Anda di halaman 1dari 25

JOURNAL READING

Management of Hyperthyroidism during Pregnancy: A

Systematic Literature Review

Aida Petca, Daiana Anne-Marie Dimcea, Mihai Cristian Dumitrascu, Florica Sandru,
Claudia Mahenditu, Rizvan-Cosmin Petca

OLEH:
I Made Brama Atmaja
H4A02310002

PEMBIMBING:
dr. Agus Rusdhy Hariawan, Sp. OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI

NUSA TENGGARA BARAT

2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat
dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas Journal Reading
dengan judul “Management of Hyperthyroidism during Pregnancy: A Systematic
Literature Review” ini disusun dalam rangka kepaniteraan Klinik Madya di Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, serta menjadi salah satu sarana penulis dalam
proses pembelajaran dan memperluas ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Agus Rusdhy Hariawan, Sp. OG selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan masukan sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan dan hal-hal yang harus diperbaiki, sehingga kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan dan dibutuhkan oleh penulis sebagai proses pembelajaran.

Mataram, Januari 2024

Penulis

ii
BAB I
IDENTITAS JURNAL

Judul artikel : Management of Hyperthyroidism during Pregnancy: A Systematic


Literature Review

Penulis : Aida Petca, Daiana Anne-Marie Dimcea, Mihai Cristian


Dumitrascu, Florica Sandru, Claudia Mahenditu, Rizvan-Cosmin
Petca

Tahun Terbit : 2023

Penerbit : Journal of Clinical Medicine (JCM)

DOI : https://doi.org/10.3390/jcm12051811

Jenis penelitian : Systematic Literature Review

1
BAB II

ISI JURNAL

2.1 Abstrak

beberapa perubahan fisiologis terjadi saat kehamilan yang mempengaruhi kadar


hormon tiroid yang beredar dalam tubuh ibu. Salah satunya yaitu terjadinya hipertiroid pada
ibu hamil yang disebabkan oleh penyakit Graves Disease dan hCG- mediated
hyperthyroidism. Saat ini, belum ada kesepakatan mengenai metode yang optimal untuk
menangani hipertiroidisme pada kehamilan. Meninjau penanganan disfungsi tiroid pada
wanita selama kehamilan sehingga memastikan outcome yang baik bagi ibu dan janin.
Pengumpulan artikel menggunakan kata kunci "hipertiroidisme pada kehamilan" yang
kemudian dicari di database PubMed dan Google Scholar untuk mengidentifikasi artikel
yang relevan yang diterbitkan antara 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2021. Semua
abstrak artikel hasil pencarian yang memenuhi kriteria inklusi kemudian dievaluasi. Obat
antitiroid merupakan terapi utama yang diberikan pada wanita hamil dengan
hipertiroidisme. Inisiasi pemberian pengobatan bertujuan untuk mencapai keadaan
hipertiroidisme subklinis, serta pendekatan multidisiplin dapat memfasilitasi proses ini.
Pilihan tatalaksana lain, seperti terapi yodium radioaktif, merupakan kontraindikasi selama
kehamilan, serta tiroidektomi harus dibatasi pada pasien hamil dengan disfungsi tiroid berat
yang tidak responsif. Mengingat kejadian ini, meskipun tidak ada pedoman yang
menyatakan skrining, disarankan agar semua wanita hamil dan subur melakukan skrining
untuk kondisi tiroid.

Kata kunci: hyperthyroidism; pregnancy; thyroid function; thyroid disease

2
2.2 Pendahuluan

Hipertiroidisme adalah suatu kondisi langka yang mempengaruhi sekitar 0,1-0,4%


dari semua kehamilan, yang ditandai dengan tingginya nilai hormon tiroid yang bersirkulasi
(T4 dan T3) serta rendahnya nilai TSH.

Penyebab hipertiroidisme yang paling umum pada kehamilan adalah Graves


Disease dan hCG- mediated hyperthyroidism (misalnya, hipertiroidisme transien
gestasional, hiperemesis gravidarum, dan penyakit trofoblas gestasional). Penyebab lain
yang lebih jarang terjadi adalah adenoma tiroid toksik, tiroiditis subakut, dan drug-induced
hyperthyroidism.

Gejala hipertiroidisme pada kehamilan meliputi intoleransi panas, kecemasan,


kelelahan, takikardia, tremor, mual dan muntah, dan penurunan berat badan meskipun nafsu
makan tetap terjaga. Manifestasi lain, seperti kebingungan atau peningkatan laju
metabolisme, muncul sebagai komplikasi parah, yang dikenal sebagai krisis tirotoksik, yang
dapat diinduksi oleh persalinan, operasi caesar, atau penyakit trofoblas gestasional.

Ibu hamil dengan hipertiroidisme memerlukan evaluasi yang cermat karena dapat
meningkatkan risiko keguguran, preeklamsia, kelahiran prematur, dan gagal jantung.
Dikarenakan dampak buruknya pada ibu dan janin, pengenalan yang cepat dan manajemen
kasus yang tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi besar.

Penanganan yang paling sering dilakukan pada wanita hamil dengan hipertiroidisme
adalah dengan obat antitiroid, dikarenakan tatalaksana bedah (tiroidektomi) dan dapat
menimbulkan komplikasi dan terapi yodium merupakan kontraindikasi pada kehamilan.

Sampai saat ini, masih belu ada konsensus mengenai metode yang optimal untuk
mengobati hipertiroidisme dalam kehamilan. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini
adalah untuk meninjau pertimbangan khusus, penemuan, dan pendekatan baru yang
digunakan dalam pengelolaan hipertiroidisme selama kehamilan

2.3 Metode dan Material

Pengumpulan artikel menggunakan kata kunci “Hipertiroidisme dalam Kehamilan”


dalam pencarian di Pubmed dan Google Scholar. Artikel relevan yang dipilih adalah jurnal
yang terpublis antara 1 januari 2010 hingga 31 desember 2021. Adapun kriteria inklusi

3
dalam pengumpulan artikel dalam topik ini adalah:

 Literatur yang diterbitkan dalam bahasa Inggris selama periode penelitian (1 Januari
2010-31 Desember 2021);

 Publikasi yang sesuai dengan istilah pencarian ("hipertiroidisme pada kehamilan");

 Publikasi yang mencakup semua penyebab hipertiroidisme bersamaan dengan


kehamilan;

 Publikasi yang mencakup hipertiroidisme yang didiagnosis sebelum atau selama


kehamilan;

 Publikasi yang mencakup manajemen komplikasi hipertiroidisme;

 Publikasi yang mencakup manajemen defisiensi yodium dalam kehamilan.

Sebuah penelitian tidak disertakan jika:

 Hanya abstrak yang dapat diakses;

 Diterbitkan selain dari periode yang disebutkan (1 Januari 2010 - 31 Desember


2021);

 Tidak diterbitkan dalam bahasa Inggris;

 Tidak menggunakan topik yang disebutkan;

 Diidentifikasi sebagai studi praklinis;

 Terbatas pada populasi anak atau bayi.

Istilah "hipertiroidisme dalam kehamilan" dicari di PubMed dan Google Scholar.


Penggunaan filter pada pencarian mencakup: artikel dalam bahasa Inggris, penelitian pada
manusia, full text, dan periode penerbitan yang disebutkan. Dari Google Scholar, artikel
duplikat dan tautan kutipan dari artikel lain yang sudah disertakan sebelumnya tidak
disertakan.

4
Gambar 1. Pemilihan literatur dan ekstraksi data.

Sebanyak 858 studi dari kedua database diidentifikasi. Semua studi yang dihasilkan
disaring berdasarkan judul dan abstrak, sebanyak 409 penelitian dikeluarkan. Mayoritas
penelitian yang dieksklusi tidak termasuk dalam tema yang ditargetkan (manajemen
hipertiroidisme dalam kehamilan) atau populasi yang ditargetkan. Setelah penyaringan teks
secara lengkap, 57 artikel yang paling relevan dipilih untuk membentuk tinjauan akhir.

2.4 Perubahan Fungsi Tiroid selama Kehamilan

Kelenjar tiroid mengalami perubahan fisiologis sejak awal kehamilan, baik dengan
bertambahnya ukuran maupun vaskularisasi. Human chorionic gonadotropin beta (β-HCG)
menstimulasi kelenjar tiroid sejak trimester pertama karena strukturnya yang mirip dengan
Tyroid Stimulating Hormone (TSH). Sifat tirotropik β-HCG menyebabkan penurunan nilai
TSH pada trimester pertama kehamilan, yang menjelaskan mengapa wanita hamil memiliki
nilai TSH yang lebih rendah daripada pasien yang tidak hamil. Tingkat maksimum hCG

5
dicapai pada usia kehamilan 8-10 minggu, kemudian menurun dan menetap hingga cukup
bulan; nilai TSH mencapai titik minimum pada waktu yang kurang lebih sama. Pada
kehamilan kembar, pertumbuhan hCG lebih jelas dan bertanggung jawab atas stimulasi
tiroid, yang menyebabkan peningkatan nilai fT4 dan supresi TSH yang lebih sering dan
lebih tinggi.

Perubahan hormon tiroid yang dihasilkan pada kehamilan juga berasal dari
peningkatan konsentrasi estrogen ibu, yang menginduksi peningkatan substansial pada
tingkat sirkulasi Thyroxine Binding Globulin (TBG), yang meningkatkan tiroksin (T4)
hingga 50%. Kadar TBG yang lebih tinggi meningkatkan kemampuan untuk mengikat T4
dan dengan demikian mengurangi bentuk bebas T4 (fT4). Mekanisme yang mendasari
terdiri dari peningkatan laju sintesis TBG oleh hepatosit dan pengurangan klirens
plasmanya. Konsentrasi tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) meningkat pada minggu-
minggu pertama kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester kedua, dengan
konsentrasi 30-100% lebih tinggi daripada sebelum hamil.

Gambar 2. Perubahan konsentrasi plasma hormon tiroid dan hCG pada kehamilan.
Permukaan oranye sesuai dengan kisaran referensi normal untuk wanita yang tidak hamil

6
(hCG-human chorionic gonadotrophin; TBG-globulin pengikat tiroid; T4-tiroksin; TSH-
hormon perangsang tiroid)

Peristiwa penting lainnya yang mempengaruhi fungsi tiroid ibu selama kehamilan
adalah perubahan metabolisme perifer hormon tiroid. Peristiwa ini terjadi pada kehamilan
karena proses deiodinasi pada tingkat plasenta. Enzim deiodinasi uteroplasenta yang paling
banyak ditemukan adalah D3, yang mencegah aktivasi T4 dan menonaktifkan T3, sehingga
melindungi janin dari paparan hormon tiroid ibu yang berlebihan. Bentuk minoritas
deiodinase plasenta, D2, dianggap sangat penting pada awal kehamilan dalam
mempertahankan tingkat T3 intraplasenta yang diperlukan untuk perkembangan trofoblas.

Perubahan lain dalam fungsi tiroid yang terjadi selama kehamilan muncul sebagai
pengurangan simpanan yodium ibu sebagai akibat dari tiga peristiwa: peningkatan asupan
yodium yang diperlukan untuk sintesis tiroksin ibu; peningkatan pembersihan; transfer
yodium dari ibu ke janin

Tabel 1. Perubahan fisiologis yang memengaruhi fungsi tiroid ibu selama kehamilan

Perubahan Fisiologis Effect

1. Stimulasi tiroid oleh hCG yang Peningkatan fT4 dan T3 untuk sementara
diproduksi dalam jaringan trofoblas waktu

2. Peningkatan yang diinduksi estrogen Penurunan kadar TSH


dalam TBG serum
Peningkatan total T4 dan T3
3. Ekspresi plasenta dari deiodinase D2 dan
Peningkatan metabolisme iodotironin
D3
perifer
4. (a) Peningkatan klirens Iode ginjal; (b)
Berkurangnya kolam iodida ibu
Pengalihan Iode ke unit feto-plasenta; (c)
Peningkatan konsumsi iodida untuk sintesis
hormon tiroid

2.5 Kisaran Referensi Hormon Tiroid pada Setiap Trimester

Beberapa penelitian telah menjelaskan kisaran referensi untuk kadar hormon tiroid
pada setiap trimester. Namun, kisaran tersebut sangat bervariasi tergantung pada etnis,
jumlah sampel, konsentrasi yodium, dan metode laboratorium yang digunakan.
7
TSH minimal pada trimester pertama kehamilan dan meningkat setelahnya.
Menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan, baik American Thyroid Association (ATA)
dan Endocrinology Society menyarankan bahwa batas atas untuk TSH adalah 2,5 mlU / L
pada trimester pertama, 3,0 mlU / L pada trimester kedua, dan 3,5 mlU / L pada trimester
ketiga. Batas bawahnya adalah 0,1 mlU/L pada trimester pertama, 0,2 mlU/L pada trimester
kedua, dan 0,3 mlU/L pada trimester ketiga. Sulit untuk menentukan batas bawah kisaran
normal TSH, terutama pada trimester pertama kehamilan. Seperti yang disebutkan
sebelumnya, korelasi dengan hCG mengurangi konsentrasi TSH dalam serum, yang
membuat diagnosis hipertiroidisme dini pada kehamilan menjadi sulit. Batas bawah untuk
TSH berbeda tergantung pada karakteristik kelompok yang diteliti. Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Khalid dkk. di Irlandia, batas bawah interval referensi TSH adalah 0,1
mlU/L. Sebaliknya, dalam penelitian lain yang dilakukan di Republik Ceko oleh Springer
dkk., batas bawah menurut kriteria yang diterapkan pada kelompok pasien ditetapkan pada
0,25 mlU / L.

Mengingat interval referensi trimester-specific TSH pada wanita hamil, penerapan


interval standar yang salah untuk pasien yang tidak hamil menyebabkan jumlah pasien yang
diklasifikasikan sebagai 'hipertiroid' menjadi terlalu tinggi. Dilihat dari perubahan fisiologis
yang disebutkan, tidak jarang seorang wanita hamil yang sehat datang dengan TSH yang
rendah dan fT4 yang meningkat. Situasi ini relatif umum terjadi pada perubahan fisiologis
yang terjadi pada trimester pertama, yang tidak memerlukan tidak memerlukan pengobatan,
dan tidak menyebakan efek samping.

Tiroksin dianggap sebagai elemen penting karena digunakan untuk mendiagnosis


patologi pada tiroid. Saat ini, bentuk bebas fT4 digunakan di laboratorium untuk
menentukan hipo/hipertiroidisme. Untuk menghindari kemungkinan false positive,
pedoman American Thyroid Association (ATA) mendukung penerapan rentang referensi
TSH dan fT4 trimester spesifik dengan menggunakan metode single-dose. Menurut
penelitian yang disertakan, selama trimester pertama, ada sedikit peningkatan konsentrasi
serum fT4, yang tidak lagi dapat dimasukkan dalam kisaran referensi pasien yang tidak
hamil. Pada dua trimester berikutnya, terjadi penurunan konsentrasi serum fT4 karena
respons tiroid yang dihasilkan oleh peningkatan protein pengikat tiroksin bebas,
peningkatan kebutuhan janin akan sintesis hormon tiroid pada trimester pertama, dan
perubahan metabolisme akibat pembentukan plasenta. Kadar serum fT4 yang lebih rendah

8
pada trimester ketiga merupakan keadaan normal pada wanita hamil yang sehat yang tidak
mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin.

Oleh karena itu, menurut rekomendasi dari Endocrinology Society, kadar TSH, fT4,
dan, yang lebih jarang, kadar fT3 harus ditentukan dengan menggunakan interval rentang
referensi yang bersifat trimester-specific.

2.6 Skrining Tiroid dalam Kehamilan

Patologi tiroid merupakan kondisi endokrin paling umum kedua yang


mempengaruhi wanita. Jika tidak diobati selama kehamilan, maka dapat meningkatkan
risiko keguguran, abruptio placentae, hipertensi yang diinduksi kehamilan, dan pembatasan
pertumbuhan intrauterine (IUGR). Hipertiroidisme terjadi pada sekitar 0,1-0,4% kehamilan
dan ditandai dengan kadar serum fT4 atau fT3, atau keduanya, di atas kisaran referensi
spesifik trimester. Penyebab hipertiroidisme yang paling umum pada kehamilan adalah
Graves’ Disease. Bentuk yang lebih jarang terjadi adalah tirotoksikosis kehamilan
sementara atau gondok multinodular.

Saat ini, Endocrinology Society merekomendasikan skrining tiroid hanya pada


wanita hamil berisiko tinggi. Namun, pada tahun 2012, Endocrinology Society tidak dapat
mencapai konsensus tentang rekomendasi untuk menguji fungsi tiroid pada semua pasien
hamil. Beberapa peneliti merekomendasikan skrining tiroid untuk semua wanita hamil pada
minggu kesembilan kehamilan. Sebaliknya, yang lain merekomendasikan skrining tiroid
hanya untuk pasien berisiko tinggi;

Tabel 2. Rekomendasi Endocrinology Society untuk skrining tiroid pada kehamilan

Terapi Tiroid Saat Ini

Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid autoimun


Gondok
Latar belakang pribadi:
- penyakit autoimun;
- iradiasi tenggorokan;
- disfungsi tiroid pascapersalinan;
- bayi baru lahir dengan penyakit tiroid;

9
- pengobatan hipertiroidisme;
- diabetes tipe 1.
Dalam kasus pasien yang telah dirawat karena hipertiroidisme sebelum kehamilan
dengan terapi obat antitiroid sintetis, pembedahan, terapi radioiodin, dan yang saat ini
dalam keadaan normal (eutiroid), hipertiroidisme neonatal masih dapat terjadi.

Pada wanita hamil dengan Graves’ Disease aktif, antibodi reseptor TSH (TRAbs)
harus ditentukan pada saat presentasi ke dokter untuk menilai tingkat keparahan dan risiko
hipertiroidisme janin. Tindakan tersebut diindikasikan untuk semua pasien dengan riwayat
pembedahan atau terapi radioiodin. Pemeriksaan ulang wajib dilakukan antara usia
kehamilan 22 dan 26 minggu. Jika kadar serum melebihi tiga kali batas atas, pemantauan
ketat terhadap janin melalui ultrasonografi diperlukan. Dalam kasus peningkatan nilai TSH
reseptor antibodi (TRAb) pada usia kehamilan 36 minggu, bayi yang baru lahir harus
dievaluasi pascapersalinan untuk hipertiroidisme. Pada beberapa kasus hipertiroidisme pra-
kehamilan, hipertiroidisme dapat hilang selama kehamilan; namun, hipertiroidisme akan
muncul kembali pascapersalinan ketika status imun tubuh kembali ke kondisi Th1 (T-cell
helper type 1).

2.7 Pengobatan Hipertiroidisme dalam Kehamilan

Obat antitiroid adalah bentuk terapi utama yang digunakan pada wanita hamil.
Pengobatan yodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada kehamilan, dan pembedahan
dilakukan pada kondisi parah yang tidak merespons pengobatan dengan obat antitiroid.
Obat antitiroid menghambat sintesis hormon tiroid dengan mengurangi pengorganisasian
yodium dan menggabungkan monoiodotirosin dengan diiodotirosin.

Obat antitiroid yang paling sering digunakan adalah methimazole (MMI),


propylthiouracil (PTU), dan carbimazole (CMZ). Propylthiouracil harus dibatasi hingga
trimester pertama, setelah itu akan digantikan dengan methimazole karena berisiko
menyebabkan cacat bawaan (dextrocardia, disgenesis/agenesis ginjal) serta peningkatan
risiko toksisitas hati.

Namun, beberapa penelitian tidak menjelaskan terjadinya cacat lahir pada hamil
dengan hipertiroidisme yang diobati dengan obat antitiroid. Dalam sebuah survei terhadap
2.830 wanita hamil dengan hipertiroidisme, tingkat cacat lahir serupa pada kelompok yang

10
diobati dengan obat antitiroid dan kelompok kontrol.

Tujuan utama dari pengobatan ini adalah untuk mempertahankan nilai fT4 pada
batas atas dengan menggunakan dosis serendah mungkin untuk mencegah komplikasi ibu
dan janin (pembatasan pertumbuhan janin, takikardia janin, gagal jantung janin, fetal
hydrops, pematangan tulang yang dipercepat). Meskipun terdapat efek samping yang
muncul pada wanita hamil yang diobati dengan obat antitiroid, risiko komplikasi ibu dan
janin pada pasien yang tidak diobati jauh lebih tinggi.

Dosis pemuatan yang direkomendasikan untuk propilthyouracil adalah 50-150 mg


secara oral tiga kali per hari, tergantung pada tingkat keparahan gejala. Dosis permuatan
Methimazole yang direkomendasikan adalah 10-40 mg secara oral tiga kali sehari. Pada
awal pengobatan, wanita hamil dengan hipertiroidisme harus dipantau setiap 2-4 minggu
untuk mendapatkan dosis yang optimal.

Semua obat sintesis antitiroid melintasi penghalang plasenta dan dapat


menyebabkan penghambatan tiroid janin. Namun, Propylthiouracil (PTU) lebih mudah larut
dalam air dan ditemukan melekat pada globulin binding dalam konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan methimazole, yang menunjukkan bahwa methimazole menginduksi
perjalanan transplasental yang lebih tinggi. PTU direkomendasikan selama kehamilan untuk
mencegah risiko hipotiroidisme pada janin.

Terapi lainnya yang digunakan adalah kelas obat beta-blocker. Namun, penelitian
terbaru tidak merekomendasikannya untuk jangka waktu yang lama, karena dapat
menyebabkan retardasi intrauterin, dan, jika diberikan antepartum, dapat menyebabkan
hipoglikemia transien neonatal atau bradikardia.

Pilihan pengobatan saat ini terbatas pada pengendalian sekresi hormon tiroid. Yang
jadi perhatian utama dalam penelitian saat ini adalah ketidakpastian dalam pemilihan obat
antitiroid yang optimal. Sampai saat ini, pengobatan yang direkomendasikan untuk
hipertiroidisme pada kehamilan adalah PTU, diikuti oleh MMI dan CMZ; namun, penelitian
terbaru menunjukkan adanya risiko disfungsi hati yang dikaitkan dengan PTU. Food and
Drug Administration (FDA) dan National Institute of Child Health and Development telah
mengubah pedoman mereka, merekomendasikan pembatasan penggunaan PTU pada
trimester pertama kehamilan

11
2.8 Efek Samping Ibu dan Janin dari Hipertiroidisme yang Tidak Diobati/Tidak
Terkendali

Intervensi cepat hipertiroidisme selama kehamilan dapat mencegah komplikasi ibu


dan komplikasi janin. Jika tidak dilakukan intervensi atau kontrol dalam pengelolaan
hipertiroidisme pada kehamilan, maka dapat terjadi abortus, hipertensi yang diinduksi
kehamilan, preeklampsia, berat badan lahir rendah, pembatasan pertumbuhan janin, dan
tirotoksikosis. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Turunen dkk., komplikasi
kebidanan lebih sering terjadi pada wanita yang didiagnosis dengan hipertiroidisme
sebelum kehamilan, yang menunjukkan bahwa diagnosis tersebut dapat menyebabkan
komplikasi tambahan.

Preeklampsia mempengaruhi hingga 8% kehamilan di seluruh dunia dan merupakan


penyebab utama kematian dan morbiditas ibu. Hipertiroidisme ibu telah dikaitkan dengan
peningkatan risiko hipertensi akibat kehamilan. Risiko terjadinya preeklampsia terbukti
lebih rendah pada pasien yang tidak menggunakan terapi medis antitiroid selama
kehamilan, yang menunjukkan bahwa risikonya lebih tinggi pada pasien dengan bentuk
aktif. Hormon tiroid memainkan peran penting dalam perkembangan plasenta dan
merupakan pengatur penting proses inflamasi dan metabolisme. Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan di Belanda pada tahun 2014, risiko terjadinya hipertensi pada kehamilan
dari kelompok pasien hipertiroid 3.4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
pasien eutiroid. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Saki F. et al. pada tahun 2014,
prevalensi preeklampsia pada wanita hamil dengan hipertiroid adalah 6% dibandingkan
dengan 0% pada kelompok eutiroid dan 7,5% pada wanita hamil dengan hipotiroid. Namun,
hipotiroidisme adalah penyebab utama preeklampsia dari gangguan tiroid. Untuk
pengelolaan penyakit yang benar, perlu dilakukan pembaruan teknik diagnostik untuk
mencegah komplikasi ibu dan janin. Dalam hal ini, Korevaar dkk. menunjukkan bahwa
pengukuran hCG tambahan dapat digunakan untuk mengidentifikasi wanita hamil dengan
kerentanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan patologi tiroid pada trimester kedua,
penelitian ini merupakan penelitian pertama yang menunjukkan hipotesis ini. Risiko yang
lebih tinggi ini tampaknya dimediasi oleh efek sinergis dari sintesis hormon tiroid otonom
atau antibodi reseptor TSH dan sintesis stimulasi hCG, yang menghasilkan peningkatan
sekresi hormon tiroid

Mekanisme patogenik hipertiroidisme terlibat dalam terjadinya komplikasi


12
kebidanan pada wanita hamil dengan kondisi ini. Studi multisenter dan studi case-control
yang termasuk dalam tinjauan kami menunjukkan bahwa hipertiroidisme pada kehamilan
dapat dikaitkan dengan perkembangan pada janin, seperti Intrauterine growth restriction
(IUGR) dan bayi berukuran kecil untuk usia kehamilannya.

Intrauterine growth restriction (IUGR) adalah penanda penting janin dalam


kandungan perkembangan janin dalam kandungan yang memiliki dampak khusus sepanjang
hidup anak. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan janin yang tidak mencapai kurva
pertumbuhan optimal, yang diagnosisnya dapat dilakukan dengan biometri janin atau
velokimetri Doppler. Definisi Intrauterine growth restriction adalah berat janin di bawah
persentil ke-10 untuk usia kehamilan, di mana faktor ibu yang sering dijumpai adalah
disfungsi tiroid. Pasien dengan hipertiroidisme yang tidak terkontrol memiliki risiko 9.2
kali lebih besar untuk memiliki bayi baru lahir dengan berat badan kecil untuk usia
kehamilan dibandingkan dengan wanita hamil tanpa disfungsi tiroid. Bahkan pada
hipertiroidisme yang terkontrol, risiko pembatasan pertumbuhan intrauterin meningkat 2.3
kali lipat.

Faktor penting untuk perkembangan intrauterin normal juga diwakili oleh jenis
kelamin janin. Dalam sebuah penelitian yang dipimpin oleh Aiken CE et al. Menunjukkan
bahwa janin laki-laki tumbuh lebih cepat daripada janin perempuan dan lebih mungkin
menjadi makrosomik, sementara janin perempuan lebih mungkin mengalami IUGR. Selain
itu, menurut penelitian tersebut, bahkan plasenta pun dipengaruhi oleh jenis kelamin janin:
plasenta janin perempuan lebih tahan terhadap stress dibandingkan dengan plasenta janin
laki-laki. Lebih lanjut, pada kehamilan dengan IUGR, pola tertentu diidentifikasi: terminal
vili mengurangi proliferasi trofoblas dan angiogenesis dengan peningkatan deposit protein
matriks dalam stroma vili.

Abruptio placentae (solusio plasenta) masih merupakan komplikasi obstetri yang


jarang terjadi, dengan frekuensi antara 0,6% dan 1% di Amerika Serikat dan 0,4-0,5% di
negara-negara Eropa. Kondisi ini terdiri dari disfungsi plasenta kronis serta separasi dini
plasenta dari dinding rahim sebelum awal persalinan, yang dapat mengurangi luas
permukaan yang digunakan untuk pertukaran oksigen janin. Proses ini menyebabkan
BBLR, prematuritas, dan kematian perinatal. Dalam kasus yang parah, dapat menyebabkan
perdarahan masif, hipoksia janin, dan kematian janin yang membutuhkan diagnosis dan
intervensi yang cepat. Dalam sebuah meta-analisis yang dilakukan di Cina yang mencakup
13
literatur dari tahun 2010 hingga 2021 yang mengevaluasi efek disfungsi tiroid dalam hal
hasil kebidanan, perbedaan yang cukup besar ditunjukan dalam kejadian solusio plasenta
antara kelompok normal dan kelompok disfungsi tiroid (OR = 0,27, 95% CI: 0,19-0,38, Z =
7,52, p <0,001). Insiden abruptio plasenta pada kelompok dengan disfungsi tiroid
meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p <0,05). Menurut
salah satu penelitian yang termasuk dalam meta-analisis ini, terdapat korelasi statistik yang
signifikan antara hipertiroidisme, solusio plasenta, induksi persalinan, dan usia ibu yang
sudah lanjut. Dengan demikian, mengoreksi hipertiroidisme selama kehamilan dapat
mengurangi risiko komplikasi ini.

2.9 Asupan Yodium dalam Kehamilan

Selama kehamilan, asupan yodium harus meningkat 50% karena kebutuhan tubuh
ibu untuk mensintesis lebih banyak hormon tiroid, peningkatan ekskresi ginjal akibat
peningkatan laju filtrasi glomerulus, dan peningkatan kebutuhan janin sejak trimester
kedua.

US Institute of Medicine (IOM) dan World Health Organization (WHO) telah


merekomendasikan asupan harian 220-250 mcg yodium untuk wanita hamil. Menurut
sebagian besar penelitian, metode yang direkomendasikan untuk menentukan konsumsi
yodium adalah dengan mengukur konsentrasi yodium dalam urin, dengan nilai normal
berkisar antara 150-249 µg/L.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Israel pada tahun 2017 yang bertujuan untuk
menentukan konsentrasi yodium urin termasuk pada wanita hamil, menunjukkan defisiensi
yodium pada kelompok Wanita hamil lebih dari 85%, dengan rata-rata 61 µg/L (IQR 36-97
µg/L). Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa kategori pasien yang rentan ini memiliki
tingkat yodium yang cukup dalam tubuh, berbagai organisasi nasional dan internasional
merekomendasikan suplementasi yodium pada wanita hamil

Namun, pada tahun 2007, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan sebuah
dokumen yang menyatakan bahwa, dalam kasus wanita hamil yang tinggal di daerah
dengan asupan yodium yang cukup, yang didefinisikan sebagai konsentrasi yodium urin
rata-rata >100 µg/L selama lebih dari dua tahun dan penggunaan garam beryodium di lebih
dari 90% rumah tangga, suplementasi tidak diperlukan, wanita hamil secara langsung
terlindungi dengan menggunakan garam beryodium. Sumber tambahan Yodium dapat
14
ditemukan dalam penggunaan produk hewani. Di Inggris, penambahan produk yodium ke
dalam makanan hewani dan penggunaan suplemen yodium telah menyebabkan peningkatan
kadar yodium dalam produk hewani. Dengan demikian, Untuk mencegah kekurangan
yodium di Inggris, disarankan agar wanita hamil mengonsumsi dua-tiga porsi produk susu
per hari untuk memenuhi kebutuhan yodium harian mereka; segelas susu dianggap
menyediakan 50 µg yodium, yang setara dengan 20% asupan yang direkomendasikan untuk
wanita hamil.

Menurut pedoman American Thyroid Association terbaru, wanita hamil dengan


konsentrasi yodium dalam urin berkisar antara 50 hingga 150 µg/L termasuk dalam kategori
kekurangan yodium ringan hingga sedang

Dalam studi nasional yang melibatkan wanita usia subur dari berbagai negara di
Eropa, asupan yodium rata-rata sekitar setengah dari tingkat yang direkomendasikan oleh
WHO. Asupan yodium harian yang optimal selama kehamilan yang direkomendasikan oleh
WHO dan International Council for Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD)
adalah 200 µg/L dan dari IOM sebesar 220 µg/L; sebaliknya, di Jerman, menurut penelitian
Ver- bundstudie Ernahrungserhebung und Risikofaktoren-Analytik (VERA), asupan
yodium rata-rata adalah 100 µg/L (33-284 µg/L) pada wanita berusia 19-24 tahun. Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan di Denmark oleh Rasmussen dkk., asupan rata-rata yang
dibutuhkan untuk wanita berusia 18 hingga 22 tahun di Kopenhagen ditemukan sebesar 116
µg/L per hari, sementara di Belanda, Survei Konsumsi Makanan Nasional telah menetapkan
asupan rata-rata sebesar 149 µg/L per hari untuk wanita berusia 20-49 tahun

Berdasarkan penelitian observasional, telah disarankan bahwa kekurangan yodium


ringan hingga sedang, bahkan dengan adanya fungsi tiroid ibu yang memadai, dapat
dikaitkan dengan gangguan perkembangan saraf janin, yang ditandai dengan IQ yang
sedikit lebih rendah mulai dari gangguan dalam menulis atau membaca. Peran utama
yodium ibu dalam perkembangan janin ditunjukkan dalam Avon Longitudinal Study of
Parents and Children. Dimana anak-anak dari ibu yang dipantau konsenstrasi iodin
urinnya, menunjukkan bahwa rasio yodium/kreatinin <150 µg/L berhubungan untuk skor di
kuartil terendah untuk IQ verbal, membaca, dan kemampuan untuk memahami teks. Data
ini menunjukkan pentingnya asupan yodium yang cukup selama kehamilan dan menyoroti
risiko kekurangan yodium bahkan di negara maju.

15
Penyakit yang disebabkan oleh kekurangan yodium pada kehamilan muncul ketika
wanita hamil mengalami penurunan asupan yodium, yang menyebabkan penurunan sintesis
hormon tiroid, yang mempengaruhi otot, jantung, hati, dan perkembangan neurologis bayi
yang baru lahir. Dampak kekurangan yodium pada kehamilan berbeda tergantung pada
tingkat keparahan dan rentang trimester, pembagian ini diperlukan untuk memandu strategi
terapeutik. Selama trimester pertama, filtrasi glomerulus dan aliran darah meningkat,
sehingga ekskresi yodium urin meningkat. Sebagai mekanisme adaptif, tubuh meningkatkan
sekresi human chorionic gonadotropin (HCG) dan Tyroid Stimulating Hormone (TSH),
yang mengarah pada peningkatan konsentrasi fT4 yang membantu sintesis hormon tiroid.
Bahkan kekurangan yodium ringan pun merupakan faktor risiko untuk diabetes melitus dan
abruptio placentae. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Cina pada tahun 2018,
kekurangan yodium pada ibu menginduksi peningkatan kadar TSH serum yang
menyebabkan efek antagonis terhadap insulin, menghasilkan hiperglikemia yang terkait
dengan peningkatan stres oksidatif, yang merupakan faktor risiko abruptio plasenta.

Banyak artikel menyarankan agar suplementasi yodium diberikan pada trimester


pertama kehamilan untuk menjamin sintesis hormon tiroid dan untuk menghindari dampak
yang merugikan bagi ibu dan janin selama kehamilan. Bahkan bila pada trimester kedua
kehamilan, tingkat hormon perangsang tiroid (TSH) kembali normal, perkembangan janin
secara tidak langsung bergantung pada tiroid ibu, karena tiroid janin, meskipun belum
matang, memulai sintesis hormon. Dalam kasus kekurangan yodium ringan yang
didiagnosis pada trimester kedua kehamilan, masih memungkinkan untuk mencegah
komplikasi melalui suplementasi yodium. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di
Thailand yang melibatkan ibu hamil trimester kedua, menunjukkan bahwa kekurangan
yodium semakin meningkat pada trimester ini, yang meningkatkan risiko preeklampsia,
hambatan pertumbuhan janin, dan berat badan lahir rendah. Pada trimester ketiga
kehamilan, neurogenesis yang bergantung pada hormon tiroid menjadi parah dan tidak
dapat dipulihkan, dan terpengaruh pada kasus kekurangan yodium yang terjadi sejak
trimester pertama. Anak-anak yang lahir dari ibu dengan defisiensi seperti itu mungkin
berukuran kecil untuk usia kehamilan (SGA) karena pembatasan pertumbuhan intrauterin
dan berkurangnya produksi hormon tiroid. Yodium memiliki fungsi antioksidan yang
penting; kekurangan yodium meningkatkan tingkat stres oksidatif, yang dapat
menyebabkan hipertensi yang diinduksi kehamilan. Target utama kekurangan yodium
dalam kehamilan adalah tiroid. Karena mekanisme autoregulasi, terjadi peningkatan sekresi
16
hormon perangsang tiroid (TSH) yang menyebabkan peningkatan volume tiroid dan
perkembangan nodul

Meskipun prevalensi defisiensi yodium yang tinggi pada wanita hamil, tidak ada
korelasi yang pasti dengan kadar serum hormon tiroid ibu. Namun, sebuah penelitian di
Belgia pada wanita hamil menunjukkan adanya peningkatan prevalensi penyakit tiroid pada
pasien kekurangan yodium. Meskipun demikian, hubungan yang signifikan antara
konsentrasi yodium urin dan kadar serum TSH tidak dapat ditunjukkan, hanya korelasi yang
buruk dengan fT3 dan fT4.

Oleh karena itu, berdasarkan bukti-bukti baru, beberapa organisasi, seperti


American Thyroid Association (ATA), Endocrinology Society (ES), dan WHO,
merekomendasikan penggunaan suplementasi yodium selama kehamilan. Sebagai aturan
umum, wanita hamil dengan konsentrasi yodium urin rata-rata 100 µg/L atau lebih tidak
memerlukan suplementasi yodium selama kehamilan. Di negara-negara Eropa di mana
kekurangan yodium mendominasi, dokter harus mempertimbangkan untuk
merekomendasikan suplemen kehamilan dengan dosis yodium harian 150 µg/L pada wanita
hamil atau pada pasien yang merencanakan kehamilan. Organisasi seperti European
Thyroid Association (ETA) dan Kantor Eropa Dewan Internasional Pengendalian
Gangguan Kekurangan Yodium (ICCIDD) harus mendorong lebih banyak produsen
suplemen kehamilan untuk menyertakan dosis yodium yang optimal (sekitar 150 µg / L per
hari)

2.10 Kesimpulan dan Saran Penelitian Kedepan

Penatalaksanaan hipertiroidisme pada wanita subur harus dimulai sejak masa


prakonsepsi untuk mencegah hasil negatif pada ibu dan janin dari kategori yang terkena
dampak ini sesuai dengan tim multidisiplin yang terdiri dari ahli endokrinologi, ginekolog,
dan neonatologi.

Proses manajemen terapeutik untuk wanita hamil dengan hipertiroidisme


menghadirkan masalah tertentu yang menjadi perhatian penting saat ini yang memerlukan
pertimbangan yang cermat. Telah diketahui bahwa manajemen hipertiroidisme selama
kehamilan merupakan tantangan dan dapat menyebabkan fluktuasi abnormal pada kadar
hormon tiroid. Dalam hal ini, menurut pengetahuan saat ini, perlu untuk menilai kembali
kisaran referensi hormon tiroid khusus trimester yang dianggap aman untuk janin secara
17
teratur, karena beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa bahkan nilai di batas atas
kisaran normal dapat berdampak negatif pada perkembangan janin. Lebih lanjut, penelitian
lebih lanjut dalam bidang ini diperlukan untuk membuat protokol standar untuk tindak
lanjut pasien-pasien ini, dan hingga saat itu, kami merekomendasikan agar semua wanita
hamil dan subur menjalani pemeriksaan tiroid, meskipun tidak ada pedoman yang
menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan.

Hipertiroidisme adalah penyebab utama morbiditas ibu selama kehamilan yang


dikaitkan dengan risiko kesehatan bagi janin. Oleh karena itu, wanita hamil dengan
penyakit tiroid memerlukan observasi dan manajemen yang cermat untuk memastikan hasil
yang baik bagi ibu dan bayi yang baru lahir.

Saat ini, metode utama yang digunakan untuk menangani hipertiroidisme subklinis,
yang telah divalidasi oleh berbagai penelitian, adalah penggunaan obat antitiroid; namun
demikian, kelas terapi lain, seperti beta-blocker, dapat digunakan dalam jangka waktu yang
terbatas. Kecuali dalam terapi medis, terapi yodium radioaktif merupakan kontraindikasi,
dan bedah tiroidektomi dikaitkan dengan komplikasi ibu dan janin dan harus dibatasi hanya
pada kasus-kasus perawatan medis yang tidak responsif. Jelas bahwa asupan yodium
memainkan peran penting dalam kehamilan dan harus ditingkatkan hingga 50% untuk
meningkatkan kebutuhan janin, terutama sejak trimester kedua.

18
19
BAB III

TELAAH KRITIS JURNAL

3.1 Telaan Kritis Jurnal


No Topik Keterangan Penjelasan

1 Judul dan abstrak - Menjelaskan


tujuan, metode,
dan hasil
penelitian
- Memberikan
ringkasan yang
informatif dan
seimbang atas apa
yang dilakukan
dan apa yang
ditemukan
Pendahuluan
2 Latar belakang Menjelaskan latar
belakang yang ilmiah
dan rasional mengapa
penelitian perlu
dilakukan

3 Tujuan Menentukan tujuan


spesifik, termasuk
hipotesis yang diajukan

20
Metodologi Penelitian
4 Populasi penelitian Menjelaskan bagaimana
populasi ditentukan

5 Subjek penelitian Kriteria subjek


penelitian
6 Besar sampel Menjelaskan kriteria
penentuan sampel
minimal yang
diperlukan untuk
menghasilkan kekuatan
penelitian
7 Prosedur penelitian Menjelaskan secara
rinci dan sistematik
prosedur penelitian
(Teknik pengambilan
data)
8 Rancangan Menjelaskan rancangan
penelitian penelitian

9 Teknik analisis Teknik analisis data


data yang digunakan untuk
membandingkan
hasil
penelitian
Hasil
10 Alur penelitian Menjelaskan waktu
penelitian

21
11 Outcome dan Menjelaskan
estimasi penelitian outcome hasil
penelitian

Diskusi
12 Interpretasi Interpretasi hasil

13 Generalizability Apa hasil dapat


digeneralisasikan
di masyarakat

14 Overall evidence Interpretasi umum


terhadap hasil
dalam konteks
penelitian

3.2 Kelebihan dan kekurangan Penelitian

a. Kelebihan penelitian

b. Kekurangan penelitian

22
DAFTAR PUSTAKA

23

Anda mungkin juga menyukai