NUR ANISA
E20222003
Oleh
NUR ANISA
E20 22 2 003
TESIS
“Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pertanian
Program Studi Iimu-Ilmu Pertanian”
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
NUR ANISA
E20 22 2 003
USULAN PENELITIAN
Telah disetujui Tim Pembimbing pada tanggal
Seperti tertera dibawah ini
Palu, Juni 2023
Pembimbing 1 Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Sri Anjar Lasmini,M.P Dr. Ir. Maemunah, M.P
Ketua Tim Pembimbing Anggota Tim Pembimbing
Mengetahui,
ii
PERNYATAAN
1. Karya tulis (Tesis) saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (Sarjanah, Magister, dan /atau Doktor), baik di Universitas Tadulako
2. Karya tulis ini adaah murni gagasan, rumusan dan penilitian saya sendiri, tanpabantuan
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebaai acuan
dalam naska dengan disebutkan nama pengarangdan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Peryatan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam dalam peryataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya
ini, serta sanksi lainya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi ini.
Nur Anisa
E20222003
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-nya serta kesempatan dan nikmat kesehatan sehingga penyusun dapat
menyelesaikan proposal ‘ Pengaruh ketinggian tempat dan cara simpan petani terhadap
kualitas benih bawang merah (Allium Cepa L. Var. Aggregatum Di Lembah Palu’
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pertanian, pada program studi
penyusun tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
banyak membantu memberikan informasi dan bimbingan mulai dari penyusunan sampai
baik dari segi kesalahan penulisan maupun kesalahan dalam penyusunan. Oleh sebab itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar proposal ini
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii
PERNYATAAN..........................................................................................................iii
KATA PENGANTAR................................................................................................iv
DAFTAR ISI...............................................................................................................v
DAFTAR TABEL......................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................viii
BAB 1PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masaah....................................................................................................7
1.3 Tujuan Penilitian....................................................................................................7
1.4 Kegunaan Dan Manfaat Penilitian.......................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS......8
2.1 Penelitian Terdahulu.............................................................................................8
2.2 Kajian Pustaka.....................................................................................................12
2.2.1 Deskripsi Bawang Merah (Allium cepa L. Var. Aggregatum) Varietas
Lambah Palu...............................................................................................12
2.2.2 Klasifikasi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.).................................13
2.2.3 Morfologi bawang Merah (Allium cepa L. Var. Aggregatum).................13
2.2.4 Pengadaan Benih........................................................................................16
2.2.5 Karakterisik Bawang Merah ‘Lembah Palu’..............................................18
2.2.6 Nilai Ekonomi Bawang Merah Lembah Palu............................................18
2.2.7 Syarat Tumbuh Benih Bawang Merah......................................................19
2.2.8 Suhu Ruang Simpan..................................................................................20
2.2.9 Teknik Penyimpanan Bawang Merah........................................................23
2.2.10 Kriteria Penyimpanan.................................................................................25
2.2.11 Cara Simpan...............................................................................................25
2.2.12 Pengaruh Ketinggian..................................................................................26
2.2.13 Kondisi Penyimpanan................................................................................27
2.2.14 Sistem Gantung..........................................................................................28
2.2.15 Sistem Protolan.........................................................................................28
2.3 Kerangka Pemikiran...........................................................................................31
2.4 Hipotesis....................................................................................................................
33
BAB 3 MATERI DAN METODE PENILITIAN......................................................34
3.1 Tempat dan waktu Penilitian..............................................................................34
3.2 Bahan Dan Alat....................................................................................................34
3.3 Desain Penelitian..................................................................................................35
3.4 Prosedur Penelitian..............................................................................................35
3.5 Jenis dan Sumber Data........................................................................................36
3.6 Teknik Pengumpulan Data..................................................................................36
3.7 Teknik Analisa Data............................................................................................37
3.8 Identifikasih Marfologi........................................................................................37
3.9 Deskripsi tanaman...............................................................................................37
3.10 Deskriptif Umbi...................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................39
v
vi
DAFTAR TABEL
vii
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
Di Propinsi Sulawesi Tengah terdapat dua varietas bawang merah (varietas palasa
dan varietas lembah palu) dua varietas ini telah diakui dan dilepas oleh pemerintah pusat
sebagai bawang merah unggul nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI
Varietas Palasa (Direktorat Perbenihan, 2004), sedangkan varietas bawang merah Lembah
Palu pelepasannya 2010. Varietas Palasa dan Lembah Palu digunakan sebagai bahan baku
bawang goreng yang memiliki aroma khas (Saleh, 2004). Varietas lembah palu tumbuh
diwilayah lembah palu dan varietas palasa tumbuh di Teluk Tomini (Palasa) yang beriklim
kering
beraroma khas yang bahan baku utamanya terdapat industry bawang goreng. Selain itu
bawang merah lembah palu dapat diperjual belikan, Sulawesi tengah pada peningkatan
industry rumah tangga bawang goreng ternyata tidak diiringi dengan peningkatan bahan
baku bawang goreng. Bawang merah Lembah Palu pada dasarnya sebagai salah satu
masyarakat mengenal bawang merah sebagai bumbu masak dan bawang wakegi
warna umbi, besar umbi dan aroma yang khas. Warna umbi sangat erat kaitannya dengan
kandungan air yang dimilikinya. Kandungan air dalam bawang merah sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan kalium. Sedangkan aroma yang khas berkaitan erat dengan kandungan
1
2
sulfur. Jadi, secara umum dapat dilihat bahwa peranan unsur-unsur seperti nitrogen,
phosfor, kalium, magnesium maupun sulfur yang terkandung dalam biokultur sangat
Berdasarkan data sekunder yang didapatkan bahwa luas area penanaman bawang
merah pada tahun 2009 yaitu 194 ha, dan luas panen 159 ha, di mana produksi sebesar 71
kw/ha dan total produksi 1.128 .90 ton. Pada tahun 2010, luas penanaman 216 ha, dengan
luas panen 207 ha, produksi sebesar 77.01 kw/ha dan total produksi 15.941.07 ton.
Selanjutnya pada tahun 2011, luas penanaman mencapai 533.10 ha, dengan luas panen
255.5 ha, produksi 79.17 kw/ha dan total produksi 20.228. Pada tahun 2011 tersebut
menunjukkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan pada tahun 2009 dan 2010, hal
ini terbukti bahwa hingga saat ini komoditas bawang merah di Sulawesi Tengah memiliki
prospek yang sangat baik (Dinper Kota dan Dinper Provinsi Sulawesi Tengah, 2012).
Provinsi Sulawesi Tengah. Produksi bawang merah Kabupaten Sigi mencapai 20.996 ton
per tahun dengan luas panen 422 hektar (BPS Kab Sigi, 2018). Nilai LQ bawang merah
Kabupaten Sigi adalah 2,64 atau lebih dari satu (Rahayu et al., 2021). Hal ini
menunjukkan bahwa komoditas bawang menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan.
hasilnya tidak saja dapat memenuhi di wilayah Kabupaten Sigi akan tetapi dapat
dipasarkan ke luar wilayah. Sedangkan rata-rata nilai Share Shift Analisis (SSA)
komoditas bawang merah Kabupaten Sigi pada Tahun 2013-2017 adalah positif sebesar
240,89. Hal ini berarti pertumbuhan komoditas bawang merah di Kabupaten Sigi lebih
3
cepat dibandingkan dengan nilai pertumbuhan kabupaten lain atau pada tingkat Provinsi
Letak geografis dan iklim daerah Kota Palu yang mendukung tidak heran jika
bawang merah Palu menjadi salah satu produksi terbesar dibandingkan dengan produksi
pertanian lainnya, Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu Provinsi penghasil
bawang merah Palu di mana produksi dan produktivitas bawang merah Palu dari tahun
2013-2017 mengalami fluktuasi. Salah satu faktornya adalah dipengaruhi oleh perubahan
luas panen pada setiap tahunnya. Hasil produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2015 di
mana produktivitasnya sebesar 53,1 Ku/Ha yang berasal dari perbandingan antara produksi
sebesar 88.782 kuintal dengan luas panen sebesar 1.672 hektar. Sedangkan produktivitas
terendah terjadi pada tahun 2013 dengan hasil 33,67 Ku/Ha yang disebabkan karena
kecilnya luas panen dan rendahnya produksi. Data diatas ialah gabungan antara bawang
merah Palu dan bawang merah lembah Palu yang berada di Provinsi Sulawesi tengah.
