Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323943739

DOMINASI MODAL EKONOMI ATAS RANAH POLITIK

Preprint · March 2018


DOI: 10.13140/RG.2.2.21873.79207

CITATIONS READS

16 161

1 author:

M Chairul Basrun Umanailo


Universitas Iqra Buru
329 PUBLICATIONS 1,914 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

MULTILINGUAL MATERIAL DEVELOPMENT FOR PESANTREN STUDENTS View project

Culture View project

All content following this page was uploaded by M Chairul Basrun Umanailo on 22 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


DOMINASI MODAL EKONOMI ATAS RANAH POLITIK

Oleh :
M. Chairul Basrun Umanailo

Menjelang pelaksanaan Pemilu, tentunya banyak pihak akan menghitung ulang

modal yang tersisa untuk bertarung pada malam menjelang pencoblosan. Mereka

menaruh harapan, bahwasanya sisa modal tersebut merupakan senjata pamungkas yang

bisa dipakai untuk mendulang sejumlah suara yang diharapkan.

Tak dapat dipungkiri modal ekonomi menjadi sangat begitu penting ketika

ritual pemilihan umum berlangsung, membuka daftar sumbangan ke partai sampai

melihat pesanan peraga kampanye kita akan berdecak kagum dengan jumlah angkanya

dan berandai-andai semisalkan dana tersebut dibelanjakan untuk pembangunan MCK

dan beasiswa anak-anak bangsa ini. Namun inilah realitas politik bahwa sementara

waktu, kita lupakan dulu kenyataan yang ada

Alasan pokok dan fungsional, bahwa modal ekonomi lebih diartikan secara

luas akan kemampuan seseorang dalam kepemilikan serta pengaksesan kepada sumber-

sumber ekonomi maupun sumber daya yang tersedia. Saya menghindar untuk

menyamakan modal ekonomi sama dengan modal kekayaan dan uang sebab secara

langsung akan melahirkan determinasi kelas penguasaan kekayaan secara terstruktur

berdasar jumlah yang dimiliki, lebih lanjut bahwa modal seseorang untuk mengakses

sumber-sumebr ekonomi inilah yang menjadi factor lebih dominan bila dibandingkan

dengan kepemilikan sejumlah materi yang bersifat ekonomi.

Secara umum, Bourdieu membedakan empat jenis modal: ekonomi,

budaya, sosial, dan simbolik. Meski berbeda, keempat bentuk modal ini bisa saling
dikonversikan dan diwariskan pada orang lain dengan nilai tukar dan tingkat kesulitan

yang berbeda. Masing-masing jenis modal ini didapat dan diakumulasikan dengan

saling diinvestasikan dalam bentuk-bentuk modal lain (Aunullah, 2006). Bila kemudian

kita konversikan dengan situasi pemilihan legislative saat ini maka dominasi modal

ekonomi akan jauh lebih terlihat dibandingkan dengan modal-modal lainnya tanpa harus

mengesampingkan bahwa diantara modal-modal tersebut memiliki

salingketergantungan yang kuat.

Mengapa kemudian modal ekonomi saya anggap jauh lebih dominan,

tentunya ada beberapa alasan penting untuk mengutarakan hal tersebut yakni; (1)

Masyarakat kita telah terbentuk dengan logika konsumtif, (2) Pendekatan politik lebih

kepada pragmatism (3) tumbuhnya kesadaran semu yang menciptakan masyarakat tanpa

identitas. Bagi saya ketiga hal tersebut yang kemudian membuka ruang yang besar

kepada modal ekonomi menjadi dominasi modal atas ranah politik yang ada disaat ini.

Mari kita buktikan dengan kondisi yang terjadi saat ini, bahwasanya

setiap calon yang akan mengikuti ajang pemilihan legislative entah pada tataran DPR-

RI hingga DPRD akan dibebankan pada dua porsi yang horizontal yaitu mereka harus

membesarkan dominasi partai dalam masyarakat dan sisi lainnya mereka juga harus

mampu mensosialisasikan diri mereka sendiri kepada konstituen yang tersedia, artinya

dibutuhkan paling tidak alat peraga seperti stiker, spanduk, baliho untuk menyelesaikan

beban tersebut, kemampuan ekonomi (uang) menjadi ukuran melakukan kegiatan ini.

Maka ranah politik (menjadi Anggota legislatif) menjadi sangat sulit diakses oleh

mereka yang memiliki keterbatasan modal tersebut. Logika konsumtif


Masyarakat merupakan suatu relasi social yang paling terbesar, relasi

tersebut terbangun dengan beberapa metode seperti misalkan hubungan emosional,

hubungan kepentingan dan sebagainya. Dengan konstruksi tersebut kita bisa memakai

konsep yang ditawarkan oleh Douglas dan Isherwood dalam feathersone (1992:14) yang

berpendapat, bahwa dalam masyarakat saat ini barang-barang digunakan untuk

membangun hubungan-hubungan social. Masyarakat telah terkonstruksi dengan pola

konsumsi yang disampaikan oleh Baudrillard bahwa masyarakat berusaha menunjukan

rasionalitas hidup yang senantiasa berorientasi dan merujuk objek material dan

perubahan paradigm ini membuat mereka terjebak dengan pemaknaan- pemaknaan yang

mereka ciptakan sendiri sebagai penanda. Lebih lanjut dengan konstelasi politik yang

pragmatis maka masyarakat akan terhanyut pada pola pikir material yang didapatkan

untuk pengaksesan nilai politik dari orang yang memberikan.

Contoh konkrit yaitu dengan masuknya kita pada fase kampanye banyak

masyarakat melacurkan identitasnya dengan berbagai sumbangan dan permohonan

untuk suatu material, kita tidak lagi malu-malu untuk menyatakan “wani piro” padahal

konsekuensi yang harus kita tanggung jauh lebih besar dari yang didapatkan saat itu.

Caleg membidik pemilih pemula dengan konser music, artinya dengan pendekatan

tersebut pemilih pada kalangan remaja dapat tertarik untuk memilihnya dan ini berhasil

ketika remaja kita adalah remaja konsumtif dengan mengutamakan identitas sebagai

remaja yang butuh aktualisasi music. Kembali pada modal ekonomi bahwa siapapun

yang tidak memiliki modal ekonomi maka sulit untuk masuk pada ranah politik praktis

sebab masyarakat tidak butuh hanya sekedaran penyadaran lewat dialog maupun cara-

cara cerdas lainnya

Pendekatan Pragmatis
Pendekatan politik yang pragmatis yaitu dengan mengurai apa yang anda

butuhkan dan apa yang dibutuhkan konstityuen anda. Orang kebanjiran tidak butuh

penyadaran, korban letusan gunung berapi tidak butuh sosialisasi politik, namun yang

dibutuhkan adalah materi (uang) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Suka ataupun

tidak calon legislative harus mengeluarkan dana lebih untuk bisa mendapatkan

simpatisan dari masyarakat seperti ini. Modal ekonomi sangat memiliki peranan saat

bantuan yang anda berikan hanya sebatas pemenuhan primer yang bukan jadi harapan

mereka. Dan hal ini kemudian menjadi rujukan bagi mereka untuk memutuskan pilihan

kepada siapapun, mereka tidak bisa kita salahkan bila material yang menjadi

keberpihakan pada tataran pragmatis. Maka dominasi modal ekonomi menjadi

pertanyaan terbesar bilamana seseorang ingin meraup keuntungan politik dari situasi

seperti ini.

Kesadaran Semu

Apa yang dikemukakan oleh Gramsci, Marx ataupun Bourdieu tentang

kesadaran semu dari masyarakat proletar ini menjadi persoalan tersendiri bilamana kita

kaitkan dengan fenomena perpolitikan yang ada. Persoalannya bukan sekedar mereka

terkesploitiasi pada tataran produksi namun yang terjadi adalah tereksploitasinya modal-

modal ekonomi yang ada pada masyarakat. Kita contohkan saja masyarakat “A” bahwa

mereka selama ini tereksploitasi akibat sumberdaya alam yang dimiliki tidak mampu

memberikan faedah bagi kehidupannya, dengan adanya pesta demokrasi seperti

pemilihan legislative maka materi serta harapan yang diberikan lebih oleh para calon

akan menghilangkan sejenak kesadaran akan tereksploitasinya mereka, sehingga bagi

caleg strateginya dengan membawa logika “apa yang mereka butuhkan” dengan
konsekuensi pemenuhan kebutuhan material. Material yang diberikan tentunya diiringi

dengan kemampuan finansial sang calon yang sangat besar.

Jadi, konektivitas ranah politik bagi seorang Caleg, sangat tergantung

dari akses serta kepemilikan modal ekonomi mereka. Seperti yang dikemukan oleh

Polanyi; Pengaturan ekonomi manusia biasanya tertanam di dalam hubungan sosialnya.

Dia tidak bertindak demi menjaga kepentingan individualnya dalam hal kepemilikan

barang-barang material; dia bertindak demi mengamankan kedudukan social, hak-hak

social, dan asset-aset sosialnya. Dia menghargai barang-barang material hanya sejauh

barang-barang tersebut memenuhi tujuan tersebut. (Polanyi, 2003 :62).

Dialetika ini yang melahirkan konsepsi dominasi modal ekonomi pada

suatu ranah politik, akibat masyarakat yang terbangun dengan kesadaran primer (apa

yang saya butuh) dan perilaku politik pragmatis. Konsekuensinya adalah terciptanya

masyarakat politik yang rapuh karena terbangun dari pondasi-pondasi kepentingan

struktur. Tanpa harus saling menyalahkan siapa yang harus memulai penyadaran, yang

terpenting bagi kita adalah mengurangi dominasi modal ekonomi terhadap perpolitikan

di negara kita, saya yakin suatu saat fenomena ini bisa kita dapatkan ketika kesadaran

dan pola pikir kritis kita sudah terbentuk pada tataran ideology, serta kita mampu

mendekonstruksi pola-pola pikir pragmatis material.

Pada prinsipnya masyarakat harus menyadari situasi seperti ini, kita tidak

kemudian menyerah dan terperangkan dalam sebuah budaya yang pada akhirnya

menciptakan marjinalitas terhadap kehidupan kita sendiri. Masyarakat perlu tahu

bahwasanya faktor ekonomi bukanlah sesuatu yang urgen untuk dijadikan rujukan

dalam pengambilan sikap berpolitik sebab akan melahirkan pragmatisme bagi mereka

dalam perpolitikan kita. Di lain pihak, modal ekonomi adalah modal yang sangat
berpengaruh dalam kinerja berpolitik namun kemudian jangan sampai mendominasi

setiap gerakan perpolitikan untuk meraup keuntungan yang belum jelas angka-

angkanya, masih banyak cara-cara serta strategi cerdas untuk mendapatkan dukungan

politik namun tidak sekedar dengan nilai material yang kita miliki.

Daftar Pustaka

Aunullah, Indi. 2006, Bahasa Dan Kuasa Simbolik Dalam Pandangan Pierre Bourdieu,
Laporan penelitian skripsi. Fakultas Filsafat,Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta

Douglas dan Isherwood dalam feathersone (1992:14) : http:// nurriest. Wordpress .com
/2013/04/11/ konsumsi-sebagai-penanda-kesejahteraan-dan-stratifikasi-sosial-da
lam -bingkai-pemikiran-jean-baudrillard/

Umanailo, M. C B. 2018. “ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR.” Open Science


Framework. March 17. doi:10.17605/OSF.IO/4HPWC.

Umanailo, M. C B. 2017. “MENGURAI KEMISKINAN DI KABUPATEN BURU.”


Open Science Framework. November 4. doi:10.17605/OSF.IO/8WDXE.

Umanailo, M. C B. 2017. “KETERBATASAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI


INFORMASI PADA PELAYANAN DAN PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS
IQRA BURU.” Open Science Framework. October 31.
doi:10.17605/OSF.IO/GB4HM.

Umanailo, M. C B. 2017. “MASYARAKAT BURU DALAM PERSPEKTIF


KONTEMPORER.” Open Science Framework. December 10.
doi:10.17605/OSF.IO/KZGX3.

Umanailo, M. C B. 2017. “KAJIAN DAN ANALISIS SOSIOLOGI.” Open Science


Framework. December 11. doi:10.17605/OSF.IO/PV24F.

Umanailo, M. C B. 2018. “KALESANG DESA DALAM KONTEKS MEMBANGUN


DARI DESA.” Open Science Framework. March 21. doi:10.17605/OSF.IO/MSZCK.

Umanailo, M. C B. 2017. “ADAKAH UKURAN KEMISKINAN BUAT


MASYARAKAT DI KABUPATEN BURU?” Open Science Framework. December
10. doi:10.17605/OSF.IO/JNE6Q

Umanailo, M. C B. 2017. “KETERLEKATAN PETANI DAN TRANSAKSI NON


TUNAI DALAM PEMASARAN HASIL PERTANIAN.” Open Science Framework.
November 4. doi:10.17605/OSF.IO/6HS5E.
Umanailo, M. C B. 2017. “PENCIPTAAN SUMBERDAYA MANUSIA YANG
BERKARAKTER.” Open Science Framework. October 31.
doi:10.17605/OSF.IO/VP2AD

Umanailo, M. C B. 2017. “EKSISTENSI WARANGGANA DALAM RITUAL TAYUB.”


Open Science Framework. December 27. doi:10.17605/OSF.IO/ZFSVY.

Umanailo, M. C B. 2017. “KETERBATASAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI


INFORMASI PADA PELAYANAN DAN PEMBELAJARAN DI UNIVERSITAS
IQRA BURU.” Open Science Framework. October 31.
doi:10.17605/OSF.IO/GB4HM.

Umanailo, M. C B. 2017. “MARGINALISASI BURUH TANI AKIBAT ALIH FUNGSI


LAHAN.” Open Science Framework. December 11. doi:10.17605/OSF.IO/9CZK2.

Polanyi, Karl. 2003, Transformasi Besar, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai