Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN LP KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.B DENGAN G3 P2 A1 INDIKASI


HIPERTIROID AKAN DILAKUKAN SEKSIO CESAREA DI RSU RAJAWALI
CITRA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Andi Setiawan : 213203002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.B DENGAN G3 P2 A1 UH INDIKASI


HIPERTIROID AKAN DILAKUKAN SEKSIO CESAREA DI RSU RAJAWALI
CITRA

Disusun oleh:

Andi Setiawan
213203002

Disetujui pada:
Hari :
Tanggal :

Mengetahui:

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Dwi Kartika Rukmi, M. Kep., Sp. Kep MB) ( Sumartini, AMK)

Mahasiswa,

(Andi Setiawan)
BAB I
TINJAUAN TEORI

1. Definisi Hipertiroid
Hipertiroid merupakan hipersekresi hormon tiroid) adalah peningkatan
produksi dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid (Kemenkes RI, 2015). Penjelasan
yang lain menurut Tawarto dalam (Yanti & Leniwita, 2019) Hipertiroidisme adalah
keadaan dimana terjadi peningkatan hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh.
Tirotoksikrosis merupakan istilah yang digunakan dalam manifestasi klinkis yang
terjadi ketika jaringan tubuh distimulasi oleh peningkatan hormone tiroid.
Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat badan
bayi diatas 500 gram, melalui sayatan dinding uterus yang masih utuh. Selama
kehamilan, terjadi peningkatan metabolisme tubuh dan peningkatan sekresi hormon-
hormon demi memenuhi kebutuhan janin intrauterin salah satu hormon yang
meningkat ialah hormon tiroid. Hipertiroid dalam kehamilan merupakan sebuah
kondisi tingginya hormon tiroid oleh tingginya sekresi kadar hormon -hCG selama
trimester pertama dalam kehamilan, yang dapat merupakan kondisi hipertiroid yang
telah ada sebelum kehamilan, atau kondisi yang didapatkan selama masa kehamilan.
Hipertiroid dalam kehamilan dicirikan oleh adanya peningkatan kadar free T4 (fT4)
atau T4 dan penurunan kadar TSH, tanpa disertai penanda serum autoimunitas tiroid
(TR-ab). Selama masa kehamilan, ukuran kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran
sebesar 10%-40% dan peningkatan sebanyak 50% dalam sekresi tiroksin (T4) dan
triiodothyronine (T3). Oleh sebab itu, Hipertiroid selama kehamilan sangat tidak
dianjurkan untuk persalinan secara normal karena dapat mengakibatkan komplikasi
terkait kehamilan seperti preeklamsia, kelahiran prematur, hambatan pertumbuhan,
bahkan kematian janin (Suparman, 2021)
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan
sangat vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring
setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini
terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus,
lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira-kira
25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat
pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti
kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina
cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus
berukutan 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus,
walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya
kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang
lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah.
Kelenjar ini tersusun dari bentukan bentukan bulat dengan ukuran yang
bervariasi yang disebut thyroid follicle. Setiap thyroid follicle terdiri dari sel-
sel selapis kubis pada tepinya yang disebut Sel Folikel dan mengelilingi koloid
di dalamnya. Folikel ini dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan
pembuluh darah. Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat
berubah sesuai dengan aktivitas kelenjar thyroid tersebut. Ada kelenjar thyroid
yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah, bahkan dapat menjadi pipih.
Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi, sel folikel dapat berubah menjadi
silindris, dengan warna koloid yang dapat berbeda pada setiap thyroid folikel
dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid tersebut (Yanti &
Leniwita, 2019)
b. Fisiologi kelanjar tiroid selama kehamilan
Gambar diatas memperlihatkan hubungan antara hormon hCG, TBG, TSH,
Total T4, dan fT4 selama masa kehamilan. Konsentrasi thyroid-binding globulin
(TBG) pada serum ibu meningkat setara dengan kadar hormon tiroid total maupun
hormon tiroid terikat. Kadar thyroid-stimulating hormone (TSH) serum pada masa
awal kehamilan menurun karena adanya stimulasi tiroid oleh hormon human
chorionic gonadotropin (hCG) yang secara lemah juga memiliki efek agonis pada
TSH. Perlu diketahui bahwa TSH tidak melewati plasenta dan kadar TSH memegang
peran utama dalam skrining dan diagnosis gangguan tiroid. Hormon hCG mencapai
kadar maksimal pada usia gestasi 12 minggu. Selama masa tersebut, kadar hormon
tiroid meningkat untuk menekan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis. Total T3 dan T4
serum meningkat hingga 1,5 kali lipat dibandingkan sebelum masa kehamilan. Kadar
T4 bebas (fT4) meningkat pada trimester pertama hingga ssebelum usia gestasi 20
minggu, kemudian terus menurun hingga aterm. Thyrotropin-releasing hormone
(TRH) pada janin dapat terdeteksi pada midpregnancy, tetapi tidak meningkat.
Pada masa kehamilan, dibutuhkan sekresi T4 yang tinggi untuk pertumbuhan
dan perkembangan janin, oleh karena itu asupan iodium pada ibu hamil harus
ditingkatkan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka kadar TSH akan meningkat
dan kadar T4 akan menurun. Selama masa kehamilan, tiroksin maternal ditransfer ke
janin. Tiroksin maternal sangat penting untuk perkembangan otak janin, dan terutama
untuk perkembangan kelenjar tiroid janin. Meskipun kelenjar tiroid janin mulai
mengonsentrasikan iodin dan menyintesis hormon tiroid setelah 12 minggu gestasi,
kontribusi tiroksin maternal tetap penting. Pada kenyataannya, tiroksin maternal
merupakan 30% dari tiroksin janin saat cukup bulan. Selama masa kehamilan,
kebutuhan sekresi hormon tiroid akan meningkat secara pesat. Terdapat lima faktor
yang memengaruhi fungsi tiroid dalam kehamilan, yaitu: 1) Peningkatan sementara
kadar hormon hCG yang diproduksi oleh plasenta selama trimester pertama, yang
akan merangsang produksi reseptor TSH; 2) Peningkatan TBG yang diinduksi oleh
hormon estrogen selama trimester pertama yang bekerja di hati, yang akan
dipertahankan selama kehamilan, dan terjadi bersamaan dengan peningkatan kadar T3
dan T4; 3) Perubahan dalam sistem imunitas, yang menyebabkan reaksi eksaserbasi,
atau ameliorasi penyakit tiroid autoimun yang mendasarinya; 4) Peningkatan
metabolisme hormon tiroid oleh plasenta; dan peningkatan ekskresi iodida dalam urin
yang disebabkan oleh tingginya kadar idodotironin deiodinase tipe 3 (D3) yang men
degradasi tiroksin dan T3 menjadi bahan yang inaktif sehingga dapat menyebabkan
gangguan dari produksi hormon tiroid.
Kelenjar tiroid dalam fungsi normal dapat mengompensasi kebutuhan hormon
tiroid yang meningkat selama masa kehamilan dan mempertahankan kadarnya dalam
batas normal. Jika terdapat abnormalitas fungsi kelenjar tiroid, maka kompensasi ini
tidak akan terjadi dalam batas normal. Hormon hCG merupakan stimulan lemah yang
akan berikatan dengan reseptor TSH. Kadar hormon hCG akan mengalami puncak
pada usia gestasi 9-12 minggu. Perubahan yang diinduksi oleh peningkatan kadar
hCG pada fungsi tiroid dapat menyebabkan terjadinya kondisi hipertiroid dalam
kehamilan yang bersifat sementara.
3. Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan
keduanya. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipofisis memberikan gambamn kadar
HT dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan
TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang
finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan. Menurut Tarwoto dalam (Yanti &
Leniwita, 2019) penyebab hipertiroid diantaranya adenoma hipofisis, penyakit graves,
modul tiroid, tiroiditis, konsumsi banyak yodium dan pengobatan hipotiroid.
a. Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang terjadi
b. Penyakit graves
Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan penyakit yang disebabkan
karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody yang disebut thyroid-
stimulatin immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI merinu tindakan
TSH dan merangasang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak.
Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid atau
(goiter) dan eksoftalmus (mata yang melotot).
c. Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh
bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphycoccus aureus dan pnemucoccus
pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel dan peningkatan jumlah hormon tiroid. Tiroditis dikelompokan
menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis posetpartum, dan tiroiditis tersembunyi. Pada
tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan biasanya hilang dengan
sendirinya setelah beberapa bulan. Tiroiditis pesetpartum terjadi sekitar 8% wanita
setelah beberapa bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini karena autoimun.
Seperti halnya dengan tiroiditis subakut, tiroiditis wanita dengan posetpartum
sering mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh.
Tiroiditis tersembunyi juga disebabkan juga karna autoimun dan pasien tidak
mengeluh nyeri, tetapi mungkin juga terjadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis
tersembunyi juga dapat mengakibatkan tiroiditis permanen.
d. Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan sistesis
hormon tiroid.
e. Terapi hipertiroid, pemberian obat obatan hipotiroid untuk menstimulasi sekresi
hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat menimbulkan kelebihan jumlah
hormon tiroid.
4. Tanda dan gejala
Menurut Yanti & Leniwita (2019) mengatakan bahwa tanda dan gejala
hipertiroid dibagi menjadi beberapa, yaitu:
a. Peningkatan frekuensi denyut jantung.
b. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
Katekolamin.
c. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
terhadap panas, keringat berlebihan.
d. Penurunan berat badan, tetapi peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
e. Peningkatan frekuensi buang air besar
f. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
g. Gangguan reproduksi
h. Tidak taahan panas
i. Cepat lelah
j. Pembesaran kelenjar tiroid
k. Mata melotot (exoptalmus). Hal ini terjadi sebagai akibat penimbunan xat dalam
orbit mata.

5. Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika, dan
tiroiditis. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua
sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan
lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih
meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali
lebih besar daripada normal
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu
yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi
immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang
berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH.
Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya
adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH
menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda
dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid
yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar
hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga
diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar
tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin
termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang
menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek
pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari
hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal.
Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid
pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi
autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar.

6. Komplikasi
Menurut Yanti & Leniwita (2019) ada beberapa komplikasi hipertiroid, yaitu:
a. Eksoftalmus, keadaan dimana bola mata pasien menonjol benjol keluar, hal ini
disebabkan karena penumpukkan cairan pada rongga orbita bagian belakang bola
mata. Biasanya terjadi pasien dengan penyakit graves.
b. Penyakit Jantung, terutama kardioditis dan gagal jantung.
c. Stromatiroid (tirotoksikosis), pada periode akut pasien mengalami demam tinggi,
takikardia berat, derilium, dehidrasi, dan iritabilitas ekstrim. Keadaan ini merupakan
keadaan emergency sehingga penganganan lebih khusus. Faktor presipitasi yang
berhubungan dengan tiroksikosis adalah hipertiroidisme yang tidak terdiagnosis dan
tidak tertangani, infeksi, ablasitiroid, pembedahan, trauma, miokardiak infark,
overdosis obat. Penanganan pasien dengan stromatiroid adalah dengan menghambat
produksi hormon tiroid, menghambat konfersi T4 menjadi T3 dan menghambat efek
hormon terhadap jaringan tubuh. Obat-obatan yang diberikan untuk menghambat kerja
hormon tersebut diantaranya sodium ioded intravena, glococorticoid, dexamethasone,
dan propylthiouracil oral. Beta-blockers diberikan untuk menurunkan efek stimulasi
saraf simpatik dan takikardia.
Menurut Suparman (2021) Hipertiroid selama kehamilan sangat tidak
dianjurkan untuk persalinan secara normal karena dapat mengakibatkan komplikasi
yaitu:
a. Preeklamsia
b. kelahiran prematur
c. hambatan pertumbuhan
d. bahkan kematian janin
7. Pencegahan Hipertiroid
Menurut Yanti & Leniwita (2019) ada beberapa pencegaha terjadiya hipertiroid:
a. Berhenti merokok
Hal ini terjadi karena rokok mengandung zat kimia berbahaya yang bisa
menghambat kinerja organ dan jaringan, termasuk kelenjar tiroid. Zat kimia rokok
dapat menganggu penyerapan yodium yang pada akhirnya meningkatkan risiko
terjadinya orbitopathy graves atau dikenal dengan kelainan mata menonjol akibat
hipertiroid.
b. Berhenti mengkonsumsi alkohol

c. Konsumsi makanan yang menyehatkan tiroid


Untuk menjaga kesehatan kelenjar tiroid, kacang kedelai menjadi salah satu
makanan yang direkomendasi yang berupa tempe, tahu, atau susu kedelai. Selain
itu mengkonsumsi asupan selenium seperti udang, salmon, kepiting, ayam,
telur, bayam, jamur shitake, dan beras merah.
d. Cek kesehatan tiroid
Untuk mencegah terjadinya hipertiroid adalah melakukan pemeriksaan
kelenjar tiroid secara berkala, tes ini dilakukan dengan mendeteksi adanya
benjolan atau pembengkakan sekitar leher. Apabila tidak ada benjolan tetapi
ada gejal-gejala tiroid, seperti mudah berkeringat, lebih sensitif dengan panas,
siklus menstruasi dan nafsu makan berubah, segera periksakan diri ke dokter.
8. Klasifikasi Hipertiroid
Menurut Yanti & Leniwita (2019) kalsifikasi hipertiroid dapat dibedakan
berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Hipertiroid Primer: Terjadinya hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu
sendiri, contohnya:
- Penyakit grave
- Functioning adenoma
- Toxic multinodular goiter
- Tiroiditis
b. Hipertiroid Sekunder: Jika penyebab hipertiroid berasal dari luar kelenjar
tiroid,contohnya :
- Tumor hipofisis
- Pemberian hormone tiroid dalam jumlah besar
- Pemasukan iodium berlebihan
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut tawarto 2012 dalam Yanti & Leniwita (2019) pemeriksaan penunjang
hipertiroid diantaranya:
a. CT Scan tiroid
Mengetahui posisi,ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine radioaktif (RAI) diberikan
secara oral kemudian diukur pengambilan iodine oleh kelenjar tiroid.normalnya tiroid
akan mengambil iodine 5-35% dari dosis yang diberikan setelah 24 jam, pada pasien
Hipertiroid akan meningkat.
b. USG, untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid apakah massa atau
nodule.
c. ECG untuk menilai kerja jantung, mengetahui adanya takhikardia, atrial fibrilasi dan
perubahan gelombang P dan T
10. Penatalaksanaan medis
Menurut Tarwoto dalam Yanti & Leniwita (2019) tujuan pengobatan adalah untuk
membawa tingkat hormon tiroid keadaan normal, sehingga mencegah komplikasi jangka
panjang, dan mengurangi gejala tidak nyaman. Tiga pilihan pemberian obat-obatan, terapi
radioiod, dan pembedahan.
a. Obat obatan tiroid
 Propylthiouracil (PTU), merupakan obat antihipertiroid pilihan, tetapi mempunyai
efek samping agranulocitosis sehingga sebelum di berikan harus dicek sel darah
putihnya. PTU tersedia dalam bentuk tablet 50 dan 100 mg.
 Methimozole (Tapazole), bekerja dengan cara memblok reaksi hormon tiroid dalam
tubuh. Obat ini mempunyai efek samping agranulositosis, nyeri kepala, mual
muntah, diare, jaundisce, ultikaria. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 3 dan 20
mg.
 Adrenargik bloker, seperti propanolol dapat diberikan untuk mengkontrol aktifitas
saraf simpatetik. Pada pasien graves yang pertama kali diberikan OAT dosis tinggi
PTU 300-600mg/hari atau methimazole 40-45mg/hari.
b. Radioiod Terapi
Radio aktif iodin-131, iodium radio aktif secara bertahap akan melakukan sel-sel yang
membentuk kelenjar tiroid namun tidak akan menghentikan produksi hormon tiroid.
c. Bedah Tiroid
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
 Identitas pasien
 Keluhan utama Pada ibu dengan kasus post SC keluhan utama yang timbul yaitu
nyeri pada luka operasi.
 Riwayat persalinan sekarang Pada pasien post SC kaji riwayat persalinan yang
dialami sekarang.
 Riwayat menstruasi Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus
haid, lama haid, apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang terakhir.
 Riwayat perkawinan Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan, perkawinan
keberapa, usia pertama kali kawin.
 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas Untuk mendapatkan data kehamilan,
persalinan dan nifas perlu diketahui HPHT untuk menentukan tafsiran partus (TP),
berapa kali periksaan saat hamil, apakah sudah imunisasi TT, umur kehamilan saat
persalinan, berat badan anak saat lahir, jenis kelamin anak, keadaan anak saat lahir.
 Riwayat penggunaan alat kontrasepsi Tanyakan apakah ibu pernah menggunakan
alat kontrasepsi, alat kontrasepsi yang pernah digunakan, adakah keluhan saat
menggunakan alat kontrasepsi, pengetahuan tentang alat kontrasepsi.
 Pola kebutuhan sehari-hari
1. Bernafas, pada pasien dengan post SC tidak terjadi kesulitan dalam menarik
nafas maupun saat menghembuskan nafas.
2. Makan dan minum, pada pasien post SC tanyakan berapa kali makan sehari dan
berapa banyak minum dalam satu hari.
3. Eliminasi, pada psien post SC pasien belum melakukan BAB, sedangkan BAK
menggunakan dower kateter yang tertampung di urine bag.
4. Istirahat dan tidur, pada pasien post SC terjadi gangguan pada pola istirahat
tidur dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.
5. Gerak dan aktifitas, pada pasien post SC terjadi gangguan gerak dan aktifitas
oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.
6. Kebersihan diri, pada pasien post SC kebersihan diri dibantu oleh perawat
dikarenakan pasien belum bisa melakukannya secara mandiri.
7. Berpakaian, pada pasien post SC biasanya mengganti pakaian dibantu oleh
perawat. 8) Rasa nyaman, pada pasien post SC akan mengalami
ketidaknyamanan yang dirasakan pasca melahirkan.
8. Konsep diri, pada pasien post SC seorang ibu, merasa senang atau minder
dengan kehadiran anaknya, ibu akan berusaha untuk merawat anaknya.
9. Sosial, pada SC lebih banyak berinteraksi dengan perawat dan tingkat
ketergantungan ibu terhadap orang lain akan meningkat.
10. Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post partum terutama
untuk ibu dengan SC meliputi perawatan luka, perawatan payudara, kebersihan
vulva atau cara cebok yang benar, nutrisi, KB, seksual serta hal-hal yang perlu
diperhatikan pasca pembedahan. Disamping itu perlu ditanyakan tentang
perawatan bayi diantaranya, memandikan bayi, merawat tali pusat dan cara
meneteki yang benar.
2. Data fokus pengkajian Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, dalam
pengkajian ibu post sectio caesarea dengan risiko infeksi data fokus yang dikaji
adalah mengkaji faktor penyebab mengapa pasien berisiko terjadi infeksi. Menurut
Tim Pokja SDKI (2016), faktor yang dapat menyebabkan risiko infeksi adalah :
a. Efek prosedur invasif
b. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
c. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : Kerusakan integritas kulit, ketuban
pecah lama, ketuban pecah sebelum waktunya,
d. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : Penurunan hemoglobin,
imununosupresi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum ibu, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, berat badan, tinggi
badan, keadaan kulit.
b. Pemeriksaan kepala wajah:Konjuntiva dan sklera mata normal atau tidak.
c. Pemeriksaan leher:Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.
d. Pemeriksaan thorax : Ada tidaknya ronchi atau wheezing, bunyi jantung.
e. Pemeriksaan buah dada:Bentuk simetris atau tidak, kebersihan, pengeluaran
(colostrum, ASI atau nanah), keadaan putting, ada tidaknya tanda
dimpling/retraksi.
f. Pemeriksaan abdomen:Tinggi fundus uteri, bising usus, kontraksi, terdapat luka
dan tanda-tanda infeksi disekitar luka operasi.
g. Pemeriksaan ekstremitas atas: ada tidaknya oedema, suhu akral, ekstremitas
bawah: ada tidaknya oedema, suhu akral, simetris atau tidak, pemeriksaan refleks.
h. Genetalia: Menggunakan dower kateter.
i. Data penunjang Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin
(Hb), Hematokrit (HCT) dan sel darah putih (WBC).
4. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan
mayor
b. Resko pendarahan berhubungan dengan kondisi pembedahan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
5. Implementasi dan Evaluasi
a. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2004). Dalam
tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik dan
perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosesdur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta memahami tingkat
perkembangan pasien.
Pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja
aktivitas sehari-hari. Setelah dilakukan, validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual dan tehnik intervensi harus dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan
dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Yanti & Leniwita ,
2019).
b. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak (Hidayat, 2004). Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi
formatif yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah
evaluasi yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang telah
dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir adalah
evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang
dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”. Tujuan
evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan,
nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan
standar yang telah ditentukan sebelumnya (Yanti & Leniwita , 2019).

BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengalami
hipertiroid selama kehamilan tidak dianjurkan untuk melahirkan secara normal,
karena dapat mempengaruhi ibu dan janinnya sendiri

REFERENSI
Kemenkes RI. (2015). Situasi dan analisis penyakit tiroid. Info Datin.
Suparman, E. (2021). Hipertiroid dalam Kehamilan. E-CliniC, 9(2), 479.
https://doi.org/10.35790/ecl.v9i2.34907
Yanti, A., & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II. 1–323.
http://repository.uki.ac.id/2750/1/fmodulKMB2.pdf

Anda mungkin juga menyukai