Perbedaannya terletak pada jenis umbinya yaitu dikenal dengan Bawang Batu, bentuknya
kecil dan warnanya tidak semerah bawang merah pada umumnya, namun lebih keras.
Selain itu Bawang merah Palu memiliki cita rasa yang khas, meskipun ciri-ciri
morfologinya tidak banyak berbeda dengan bawang merah lainnya. Salah satu keunikan
bawang ini yang membedakan dengan bawang merah lainnya adalah umbinya mempunyai
tekstur yang padat sehingga menghasilkan bawang goreng yang renyah dan gurih serta
aroma yang tidak berubah walaupun disimpan lama dalam wadah yang tertutup. Menurut
beberapa sumber, bawang jenis ini tidak bisa tumbuh di daerah-daerah lain di Indonesia.
Bahkan, dari seluruh wilayah yang ada di Sulawesi Tengah, hanya tanah di daerah Palu
4
yang cocok untuk bawang jenis ini. Kontur tanah di daerah Palu yang berpasir membuat
bawang batu ini dapat tumbuh dengan subur dan berproduksi dengan baik. Menurut
Limbongan et al., (2001), Bawang merah banyak diusahakan oleh petani di Lembah Palu,
mengingat Lembah Palu merupakan suatu kawasan dataran rendah yang beriklim kering
dan curah hujan kurang dari 500 mm/th sehingga kondisi tersebut sangat cocok bagi
Menurut data Kementan (2015), menunjukan bahwa produksi bawang merah dari
tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Dalam enam tahun terakhir (tahun 2009- 2014) rata-
rata produktivitas bawang merah nasional hanya sekitar 10,22 ton/ha, jauh dibawah potensi
produksi yang berada diatas 20 ton/ha. Salah satu permasalahan yang ada pada sistem
budidaya bawang merah saat ini adalah penggunaan bibit bawang merah yang kurang
berkualitas dari segi mutu, hal tersebut merupakan masalah yang lazim dialami petani.
Suksesnya suatu budidaya pada bawang merah diawali dengan mutu bibit yang baik
Syarat bibit bawang merah adalah bibit yang disimpan lama dengan tujuan untuk
faktor lain seperti umur panen umbi bawang merah (Saleh, 2018). Menurut Kuswanto
(2003), kualitas bibit memiliki korelasi dengan viabilitas bibit. Bibit dengan viabilitas yang
tinggi akan memberikan produksi yang tinggi pula. Menurut Wulandari (2013) salah satu
Ketentuan penyediaan dan penyimpanan benih harus sesuai kebutuhan benih agar
tidak cepat mengalami kemunduran. Selain itu, ruang penyimpanan benih harus bersih dari
kotoran dan bau serta kedap air. Demikian pula aliran udara yang keluar masuk pada ruang
ketersediaan bahan baku juga dipengaruhi oleh mutu terutama daya tahan simpan bawang
gorengnya yang masih sangat terbatas. Ete, dkk., (2009) melaporkan karakteristik bawang
goreng Palu telah mengalami penurunan drastis setelah penyimpanan 2 bulan. Selain
faktor pengolahan dan teknik pascapanen, sifat fisik-kimia umbi bahan bakunya juga ikut
Adapun penyebab rendahnya hasil produksi bawang merah ‘lembah palu’ masih
sangat beragam, namun penyebab utamnya adalah penerapan sistem budidaya dan pasca
panen yang belum optimal, seperti jaminan ketersediaan benih bermutu dalam jumlah
cukup sesuai kebutuhan, teknis penggunaan bedengan (arah, bentuk dan ukuran) yang
belum sesuai kondisi agroekosistem lahan, teknis pengairan dan konservasi air, teknis
yang belum optimal serta penanganan pasca panen yang belum baik. Disamping faktor
tersebut di atas, faktor iklim juga sering menjadi penyebab kegagalan panen dan rendahnya
hasil produksi bawang merah terutama pada kondisi agroekosistem lahan kering (Bahrudin
dkk, 2009).
bawang merah masih rendah. Produktivitas ‘Palu’ dan ‘Palasa’ hanya 4,0-4,5 ton umbi
kering per hektar (Limbongan dan Maskar, 2003). Jumlah produksi ‘Palasa’ dan ‘Palu’
masing-masing hanya berkisar 1134-1380 ton/tahun (Diperta Sulteng, 2010b). Jumlah ini
tidak dapat memenuhi kebutuhan industri bawang goreng yang jumlahnya terus
meningkat. Pada tahun 2010 jumlah usaha industri bawang goreng yang terdaftar dan
memperoleh izin usaha adalah 45 unit, dengan kebutuhan bahan baku mencapai 1080-2160
Penyimpanan pada kondisi ruang udara bebas menghasilkan daya berkecambah, kecepatan
berkecambah dan waktu berkecambah serta bobot kering yang lebih tinggi. Varietas
Lembah Palu maupun Palasa memiliki vigor daya simpan yang tinggi pada kondisi simpan
ruang udara bebas, meskipun pada ruang AC dengan suhu 250C masih menunjukkan vigor
yang baik. Benih dengan viabilitas yang tinggi akan memberikan produksi yang tinggi
pula. Salah satu indikator tersebut adalah daya simpan yang lama (Karim dkk., 2015).
Penyimpanan yang umum dilakukan di Indonesia saat ini adalah penyimpanan tradisional
pada suhu 25 – 30 0C dan pada kelembaban (RH) 70 - 80%, yang akan menghasilkan susut
bobot atau kehilangan berat sekitar 25% setelah dilakukan penyimpanan 2 bulan.
Kehilangan berat yang sebesar itu diharapkan dapat ditekan hingga 10 - 17% dengan
dkk., 2011). Umbi bawang merah yang akan digunakan untuk bibit sebaiknya telah
disimpan selama 3 - 4 bulan (12 - 16 minggu) agar tahan terhadap serangan penyakit dan
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan penanganan pasca panen benih bawang
merah yang tepat, sehingga benih bawang merah memiliki vigor dan viabilitas yang baik
saat diaplikasikan dilapangan setelah masa penyimpanan, akan tetapi jika hanya
mengandalkan penyimpanan secara alami maka proses budidaya akan terhambat, hal ini
disebabkan oleh masa simpan benih yang memerlukan waktu cukup lama. Ketinggian
tempat di atas permukaan laut berpengaruh terhadap umur panen bawang merah ‘lembah
palu. Cara penyimpanan benih yang dilakukan petani untuk kebutuhan bibit adalah dengan
cara mengikat dan menggantungkan pada ruang terbuka selama kurang lebih 3-4 bulan
(12-16 minggu).
7
Kegunaan melakukan penilitian ini agar dapat dijadikan acuan informasi terhadap
Pengaruh ketingian tempat dan cara simpan petani terhadap Kualitas Benih Bawang merah
di Lembah Palu. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada
petani tentang benih yang baik berdasarkan umur Simpan dan suhu penyimpanan agar
Adapun beberapa penelitian yang terkait untuk dijadikan data pendukung atau
bahan referensih dalam menunjang penelitian Pengaruh ketinggian tempat dan cara
simpan petani terhadap kualitas benih bawang merah (Allium Cepa L. Var. Aggregatum)
Penilitian dari If’all dan Idris (2016) dengan judul Pengaruh Kondisi Peyimpanan
Dan Berbagai Varietas Bawang Merah Lokal Sulawesi Tengah Terhadap Viabilitas Dan
Vigor Benih. Rancangan penilitian yang digunakan adalah rancanan Acak Kelompok
(RAK) pola faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah kondisi penyimpanan (K), yang
terdiri dari tiga taraf, yaitu : K1 = Ruangan terbuka (dianginkan), K2 = Ruangan yang
diberi AC dan K3 = Diletakkan di atas dapur (diasap), sedangkan faktor kedua adalah jenis
varietas (L), yaitu yang terdiri dari tiga jenis, yaitu : L1 = varietas lembah palu, L2 =
setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 9 x 3 = 27 unit percobaan.
