Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH

Kepulauan Natuna

Dibuat Oleh:

Daven Trihasanaki Dersa

XI MIPA 1

SMAN 1 BUNGURAN TIMUR


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-nya kepada saya, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang
Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya yang berjudul:

“Kepulauan Natuna”
Makalah ini sebagai tanda bahwa saya telah melakukan maupun membuat
tugas yang telah diberikan guru dikarenakan saya ingin mendapatkan nilai lebih.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun, selalu saya
harapkan demi lebih baiknya makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini diterima oleh bapak dan semoga Allah SWT
meridhoi segala urusan kita.

Natuna, 10 Januari 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepulauan Natuna adalah bagian dari wilayah Indonesia yang terletak di Laut
Cina Selatan. Proses kebumian yang berlangsung sejak ratusan juta tahun yang lalu
telah membentuk kepulauan Natuna. Proses terbentuknya kepulauan ini terekam
oleh alamnya dengan baik, yang menjadikan kepulauan Natuna sebagai salah satu
kepulauan dengan keragaman fenomena geologi. Bukan hanya itu bahkan ia
memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti gas alam dan ikan.
Kepulauan Natuna merupakan bagian dari Sundaland, yang terbentuk dan
mengalami kratonisasi pada akhir Trias(215 juta tahun yang lalu). Kratonisasi adalah
bagian stabil lempeng benua yang sudah tidak mengalami deformasi tektonik dalam
waktu yang lama(milyaran tahun). Proses ini menjadikan wilayah Natuna sebagai
wilayah yang stabil, wilayah tanpa gerak-gerak tektonik(gempa).

B. Rumusan Masalah
1. Darimana manusia awal Natuna?
2. Apa isi dari catatan Raja Ali Kelana?
3. Asal muasal ‘Poelaoe Toedjoeh’?
4. Apa nama kesulatanan yang pernah menguasai kepulauan Natuna?
5. Siapa Sultan terakhir dari kesultanan Riau Lingga?
6. Kenapa Kesultanan Riau Lingga runtuh?
7. Dimana wilayah kekuasaan kerajaan Melayu Lingga Riau?
8. Apakah kolonial berada di kepulauan Natuna?
9. Apa nama hukum yang ada berkat wawasan Nusantara?
C.Tujuan

Dengan dibuatnya makalah ini saya berharap dapat mencapai tujuan saya inginkan
yaitu, dapat menambah nilai dan mempelajari sejarah yang terdapat di kepulauan
Natuna.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Manusia Awal Natuna


Pada masa prasejarah kepulauan Anambas dan Natuna berasa di Daratan
Sunda. Daratan Sunda meliputi kawasan yang berada pada paparan Sunda saat ini,
yaitu Malaysia, Sumatera, Jawa, Borneo (Kalimantan), Palawan, Kepulauan Riau dan
Lingga, Anambas dan Natuna (Bellwood, 2000 : 9).

Peta Kepulauan Natuna ketika masih berada di dataran Sunda

Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Paparan_Sunda
Namun pada Kala Pleistosen yang berlangsung amat lama dan terutama pada
puncak zaman es sekitar 20.000 tahun yang lalu, sebagian besar kawasan ini
menjadi daratan karena penurunan air laut (Bellwood, 2000 : 9). Kondisi geologis
yang demikian menurut beberapa ahli menyebutkan Dataran Sunda merupakan
jembatan darat yang menjadi alur imigrasi fauna dan manusia serta budayanya ke
wilayah Nusantara pada masa prasejarah. Hal ini didukung oleh keberadaan situs-
situs tempat penemuan fosil dan tinggalan arkeologis pada Kala Pleistosen di
wilayah Nusantara yang terhubung dengan Asia Tenggara Daratan dan Cina.
Kepulauan Natuna menyimpan bukti sejarah dan peradaban manusia masa
lalu. Hal ini didukung oleh temuan-temuan tinggalan budayanya seperti situs
hunian dan alat-alat batu. Berlandaskan konsep yang dikemukakan Bellwood,
Kepulauan Natuna merupakan wilayah strategis dalam perlintasan sebagai jalur
migrasi dan persebaran budaya manusia prasejarah. Dengan demikian asumsi
manusia awal yang menghuni Natuna adalah manusia prasejarah yang
berhubungan dengan manusia awal di Asia Tenggara Daratan dan Cina.

