Anda di halaman 1dari 23

MODUL PELATIHAN

PENATAAN BLOK DAN PETAK

LOKALATIH
PENYUSUNAN TATA HUTAN DAN RENCANA
PENGELOLAAN HUTAN

PENYUSUN
Ir. PRIYAMBUDI SANTOSO, M.Sc.

DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN


DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN
HUTAN
JAKARTA, FEBRUARI 2012
KATA PENGANTAR

Penyusunan modul Loka Latih ”Penataan Blok dan Petak” ini didasarkan pada Surat
Perintah Kepala Pusat Diklat No. PT. 38/DIK-3/2012 tanggal 31 Januari 2012.
Kiranya Modul ini dapat digunakan dalam pembelajaran peserta Loka Latih Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan.
Modul ini telah dibahas pada tanggal 27 Januari 2012 untuk memperoleh masukan
dan saran dari beberapa pihak terkait, antara lain dari unsur Pusat Diklat Kehutanan,
dan Eselon II terkait Lingkup Ditjen Planologi, Ditjen BUK, dan Biro Perencanaan.
Kepada penyusun Modul (Sdr. Ir. Priyambudi Santoso, M.Sc.) serta penyiap dan
pendukung bahan penyusunan Modul dari Ditjen Planologi Kehutanan (Sdr. Ir.
Ubaidillah Salabi, M.P.) kami mengucapkan terima kasih. Mudah-mudahan modul ini
dapat bermanfaat dalam pelaksanaan Loka Latih Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan.
Masukan dan saran perbaikan dari berbagai pihak masih diperlukan untuk
kesempurnaan penulisan Modul ini.
Demikian Modul ini dibuat semoga bermanfaat.

Bogor, Februari 2012


Kepala Pusat Diklat

TTD

DR. Ir. Agus Justianto, M.Sc.


NIP.19630708 198803 1 001
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ................................................................................ 2
C. Materi Pokok ...................................................................................... 2
D. Manfaat Modul ................................................................................... 3

II TATA HUTAN ………………………………..………………………………………………… 4


A. Tata Hutan pada Hutan Konservasi …………………….…………………………….. 5
B. Tata Hutan pada Hutan Lindung ………………………………………………………. 6
C. Tata Hutan pada Hutan Produksi …………….……………………………………….. 7

III PEMBAGIAN BLOK ……………………………………………….………………………….. 8


A. Beberapa Tipe Pembagian Wilayah Hutan .………………………………………… 8
B. Konsepsi Blok ……….………………………………………………………………………… 12
C. Kriteria Pembagian Blok …………………………………………………………………… 13

IV PELAKSANAAN PEMBAGIAN BLOK DAN PETAK ..................................... 17


A. Pembagian Blok …………….………………………………………………………………… 17
B. Pembentukan Blok dan Anak Petak ……..……………………………………………. 18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………… 20


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengelolaan hutan merupakan usaha untuk mewujudkan hutan lestari dan
memberi manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Pengelolaan
hutan mencakup tata hutan dan rencana pengelolaan, pemanfaatan hutan,
rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, dan konservasi. Untuk mewujudkan
pengelolaan hutan lestari, diperlukan suatu wadah tempat terselenggaranya
pengelolaan tersebut berupa unit-unit pengelolaan atau Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH). KPH merupakan wilayah pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi
pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Dengan
demikian KPH menjadi satuan terkecil kesatuan pengelolaan dan dikelola oleh suatu
Unit Organisasi KPH.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun
2008 tentang Taha Hutan dan penyusunan Rencana Pengelolaa Hutan Serta
Pemanfaatan hutan mengamanatkan seluruh kawasan hutan terbagi habis dalam
KPH berupa KPHK, KPHL dan KPHP. KPH menjadi bagian dari penguatan sistem
pengurusan hutan nasional, propinsi, dan kabupaten/kota.

Mandat KPH untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari terinci ke dalam sinergi
kelestarian sosial, kelestarian lingkungan, dan kelestarian ekonomi. Mandat ini
membuat pengelolaan hutan dalam KPH menjadi multi-faset dan multi-dimensional.
Perencanaan pengelolaan hutan yang didahului dengan tata hutan menjadi
instrumen pemenuhan mandat yang sangat vital.

Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan merupakan proses aktif
yang memerlukan pemikiran yang serius mengenai apa yang dapat atau sebaiknya
ada dan terjadi di masa yang akan datang. Banyak informasi yang harus
dimanfaatkan selama kegiatan tata hutan dan perencanaan pengelolaan hutan yang
dipergunakan untuk melandasi berbagai analisis yang diperlukan. Kelengkapan,
akurasi, kemutakhiran dan reliabilitas data dan informasi sangat menentukan hasil
tata hutan dan rencana pengelolaan yang disusun. Data dan informasi yang
diperlukan untuk mendukung tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan meliputi data biogeofisik (luas, potensi sumber daya hutan dan kondisi fisik
lahan) dan sosial budaya (keberadaan pemukiman, jumlah penduduk, mata
pencaharian, dsb.).

Hasil tata hutan merupakan landasan dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan
untuk mewujudkan manfataat hutan secara optimal. Kegiatan tata hutan dalam
KPHL dan KPHP (selain di taman nasional dan kawasan hutan yang sekarang
menjadi wilayah pengelolaan Perum Perhutani) merupakan kegiatan yang baru bagi
rimbawan Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan akan
menyelenggarakan lokalatih bagi staf BPKH yang akan melaksanakan kegiatan tata
hutan di BPKH. Salah satu mata ajaran yang akan diberikan adalah Pembagian Blok
dan Petak dalam rangka Tata Hutan. Oleh karena itu dipandang perlu adanya materi
dapat menjadi acuan pembelajaran dan bahan bacaan peserta berupa Modul
Pembagian Blok dan Petak.

B. Diskripsi Sungkat

Modul ini memuat tentang pembagian blok dan petak yang merupakan bagian dari
tata hutan. Namun demikian, sebelum pembahasan mengenai pembagian blok dan
petak terlebih dahulu disampaikan materi mengenai tata hutan tata hutan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan beberapa tipe tata
hutan di berbagai sistem pengelolaan. Materi pembagian blok dan petak disajikan
secara lebih detail, meliputi konsep blok, kriteria pembuatan blok dan pelaksanaan
pembagian blok dan petak.

C. Materi Pokok

Materi pokok dan sub materi pokok melupti :

1. Pendahuluan yang memuat latar belakang, diskrisi singkat modul dan materi
modul

2. Tata Hutan, menjelaskan tata hutan menurut peraturan penundang-undangan


dan tahapan tata hutan di setiap fungsi hutan
3. Pembagian blok, memuat tipe-tipe pembagian wilayah hutan di beberapa
sistem pengelolaan hutan, konsep blok dan kriteria pembagian blok

4. Pembagian petak, memuat pelaksanaan pembagian petak pada KPH

D. Manfaat Modul

Manfaat bagi pengguna modul adalah diperolehnya pemahaman tentang pembagian


blok dan petak dalam kerangka tata hutan dan rencana pengelolaan hutan pada
KPHL dan KPHP. Bagi peserta Lokalatih yang merupakan pelaksana kegiatan tata
hutan, modul ini dapat menjadi referensi dalam pelaksanaan pembagian blok dan
petak pada KPHL dan KPHP.
II. TATA HUTAN

Penjelasan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan


bahwa Tata hutan merupakan kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan,
yang dalam pelaksanaannya memperhatikan keadaan hutan dan hak-hak
masyarakat setempat yang lahir karena kesejarahannya. Sedangkan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008
tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan
menjelaskan bahwa tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan
hutan atau KPH, mencakup pengelolompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe
ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.
Dengan kata lain, tata hutan merupakan penataan ruang di dalam KPH yang
mencerminkan arah pengelolaan dalam tiap bagian ruang KPH.

Tata hutan di laksanakan pada setiap KPH di semua kawasan hutan. Dalam tata
hutan pada KPH ini, fungsi kawasan hutan (Kawasan Konservasi, Hutan Lindung dan
Hutan Produksi) merupakan sesuatu yang bersifat given yang telah ditentukan
dalam proses penatagunaan kawasan hutan. Dengan demikian, dalam tata hutan ini
tidak dilakukan penataan ruang dalam pengertian pembagian fungsi kawasan hutan.

Mengingat suatu KPH dimungkinkan terdapat lebih dari fungsi kawasan hutan, maka
tata hutan dalam KPH dilaksanakan untuk setiap fungsi kawasan hutan. Dengan
demikian, kriteria yang digunakan dalam penataan hutan pada setiap fungsi
kawasan hutan juga akan berbeda. Hal ini merupakan sesuatu yang logis mengingat
pembagian kawasan hutan ke dalam fungsi-fungsi hutan pada hakekatnya
merupakan cerminan titik berat fungsi suatu kawasan hutan. Titik berat hutan
produksi adalah untuk fungsi ekonomi, tetapi dalam waktu yang bersamaan juga
mengemban fungsi perlindungan dan konservasi sesuai potensi yang terkandung di
dalamnya. Demikian juga hutan lindung dengan titik berat pemanfaatan untuk
perlindungan tata air, tetapi pada saat yang bersamaan juga mengemban fungsi
ekonomi dan konservasi sesuai potensinya.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. PP Nomor 3 Tahun 2008
tentang Tata Hutan dan Renacana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan,
kegiatan tata hutan di KPH terdiri dari inventarisasi hutan, pembagian blok atau
zona, pembagian petak dan anak petak, penataan batas serta pemetaan. Dalam tata
hutan harus memperhatikan areal tertentu dalam kawasan hutan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan kemsyarakatan, hutan adat, hutan desa
dan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK).

Hasil kegiatan tata hutan dijadikan dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan
hutan dengan mengacu pada rencana kehutanan nasional, provinsi, maupun
kabupaten/kota dengan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat
serta kondisi lingkungan.

A. Tata Hutan pada Hutan Konservasi

Hutan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan hutan pepelestarian
alam dan taman buru. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka
margasatwa; sedang kawasan hutan pelestarian alam terdiri dari taman nasional,
taman hutan raya dan taman wisata alam.

1. Tata hutan pada cagar alam memuat kegiatan :

– Penentuan batas-batas kawasan hutan yang ditata


– Inventarisasi dan identifikasi potensi dan kondisi kawasan
– Inventarisasi dan identifikasi permasalahan di kawasan dan wilayah
sekitarnya
– Perisalahan hutan
– Pengukuran dan pemetaan
2. Tata hutan pada suaka margasatwa, selain memuat kegiatan-kegiatan pada
butir 1 juga memuat :
– Pembagian kawasan ke dalam blok-blok, dan
– Pemancangan tanda batas blok
3. Tata hutan pada kawasan taman nasional memuat kegiatan :
 Penentuan batas-batas kawasan yang ditata
 Iventarisasi, identifikasi dan perisalahan kondisi kawasan
 Pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya di kawasan dan sekitarnya
 Pembagian kawasan ke dalam zona-zona
 Pemancangan tanda batas zona, dan
 Pengukuran dan pemetaan
Pembagian zona dalam taman nasional terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan
dan zona lainnya.
4. Tata hutan pada kawasan taman hutan raya memuat kegiatan :
 Penentuan batas-batas kawasan yang ditata
 Iventarisasi, identifikasi dan perisalahan kondisi kawasan
 Pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya di kawasan dan sekitarnya
 Pembagian kawasan ke dalam blok-blok
 Pemancangan tanda batas blok, dan
 Pengukuran dan pemetaan
Blok pada kawasan taman hutan raya terdiri dari blok pemanfaatan, blok
koleksi tanaman, blok perlindungan dan blok lainnya

5. Tata hutan pada kawasan hutan wisata alam

Jenis kegiatan tata hutan pada kawasan hutan wisata alam pada dasarnya
sama dengan tata hutan pada taman hutan raya. Sedangkan pembagian
bloknya terdiri dari blok pemanafaatan intensif, blok pemanfaatan terbatas
dan blok lainnya

6. Tata hutan pada kawasan taman buru

Jenis kegiatan tata hutan pada kawasan taman buru pada dasarnya sama
dengan tata hutan pada taman hutan raya dan taman wisata alam.
Pembagian blok pada taman buru terdiri dari blok buru, blok pemanfaatan,
blok pengembangan satwa dan blok lainnya.

