2.Agha Naufal Rizqullah 3.Sandi Putra 4.Nurfitrah Ulfayani 5.Anisah Aulia 6.Nurnafisah Az Zahra
SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
Kita telah membahas objek dan pokok bahasan sosiologi.
Namun, apakah sosiologi adalah sebuah ilmu pengetahuan? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita sebaiknya mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan. Kita mulai dengan apa itu pengetahuan. Pengetahuan muncul karena ada rasa ingin tahu manusia tentang hal-hal dalam kehidupan yang tidak ia mengerti. Manusia ingin mengetahui kebenaran tentang hal-hal tersebut. Setelah manusia memperoleh pengetahuan tentang satu hal, ia akan mencari pengetahuan tentang hal yang lain Namun demikian, tidak semua pengetahuan merupakan ilmu. Hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran saja dapat disebut ilmu pengetahuan (science). Sistematis berarti ada urutan-urutan tertentu yang bisa menggambarkan garis besar apa yang ada dalam sebuah pengetahuan. Selain sistematis, pengetahuan tersebut juga harus selalu dapat diperiksa (diselidiki) dengan kritis oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya. Dengan demikian, setiap ilmu pengetahuan memiliki beberapa unsur pokok yang tergabung dalam satu kebulatan. Unsur-unsur itu adalah pengetahuan (knowledge), tersusun secara sistematis, menggunakan pemikiran, dan dapat diselidiki secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif). Penyelidikan ini harus berdasarkan metode-metode ilmiah. Ciri Sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan : Sosiologi merupakan sebuah ilmu pengetahuan karena mengandung beberapa unsur di atas tadi. Adapun ciri-ciri sosiologi sebagai ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut. 1. Sosiologi bersifat empiris. Sosiologi dalam melakukan kajian tentang masyarakat didasarkan pada hasil observasi, tidak spekulatif, dan hanya menggunakan akal sehat (commonsense). 2. Sosiologi bersifat teoritis. Sosiologi berusaha menyusun.abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi adalah kerangka dari unsur-unsur yang didapat di dalam observasi, disusun secara logis, serta memiliki tujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat. 3. Sosiologi bersifat kumulatif. Teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori-teori yang telah ada sebelumnya dalam arti memperbaiki, memperluas, dan memperhalus teori-teori lama. 4. Sosiologi bersifat non-etis. Yang dilakukan sosiologi bukan mencari baik buruknya suatu fakta, tetapi menjelaskan fakta- fakta tersebut secara analitis. Itulah sebabnya para sosiolog tidak bertugas untuk berkhotbah dan mempergunjingkan baik buruknya tingkah laku sosial suatu masyarakat.
Tokoh pertama yang meletakkan sosiologi sebagai sebuah ilmu
adalah Emile Durkheim. Durkheim menyatakan bahwa sosiologi memiliki objek kajian yang jelas yaitu fakta sosial. Durkheim mendefinisikan fakta sosial ini sebagai sebuah cara bertindak, berpikir, dan merasa, yang berada di luar individu dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Contoh, kita harus menggunakan tangan kanan ketika bersalaman, kita harus menghormati orang yang lebih tua dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan orang lain.
Sementara untuk metodologi, Durkheim mengemukakan
konsep bebas nilai (value free). Menurut konsep ini, seorang sosiolog dalam melakukan penelitian terhadap masyarakat perlu melakukan batasan antara yang diteliti dan yang meneliti. Dengan demikian, hasil penelitian yang diperoleh dapat bersifat objektif. Seperti layaknya ilmu alam, Durkheim melihat masyarakat sebagai sebuah laboratorium raksasa dan para sosiolog adalah ilmuwan yang mengamati dan bereksperimen sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat Metode-Metode Sosiologi : Mengenai metode ilmiah, sosiologi mengenal dua macam metode ilmiah, yakni metode kualitatif dan kuantitatif. 1.Metode kualitatif mengutamakan cara kerjanya dengan mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan penilaian- penilaian terhadap data yang diperoleh. Metode ini dipakai apabila data hasil penelitian tidak dapat diukur dengan angka. 2.Metode kuantitatif mengutamakan keterangan berdasarkan angka-angka atau gejala-gejala yang diukur dengan skala, indeks, tabel, atau uji statistik. Mengenai kedua metode ini akan kita pelajari lebih mendalam di kelas XII. Sementara itu, langkah-langkah utama dalam sebuah penelitian sosiologi adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi masalah. Merumuskan masalah dan menentukan ruang lingkup penelitian. Merumuskan hipotesa yang relevan dengan masalah yang diajukan. 2. Memilih metode pengumpulan data. 3. Mengumpulkan data. 4. Menafsirkan data. 5. Menarik kesimpulan. C. SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI Perkembangan Sosiologi di Eropa Setelah mengetahui bahwa sosiologi merupakan sebuah ilmu pengetahuan, Anda mungkin bertanya bagaimana perkembangan sosiologi hingga mencapai bentuknya seperti sekarang. Sosiologi awalnya menjadi bagian dari filsafat sosial. Ilmu ini membahas tentang masyarakat. Namun saat itu, pembahasan tentang masyarakat hanya berkisar pada hal-hal yang menarik perhatian umum saja, seperti perang, ketegangan atau konflik sosial, dan kekuasaan dalam kelas-kelas penguasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pembahasan tentang masyarakat meningkat pada cakupan yang lebih mendalam yakni menyangkut susunan kehidupan yang diharapkan dan norma-norma yang harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat. Sejak itu, berkembanglah satu kajian baru tentang masyarakat yang disebut sosiologi. Menurut Berger dan Berger, sosiologi berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri karena adanya ancaman terhadap tatanan sosial yang selama ini dianggap sudah seharusnya demikian nyata dan benar (threats to the taken for granted world). L. Laeyendecker mengidentifikasi ancaman tersebut meliputi: 1. terjadinya dua revolusi, yakni revolusi industri dan revolusi Prancis 2. tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15, 3. perubahan di bidang sosial dan politik 4. perubahan yang terjadi akibat gerakan reformasi yang dicetuskan Martin Luther 5. meningkatnya individualisme, 6. lahirnya ilmu pengetahuan modern 7. berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri. Menurut Laeyendecker, ancaman-ancaman tersebut menyebabkan perubahan-perubahan jangka panjang yang ketika itu sangat mengguncang masyarakat Eropa dan seakan membangun- kannya setelah terlena beberapa abad. Auguste Comte Prancis, melihat perubahan- perubahan tersebut tidak saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte, konflik- konflik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca dari apa yang terjadi dalam masyarakat Prancis ketika itu (abad ke-19). Setelah pecahnya Revolusi Prancis, masyarakat Prancis dilanda konflik antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena masyarakat tidak lagi mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat.
Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian
tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala sosial. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum sosial tersebut menjadi sebuah ilmu. Ia hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah sosiologi. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sociological Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya sosiologi, Auguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi.
Meskipun Comte menciptakan istilah sosiologi, Herbert
Spencer-lah yang mempopulerkan istilah tersebut melalui buku Principles of Sociology. Di dalam buku tersebut, Spencer mengembangkan sistem penelitian tentang masyarakat. la menerapkan teori evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang evolusi sosial yang diterima secara luas di masyarakat. Menurut Comte, suatu organ akan lebih sempurna jika organ itu bertambah kompleks karena ada diferensiasi (proses pembedaan) di dalam bagian- bagiannya. Spencer melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang tersusun atas bagian-bagian yang saling bergantung sebagaimana pada organisme hidup. Evolusi dan perkembangan sosial pada dasarnya akan berarti jika ada peningkatan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari homogen ke heterogen dari kondisi yang sederhana ke yang kompleks. Setelah buku Spencer tersebut terbit, sosiologi kemudian berkembang dengan pesat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sekilas Tokoh Auguste Comte lahir di Montpellier, Prancis pada tanggal 17 Januari 1798. Pada tahun 1814-1816, ia masuk pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan kemudian masuk sekolah kedokteran di Montpellier. Pada bulan Agustus 1817 dia menjadi murid sekaligus sekretaris dari Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon, yang kemudian membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824, Comte meneliti tentang
filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan
dengan nama Plan de Travaux Scientifiques nécessaires pour réorganiser la société (Rencana Studi Ilmiah untuk Pengaturan Kembali Masyarakat). Namun, ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian mulai bergantung pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya. la kemudian menikahi Caroline Massin, namun bercerai pada tahun 1942. Pada tahun itu pula, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Cours. Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux. Pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Comte mengalami gangguan kejiwaan. Conte wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetière du Père Lachaise.
Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak
zaman dahulu. Walaupun tidak mempelajari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, para pujangga dan tokoh bangsa Indonesia telah banya memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaran- ajaran mereka. Sri Paduka Mangkunegoro IV, misalnya, telah memasukkan unsur tata hubungan manusia pada berbagai golongan yang berbeda (intergroup relation) dalam ajaran Wulang Reh. Selanjutnya, Ki Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar pendidikan nasional Indonesia banyak mempraktikkan konsep konsep penting sosiologi seperti kepemimpinan dan kekeluargaan dalam proses pendidikan di Taman Siswa yang didirikannya. Hal yang sama dapat juga kita selidiki dari berbagai karya tentang Indonesia yang ditulis oleh beberapa orang Belanda seperti Snouck Hurgronje dan Van Volenhaven sekitar abad 19. Mereka menggunakan unsur- unsur sosiologi sebagai kerangka berpikir untuk memahami masyarakat Indonesia. Snouck Hurgronje, misalnya, menggunakan pendekatan sosiologis untuk memahami masyarakat Aceh yang hasilnya dipergunakan oleh pemerintah Belanda untuk menguasai daerah tersebut.
Dari uraian di atas terlihat bahwa sosiologi di Indonesia pada
awalnya, yakni sebelum Perang Dunia II hanya dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain, sosiologi belum dianggap cukup penting untuk dipelajari dan digunakan sebagai ilmu pengetahuan, yang terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain.
Secara formal, Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshogeschool) di
Jakarta pada waktu itu menjadi satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang mengajarkan mata kuliah sosiologi di Indonesia walaupun hanya sebagai pelengkap mata kuliah ilmu hukum. Namun, seiring perjalanan waktu, mata kuliah tersebut kemudian ditiadakan dengan alasan bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam pelajaran hukum. Dalam pandangan mereka, yang perlu diketahui hanyalah perumusan peraturannya dan sistem-sistem untuk menafsirkannya. Sementara, penyebab terjadinya sebuah peraturan dan tujuan sebuah peraturan dianggap tidaklah penting. Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sosiologi di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Adalah Soenario Kolopaking yang pertama kali memberikan kuliah sosiologi dalam bahasa Indonesia pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM). Akibatnya, sosiologi mulai mendapat tempat dalam insan akademisi di Indonesia apalagi setelah semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk menuntut ilmu di luar negeri sejak tahun 1950. Banyak para pelajar Indonesia yang khusus memperdalam sosiologi di luar negeri, kemudian mengajarkan ilmu itu di Indonesia. Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali diterbitkan oleh Djody Gondokusumo dengan judul Sosiologi Indonesia yang memuat beberapa pengertian mendasar dari sosiologi. Kehadiran buku ini mendapat sambutan baik dari golongan terpelajar di Indonesia mengingat situasi revolusi yang terjadi saat itu. Buku ini seakan mengobati kehausan mereka akan ilmu yang dapat membantu mereka dalam usaha memahami perubahan-perubahan yang terjadi demikian cepat dalam masyarakat Indonesia saat itu. Selepas itu, muncul buku sosiologi yang diterbitkan oleh Bardosono yang merupakan sebuah diktat kuliah sosiologi yang ditulis oleh seorang mahasiswa.
Selanjutnya bermunculan buku-buku sosiologi baik yang tulis
oleh orang Indonesia maupun yang merupakan terjemahan dari bahasa asing. Sebagai contoh, buku Social Changes in Yogyakarta karya Selo Soemardjan yang terbit pada tahun 1962. Tidak kurang pentingnya, tulisan-tulisan tentang masalah-masalah sosiologi yang tersebar di berbagai majalah, koran, dan jurnal. Selain itu, muncul pula fakultas ilmu sosial dan politik berbagai universitas di Indonesia di mana sosiologi mulai dipelajari secara lebih mendalam bahkan pada beberapa universitas, didirikan jurusan sosiologi yang diharapkan dapat mempercepat dan memperluas perkembangan sosiologi di Indonesia.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita