsungnya kegiatan retorika tersebut”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Retorika adalah seni atau

ilmu yang mengajarkan kaidah-kaidah penyampaian tutur yang efektif melalui

lisan atau tulisan, dengan penggunaan kata-kata yang baik. Serta dengan gaya

6
7

yang indah yang bertujuan untuk memberikan informasi serta motivasi kepada

orang lain. Seni berbicara yang baik hanya dapat dimiliki oleh yang memiliki

bakat atau talenta terhadap dirinya dengan prinsip menggunakan segala teknik dan

strategi komunikasi untuk mengefeksi dan mempengaruhi pihak lain.

b. Gaya Retorika

1. Gaya Bahasa

Menurut Abidin (2013:71) menyatakan bahwa “Gaya bahasa adalah cara

pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan

kepribadian pengarang. Pada hakikatnya, gaya bahasa merupakan teknik

pemilihan ungkapan kebahasaan yang dianggap dapat mewakili sesuatu yang akan

disampaikan atau diungkapkan”.

Widyamartaya (dalam Hardianto et al 2017:89) menyatakan bahwa “Majas

atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu

untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah karya sastra semakin

hidup. Keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam

menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis”.

Dengan demikian, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa agar

daya ungkap atau daya tarik atau kedua-duanya bertambah. Dari beberapa

pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara atau teknik

mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk lisan ataupun tulisan dengan

menggunakan bahasa yang khas, sehingga memperlihatkan jiwa dan kepribadian

penulis serta menghasilkan pengertian yang jelas dan menarik bagi para pembaca.
8

Menurut Keraf (2009:116) dilihat dari sudut bahasa atau unsur- unsur

bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak

unsur bahasa yang dipergunakan, yaitu:

1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata

a) Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya yang bentuknya lengkap, gaya yang

dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan

oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan

terpelihara. Amaanat kepresidenan, berita negara, khutbah-khutbah mimbar,

tajuk rencana, pidato-pidato penting, artikel-artikel yang serius atau esai yang

membuat subyek-subyek yang penting, semuanya dibawakan dengan bahasa

resmi.

b) Gaya Bahasa tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang

dipergunakan dalam bahasa standart, khususnya dalam kempatan-kesempatan

yang tidak formal atau kurang formal. Bentuknya tidak terlalu konservatif.

Gaya ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, artikel-artikel

mingguan atau bulanan yang baik dalam perkuiahan, dan sebagainya.

Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal

bagi kaum pelajar.

c) Gaya Bahasa Percakapan

Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa

percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata popular

dan kata-kata percakapan. Namun disini harus ditambahkan segi-segi


9

morfoiogis dan sintaksis, yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa

percakapan ini. Biasanya segi-segi sintaksis tidak perlu dperhatikan, demikian

pula segi-segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan. Kalau

dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tak resmi, maka

gaya bahasa percakapan ini masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih

dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila

dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.

2) Gaya bahasa berdasarkan Nada

a) Gaya Sederhana

Gaya ini biasanya cocok untuk memberi intruksi, perintah, pelajaran,

perkuliahan dan sejenisnya. Sebab itu untuk mempergunakan gaya ini secara

efektif, seorang penceramah harus memiliki kepandaian dan pengetahuan

yang cukup. Karena gaya ini biasanya dipakai dalam memberi intruksi,

pelajaran dan sebagainya, maka gaya ini cocok pula digunakan untuk

menyampaikan fakta atau pembuktian-pembuktian. Untuk membuktikan

sesuatu, kita tidak perlu memancing emosi dengan menggunkan gaya mulia

dan bertenaga. Bila untuk maksud-maksud tersebut emosi ditonjolkan, maka

fakta atau jalan pembuktian akan merosot perananya. Gaya ini dapat

memenuhi keinginan dan keperluan penulis, tanpa bantuan dari kedua gaya

lainnya.

b) Gaya mulia dan bertenaga

Nada yang agung dan mulia sanggup pula menggerakkan emosi setiap

pendengar. Dalam keagungan, terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi

secara aktif dan meyakinkan bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
10

Dibalik keagungan dan kemuliaan itu terdapat tenaga penggerak yang luar

biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggetarkan emosi para pendengar

atau pembaca. Mereka yang ingin mencoba gaya ini, sekurang-kurangnya

harus memiliki pula bakat dan kemauan yang kuat untuk memahirkannya.

c) Gaya Menengah

Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan untuk usaha untuk

menimbulkan suasana yang senang dan damai. Karena tujuannya adalah

menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya juga besifat lemah

lembut, penuh kasih sayang dan mengandung humor yang sehat. Pada

kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan dan rekreasi, orang

lebih menginginkan ketenangan dan kedamaian.

3) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

a) Klimaks

Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik.

Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan

pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-

gagasan sebelumnya. Klimaks disebut juga gradasi. Istilah ini dipakai sebagai

istilah umum yang sebenarnya merujuk kepada tingkat atau gagasan tertinggi.

Bila klimaks itu terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut-turut semakin

tinggi kepentingannya, maka ia disebut anabasis.

b) Antiklimaks

Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur.

Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-

gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang


11

kurang penting. Antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang

penting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar

tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnyadalam kalimat

itu.

c) Pararelisme

Pararelisme semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai

kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki

fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Gaya ini lahir dari

struktur kalimat yang berimbang.

d) Antitesis

Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-

gagasan yang bertentangan, dengan mempergunkan kata-kata atau kelompok

kata yang berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang.

e) Repetisi

Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat

yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang

sesuai. Dalam bagian ini, hanya akan dibicarakan repetisi yang berbentuk

kata atau frasa atau klausa. Karena nilainya dianggap tinggi, maka dalam

oratori timbullah bermacam-macam repetisi. Karena nilainya dalam oratori

dianggap tinggi, maka para orator menciptakan bermacam-macam repetisi

yang pada prinsipnya didasarkan pada tempat kata yang diulang dalam baris,

klausa atau kalimat.


12

c. Unsur-unsur Dalam Retorika

Menurut Sulistyarini (2020:90) pada dasarnya unsur-unsur dalam retorika

dibagi atas tiga pokok, yaitu:

a. Pembicara

Pembicara merupakan pusat dari aktifitas retorika. Meskipun secara

fisik ia selalu berhadapan baik langsung maupun tidak langsung dengan

khalayak, pembicara yang bertindak sebagai komunikator tampil sebagai

pusat kegiatan yang menggambarkan terpusatnya jiwa audiens dengan

“Memandang” si pembicara tampil sebagi alasan mereka berkumpul di

tempat itu. Namun demikian, selaku komunikator jelas bahwa yang menurut

pandangan audiens sebagai alasan itu tiada lain adalah upaya si pembicara

memengaruhi audiens untuk mengubah sikap, sifat, pendapat, dan

perilakunya sesuai dengan apa yang dikendaki si pembicara itu.

b. Audiens (Khalayak)

Audiens atau hadirin yang terlibat dalam proses kegiatan retorika pada

hakikatnya merupakan insan-ansan yang jelas masing-masing berbeda dan

memiliki keunikan sendiri. Meskipun kita sering mengatakan hadirin sebagai

kumpulan orang secara tidak langsung dinyatakan memiliki keanekaragaman,

namun kita tidak lupa bahwa itu merupakan campuran dari insan-insan yang

berbeda dan satu sama lain terpisah. Masing-masing insan pendengar

dimaksud masuk dalam situasi retorika dengan berbagai maksud, berbagai

motif, harapan, pengetahuan,dan berbeda sikap, kepercayaan dan nilai,pendek

kata, mereka datang dengan berbeda predisposisi. Konsekuensinya, masing-

masing pendengar akan memandang penampilan dan pidato itu sedikit


13

berbeda satu dengan yang lain. Masing-masing audiens akan memberikan

respon berbeda terhadap suasana pertemuan dalam retorika itu, terutama pada

pesan yang disampaikan.

c. Pesan

Dalam kehidupan sehari-hari kita biasa menyampaikan buah pikiran

dan perasaan dengan menggunakan bahasa dan simbol lain yang bisa dilihat

dan dipahami. Dengan demikian orang lain akan bisa mengetahui apa yang

kita maksudkan. Dengan kata lain, pesan yang kita sampaikan itu selalu

mengandung makna yang dibangun oleh adanya isi (content) dan lambang

(symbol). Isi komunikasi yang dimaksud tidak lain adalah apa yang kita

pikirkan atau buah pikiran yang akan disampaikan, sedangkan lambang yang

paling utama untuk melukiskan pikiran itu adalah bahasa dan umumnya

bahasa dikemukakan dalam bentuk untaian kata-kata. Seorang orator yang

ingin berhasil dituntut untuk pandai menggunakan kata dan kalimat yang

sederhana, mudah dipahami dan dimengerti maksudnya.

d. Gaya Bahasa Retoris

Sumarsono (2012:12) menyatakan bahwa “Retoris adalah pada dasarnya

ketika penutur dan mitra tutur saling berinteraksi akan muncul pertanyaan-

pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban dari mitra tutur”. Pertanyaan retoris

adalah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban dari yang di tanya, yang

menjawab adalah penanya sendiri.