Setiap unit percobaan digunakan 20 butir benih, sehingga diperlukan 27 x 20 = 540 butir
terjadi interaksi antara perlakuan kondisi penyimpanan dan jenis varietas terhadap
viabilitas dan vigor benih bawang merah pada kadar air benih. Kondisi penyimpanan
diasapi memberikan pengaruh lebih baik terhadap viabilitas dan vigor benih bawang
merah. Varietas lembah palu toleran terhadap kondisi penyimpanan, karena tidak
menurunkan viabilitas dan vigor benih, meskipun disimpan pada tempat yang berbeda.
8
9
Penilitian dari Syarifudin Karim 1), Andi Ete 2), Adrianton (2015) dengan judul
Daya Simpan Benih Bawang Merah (Allium Cepa L. Var. Aggregatum) Varietas Lembah
Palu Pada Berbagai Paket Teknologi Mutu Benih. Rancangan penilitian yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10 perlakuan paket teknologi mutu benih
dan 3 ulangan. Perlakuan yang diujicobakan adalah P1 = Gantung, ketinggian 100 m dpl,
umbi kecil, 250 kg KCl/ha, P2 = Gantung, ketinggian 100 m dpl, umbi besar, 100 kg
KCl/ha, P3 = Gantung, ketinggian 100 m dpl, umbi besar, 250 kg KCl/ha, P4 = Gantung,
ketinggian 300 m dpl, umbi besar, 100 kg KCl/ha, P5 = Gantung, ketinggian 300 m dpl,
umbi besar, 150 kg KCl/ha, P6 = Gantung, ketinggian 500 m dpl, umbi besar, 150 kg
KCl/ha, P7= Protolan, ketinggian 300 m dpl, umbi kecil, 150 kg KCl/ha, P8= Protolan,
ketinggian 300 m dpl, umbi besar, 150 kg KCl/ha, P9= Protolan, ketinggian 500 m dpl,
umbi kecil, 200 kg KCl/ha, dan P10=Protolan, ketinggian 500 m dpl, umbi besar, 200 kg
KCl/ha. Data dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan uji BNJ 5%. Hasil penelitian
menunjukan daya simpan benih bawang merah pada paket teknologi dengan cara
digantung, ketinggian tempat 500 mpl,dan umbi besar serta pemberian 150 KCl/ha,
menghasilkan kadar air tertinggi 79,75% pada 8 MSP, dan kecepatan tumbuh tertinggi
Penyimpanan Umbi Bibit Bawang Merah pada Suhu Dingin Terhadap Kualitas Bibit,
Pertumbuhan, dan Hasil pada Varietas Bima dan Ilokos. Rancangan penilitian yang
dgunakan adalah rancangan split plot dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan.
Perlakuan pertama adalah varietas yang terdiri dari Bima (V1) dan Ilokos (V2). Perlakuan
kedua adalah metode penyimpanan yang terdiri dari enam perlakuan yaitu penyimpanan
hari + penyimpanan dingin 75 hari (T5) Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode
penyimpanan suhu dingin meningkatkan kualitas benih, pertumbuhan dan hasil produksi
bawang merah. Varietas Bima menunjukkan kualitas, pertumbuhan dan hasil panen lebih
baik dari pada varietas Ilokos. Penyimpanan konvensional 45 hari + dingin 45 hari
menunjukkan hasil umbi kering ubinan dan produksi per hektar tertinggi (9.92 ton/ha).
Penilitian dari Alvita Sekar Sarjani, Endah Retno Palupi2, M. Rahmad Suhartanto,
dan Y. Aris Purwanto (2018) dengan judul Pengaruh Suhu Ruang Simpan dan Perlakuan
Pasca Penyimpanan terhadap Mutu dan Produktivitas Umbi Benih Bawang Merah (Allium
yaitu suhu berjenjang (3 hari) dan suhu ruang langsung (1 hari), untuk mencegah
pembungaan. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali (ulangan tersarang pada
sampai 8 minggu setelah panen (6 minggu setelah simpan), ditandai dengan daya
berkecambah dan indeks vigor di atas 90%. Berakhirnya dormansi benih umbi bersamaan
mempertahankan viabilitas dan vigor di atas 90% dengan kerusakan (umbi bertunas,
chilling injury, hampa atau busuk) sebesar 9.8% dan susut bobot sebesar 15.6%. Setelah
disimpan selama 12 minggu benih dapat tumbuh normal dan memproduksi 30.2 g umbi
per tanaman. Aklimatisasi suhu berjenjang umbi benih yang telah disimpan pada suhu 5
rendah Benih Bawang Merah (Allium Cepa L. Var. Aggregatum) terhadap Pertumbuhan
Benih. Rancangan penilitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) 1
faktor, yaitu suhu penyimpanan yang terdiri suhu 0, 5, 10oC dan ruang serta bentuk ukuran
umbi bawang merah yang terdiri dari ukuran besar, sedang dan kecil. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Data hasil pengamatan kemudian dianalisis sidik
ragam, apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda DMRT (Duncan New
Multiple Range Test) pada taraf 5%. Berdasarkan hasil penelitian pada suhu 10oC
mengalami susut bobot tertinggi pada bentuk ukuran umbi besar, sedang dan kecil masing-
masing sebesar 34.05, 36.85 dan 41.31% hingga akhir penyimpanan. Hal ini disebabkan
karena pada suhu 10oC cadangan makanan yang terdapat dalam umbi selain digunakan
untuk metabolisme juga digunakan untuk pertumbuhan tunas dan akar yang cukup tinggi
sehingga bobot umbi terus mengalami penurunan. Menurut (Rachmawati et al. 2009)
bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap proses kimiawi seperti laju respirasi yang
menyebabkan penguapan berlebihan sehingga terjadi susut bobot pada bawang merah serta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas lembah palu memiliki bobot kering
tanaman yang tinggi. Bobot kering tanaman merupakan salah satu indikator benih
mengalami pengaruh dari kondisi simpan, nilai bobot kering bibit bawang merah yang
tinggi pada ditunjukkan oleh varietas lembah palu, hal ini di indikasikan oleh tekstur yang
lebih padat dan kadar air pada saat penyimpanan umbi bawang merah Lembah Palu yang
rendah dibandingkan dengan varietas Palasa dan Tinombo. Benih yang memiliki vigor dan
viabilitas tinggi adalah benih yang mampu menghasilkan bobot kering normal dalam kurun
family alliaceae adalah spesies dengan nilai ekonomi yang penting yang dibudidayakan
secara luas di seluruh dunia khususnya di benua Asia dan Eropa. Tanaman bawang merah
Ordo : Asparagales,
Famili : Amaryllidaceae,
Genus : Allium,
Morfologi Fisik bawang merah bisa dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu :
akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Bawang merah memiliki akar serabut dengan
sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di
dalam tanah dengan diameter akar 2-5 mm (Anonim, 2004). Bawang merah merupakan
tanaman semusim yang berbentuk rumput, berbatang pendek dan berakar serabut, tinggi
dapat mencapai 15-20 cm dan membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang
tidak panjang. Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil
memanjang antara 50- 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau
muda sampai hijau tua dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif
pendek. Pangkal daunnya dapat berubah fungsi seperti menjadi umbi lapis (Hapsoh dan
Hasanah, 2011).
14
Bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang
batang sejati atau bisa juga disebut “diskus” yang berbentuk seperti cakram, tipis dan
pendek, sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas diskus
terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semu yang
berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis. Daunnya terbentuk
silindris kecil dan memanjang antara 50 - 70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing,
berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya
relatif pendek (Wulandari, 2013). Menurut Rismunandar (2010) lapisan pembungkus suing
umbi bawang merah tidak banyak, terbatas pada 2 - 3 helai, dan tidak tebal. Sebaliknya
lapisan - lapisan dari setiap siung ini berukuran relatif lebih tebal. Maka besarkecilnya
siung bawang merah ditentukan oleh banyak dan tebalnya lapisan pembungkusnya
Akar tanaman bawang merah terdiri atas akar pokok (primary root) yang berfungsi
sebagai tempat tumbuh akar adventif (adventitious root) dan bulu akar yang berfungsi
untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan zat zat hara dari dalam tanah.
Akar dapat tumbuh hingga kedalaman 30 cm, berwarna putih, dan jika diremas berbau
Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengan discus yang berbentuk
seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan mata tunas, di atas discus
terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah- pelepah daun dan batang semua yang
berbeda di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007).
Anakan dan Umbi Pada pertumbuhan tanaman tumbuh tunas atau anakan, maka
akan terbentuk beberapa umbi yang berhimpitan yang dikenal dengan istilah siung.
Pertumbuhan siung biasanya terjadi pada perbanyakan bawang merah dari benih umbi dan
kurang biasa terjadi pada perbanyakan bawang merah dan biji. Warna kulit umbi beragam,
15
ada yang merah muda, merah tua, atau kekuningan, tergantung spesiesnya. Umbi bawang
Daun relatif lunak, jika diremas akan berbau spesifik seperti bau bawang merah.
Setelah kering di penjemuran, daun tanaman bawang merah melekat relatif kuat dengan
Menurut Sudirja (2007), daun bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara
50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing berwarna hijau muda sampai tua, dan
letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek , sedangkan bunga bawang
merah keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm.
Daun bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm,
berlubang dan bagian ujungnya runcing berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun
melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek , sedangkan bunga bawang merah
keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan
diujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar seolah berbentuk
payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga berwarna putih, 6 benang
sari berwarna hijau atau kekuning kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir
segitga (Sudirja, 2007). Buah bawang merah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul
membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Biji bawang merah berbentuk pipih, berwarna putih,
Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna, memiliki benangsari dan putik.
Tiap kuntum bunga terdiri atas enam daun bunga yang berwarna putih, enam benang sari
kuntum bunga bawang merah ditemukan bunga yang memiliki putik sangat kecil dan
pendek atau rudimenter, yang diduga sebagai bunga steril. Meskipun jumlah kuntum
16
bunga banyak, namun bunga yang berhasil mengadakan persarian relatif sedikit (Wibowo,
2005). Diujung daun terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar seolah
berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga berwarna putih, 6
benang sari berwarna hijau atau kekuning- kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk
hampir segitga (Sudirja, 2007). Setelah seludang terbuka, secara bertahap tandan akan
tampak dan muncul kuncup-kuncup bunga dengan ukuran tangkai kurang dari 2 cm
(Sumadi, 2003).
Buah bawang merah berbentuk bulat, didalamnya terdapat biji yang berbentuk agak
pipih dan berukuran kecil. Pada waktu masih muda, biji berwarna putih bening dan
setelah tua berwarna hitam (Pitojo, 2003). Buah bawang merah berbentuk bulat dengan
Benih varietas lembah palu dalam bentuk ikatan dibeli petani dari petani lain baik
dalam keadaan masih segar atau siap tanam dengan pembayaran dilakukan secara kontan,
demikian juga benih impor dalam bentuk ikatan, sebagian besar dibeli dari toko dalam
keadaan segar dan sebagian lagi dalam keadaan siap tanam. Pembayaran sebagian besar
dilakukan secara kontan dan sebagian kecil lainnya dibayar setelah panen. Hasil ini
menunjukkan bahwa bawang impor yang masuk ke Indonesia sebagai bawang konsumsi
dalam bentuk ikatan, ternyata di lapangan juga dijual dan digunakan sebagai benih.
Penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa bawang merah yang diimpor sebagai
bawang konsumsi, sekitar 40% dijual sebagai benih dan 60% dijual sebagai bawang
konsumsi.
Kualitas benih memiliki korelasi dengan viabilitas benih. Benih dengan viabilitas
yang tinggi akan memberikan produksi yang tinggi pula. Salah satu indikator tersebut
17
adalah daya simpan yang lama. Penyimpanan benih bertujuan menyediakan benih dengan
mutu yang tetap baik untuk musim tanam yang akan datang ( Kuswanto, 2003)
Proporsi hasil yang disimpan untuk benih bervariasi antar petani bergantung pada
tujuan petani memproduksi benih yaitu untuk memenuhi kebutuhan sendiri ataukah untuk
dijual, apakah harga jual hasil pada waktu panen sedang mahal atau murah, dan apakah
fasilitas penyimpanan yang dimiliki cukup besar atau tidak. Petani cenderung menyimpan
benih secukupnya apabila (1) tujuan utamanya ialah untuk mencukupi kebutuhan sendiri,
(2) harga hasil sedang tinggi pada saat panen, dan (3) fasilitas penyimpanan yang dimiliki
terbatas. Pada musim panen MK 2007, proporsi hasil yang disimpan petani untuk benih
berkisar 18-50% dari hasil panen, sedangkan hasil panen varietas impor semua dijual
tingkat kesegaran. Semakin tinggi susut bobot, maka produk tersebut semakin berkurang
tingkat kesegarannya. Bawang merah yang disimpan pada kondisi suhu ruang (25-30°C),
memiliki susut bobot yang tertinggi diantara perlakuan suhu lainnya. Tingginya susut
bobot ini disebabkan karena suhu penyimpanan, dengan kisaran 25°C hingga 30°C.
kandungan air dari dalam umbi sehingga terjadi susut bobot yang meningkat selama
penyimpanan. Suhu yang tinggi menyebabkan proses transpirasi pada umbi selama
penyimpanan. Penurunan bobot dari umbi bawang merah sering terjadi karena adanya
Susut bobot pada bawang merah terus mengalami peningkatan seiring dengan
lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena bawang merah masih melakukan proses
metabolisme termasuk respirasi. Selama proses respirasi, terjadi proses enzimatis yang
akhir berupa air dan karbondioksida yang lepas ke udara sehingga terjadi penurunan bobot
morfologi dan kandungan gizi (Wibowo, 1988). Bawang merah ‘lembah palu’ berasal dan
dikembangkan di kawasan Lembah Palu yang meliputi daerah Kota Palu, Kabupaten
Donggala dan Kabupaten Sigi di Propinsi Sulawesi Tengah, dan telah ditetapkan oleh
Menteri Pertanian sebagai salah satu varietas unggul nasional, berdasarkan Surat
karakteristik yaitu: tinggi tanaman 20-34 cm, jumlah anakan 7-10 umbi per rumpun,
jumlah daun 20-40 helai per rumpun, panjang daun 25-30 cm, lebar daun 0,5-0,6 cm,
bentuk daun silindris berlubang dan bewarna hijau muda; serta memiliki bentuk umbi bulat
agak lonjong, berwarna merah pucat dan keputih-putihan, umbi berukuran panjang 2,5-3,0
cm, diameter 1,5-2,5 cm, umur panen 65-70 hst., dan tidak berbunga dengan potensi hasil
9,7 ton/ha. Bawang merah ‘lembah palu’ dikembangkan pada habitat aslinya, pada dataran
rendah dengan ketinggian tempat kurang dari 300 m dpl. (Diperta Sulteng, 2009).
Bawang merah varietas ‘lembah palu’ adalah merupakan bahan baku utama
bawang goreng, sedangkan sebagai bawang sayur sangat jarang dimanfaatkan oleh
masyarakat. Harga bawang merah ‘lembah palu’ baik untuk tujuan bahan baku bawang
goreng maupun untuk digunakan sebagai benih sangat berfluktuasi tergantung pada musim
dan ketesediaan bawang merah tersebut di tingkat petani. Untuk bahan baku bawang
goreng, harga bawang merah ‘lembah palu’ bervariasi antara Rp. 20.000- Rp. 30.000 per
kg, sedangkan bawang merah untuk benih harganya bervariasi antara Rp. 40.000-Rp.
19
70.000 per kg. Untuk produksi 1 kg bawang goreng diperlukan 3 kg bahan baku bawang
merah ‘lembah palu’; sedangkan harga jual bawang goreng bervariasi antara Rp. 250.000-
Rp. 300.000 per kg. Dengan demikian usaha bawang goreng ini sangat diminati oleh
masyarakat karena dapat memberikan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Dari kajian aspek
sosial-ekonomi diketahui bahwa bawang merah varietas lokal Palu mempunyai peluang
yang cukup baik dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan petani dan pendapatan
Menurut Sunaryono dan Prasodjo (2010) bawang merah dapat tumbuh pada
ketinggian 50 – 1000 mdpl. Bawang merah lebih senang tumbuh pada tanah yang subur,
gembur dan banyak mengandung bahan organik seperti tanah lempung berpasir atau
lempung berdebu. Pada tanah alluvial dan latosal yang berpasir bawang merah pun dapat
pula di tanam, yang penting jenis tanah tersebut harus mempunyai struktur bergumpal dan
keadaan air tanahnya tidak menggenang. Pada umumnya tanaman bawang merah tidak
tahan terhadap curah hujan yang lebat. Tanaman tidak senang pada daerah yang berkabut
Syarat Agronomi Bawang Merah varietas ‘lembah palu’ tidak dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik di sembarang tempat atau daerah. Tanaman bawang merah
ekologi (lingkungan). Kegagalan akan terjadi apabila budidaya yang dilakukan tidak
Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang merah antara 25 –
32O C dengan iklim kering. Tanaman bawang merah lebih menghendaki daerah yang
terbuka, dengan penyinaran ± 70%. Apabila terlindung umbinya kecil. Akan tetapi, ia
toleran terhadap hari netral dengan panjang penyinaran 12 jam, walaupun hasil umbinya
20
lebih rendah daripada ditanam di daerah yang berhari panjang. Di daerah sekitar
katulistiwa (tropika) yang beriklim basah, panjang harinya adalah netral (11 – 12 jam).
Pada daerah yang mempunyai panjang hari pendek atau netral, umur tanaman lebih pendek
yang berarti proses asimilasi (fotosintesis) cepat selesai, akibatnya umbinya lebih kecil dan
Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang merah antara 25 –
32oC dengan iklim kering. Tanaman bawang merah lebih menghendaki daerah yang
terbuka, dengan penyinaran ± 70%. Apabila terlindung umbinya kecil. Akan tetapi, ia
toleran terhadap hari netral dengan panjang penyinaran 12 jam, walaupun hasil umbinya
lebih rendah daripada ditanam di daerah yang berhari panjang. Di daerah sekitar
katulistiwa (tropika) yang beriklim basah, panjang harinya adalah netral (11 – 12 jam).
Pada daerah yang mempunyai panjang hari 8 pendek atau netral, umur tanaman lebih
pendek yang berarti proses asimilasi (fotosintesis) cepat selesai, akibatnya umbinya lebih
proses penyimpanan benih. Penyimpanan atau mutu suatu benih dapat dipengaruhi oleh
kadar air benih, suhu, dan kelembaban nisbi ruangan. Pada suhu rendah, respirasi berjalan
lambat dibandingkan suhu tinggi. Dalam kondisi tersebut, viabilitas benih dapat
terhadap laju deteriorasi. Semakin rendah suhu suatu ruang simpan, maka semakin lambat
laju deteriorasi sehingga benih dapat disimpan lebih lama dan sebaliknya. Suhu ruang
cadangan makanan benih yang terjadi. Perombakan cadangan makanan ini akan
21
proses penyimpanan benih. Penyimpanan atau mutu suatu benih dapat dipengaruhi oleh
kadar air benih, suhu, dan kelembaban nisbi ruangan. Pada suhu rendah, respirasi berjalan
lambat dibandingkan suhu tinggi. Dalam kondisi tersebut, viabilitas benih kedelai dapat
ruang simpan benih sangat berpengaruh terhadap laju deteriorasi. Semakin rendah suhu
suatu ruang simpan, maka semakin lambat laju deteriorasi sehingga benih dapat disimpan
lebih lama dan sebaliknya. Suhu ruang simpan dapat memacu laju respirasi yang
Perombakan cadangan makanan ini akan menimbulkan panas yang akan menyebabkan
(Kuswanto, 2003)
Keadaan atau kondisi bawang merah yang akan disimpan dalam gudang
sangat berpengaruh terhadap daya simannya. Bawang merah yang masih basah lebih
pendek daya simpannya, walaupun gudang atau ruang penyimpanan telah memenuhi
persyaratan teknis. Umbi bawang merah yang kadar airnya masih tinggi mudah terserang
oleh penyakit busuk umbi yang disebabkan oleh cendawan Aspergillus niger. Demikian
pula, bila dalam penyimpanan terdapat bawang merah yang rusak atau terkena penyakit,
maka daya simpannya juga menjadi lebih pendek karena tertular oleh penyakit. Oleh sebab
itu, bawang merah yang akan disimpan dalam gudang harus cukup kering dan kadar airnya
sekitar 80%-85% atau beratnya sudah susut sekitar 15%-20%. Selain itu, bawang merah
yang baik dan akan disimpan harus sudah benar-benar bebas dari bawang merah yang
Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi
Perhitungan umur simpan adalah dengan menyimpan satu seri produk pada kondisi normal
Umur simpan bawang merah sangat pendek tidak dapat dirubah karena memang
secara genetis umbi bawang merah berair tidak seperti benih tanaman lainnya. Misal
dengan bawang putih kandungan airnya lebih banyak bawang merah, apabila dengan
tanaman sayuran lainnya yang benihnya berupa biji. Oleh karenanya salah satu hal untuk
mensiasati agar umur simpannya dapat diperpanjang beberapa hari yaitu dengan
menyimpan benih pada kadar air yang sesuai. Sehingga perlu pengeringan sampai kering
askip sebelum disimpan. Susut bobot yang tinggi dapat dikurangi dengan keringnya umbi
sebelum disimpan di gudang. Selain itu dengan kebersihan gudang dan keluar masuknya
udara yang baik dalam gudang akan mengurangi susut bobot umbi dan mengurangi
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga
apabila ditanam pada kondisi lapang yang beraneka ragam akan tumbuh sehat dan kuat
serta memiliki produksi yang tinggi dengan kualitas yang baik, vigor 349 benih di
cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing - masing yaitu kekuatan tumbuh
merah segar dengan menahan kerusakan metabolisme dan pembusukan. Hal ini dicapai
tergantung pada parameter yang berbeda, yaitu aktivitas fisiologis, aktivitas biokimia,
invasi mikroba. Masalah utama bawang merah adalah cepat mengalami kerusakan
sehingga memangkas masa simpan menjadi lebih pendek, seperti timbulnya tunas tumbuh
dan mengalami pembusukan. Tingkat kehilangan pascapanen bawang merah 45% setelah
disimpan selama 2 bulan. Tingkat kehilangan proses pengeringan dan penyimpanan (BB
Pascapanen, 2016). Kehilangan tergantung pada jenis varietas, praktik pengelolaan pra dan
pasca panen dan kondisi penyimpanan. Kehilangan total penyimpanan dapat diminimalkan
dengan praktik pra dan pasca panen yang tepat seperti pemilihan kultivar, praktik
penyimpanan. Di antara praktiknya, pengawetan adalah salah satu operasi pasca panen
penting yang diperlukan untuk penyimpanan bawang merah jangka panjang (Gorreapti, at
al., 2017).
Penyimpanan benih bertujuan menyediakan benih dengan mutu yang tetap baik dan
berkualitas untuk musim tanam yang akan datang (Kuswanto, 2003). Menurut Winarko
(2012) benih bawang merah yang berkualitas sebaiknya tidak terlalu besar juga tidak
terlalu kecil, penampilan umbi harus segar, sehat, dan tidak kisut. Kualitas benih memiliki
korelasi dengan viabilitas benih. Benih dengan viabilitas yang tinggi akan memberikan
produksi yang tinggi pula. Salah satu indikator tersebut adalah daya simpan yang lama
akan memperpanjang masa simpan (Julianti, 2011). Penyimpanan pada suhu rendah dapat
mengurangi kehilangan air, kerusakan kerena aktifitas mikroba dan pertumbuhan yang
tidak dikehendaki dimana perlakuan terbaik yaitu penyimpanan pada suhu 10O C dengan
RH 65 - 75% (Nurkomar dkk., 2011). Suhu rendah mampu menghambat terjadinya susut
berat, mempertahankan kadar air serta mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa
simpan (Purwanto 2012). Kondisi penyimpanan yang terbaik untuk mempertahankan mutu
bawang merah adalah suhu 5 O C dengan tingkat kadar awal 80% dan lama penyimpanan
yang terbaik adalah 12 minggu (Mutia, 2015). Kondisi penyimpanan benih bawang merah
terbaik yakni suhu 10O C. Penyimpanan produk pertanian segar pada suhu rendah adalah
cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan
kualitas produk (Mardiana, 2016). Penyimpanan benih bawang merah dengan suhu rendah
dapat mengurangi kehilangan air pada umbi, menjaga laju respirasi agar stabil dan
Produktivitas bawang merah akan maksimal jika menggunakan umbi benih bermutu tinggi,
25
penyimpanan benih yang mampu memperpanjang masa simpan dengan kualitas yang tetap
terjaga. Salah satu alternatif untuk memperpanjang umur simpan benih adalah
diharapkan kualitas produk yang tinggi. Di samping itu, perlakuan terhadap bawang
merah juga mempengaruhi kualitas produk. Umbi bawang merah dikatakan baik
apabila pada waktu panen umbi sudah cukup tua, tidak terluka, dan cukup kering.
yang cukup baik. Bawang merah juga disimpan dengan cara non-tradisional, yaitu
dengan teknologi pendinginan. Kondisi yang ideal untuk cara ini adalah udara
di dalam gudang penyimpan tinggi penyimpanan atas bawah 1 m, lebar samping kiri dan
kanan 2 m jika benih bawang merah dalam jumlah yang banyak. Kondisi ruangan dijaga
Bawang merah varietas Lembah Palu merupakan salah satu komoditas unggulan
Sulawesi Tengah dan merupakan bahan baku industri pengolahan bawang goreng serta
telah menjadi brand lokal palu. Salah satu keunikan yang membedakan dengan bawang
merah lainnya adalah umbinya mempunyai tekstur yang padat sehingga menghasilkan
bawang goreng yang renyah dan gurih serta aroma yang tidak berubah walaupun disimpan
perkecambahan. Ketinggian tempat yang berbeda memberikan nilai yang berbeda pula
pada setiap karakter mutu benih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sadjad (1993) yang
benih, karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang sub
optimum.
memiliki topografi dataran rendah, dataran bergelombang dan dataran tinggi. Selain itu,
dapat pula dibedakan berdasarkan ketinggian yaitu < 100 m dpl. 100-500 m dpl. Dan >
500 m dpl. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas benih yang dihasilkan dikarenakan
ketinggian menyebabkan perbedaan keseragaman panas dan suhu rata - rata. Tanaman
bawang merah sangat bagus dan memberikan hasil optimum, baik kualitas maupun
kuantitas, apabila ditanam di daerah dengan ketinggian sampai dengan 250 m dari
permukaan laut (dpl). Bawang merah yang ditanam di ketinggian 800 ± 900 m di atas
Penurunan kualitas benih merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari.
Untuk menjaga agar selama penyimpanan viabilitas benih tetap dapat dipertahankan, maka
benih yang disimpan haruslah benih yang mempunyai mutu fisik dan fisiologis yang tinggi
27
dan menggunakan teknik yang tepat dalam penyimpanan. Hasil percobaan Soedomo
(1992) mengatakan umbi bawang merah yang telah disimpan selama 3 bulan tanpa
pemotongan ujung umbi, menghasilkan pertumbuhan dan bobot hasil yang terbaik,
dibandingkan dengan penyimpanan 1,2,4 bulan, yang mana lama penyimpanan erat
kaitannya dengan penghentian masa dormansi dalam kondisi optimum yang memerlukan
waktu tertentu.
mutunya relatif bertahan. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan tingginya susut bobot dan
menyebabkan umbi menjadi kisut. Sedang kelembaban relatif yang terlalu tinggi memberi
peluang yang baik bagi pertumbuhan jamur dan kapang serta merangsang tumbuhnya
Penyimpanan produk pertanian segar pada suhu rendah adalah cara yang umum digunakan
2016). Penyimpanan benih bawang merah dengan suhu rendah dapat mengurangi
kehilangan air pada umbi, menjaga laju respirasi agar stabil dan memperlambat terjadinya
merah akan maksimal jika menggunakan umbi benih bermutu tinggi, untuk mendukung
yang mampu memperpanjang masa simpan dengan kualitas yang tetap terjaga. Salah satu
alternatif untuk memperpanjang umur simpan benih adalah penyimpanan pada suhu
rendah.
merah berkaitan dengan proses fisis yaitu pertukaran panas dan uap air yang
28
perkecambahan dan perkembangan akar akan terjadi pada umbi. Ukuran umbi, tekanan
kulit akan berubah, dan kulit menjadi retak. Hal ini akan meningkatkan konduktivitas kulit
terhadap uap air, mempercepat kehilangan air dari umbi. Oleh karena terjadi pertunasan,
respirasi dan output panas akan meningkat, karbondioksida dan uap air dari umbi juga
70% akan menjaga kulit fleksibel dan elastik. Pada RH rendah kulit menjadi sangat rapuh
dan rnudah retak, yaitu ketika kandungan airnya dibawah 20% (Currah dan Proctor 1990).
Menurut Rismunandar (2010) ikatan umbi bawang merah yang digantung pada
tambang maupun pada belahan bambu, dalam gudang dapat bertahan hingga 6 bulan dalam
suhu udara 26 – 29o C. Hasil penelitian Suita (2013), menyatakan bahwa benih kilemo
yang disimpan di ruang kamar (25 – 30° C dan kelembaban nisbi 70 – 80%), ruang
Refrigator (8 – 12° C dan kelembaban nisbi 30 – 50%) dan ruang DCS (4 – 8°C dan
kelembaban nisbi 80 – 90%), dengan menggunakan wadah (Vacuum sealer), dan kantong
Secara tradisional, hasil panen bawang merah disimpan di ruang dapur dengan
bulan karena udara di sekitarnya dikeringkan oleh panas tungku dapur, sehingga bakteri
Karmakar dan Joshi (1941), dikutip dalam Salunkhe dan Desai (1990), melaporkan
bahwa penyimpanan bawang merah pada suhu 30° C tidak akan mengurangi jumlah
29
padatan terlarut tetapi akan menurunkan kandungan gula reduksi. Pada tingkat kemasakan
optimal, umbi bawang biasanya berada dalam masa dorman. Waktu dorman (istirahat)
berbeda untuk setiap jenis bawang, serta bergantung pada lahan tempat tumbuh dan
kondisi penyimpanan.
yang umum dilakukan oleh petani yang sebagian besar ditujukan untuk penyediaan bibit.
Selain Iebih murah dan mudah dilakukan, cara penyimpanan ini relatif dapat
terbakarnya selulosa/lignin ungu sehingga terurai menjadi senyawa yang dapat merupakan
bahan pengawet, mencegah pertunasan dan serangan hama. Namun demikian, ternyata
cara ini menimbulkan kehilangan hasil yang cukup tinggi (20-70%) selama 2 bulan
adalah bersih, kering dan tidak lembab. Kondisi ini dapat diperoleh dengan menciptakan
sirkulasi dan ventilasi udara yang memadai. Kelembaban yang terlalu tinggi disertai suhu
yang tinggi, dapat menyebabkan terjadinya pembusukan umbi atau tumbuhnya tunas. Suhu
yang baik untuk menyimpan bawang merah adalah 30-34° C dan kelembabannya 65-75%
(Wibowo, 1993).
Menurut Rukrnana (1994) ikatan bawang merah dapat disimpan dalam rak-rak di
dan Berlian (1998) menyatakan bahwa suhu ruang penyimpanan bawang merah hendaknya
berkisar antara 25-30° C, kelembabannya 60-80%. Dalam kondisi yang baik, bawang
Keadaan gudang atau ruang penyimpanan harus memiliki ventilasi agar pertukaran
udara didalamnya berjalan lancer sehingga ruangan cukup kering dan tidak lembap.
Gudang atau ruang penyimpanan harus bersih dari segala kotoran agar hama atau bibit-
bibit penyakit tidak terbawa. Bangunan gudang dibuat dari bahan pilihan yang dapat
berfungsi sebagai isolator, misalnya papan kayu, agar udara di dalam tidak banyak yang
keluar sehingga temperaturnya tetap stabil. Atap dibuat dari bahan yang dapat menyerap
panas, misalnya seng, dapat menciptakan temperature ruang yang sesuai. Selain itu,
gudang atau ruang penyimpanan sebaiknya dibangun di tempat terbuka agar dapat
menerima sinar matahari secara langsung sehingga dapat menyerap panas lebih banyak.
Gudang sebaiknya dilengkapi dengan rak-rak untuk menempatkan bawang merah yang
hendak disimpan, baik dalam bentuk protolan maupun dalam bentuk ikatan.
dahulu dengan pestisida tablet, yaitu Photoxin 55% dengan dosis 1-3 tablet untuk setiap 1
m3 ruangan. Pengasapan atau fumigasi harus dilakukan dengan hati-hati karena pestisida
ini sangat berbahaya dan dapat meracuni pemakainya. Oleh sebab itu, gunakan masker
atau penutup hidung ketika melakukan fumigasi agar terhindar dari keracunan Setelah
semua persyaratan teknis terpenuhi, bawang merah dapat segera dimasukkan untuk
Lama penyimpanan umbi bibit bawang merah adalah, masa atau waktu yang
digunakan untuk menyimpan benih, untuk selanjutnya disebut dengan masa dormasi.
Selanjutnya menurut Wibowo (1987) bahwa umbi bawang merah yang siap di tanam
paling tidak telah disimpan (masa dormance 4 – 8 bulan) pada saat tersebut apabila umbi
bawang dibelah telah mulai tumbuh tunasnya yang berwarna hijau yang panjangnya sekitar
separoh panjang umbi sampai dengan ujung umbi, hal ini tergantung dari varietas bawang
31
merah, sebab untuk masing-masing varietas bawang merah memiliki masa dormance yang
berbeda-beda. Hal tersebut merupakan criteria pokok untuk dapat menilai apakah umbi
siap digunakan bibit atau belum., yang juga untuk menentukan perlakuan berikutnya,
apakah umbi bibit perlu dipotong ujungnya apa tidak pada saat penanaman. Pemotongan
varietasnya. Terdapat 323 jenis komoditas hortikultura yang di tetapkan oleh Kementerian
Pertanian yang terdiri dari 60 jenis buah-buahan, 80 jenis sayuran, 66 jenis biofarmaka
komoditi unggulan daerah karena hasil bawang merah merupakan bahan baku dalam
pembuatan bawang goreng yang banyak diusahakan oleh masyarakat di Lembah Palu.
Namun adanya serangan hama dan penyakit dalam budidya tanaman bawang belum
mampu memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Untuk itu perlu adanya strategi yang
Bawang merah
“Varietas lembah palu”
Identifikasi marfologi
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa varietas lembah palu tingkat toleransi terhadap kadar air benih, daya
kecambah, kecepatan tumbuh, kekuatan berkecambah dan berat kering kecambah lebih baik hal ini diduga
karena sifat umbi varietas lembah palu yang memiliki genotipe umbi yang lebih tebal
2.4 Hipotesis
1) Terdapat umur simpan terbaik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
2) Terdapat suhu penyimpanan terbaik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman bawang
merah.
3) Terdapat interaksi antara umur dan suhu penyimpanan terbaik untuk pertumbuhan dan
2) Kertas label
2) Timbangan digital
3) Oven listrik
4)Tisu
6) Pisau
34
35
1) Sistem Gantung
2) Sistem Protolan
varietas lembah palu yang telah dipanen pada umur 60 - 90 HST (hari sebelum tanam) dan
yang berukuran sedang dengan berat 5 - 7 gr. Sebelum benih disimpan benih bawang
Umur bawang merah akan dipanen setelah berumur 60 - 90 HST. Beberapa ciri
fisik tanaman bawang merah yang siap dipanen (Musaddad dan Sinaga, 1995), adalah
daun tanaman sudah agak kuning (>70%), pangkal daun tanaman sudah lemas, umbi
bawang sudah muncul jelas dipermukaan dan berwarna merah, dan juga sebagian besar
tanaman sudah ada rebah. Pemanenan bawang merah sebaiknya dilakukan pada keadaan
cuaca cerah. Untuk mengatasi terlukanya umbi pada saat dipanen karena tanahnya keras,
Bawang merah dikarakteristikkan dengan bau dan rasa yang tajam (pungent) dari
komponen alliaceous. Umbinya terbentuk dari penebalan dasar dari daundaun yang
hanya pada kedalaman yang rendah (dangkal). Substansi pungent (terdapat pada bawang
merah) dapat meningkatkan sekresi air liur, merangsang sekresi pankreas, meningkatkan
sirkulasi darah, mengeluarkan agent toxic (zat racun) dan merangsang sistem kekebalan
anti bakteri.
angka-angka. Data yang digunakan meliputi data sekunder dan primer . Data sekunder
diperoleh dari berbagai sumber instansi terkait , sedangkan data primer diperoleh dari hasil
wawancara atau observasi dengan cara melakukan penelitian langsung pada responden
1. Observasi
2. Wawancara
Merupakan proses tanya jawab yang dilakukan secara lisan antara dua orang atau
lebih secara langsung. Jenis wawancara yang dilakukan untuk penelitian ini adalah
wawancara secara terpimpin yaitu wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan.
3. Dokumentasi
37
menyalin data atau dokumen dari Badan Pusat Statistika kabupaten Sigi dan Pemerintah
desa.
sekunder dan primer yaitu data yang diperoleh langsung dari publikasi –publikasi resmi
dari instansi terkait di kabupaten Sigi sedangkan primer didapatkan dengan menggunakan
teknik observasi, wawancara dan kuesioner. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode
digunakan seperti ketinggian tempat, dan cara simpan petani terhadap viabilitas benih
bawang merah masing-masing tanaman dalam penilitian ini adalah sebagai berikut :
d. Umur benih bawang merah, diketahui dari hasil wawancara dengan pemilik
benih di lembah palu.
f. Jumlah benih perumpun diketahui dari hasil wawancara dari pemilik benih
h. Ketinggian gantung atas bawah dan lebar samping kiri dan kanan diketahui dari
hasil wawancara dari pemilik benih.
38
i. Asal Benih varietas bawang merah lembah palu, di ketahui dari pembimbing
dan hasil wawancara dengan pemilik benih di lapangan.
Ansar, M. (2012). Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Merah Pada Keragaman Ketinggian
Tempat. Universitas Gadjah Mada
Basuki, R. S. 2005. Penelitian Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang
Merah Lokal dari Berbagai Daerah. Laporan Hasil Penelitian APBN 2005 ROPP
D1. 8 Hlm.
Bourne, M.C.C. 1982.Food Texture and Viscocity Consept and Measurement. Academic
Press Inc, New York.
Bahrudin, Muhammad-Ansar dan I. Madauna, 2014. Kajian Viabilitas dan Vigor Benih
Asal Dari Berbagai Sentra Bawang Merah Varietas Lembah Palu. Prosiding
Seminar Nasional PERHORTI, Universitas Brawijaya. Malang.
Bahrudin dan Muhammad-Ansar, 2015. Aplikasi Sungkup Plastik Dan Mulsa Untuk
Meningkatkan Adaptasi Tanaman Bawang Merah Varietas ‘Lembah Palu’ Pada
Dataran Medium. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI, IPB Bogor, 19-21
Nopember 2015.
Burton WG. 1982. Post Harvest Physiology of Food Crops. UK: Longman. Hartow.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, (2016). Teknologi
Penanganan Pascapanen Bawang Merah di Indonesia. Badan Litbang Pertanian,
Kementerian Pertanian
Bahrudin, I. Wahyudi, Muhammad-Ansar dan S. Sanrang, 2009. Kajian SOP (Standard
Operating Procedure) Sistem Budidaya dan Pasca Panen Bawang Merah Lokal
Palu di Sulawesi Tengah. Hibah kompetitip Penelitian Sesuai Prioritas Nasional
BATCH II. Laporan Penelitian LPPM Universitas Tadulako. Palu.
Cys, E van Ranst, J. Debaveye and F. Beernaert. 1993. Land evaluation. Part III Crop
Requirements. Agricultural Publications–No 7; General Administration for
Development Cooperation. Belgium.
Curah L, FJ Proctor. 1990. Onion in Tropical Regions. Natural Recources Institut (NRI).
