Anda di halaman 1dari 22

Bab 7

HAKIKAT MENCINTAI ALLAH


SWT,KHAUF,RAJA
DAN TAWAKKAL KEPADA-NYA
Vania Damayanti (35)
Rizqita Billbina (29)
Teguh Abdi Wacaksono (32)
Mizzaluna Az Zahra (18)
Ayunda Fitria R. (07)
Moh Fahmi Mubarok (19)
Ari Kurniawan (05)
Cinta kepada Allah SWT merupakan inti dan esensi dari kehidupan spiritual
seorang
muslim. Hakikat mencintai Allah melibatkan dimensi keimanan, ketakwaan,
dan ketaatan
kepada-Nya. Sebagai makhluk yang diutus-Nya ke dunia ini, manusia
diberikan akal,
perasaan, dan fitrah yang mampu merasakan dan menghayati kehadiran-
Nya. Oleh karena
itu, mekalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang hakikat
mencintai Allah
SWT, serta mengkaji hubungan erat antara cinta tersebut dengan konsep-
konsep khauf
(takut kepada Allah), raja' (berharap kepada Allah), dan tawakkal (bertawakal
kepada
Allah).
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka rumusan masalah
yang akan
dibahas pada makalah ini antara lain :
1. Bagaimana penjelasan mengenai konsep mencintai Allah Swt
(Mahabbah)?
2. Bagaimana penjelasan mengenai konsep takut kepada Allah Swt (Khauf)?
3. Bagaimana penjelasan mengenai konsep berharap kepada Allah Swt
(Raja’)?
4. Bagaimana penjelasan mengenai konsep berserah diri kepada Allah Swt
(Tawakal)?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah :
1. Untuk Mengetahui konsep mencintai Allah Swt (Mahabbah)
2. Untuk Mengetahui konsep takut kepada Allah Swt (Khauf)
3. Untuk Mengetahui konsep berharap kepada Allah Swt (Raja’)
4. Untuk Mengetahui konsep berserah diri kepada Allah Swt (Tawakal)
Mahabbah adalah prinsipil yang menghubungkan antara
hamba dengan Tuhannya, sehingga ia patuh, tunduk,
1 membenci sikap yang menghalangi cintanya, dan sepi
hatinya dari sesuatu selain Allah SWT.

Khauf dan rajâ' merupakan dua macam obat, yang


dengan keduanya hati diobati. Keduanya adalah

2 motivator yang dapat menggerakkan dan membimbing


pada kebaikan dan ketaatan serta giat dalam
menjalankan kebaikan dan ketaatan, juga giat menjauhi
larangan, meninggalkan kejahatan dan kemaksiatan.
Cinta kepada Allah, atau yang dikenal sebagai mahabbah, memegang peran penting
dalam kerangka spiritualitas Islam. Mahabbah diartikan sebagai rasa cinta yang mendalam
dan bersumber pada pemilik keagungan, yaitu Allah SWT. Istilah ini berasal dari kata Arab
"Ahabba - Mahabbatan," yang menggambarkan cinta yang mendalam, kecintaan, atau
cinta yang jauh lebih dalam dari sekadar perasaan biasa.
Pentingnya mahabbah dalam ajaran Islam tercermin dalam konsep bahwa cinta
kepada Allah melibatkan kecenderungan hati secara total kepada-Nya. Ini berarti bahwa
perhatian dan kasih sayang terhadap Allah melebihi perhatian pada diri sendiri, jiwa, dan
harta benda. Cinta kepada Allah memiliki beberapa makna, termasuk kecenderungan hati,
kecintaan yang mendalam, dan cinta yang mengakar pada self-attitude yang tercermin
dalam tindakan sesuai dengan perintah-Nya.
Mencintai Rasulullah Mencinta Al-Quran Menjauhi dosa

Mencintai Rasulullah SAW Mencintai Al-Quran adalah


adalah pilar pertama dari tanda kedua dari mahabbah Menjauhi perbuatan dosa
tanda-tanda mahabbah (cinta) kepada Allah yang adalah tanda ketiga dari
(cinta) kepada Allah. Tidak mencerminkan kedalaman mahabbah (cinta) kepada Allah
dapat disangkal bahwa cinta hubungan spiritual dengan yang mencerminkan usaha
kepada Nabi Muhammad SAW Sang Pencipta. Al-Quran, sungguh-sungguh dalam
adalah manifestasi utama dari sebagai menjaga hubungan spiritual
keseluruhan ikatan spiritual kitab suci dalam agama Islam, dengan sang
dengan Allah SWT dalam dianggap sebagai petunjuk pencipta.Tindakan ini menjadi
ajaran Islam. Lebih dari hidup yang mengandung indikator nyata dari cinta yang
sekadar penghormatan, cinta petuah-petuah ilahi dan hikmah mendalam, karena
ini merupakan ekspresi yang mendalam. Cinta kepada seseorang yang mencintai Allah
mendalam Al-Quran bukan hanya akan berupaya sungguh-
dari kasih sayang dan sekadar keterlibatan fisik, tetapi sungguh untuk menjauhi segala
kecintaan pada ajaran serta juga ekspresi nyata dari bentuk dosa dan maksiat yang
sunnah yang diterapkan oleh keteguhan tekad untuk dapat merusak ikatan batiniah
Rasulullah. mengambil manfaat spiritual dengan-Nya.
dari wahyu Allah.
Mendahulukan perkara yang
dicintai Allah adalah tanda
keempat dari mahabbah
(cinta) kepada Allah yang
mencerminkan orientasi
hidup yang diarahkan pada
nilai-
Tak gentar menghadapi nilai-Nya.
hinaan adalah tanda kelima
dari mahabbah (cinta)
kepada
Allah yang menunjukkan
keteguhan dan keberanian
dalam mempertahankan
keyakinan
serta ketundukan kepada-
Nya.
Takut kepada Allah (Khauf) dalam Islam adalah konsep yang mencakup perasaan
takut atau khawatir akan adzab Allah. Ini merupakan aspek penting dalam ajaran Islam
dan mencerminkan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Khauf tidak hanya terbatas
pada rasa takut terhadap hukuman Allah, tetapi juga mencakup perasaan khawatir akan
azab-Nya yang dapat ditimpakan kepada manusia. pengembangan aspek spiritual dan
hubungan pribadi dengan Allah. Dalam konteks ini,
khauf menjadi salah satu aspek penting dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah,
karena perasaan takut ini mendorong seseorang untuk lebih taat dan tunduk kepada-Nya.
Dalam tasawuf, khauf selalu diimbangi oleh raja', yang merupakan harapan atau
keyakinan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Ini
mengindikasikan bahwa khauf tidak hanya bersifat menakutkan, tetapi juga mencakup
dimensi harapan akan rahmat dan ampunan Allah. Konsep raja' ini menciptakan
keseimbangan antara khauf dan harapan, yang membantu membangun hubungan yang
seimbang dengan Sang Pencipta.
Khauf thabi'i, atau takut alami, merupakan jenis khauf yang timbul sebagai
respons terhadap ketidakpastian dan rasa takut yang umumnya dialami manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Ini mencakup rasa takut terhadap berbagai ancaman dan
bahaya, seperti takut terhadap kematian, penyakit, atau musibah yang dapat
menghampiri seseorang. Meskipun khauf thabi'i bersifat alami dan menjadi bagian dari
naluri manusia untuk melindungi diri dari bahaya, dalam konteks spiritual, ia dapat
diarahkan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang ketergantungan
pada Allah.
Dalam keseharian, rasa takut terhadap bahaya fisik atau ancaman dapat
mengarahkan seseorang untuk mengambil tindakan pencegahan atau perlindungan.
Namun, dalam dimensi spiritual, khauf thabi'i dapat diartikulasikan sebagai kesadaran
akan keterbatasan dan kerentanan manusia di hadapan kekuatan Allah. Rasa takut
terhadap kematian atau musibah, misalnya, dapat menjadi pintu gerbang untuk
merenungkan makna hidup, tujuan eksistensi, dan ketergantungan mutlak pada Sang
Pencipta.
Khauf sirr, atau takut yang bersifat rahasia, adalah jenis khauf yang lebih bersifat
internal dan tidak selalu terlihat oleh orang lain. Khauf ini mencakup rasa takut
terhadap penghakiman Allah dan kesadaran bahwa Allah senantiasa menyaksikan
segala perbuatan, bahkan yang paling tersembunyi. Khauf sirr mendorong individu
untuk menjaga kebersihan hati dan niat, karena kesadaran akan pengawasan Allah
yang konstan.Rasa takut yang bersifat rahasia ini mencerminkan kesadaran
mendalam tentang
kehadiran Allah yang meliputi segala aspek kehidupan seseorang. Meskipun tindakan
atau pikiran seseorang mungkin tersembunyi dari pandangan manusia, khauf sirr
mengingatkan bahwa tidak ada yang tersembunyi dari pengawasan Allah. Ini
menciptakan kesadaran bahwa setiap tindakan, kata, dan pikiran memiliki makna dan
konsekuensi di hadapan Sang Pencipta.
Tanda-Tanda Takut Kepada Allah
Tanda-tanda takut kepada Allah (Khauf) meliputi beberapa hal, meliputi :
1) Tampak dari Ketaatannya kepada Allah
Seseorang yang memiliki khauf kepada Allah akan menunjukkan ketaatannya
kepada-Nya melalui pelaksanaan kewajiban agama, seperti shalat, puasa, dan ibadah
lainnya. Tanda ini mencerminkan kesadaran akan akuntabilitas terhadap Allah dan
upaya untuk hidup sesuai dengan ajaran-Nya.
2) Menjaga Lisan dari Perkataan Dusta
Tanda khauf juga terlihat dari kehati-hatian seseorang dalam berbicara. Individu
yang takut kepada Allah akan berusaha menjaga lisan dari perkataan dusta, fitnah, atau
omongan yang dapat menyakiti orang lain. Hal ini mencerminkan komitmen untuk
berbicara dengan jujur dan adil, sejalan dengan nilai-nilai moral Islam.
3) Menghindari Iri dan Dengki
Takut kepada Allah memotivasi seseorang untuk menghindari perasaan iri dan
dengki terhadap keberhasilan atau kebahagiaan orang lain. Tanda ini mencerminkan
kemampuan untuk bersyukur atas karunia Allah kepada orang lain dan menjauhi sifat-
sifat negatif yang dapat merusak hubungan sosial.
4) Menjaga Pandangan dari Kemaksiatan
Individu yang memiliki khauf akan menjaga pandangannya dari kemaksiatan dan
hal-hal yang tidak halal. Tanda ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya menjaga
hati dan menjauhi godaan yang dapat membawa kepada dosa. Kontrol terhadap
pandangan adalah manifestasi dari khauf yang mendalam terhadap Allah.
5) Menjauhi Makanan Haram
Khauf kepada Allah juga tercermin dalam pemilihan makanan. Seseorang yang
takut kepada Allah akan menjauhi makanan yang diharamkan dalam agama Islam. Ini
mencerminkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan rohaniah dan fisik
melalui konsumsi yang halal.
6) Menjaga Kaki dan Tangan dari Sesuatu yang Haram
Tanda khauf juga terlihat dalam tindakan nyata, seperti menjaga kaki dan tangan
dari terlibat dalam hal-hal yang diharamkan. Misalnya, menjauhi tempat-tempat yang
tidak sesuai dengan nilai agama atau menolak terlibat dalam aktivitas yang dapat
mendatangkan dosa.
Hakikat Berharap Kepada Allah (Raja’)
2.3.1 Pengertian Raja’
Pengertian Raja' dalam Islam mencakup sikap dan kepribadian yang berfokus pada
mengharap rida, rahmat, dan pertolongan Allah SWT. Raja' bukan hanya sekadar sikap
pasif, melainkan merupakan inti dari kepribadian kaum beriman yang menjalani hidup
dengan semangat berhijrah dan berjihad. Esensi dari raja' adalah menjadikan Allah
sebagai
pusat harapan dan kepercayaan, dengan tujuan utama untuk meraih keridhaan-Nya.
Raja' memiliki beberapa ciri-ciri yang mencerminkan kedalaman iman dan
kepercayaan seseorang terhadap Allah. Pertama, seseorang yang memiliki sikap raja'
tidak
mudah putus asa, melainkan selalu mengharapkan rahmat Allah dalam setiap situasi.
Sikap
ini mencerminkan keyakinan bahwa Allah adalah Maha Penyayang dan Maha Pengampun
yang senantiasa siap memberikan pertolongan kepada hamba-Nya.
Macam-Macam Raja’
Terdapat berbagai macam raja' yang menjadi landasan sikap mengharap rida, rahmat,
dan pertolongan Allah SWT bagi seorang muslim. Berikut penjelasan yang lebih
mendalam untuk setiap tanda-tanda raja':
1) Raja' kepada Allah dalam Segala Hal
Seseorang yang memiliki raja' kepada Allah tidak hanya berorientasi pada urusan
akhirat, tetapi juga memperhatikan aspek dunia. Sikap ini membentuk karakter yang
terus-menerus berusaha untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas hidup, dan
mencapai kebahagiaan sejati. Mereka selalu berusaha mendapatkan ridha Allah dalam
segala tindakan dan keputusan.
2) Raja' kepada Allah dalam Meminta Pertolongan dan Perlindungan
Sikap raja' dalam meminta pertolongan dan perlindungan menekankan
ketergantungan sepenuhnya kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan. Individu
yang memiliki raja' ini menyadari bahwa kekuatan sejati berasal dari Allah, dan mereka
selalu memohon bimbingan-Nya dalam menghadapi segala tantangan.
3) Raja' kepada Allah dalam Meminta Ampunan
Sikap ini menciptakan kesadaran mendalam akan dosa dan kesalahan yang
dilakukan. Seseorang yang memiliki raja' kepada Allah selalu merenungkan perbuatan
buruknya dan dengan rendah hati meminta ampunan-Nya. Mereka yakin bahwa Allah
adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Cara menumbuhkan sikap raja' (berharap kepada Allah) dalam Islam dapat
diwujudkan melalui beberapa langkah konkrit, yang mencakup aspek spiritual,
pengetahuan, dan perilaku. Berikut adalah cara-cara tersebut:
Muhasabah atas Nikmat-Nikmat Allah SWT
Melalui muhasabah atau introspeksi diri atas nikmat-nikmat Allah, seseorang dapat
mengembangkan sikap raja'. Ini melibatkan pengakuan dan rasa syukur atas setiap
karunia yang diberikan Allah. Ketika hati dipenuhi dengan rasa syukur, sikap raja' akan
tumbuh karena pemahaman akan keagungan Allah.
Mempelajari dan Memahami Al-Quran
Al-Quran sebagai petunjuk utama dalam Islam menjadi sumber ilmu dan hikmah.
Dengan mempelajari dan memahami Al-Quran secara mendalam, seseorang dapat
menanamkan sikap raja'. Firman Allah memberikan panduan hidup dan pemahaman
yang mendalam tentang kebijaksanaan-Nya.
Pengertian Tawakal
Tawakal, yang berasal dari kata "wakkala,"
mencerminkan sebuah konsep dalam
Islam yang mengajarkan untuk berusaha sekuat tenaga,
namun pada akhirnya
menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT. Arti tawakal
tidak sekadar sebatas penyerahan
hasil, melainkan juga mencakup kepercayaan, keyakinan,
dan ketergantungan yang
sepenuhnya kepada Allah. Ini adalah bentuk kesadaran
spiritual yang mendalam yang
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tawakal kepada Allah memiliki nuansa yang beragam,
mencakup Jalbun Nafi
(Usaha untuk Mendatangkan Manfaat), Qotul Adza
(Menghilangkan yang Merugikan),
dan Daf'ul Madarat (Menolak yang Merusak).
1) Jalbun Nafi (Usaha untuk Mendatangkan Manfaat)
Tawakal kepada Allah memiliki manfaat yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, di
antaranya:
1) Tercukupinya semua keperluan
2) Mudah untuk bangkit dari keterpurukan
3) Tidak bisa dikuasai oleh setan
4) Memperoleh nikmat yang tiada henti
5) Menghargai hasil usaha
Berdasarkan materi yang sudah kita jelaskan, dapat disimpulkan bahwa makalah ini
menggambarkan secara holistik hakikat hubungan manusia dengan Allah SWT melalui
konsep mencintai Allah, Khauf, Raja', dan Tawakkal. Mencintai Allah tidak hanya sebatas
perasaan, melainkan melibatkan tindakan konkret dalam memperkuat ikatan spiritual
dengan Sang Pencipta. Tanda-tanda Khauf mengajarkan manusia untuk takut akan
hukuman
Allah, namun juga mencakup harapan dan keyakinan akan kasih sayang-Nya. Konsep Raja'
membawa sikap optimis dan kepercayaan penuh kepada Allah dalam berbagai aspek
kehidupan. Sementara itu, Tawakkal menjadi puncak dari usaha manusia, di mana segala
upaya dan doa disertai dengan keyakinan sepenuhnya kepada Allah.
sekian presentasi yang bisa saya
sampaikan,maaf apabila presentasi saya
kurang sempurna karena kesempurnaan
hanya milih Allah semata,wassalamualaikum

Anda mungkin juga menyukai