ABSTRAK
Penulisan yang dimulai dengan adanya manuskrip yang baru dikenal dan
awam di masyarakat yaitu peninggalan K.H. Wongso Dimejo (selanjutnya
disingkat Manuskrip MAKWD) yang tersimpan dikediaman bapak Sukandar
Makali di dusun Pirikan, desa Pejagan, Kecamatan Secang, kabupaten Magelang.
Penulis menitikberatkan penelitian ini pada dua rumusan masalah, yaitu; Pertama,
penggunaan rasm pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang, dan Kedua, rasm
ayat Gh ar i bul Qur’a n pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang. Kata G
h ar i bul Qur’a n merupakan isim sifat dari kata gh ara ba - yaghribu - gh amuḍa (
َغ ُمْو َض- )َغ َر اَب – َيْغ ِرُبyang artinya sulit atau asing. Berdasarkan qira ' at Imam
‘Asim riwayat Imam Hafs, ayat Gh ar i bul Qur’a n ada lima macam didalam Al-
Qur’an yaitu sakta h, imala h, tashil, isyma m, badal, naq l. Untuk mengetahui
pernaskahan dari manuskrip dibutuhkan ilmu filologi, dengan kajian rasm mushaf
dapat teridentifikasi mengenai rasm yang digunakan serta dapat tahu dari tahap ke
tahap penulisan kitab suci agama islam pada masa itu. Objek penelitian ini yaitu
Manuskrip MAKWD Secang, Magelang, dan termasuk penulisan yang kualitatif
berbasis library research dan field research, dengan teknik analisis deskriptif.
Hasilnya penulisan ini membuahkan hasil yaitu, rasm pada Manuskrip MAKWD
Secang, Magelang memakai rasm yang beraneka ragam atau biasa disebut
campuran antara lain u ṡ mani dan rasm imla ' i . Kedua, tidak ditemukan tanda
khusus untuk ayat Gh ar i bul Qur’a n pada Manuskrip MAKWD Secang,
Magelang, sebagaimana yang ditemukan pada kitab suci agama orang islam yaitu
Al-Qur’an dengan kriteria Kementerian Agama R.I., Mushaf Standar Madinah,
dan Mushaf Standar Menara Kudus.
Kata Kunci: Manuskrip, K.H. Wongso Dimejo, Filologi, Rasm, dan Ayat
1
Gh ar i bul Qur’a n.
2
PENDAHULUAN
Manuskrip adalah suatu peninggalan atau buah tangan dari orang terdahulu
yang memiliki budaya ataupun sejarah bisa berupa tulisan, aksara jawa, mushaf Al-
Qur’an, ataupun yang lainya. Di bahasa Latin, kata manuskrip artinya written by
hand atau tulisan tangan. Oman Fathurrahman, beliau menerangkan bahwasanya
manuskrip itu bisa diangap sebagai naskah dimana sebuah informasi atau pelajaran
budaya masa yang terdahulu yang asalnya itu ada pada suatu dokumen yang asli
ditulis oleh tangan manusia.
Pengertian dari kitab suci umat islam ialah petunjuk bagi umat yang
dijatuhkan oleh tuhan yaitu Allah SWT melalui perantara malaikat dan Rasulnya.
dan sebagai sumber hukum tertinggi dalam Islam, serta keasliannya dapat
dipertanggung jawabkan. Pada zaman dahulu zaman rasulullah kitab suci agama
islam belum berupa tulisan seperti mushaf karena ayat ayatnya langsung dihafalkan
walaupun ada beberapa para sahabat yang mengikuti arahan dari Rasaululloh untuk
menuliskanya. Para shaabat menuruti arahanya dengan menuliskanya secara
berbeda beda di berbagai tempat penulisan seperti potongan kayu, kulit binatang,
pelepah kurma, dan lain-lain.
Walaupun pada taun jayanya Abu Bakar al-Ṣiddiq r.a yang mengawali
kegiatan penulisan kitan suci umat islam tetapi kegiatan proses tersebut dilanjutkan
dengan kegiatan yang baru pada masa ‘Uṡmān bin ‘Affān r.a. ditambahkan dengan
beberapa kaidah untuk menulisnya, kemudian disatukan menjadi kitab Al-Qur’an
kemudian berbagi kebeberapa wilayah. Pembuatan kitab suci agama islam di
Nusantara dilakukan secara manual dan mengikuti perkembangan zaman dan meng
yaitu menyalin dengan menulis dengan hasil karya sendiri yantu dari tangan ke
tangan..
Salah satu peninggalan sejarah yang bersangkutan dengan kitab suci agama
islam yang berada di nusantara berada di simpah rapih oleh K.H. Wongso Dimejo
(selanjutnutanya disingkat MAKWD) yang tersimpan di kediaman bapak Sukandar
Makali Secang, Magelang, beliau merupakan ahli waris generasi ke 2 dari K.H.
Wongso Dimejo. Berdasarkan penelusuran awal, ditemukan informasi bahwa
Manuskrip MAKWD Secang, Magelang tersebut pada zaman dahulu difungsikan
sebagai media pengajaran dan pembelajaran Al-Quran oleh K.H. Wongso Dimejo
3
yang diikuti oleh warga yang berasal dari tiga dusun yaitu dusun Kebanan,
Ngemplak, dan Pirikan. Akan tetapi, kitab suci agama islam tersebut sudah tifak
dipakai untuk pembelajaran karena sudah banyak kekurangan ataupun
ketidaksempurnaan fisik dari kitab suci agama islam tersebut.
Melihat pentingnya penelitian terhadap mushaf, maka sangat dibutuhkan
kesadaran kita untuk mengetahuinya, sedangkan ada ilmu yang sangat cocok untuk
mempelajari ini yaitu ilmu filologi.Pendekatan filologis terhadap Al-Qur'an dalam
hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seluk-beluk proses penyalinan teks Al-
Qur'an pada masa lalu. Ini merupakan tekstologi Adapun kodikologi Fokusnya
yaitu pada hal hal dalam teks saja (tekstologi), yaitu tentang pernaskahan, serta
rasm mushaf secara umum dan rasm ayat Gh aribul Qur’a n yang digunakan dalam
mushaf tersebut.
Untuk mengetahui pernaskahan dari manuskrip maka dibutuhkan ilmu
filologi, karena filologi berusaha mengungkapkan budaya suatu bangsa dalam
bentuk tulisan, yang mana tulisan merupakan bentuk ungkapan pikiran dan
perasaan dari sang penulis. Dengan filologi, peneliti dapat menemukan informasi
tentang masa lalu yang tersimpan dalam peninggalan teks. Filologi inilah yang akan
mengungkap keaslian dari salinan naskah tersebut dan juga mengungkap fungsi
peninggalan tulisan tersebut dalam suatu masyarakat.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian filologi, terdapat beberapa metode yang bisa digunakan.
Diantara metode dalam metode penelitian filologi adalah metode intuitif, metode
objektif, metode gabungan, metode landasan tunggal, dan metode edisi naskah
tunggal. Dari beberapa metode yang telah disebutkan, penulis menggunakan metode
edisi naskah tunggal, karena fokus penelitian hanya pada satu naskah. Salah satu cara
yang ditempuh dari metode edisi naskah tunggal yaitu edisi diplomatik. Penelitian
terhadap Manuskrip MAKWD Secang, Magelang menggunakan edisi diplomatik
dikarenakan manuskrip tersebut asli tanpa campur tangan dari pihak editor.
Penelitian terhadap Manuskrip MAKWD Secang, Magelang termasuk dalam
penelitian lapangan (Field Research). Hal ini dikarenakan sumber primer yang
dipakai dalam penelitian ini berasal dari hasil observasi, wawancara, dan
4
dokumentasi langsung selama melakukan penelitian. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan menggunakan metode analisis,
dikarenakan bahasan penelitian ini berpusat pada karakteristik mushaf, serta
penggunaan rasm pada ayat gh aribul qur’a n, maka pendekatan yang cocok untuk
digunakan adalah pendekatan tekstologi, ilmu rasm, dan ilmu tajwi d.
5
Setelah dilakukan pertimbangan, K.H. Wongso Dimejo menyetuji persyaratan yang
diberikan oleh kyai.
Oleh K.H. Wongso Dimejo, Mushaf tersebut difungsikan sebagai media
pengajaran dan pembelajaran yang dilakukan disebuah langgar yang diikuti oleh
warga yang berasal dari tiga dusun yaitu dusun Kebanan, Ngemplak, dan Pirikan.
Saat ini Manuskrip MAKWD Secang, Magelang dalam kondisi yang sudah
tidak lengkap, sampulnya sudah tidak ada, manuskrip yang masih tersisa yaitu 278
lembar dari total 330 lembar. Manuskrip MAKWD Secang, Magelang, tersebut oleh
bapak Sukandar Makali dibungkus dengan kain berwarna putih berlapis dua,
kemudian dibungkus lagi dengan plastik bening, kemudian disimpan didalam lemari
kamar, berdasarkan penuturan dari bapak Sukandar Makali, beliau mempersilahkan
bagi siapa saja yang ingin melakukan penelitian terhadap manuskrip tersebut, baik
dari perseorangan atau lembaga pemerintah, dengan catatan tetap meneliti di
kediaman beliau, karena manuskrip tersebut tdak diperkenankan untuk dipinjam atau
pindah tempat.
Berikut merupakan aspek tekstologi pada Manuskrip MAKWD Secang,
Magelang.
1. Corrupt
Corrupt adalah kesalahan dalam sebuah naskah baik karena disengaja atau
tidak. Kesalahan-kesalahan tersebut biasanya terjadi karena salah baca atau
kurang teliti sehingga menyebabkan beberapa huruf berkurang. Selain itu
kesalahan dalam naskah bisa terjadi karena naskah yang sudah lapuk.
Adapun corrupt yang terjadi pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang
sebagai berikut:
a. Kondisi Manuskrip yang Corrupt
Pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang, tidak ditemukan
nomor halaman pada setiap lembar mushaf, ditemukan corrupt berupa dua
lembar halaman kosong, yaitu diantara Q.S. Al-Kahfi ayat 6 -7. Akan tetapi,
bagian kosong tersebut tidak berpengaruh terhadap manuskrip, dikarenakan
tidak ada ayat yang terlewatkan penulisannya, dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa lembaran kosong tersebut sebagai tanda pertengahan mushaf
Al-Qur’an. Selain itu, ditemukan juga lembaran mushaf yang sudah rusak
6
termakan rayap. Kerusakan paling parah mulai dari awal juz 25 sampai juz
27, yaitu Q.S. Al-Jumu’ah yang tersisa 1/4 bagian mushaf saja.
b. Kondisi Manuskrip yang Utuh
Pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang, ditemukan bagian
mushaf yang masih utuh sejumlah 230 lembar
c. Manuskrip corrupt dan tidak bisa terbaca
Pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang, tidak ditemukan
manuskrip yang sudah tidak bisa terbaca, semua mushaf yang tersisa dapat di
baca meskipun tidak seluruhnya dalam satu lembar dalam kondisi utuh.
d. Manuskrip corrupt dan bisa terbaca
Jumlah manuskrip yang corrupt dan bisa terbaca sejumlah 48 lembar
e. Manuskrip yang hilang
Pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang, ditemukan adanya
bagian manuskrip yang hilag karena faktor alam (pelapukan), bagian yang
hilang tersebut sejumlah 52 lembar.
f. Manuskrip yang Masih tersisa
Setelah dilakukan perhitungan terhadap Manuskrip MAKWD Secang,
Magelang, diketahui bahwa jumlah manuskrip yang masih tersisa yaitu 278
lembar dari total keseluruhan 330 lembar.
2. Rasm Pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang
a. Rasm Uṡmāni
Contoh kaidah rasm uṡmāni pada Manuskrip MAKWD Secang,
Magelang yaitu:
Pada penggalan ayat diatas terdapat lafaż َاْو ِلَي اُءditulis dengan
menambahkan wa wu pada isim jama’, lafaż ِفىditulis dengan ali f maqsurah
(huruf ya ' tanpa titik), lafaż َاَاْلْر ُضhamzah diawalan lafalzd bertemu alif ziy
7
a dah maka ditulis ali f , lafaż َو اَّلِذ ْيَن, yaitu kaidah membuang salah satu dari
huruf la m .
b. Rasm Imla ’i
Contoh kaidah rasm imla ’i pada Manuskrip MAKWD Secang,
Magelang yaitu:
aw
Pada ayat diatas, lafaż َاْلَح يوُةditulis dengan huruf w u , lafaż َأَيٌةditulis
dengan hamzah diawal kalimat, lafaż ُهَّللَاberḥaraka t fatḥah miring, lafaż َم ْن
َيَش اُءditulis dengan ḥaraka t panjang, lafaż َاَّلِذ ْيَنditulis dengan membuang
salah satu huruf la m, dan bertasydid, dan lafaż َو َيْهَد ْيditulis dengan huruf y
a ' diakhir kalimat.
3. Rasm Ayat Gha ri b ul Qur’a n Pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang
Gha ri b ul Qur’a n merupakan suatu istilah yang erat kaitannya dengan
ketentuan melafalkan kitab suci agama islam atau identik dengan qira ’at dan
tajwi d . Makna lain dari Gha ri b ul Qur’a n yaitu kata kata atau lafal yang sulit
8
ditemukan dalam kitab suci agama islam. Tetapi tidak terkecoh oleh aspek qira
’at, namun terhadap jenis rasm pada ayat Gha ri b ul Qur’a n Manuskrip
MAKWD Secang, Magelang. Hal tersebut dikarenakan tidak ditemukan tanda
atau simbol khusus pada ayat-ayat Gha ri b ul Qur’a n sebgaimana sering kita
temukan pada mushaf standar yang digunakan di Indonesia.
Berikut ini penjelasan mengenai rasm ayat-ayat Gha ri b ul Qur’a n pada
Manuskrip MAKWD Secang, Magelang:
1. Saktah
Pengertian saktah menurut bahasa dan istilah jika digabungkan maka
dapat diambil kesimpulkan sebagai berikut: berhenti atau diam sebentar, kira-
kira 1 ali f sambil mengambil nafas, durasi berhenti diperkirakan satu alif ,
dan berniat meneruskan bacaan setelahnya..
Berikut bacaan saktah pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang:
a. Q.S. Al-Kahfi ayat 1-2
Ayat Gha ri b ul Qur’a n pada. Al-Kahfi ayat 1-2 yaitu pada lafal
ِع َو ًجا َقِّيًم اterdapat tanda berupa spasi yang lebih renggang daripada ayat
yang lain, yaitu diakhir ayat 1 dan awal ayat 2, sebagai isyarat bacaan
saktah.
b. Q.S. Ya si n (36): 52
Ayat Gha ri b ul Qur’a n pada Q.S. Ya si n (36): 52 yaitu pada lafal ِم ْن
9
َم ْر َقِد َنا َهَذ اPada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang tidak ditemukan
tanda / simbol yang menunjukkan bacaan saktah pada. Al-Kahfi ayat 1-2,
jika dibandingkan tiga kitab suci agama islam Standar, masing-masing
mushaf tersebut terdapat tanda simbol pada bacaan saktah, seperti pada
kitab suci agama islam standar kemenag bacaan saktah ditandai dengan
lafal saktah yang ditulis kecil (َࣝ ), Pda kitab suci agama islam Standar
Madinah, ayat yang dibaca saktah ditandai dengan huruf si n (ۜ) terletak
pada bagian atas lafal, dan pada kitab suci agama islam Menara Kudus
ditandai dengan saktah kecil yang terletak didepan bagian bawah lafaż ( ࣝ
).
b. Ima lah
Imala h menurut bahasa berasal dari lafaż ama l a-yamilu-ima latan
yang artinya memiringkan atau membengkokan, sedangkan menurut istilah
yaitu memiringkan ḥaraka tfatḥah kepada ḥaraka t kasrah atau
memiringkan huruf ali f kepada huruf ya ’. Menurut qira ' at Imam ‘Aṣi m
riwayat Imam Hafs, didalam Al-Qur’an hanya terdapat satu lafal yang
dibaca Ima lah yaitu pada Q.S. Hud (11): 41. Pada Manuskrip MAKWD
Secang, Magelang, bacaan Imala h masih dapat terbaca dengan jelas, akan
tetapi kondisinya berbeda dengan Muhaf kitab suci agama islam Standar
digunakan masyarakat pada umumnya, terutama dari kaidah penulisan dan
simbol bacaan Imala h.
Berikut bacaan Imala h pada Manuskrip MAKWD Secang,
Magelang:
Ayat Gha ri b ul Qur’a n Q.S. Hud (11): 41, yaitu pada lafaż َم جِر ْيَها
Pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang tidak ditemukan simbol
untuk bacaan Imala h. Pada Mushaf Standar, umumnya terdapat simbol
untuk ayat yang dibaca Imala h, seperti pada kitab suci agama islam
Standar Kementerian Agama Republik Indonesia dan kitab suci agama
10
islam Menara Kudus menggunakan lafal Imala h ( )امالةyang ditulis kecil
miring, letaknya bawah kalimat ( )َم ۡج ڔٰى َهاdan pada kitab suci agama islam
standar Madinah dengan titik hitam kecil di bawah huruf ra ()َم ۡج ڔٰى َها.
Selain tidak ditemukan simbol pada bacaan Imala h, perbedaan yang
lain yaitu dari segi hara kat, yaitu pada Manuskrip MAKWD Secang,
Magelang menggunakan hara kat kasrah pada huruf ra ( )ِر, sementara
pada kitab suci agama islam yang disebutkan diatas,semuanya
menggunakan berḥaraka t fatḥah, baik fatḥah berdiri maupun fatḥah
miring.
c. Isyma m
Isyma m artinya mencampurkan ḥaraka t ḍammah pada ḥaraka t suku
n dengan memoncongkan bibir atau mengangkat dua bibir. Gha ri bul Qur’
a n kitab suci agama islam K.H. Wongso Dimejo, Secang, Magelang Q.S.
Yusuf (12): 11, yaitu pada lafal اَل َتْأَم َّنا.
Ditinjau dari kaidah penulisaannya, lafal اَل َتۡأ َݥ َّن اpada Manuskrip
MAKWD Secang, Magelang, sama dengan kitab suci agama islam standar
kemenag, kitab suci agama islam Standar Madinah, dan kitab suci agama
islam Menara Kudus, yang membedakannya hanya dari segi simbol saja.
Pada kitab suci agama islam standart kemenag, ayat yang dibaca Isyma
m diberi pertanda berupa lafal Isyma m ditulis kecil dan miring yang
terletak dibagian bawah bacaan tersebut ()اَل َتْأَم َّن ا, dan kitab suci agama
islam standar madinah berupa titik hitam kecil diatas huruf mi m ()اَل َتۡأ َݥ َّن ا.
Akan tetapi pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang tidak ditemukan
simbol khusus. Jika ditinjau dari segi penggunaan rasm, maka lafal ()اَل َتْأَم َّنا
termasuk jenis rasmu ṡ ma ni yang mengikuti kaidah hamza h, yaitu:
penulisan hamza h berharaka t di tengah kalimat.
c. Tashi l
Dalam istilah Ilmu tajwid, pengertian tashi l adalah membunyikan
11
suara hamza h di antara hamzah dan alif dengan maksud meringankan
hamza h, artinya suara yang keluar bukan murni hamzah, juga bukan murni
ali f. Tashil dikaitkan dengan hamzah waṣal dan hamzah istifha m. istifha m
adalah hamzah yang digunakan untuk kalimat pertanyaan. Letak hamza h
istifha m, selalu berada di depan dengan penulisan disambung dengan
kalimat setelahnya.
Bacaan tashil pada Manuskrip MAKWD Secang, Magelang ditulis
dengan kaidah sebagai berikut:
12
Huruf sin pada lafaż diatas ditulis dengan tanpa huruf ṣa d diatasnya.
Jika dibandingkan dengan tiga kitab suci agama islam yang biasa, maka
pada kitab suci agama islam dari kemenag ditulis َبۡۜص َطًة, yaitu dengan
menulis huruf sin diatas huruf ṣa d . Pada kitab suci agama islam Standar
Madinah tertulis َبۡۜص َطًۖة, sama seperti yang terdapatkitab suci agama islam
dari kemenag, yaitu dengan menulis huruf si n diatas huruf ṣa d . Dan pada
kitab suci agama islam Menara Kudus tertulis ۚ َبْص َطًةdan terdapat lafaż (يقرأ
)بالسينyang ditulis kecil miring dibawah kalimat sebagai isyarat bacaan
badal.
Berdasarkan ayat Gha ri b ul Qur’a n diatas, disimpulakan bahwa
pembelajaran Al-Qur’an menggunakan Manuskrip MAKWD Secang, Magelang
pada zaman dahulu merupakan pembelajaran langsung pada praktek, belum
diajarkan teori ilmu tajwi d. Sehingga masyarakat yang belajar dengan K.H.
Wongso Dimejo, Secang, Magelang belum diperkenalkan teori tata cara
melafalkan kitab suci agama islam sesuai peraturan atau tata cara yang di
ajarkan.
KESIMPULAN
1. Setelah dilakukan perhitungan terhadap Manuskrip MAKWD Secang, Magelang,
diketahui bahwa jumlah manuskrip yang masih tersisa yaitu 278 Lembar dari total
330 Lembar, dengan definisi sebagai berikut: Jumlah manuskrip yang utuh 230
lembar, manuskrip yang corrupt dan masih bisa dibaca 48 lembar, dan manuskrip
yang hilang 52 lembar.
2. Pembelajaran Al-Qur’an menggunakan Manuskrip MAKWD Secang, Magelang
pada zaman dahulu belum diperkenalkan tentang teori ilmu tajwid atau kaidah Gh
a ri b ul Qur’a n , akan tetapi langsung pada praktek melafalkan kitab suci agama
islam, kegiatan itu nyata ketika tidak ditemukannya tanda khusus pada ayat Gha r
i b ul Qur’a n . Manuskrip tersebut ditulis memakai dua tipe rasm, yaitu model
rasm uṣmani dan rasm imla ’i. Untuk ayat Gha ri b ul Qur’a n pada Manuskrip
MAKWD Secang, Magelang hanya ditemukan satu tanda khusus yaitu berupa
spasi yang lebih renggang dari pada ayat yang lain, yaitu terdapat pada surah
kahfi 1-2 (diakhir ayat 1 dan awal ayat 2).
13
14
DAFTAR PUSTAKA
15