Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, 2002 : 263).

Seorang guru yang bijaksana dan profesional, agar pelajaran yang disampaikan

mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa, maka ia harus mampu menentukan model

yang tepat dalam suatu pembelajaran untuk tercapainya ketuntasan kriteria minimal

(KKM) pembelajaran. Di SMKN 1 Darul Kamal sendiri khususnya pada materi tata

nama senyawa memiliki nilai KKM tujuh puluh (70).

Berdasarkan Observasi dan hasil wawancara dengan guru bidang studi kimia di

SMKN 1 Darul Kamal hasil ulangan harian siswa masih dibawah tingkat ketuntasan

belajar. terutama pada pelajaran kimia proses pembelajaran masih bersifat konvesional

sehingga guru terlihat lebih aktif dari siswa. Proses pembelajaran akan terlihat pasif dan

menimbulkan persepsi bagi siswa bahwa kimia itu sulit dan membosankan, sehingga

akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Rendahnya prestasi belajar ini disebabkan

oleh beberapa hal, baik yang berasal dari siswa, guru, lingkungan maupun faktor-faktor

lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa seperti penggunaan sarana

prasarana yang belum optimal dan model pembelajaran yang diterapkan dalam proses

belajar mengajar yang tidak variatif sehingga tingkat prestasi belajar siswa masih

rendah dan cenderung bosan. Selain faktor model pembelajaran, faktor metode dan

1
2

media yang dipakai oleh pendidik (guru) dalam pembelajaran juga menjadi salah satu

penyebab rendahnya minat siswa sehingga prestasi belajar siswa belum maksimal.

Materi pelajaran dalam penelitian ini adalah tata nama senyawa. Tata nama

senyawa merupakan salah satu pokok bahasan yang dipelajari pada akhir semester

genap di kelas X-Teknik Sepeda Motor Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Darul

Kamal. Materi tersebut memuat konsep-konsep yang berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari. Untuk mempermudah siswa dalam memahami konsep dan mengenal

lingkungan alam disekitarnya terutama tentang unsur - unsur kimia, guru dapat juga

mewujudkan keteraturan dalam pembelajaran dan berpusat pada siswa sehingga siswa

aktif dalam memantapkan pengetahuan. Dengan demikian kondisi pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan dapat meraih hasil

belajar dan prestasi yang optimal.

Berdasarkan hal tersebut, model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu

model pembelajaran yang cocok diterapkan dalam pembelajaran tersebut, karena dapat

memusatkan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti

dengan penguatan keterampilan, sehingga siswa mempunyai kemampuan siswa untuk

mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, serta mereka dapat

merumuskan sendiri. Penggunaan model (CPS) dalam meningkatkan keaktifan dan

prestasi belajar siswa dirasa cukup efektif karena mampu menumbuh kembangkan

potensi intelektual, social, dan emosional yang ada dalam diri siswa. Maka dari itu

penulis tertarik mengadakan penelitian yang berjudul “Efektifitas Model

Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Prestasi Belajar Siswa

Kelas X-TSM SMKN 1 Darul Kamal pada Materi Tata Nama Senyawa”.
3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah model pembelajaran Creative Problem Solving meningkatkan prestasi

belajar siswa Kelas X-TSM SMKN 1 Darul Kamal pada materi tata nama

senyawa ?

2. Bagaimana tanggapan siswa Kelas X-TSM SMKN 1 Darul Kamal terhadap

model pembelajaran Creative Problem Solving pada materi tata nama senyawa?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas yang menjadi tujuan dalam penelitian ini

adalah untuk mengetahui :

1. Prestasi belajar siswa terhadap model pembelajaran Creative Problem Solving

Kelas X-TSM SMKN 1 Darul Kamal pada materi tata nama senyawa

2. Tanggapan siswa Kelas X-TSM SMKN 1 Darul Kamal terhadap model

pembelajaran Creative Problem Solving pada materi tata nama senyawa.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

terlibat baik guru, peserta didik, peneliti maupun peneliti lain.

1. Bagi siswa, dengan model Creative Problem Solving dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa.

2. Bagi Guru, sebagai bahan masukan dalam hal mengembangkan model

pembelajaran agar dapat mencapai hasil dan prestasi yang optimal.


4

3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan berpijak dalam

rangka menindaklanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas lagi,

dan menambah pengetahuan tentang model CPS yang dapat meningkatkan

prestasi siswa.
5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Efektifitas

Kata efektivitas diartikan sebagai suatu keadaan yang mengandung pengertian

mengenai terjadinya efek atau akibat yang dikehendaki (Gie 2002:16). Menurut Putra

(1998:29), efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa baik atau

seberapa jauh sasaran (kuantitas, kualitas, waktu) telah tercapai. Sedangkan menurut

Handayaningrat (2002 ; 16), efektivitas ialah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran

yaitu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Jelaslah bila sasaran atau tujuan telah

dicapai sesuai dengan direncanakan sebelumnya adalah efektif, sebaliknya bila tujuan

atau sasaran tidak selesai sesuai waktu yang ditentukan, pekerjaan itu tidak efektif.

Efektivitas menurut Reddin seperti yang dikutip oleh Wahjosumidjo (2000:21)

ialah menghasilkan alternatif yang kreatif, mengerjakan hal-hal yang benar atau kepada

apa yang seharusnya dikerjakan, optimalisasi pemanfaatan sumber, tercapainya hasil

dan meningkatkan keuntungan. Martoyo (2002:4) mendefinisikan efektivitas sebagai

suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan

sarana atau peralatan yang digunakan, disertai dengan kemampuan yang dimiliki adalah

tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.

Sedangkan Drucker (dalam Stoner, 1996:14), memberikan pengertian efektivitas yaitu

menjalankan atau melakukan pekerjaan yang benar atau juga sebagai kemampuan untuk

memilih sasaran yang tepat. Selanjutnya Osborne dan Gaebler (1995:389)

mengemukakan pengertian efektivitas adalah ukuran kualitas output, bagaimana

5
6

mencapai outcome yang diharapkan. Ketika mengukur efektivitas, kita tahu apakah

investasi kita berguna.

Dengan menggunakan teori diatas diharapkan dapat mengukur tingkat

efektivitas. Dalam penelitian ini adalah efektivitas model pembelajaran Creative

Problem Solving (CPS) terhadap prestasi belajar siswa kelas X-TSM SMKN 1 Darul

Kamal pada materi tata nama senyawa..

2.2 Pengertian Pembelajaran

Menurut Oemar Hamalik (2003:54) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang

tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang

saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Menurut

Akmad Rohani dan Abu Ahmadi (1991:1), pembelajaran merupakan aktivitas yang

sistematis dan terdapat komponen-komponen dimana masing-masing komponen

pembelajaran tersebut, tidak bersifat terpisah tetapi harus berjalan secara teratur, saling

tergantung, komplementer dan berkesinambungan, sedangkan pembelajaran dapat

diartiksn sebagai proses belajar yang memiliki aspek penting yaitu bagaimana siswa

dapat aktif mempelajari materi pelajaran yang disajikan sehingga dapat dikuasai dengan

baik.

Proses pembelajaran merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan

proses pendidikan, sebab berhasil tidaknya pendidikan bergantung pada bagaimana

proses belajar seseorang terjadi setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.

Sedangkan mengajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang

menyampaikan pengetahuan kepada siswa disekolah. Belajar mengajar pada hakekatnya

adalah proses pengaturan yang dilakukaan oleh guru.


7

2.3 Belajar dan Prestasi Belajar

2.3.1 Pengertian Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh

siswa sebagai anak didik. Oleh karena itu, setiap guru perlu memahami sebaik-baiknya

tentang proses belajar siswa agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan

lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa-siswi. Pengertian belajar sudah

banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan, mereka mengemukakan definisi belajar

menurut pendapat mereka masing-masing.

Slameto (2003:2) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (2003:16) yang

mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam

tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Jadi belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai

tujuan. Siswa akan mendapat pengalaman dengan menempuh langkah-langkah atau

prosedur yang disebut belajar.

Berdasarkan beberapa definisi tentang belajar diatas dapat disimpulkan bahwa

belajar merupakan segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara

sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan

pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab
8

itu apabila setelah belajar siswa tidak ada perubahan dalam tingkah laku yang positif

dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak

bertambah maka dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.

2.3.2 Prinsip-Prinsip Belajar

Menurut Slameto (2003: 27-28) prinsip-prinsip belajar meliputi :

1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat

dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional dan belajar dapat

menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa mencapai tujuan

instruksional.

2) Sesuai hakikat belajar

Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap, menurut

perkembangannya, belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan

discovery, belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang

satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang

diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.

3) Sesuai materi yang harus dipelajari

Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang

sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya dan belajar harus

dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksioanl

yang harus dicapainya.

4) Syarat keberhasilan belajar


9

Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan

tenang dan repetisi dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/

ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

2.3.3 Prestasi Belajar

Menurut Nana Sudjana (1998) prestasi belajar adalah beragam kemampuan

yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Winkel mengatakan,

“Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang

siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.”

Prestasi belajar menurut Lingren ( dalam Sri Widodo, 1997 :33) adalah seluruh

kecakapan dan hasil yang dicapai, melalui proses pembelajaran di sekolah yang

dinyatakan dengan angka-angka atau nilai berdasar hasil tes nilai dari hasil evaluasi

merupakan gambaran prestasi belajar yang telah dicapai siswa dari proses belajar yang

telah dilaksanakan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar

merupakan perubahan tingkah laku yang tampak pada terjadinya perubahan

pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa

hasil belajar atau produk belajar meliputi keterampilan intelektual, pemahaman

pengertian, penguasaan kognitif, keterampilan metodik, sikap mental, dan kemampuan

prestasi belajar untuk menentukan keberhasilan. Penguasaan hal-hal tersebut di atas di

sekolah formal dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai. Hasil yang berupa kecakapan

nyata dapat diukur dengan menggunakan tes prestasi belajar. Penguasaan hal-hal

tersebut di atas di sekolah formal dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai.
10

Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu

dengan menggunakan tes yang terstandar sebagai pengukuran keberhasilan belajar

seseorang. Berdasarkan hal tersebut, maka hasil yang berupa kecakapan nyata dapat

diukur dengan menggunakan tes prestasi belajar.

Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan

kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa. Tirtaraharja (Yeni Rizka, 2004)

mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian prestasi belajar: “Prestasi belajar

ialah taraf kemampuan aktual yang bersifat terukur berupa penguasaan ilmu

pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dicapai siswa dari apa yang telah dipelajari

di sekolah”.

2.4 Model Pembelajaran

Model (method) secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum,

model diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan

dengan menggunakan fakta atau konsep – konsep secara sistematis. Model

pembelajaran merupakan cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan

kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran

mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya

tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan

pembelajaran, dan pengelolaan kelas Arends ( Trianto 2010: 51).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual

yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar


11

untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagi pedoman bagi

perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses

belajar mengajar.

Menurut Trianto (2010:53), fungsi model pembelajaran adalah sebagai

pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Untuk memilih model ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan,

dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta

tingkat kemampuan siswa. Di samping itu pula, setiap model pembelajaran juga

mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan

guru, Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan.

Perbedaan-perbedaan ini, diantaranya pembukaan dan penutupan pembelajaran yang

berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat

menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran

yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.

Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2011:142) istilah model pembelajaran

mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model

pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode

atau prosedur.

Ciri-ciri khusus model pembelajaran adalah :

1) Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.

Model pembelajaran mempunyai teori berfikir yang masuk akal. Maksudnya para

pencipta atau pengembang membuat teori dengan mempertimbangkan teorinya

dengan kenyataan sebenarnya serta tidak secara fiktif dalam menciptakan dan

mengembangkannya
12

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran

yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai tujuan yang jelas tentang apa

yang akan dicapai, termasuk di dalamnya apa dan bagaimana peserta didik

belajar dengan baik serta cara memecahkan suatu masalah pembelajaran

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan

dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkah laku mengajar yang

diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita mengajar selama ini dapat berhasil

dalam pelaksanaannya

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang kondusif serta nyaman,

sehingga suasana belajar dapat menjadi salah satu aspek penunjang apa yang

selama ini menjadi tujuan pembelajaran.

Pada Akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan

lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda

kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas.

2.5 Model Creative Problem Solving

Model Creative Problem Solving adalah suatu proses, metode, atau sistem untuk

mendekati suatu masalah didalam suatu jalan imaginatif dan menghasilkan tindakan

efektif. Dengan pendekatan pemecahan masalah, menekankan agar pengajaran

memberikan kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah yang objektif dan tahu

benar apa yang dihadapi. Kesimpulan yang secara mendasar dibutuhkan dalam

kehidupan sehari-hari. Karena sepanjang orang itu hidup, ia akan dihadapkan pada

masalah. Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan


13

ketrampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya.

Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, ketrampilan memecahkan masalah

memperluas proses berpikir (Fian Totiana dkk. 2012 : 75).

Kasmadi I. Supardi dan Putri (2010:575) juga menuliskan bahwa model

pembelajaran Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang

memusatkan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti

dengan penguatan keterampilan. Adapun proses dari model pembelajaran Creative

Problem Solving, terdiri atas klarifikasi masalah, pengungkapan pendapat, evaluasi dan

pemilihan, dan implementasi.

Model Creative Problem Solving merupakan model pembelajaran yang lebih

menekankan pada kreativitas sebagai kemampuan dasar siswa dalam memecahkan suatu

permasalahan. Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu

yang baru, berupa gagasan atau karya nyata, dalam bentuk ciri-ciri aptidute maupun non

aptidute, maupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada yang relatif berbeda dengan

apa yang sudah ada (Suryosubroto, 2009).

Karen (dalam Cahyono Nur Adi 2009 : 3) juga menyatakan “model Creative

Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreativitas”.

Selanjutnya, Bakharuddin dalam Siti Khanifah (2011:6) juga mengemukakan bahwa

CPS merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik

sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu

permasalahan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model CPS

merupakan suatu model pembelajaran memecahkan masalah dengan cara yang


14

imajinatif dan menekankan pada keterampilan dan kreativitas untuk menyelesaikan satu

permasalahan. Suatu pemecahan masalah dikatakan kreatif apabila ide yang dikeluarkan

selama proses pemecahan masalah merupakan asli dan memiliki kesesuaian dengan

permasalahan yang ada. Untuk tujuan itu, maka teknik penyampaian ide yang bervariasi

sangatlah penting untuk diterapkan.

2.5.1 Kelebihan dan Kelemahan Model Creative Problem Solving (CPS)

Menurut Fian Totiana dkk. (2012 : 78) Pembelajaran model Creative Problem

Solving mempunyai kelebihan antara lain :

1) Memberikan kepada siswa memahami konsep dengan cara menyelesaikan suatu

masalah.

2) Membuat siswa aktif dalam pembelajaran.

3) Mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan

4) Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya

Kasmadi I. Supardi dan Indraspuri (2010 : 580) juga menuliskan kelemahan-

kelemahan model pembelajaran Creative Problem Solving antara lain :

1) Latar belakang siswa

2) Kemampuan guru

3) Fasilitas sekolah, dan

4) Dorongan orang tua.

2.6 Langkah - Langkah Model Creative Problem Solving (CPS)

Karen (dalam Cahyono Nur Adi, 2009) menuliskan langkah-langkah Creative

Problem Solving dalam pembelajaran sebagai hasil gabungan fase Von Oech dan
15

prosedur Osborn yaitu : klarifikasi masalah, pengungkapan gagasan, evaluasi dan

seleksi dan implementasi.

Sesuai dengan pendapat Pepkin (dalam Dewi 2008:30) Proses pembelajaran

dengan model pembelajaran Creative Problem Solving terdiri dari langkah-langkah :

1. Klarifikasi Masalah

Klasifikasi masalah meliputi penjelasan mengenai masalah yang diajukan kepada

siswa, agar siswa memahami penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

2. Pengungkapan Pendapat

Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat tentang

bagaimana macam strategi penyelesaian masalah. Dari setiap ide yang diungkapkan,

siswa mampu untuk memberikan alasan.

3. Evaluasi dan Pemilihan

Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-

pendapat atau strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah

4. Implementasi (penguatan)

Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk

menyelesaikan masalah, kemudian menerapkanya sampai menemukan penyelesaian

dari masalah tersebut. Selain itu, pada tahapan implementasi, siswa diberi

permasalahan baru agar dapat memperkuat pengetahuan yang telah diperolehnya.

Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam

memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan

dalam mempelajari kimia. Penggunaan model pembelajaran CPS ini diharapkan dapat

menimbulkan minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari kimia,
16

sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun

hasil belajarnya.

2.7 Tata Nama Senyawa

Tata nama senyawa merupakan salah satu materi yang diajarkan di Kelas X -

TSM semester genap pada SMKN 1 Darul Kamal, adapun sub materi yang diajarkan

dalam tata nama senyawa adalah materi tentang senyawa poliatomik, dan senyawa

biner. Penguasaan konsep ini tidak hanya menjadi kewajiban siswa, tetapi juga guru.

Guru yang tidak menguasai konsep menyebabkan siswa tidak mempunyai kompetensi

tentang materi tata nama senyawa, sehingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan

pembelajaran. Untuk itu guru dituntut untuk meningkatkan kompetensinya. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Fian Totiana dkk. (2012:75)”. Ada banyak faktor yang

berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, salah satunya yaitu penggunaan model

pembelajaran. Variasi model pembelajaran yang mungkin dapat diterapkan untuk

mengatasi masalah tersebut yaitu model pembelajaran pemecahan masalah secara

kreatif (Creative Problem Solving Models) yang merupakan variasi dari pembelajaran

Problem Solving dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematis dalam

mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan masalah. CPS adalah suatu

proses, metode, atau sistem untuk mendekati suatu masalah didalam suatu “.

Pada materi ini siswa hanya dituntut oleh guru untuk sekedar menghafal tanpa

menuntut siswa memahami materi tersebut secara mendalam. Dalam materi tersebut

terdapat konsep-konsep yang memerlukan pemahaman dan hafalan yang cukup dari

siswa dan harus mempelajari lebih luas materinya seperti pengetahuan tentang nama-

nama unsur dan pemahaman tentang tata nama senyawa secara umum. Hal ini dapat
17

membuat siswa kurang berminat untuk mempelajarinya. Pembelajaran materi Kimia di

SMKN 1 Darul Kamal, guru masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah

dan tanya jawab, dimana guru lebih aktif dalam pembeljaran daripada siswa itu sendiri.

Ini akan membuat siswa merasa jenuh dan bosan, sehingga kurang berminat dalam

mempelajari materi kimia dan cenderung tidak menarik, yang mengakibatkan prestasi

siswa rendah. Berpijak pada pernyataan dan kenyataan tersebut model pembelajaran

yang sesuai digunakan oleh guru pada materi tata nama senyawa adalah model

pembelajaran CPS.

2.7.1 Tata Nama Senyawa Anorganik

Tata nama senyawa anorganik meliputi senyawa biner dan poliatomik. Rumus

kimia suatu zat adalah khas. Kekhasan itu ditentukan oleh daya ikat dan bilangan

oksidasi yang dimiliki suatu atom.

Daya ikat atom adalah kemampuan suatu atom untuk mengikat atom lain

sehingga membentuk suatu molekul atau senyawa. Daya ikat atom juga disebut valensi.

Tiap atom mempunyai daya ikat tertentu. Untuk memahami daya ikat atom, perhatikan

senyawa HCI, H2O, NH3, SO2, SO3, dan CH. Ternyata, Cl mengikat 1 atom H, O

mengikat 2 atom H, N mengikat 3 atom H, S mengikat 2 atau 3 atom O, dan C mengikat

4 atom H. Karena mempunyai daya ikat paling kecil, atom H dijadikan pembanding dan

ditetapkan memiliki valensi 1. Oleh karena itu, valensi atom CI adalah 1, valensi atom

O adalah 2, valensi atom N adalah 3, valensi atom S adalah 4 atau 6, dan valensi atom C

adalah 4.

Bilangan oksidasi (biloks) adalah jumlah muatan yang dimiliki atom suatu unsur

jika bergabung dengan atom unsur lain. Aturan bilok:


18

a. Unsur bebas mempunyai biloks 0 (nol)

b. Unsur H umumnya mempunyai biloks (+1), kecuali pada senyawa hidrida

mempunyai biloks (–1), Senyawa hidrida adalah senyawa yang terbentuk jika logam

bergabung dengan atom H (Contoh: NaH, KH, CaH2).

c. Unsur O umumnya mempunyai biloks (–2).

d. Unsur logam dalam senyawa umumnya mempunyai biloks positif. Contoh:

Golongan IA mempunyai biloks (+1), Golongan IIA mempunyai bilok (+2).

e. Unsur nonlogam umumnya mempunyai bilok negatif. Contoh: Golongan VIIA

mempunyai biloks (–1), Golongan VIA mempunyai biloks (–2).

2.7.2 Senyawa Biner

Senyawa biner adalah senyawa yang terdiri hanya atas dua unsur. Senyawa biner

dapat terdiri atas dua unsur nonlogam atau logam dan logam.

1. Senyawa Biner dari Logam dan non Logam

Senyawa biner dari logam dan non logam umumnya adalah senyawa ion. Logam

membentuk ion positif (kation) dan non logam membentuk ion negatif (anion).

Aturan penamaan senyawa biner logam dan non logam adalah sebagai berikut :

1) Nama unsur logam disebutkan lebih dahulu, kemudian diikuti nama unsur bukan

logam yang diakhiri dengan akhiran –ida.

Contoh :

a. NaCl = Natrium Klorida

Na adalah unsur logam

Cl adalah unsur non logam

b. CaI2 = Calsium Iodida


19

Ca adalah unsur logam

I adalah iodida

Senyawa ionik walaupun tersusun atas ion positif dan negatif, tetapi secara

keseluruhan bersifat netral, sehingga muatan totalnya adalah nol. Ini berarti satu Na +

akan bergabung dengan satu Cl- dalam NaCl dan satu Mg2+ bergabung dengan dua Br-

dalam MgBr2 demikian seterusnya.

Tabel 2.1 Tata Nama Senyawa Biner Dari Logam


yang Mempunyai Satu Bilangan Oksidasi.
Rumus kimia Nama senyawa
NaCl Natrium klorida
Mg3N2 Magnesium nitrida
CaO Kalsium oksida
Al2S3 Aluminium sulfida
ZnCl2 Seng klorida
(sumber : Arianto, 2006 : 68)

2) Jika atom logam yang bertindak sebagai kation mempunyai lebih dari satu

muatan/bilangan oksidasi, maka nama senyawa diberikan dengan menyebut nama

logam + (bilangan oksidasi logam) + anionnya (nonlogam) dengan akhiran -ida.

Tabel 2.2 Tata Nama Senyawa Biner dari Logam


yang Lebih dari Satu Bilangan Oksidasi.
Rumus kimia Nama senyawa

FeO Besi(II) oksida


Cu2O Tembaga(I) oksida

FeCl3 Besi(III) klorida

PbI2 Timbal(II) iodida


CuO Tembaga(II) oksida

PbO2 Timbal(IV) oksida


(sumber : Arianto, 2006 : 68)
20

2. Senyawa Biner dari Non Logam dan Non Logam

Jika senyawa biner terdiri atas unsur bukan logam dan bukan logam, aturan

penamaan senyawanya sebagai berikut.

1) Nama senyawa biner dari dua jenis nonlogam adalah rangkaian nama kedua jenis

unsur dengan akhiran ida pada nama unsur yang kedua.

Contoh:

HCl = hidrogen klorida

H2S = hidrogen sulfida

HBr2 = hidrogen bromida

2) Nama unsur bukan logam yang kelelektronegatifannya lebih rendah disebutkan

lebih dahulu, kemudian diikuti nama unsur bukan logam yang lain dan diakhiri

dengan akhiran –ida. Senyawa yang terbentuk antara unsur bukan logam dan bukan

logam merupakan senyawa yang berikatan kovalen. Jumlah atom yang dimiliki oleh

senyawa biner disebutkan dengan cara memberi awalan bahasa Latin sebagai

berikut:

1 = mono 6 = heksa
2 = di 7 = hepta
3 = tri 8 = okta
4 = tetra 9 = nona
5 = penta 10 = deka

Awalan bahasa Latin mono tidak diletakkan pada nama unsur non logam yang

pertama melainkan pada unsur nonlogam kedua. Awalan bahasa latin dari nama logam

pertama disebutkan mulai dari yang berjumlah 2, dst.

Contoh :

N2O = dinitrogen monoksida

N2O3 = dinitrogen trioksida


21

3. Senyawa Asam dan Basa

1) Penamaan asam

Untuk asam Tata nama senyawa asam yang terdiri dari tiga jenis unsur

 biner (terdiri dari dua jenis unsur), penamaan dimulai dari kata "asam" diikuti

nama sisa asamnya.

 Untuk asam yang terdiri dari tiga jenis unsur, penamaan dimulai dari kata

"asam" diikuti nama sisa asamnya, yaitu anion poliatom.

Table 2.3 Tata Nama Senyawa Asam yang Terdiri Dari Tiga Jenis Unsur

(sumbe
r : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/c/ca/Wikiyoen3.jpg)

2) Penamaan basa

Jika senyawa Basa adalah zat yang di dalam air dapat menghasilkan ion OH -.

Larutan basa bersifat kaustik, artinya jika terkena kulit terasa licin seperti bersabun dan

berasa pahit. Pada umumnya basa adalah senyawa ion yang terdiri dari kation logam

dan anion OH-. Senyawa basa dibentuk oleh ion logam sebagai kation dan ion OH - atau

ion hidroksida sebagai anion. Penamaan senyawa basa yaitu dengan menuliskan nama

logam (kation) di depan kata hidroksida.


22

Contoh :

 NaOH Natrium hidroksida

 Ba(OH)2 Barium hidroksida

 KOH Kalium hidroksida

4. Senyawa poliatomik

Senyawa poliatomik adalah senyawa yang berasal dari ion-ion poliatomik.

Senyawa poliatomik umumnya terdiri atas unsur-unsur nonlogam. Berikut ini nama-

nama beberapa senyawa poliatomik.

Table 2.4 Nama Beberapa Ion Poliatomik

Rumus Ion Nama Rumus Ion Nama

NH4+ Amonium PO43- Fosfat

H3O+ Hidronium AsO3- Arsenit

OH- Hidroksida AsO43- Arsenat

CN- Sianida ClO- HipoKlorit

CH3COO- Asetat ClO2- Klorit

CO32- Karbonat ClO4- Perklorat

HCO3- Bikarbonat MnO4- Permanganat

SiO32- Silikat MnO42- Manganat

NO2- Nitrit CrO42- Kromat

NO3- Nitrat Cr2O72- Dikromat

(Sumber : Susilowati, 2013 : 200

Sesuai pendapat Johari (2006:156) Tata nama untuk senyawa yang mengandung

ion poliatom diatur sebagai berikut :


23

1) Untuk senyawa yang terdiri dari kation logam dan anion poliatom, maka penamaan

dimulai dari nama kation logam diikuti anion poliatom, maka penamaan dimulai

dari nama kation logam dan diikuti nama anion poliatom.

Table 2.5 Senyawa yang Terdiri dari Kation Logam dan Anion Poliatom
Rumus Kimia Kation Anion Nama Senyawa
NaOH Na+ OH- Natrium hidroksida

KCN K+ CN- Kalium Sianida

KMnO4 K+ MnO4- Kalium permanganat

Al2(SO4)3 Al3+ SO42- Aluminium Sulfat

PbSO4 Pb2+ SO42- Timbal(II) sulfat

Fe(NO3)3 Fe3+ NO3- Besi(III) nitrat

(Sumber : Johari, 2006 : 156)

2) Untuk senyawa yang terdiri dari kation poliatom dan anion monoatom/poliatom,

maka penamaan dimulai dari nama kation monoatom/poliatom.

Contoh :

Al(OH)3 = Aluminium hidroksida

NH4OH = Amonium hidroksida

NH4Cl = Amonium klorida

2.7.3 Tata Nama Senyawa Organik

Jumlah senyawa organik sangat banyak, apalagi yang ada dalam kehidupan

sehari-hari, dan tata nama senyawa organik lebih kompleks karena tidak dapat

ditentukan dari rumus kimianya saja tetapi dari rumus struktur dan gugus fungsinya. Di

sini hanya dibahas tata nama senyawa organik yang sederhana saja, karena nama
24

senyawa organik secara khusus akan dibahas pada materi Hidrokarbon dan Senyawa

Karbon.

Nama senyawa Rumus kimia Struktur Senyawa


Metana CH4 CH4
Etana C2H6 CH3 – CH3
Propana C3H8 CH3 – CH2 – CH3
Etena C2H4 CH2 = CH2
Propena C3H6 CH3 - CH = CH2
Etuna/asetilena C2H2 CH - CH
Propuna C3H4 CH3 – C - CH
Etanol C2H5OH CH3 - CH2 - OH
Asam etanoat/cuka CH3COOH CH3 - COOH
Propanon/aseton C3H6O CH3 – C - CH3
//
O
Formaldehid (formalin) CH2O HC - OH
Table 2.6 Tata Nama Senyawa Organik Sederhana
(sumber : Arianto, 2006 : 64)
25

BAB III

METODE PENELITIAN

2.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu pengamatan secara langsung

terhadap proses kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari 2 kali pertemuan.

2.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas X-TSM SMKN 1 Darul Kamal tahun ajaran

2014-2015. Waktu penelitiannya dilakukan pada tanggal 7 Mei sampai dengan 23 Mei

2015.

2.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-TSM SMKN 1 Darul Kamal

tahun ajaran 2014-2015 yang berjumlah 25 orang yang terdiri dari 22 laki-laki dan 3

perempuan.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Tahapan awal penelitian diawali dengan mempersiapkan acuan materi

pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan lembaran kerja siswa. Siswa akan

mengalami proses pembelajaran dengan diskusi. Setelah proses pembelajaran dilakukan,

siswa akan diberikan tes untuk melihat prestasi belajar dengan menggunakan penerapan

model pembelajaran Creative Problem Solving dan setelah itu siswa diberikan

25
26

angket yang bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan

pembelajaran CPS tersebut. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Observasi

Penulis mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian yaitu : SMKN 1

Darul Kamal. Pengamatan tersebut bertujuan untuk mengetahui Apakah dapat

melakukan penelitian dan apakah model CPS sudah digunakan atau belum

disekolah tersebut. Penulis juga mengadakan pendekatan pada guru bidang studi,

guna mengetahui masalah materi yang diajarkan.

b. Tes

c. Angket

2.5 Instrumen Penelitian

Penelitian ini yang penulis laksanakan bersifat deskriptif kualitatif, maka untuk

memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen

penelitian sebagai berikut :

2.5.1 Materi Ajar

Materi ajar digunakan sebagai panduan belajar baik dalam proses pembelajaran

maupun belajar mandiri. Bahan ajar memuat pokok bahasan tata nama senyawa yang

diajarkan selama penelitian. Materi yang terdapat pada bahan ajar secara umum meliputi

: tata nama senyawa anorganik dan organik.

2.5.2 Lembar Kerja Siswa (LKS)


27

LKS digunakan untuk membelajarkan dan mengidentifikasi kemampuan dalam

menyelesaikan soal serta masalah yang ada dalam LKS tersebut dan juga mengarahkan

konsep / prosedur / cara yang berkaitan pada setiap pertemuan yang diberikan kepada

siswa secara berkelas. LKS yang disusun penelitian ini berisi ringkasan materi dan

latihan soal diskusi tentang tata nama senyawa.

2.5.3 Soal Tes

Tes ialah seperangkat rangsangan (stimulasi) yang diberikan kepada seseorang

dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan

skor angka (Margono,S. 2010 : 170). Tes ini berupa soal pilihan ganda yang berjumlah

15 butir soal mengenai materi tata nama senyawa yang diberikan pada pertemuan kedua

dari proses pembelajaran. Tes ini terdiri dari 2 jenis yaitu tes awal (pre-test) tes akhir

(post-test).

Tes awal (pre-test) adalah suatu tes yang diberikan kepada siswa sebelum

memasuki proses pembelajaran yang akan dipelajari yang berfungsi untuk mengetahui

pemahaman awal siswa sebelum mempelajari materi yang akan diajarkan oleh guru.

Sedangkan tes akhir (post-test) adalah suatu tes yang diberikan kepada siswa sebagai

evaluasi akhir untuk dapat mengetahui prestasi belajar siswa dari proses pembelajaran

CPS dalam penelitian ini.

2.5.4 Angket Tanggapan Siswa

Angket pada penelitian ini berisikan tentang respon siswa terhadap yang telah

diterapkan model CPS, dimana angket tersebut berisi 8 pertanyaan dan disediakan
28

pertanyaan dalam alternatif jawaban “ya” atau “tidak” juga disertai alasan siswa

mengapa memilih salah satu alternatif jawaban yang telah ditentukan.

2.6 Teknik Analisa data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan

menggunakan rumus persentase untuk mengetahui perkembangan yang dialami siswa

dari setiap pertemuan, baik dari segi keaktifan siswa maupun prestasi belajar siswa

sebagai hasil dari penelitian.

1. Tes

Tes ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan penerapan model

seperti yang dikemukakan oleh Sudijono (2003: 40).

F
P= X 100%
N

Ket : P = Angka persentase


f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Jumlah keseluruhan sampel yang diteliti

Nilai yang diperoleh setelah dianalisis dengan rumus tersebut diatas telah

tercapai jika memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk materi tata nama

senyawa yaitu sebesar 75. Nilai ketuntasan ini disesuaikan dengan nilai KKM di SMKN

1 Darul Kamal, tempat dilakukannya penelitian ini.

2. Angket

Angket pada penelitian ini terlampir dilampiran kuisioner respon siswa yaitu :

Efektifitas Model Pembelajaran CPS terhadap prestasi belajar siswa kelas X-TSM

SMKN 1 Darul Kamal pada materi tata nama senyawa.


29

Data respon siswa diperoleh dari angket yang dibagikan kepada siswa,setelah

angket dibagikan masing-masing siswa secara jujur, cermat dan percaya diri menjawab

pernyataan-pernyataan dalam angket berdasarkan pembelajaran Creative Problem

Solving dengan waktu yang telah ditentukan.

Secara sistemati persentase dari setiap respon siswa dapat ditulis (dalam

Hifzi,2010:31)

jumlah respon siswatiap aspek yang muncul


Persentase = Jumlah seluruh siswa
X 100 %

Respon siswa dikatakan efektif jika jawaban siswa terhadap pernyataan untuk

setiap aspek direspon pada setiap komponen pembelajaran diperoleh persentase ≥ 70%.
30

DAFTAR PUSTAKA

Ani, Catharina. 2004. Psikologi Belajar . Semarang: UPT MKK UNNES

Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Budiningsih, A.C. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyono, Nur A. 2009. Pengembangan Model Creative Problem Solving Berbasis


Teknologi dalam Pembelajaran Matematika di SMA. Tersedia di
http://adinegara.com/wpcontent/uploads/2011/06/seminarnasionalMATEMATI
KA-V-2009.pdf. Diakses pada tanggal 31 Januari 2015.
Depdiknas. 2002. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA dan , Pusat
Kurikulum. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Dewi, E.P. 2008 . Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Penalaran
Adaptif Matematika Siswa SMA. Skripsi (tidak diterbitkan). Bandung : UPI.

Drucker, P.F. 1964. Managing For Results. New York: Harper & Row,

Gie, The Liang. 2002. Analisis Administrasi Dan Manajemen, Gramedia, Jakarta.
____ 2003, Efisiensi Kerja Bagi Pembangunan Negara. Yogyakarta: UGM Press.

Hamalik, O. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta.

Harnanto A. dan Ruminten. 2009. Kimia 1 Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta : Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Khanifah, Siti. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
dan Teams Game Tournament (TGT) Terhadap Kemampuan Pemecahan
MasalahMatematika Pokok Bahasan Perbandingan Trigonometri Sudut- Sudut
Khusus PadaSiswa Kelas X Semester II SMA Negeri 1Pegandon Kabupaten
Kendal Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Semarang: IKIP. Tersedia Pada
http://andynuriman.files.wordpress.com/2011/10/siti-khanifaheksperimen.pdf.
Diakses Tanggal 27 februari 2015.

Slameto . 2003. Implementasi Model Ibl (Inquiri Based Learning) Berbantuan


Multimedia Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Kimia, skripsi.
Bengkulu : FKIP Universitas Bengkulu.

Sudjana, Nana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Supardi, K.I. dan Putri, R.I. 2010. Pengaruh penggunaan artikel kimia dari internet
pada model pembelajaran creative problem solving terhadap hasil belajar kimia
31

siswa sma. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol . 4, No.1, 2010. Semarang :
UNS.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.


2009. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah: Wawasan Baru, Beberapa Metode
Pendukung, Dan Beberapa Komponen Layanan Khusus. Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.

Susilowati, E. dkk. 2013. Kimia untuk Kelas X SMA dan MA Kurikulum 2013. Solo :
PT.Wangsa Jatra Lestari.

Totiana, F. dkk. 2012. Efektivitas model pembelajaran creative problem solving (cps)
yang dilengkapi media pembelajaran laboratorium virtual terhadap prestasi
belajar siswa pada materi pokok koloid kelas xi ipa semester genap sma negeri
1 karanganyar tahun pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK),
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012. Surakarta : UNS.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kecana

Wirasani. 2011. Penerapan Model Creative Problem Solving dengan Video Compact
Disk Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa
Kelas IV Semester 1 di SD No. 1 Banjar Bali. Skripsi (tidak diterbitkan).
Singaraja: Undiksha

Anda mungkin juga menyukai