B. Natuna Dalam Catatan Raja Ali Kelana


Kepulauan Natuna sebagai wilayah perlintasan sekaligus pulau yang kaya
dengan catatan sumber daya alamnya juga disampaikan dalam catatan perjalanan
seorang tokoh dari kerajaan Riau-Lingga, Raja Ali Kelana. Dalam catatan jurnalistik
sejak tanggal 9 Februari 1896 – 6 Maret 1868, yang berjudul Naskah Pohon
Perhimpunan Peri Perjalanan. Tulisan yang terdapat pada halaman 23 dari naskah
ini tentang laporan perjalanan ke Teluk Bunguran pada 12 Ramadhan, hari Arba’a
bersamaan dengan tanggal 26 Februari 1896.
Dalam naskah tulisan ini juga melukiskan tentang kesuburannya tanah
Bunguran, dan melimpahnya hasil kopra; kesibukan Pelabuhan Sedanau dengan
jumlah perahu yang keluar masuk Pelabuhan menuju Singapura, Kuching, dan
Serawak. Hutan yang lebat dengan sumber air dan sungai yang luas, keragaman
ikan, fauna, kayu, masyarakat yang memiliki kemampuan bertenun, dan anyam-
anyaman.
Raja Ali Kelana

Sumber:https://gowest.id/raja-ali-kelana/

C. Poelaoe Toedjoeh
Kepulaun Natuna pada awalnya merupakan bagian dari Pulau Tujuh, yang
terdiri dari Natuna, Anambas dan Tambelan. Wilayah Pulau Tujuh merupakan
wilayah adat dan dipimpin oleh pemimpin wilayah yang disebut dengan ‘Tokong
Pulau’. Julukan ‘Tokong Pulau’ diberikan kepada seorang Datuk Kaya sebagai
pemimpin dan pengendali pemerintahan di wilayah terkecil. Datuk Kaya diberi hak
oleh Sultan Riau sesuai dengan ketentuan data uang ada pada masa itu. Dalam
sebuah perjanjian tentang sumpah setia Sultan Mahmud Al Muzafar Syah yang
menyebutkan ‘Tokong Pulau’ termasuk dalam kawasan Riau Lingga dengan masing-
masing memiliki wilayah. Setelah 1864 Pulau Tujuh menjadi bagian dari Kesultanan
Riau Lingga (Wan Taruhsin, 2000 dalam Arman dan Swastiwi, 2018).

1. Pada Abad 12 – 13 M
Pada abad ini berdiri kerajaan-kerajaan Melayu seperti Kerajaan
Bintan/Tumasik dan Malaka; Kerajaan Kandia/Kuantan; Kerajaan Gasib;
Kerajaan Kritang dan Indragiri; Kerajaan Rokan; Kerajaan Segati; Kerajaan
Pekan Tua; dan Kerajaan Andiko Nan 44/Kampar.

2. Pada Abad 13 – 15 M
Kerajaan Melayu Malaka merupakan kerajaan yang didirikan oleh
Prameswara, yang berasal dari Kerajaan Bintan. Pada masa kerajaan ini wilayah
Bunguran telah menjadi wilayah Kerajaan Bintan. Pada masa pemerintahan
Sultan Mansyur Syah(1458 – 1477) wilayah kerajaan dibagi atas beberapa
penguasa antara lain, Kerajaan Pahang, daerah Trengganu, Kerajaan Indragiri,
Kerajaan Kampar, Kerajaan Siak, daerah-daerah Jemaja, Tambelan, Siantan,
Bunguran, daerah Jeram, dan daerah Tumasik(Singapura).

3. Pada Abad 15 – 19 M
Jatuhnya Melaka pada tahun 1511 membawa beberapa dampak politik.
Salah satunya adalah wilayah Kerajaan Melayu Melaka yang pada mulanya
meliputi Semenanjung Tanah Melayu, daerah Kepualuan Riau, Pesisir Timur
Sumatra Bagian Tengah, Brunei dan Serawak, Tanjungppura(Kalimantan Barat),
Indragiri, Palembang, Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran telah
berpecah, meliputi Johor, Pahang, Riau, Lingga, dan beberapa daerah tertentu
di daratan Sumatra. Kerajaan Johor-Riau atau juga dikenal Kerajaan Johor-
Pahang-Riau-Lingga yang berdiri sekitar tahun 1528-1824 M.

4. Pada Abad 19 – 20 M
Kesultanan Riau Lingga, merupakan kerajaan Islam yang berdiri di Pulau
Lingga, Riau. Kesultanan Riau Lingga ini sebenarnya pemisahan kekuasaan
Kesultanan Djohor, Pahang, Riau Lingga yang terjadi tahun 1819, setelah
pengangkatan Toekoe Long(Sultan Husain) sebagai Sultan Djohor.
Setelah adanya perjanjian antara Inggris dan Belanda dalam Traktat
London tahun 1824, pemisahan dua kesultanan ini semakin jelas. Kesultanan
Djohor didalam kewenangan Inggris, Kesultanan Riau Lingga bergelar Sultan
Abdul Rahman Muazzam Syah Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke I (1812 –
1832).
Wilayah kesultanan Riau Lingga, meliputi wilayah Kepulauan Riau termasuk
Pulau Tujuh dan Kepulauan Karimun, Pada awalnya pusat pemerintahan berada
di Tanjung Pinang kemudian ke Daik, Pulau Lingga, dan terakhir kembali pindah
ke Tanjung Pinang. Kesultanan Riau Lingga berakhir pada tahun ke 1911.
D. Kesultanan Riau Lingga (1824 – 1911)
Kesultanan Riau Lingga merupakan kelanjutan dari Kesultanan Melayu Djohor
Pahang Riau Lingga. Akibat adanya kesepakatan antara Inggris dan Belanda yang
tertuang dalam Traktat London 1824, maka kesultanan ini dipecah menjadi dua
kesultanan dengan sultan masing-masing.

Kesultanan Djohor dengan sultan pertamanya Tengku Hussain bergelar Sultan


Hussain Syah (1819 – 1835) putra tertua Sultan Mahmud Syah III Yang Dipertuan
Besar Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVI (1761 – 1812), sedangkan Sultan Abdul
Rahman yang merupakan adik Tengku Hussain, menjadi Sultan pertama Kesultanan
Riau Lingga bergelar Sultan Abdul Rahman Syah (1819 – 1832). Kedudukan Sultan
Abdul Rahman Syah sebagai Sultan pertama di Kesultanan Riau Lingga ini juga
diperkuat dengan perjanjian yang dibuat oleh Belanda dengan Kesultanan Djohor,
Pahang, Riau Lingga, yang tertulis dalam Contract met Johor-Pahan, Riouw, Lingga
en Onderh. d. d. 26 November 1818 (Bt. 15 Maart 1819 No. 34)

Pada masa pemerintahannya, kesultanan Riau Lingga menjadi pusat


perkembangan agama Islam masa itu. Salah satu bukti tinggalannya adalah Mesjid
Raya Pulau Penyengat yang didirikan oleh Sultan Abdul Rahman.

Masjid Raya Pulau Penyengat


Sumber:https://www.inikepri.com/2023/05/06/jelajah-wisata-religi-ke-pulau-
penyengat/

Selain perkembangan agama Islam, masa pemerintahannya juga menjadikan


bahasa Melayu sebagai bahasa resmi di kesultanan. Wilayah kesultanan Riau Lingga
meliputi pulau-pulau Lingga-Singkep dan Riau.

E. Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah (1883 – 1911)


Sultan terakhir dari Kesultanan Riau Lingga adalah Raja Abdurrahman, putra
dari Fatimah, putri Sultan Mahmud Muzafar Syah (Sultan ke 2). Fatimah adalah istri
Raja Muhammad Yusuf (Yang Dipertuan Muda X Riau). Fatimah menyerahkan
kekuasaan kepada putranya Raja Abdurrahman dengan gelar Sultan Abdurrahman
Muazzam Syah (1883). Pada tahun 1903, Sultan Abdurrahman Muazzam Syah
memindahkan pusat pemerintahan ke Pulau Penyengat.

Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah

Sumber:https://id.pinterest.com/pin/836473330773263390/

Kesultanan Lingga mengalami perkembangan pesat selama masa


pemerintahannya. Sultan Abdurrahman Muazzam Syah mendirikan perkumpulan
Rusydiah Club, perkumpulan para cendekia di Pulau Penyengat, yang kemudian
menjadi pusat perkembangan politik, budaya, dan kemasyakaratan.
Sultan Abdurrahman Muazzam Syah menjadi sultan terakhir dari Kesultanan
Lingga, karena kesultanan ini dibubarkan oleh Belanda.

F. Runtuhnya Kesultanan Riau Lingga (1911)


Kesultanan Riau Lingga berkembang dan menjadi pusat pengetahuan adat
istiadat Melayu dan agama Islam, pada masa kesultanan Sultan Abdurrahman
Muazzam Syah. Pada masa kesultanan ini wilayah dan daerah taklukannya tetap
berada dibawah kekuasaan Hindia Belanda. Pembaharuan perjanjian dengan Hindia
Belanda semakin menambah berbagai aturan dan mempersempit wilayah,
kekuasaan, dan kewenangan Sultan. Namun Sultan Abdurrahman Muazzam Syah
menentang sistem pemerintahan tersebut, yang berakibat pemerintahan Hindia
Belanda membubarkan kesultanan ini pada tahun 1911.