B. Tata Hutan pada Hutan Lindung

Tata hutan pada hutan lindung meliputi kegiatan :


 Penentuan batas-batas kawasan yang ditata
 Iventarisasi, identifikasi dan perisalahan kondisi kawasan
 Pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya di kawasan dan sekitarnya
 Pembagian kawasan ke dalam blok-blok

 Pemancangan tanda batas blok, dan


 Pengukuran dan pemetaan
Blok pada hutan lindung terdiri dari blok perlindungan, blok pemanfaatan dan
blok lainnya.
C. Tata Hutan pada Hutan Produksi
Tata hutan pada hutan produksi memuat kegiatan :
 Penentuan batas hutan yang ditata
 Inventarisasi potensi dan kondisi hutan
 Perisalahan hutan
 Pembagian ke dalam blok-blok dan petak
 Pemancangan tanda batas blok dan petak
 Pembukaan wilayah dan sarana pengelolaan
 Registrasi
 Pengukuran dan pemetaan
Pembagian hutan produksi ke dalam blok dan petak kerja dilakukan dengan
memperhatikan luas kawasan, potensi hasil hutan dan kesesuaian ekosistem.
III. PEMBAGIAN BLOK

A. Beberapa Tipe Pembagian Wilayah Hutan


Pembagian wilayah di dalam suatu unit pengelolaan pada dasarnya ditujukan
untuk efektifitas dan efisiensi manajemen. Beberapa contoh tipe pembagian
areal disajikan sebagai berikut :
1. Pembagian Wilayah di Pulau Jawa dan Madura
Pembagian wilayah hutan di Pulau Jawa dan Madura mengenal dua aspek
pembagian wilayah, yakni dari aspek pengaturan kelestarian hutan dan
aspek organisasi (struktur). Kedua jenis pembagian wilayah hutan saling
berdiri sendiri (terpisah dan mandiri), dan tidak ada yang menjadi sub-
ordinasi dari yang lain, akan tetapi keduanya bersinergi untuk mencapai
kelestarian hasil dan kelestarian perusahaan.
a. Pembagian hutan (unit kelestarian)
 Bagian Hutan

Bagian hutan dapat didefinisikan sebagai suatu areal penataan hutan


yang luasnya dibatasi oleh ketentuan sebagai kesatuan daerah
produksi dan sebagai kesatuan daerah eksploitasi. Kesatuan
daerah produksi berfungsi untuk mengatur kelestarian hutan dan
kekekalan perusahaan dengan penentuan besarnya etat tebangan dan
penentuan daur tebangan. Prinsip dasar dari kelestarian hutan adalah
luas areal penanaman sama dengan luas hutan yang ditebang,
sedangkan kekekalan perusahaan akan tercapai saat diperolehnya
keuntungan finansial untuk mengelola hutan dari mulai kegiatan
penanaman, pemeliharaan, pengamanan, penebangan, pembuatan
jalan, dan pekerjaan administrasi. Sedangkan kesatuan daerah
eksploitasi yaitu pengaturan efektifitas dan efisiensi kegiatan
eksploitasi hutan, dimana Bagian Hutan umumnya merupakan suatu
kesatuan DAS ataupun sub DAS. Pendekatan DAS ataupun sub DAS ini
lebih ditekankan pada efektifitas pengangkutan hasil hutan. Pada
zaman dahulu pengangkutan kayu jati di Jawa masih mengandalkan
angkutan rel/lori dengan tenaga manual, dan transportasi air melalui
aliran sungai (sebagaimana yang masih dijumpai di HPH luar Jawa),
maka penempatan lokasi TPK umumnya ditempatkan pada daerah yang
rendah untuk mempermudah pengangkutan kayu.

 Petak/Anak Petak

Petak adalah bagian yang terkecil dari bagian hutan yang berfungsi
sebagai kesatuan manajemen dan kesatuan administrasi. Yang
dimaksud kesatuan manajemen yaitu kesatuan tindakan-tindakan teknik
kehutanan seperti kegiatan penanaman, pemeliharaan dan pemanenan
hasil, yang semua mengacu pada satuan petak. Kesatuan tindakan
(manajemen) memiliki volume pekerjaan yang dapat diukur dengan
kesatuan luas, kesatuan waktu dan keadaan hasil pekerjaan.
Petak sebagai kesatuan administrasi adalah akibat langsung dari petak
sebagai kesatuan manajemen dalam arti, bahwa setiap tindakan
manajemen di dalam petak dicatat berdasarkan petak sebagai suatu
kesatuan. Catatan tindakan penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan
pembiayaan baik sebagian maupun seluruhnya dilakukan untuk petak
sebagai kesatuan. Maksud dari pembiayaan sebagian adalah pencataan
bagian-bagian pembiayaan dari suatu kegiatan.
b. Pembagian wilayah pengelolaan hutan (struktur)
Penataan organisasi management unit di Pulau Jawa dan Madura
dipengaruhi faktor-faktor : rentang kendali (span of control), kondisi
hutan dan efisiensi biaya. Dengan pertimbangan tersebut maka luas
KPH cukup bervariasi, mulai dari sekitar 17 ribu hektar sampai dengan
60 ribu hektar. Hirarki orgnisasi KPH di Perum Perhutani adalah sebagai
berikut :
 Kesatuan Pemangkuan Hutan /KPH, sebagai unit pengelolaan hutan
 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH)
 Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)
 Resort Pemangkuan Hutan(RPH)/Resort Polisi Hutan
 Petak/anak petak : kesatuan tindakan silvikultur dan kesatuan
administrasi
2. Pembagian Wilayah di Hessen-Forst

Berbeda dengan pembian wilayah jutan di Perum Perhutani dimana


pembagian hutan dan pembagian orgnisasi teretorial bersifat terpisah,
mandiri dan satu sama lain bukan merupakan sub ordinasi, pembagian
wilayah hutan dan teritorial dalam FMU di Hessen-Forst memiliki keterkaitan
dan berimpit. FMU Herborn terbagi dalam beberapa Forest District (FD)
dengan kisaran luas 1500-2500 ha. Setiap FD dipimpin oleh seorang Forest
Ranger. Selanjutnya FD tersebut dibagi dalam petak-petak (compartement).

Pembagian FMU kedalam FD lebih banyak didasarkan atas batas desa atau
kota (town), batas kepemilikan (state dan community) dan proporsi luas.
Hutan komunal dan hutan privat harus mengikuti batas desa atau kota,
sedangkan hutan negara dapat melintas batas desa/kota. Hal ini berkaitan
dengan efektifitas pengelolaan. Tidak dipertimbangkan batas-batas ekologis
seperti batas DAS/sub DAS ataupun batas konservasi. Dalam satu FD dapat
terdiri dari satu atau lebih pemilikan hutan.

3. Pembagian Wilayah pada Taman Nasional

Tata hutan pada taman nasional pada dasarnya merupakan pembagian


wilayah ke dalam zona-zona yang terdiri dari zona inti, zona rimba (zona
perlindungan bahari untuk wilayah perairan), zona pemanfaatan dan zona
lainnya. Zona lain antara lain berupa zona tradisional, zona rehabilitasi, zona
religi, budaya dan sejarah serta zona khusus.

Penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan
dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut selanjutnya dibuat kriteria tiap-tiap zona.

Peruntukan tiap-tiap zona adalah sbb. :


 Zona inti : untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna
khas beserta ahbitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan,
plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang
budidaya.
 Zona rimba : untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya
alam dan lingkungan bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi,
wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta
mendukung zona inti.
 Zona pemanfaatan : untuk mengembangkan pariwisata alam dan
rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang
menunjangpemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya.
 Zona tradisional : untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasionaloleh
masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
 Zona rehabilitasi : untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak
menjadi atau mendekati ekosistem alamiahnya.
 Zona religi, budaya dan sejarah untuk mmemperlihatkan dan melindungi
nilai-nilai hasil karya budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan,
sebagai wahana penelitian, pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi
dan religius.
 Zona khusus : untuk kepentingan aktifitas kelompok masayarakat yang
tiinggal di wilayah tersebut sebelum ditunuk/ditetapkan sebagai taman
nasional dan saran penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang
tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi
dan listrik.

Wilayah Taman Nasional juga dibagi menjadi resort-resort taman nasional


yang didasarkan pada efektifitas pengawasan dan pengendalian teritorial.
Antara resort dan zona saling berdiri sendiri (terpisah dan mandiri), dan tidak
ada yang menjadi sub-ordinasi dari yang lain .

4. Pembagian Wilayah pada KPHL dan KPHP

Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pembagian


wilayah dalam blok-blok didasarkan pada ekosistem, tipe, fungsi dan rencana
pemanfaatan. Ketentuan ini yang mendasari pembentukan blok-blok pada
kawasan hutan, baik pada hutan produksi, hutan lindung maupun kawasan
konservasi. Pembagian blok dilaksanakan untuk setiap fungsi hutan. Dengan
demikian seandainya di dalam suatu KPH terdapat dua fungsi hutan, misalnya
hutan lindung dan hutan produksi, maka pembagian blok dilakukan untuk
hutan lindung dan hutan produksi secara tersendiri.
Selain pembagian wilayah hutan ke dalam blok, wilayah hutan juga dibagi ke
dalam beberapa Resort Rengelolaan Hutan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi. Resort merupakan bagian dari KPH yang
ditetapkan untuk tujuan efektifitas pengawasan dan pengendalian
pengelolaan hutan.
Antara resort dan blok saling berdiri sendiri (terpisah dan mandiri), dan tidak
ada yang menjadi sub-ordinasi dari yang lain.

B. Konsepsi Blok
Pengertian blok di kehutanan digunakan untuk berbagai pengertian dan
tujuan yang berbeda. Dalam kegiatan pemanfaatan hutan kayu, blok
digunakan untuk satuan luas tebangan Rencana Karya Lima Tahun dan
Rencana Karya Tahunan. Pengertian ini berbeda dengan konsepsi blok dalam
rangka tata hutan dalam KPH. Dalam tata hutan pada KPH, blok diartikan
bagian dari wilayah KPH dengan persamaan karakteristik biogeofisik dan
sosial budaya, bersifat relatif permanen yang ditetapkan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan demikian pembentukan blok
didasarkan faktor biogefisik dan sosial budaya. Faktor-faktor biogeofisik yang
berpengaruh antara lain pentupan lahan, potensi sumber daya hutan,
bentang alam, topografi dan ekosistem. Faktor sosial budaya yang
berpengaruh antara lain jumlah penduduk, mata pencaharian, pemilikan
lahan, jarak pemukiman, pola-pola pemanfaatan hutan oleh masyarakat,
keberadaan hutan adat, dsb.
Terminologi blok ini digunakan pada hutan produksi, hutan lindung dan
kawasan konservasi selain taman nasional. Untuk taman nasional, terminologi
yang digunakan adalah zona.

Pembagian blok pada hutan lindung terdiri dari :


 blok pemanfaatan,
 blok perlindungan dan
 blok lainnya
Sedangkan blok di hutan produksi terdiri dari :
 blok pemanfaatan hutan alam,
 blok pemanfaatan hutan tanaman
 blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan hasil hutan bukan
kayu
 blok pemberdayaan masyarakat
 blok perlindungan
 blok lainnya
Blok lainnya antara lain terdiri dari : kawasan hutan dengan tujuan khusus
(KHDTK), hutan adat, tempat-tempat bersejarah, religi dan budaya.

C. Kriteria Pembagian Blok


Batasan pengertian untuk tiap-tiap blok adalah sebagai berikut :
1. Blok pada Hutan Lindung
a. Blok perlindungan : areal pada hutan lindung yang hanya berfungsi
untuk perlindungan dan di dalamnya tidak dilakukan pemanfaatan
hutan kecuali pemanfaatan jasa lingkungan.
b. Blok pemanfaatan : areal yang di dalamnya dapat dilakukaan
pemanfataaan hutan berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
c. Blok lainnya : areal yang di dalamnya terdapat areal-areal khusus
seperti kawasan hutan dengan tujuaan khusus (KHDTK), areal
rehabilitasi, hutan adat, tempaat-tempat bersejarah, religi, dan
budaya.
2. Blok pada Hutan Produksi
a. Blok perlindungan : areal pada hutan produksi yang kondisi
biofisiknya sesuai untuk kawasan lindung
b. Blok pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam : areal pada
hutan produksi yang pemanfaatannya untuk produksi hasil hutan
kayu dalam hutan alam
c. Blok pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman : areal pada
hutan produksi yang pemanfaatannya untuk produksi kayu dalam
hutan tanaman
d. Blok pemanfaatan hasil hutan bukan kayu : areal pada hutan produksi
yang pemanfaatannya berupa pemanfaatan jasa lingkungan,
pemanfaatan kawasan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
e. Blok pemberdayaan masyarakat : areal pada hutan produksi yang
dikelola untuk pemberdayaan masyarakat berupa hutan
kemasyarakatan dan hutan desa.
f. Blok lainnya : areal yang di dalamnya terdapat areal-areal khusus
seperti kawasan hutan dengan tujuaan khusus (KHDTK), hutan adat,
tempat-tempat bersejarah, religi, dan budaya.
Kriteria pembagian blok disajikan dalam matrik berikut :
Kriteria Pembagian Blok pada Hutan Lindung
BLOK Keberadaan Aksesibiltas Sosekbud Keberadaan Potensi SDH Ket
Areal Ijin
Khusus pemanfaatan
Perlindungan Seluruh HL
selain blok
pemanfaatan
dan blok
lainnya
Pemanfaatan Tinggi 1. Dekat Terdapat izin 1.Wisata alam
dengan pemanfaatan 2. Jasa
masyarakat dalam HL Lingkungan
2. Terdapat 3. HHBK
ketergantun
gan masy
terhadap
hutan
Lainnya KHDTK,
hutan adat,
kebun raya,
lokasi religi,
sejarah dan
budaya
Kriteria Pembagian Blok pada Hutan Produksi
BLOK Keberadaan Aksesibiltas Keberadaan Sosekbud Keberadaan Potensi
Areal Kawasan Ijin SDH
Khusus Lindung pemanfaatan
Perlindungan Tidak ada Masuk Tidak ada izin
kriteria pemanfaatan
sebagai
kawasan
lindung
Pemanfaatan Tidak ada Bukan Dekat dengan Terdapat izin Terdapat
kawasan, merupakan masyarakat pemanfaatan potensi
HHBK, Jasling kawasan HHBK, HHBK,
lindung kawasan dan jasling dan
jasling potensi
pemanfaatan
kawasan
Pemanfaatan Tidak ada Bukan Terdapat izin Terdapat
HHK-HA kawasan pemanfaatan potensi kayu
lindung HHK-HA hutan alam
Pemanfaatan Tidak ada Bukan Terdapat izin Potensi
HHK-HT kawasan pemanfaatan kayu alam
lindung HHK-HT rendah
Pemberdayaan Tidak ada Sedang Bukan Dekat dengan 1.Tidak
Masyarakat sampai tinggi kawasan masyarakat terdapat ijin
lindung Ketergantungan pemanfaatan
masyarakat thd hutan
hutan tinggi 2. Terdapat ijin
Hkm dan hutan
desa
Blok lainnya KHDTK,
hutan adat,
kebun raya,
lokasi religi,
budaya dan
sejarah
IV. PELAKSANAAN PEMBAGIAN BLOK DAN PETAK

A. Pembagian Blok

Data dan peta yang diperlukan dalam pembagian blok adalah :


a. Data potensi sumber daya hutan baik berupa spasial maupun numerik
b. Data sosial ekonomi dan budaya masayarakat di dalam dan sekitar hutan,
baik data spasial maupun numerik.
c. Data geofisik kawasan : peta kawasan hutan, hasil tata batas, topografi,
DAS/Sub DAS
Tahapan pembentukan blok adalah sebagai berikut :
 Dari data spasial yang telah disiapkan dilakukan tumpang susun satu per
satu
 Masing-masing peta di-klaskan berdasarkan kriteria masing-masing
sebagaimana pada matrik tersebut di atas.
 Peta-peta tersebut dilakukan tumpang susun satu per satu sehingga
mengahsilkan polygon-polygon yang memiliki seluruh kriteria yang
berasal dari masing-masing tema (peta masukan)
 Setiap polygon direklasifikasi sesuai indikator yang ditetapkan pada setiap
blok.
 Polygon-plogonn yang memilki kriteria sama dan berbatasan langsung
disatukan menjadi satu polygon dan merupakan satu blok.
Peta Kawasan Hutan

Peta Penutupan Lahan

Peta DAS

Peta Kawasan Lindung

Peta Aksesibilitas

Peta Ijin Pemanfaatan PETA RANCANGAN BLOK


Dan penggunaan Kws Hutan

Peta Sebaran Gambut

Peta Potensi

Peta Sebaran pemukiman

Peta Administrasi

Peta kelerengan

Peta RKTN

B. Pembentukan Petak dan Anak Petak

Petak dibentuk berdasarkan homogenitas fisik lapangan. Pembagian petak


dilakukan setelah ditentukan blok-blok dalam KPH dan dengan
mempertimbangkan kondisi pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan
yang ada dalam wilayah KPH. Dengan sistem pengelolaan KPH seperti saat ini
dimana pemanfaatan hutan dilakukan melalui perizinan, maka petak-petak
dalam KPH dibentuk oleh pemegang izin pengelolaan.

Oleh karena itu, pelaksanaan pembentukan petak dalam KPH adalah sebagai
berikut :
1. Blok yang telah terdapat ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan, tidak dilakukan pembagian ke dalam petak-petak, karena petak-petak
dibentuk oleh pemegang izin.
2. Blok yang tidak ada ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan, terlebih dahulu dilakukan identifikasi sebagai berikut:
a. Areal dalam blok yang pemanfaatan hutannya direncanakan akan
dilaksanakan oleh pemegang ijin dan rencana areal penggunaaan
kawasan hutan. Di areal ini tidak dilakukan pembentukan petak oleh
KPH, karena petak akan dibentuk oleh pemegang ijin.
b. Areal dalam blok yang telah terdapat pemukiman masyarakat. Di areal
ini tidak dilakukan pembagian ke dalam petak, namun perlu
mendapatkan identifikasi khusus untuk memperoleh arahan penanganan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
3. Areal dalam blok di luar butir a dan b atas. Di areal ini yang akan dilakukan
pembagian petak sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada, serta dengan
memperhatikan arahan pengelolaan hutan jangka panjang yang telah
disusun.

Pembentukan anak petak tidak dilaksanakan pada saat awal tata hutan, karena
anak petak merupakan bagian dari petak yang bersifat temporer, yang oleh
sebab tertentu memperoleh perlakuan silvikultur atau kegiatan pengelolaan yang
khusus. Jadi anak pentak muncul karena faktor perkembangan kondisi suatu
petak, misalnya suatu bagian tertentu dari suatu petak yang setelah dilakukan
rehabilitasi dalam perkembangannya menjadi tanak kosong karena kegagalan
rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
1. Setyarso, A., S. Sastrosumarto, A. Sulistyowati. 2006. Kriteria dan Standar
Perencanaan Hutan. Pusat Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan.
Jakarta.
2. Simon, H. 2006. Perencanaan Hutan. Yayasan Pembina Fakultas
Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Peraturan Perundang-undangan

1. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan


2. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6. Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.56/Menhut-II/2006 tentang
Pedoman Zonasi Taman Nasional
5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.6/Menhut-II/2010 tentang
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria pengelolaan Hutan pada KPHL dan
KPHP.

Presentasi
1. Albrecht, Jorg. 2010. Forest Management Units in The State of Hesse
Managed by Hessen-Fosrt. Presentasi pada Expert Dialog on FMU System.
Hesse.
2. Perum Perhutani. 2009. Pengelolaan KPH di Wilayah Perum Perhutani.
Rapat Koordinasi Pembangunan KPH. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai