Anda di halaman 1dari 32

Tabel II.2.

Process FMEA Severity Evaluation Criteria

Rating Severity/Dampak Kriteria

Katastropik, membahayakan pelanggan


10 tanpa peringatan. Pelanggaran terhadap
Kegagalan untuk Memenuhi hukum dan undang-undang.
Persyaratan Keselamatan dan / Membahayakan pelanggan dengan
atau Regulasi peringatan.
9

Kerugian total. 100% produk mungkin


8 Gangguan Utama
harus dibuang atau pabrik mati/shut down.
Kritis. Menurunkan loyalitas pelanggan,
Dampak buruk terhadap operasi. Sebagian
7 Gangguan yang signifikan
dari proses produksi mungkin harus
dibatalkan.
Mengakibatkan keluhan pelanggan
(complain), pengembalian atau perbaikan
6
produk. Peningkatan terhadap biaya
Gangguan Moderate
produksi (akibat pengerjaan ulang).

5 Produktivitas pelanggan berkurang.

4 Pelanggan kecewa karena kinerja yang


menurun.
Gangguan Moderate
3 Pelanggan sedikit terganggu akibat kinerja
yang berkurang.
Pelanggan akan memperhatikan
dampak/pengaruh. Sedikit
2 Gangguan Kecil
ketidaknyamanan pada proses, operasi, atau
operator.
1 Tidak Berdampak Pengaruh tidak signifikan.
(sumber : The Six Sigma Handbook, 2003)

28
2.6.2.2 Occurrance Assessment

Ocuurance menujukkan tingkat kemungkinan kegagalan. Penilaian ini

ditujukan untuk mengetahui seberapa sering frekuensi suatu moda kegagalan dalam

proses produksi terjadi. Occurance dinilai berdasarkan data statistik dari produksi

dengan formula sebagai berikut:

∑ 𝐒𝐐
𝐈𝐨 = ∑ 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
𝐏𝐐

Keterangan :

Io = Indexs Occurrence
∑ 𝑆𝑄 : Jumlah scrap (non-qualified product)
∑ 𝑃𝑄 : Jumlah produk yang sesuai spesifikasi

Tabel II.3.
Process FMEA Occurrence Evaluation Criteria
Kemungkinan Kriteria: Terjadinya Penyebab
Rank
Failure (Incidents per item)
Sangat Tinggi
(Hampir selalu > 100 Per 1000 10
terjadi) > 1 dalam 10
50 Per 1000
9
1 dalam 20
20 Per 1000
8
1 dalam 50
Tinggi

10 Per 1000
7
1 dalam 100

29
Kemungkinan Kriteria: Terjadinya Penyebab
Rank
Failure (Incidents per item)
2 Per 1000
6
1 dalam 500
0.5 Per 1000
Sedang 5
1 dalam 2000
0.1 Per 1000
4
1 dalam 10000
0.01 Per 1000
3
1 dalam 100000
Rendah
< 0.001 Per 1000
2
1 dalam 1000000
Sangat Rendah Failure Diatasi Dengan Preventif Control 1
(sumber : The Six Sigma Handbook, 2003)

2.6.2.3 Detection Assessment

Detection menunjukkan tingkat kemungkinan lolosnya penyebab kegagalan

dari sistem kontrol yang sudah dipasang. Levelnya dari range 1-10, dimana angka

1 menunjukkan kemungkinan untuk lewat dari kontrol (pasti terdeteksi) sangat

kecil, dan 10 menunjukkan kemungkinan untuk lolos dari kontrol (tidak terdeteksi)

adalah sangat besar. Penilaian ini berkaitan dengan seberapa besar kemampuan

sistem eksisting untuk mendeteksi adanya suatu moda kegagalan yang dapat

menyebabkan defect pada produk sebelum dikirim ke pelanggan. Dalam penelitian

ini penilaian deteksi ditentukan dari detection rank table (Tabel II.4) berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman responden.

30
Tabel II.4.
Process FMEA Detection Evaluation Criteria
Kriteria
Rank Kemungkinan Deteksi
Kemungkinan Deteksi oleh Kontrol Proses

Tidak ada kontrol proses saat ini; Tidak dapat


10 Hampir Tidak Mungkin
mendeteksi atau tidak dapat dianalisis.

Mode Kegagalan dan / atau Error (Penyebab) Sangat kecil kemungkinan


9
tidak mudah di deteksi. dideteksi

Kegagalan di deteksi melalui sarana visual /suara Kecil kemungkinan


8
atau indera yang lain dideteksi

Kegagalan di deteksi melalui sarana visual / Sangat rendah


suara/ indera perasa atau post processing melalui 7
penggunaan bantuan alat.

Failure Mode deteksi post-processing melalui


6 Rendah
penggunaan variable di Control Room.

Kegagalan Mode atau penyebab kesalahan


dideteksi di control room oleh operator melalui
Sedang (Mungkin terdeteksi
penggunaan variabel kontrol otomatis di control
5 sebelum mencapai
room yang akan mendeteksi bagian yang tidak
pelanggan).
sesuai dan memberi tahu operator (lampu,
buzzer, dll.).

31
Kriteria Rank Kemungkinan Deteksi

Failure Mode mendeteksi post-processing oleh


Tinggi Sedang
kontrol otomatis yang akan mendeteksi bagian
4 (Kemungkinan kecil sampai
yang tidak sesuai untuk mencegah pemrosesan
pelanggan tanpa deteksi).
lebih lanjut.

Failure Mode dideteksi di control room oleh


Tinggi
kontrol otomatis yang akan mendeteksi bagian
(Sangat kecil kemungkinan
yang tidak sesuai dan secara otomatis mengunci 3
sampai pelanggan tanpa
bagian tersebut untuk mencegah pemrosesan
deteksi)
lebih lanjut.
Penyebab Kesalahan deteksi control room oleh
Sangat Tinggi (Hampir tidak
kontrol otomatis yang akan mendeteksi
2 mungkin sampai pelanggan
kesalahan dan mencegah pembuatan bagian
tanpa deteksi)
yang tidak sesuai.
Pencegahan kesalahan sebagai hasil
Hampir Pasti
perancangan kemampuan alat atau part design.
1 (Tidak mungkin sampai
Bagian yang tidak sesuai tidak ada karena item
pelanggan tanpa deteksi)
telah terbukti dengan desain / desain produk.
(sumber : The Basic of FMEA, Mc Dermot, 2009)

2.6.2.4 Risk Priority Number

Risk Priority Number (RPN) menunjukkan skala prioritas dari suatu jenis

moda kegagalan. RPN atau lebih tepatnya RPNreal didapat dengan mengalikan tiga

faktor yaitu severity, Occurance, dan detection (S × O × D) untuk setiap jenis

kegagalan.

32
Disamping menghitung RPNreal, untuk mendapatkan persentase

performance process yield yang dapat dikonversei menjadi nilai sigma performance

level juga perlu dilakukan perhitungan RPNteoritis. RPN teoretis ini menunjukkan

ruang lingkup Proses atau nilai maksimal dari RPN Real.

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai sigma performance level, dihitung

terlebih dahulu persen RPNReal menggunakan persamaan sebagai berikut:

∑ 𝑹𝑷𝑵𝒓𝒆𝒂𝒍
%𝑹𝑷𝑵𝒓𝒆𝒂𝒍 = ∑ 𝑹𝑷𝑵𝒕𝒆𝒐𝒓𝒊𝒕𝒊𝒔
𝒙𝟏𝟎𝟎%

Dimana :

∑ 𝑅𝑁𝑃𝑟𝑒𝑎𝑙 : Penjumlahan dari RPNreal dari setiap produk

∑ 𝑅𝑁𝑃𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 : Penjumlahan dari RPNteoritis dari setiap produk

Setelah mengetahui % RPNreal, kemudian dilakukan perhitungan untuk

mendapatkan persentase performance process yield dengan menggunakan

persamaan :

%PY = 100% - %RPNPreal

Dengan mengetahui %PY, selanjutnya kita dapat mengkonversiinya

menjadi nilai sigma performance level menggunakan acuan sigma performance

scale pada Tabel II.5. Nilai ini menunjukkan baseline kinerja proses produksi saat

ini ada pada level sigma berapa.

33
Tabel II.5. Lembar Kerja Perhitungan Sigma Performance Level
Production
Route Measure
Failure Classifier Failure Mode & Effect Analysis

Theoritical RPN (RPN Theoritical)


and percent per process 100%
Operasi
Real Risk Priority

Occurrence (O)

Detection (D)
Severity (S)
Failure Group Failure Cause Number (RPNReal )