Buletin XII (35): 65-70
39
Direktorat Perbenihan, 2004. Kumpulan Surat Keputusan Menteri Pertanian Tentang
Pelepasan Varietas. Direktorat Perbenihan Hortikultura. Jakarta.
Diperindag Sulteng. 2010. Laporan tahunan. Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Propinsi Sulawesi Tengah. Palu.
Dinas Pertanian, 2012. Luas Panen Produksi Dan Hasil / ha Bawang Merah Menurut
Provinsi Sulawesi Tengah. Palu.
Giamerti, Y. dan Mulyakin. T. 2013.Pengaruh Umur Simpan Benih Bawang Merah
terhadap Pertumbuhan Tanaman di Tanggerang Provinsi Banten. Bulletin Ikatan,
3(2): 1 – 7
Gorreapti K, A Thangasamy, Yogesh Bhagat and A A Murkute. 2017. Curing of Onion: A
Review. Indian Horticulture Journal; 7(1): 08- 14, January-March (2017).
©Indian Society of Advanced Horticulture ISSN: 2249-6823. 8-14
Gomez, K.A. and A.A.Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Terjemahan: Endang Syamsuddin and Justika S. Baharsjah. UI-Press. Jakarta.
Hlm: 342-360.
If’all dan Idris. 2016. Pengaruh Kondisi Penyimpanan dan Berbagai Varietas Bawang
Merah Lokal Sulawesi Tengah Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih. Jurnal
Agroqua, 14(2): 26-34.
Julianti, E. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu
Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Jurnal. Horti Indonesia 2(1): 5 -
13.
Karim, S., A. Ete, dan Andrianto. 2015. Daya Simpan Benih Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.) Varietas Lembah Palu pada Berbagai Paket Teknologi Mutu Benih.
e-J.Agrotekbis, 3(3): 345-352.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih.
Kanisius.Yogyakarta.127 hal.
Kuswanto, H. (2003). Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih.
Yogyakarta: Kanisius
Kartasapoetra, A. G., 1989. Teknologi Benih; Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Bina Aksara, Jakarta.
40
Mutia, A. K. 2015. Penyimpanan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Suhu
Rendah dan Tingkat Kadar Air Awal yang Berbeda. Tesis Sekolah Pascapanen
Institut Pertanian Bogor.1 - 56.
Mardiana. 2016. Pengaruh Penyimpanan Suhu Rendah Benih Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.) terhadap Pertumbuhan Benih. Jurnal
Muhammad-Ansar, 2012. Pertumbuhan dan hasil bawang merah pada keragaman
ketinggian tempat. Disertasi. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Musaddad D, RM Sinaga. 1995. Panen dan Penanganan Segar Bawang Merah. Di dalam
Teknologi Produksi Bawang Merah. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Musaddad, D. dan R. M.Sinaga. 1995.Penen dan Penanganan Segar Bawang Merah,
Teknologiproduksi Bawang Merah, Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang
Pertanian, Jakarta. 182 hal.
Mentan. 2011. Surat keputusan menteri pertanian tentang pelepasan bawang merah
varietas Lembah Palu sebagai varietas unggul. Menteri Pertanian Republik
Indonesia. Jakarta.
Nurkomar, S. Rakhmadiono, dan L. Kurnia.20011. Teknik Penyimpanan Bawang Merah
Pasca Panen di Jawa Timur. Jurnal Teknologi Pertanian, 2(2): 80.
Production, A. O., Organic, I. F., In, O., Village, O., Biromaru, S., & Regency, S. (2018).
Analisis Komparatif Produksi Dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Organik
Dan Non Organik Di Desa Oloboju Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi.
Agroland, 25(3), 259–264.
Purwanti, S. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan terhadap Kualitas Benih KedelaiHitam dan
Kedelai Kuning. Jurnal Ilmu Pertanian, 11 (1) : 22 - 31.
Priyantono E., A. Ete dan Adrianton, 2013. Vigor Umbi Bawang Merah (Allium
ascallonicum L.) Varietas Palasa dan Lembah Palu Pada Berbagai Kondisi
Simpan. e-J. Agrotekbis 1 (1) : 8-16
Purwanti, S. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan terhadap Kualitas Benih KedelaiHitam dan
Kedelai Kuning. Jurnal Ilmu Pertanian, 11 (1) : 22 - 31.
41
Rahim, A., Baja, S., Mustafa, M., & Ibrahim, B. (2020). Daya Adaptasi dan Potensi Hasil
Bawang Merah Varietas Lembah Palu. Jurnal Pasca Sarjana Universitas
Hasanuddin
Makassar,115.http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/983839555faefcb80f9ee29335c
1b85f.pdf
Rahayu, H. S., Saidah, Risna, Muchtar, & Syafruddin. (2021). Determination of Leading
Commodities and Its Development Area in Sigi District Central Sulawesi Heni.
International Conference on Agribusiness and Rural Development (IConARD,
316(IconARD 2021), 1–8.
Rismunandar. 1989. Membudidayakan Lima Jenis Bawang. Sinar Baru. Bandung. 97 hal.
Rahayu, E. dan N. Berlian, V.A.. 2004. dalam Fauzi, Baharuddin A. 2014. Efektivitas
Nematoda Entomopatogen pada Hama Bawang Merah Spodoptera exigua.
Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang. Dr. Ir. Dyah Rini
Indriyanti, M.P dan Dr. Sri Ngabekti, M.S.
Rukmana R. 1994. Bawang Merah Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Kanisius.
Yogyakarta.
Rismunandar. 2010. Membudidayakan 5 Jenis Bawang. Sinar Baru. Bandung. 116 hal.
Ryal AL, WJ Lipton. 1972. Handling, Transportation and Storage of Fruit and Vegetables.
USA: AVI Publishing Inc. Westport. Connecticut.
Samadi, B., dan Cahyono, B., 1996. Intensifikasi Budidaya Bawang Merah. Kanisius,
Yogyakarta.
Sutono, S., W. Hartatik, dan J. Purnomo. 2007. Penerapan Teknologi Pengelolaan Air dan
Hara Terpadu untuk Bawang Merah di Donggala. Balai Penelitian Tanah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 41 Hlm
Sumarni, N. dan A. Hidayat. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 Hlm.
Sitorus, E dan Imam, M. 2000. Pengaruh Pendinginan awal dan Suhu Penyimpanan untuk
Memperpanjang Kesegaran Bawang Merah. J.Hort. 10(2); 137-143.
42
Sutopo, L., 2004. Teknologi Benih. Penerbit Rajawali, Jakarta
Soedomo, R.P. 1992. Pengaruh Pemotongan Ujung Umbi dan Lamanya Penyimpanan
Umbi Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Hasil Umbi di
Samadi, B., dan Cahyono, B., 1996. Intensifikasi Budidaya Bawang Merah. Kanisius,
Yogyakarta.Brebes, Jawa Tengah. J. Hort, 2(1) : 43-47.
Sadjad. S., M., Endang.dan I., Satriyas. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Sadjad. S., M., Endang.dan I., Satriyas. 1999. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia
Saleh, M.S., 2004. Bawang Goreng Varietas Palasa dilepas Sebagai Varietas Unggul
Nasional. Harian Umum Radar Sulteng, 10 November 2004.
Sunaryono, Hendro. dan Prasodjo. S. 2010. Agribisnis Bawang Merah. Sinar Baru
Algensindo. Bandung. 81 hal. Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Thamrin, M., Ramlan, Armiati, Ruchjaniningsih, dan Wahdania. 2003. Pengkajian Sistem
Usahatani Bawang Merah Di Sulawesi Selatan. J. Pengkajian dan Pengemb.
Teknol. Pert. 6(2):141-153.
Tjionger, M. 2004. Potasium nitrat memperbesar dan memperbanyak umbi bawang merah.
http://www.tanindo. com (25 Februari 2009).
Winarko. 2012. Pengaruh Priode Vernalisasi terhadap Pembungaan dan Hasil Biji
Beberapa Varietas Bawang Merah. Skripsi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Wibowo. 1988. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wulandari, Y. 2013. Sukses Bertanam Bawang Merah dari Nol Sampai Panen. ARC
media. Jakarta. 80 hal.
43