net/publication/323943739
CITATIONS READS
16 161
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by M Chairul Basrun Umanailo on 22 March 2018.
Oleh :
M. Chairul Basrun Umanailo
modal yang tersisa untuk bertarung pada malam menjelang pencoblosan. Mereka
menaruh harapan, bahwasanya sisa modal tersebut merupakan senjata pamungkas yang
Tak dapat dipungkiri modal ekonomi menjadi sangat begitu penting ketika
melihat pesanan peraga kampanye kita akan berdecak kagum dengan jumlah angkanya
dan beasiswa anak-anak bangsa ini. Namun inilah realitas politik bahwa sementara
Alasan pokok dan fungsional, bahwa modal ekonomi lebih diartikan secara
luas akan kemampuan seseorang dalam kepemilikan serta pengaksesan kepada sumber-
sumber ekonomi maupun sumber daya yang tersedia. Saya menghindar untuk
menyamakan modal ekonomi sama dengan modal kekayaan dan uang sebab secara
berdasar jumlah yang dimiliki, lebih lanjut bahwa modal seseorang untuk mengakses
sumber-sumebr ekonomi inilah yang menjadi factor lebih dominan bila dibandingkan
budaya, sosial, dan simbolik. Meski berbeda, keempat bentuk modal ini bisa saling
dikonversikan dan diwariskan pada orang lain dengan nilai tukar dan tingkat kesulitan
yang berbeda. Masing-masing jenis modal ini didapat dan diakumulasikan dengan
saling diinvestasikan dalam bentuk-bentuk modal lain (Aunullah, 2006). Bila kemudian
kita konversikan dengan situasi pemilihan legislative saat ini maka dominasi modal
ekonomi akan jauh lebih terlihat dibandingkan dengan modal-modal lainnya tanpa harus
tentunya ada beberapa alasan penting untuk mengutarakan hal tersebut yakni; (1)
Masyarakat kita telah terbentuk dengan logika konsumtif, (2) Pendekatan politik lebih
kepada pragmatism (3) tumbuhnya kesadaran semu yang menciptakan masyarakat tanpa
identitas. Bagi saya ketiga hal tersebut yang kemudian membuka ruang yang besar
kepada modal ekonomi menjadi dominasi modal atas ranah politik yang ada disaat ini.
Mari kita buktikan dengan kondisi yang terjadi saat ini, bahwasanya
setiap calon yang akan mengikuti ajang pemilihan legislative entah pada tataran DPR-
RI hingga DPRD akan dibebankan pada dua porsi yang horizontal yaitu mereka harus
membesarkan dominasi partai dalam masyarakat dan sisi lainnya mereka juga harus
mampu mensosialisasikan diri mereka sendiri kepada konstituen yang tersedia, artinya
dibutuhkan paling tidak alat peraga seperti stiker, spanduk, baliho untuk menyelesaikan
beban tersebut, kemampuan ekonomi (uang) menjadi ukuran melakukan kegiatan ini.
Maka ranah politik (menjadi Anggota legislatif) menjadi sangat sulit diakses oleh
hubungan kepentingan dan sebagainya. Dengan konstruksi tersebut kita bisa memakai
konsep yang ditawarkan oleh Douglas dan Isherwood dalam feathersone (1992:14) yang
rasionalitas hidup yang senantiasa berorientasi dan merujuk objek material dan
perubahan paradigm ini membuat mereka terjebak dengan pemaknaan- pemaknaan yang
mereka ciptakan sendiri sebagai penanda. Lebih lanjut dengan konstelasi politik yang
pragmatis maka masyarakat akan terhanyut pada pola pikir material yang didapatkan
Contoh konkrit yaitu dengan masuknya kita pada fase kampanye banyak
untuk suatu material, kita tidak lagi malu-malu untuk menyatakan “wani piro” padahal
konsekuensi yang harus kita tanggung jauh lebih besar dari yang didapatkan saat itu.
Caleg membidik pemilih pemula dengan konser music, artinya dengan pendekatan
tersebut pemilih pada kalangan remaja dapat tertarik untuk memilihnya dan ini berhasil
ketika remaja kita adalah remaja konsumtif dengan mengutamakan identitas sebagai
remaja yang butuh aktualisasi music. Kembali pada modal ekonomi bahwa siapapun
yang tidak memiliki modal ekonomi maka sulit untuk masuk pada ranah politik praktis
sebab masyarakat tidak butuh hanya sekedaran penyadaran lewat dialog maupun cara-
Pendekatan Pragmatis
Pendekatan politik yang pragmatis yaitu dengan mengurai apa yang anda
butuhkan dan apa yang dibutuhkan konstityuen anda. Orang kebanjiran tidak butuh
penyadaran, korban letusan gunung berapi tidak butuh sosialisasi politik, namun yang
dibutuhkan adalah materi (uang) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Suka ataupun
tidak calon legislative harus mengeluarkan dana lebih untuk bisa mendapatkan
simpatisan dari masyarakat seperti ini. Modal ekonomi sangat memiliki peranan saat
bantuan yang anda berikan hanya sebatas pemenuhan primer yang bukan jadi harapan
mereka. Dan hal ini kemudian menjadi rujukan bagi mereka untuk memutuskan pilihan
kepada siapapun, mereka tidak bisa kita salahkan bila material yang menjadi
pertanyaan terbesar bilamana seseorang ingin meraup keuntungan politik dari situasi
seperti ini.
Kesadaran Semu
kesadaran semu dari masyarakat proletar ini menjadi persoalan tersendiri bilamana kita
kaitkan dengan fenomena perpolitikan yang ada. Persoalannya bukan sekedar mereka
terkesploitiasi pada tataran produksi namun yang terjadi adalah tereksploitasinya modal-
modal ekonomi yang ada pada masyarakat. Kita contohkan saja masyarakat “A” bahwa
mereka selama ini tereksploitasi akibat sumberdaya alam yang dimiliki tidak mampu
pemilihan legislative maka materi serta harapan yang diberikan lebih oleh para calon
caleg strateginya dengan membawa logika “apa yang mereka butuhkan” dengan
konsekuensi pemenuhan kebutuhan material. Material yang diberikan tentunya diiringi
dari akses serta kepemilikan modal ekonomi mereka. Seperti yang dikemukan oleh
Dia tidak bertindak demi menjaga kepentingan individualnya dalam hal kepemilikan
social, dan asset-aset sosialnya. Dia menghargai barang-barang material hanya sejauh
suatu ranah politik, akibat masyarakat yang terbangun dengan kesadaran primer (apa
yang saya butuh) dan perilaku politik pragmatis. Konsekuensinya adalah terciptanya
struktur. Tanpa harus saling menyalahkan siapa yang harus memulai penyadaran, yang
terpenting bagi kita adalah mengurangi dominasi modal ekonomi terhadap perpolitikan
di negara kita, saya yakin suatu saat fenomena ini bisa kita dapatkan ketika kesadaran
dan pola pikir kritis kita sudah terbentuk pada tataran ideology, serta kita mampu
Pada prinsipnya masyarakat harus menyadari situasi seperti ini, kita tidak
kemudian menyerah dan terperangkan dalam sebuah budaya yang pada akhirnya
bahwasanya faktor ekonomi bukanlah sesuatu yang urgen untuk dijadikan rujukan
dalam pengambilan sikap berpolitik sebab akan melahirkan pragmatisme bagi mereka
dalam perpolitikan kita. Di lain pihak, modal ekonomi adalah modal yang sangat
berpengaruh dalam kinerja berpolitik namun kemudian jangan sampai mendominasi
setiap gerakan perpolitikan untuk meraup keuntungan yang belum jelas angka-
angkanya, masih banyak cara-cara serta strategi cerdas untuk mendapatkan dukungan
politik namun tidak sekedar dengan nilai material yang kita miliki.
Daftar Pustaka
Aunullah, Indi. 2006, Bahasa Dan Kuasa Simbolik Dalam Pandangan Pierre Bourdieu,
Laporan penelitian skripsi. Fakultas Filsafat,Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Douglas dan Isherwood dalam feathersone (1992:14) : http:// nurriest. Wordpress .com
/2013/04/11/ konsumsi-sebagai-penanda-kesejahteraan-dan-stratifikasi-sosial-da
lam -bingkai-pemikiran-jean-baudrillard/