28
2.6.2.2 Occurrance Assessment
ditujukan untuk mengetahui seberapa sering frekuensi suatu moda kegagalan dalam
proses produksi terjadi. Occurance dinilai berdasarkan data statistik dari produksi
∑ 𝐒𝐐
𝐈𝐨 = ∑ 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
𝐏𝐐
Keterangan :
Io = Indexs Occurrence
∑ 𝑆𝑄 : Jumlah scrap (non-qualified product)
∑ 𝑃𝑄 : Jumlah produk yang sesuai spesifikasi
Tabel II.3.
Process FMEA Occurrence Evaluation Criteria
Kemungkinan Kriteria: Terjadinya Penyebab
Rank
Failure (Incidents per item)
Sangat Tinggi
(Hampir selalu > 100 Per 1000 10
terjadi) > 1 dalam 10
50 Per 1000
9
1 dalam 20
20 Per 1000
8
1 dalam 50
Tinggi
10 Per 1000
7
1 dalam 100
29
Kemungkinan Kriteria: Terjadinya Penyebab
Rank
Failure (Incidents per item)
2 Per 1000
6
1 dalam 500
0.5 Per 1000
Sedang 5
1 dalam 2000
0.1 Per 1000
4
1 dalam 10000
0.01 Per 1000
3
1 dalam 100000
Rendah
< 0.001 Per 1000
2
1 dalam 1000000
Sangat Rendah Failure Diatasi Dengan Preventif Control 1
(sumber : The Six Sigma Handbook, 2003)
dari sistem kontrol yang sudah dipasang. Levelnya dari range 1-10, dimana angka
kecil, dan 10 menunjukkan kemungkinan untuk lolos dari kontrol (tidak terdeteksi)
adalah sangat besar. Penilaian ini berkaitan dengan seberapa besar kemampuan
sistem eksisting untuk mendeteksi adanya suatu moda kegagalan yang dapat
ini penilaian deteksi ditentukan dari detection rank table (Tabel II.4) berdasarkan
30
Tabel II.4.
Process FMEA Detection Evaluation Criteria
Kriteria
Rank Kemungkinan Deteksi
Kemungkinan Deteksi oleh Kontrol Proses
31
Kriteria Rank Kemungkinan Deteksi
Risk Priority Number (RPN) menunjukkan skala prioritas dari suatu jenis
moda kegagalan. RPN atau lebih tepatnya RPNreal didapat dengan mengalikan tiga
kegagalan.
32
Disamping menghitung RPNreal, untuk mendapatkan persentase
performance process yield yang dapat dikonversei menjadi nilai sigma performance
level juga perlu dilakukan perhitungan RPNteoritis. RPN teoretis ini menunjukkan
∑ 𝑹𝑷𝑵𝒓𝒆𝒂𝒍
%𝑹𝑷𝑵𝒓𝒆𝒂𝒍 = ∑ 𝑹𝑷𝑵𝒕𝒆𝒐𝒓𝒊𝒕𝒊𝒔
𝒙𝟏𝟎𝟎%
Dimana :
persamaan :
scale pada Tabel II.5. Nilai ini menunjukkan baseline kinerja proses produksi saat
33
Tabel II.5. Lembar Kerja Perhitungan Sigma Performance Level
Production
Route Measure
Failure Classifier Failure Mode & Effect Analysis
Occurrence (O)
Detection (D)
Severity (S)
Failure Group Failure Cause Number (RPNReal )
BOM Level
Operation
Failure
Peralatan
Prosedur
Proses
Personil
Training
Management
Faktor Eksternal
34
Tabel IV.6.
Occurrence Rating Defect Aluminium fluorida
Defect Occurrence
No Operasi Io
(Ton) Rating
1 BE1. Temperatur bahan baku tidak sesuai 81 0,68% 6
2 BE2. Weigher tidak akurat 28 0,24% 6
3 BE3. E-3101 bocor 85 0,72% 6
4 BE4. Hopper Bahan Baku AL(OH)3 buntu/scalling 19 0,16% 5
5 BP1. Interval Pengecekan Al(OH)3 terbatas 38 0,32% 6
6 RD1. Adjustment Formula masih manual 100 0,84% 6
7 RP1. Parameter reaksi masih terbatas pH 57 0,48% 6
8 RE1. Filter cloth sobek 52 0,44% 6
9 RE2. Reaktor R-3111A/B Bocor 104 0,88% 6
10 RE3. Problem Centrifuge M-3132 66 0,56% 6
11 KE1. Problem centrifuge M 3133 43 0,36% 6
12 KE2. P 3113 line buntu 5 0,04% 4
13 KE3. Kristallizer Bocor 100 0,84% 6
14 FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak optimal 128 1,08% 7
15 FE2. Burner Trip, Pressure Guncang 9 0,08% 4
FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet
16 66 0,56% 6
cone)
17 FE4. TIC 3143 Macet 9 0,08% 5
18 FE5. M 3107-2 V Belt putus 14 0,12% 5
19 FE6. M 3160 Drag conveyor putus 38 0,32% 6
20 FE7. Bottom drag conveyor M-3160 macet 76 0,64% 6
21 FD1. Trouble interlock system B3101 5 0,04% 4
22 FE8. C 3103 trip 9 0,08% 5
23 FE9. Tellerate jenuh T-3101 85 0,72% 6
24 FE10. Impellar C3104 Vibrasi 5 0,04% 4
25 FP1. Feeding melebihi kapasitas desain 71 0,60% 6
26 FE11. Screw weigher M3158 macet 14 0,12% 5
H1. Kesenjangan kompetensi dan pengalaman
27 0 0,00% 2
operator
28 H2. Fokus troubleshooting belum preventif 0 0,00% 2
29 H3. Limpahan karyawan pabrik non-aktif 0 0,00% 2
30 T1. Training AlF3 Terbatas 0 0,00% 2
M1. Management Sparepart untuk equipment
31 28 0,24% 6
tidak bagus
80
Defect Occurrence
No Operasi Io
(Ton) Rating
32 X1. Shortage H2SiF6 133 1,12% 7
33 X2. Kualitas H2SiF6 fluktuatif 152 1,28% 7
34 X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil 43 0,36% 6
35 X4. Purity Al(OH)3 rendah 62 0,52% 6
36 X5. Power Failure 28 0,24% 6
Total 1755 Ton
disebabkan oleh 4 failure cause yaitu : FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak
optimal sebesar 1,08%, X1. Shortage H2SiF6 sebesar 1,12%, X2. Shortage
Tabel III.3 menunjukkan angka yang terkecil yaitu penyebab kegagalan pasti
terdeteksi (rank 1) hingga angka terbesar (rank 10) yaitu penyebab defect hampir
disebabkan oleh 1 failure cause yaitu : FE3. Problem Calsiner M3134 (rank 8).
Priority Number) yang dituangkan dalam FMEA Worksheet (Tabel IV.7 sampai
IV.11 ) terdiri dari Failure Group, Failure Cause, dan Failure Effect serta
rekomendasi yang sebaiknya dilakukan untuk mengurangi nilai RPN dari setiap
failure cause.
81
Tabel IV.7. FMEA PENYIAPAN BAHAN BAKU WORKSHEET
No Failure Group Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
82
Tabel IV.8. FMEA REAKSI-KRISTALISASI WORK SHEET
No Failure Group Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
83
No Failure Group Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Cut rate produksi Penggantian unit dan jenis
RE2. Reaktor R- material reaktor
4 Equipment 5 6 7 210 Membuat prosedur
3111A/B Bocor
perbaikan dan pengelasan
reaktor
RE3. Problem Cut rate produksi Cleaning dan preventive
5 Kandungan silika 6 5 180 maintenance berkala
Equipment Centrifuge M- 6
tinggi Penggantian dengan unit
3132A/B baru
Down time produksi Penentuan kapasitas
Produk basah, optimal
kandungan free H2O Peningkatan kapasitas
KE1. Problem
6 Equipment tinggi 7 6 5 210 peralatan sesuai dengan
centrifuge M 3133 target produksi
Cleaning dan preventive
maintenance berkala
Penggantian unit baru
KE2. P 3113 line Down time produksi Cleaning dan flushing
7 Equipment 4 4 4 64 rutin
buntu
Cut rate produksi Cleaning dan preventive
KE3. Kristallizer maintenance berkala
8 Equipment 4 6 7 168
Bocor Modifikasi part
equipment (baffle)
84
Tabel IV.9. FMEA FINISHING WORKSHEET
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
85
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
86
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
Down time produksi Pemeriksaan dan pemasangan online
FE10. Impellar vibrasi yang terintegrasi dengan CCR
11 Equipment 5 4 5 100
C3104 Vibrasi Preventive maintenance dan cleaning
rutin.
Kandungan free H2O Komitmen Peningkatan target
FP1. Feeding produk tinggi produksi sesuai dengan kapasitas
LOI produk tinggi peralatan
12 Prosedur melebihi 7 6 3 126 Training dan pemahaman tiap group
kapasitas desain operator terhadap dampak operasi
yang overcapacity
87
Tabel IV.10. FMEA PERSONIL DAN TRAINING WORKSHEET
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
H1. Kesenjangan Proses produksi secara Sharing knowledge intensif
kompetensi dan kualitas maupun kuantitias Training sesuai kebutuhan
1 Personil tidak konsisten/stabil antar 7 2 3 42 masing-masing individu
pengalaman
operator grup
88
Tabel IV.11. FMEA MANAGEMENT DAN FAKTOR EKSTERNAL WORKSHEET
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
M1. Management Frekuensi dan durasi Meningkatkan komunikasi dengan
Sparepart untuk downtime maupun cut pemeliharaan dan pengadaan
equipment tidak rate serta rawan terjadi Pengecekan kebutuhan dan
1 Management 6 6 4 144
bagus produk cacat persediaan secara rutin
Rate produksi turun Pembenahan input sistem SAP dan
sistem kataloging
X1.Shortage bahan Down time produksi Jaminan ketersediaan bahan baku dari
2 Eksternal baku (H2SiF6) tinggi. 7 7 4 196 sumber lokal.
Alternatif import bahan baku H2SiF6.
X2. Kualitas bahan Produk tidak sesuai Penambahan intermediate vessel yang
baku H2SiF6 spesifikasi terintegrasi dengan indicator
berfluktuasi Rate produksi rendah konsentrasi di DCS untuk
3 Eksternal 8 7 7 392 menampung bahan baku sementara
dan memastikan kualitasnya.
Memisahkan sumber bahan baku
pada proses handling.
X3. Supply dan Produk tidak sesuai Memastikan komitmen pemasok
4 Eksternal tekanan gas tidak spesifikasi/cacat 7 6 5 210 untuk menjamin ketersediaan supply
stabil Rate produksi rendah gas pabrik AlF3.
X4. Purity Al(OH)3 Produk tidak sesuai Meningkatkan intensitas pengambilan
rendah spesifikasi 6 sampling Al(OH)3
5 Eksternal 7 6 252
Rate produksi rendah Mencari alternatif Al(OH)3 dari
berbagai sumber
89
Failure
No Failure Cause Failure Effect (S) (O) (D) RPN Recommended Action
Group
90
Gambar 4.10 Pareto Chart RPN
Setelah nilai RPN diketahui, kemudian setiap failure cause dipetakan tingkat
RPN. Urutannya mulai dari jumlah RPN yang paling besar hingga yang paling
kecil. Pada grafik pareto 4.10 diatas, failure cause yang memiliki tingkat kekritisan
pada proses produksi dari sudut pandang kualitas untuk diselesaikan adalah X2.
Kualitas bahan baku H2SiF6 berfluktuasi dengan nilai RPN = 392, kemudian diikuti
dengan FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet cone) dengan nilai RPN
= 336, dan RD1. Adjustment Formula masih manual serta RP1. Parameter reaksi
masih terbatas pH dengan RPN = 294. Untuk RPN dengan nilai signifikan yaitu
lebih dari 200 berturut-turut X5. Power Failure; X4. Purity Al(OH)3 rendah; BE3.
E-3101 buntu dan bocor; RE.2 Reaktor R-3111A/B Bocor; KE1. Problem
centrifuge M 3133; serta X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil.
91
Gambar 4.11 menunjukkan nilai RPN tiap proses, proses finishing yang
Eksternal
Management
Training
Personil
Finishing
Reaksi- Kristalisasi
Penyiapan Bahan Baku
Hasil dari RPN di rangkum dalam Tabel IV.12 Product Sigma Performance
Level yang menunjukkan RPN tiap failure cause dan kemudian digunakan untuk
performance level yang masih berada pada angka 2.58σ atau DPMO 152,000 yang
92
Tabel IV.12. Product Sigma Performance Level (PSPL) sebelum perbaikan
Production
Route Measure
Failure Classifier Failure Mode & Effect Analysis
Theoritical RPN (RPN
Theoritical) 36000
and percent per process 100%
Operasi
Occurrence (O)
Failure
Detection (D)
Severity (S)
Failure Cause
Group RPN
BOM Level
Operation
Failure
BE1. Temperatur bahan baku tidak sesuai 6 6 3 108
BE2. Weigher tidak akurat 7 6 3 126
Penyiapan Equipment
Bahan BE3. E-3101 buntu dan bocor 6 6 6 216 730
Baku BE4. Hopper Bahan Baku AL(OH)3 buntu/scalling 5
5 4 100
Prosedur BP1. Interval Pengecekan Al(OH)3 terbatas 6 6 5 180 5504
Reaksi- RE1. Filter cloth sobek 6 6 3 108
Kristalisasi
RE2. Reaktor R-3111A/B Bocor 5 6 7 210
Equipment 1528
RE3. Problem Centrifuge M-3132A/B 6 6 5 180
KE1. Problem centrifuge M 3133 7 6 5 210
93
KE2. P 3113 line buntu 4 4 4 64
KE3. Kristallizer Bocor 4 6 7 168
Prosedur RP1. Parameter reaksi masih terbatas pH 7 6 7 294
94
Management M1. Management Sparepart untuk equipment tidak bagus 6 6 4 144 144
95
4.5 Analyze
urutannya mulai dari jumlah RPN yang paling banyak sampai yang paling sedikit,
Tabel IV.13.
Urutan Sequence Per Failure Sebelum Perbaikan
No RPN per operation
1 X2. Kualitas H2SiF6 fluktuatif
2 FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet cone)
3 RD1. Adjustment reaksi masih manual
4 RP1. Parameter reaksi masih terbatas pH
5 X5. Power Failure
6 X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil
7 BE3. E-3101 bocor
8 X4. Purity Al(OH)3 rendah
9 KE1. Problem centrifuge M 3133
10 RE2. Reaktor R-3111A/B Bocor
11 X1. Shortage H2SiF6
12 BP1. Interval Pengecekan Al(OH)3 terbatas
13 RE3. Problem Centrifuge M-3132
14 KE3. Kristallizer Bocor
15 FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak optimal
16 M1. Management Sparepart untuk equipment tidak bagus
17 FE2. Burner Trip, Pressure Guncang
18 FE4. TIC 3143 Macet
19 BE2. Weigher tidak akurat
20 FP1. Feeding melebihi kapasitas desain
21 FE6. M 3160 Drag conveyor putus
22 FE9. Tellerate jenuh T-3101
23 BE1. Temperatur bahan baku tidak sesuai
24 RE1. Filter cloth sobek
25 BE4. Hopper Bahan Baku AL(OH)3 buntu/scalling
26 FE5. M 3107-2 V Belt putus
27 FE10. Impellar C3104 Vibrasi
96
No RPN per operation
28 FE7. Bottom drag conveyor M-3160 macet
29 FE11. Screw weigher M3158 macet
30 FE8. C 3103 trip
31 KE2. P 3113 line buntu
32 FD1. Trouble interlock system B3101
33 H1. Kesenjangan kompetensi dan pengalaman operator
34 H2. Fokus troubleshooting belum preventif
35 H3. Limpahan karyawan pabrik non-aktif
36 T1. Training AlF3 Terbatas
berikut :
H2SiF6 didapat dari hasil samping proses di Pabrik Asam fosfat. Kualitas Asam
Apabila konsentrasi ini tidak terpenuhi akan sangat mempengaruhi spesifikasi LOI
dan untamped density produk Aluminium fluorida yang dihasilkan. Jika spesifikasi
97
Tabel IV. 14 Target Sigma Performance Level setelah perbaikan
Production
Route Measure
Failure Classifier Failure Mode & Effect Analysis
Theoritical RPN (RPN Theoritical) 36000
and percent per process 100%
Operasi
Occurrence (O)
Detection (D)
Severity (S)
Failure
Failure Cause
Group RPNReal
Failure
Operation BOM Level
112
Prosedur RP1. Parameter reaksi masih terbatas pH
3 2 2 12
Desain RD1. Adjustment reaksi masih manual 3 2 2 12
FE1. Temperatur dryer dan calsiner tidak optimal 7 3 3 63
FE2. Burner Trip, Pressure Guncang 7 2 5 70
FE3. Problem Calsiner M3134 (seal hot gas, inlet cone) 5 3 6 90
FE4. TIC 3143 Macet 7 2 4 56
FE5. M 3107-2 V Belt putus 5 3 4 60
Equipment FE6. M 3160 Drag conveyor putus 5 2 4 40
Finishing FE7. Bottom drag conveyor M-3160 macet 4 2 4 32 682
FE8. C 3103 trip 5 3 3 45
FE9. Tellerate jenuh T-3101 5 2 4 40
FE10. Impellar C3104 Vibrasi 5 3 3 45
FE11. Screw weigher M3158 macet 6 3 3 54
Prosedur FP1. Feeding melebihi kapasitas desain 7 2 3 42
Desain FD1. Trouble interlock system B3101 5 3 3 45
H1. Kesenjangan kompetensi dan pengalaman operator 4 1 3 12
H2. Personil fokus pada penyelesaian troubleshooting,
Personil 36
belum preventif 4 1 3 12
H3. Limpahan karyawan pabrik non-aktif 4 1 3 12
Training T1. Training Tentang AlF3 Terbatas 5 1 1 5 5
Management M1. Management Sparepart untuk equipment tidak bagus 6 3 2 36 36
Faktor X1.Shortage bahan baku (H2SiF6) 7 3 4 84
Eksternal
341
X2. Kualitas bahan baku H2SiF6 berfluktuasi 8 3 3 72
113
X3. Supply dan tekanan gas tidak stabil 7 3 5 105
X4. Purity Al(OH)3 rendah 4 2 6 48
X5. Power Failure 8 2 2 32
114
4.6.2. Risk Priority Number (RPN)
Setelah di dapatkan nilai RPN masing-masing filure cause dari tabel V.11
kemudian dibuat pareto chart yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan RPN.
Urutannya mulai dari jumlah RPN yang paling banyak sampai yang paling sedikit.
dilakukan. Urutan penyebab kegagalan menjadi X.3 Supply dan tekanan gas tidak
stabil dengan nilai RPN =105, kemudian diikuti dengan FE3. Problem kalsiner M-
3134 dengan RPN 9, X1. Shortage bahan baku Asam fluorosilikat H2SiF6 dan KE3.
115
Training
Management
Personil
Reaksi- Kristalisasi
Faktor Eksternal
Finishing
Gambar 4.14 menunjukkan nilai RPN tiap proses, proses finishing produk
yang memiliki nilai tertinggi sebesar 682, turun dibandingkan dengan sebelumnya
1650, disusul berturut-turut faktor eksternal dengan nilai 341 dari sebelumnya
1338, Reaksi-Kristalisasi dengan nilai 306 dari sebelumnya 1528, penyiapan bahan
baku dengan nilai 226 dari sebelumnya 730, personil dengan nilai 36 dari
sebelumnya 102, management dengan nilai 36 dan training dengan nilai 5. Atau
4.7 Control
action pada FMEA worksheet dan dilaksanakan pada proses produksi harian
dengan target apabila perbaikan sesuai recommeded action pada tabel 4.15.
116
Tabel IV.15.
Ringkasan Target Setelah Perbaikan
Sebelum Target Setelah
Parameter
Perbaikan Perbaikan
Process Yield/ Produk Defect 84,8%/15.2% 95.5%/5%
Sigma Performance Level 2,58 σ 3.2σ
RPN 5504 1632
dilakukan. Akan terjadi penurunan produk cacat sebesar 10,2 % dari 15.2% menjadi
tersebut masih bisa meningkat lagi apabila biaya-biaya untuk reproses tersebut
terjadi kenaikan seperti biaya listrik, gaji pegawai langsung, jasa cleaning, jasa sewa
penerapan six sigma perlu diambil oleh manajemen puncak. Manajemen puncak
membutuhkan kepercayaan diri dan komitmen yang tinggi, dimana apabila ada
keraguan pada karyawan akan komitmen manajemen saat peluncuran Six Sigma
Manajemen harus menetapkan tujuan yang sulit, tujuan yang jelas bisa
memotivasi orang dan menuntun mereka untuk sukses. Pada saat yang sama, tujuan
117
xxxii