Menurut Liahani (2018:2) menyatakan bahwa “Gaya bahasa retoris

merupakan bagian dari gaya bahasa yang didasarkan pada langsung tidaknya

makna. Hal yang mendasari gaya bahasa ini adalah makna yang terbentuk karena
14

adanya penyimpangan konstruksi (kata, frasa, klausa dan kalimat) dalam bahasa

dengan tujuan tertentu seperti estetika, menekankan, menjelaskan, memperkuat

atau hanya sebagai hiasan bahasa saja”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Gaya bahasa retoris adalah

majas yang berupa pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dijawab. Karena

jawaban atau maksud si penanya sudah terkandung dalam pertanyaan tersebut.

Menurut Keraf (2009:130-136) macam-macam gaya bahasa retoris, yaitu:

a) Aliterasi, aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan

konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang

dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan. Misalnya:

Keras-keras kerak kena air lembut juga

a) Asonansi, asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan

bunyi vokal yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang

juga dalam prosauntuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan.

Misalnya:

Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.

b) Anastrof, anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh

dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.

Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya.


c) Apofasis atau Preterisio

Apofasis atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya di mana

penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.

Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan


15

hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi

sebenarnya memamerkannya. Misalnnya:

Jika saya tidak menyadari reputasimu dalam kejujuran, maka sebenarnya


saya ingin mengatakan bahwa Anda pasti membiarkan anda menipu diri
sendiri.
d) Apostrof

Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat

dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya

digunakan oleh orator klasik. Dalam pidato yang disampaikan kepadasuatu

massa, sang orator tiba-tiba mengarahkan pembicaraannya langsung kepada

sesuatu yang tidak hadir: kepada mereka yang sudah meninggal, atau kepada

barang atau obyek khayalan atau sesuatu yang abstrak, sehingga tampaknya ia

tidak berbicara kepada para hadirin.

Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air tercinta
ini berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti
yang pernah kamu perjuangkan.
e) Asindeton

Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat

dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak

dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan

saja dengan koma, seperti ucapan terkenl dari Julius Caesar: Veni, vidi, vici,

“saya datang, saya lihat, saya menang”. Perhatikan contoh berikut:

Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan


orang melepaskan nyawa.
f) Polisindeton, polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari

asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu

sama lain dengan kata-kata sambung.


16

Dan kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak
menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya?

g) Kiasmus, kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari

dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan

dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu

terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.

Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk
melanjutkan usaha itu.
h) Elepsis, elepsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur

kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca

atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola

yang berlaku.

Masihkah kau tidak percayabahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa,
badanmu sehat, tetapi psikis...
i) Eufemismus

Kata eufemismus diturunkan dari kata Yunani euphemizein yang

berarti “Mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan

yang baik”. Sebagai gaya bahasa, eufemisme adalah semacam acuan berupa

ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-

ungkapan yang halus untuk menggantikanacuan-acuan yang mungkin

dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang

tidak menyenangkan.

Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (=mati)

j) Litotes, adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu

dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan
17

sebenarnya. Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan

katanya.

Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali

k) Histeron Proteron, adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan

dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya

menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa. Juga

disebut Hiperbaton

Saudara-saudara, sudah lama terbukti bahwa Anda sekalian tidak lebih baik
sedikit pun dari pesuruh, hal itu tampak dari anggapan yang berkembang
akhir-akhir ini.

l) Pleonasme dan Tautologi

Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang

mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk

menyatakan satu pikiran atau gagasan. Walaupun secara praktis kedua istilah

itu disamakan saja, namun ada yang ingin membedakan keduanya. Suatu

acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya

tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan

itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Misalnya:

(1) Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri

Ungkapan di atas adalah pleonasme karena semua acuan itu tetap utuh dengan

makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata: dengan telinga saya.


18

(2) Ia tiba jam 20.00 malam waktu setempat

Acuan di atas disebut tautologi karena kata berlebihan itu sebenarnya

mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya, yaitu malam

sudah tercakup dalam jam 20.00.

m) Perifrasis, sebenarnya perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme,

yaitu mempergunakankata lebih banyak dari yang dipergunakan.

Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu

sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Misalnya:

Ia telah beristirahat dengan damai (= mati, atau maninggal)

n) Prolepsis atau Antisipasi

Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang

mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa

atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Misalnya dalam mendeskripsikan

peristiwa kecelakaan dengan pesawat terbang, sebelum sampai kepada

peristiwa kecelakaan itu sendiri, penulis sudah mempergunakan kata pesawat

yang sial itu. Padahal kesialan baru terjadi kemudian. Perhatikan kalimat

berikut yang mengandung gaya prolepsis atau antisipasi itu:

Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai sebuah sedan biru

o) Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang

digunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang

lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak

menghendaki adanya suatu jawaban. Gaya ini biasanya dipergunakan sebagai


19

salah satu alat yang efektif oleh para orator. Dalam pertanyaan retoris

terdapat asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin.

Terlalu banyak komisi dan perantara yang masing-masing menghendaki


pulaimbalan jasa. Herankah saudara kalau harga-harga itu terlalu tinggi?
p) Silepsis dan Zeugma
Silepsis dan zeugma adalah semacam gaya di mana orang

mempergunakan dua kontruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata

dengan dua kata yang lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai

hubungan dengan kata pertama. Dalam silepsis, kontruksi yang dipergunakan

itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar.

Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya

Kontruksi yang lengkap adalah kehilangan topi dan kehilangan

semangat, yang satu memiliki makna denotasional, yang lain memiliki makna

kiasan. Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata

berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya (baik

secara logis maupun secara gramatikal). Misalnya:

Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.

q) Koreksio atau Epanortosis, Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang

berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

Sudah emapat kali saya mengunjungi daerah itu, eh bukan, sudah lima kali.

r) Hiperbol, adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan

yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal.

Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.


20

s) Paradoks, paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung

pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yan ada. Paradoks dapat juga

berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya.

Musuh sering merupakan kawan yang akrab

t) Oksimoron

Oksimoron (okys = tajam, moros = gila, tolol) adalah suatu acuan

yang beruhasa untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang

bertentangan. Atau dapat juga dikatakan, oksimoron adalah gaya bahasa yang

mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang

berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan

tajam dari paradoks.

Dengan membisu seribu kata, mereka sebenarnya beteriak-teriak agar

diperlakukan dengan adil.


21

2. Ceramah

a. Pengertian Ceramah

Menurut Hendrikus (dalam Eriek Saputra, 2008:50) menjelaskan bahwa

pada dasarnya ceramah adalah memberikan informasi dan pengetahuan. Oleh

karena itu, bahan yang diceramahkan harus dipersiapkan dengan teliti. Ceramah

harus menampilkan disposisi yang jelas, bahasa yang padat, dan berisi: pikiran

yang tersusun logis serta hubungan yang serasi anatara bagian-bagiannya.

Menurut Anggoro (dalam Eriek Saputra, 2018:1) ceramah adalah pidato

yang bertujuan untuk menerangkan atau menyiarkan nasehat dan petunjuk-

petunjuk berkaitan dengan ajaran-ajaran agama. Menurut Suwadi (2014:1)

ceramah adalah penyampaian lisan oleh seseorang untuk menyampaikan uraian

tentang suatu hal kepada halayak atau orang banyak.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ceramah adalah pidato

yang bertujuan memberikan nasehat daan petunjuk-petunjuk sementara ada

audiensi yang bertindak sebagai pendengar. Audiens yang dimaksud disini adalah

keseluruhan untuk siapa saja, khalayak ramai, masyarakat luas, atau lazim. Jadi

ceramah adalah pidato yang bertujuan untuk memberikan nasehat kepada

khalayak umum atau masyarakat luas.


22

b. Unsur-unsur Ceramah

Komponen-komponen atau unsur-unsur ceramah

a. Penceramah

Penceramah disebut juga dengan juru dakwah atau lebih sering

dikenal dengan komunikator dakwah, yaitu orang yang harus menyampaikan

suatu pesan atau wasilah. Seorang penceramah harus mengetahui bahwa

dirinya adalah seorang penceramah artinya sebelum menjadi penceramah

perlu mengetahui apa tugas dari penceramah, modal dan bekal itu sendiri atas

apa yang harus dimiliki oleh seorang penceramah.

b. Audiens

Audiens merupakan sebagai penerima nasehat-nasehat. Dalam proses

komunikasi telah dipahami bahwa tidak ada penerima jika tidak ada sumber.

Dalam bahasa komunikasi, audiens bisa disebut dengan komunikan, penerima

pesan, khalayak, audience, receiver. Audiens bermacam-macam kelompok

manusia yang berbeda mulai dari segi intelektualitas, status ekonomi, jenis

kelamin dan lain-lain.

c. Materi, yang menjadi materi dakwah adalah ajaran islam itu sendiri, sebab

semua ajaran islam dapat dijadikan pesan dakwah.

d. Metode

Metode ceramah yaitu sebuah metode dengan menyampaikan

informasi dan pengetahuan secara lisan kepada audiens yang pada umumnya

mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya

metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling

efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan
23

jangkauan daya beli dan paham audiens. Sumber metode ceramah adalah Al-

Qur’an dan Hadis menunjukkan begitu besar perannya metode dalam

berdakwah.

e. Media

Media ialah alat atau wahana yang digunakan untuk memindahkan

pesan dari sumber kepada penerima. Untuk itu kemunikasi bermedia

(mediated communication) adalah komunikasi yang menggunakan saluran

atau sarana untuk meneruskan suatupesan kepada komunikan yang jauh

tempatnya, dan atau banyak jumlahnya. Komunikasi bermedia disebut juga

dengan komunikasi tak langsung (indirect communication), dan sebagai

konsekuensinya arus balik pun tidak terjadi pada saat komunikasi

dilancarkan.

c. Jenis-jenis Ceramah

Menurut Winarno (dalam Eriek Saputra, 2018:3) Ceramah dibagi menjadi

dua jenis, yaitu ceramah umum dan juga ceramah khusus.

1. Ceramah Umum, ceramah adalah pesan yang bertujuan untuk memberikan

sebuah nasehat dan petunjuk-petunjuk yang ditujukan kepada khalayak ramai,

atau masyarakat luas. Di dalam ceramah umum keseluruhannya bersifat

menyeluruh, maksudnya tidak ada batasan-batasan apapun baik dari audiens

yang sudah tua ataupun yang masih muda, materinya juga tidak ditentukan,

sesuai dengan acara.

2. Ceramah Khusus, ceramah khusus adalah ceramah yang bertujuan untuk

memberikan nasehat dan petunjuk-petunjuk kepada khalayak tertentu dan

bersifat khusus baik itu materinya maupun yang lainnya. Pada ceramah
24

khusus ini, banyak batasan-batasan yang dibuat misalkan materi yang

menyesuaikan dengan keadaan. Contoh: Peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi

Muhammad SAW.

3. TV Nasional Swasta (TV ONE)

Televisi merupakan sitem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi

(suara) melalui kabel atau angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah

cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya

kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:1162)

Tv One berdiri pada tanggal 14 Februari 2008, melakukan konvergensi ke

media online pada bulan Juni 2008 namun secara resmi diperkenalkan kepada

publik pada tanggal 14 Agustus 2008. Perambahan media dengan cara

konvergensi ini dilakukan Tv One untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

Indonesia akan sebuah suguhan informasi yang disajikan dengan cepat. Melalui

media online lah Tv One memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan

pengaksesan informasi yang cepat. Selain itu juga bertujuan untuk menjangkau

warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri.

Dengan melakukan konvergensi, Tv One yang mengkhususkan dirinya

sebagai stasiun televisi news and sport (Berita dan olahraga) tentu meberitakan

beritanya tidak hanya di televisinya saja, tetapi juga melakukan pemberitaan juga

di media online yaitu, www.tvone.co.id. Pemberitaan di media online tersebut

tentu juga berkaitan dengan pemberitaan Tv One di stasiun televisinya. Di dalam

proses konvergensi dari televisi ke online yang dilakukan oleh Tv One tentu

memiliki dasar-dasar kebijakan tertentu, seperti kebijakan untuk menyiarkan atau


25

menampilkan ulang berita-berita yang telah disiarkan di televisi Tv One kedalam

website “ www.tvone.co.id”.

a. Tayangan Damai Indonesiaku

Program siaran Damai Indonesiaku di TV ONE adalah program bergenre

tablik akbar yang ditampilkan dari masjid, sekolah, mall dan tempat-tempat

keramaian. Program Damai Indonesiaku yang ditayangkan oleh TV ONE yang

dipandu oleh Agung Izzulhaq sebagai hostnya adalah salah satu program religi

yang dimiliki oleh salah satu stasiun televisi swasta ini. Program Damai

Indonesiaku yang tayang setiap hari Sabtu dan Minggu Pukul 12.30-14-30 WIB

Di TV ONE ini cukup menarik untuk disimak, memberi pencerahan tentang

islam, serta menampilkan mubaligh-mubaligh ternama dengan latar belakang

keilmuan yang kredibel seperti Syekh Ali Jaber, KH Syarif Rahmat, Ustad Yusuf

Mansyur, Ust. Arifin Ilham, Ustadz Amir Faisol, Ustadz Fikri Haikal MZ, dan

lainnya, dengan membahas isu-isu yang berkembang ditanah air, membahas

masalah-masalah khas yang sedang terjadi meliputi penegakan hukum, demokrasi,

kepemimpinan, sosial dan lain-lain. Selain itu, diselingi sesi penampilan musik

islami untuk memperkaya kemasan tampilan acara.

Program siaran Damai Indonesiaku di TV ONE merupakan acara talksow

religi yang dikemas dengan ceramah bertatap muka langsung dengan khalayak.

Program ini hampir sama dikemas dengan program religi ceramah agama islam

lainnya, namun yang membedakan adalah selain mendatangkan narasumber dan

pembawa acara yakni seorang tokoh agama, tetapi juga menghadirkan narasumber

lain yang sesuai tema yang diangkat, seperti misalnya mengangkat tema tentang
26

politik, maka akan dihadirkan narasumber yang paham akan politik. Selain itu,

program siaran Damai Indonesiaku di TV ONE selalu ditayangkan secara live dari

tempatnya sehingga khalayak dapat langsung mendengarkan ceramah agama dan

bertanya seputar permasalahan keagamaan yang ada kepada ustad yang sedang

mengisi acara tersebut.

4. Biografi Syekh Ali Jaber

a. Profil Kehidupan Syekh Ali Jaber

Syekh Ali Jaber, sapaan akrab dari Syekh Ali Saleh Mohammed Ali Jaber.

Beliau adalah salah seorang ulama dari kota Nabi, lahir di kota Madinah Al-

Munawarah pada tanggal 3 Shafar 1396 H, bertepatan dengan tanggal 3 Februari

1976 M. Ia menjalani pendidikan, baik formal maupun informal, di Madinah.

Sebagai anak pertama dari dua belas bersaudara, Syekh Ali Jaber dituntut untuk

meneruskan perjuangan ayahnya dalam syiar Islam.

Di usianya yang masih terbilang belia, sebelas tahun, ia telah hafal 30 juz

Al-Qur’an. Sejak pertama kedatangannya ke Indonesia tahun 2008 dakwahnya

mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat, sehingga beliau mendapat

penghargaan dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 2011 dianugrahi

kehormatan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Jadi imam Tarawih di

Masjid Sunda Kelapa Jakrta tahun 2008, ia melebarkan sayap dakwahnya hingga

ke Indonesia. Sejak itulah ia mendapat kepercayaan masyarakat di sejumlah

tempat di Indonesia. Demi mengunjungi komunikasinya dalam berdakwah, ia pun

mulai belajar bahasa Indonesia.


27

b. Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan formal dan informal Syekh Ali Jaber selama di Madinah yaitu,

Beliau menempuh pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah dan

menamatkannya pada tahun 1410H/1989M. Kemudian dilanjutkan meneruskan

pendidikan menengah di Madrasah Tsanawiyah yang kemudian lulus pada tahun

1413H/1992M. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Aliyah yang ia selesaikan

pada tahun 1426H/1995M. Lalu beliau memutuskan untuk belajar agama Islam

lebih dalam Mulazamah (melazimi) pelajaran-pelajaran Al-Qur’an di Masjid

Nabawi pada tahun1417H/1997M.

c. Karya Syekh Ali Jaber

Syekh Ali Jaber meluncurkan buku perdana miliknya yang ia beri judul

“Cahaya Dari Madinah” ini merupakan kumpulan ceramah dan tausiyah dirinya

selama bertahun-tahun. Buku ini diantaranya berisi tentang bagaimana

pendiidkan anak dalam islam, hidup penuh makna ditengah keterbatasan,

membentuk keluarga sakinah dengan akhlak Al-Qur’an, rahasia dibalik ibadah

haji dan lainnya. Syekh Ali Jaber juga menulis buku keduanya yang berjudul

“Amalan Ringan paling Menakjubkan (20 kiat menuju bahagia hidup)”,

penerbitnya yaitu Zikrul Hakim (Anggota IKAPI), diterbitkan pada cetakan

pertama, Februari 2017, jumlah halaman yaitu 208 halaman.

d. Kiprah Dakwah Syekh Ali Jaber di Indonesia

Syekh Ali Jaber mengawali kegiatan dakwah di Indonesia di tahun 2008,

hal itu di dukung dengan menikahi seorang gadis asli Lombok, Indonesia,

bernama Umi Nadia yang sudah lama tinggal di Madinah. Pada tahun yang sama,
28

ia melaksankan shalat Magrib di Masjid Sunda Kelapa Jakarta Pusat, selepas

shalat ada sala seorang pengurus masjid memintanya untuk menjadi imam shalat

Tarawih di Masjid Sunda Kelapa, maka sejak itulah ia terus mendapat

kepercayaan masyarakat di sejumlah tempat di Indonesia. Demi menunjang

komunikasinya dalam berdakwah, ia pun mulai belajar bahasa Indonesia dan

akhirnya sanggup berbicara bahasa Indonesia dengan lancar.

Di Indonesia, ia memiliki program mudah menghafal Al-Qur’an. Hanya

dengan waktu enam bulan kita bisa hafal Al-Qur’an, karena pada dasarnya

menghafal itu memnag mudah. Bahkan dengan ketekunan dan sungguh-sungguh

bisa hafal Al-Qur’an dengan waktu yang lebih singkat. Satu metode menjaga

hafalan adalah menyimpan hafalan melalui shalat sunnah qabliyah dan shalat

sunnah malam dengan membacanya. Ada juga dengan membacanya sesaat

sebelum tidur, menurutnya ini cara terbaik. Esok hari ketika bangun tidur, insya

Allah hafalan Al-Qur’an-nya tidak hilang.

e. Profil Almarhum Syekh Ali Jaber

Syekh Ali Jaber meninggal dunia pada Kamis (14/1/2021) pukul 08.38

WIB di RS Yarsi, Jakarta Pusat. Kabar meninggalnya Syekh Ali Jaber ini

dikonfirmasi langsung oleh pengelola yayasan sang ulama di media sosial. Syekh

Ali Jaber sempat berjuang dari paparan virus Covid-19. Namun sebelum wafat, ia

telah dinyatakan negatif. Syekh Ali Jaber meninggalkan istrinya, Umi Nadia yang

dinikahinya pada 2008 silam, dan seorang anak bernama Hasan. Syekh Ali Jaber

juga dikenal dekat dengan saudara-saudaranya dan kerap terlihat bersama-sama.


29

B. Kerangka Berpikir

Kerangka berfikir dalam penelitian ini berfungsi sebagai pedoman yang

menjelaskan jalan atau tujuan untuk mendeskripsikan gaya retoris ceramah Syekh

Ali Jaber dalam tayangan damai Indonesiaku di Tv One episode hakikat waktu

dan renungan tentang waktu tanggal 3 Januari 2021.

Pada tahap awal peneliti menentukan permasalahan penelitian yaitu

Ceramah Syekh Ali Jaber Dalam Tayangan Damai Indonesiaku di Tv One

Episode Hakikat Waktu dan Renungan Tentang Waktu Tanggal 3 Januari 2021.

Permasalahan yang paling menonjol adalah mengenai bagaimana Gaya Retoris

Ceramah Syekh Ali Jaber Dalam Tayangan Damai Indonesiaku di Tv One

Episode Hakikat Waktu dan Renungan Tentang Waktu Tanggal 3 Januari 2021.

Dimana dalam menganalisis Gaya Retoris Ceramah Syekh Ali Jaber yaitu gaya

retoris yang meliputi 1) Apofasis atau preterisio, 2) Apostrof, 3) Asindeton, 4)

Polisindeton, 5) Eufemismus, 6) Litotes, 7) Pleonasme dan Tautologi, 8)

Perifrasis, 9) Prolepsis atau Antisipasi, 10) Erotesis atau Pertanyaan Retoris.


30

Gaya Retoris Ceramah Syekh Ali Jaber Dalam


Tayangan Damai Indonesiaku di Tv One Episode
Hakikat Waktu dan Renungan Tentang Waktu
Tanggal 3 Januari 2021

Gaya Bahasa Retoris


Macam-macam Gaya Bahasa


Retoris:
a. Apofasis atau Preterisio
b. Apostrof
c. Asindeton
d. Polisindeton
e. Eufemismus
f. Litotes
g. Pleonasme dan Tautologi
h. Perifrasis
i. Prolepsis atau Antisipasi
j. Erotosis atau Pertanyaan
Retoris

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

C. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan penelusuran pada penelitian penelitian

yang sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan,

kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan Nurhalali mahasiswa UIN Imam Bonjol

Padang, pada tahun 2019 dalam jurnal dengan judul Retorika Syekh Abdul

Efendi Ritonga dalam ceramah. Penelitian ini dilaksanakan di desa

parmeraan terletak di Kecamatan Dolok Kabupaten Tapanuli Selatan

Provinsi Sumatera Utara. Dengan proses kalsifikasi data agar tercapai


31

konsistensi dilanjutkan dengan langkah abstraksi-abstraksi teoritis

terhadap informasi di lapangan. Hasil penulisan yang dilakukan penulis

mengenai retorika Syekh Abdul Efendi Ritonga dalam ceramah yang

meliputi 1) intonasi Syekh Abdul Efendi Ritonga dalam berceramah, 2)

Gestur Syekh Abdul Efendi Ritonga dalam berceramah, 3) Gaya bahasa

Syekh Abdul Efendi Ritonga dalam berceramah.

2. Penelitian yang dilakukan Yanuar Deni mahasiswa Unsyiah, pada tahun

2019 dalam jurnal dengan judul Gaya retorika dakwah Ustadz Abdul

Somad pada ceramah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun

1440 H di mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Penelitian

dilaksanakan di daerah Meulaboh Jl. Kaway XVI, Meunasah Rayeuk Aceh

Barat. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi.

Sedangkan dalam wawancara, peneliti melakukan wawancara langsung

dengan Ustadz Abdul Somad pada tanggal 8 Maret 2019. Hasil penelitian

yang dilakukan,ketika menyampaikan ceramah di Masjid Raya

Baiturrahman Banda Aceh, ustadz Abdul Somad menerapkan gaya

retorika dengan sangat baik. Haltersebut terbukti dalam pelaksanaan

dakwahnya beliau mempraktekkan gaya bahasa, dan gaya gerak tebuh

sesuai dengan apa yang ada di dalam ilmu retorika.

Dari persamaan judul di atas penelitian ini memiliki kesamaan dan

perbedaan. Pada penelitian pertama persamaan pembahasan yakni sama-sama

menganalisis masalah retorika yang meliputi gaya bahasa. Objek penelitian

Nurhalali yaitu ceramah Syekh Abdul Efendi Ritonga sedangkan objek penelitian

ini adalah vidio ceramah Syekh Ali Jaber. Tempat penelitian Nurhalali di desa
32

parmeraan terletak di Kecamatan Dolok Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi

Sumatera Utara, sedangkan tempat penelitian ini di Perpustakaan Institut Tapanuli

Selatan, Padangsidimpuan.

Pada penelitian kedua memiliki kesamaan yaitu sama-sama mengkaji

tentang gaya retorika, sedangkan perbedaannya terletak di objek penelitian

Yanuar Deni yaitu ceramah Ustadz Abdul Somad sedangkan objek penelitian ini

adalah vidio ceramah Syekh Ali Jaber. Tempat penelitian Yanuar Deni di daerah

Meulaboh Jl. Kaway XVI, Meunasah Rayeuk Aceh Barat sedangkan tempat

penelitian ini di Perpustakaan Institut Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan.


33

Anda mungkin juga menyukai