BOM Level
Operation
Failure
Peralatan

Prosedur

Proses

Personil

Training

Management

Faktor Eksternal

RPNReal Per Process


RPNReal Percent Per Process
Process Yield
PSPL

34
Tabel IV.6.
Occurrence Rating Defect Aluminium fluorida
Defect Occurrence
No Operasi Io
(Ton) Rating
1 BE1. Temperatur bahan baku tidak sesuai 81 0,68% 6
2 BE2. Weigher tidak akurat 28 0,24% 6
3 BE3. E-3101 bocor 85 0,72% 6
4 BE4. Hopper Bahan Baku AL(OH)3 buntu/scalling 19 0,16% 5
5 BP1. Interval Pengecekan Al(OH)3 terbatas 38 0,32% 6
6 RD1. Adjustment Formula masih manual 100 0,84% 6
7 RP1. Parameter reaksi masih terbatas pH 57 0,48% 6
8 RE1. Filter cloth sobek 52 0,44% 6
9 RE2. Reaktor R-3111A/B Bocor 104 0,88% 6
10 RE3. Problem Centrifuge M-3132 66 0,56% 6
11 KE1. Problem centrifuge M 3133 43 0,36% 6
12 KE2. P 3113 line buntu 5 0,04% 4
13 KE3. Kristallizer Bocor 100 0,84% 6
14 FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak optimal 128 1,08% 7
15 FE2. Burner Trip, Pressure Guncang 9 0,08% 4
FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet
16 66 0,56% 6
cone)
17 FE4. TIC 3143 Macet 9 0,08% 5
18 FE5. M 3107-2 V Belt putus 14 0,12% 5
19 FE6. M 3160 Drag conveyor putus 38 0,32% 6
20 FE7. Bottom drag conveyor M-3160 macet 76 0,64% 6
21 FD1. Trouble interlock system B3101 5 0,04% 4
22 FE8. C 3103 trip 9 0,08% 5
23 FE9. Tellerate jenuh T-3101 85 0,72% 6
24 FE10. Impellar C3104 Vibrasi 5 0,04% 4
25 FP1. Feeding melebihi kapasitas desain 71 0,60% 6
26 FE11. Screw weigher M3158 macet 14 0,12% 5
H1. Kesenjangan kompetensi dan pengalaman
27 0 0,00% 2
operator
28 H2. Fokus troubleshooting belum preventif 0 0,00% 2
29 H3. Limpahan karyawan pabrik non-aktif 0 0,00% 2
30 T1. Training AlF3 Terbatas 0 0,00% 2
M1. Management Sparepart untuk equipment
31 28 0,24% 6
tidak bagus

80
Defect Occurrence
No Operasi Io
(Ton) Rating
32 X1. Shortage H2SiF6 133 1,12% 7
33 X2. Kualitas H2SiF6 fluktuatif 152 1,28% 7
34 X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil 43 0,36% 6
35 X4. Purity Al(OH)3 rendah 62 0,52% 6
36 X5. Power Failure 28 0,24% 6
Total 1755 Ton

Total Produk ( Σ PQ ) 11049 Ton

Tabel IV.6 diatas menunjukkan occurrence produk cacat tertinggi (rank 7)

disebabkan oleh 4 failure cause yaitu : FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak

optimal sebesar 1,08%, X1. Shortage H2SiF6 sebesar 1,12%, X2. Shortage

Trihidrat 1,04%, dan X3. Kualitas H2SiF6 fluktuatif sebesar 1.28%.

Penilaian Detection berdasarkan tabel detection rank table sesuai dengan

Tabel III.3 menunjukkan angka yang terkecil yaitu penyebab kegagalan pasti

terdeteksi (rank 1) hingga angka terbesar (rank 10) yaitu penyebab defect hampir

tidak mungkin terdeteksi. Informan memberikan penilaian (rank 1 sampai 10)

untuk setiap failure cause berdasarkan tabel tersebut. Detection tertinggi

disebabkan oleh 1 failure cause yaitu : FE3. Problem Calsiner M3134 (rank 8).

Setelah nilai severity, occurrence dan detection didapat, langkah

selanjutnya adalah menentukan failure cause melalui perhitungan RPN (Risk

Priority Number) yang dituangkan dalam FMEA Worksheet (Tabel IV.7 sampai

IV.11 ) terdiri dari Failure Group, Failure Cause, dan Failure Effect serta

rekomendasi yang sebaiknya dilakukan untuk mengurangi nilai RPN dari setiap

failure cause.

81
Tabel IV.7. FMEA PENYIAPAN BAHAN BAKU WORKSHEET

No Failure Group Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action

BE1. Temperatur  Laju reaksi lebih lambat  Penambahan unit exchanger


 Pembentukan trihidrat
1 Equipment bahan baku tidak 6 6 3 108
tidak sempurna
sesuai
 Konsumsi bahan baku  Penggunaan alat Instrumentasi yang
BE2. Weigher tidak sesuai dust proof
2 Equipment  Tidak tercapai reaksi yang 7 6 3 126  Preventif rutin dan cleaning rutin
tidak akurat
memadai

 Temperatur bahan baku  Cleaning dan preventif rutin


H2SiF6 rendah.  Penambahan unit exchanger
BE3. E-3101
3 Equipment  Konsentrasi H2SiF6 turun 6 6 6 216  Prosedur pengoperasian agar tidak
buntu dan bocor karena tercemar steam. terjadi hammering
 Kandungan free H2O
tinggi.
BE4. Hopper  Cut rate produksi  Pemeriksaan dan cleaning rutin oleh
 Konsumsi bahan baku operator
Bahan Baku
4 Equipment Al(OH)3 tidak sesuai. 5 5 4 100  Pemasangan teflon pada sisi inside
AL(OH)3 hopper
 Mengoptimalkan vibrator pada
buntu/scalling
hopper bahan baku
BP1. Metoda  Kemampuan deteksi  Mengoptimalkan penambahan
penyimpangan bahan baku interval pengecekan
5 Prosedur Pengecekan Al(OH)3 rendah 6 6 5 180  Alternatif metoda pengecekan yang
Al(OH)3 lama lebih cepat

82
Tabel IV.8. FMEA REAKSI-KRISTALISASI WORK SHEET

No Failure Group Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action

 Proses reaksi tidak  Automatisasi proses


optimal karena reaksi
karena ada bahan
baku yang tidak
RD1. Adjustment
1 Desain terkonversi menjadi 7 6 7 294
reaksi masih manual trihidrat.
 Kandungan silika dan
untamped melebihi
batas yang
ditentukan.
 Kesetimbangan  Menambah parameter
RP1. Parameter reaksi reaksi tidak tercapai pengecekan
2 Prosedur  Terdapat 7 6 7 294 kesetimbangan reaksi
masih terbatas pH waste/limbah
 Defect produk
 Kandungan silika  Penggantian filter cloth
tinggi secara berkala
 Produk basah,  Preventive maintenance
RE1. Filter cloth kandungan free H2O filter
3 Equipment Tinggi 6 6 3 108  Pengawasan saat
sobek
 Mesh produk rendah pemasangan oleh tenaga
outsourcing

83
No Failure Group Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
 Cut rate produksi  Penggantian unit dan jenis
RE2. Reaktor R- material reaktor
4 Equipment 5 6 7 210  Membuat prosedur
3111A/B Bocor
perbaikan dan pengelasan
reaktor
RE3. Problem  Cut rate produksi  Cleaning dan preventive
5  Kandungan silika 6 5 180 maintenance berkala
Equipment Centrifuge M- 6
tinggi  Penggantian dengan unit
3132A/B baru
 Down time produksi  Penentuan kapasitas
 Produk basah, optimal
kandungan free H2O  Peningkatan kapasitas
KE1. Problem
6 Equipment tinggi 7 6 5 210 peralatan sesuai dengan
centrifuge M 3133 target produksi
 Cleaning dan preventive
maintenance berkala
 Penggantian unit baru
KE2. P 3113 line  Down time produksi  Cleaning dan flushing
7 Equipment 4 4 4 64 rutin
buntu
 Cut rate produksi  Cleaning dan preventive
KE3. Kristallizer maintenance berkala
8 Equipment 4 6 7 168
Bocor  Modifikasi part
equipment (baffle)

84
Tabel IV.9. FMEA FINISHING WORKSHEET

Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group

FE1. Temperatur  Produk basah, kandungan  Penentuan kapasitas optimal


free H2O tinggi  Pemeriksaan seal hot gas kalsiner
dryer dan dan dryer secara rutin
1 Equipment  LOI produk diluar 7 7 3 147
calsiner tidak  Peningkatan target produksi sesuai
spesifikasi
dengan kapasitas peralatan
optimal  Cut rate produksi

 Down time produksi  Preventive instrumentasi burner


FE2. Burner  Produk basah, kandungan  Kontrol fuel-air ratio
2 Equipment free H2O tinggi 7 5 140  Kalibrasi Pressure Indikator
Trip, Pressure 4
 Memastikan komitmen pemasok
 LOI produk diluar
Guncang untuk menjamin ketersediaan supply
spesifikasi gas pabrik AlF3.
FE3. Problem  Temperatur proses  Perbaikan dan penggantian seal hot
kalsinasi tidak tercapai gas
Calsiner M3134
3 Equipment  Inefisiensi energi, panas 7 6 8 336  Pemeriksaan kebocoran gas secara
(seal hot gas, terbuang. periodik
 Produk basah, LOI tinggi  Optimalisasi proses drying dan
inlet cone)
 Cut rate produksi kalsinasi
 Temperatur kalsiner tidak  Jadwal preventif maintenance rutin
FE4. TIC 3143 sesuai  Penyediaan spare part yang sesuai.
4 Equipment 7 5 4 140
Macet  Overheating/temperature
tidak sesuai

85
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group

FE5. M 3107-2  Cut rate produksi  Penggantian secara periodik


5 Equipment 5 5 4 100  Penyediaan spare part yang sesuai.
V Belt putus
FE6. M 3160  Down time produksi  Penggantian secara periodik
6 Equipment 5 4 120  Penyediaan spare part yang sesuai.
Drag conveyor 6
 Cleaning dan Preventif maintenance
putus rutin.

FE7. Bottom  Cut rate produksi  Cleaning dan Preventif maintenance


rutin.
7 Equipment drag conveyor 4 6 4 96  Feeding trihidrat yang optimal
M-3160 macet

FD1. Trouble  Down time produksi  Penggantian desain instrumentasi


8 Desain  Temperatur kalsiner tidak 5 3 60 baru
interlock system 4
terkontrol  Pemeriksaan dan pembersihan
B3101  LOI produk tinggi instrumentasi secara rutin
 Down time produksi  Pengecekan vibrasi rutin
 Pembakaran gas di kalsiner  Prventif maintenance dan
9 Equipment FE8. C 3103 trip 5 5 3 75
tidak sempurna penggantian bearing sesuai life time
manufaktur.
FE9. Tellerate  Down time produksi  Penggunaan tellerate yang berkualitas
10 Equipment  Emisi gas buang tinggi 5 6 4 120  Perbaikan sistem scrubber T-3101
jenuh T-3101
 Cleaning tellerate secara berkala

86
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
 Down time produksi  Pemeriksaan dan pemasangan online
FE10. Impellar vibrasi yang terintegrasi dengan CCR
11 Equipment 5 4 5 100
C3104 Vibrasi  Preventive maintenance dan cleaning
rutin.
 Kandungan free H2O  Komitmen Peningkatan target
FP1. Feeding produk tinggi produksi sesuai dengan kapasitas
 LOI produk tinggi peralatan
12 Prosedur melebihi 7 6 3 126  Training dan pemahaman tiap group
kapasitas desain operator terhadap dampak operasi
yang overcapacity

FE11. Screw  Cut rate produksi  Preventive maintenance dan cleaning


 Massa pengantongan rutin.
13 Equipment weigher M3158 produk tidak sesuai 6 5 3 90
macet (overweight atau
underweight)

87
Tabel IV.10. FMEA PERSONIL DAN TRAINING WORKSHEET

Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
H1. Kesenjangan  Proses produksi secara  Sharing knowledge intensif
kompetensi dan kualitas maupun kuantitias  Training sesuai kebutuhan
1 Personil tidak konsisten/stabil antar 7 2 3 42 masing-masing individu
pengalaman
operator grup

H2. Personil  Inovasi atau improvement  Menggalakkan inovasi


fokus pada tidak optimum  Menjadwalkan preventive
2 Personil penyelesaian 5 2 3 30 maintenance
troubleshooting,
belum preventif
H3. Limpahan  Downtime lebih lama  Motivasi karyawan
3 Personil karyawan pabrik  Produksi tidak stabil 5 2 3 30  Coaching/pendampingan
non-aktif  Training karyawan

T1. Training  Salah mengambil  Sharing knowledge intensif


4 Training Tentang AlF3 keputusan. 6 2 1 12  Penambahan frekuensi training
Terbatas

88
Tabel IV.11. FMEA MANAGEMENT DAN FAKTOR EKSTERNAL WORKSHEET

Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
M1. Management  Frekuensi dan durasi  Meningkatkan komunikasi dengan
Sparepart untuk downtime maupun cut pemeliharaan dan pengadaan
equipment tidak rate serta rawan terjadi  Pengecekan kebutuhan dan
1 Management 6 6 4 144
bagus produk cacat persediaan secara rutin
 Rate produksi turun  Pembenahan input sistem SAP dan
sistem kataloging
X1.Shortage bahan  Down time produksi  Jaminan ketersediaan bahan baku dari
2 Eksternal baku (H2SiF6) tinggi. 7 7 4 196 sumber lokal.
 Alternatif import bahan baku H2SiF6.
X2. Kualitas bahan  Produk tidak sesuai  Penambahan intermediate vessel yang
baku H2SiF6 spesifikasi terintegrasi dengan indicator
berfluktuasi  Rate produksi rendah konsentrasi di DCS untuk
3 Eksternal 8 7 7 392 menampung bahan baku sementara
dan memastikan kualitasnya.
 Memisahkan sumber bahan baku
pada proses handling.
X3. Supply dan  Produk tidak sesuai  Memastikan komitmen pemasok
4 Eksternal tekanan gas tidak spesifikasi/cacat 7 6 5 210 untuk menjamin ketersediaan supply
stabil  Rate produksi rendah gas pabrik AlF3.
X4. Purity Al(OH)3  Produk tidak sesuai  Meningkatkan intensitas pengambilan
rendah spesifikasi 6 sampling Al(OH)3
5 Eksternal 7 6 252
 Rate produksi rendah  Mencari alternatif Al(OH)3 dari
berbagai sumber

89
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group

X5. Power Failure  Downtime sehingga  Peningkatan reliabilitas sistem


6 Eksternal rawan terjadi produk 8 6 6 288 pembangkit dan distribusi power
cacat  Sinkronisasi jaringan listrik
PT.Petrokimia Gresik dan PLN.

90
Gambar 4.10 Pareto Chart RPN

Setelah nilai RPN diketahui, kemudian setiap failure cause dipetakan tingkat

urgensinya melalui pareto chart yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan

RPN. Urutannya mulai dari jumlah RPN yang paling besar hingga yang paling

kecil. Pada grafik pareto 4.10 diatas, failure cause yang memiliki tingkat kekritisan

pada proses produksi dari sudut pandang kualitas untuk diselesaikan adalah X2.

Kualitas bahan baku H2SiF6 berfluktuasi dengan nilai RPN = 392, kemudian diikuti

dengan FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet cone) dengan nilai RPN

= 336, dan RD1. Adjustment Formula masih manual serta RP1. Parameter reaksi

masih terbatas pH dengan RPN = 294. Untuk RPN dengan nilai signifikan yaitu

lebih dari 200 berturut-turut X5. Power Failure; X4. Purity Al(OH)3 rendah; BE3.

E-3101 buntu dan bocor; RE.2 Reaktor R-3111A/B Bocor; KE1. Problem

centrifuge M 3133; serta X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil.

91
Gambar 4.11 menunjukkan nilai RPN tiap proses, proses finishing yang

memiliki nilai tertinggi sebesar 1650, disusul berturut-turut Reaksi-kristalisasi

1528, faktor eksternal 1338, dan penyiapan bahan baku 730.

Eksternal
Management
Training
Personil
Finishing
Reaksi- Kristalisasi
Penyiapan Bahan Baku

- 500 1.000 1.500 2.000

Gambar 4.11. RPN tiap proses

Hasil dari RPN di rangkum dalam Tabel IV.12 Product Sigma Performance

Level yang menunjukkan RPN tiap failure cause dan kemudian digunakan untuk

menghitung Sigma Performance Level. Dari tabel tersebut di dapatkan sigma

performance level yang masih berada pada angka 2.58σ atau DPMO 152,000 yang

menunjukkan terdapat 152,000 defect dalam 1 juta peluang.

Masih rendahnya sigma performance level dan tingginya DPMO

menunjukkan bahwa masih banyak kegagalan pada produksi Aluminium fluoride

dan mengakibatkan defect serta biaya reproses yang masih tinggi.

92
Tabel IV.12. Product Sigma Performance Level (PSPL) sebelum perbaikan

Production
Route Measure
Failure Classifier Failure Mode & Effect Analysis
Theoritical RPN (RPN
Theoritical) 36000
and percent per process 100%
Operasi

Occurrence (O)
Failure

Detection (D)
Severity (S)
Failure Cause
Group RPN

BOM Level
Operation
Failure
BE1. Temperatur bahan baku tidak sesuai 6 6 3 108
BE2. Weigher tidak akurat 7 6 3 126
Penyiapan Equipment
Bahan BE3. E-3101 buntu dan bocor 6 6 6 216 730
Baku BE4. Hopper Bahan Baku AL(OH)3 buntu/scalling 5
5 4 100
Prosedur BP1. Interval Pengecekan Al(OH)3 terbatas 6 6 5 180 5504
Reaksi- RE1. Filter cloth sobek 6 6 3 108
Kristalisasi
RE2. Reaktor R-3111A/B Bocor 5 6 7 210
Equipment 1528
RE3. Problem Centrifuge M-3132A/B 6 6 5 180
KE1. Problem centrifuge M 3133 7 6 5 210

93
KE2. P 3113 line buntu 4 4 4 64
KE3. Kristallizer Bocor 4 6 7 168
Prosedur RP1. Parameter reaksi masih terbatas pH 7 6 7 294

Desain RD1. Adjustment reaksi masih manual 7 6 7 294


FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak optimal 7 7 3 147
FE2. Burner Trip, Pressure Guncang 7 4 5 140
FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet cone) 7 6 8 336
FE4. TIC 3143 Macet 7 5 4 140
FE5. M 3107-2 V Belt putus 5 5 4 100
Equipment FE6. M 3160 Drag conveyor putus 5 6 4 120
Finishing FE7. Bottom drag conveyor M-3160 macet 4 6 4 96 1650
FE8. C 3103 trip 5 5 3 75
FE9. Tellerate jenuh T-3101 5 6 4 120
FE10. Impellar C3104 Vibrasi 5 4 5 100
FE11. Screw weigher M3158 macet 6 5 3 90
Prosedur FP1. Feeding melebihi kapasitas desain 7 6 3 126
Desain FD1. Trouble interlock system B3101 5 4 3 60
H1. Kesenjangan kompetensi dan pengalaman operator 7 2 3 42
Personil 2
H2. Personil fokus pada penyelesaian troubleshooting, belum preventif 5 3 30 102

H3. Limpahan karyawan pabrik non-aktif 5 2 3 30


Training 2
T1. Training Tentang AlF3 Terbatas 6 1 12 12

94
Management M1. Management Sparepart untuk equipment tidak bagus 6 6 4 144 144

X1.Shortage bahan baku (H2SiF6) 7 7 4 196


X2. Kualitas bahan baku H2SiF6 berfluktuasi 8 7 7 392
Faktor Eksternal
X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil 7 6 5 210 1338
X4. Purity Al(OH)3 rendah 7 6 6 252
X5. Power Failure 8 6 6 288
RPN Per Process 5504
RPN Percent Per Process 15.2%
Process Yield 84.8%
Sigma Performance Level 2.58σ

95
4.5 Analyze

Sebelum dilakukan analisa per failure cause, tiap-tiap failure cause

diurutkan berdasarkan pareto chart yang menunjukkan masalah berdasarkan

urutannya mulai dari jumlah RPN yang paling banyak sampai yang paling sedikit,

urutan tiap failure cause disajikan pada Tabel IV.13.

Tabel IV.13.
Urutan Sequence Per Failure Sebelum Perbaikan
No RPN per operation
1 X2. Kualitas H2SiF6 fluktuatif
2 FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet cone)
3 RD1. Adjustment reaksi masih manual
4 RP1. Parameter reaksi masih terbatas pH
5 X5. Power Failure
6 X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil
7 BE3. E-3101 bocor
8 X4. Purity Al(OH)3 rendah
9 KE1. Problem centrifuge M 3133
10 RE2. Reaktor R-3111A/B Bocor
11 X1. Shortage H2SiF6
12 BP1. Interval Pengecekan Al(OH)3 terbatas
13 RE3. Problem Centrifuge M-3132
14 KE3. Kristallizer Bocor
15 FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak optimal
16 M1. Management Sparepart untuk equipment tidak bagus
17 FE2. Burner Trip, Pressure Guncang
18 FE4. TIC 3143 Macet
19 BE2. Weigher tidak akurat
20 FP1. Feeding melebihi kapasitas desain
21 FE6. M 3160 Drag conveyor putus
22 FE9. Tellerate jenuh T-3101
23 BE1. Temperatur bahan baku tidak sesuai
24 RE1. Filter cloth sobek
25 BE4. Hopper Bahan Baku AL(OH)3 buntu/scalling
26 FE5. M 3107-2 V Belt putus
27 FE10. Impellar C3104 Vibrasi

96
No RPN per operation
28 FE7. Bottom drag conveyor M-3160 macet
29 FE11. Screw weigher M3158 macet
30 FE8. C 3103 trip
31 KE2. P 3113 line buntu
32 FD1. Trouble interlock system B3101
33 H1. Kesenjangan kompetensi dan pengalaman operator
34 H2. Fokus troubleshooting belum preventif
35 H3. Limpahan karyawan pabrik non-aktif
36 T1. Training AlF3 Terbatas

Tabel IV.12 menunjukkan urutan penyebab defect pada produksi

Aluminium fluorida berdasarkan Risk Priority Number (RPN). Setelah diurutkan

peringkat RPN tersebut, selanjutnya dilakukan analisa penyebab masing-masing

failure cause dan rekomendasi yang sebaiknya dilakukan sebagaimana tercantum

pada FMEA Worksheet. Analisa penyebab 10 besar penyebab defect sebagai

berikut :

1. Kualitas H2SiF6 Fluktuatif

Asam Fluorosilikat atau H2SiF6 merupakan salah satu bahan baku

pembuatan Aluminium fluorida disamping Aluminium hidroksida Al(OH) 3.

H2SiF6 didapat dari hasil samping proses di Pabrik Asam fosfat. Kualitas Asam

fluorosilikat yang layak digunakan sebagai bahan baku di Pabrik Aluminium

fluoride adalah Asam fluorosilikat yang memiliki konsentrasi minimal 18 %.

Apabila konsentrasi ini tidak terpenuhi akan sangat mempengaruhi spesifikasi LOI

dan untamped density produk Aluminium fluorida yang dihasilkan. Jika spesifikasi

97
Tabel IV. 14 Target Sigma Performance Level setelah perbaikan

Production
Route Measure
Failure Classifier Failure Mode & Effect Analysis
Theoritical RPN (RPN Theoritical) 36000
and percent per process 100%
Operasi

Occurrence (O)

Detection (D)
Severity (S)
Failure
Failure Cause
Group RPNReal

Failure
Operation BOM Level

BE1. Temperatur bahan baku tidak sesuai 6 2 3 36


BE2. Weigher tidak akurat 7 2 3 42
Penyiapan Equipment
BE3. E-3101 buntu dan bocor 6 2 6 72 226
Bahan Baku
BE4. Hopper Bahan Baku AL(OH)3 buntu/scalling 5 2 4 40
Prosedur BP1. Interval Pengecekan Al(OH)3 terbatas 3 3 4 36
RE1. Filter cloth sobek 1632
6 2 3 36
RE2. Reaktor R-3111A/B Bocor
5 2 7 70
RE3. Problem Centrifuge M-3132A/B
Reaksi- 3 2 5 30
Equipment 306
Kristalisasi KE1. Problem centrifuge M 3133
3 2 5 30
KE2. P 3113 line buntu
4 2 4 32
KE3. Kristallizer Bocor
4 3 7 84

112
Prosedur RP1. Parameter reaksi masih terbatas pH
3 2 2 12
Desain RD1. Adjustment reaksi masih manual 3 2 2 12
FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak optimal 7 3 3 63
FE2. Burner Trip, Pressure Guncang 7 2 5 70
FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet cone) 5 3 6 90
FE4. TIC 3143 Macet 7 2 4 56
FE5. M 3107-2 V Belt putus 5 3 4 60
Equipment FE6. M 3160 Drag conveyor putus 5 2 4 40
Finishing FE7. Bottom drag conveyor M-3160 macet 4 2 4 32 682
FE8. C 3103 trip 5 3 3 45
FE9. Tellerate jenuh T-3101 5 2 4 40
FE10. Impellar C3104 Vibrasi 5 3 3 45
FE11. Screw weigher M3158 macet 6 3 3 54
Prosedur FP1. Feeding melebihi kapasitas desain 7 2 3 42
Desain FD1. Trouble interlock system B3101 5 3 3 45
H1. Kesenjangan kompetensi dan pengalaman operator 4 1 3 12
H2. Personil fokus pada penyelesaian troubleshooting,
Personil 36
belum preventif 4 1 3 12
H3. Limpahan karyawan pabrik non-aktif 4 1 3 12
Training T1. Training Tentang AlF3 Terbatas 5 1 1 5 5
Management M1. Management Sparepart untuk equipment tidak bagus 6 3 2 36 36
Faktor X1.Shortage bahan baku (H2SiF6) 7 3 4 84
Eksternal
341
X2. Kualitas bahan baku H2SiF6 berfluktuasi 8 3 3 72

113
X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil 7 3 5 105
X4. Purity Al(OH)3 rendah 4 2 6 48
X5. Power Failure 8 2 2 32

RPN Per Process 1632


RPN Percent Per
Process 4,5
Process Yield 95,5
Sigma
Performance 3.2𝝈

114
4.6.2. Risk Priority Number (RPN)

Setelah di dapatkan nilai RPN masing-masing filure cause dari tabel V.11

kemudian dibuat pareto chart yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan RPN.

Urutannya mulai dari jumlah RPN yang paling banyak sampai yang paling sedikit.

Gambar 4.13. Pareto Chart Target RPN

Pada gambar 4.13 terjadi perubahan RPN apabila recommended action

dilakukan. Urutan penyebab kegagalan menjadi X.3 Supply dan tekanan gas tidak

stabil dengan nilai RPN =105, kemudian diikuti dengan FE3. Problem kalsiner M-

3134 dengan RPN 9, X1. Shortage bahan baku Asam fluorosilikat H2SiF6 dan KE3.

Kristalizer bocor dengan nilai RPN =84.

115
Training

Management

Personil

Penyiapan Bahan Baku

Reaksi- Kristalisasi

Faktor Eksternal

Finishing

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

RPN Setelah RPN Sebelum

Gambar 4.14. Perbandingan RPN Setiap Kelompok Proses

Gambar 4.14 menunjukkan nilai RPN tiap proses, proses finishing produk

yang memiliki nilai tertinggi sebesar 682, turun dibandingkan dengan sebelumnya

1650, disusul berturut-turut faktor eksternal dengan nilai 341 dari sebelumnya

1338, Reaksi-Kristalisasi dengan nilai 306 dari sebelumnya 1528, penyiapan bahan

baku dengan nilai 226 dari sebelumnya 730, personil dengan nilai 36 dari

sebelumnya 102, management dengan nilai 36 dan training dengan nilai 5. Atau

secara total turun dari 5504 menjadi 1632.

4.7 Control

Pada tahapan DMAIC, siklus terakhir adalah control dimana semua

karyawan di departemen produksi Aluminium fluorida dan unit supportingnya

harus melakukan melakukan monitoring usulan perbaikan sesuai recommended

action pada FMEA worksheet dan dilaksanakan pada proses produksi harian

dengan target apabila perbaikan sesuai recommeded action pada tabel 4.15.

116
Tabel IV.15.
Ringkasan Target Setelah Perbaikan
Sebelum Target Setelah
Parameter
Perbaikan Perbaikan
Process Yield/ Produk Defect 84,8%/15.2% 95.5%/5%
Sigma Performance Level 2,58 σ 3.2σ
RPN 5504 1632

4.8 Implikasi Manajerial

Dari perhitungan pada bahasan sebelumnya bahwa terjadi peningkatan

sigma performance level apabila seluruh recommended action pada FMEA

dilakukan. Akan terjadi penurunan produk cacat sebesar 10,2 % dari 15.2% menjadi

5% yang artinya apabila dihitung berdasarkan biaya reproses berpotensi

mendapatkan penghematan secara finansial sebesar 23,2 Milyar. Penghematan

tersebut masih bisa meningkat lagi apabila biaya-biaya untuk reproses tersebut

terjadi kenaikan seperti biaya listrik, gaji pegawai langsung, jasa cleaning, jasa sewa

alat berat, asuransi, dan pajak.

Bagi perusahaan, penerapan Six Sigma adalah keputusan strategis yang

bertujuan untuk menghemat biaya dan meningkatkan pendapatan, kebijakan

penerapan six sigma perlu diambil oleh manajemen puncak. Manajemen puncak

membutuhkan kepercayaan diri dan komitmen yang tinggi, dimana apabila ada

keraguan pada karyawan akan komitmen manajemen saat peluncuran Six Sigma

tentunya akan menghambat kemajuan dari Six Sigma tersebut.

Manajemen harus menetapkan tujuan yang sulit, tujuan yang jelas bisa

memotivasi orang dan menuntun mereka untuk sukses. Pada saat yang sama, tujuan

117
xxxii

Anda mungkin juga menyukai