Kesultanan Riau Lingga

Sumber: https://koropak.co.id/20774/peran-kesultanan-riau-lingga-dalam-pembentukan-
bahasa-indonesia
G. Wilayah Kekuasaan Sultan Dalam Daerah Kerajaan
Melayu Lingga Riau
Daerah kekuasaan Sultan dalam daerah Kerajaan Melayu Lingga Riau termasuk
dalam daerah takluknya yaitu sebagai berikut, Pulau Lingga dan pulau-pulau
sekitarnya, pualu-pulau terletak di sebelah barat Pulau Temiang dan pulau sebelah
barat Selat Sebuaya. Pantai pesisir Pulau Sumatra disebut pulau pulau-pulau yang
terletak sebelah barat Selat Durai demikian pulau pulau-pulau yang terletak di
sebelah barat Selat Riau; sebelah selatan Singapore dan Pulau Bintan; Pulau-pulau
Anambas diperintah oleh Pangeran Siantan, Pulau Natuna Besar di bawah
pemerintahan Orang Kaya Bunguran. Pulau Natuna sebelah utara diperintah Orang
Kaya Pulau Laut, pulau-pulau Natuna selatan di bawah Orang Kaya Subi, Pulau
Serasan di bawah Orang Kaya Serasan, Pulau Tambelan di bawah Petinggi
Tambelan; daerah Indragiri Hilir bagian hilir, Kuala Gaung, Kuala Sapat dan Retih.

Pembagian wilayah ini berdasarkan perjanjian antara Sultan Sulaiman Badrul


Alamsyah dan Residen Riau Nieuwenhuyzen tanggal 1 Desember 1857.

Peta Wilayah Kekuasaan Kesultanan Riau Lingga

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Lingga
H. Kolonial Di Kepulauan Natuna
Belanda (Hindia Belanda) dan Jepang tercatat dalam sejarah dan tinggalannya
pernah menduduki kepulauan ini. Kedua bangsa koloni ini berkuasa dengan
karakternya masing-masing dalam upaya mempertahankan kedudukannya di
wilayah ini. Belanda pada saat itu dikenal dengan Hindia Belanda memberlakukan
sistem pemerintahan, pembagian wilayah, membangun kantor pemerintahan dan
sekolah. Sementara koloni Jepang melakukan upaya pertahanan melalui latihan
militer dari kelompok sipil dan membangun sarana dengan kerja paksa (romusha).

Tinggalan dan bukti sejarah yang terdapat di kepulauan ini membuktikan


kehadiran dua koloni ini di wilayah kepulauan Natuna. Kekuasaan Hindia Belanda
berakhir pada tahun 1941, sementara Jepang keluar dari wilayah ini pada tahun
1945.

I. UNCLOS ( United Nations Convention Law On The Sea)


Konsep Wawasan Nusantara diterima sebagai bagian integral dari Konvensi
Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kesepakatan ini terjadi pada saat
sidang majelis umum PBB tahun 1982. Walaupun beberapa negara tidak
mendukung konsep wawasan Nusantara ini, PBB akhirnya mengesahkan Konvensi
Hukum Laut pada 10 Desember 1982. Berdasarkan konsep ini, titik terluar landas
kontinen suatu negara dapat ditarik 200 mil keluar dan menjadi hak dari negara
tersebut. Berlakunya konvensi ini menunjukkan bahwa konsep wawasan Nusatara
secara resmi diakui oleh dunia Internasional dan Indonesia telah memberikan
kontribusi pada perkembangan hukum laut Internasional.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut PBB dengan mengesahkan


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan
United Nations Convention of the Law on the Sea ( Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hukum Laut) pada 31 Desember 1985. Dampak ratifikasi ini adalah
semakin luasnya wilayah kedaulatan Indonesia. Pada masa Hindia Belanda wilayah
Indonesia sekiatar 1,9 juta km2, setelah Deklarasi Djuanda menjadi 5 juta km2, hasil
dari Konvensi Hukum Laut PBB, menyatakan batas selebar 200 mil dihitung dari
garis pangkal pulau terdepan ditambah dengan wilayah yurisdiksi Zona Ekonomi
Ekslusif dan Landas Kontinen, sehingga wilayah Indonesia menjadi 8 juta km2.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan mendalami sejarah yang terjadi di kepulauan Natuna kita menjadi tahu
dari mana asal kebudayaan serta sejarah mengenai kerajaan-kerajaan Melayu
yang berada di wilayah kepulauan Natuna. Kita harus mengingat kembali sejarah
supaya kita bisa menghormati pahlawan maupun tokoh masyarakat yang sudah
berjuang untuk mendapatkan hak kita pada saat ini, sehingga kita bisa hidup
dengan tenang dan meneruskan perjuangan mereka.

B. Saran
Saya sebagai penyusun makalah ini sangat menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan dan kekeliruan baik dari segi kata-kata bahasa maupun
kalimat, oleh karena itu saya sangat berharap sekali masukan, kritik maupun saran
yang sifatnya membangun guna penyempurnaan penyusunan makalah saya
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai