Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI PEMBELAJARAN SEJARAH DALAM MENG-

HADAPI PERKEMBANGAN SEJARAH INDONESIA

Ikra
Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar
muhammadikra446@gmail.com

Abstrak: Dengan mengetahui perkembangan Sejarah Indonesia yang terus


berubah, hendaknya para pendidik peka terhadap posisinya sebagai penentu
moralitas bangsa. Pengaruh perubahan perkembangan sejarah maupun materi
pelajaran sejarah yang terus berubah hendaknya dinamika tersebut harus disikapi
dengan baik sebagaimana pendidik mampu menggiring peserta didik dalam
menghadapi perekembangan Sejarah Indonesia dengan pengaruh politik yang
ada. Dengan pembelajaran kontekstual pendidik dan peserta didik mampu
memenuhi syarat sebagai kegiatan pembelajaran sejarah yang baik, tanpa ada lagi
paradigma konvensional, diamana peseerta didik hanya mendengarakan dan pen-
didik menjelaskan. Maka dari itu tujuan pembelajaran sejarah dapat tersampaikan
dengan baik kepada peserta didik jika peserta didik dapat dituntut aktif serta
berpikir kritis dalam proses pembelajaran.

Kata-kata kunci: Pembelajaran sejarah, Sejarah Indonesia, pendidikan, berpikir


kritis.

Abstract: By knowing the development of Indonesia's ever-changing history, ed-


ucators should be sensitive to their position as determinants of morality. Influ-
ence of changes in historical development as well as historical subject matter
that is constantly changing should the dynamics must be addressed as well as ed-
ucators are able to lead learners in the face of the development of the history of
Indonesia with the political influence that exists. With the contextual learning of
educators and learners are able to qualify as a good historical learning activi-
ties, without any more conventional paradigm, where the learners only hear and
educators explain. Therefore the purpose of learning history can be conveyed
well to learners if learners can be claimed actively and critical thinking in the
learning process.

Keywords: Learning history, History of Indonesia, education, critical thinking.

Dalam kegiatan proses belajar mengajar hendaknya sebagai guru dapat mengetahui
bagaimana kegiatan pembelajaran dapat dijalankan sesuai dengan kurikulum atau muatan
lokal yang berlaku dalam lingkungan belajar tertentu. Mudahnya ketika pengajar memu-
lai suatu kegiatan belajar hendaknya guru dapat mengetahui apa yang akan diajarkan
harus sesuai dengan kejadian yang baru-baru ini terjadi di sekitar daerah pada kegiatan
belajar mengajar Fenomena yang muncul pada saat ini adalah upaya pemerintah dalam
menggantikan kurikulum menjadi kurikulum daerah (lokal).
Dewasa ini pembelajaran sejarah dikenal sebagai matapelajaran yang mem-
bosankan. Sampai saat ini belum ada pengajar yang mampu mengangkat pembelajaran
sejarah sebagai pembelajaran yang atraktif. Pembelajaran sejarah pada tingkat sekolah
masih berdasarkan pada buku dan lembar kerja siswa yang telah disusun oleh kelompok
atau satuan guru sejarah dalam suatu daerah atau antardaerah. Namun sayangya matapela-
jaran masih belum terjamah sebagaimana pendidikan sejarah dapat menjunjung kebu-
dayaan lokal oleh penalaran guru-guru kepada pendidik di dalam kegiatan belajar menga-
jar. Hendaknya mata pelajaran sejarah sebagai acuan semua pembelajaran pada kuriku-
lum lokal yaitu sejarah dapat dijadikan suatu wadah sebagai aspek untuk mengangkat ke-
budayaan lokal. Maka dari itu hal ini menjadi ketertarikan Penulis untuk mengangkat per-
masalahan tersebut dalam makalah ini yang sebagaimana berjudul “Kurangnya Strategi
Pembelajaran Sejarah dalam Menghadapi Perkembangan Sejarah Indonesia dengan
Berfikir Kritis”.

PEMBELAJARAN SEJARAH DI INDONESIA


Pendidikan merupakan salah satu media atau sarana pemerintah guna membangun
berbagai aspek pembangunan dan juga moral suatu bangsa dan negara. Dalam UU No. 2
tahun 2003 pasal 3, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal itu jelas bahwa program pemerintah dalam mengembangkan ke-
hidupan pendidikan sangat penting adanya.
Namun proses pendidikan di Indonesia perlu diperbaiki dengan melihat proses
pembelajaran pendidikan sejarah yang masih belum optimal. Sejarah merupakan dasar
ilmu yang harus dikembangkan, maka sejarah hendaknya perlu diperbaiki dalam proses
pendidikannya. Sejauh ini proses pembelajaran sejarah hanya berdasarkan buku atau lem-
bar kerja peserta didik yang disusun oleh forum guru atau forum perkumpulan lainnya.
Mengingat fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia khususnya
para generasi muda semakin diragukan eksistensinya. Alfian (2011) Mengungkapkan
bahwa beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan pendapat
fenomena pembelajaran yang terjadi di Indonesia. Hasan (2012) menjelaskan bahwa
kenyataannya yang ada sekarang. Model pengajaran sejarah jauh dari harapan untuk
memungkinkan calon didik melihat relevansinya dengan kehidupan masa kini dan masa
depan. Maka tidak mengherankan jika pendidikan disini terasa kering, tidak menarik dan
tidak member kesempatan kepada calon didik untuk belajar menggali makna dari sebuah
peristiwa sejarah.
Subakti (2010) mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran sejarah, masih
banyak guru menggunakan paradigma konvensional, yaitu paradigma guru menjelaskan
–-murid mendengarkan. Metode pembelajaran ini sejarah semacam ini menjadikan pem-
belajaran sejarah membosankan karena guru tidak memberikan pendekatan emosional
jika peserta didik tidak dituntut secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Sejauh
ini peserta didik hanya dituntut untuk mendengarkan bagaimana jalan cerita sejarah
apapun itu mencakup seluruh kajian sejarah atau tidak. Di samping itu, metode pembela -
jaran yang dianggap monoton ini akan berakibat buruk untuk jangka waktu yang panjang
karena secara tidak langsung akan membuaat para generasi muda akan mengalami amne-
sia, lupa atau melupakan sejarah bangsa sendiri.
Maka tidak menjadi rahasia lagi jika pelajaran di pendidikan sekolah menjadi pela-
jaran yang membosankan bagi peserta didik ataupun bagi guru pengajarnya. Penulispun
juga menyadari akan hal ini. Keadaan ini diperparah jika guru atau pengajar sejarah terse-
but merupakan seseorang yang terlalu teoritis, atau teralu text-books dan abstrak men-
jadikan matapelajara ini sama sekali tidak menarik. Kurangnya buku ajar, ditambah
krikulum yang selalu berubah pada pendidikan sejarah tidak diimbangi dengan praktik
pembelajaran yang baik, sementara misi yang diembannya tidak berjala secara
berdampingan dan tidak akan tersampaika (Alfian. 2011).

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Abdullah (1996) menyinggung bahwa strategi pendagogis Indonesia dalam penga-


jaran pendidikan sejarah sangat lemah. Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat pada
pendekatan chronicle dan cenderung menuntut peserta didik agar dapat menghafal suatu
peristiwa. Peserta didik tidak dibiasakan untuk mengartikan peristiwa guna memahami
dinamika suatu perubahan. Untuk peserta didik sekolah menengah, sejarah harusnya men-
jadi alat untuk memahami segala macam peristiwa. Peserta didik sudah seharusnya dibi-
asakan berdialog dalam persoalan yang ada, sehingga peserta didik biasa memahami
adanya dinamika dari suatu perubahan.
Pandangan belajar dengan pendekatan kontekstual menurut Suhasana (2014:67)
yaitu belajar pada hakikatnya tidak hanya untuk mengahfal melainkan juga harus mema-
hami, dan mengkonstruksi pengetahuan. Ilmu pengetahuan tersebut merupakan kumpulan
fakta-fakta atau proposi yang integral dan sekaligus dapat dijaikan keterampilan yang da-
pat diapikasikan. Begitu juga dengan pengetahuan sejarah yang dapat dijadikan bahan
ilmu pengetahuan yang dapat membantu peserta didik dalam berpikir kritis untuk dapat
memahami dan mengkontruksi hal-hal sejarah yang ada pada lingkungan sekitar peserta
didik. Maka peserta didik dapat terbiasa dalam menyikapi dan menghadapi situasi baru
dan memecahkan suatu masalah dalam hidupnya.
Pendekatan kontextual atau contextual teaching learning merupakan suatu media
pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik dapat memahami bahan ajar secara
bermakna dan dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata baik berkaitan dengan lingkun-
gan pribadi, agama, sosial, ekonomi, kulutural, dan budaya sehingga peserta didik mem-
peroleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari
satu konteks permasalahan yang satu dan permasalahan yang lain (Suhasana, 2014:67).
Dalam penjelasan tersebut tahap-tahap untuk memperoleh tujuan dalam kemam-
puan peserta didik dapat mencapai keterampilan tersebut perlu adanya metode pembela-
jaran yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar sehingga cita-cita tesebut dapat
tercapai. Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati
perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Model pembelajaran
tersebut sama halnya dengan gaya belajar peserta didik dan gaya mengajar guru. Adapun
kriteria dalam pendekatan scientifik dalam kaitannya pembelajaran sejarah menurut
Suhasana (2014:37) yaitu sebagai berikut.
1. Pembelajaran sejarah harus dengan berbasis pada fakta dan fenomena yang dapat
dijelaskan oleh logika dan penalaran tertentu, bukan sebatas dongeng, khayalan,
ataupun legenda sejarah lainnya.
2. Penjelasan guru dengan respon peserta didik, ataupun interaksi eduktif guru-peserta
didik tidak hanya sebatas dari prasangka yang serta-merta berpemikiran subjektif,
atau penalaran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir kritis.
Sejarah harus dijelaskan secara objektif dengan penjelasan yang jelas agar peserta
didik mampu mendapatkan amanat-amanat yang disampaikan dari pembelajaran
sejarah.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir kritis, analitis, dan tepat
dalam mengedintifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasi kan
materi pembelajaran sejarah.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotesis dalam meli-
hat perbedaan, kesmaan, dan tautan satu sama lain dari materi pelajaran sejarah
dengan menggunakan penalaran sejarah.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik memahami, menerapkan, mengem-
bangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembela-
jaran sejarah.
6. Pembelajaran sejarah harus berbasis pada konsep, teori, dan sesuai fakta empiris
yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun dapat menarik
dalam sistem penyajiannya.
Objek-objek yang disajikan dalam pembelajaran sejarah diperlihatkan oleh pen-
didik bahwa penerapan kemahiran sejarah adalah penting bagi mengembangakan pemiki-
ran pelajar melalui proses-proses sejarah kepada peserta didik. Disamping itu, penerapan
kemahiran pemikiran sejarah juga akan merangsang nilai-nilai afektif para pendidik
dalam kaitanya menghadapi perkembangan Sejarah Indonesia. Peserta didik akan memi-
liki sikap untuk berbangga, bersyukur, berempati, gigih dalam berusaha, dan lain-lain
(Aziz, 2007:123)

PERKEMBANGAN ILMU SEJARAH INDONESIA

Pelajaran sejarah merupakan pembelajaran yang mengandukan pesan-pesan moral


yang harus dapat diterapkan kepada peserta didik. Moral-moral yang terkandung dalam
pembelajaran sejarah kadang juga diterapkan pada pelajaran kewarganegaraan yang ter-
cakup pada Sejarah Indonesia atau sejarah nasional. Baik itu pembelajaran muatan lokal
maupun muatan nasional dalam tiap tingkatan itu seharusnya mempunyai pendekatan
yang berbeda, sehingga sejarah tidak membosankan, karena banyak kesamaan dan pengu-
langan dengan metode yang berbeda (Kuntowijoyo, 2013:3)
Perbedaan metode tersebut ada pada perbedaan penyikapan pengajar kepada pe-
serta didik sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Dalam pandangan Kuntowijoyo
(2013:3) untuk tingkatan Sekolah Dasar, sejarah dapat dibicarakan dengan pendekatan es-
tetis yaitu sejarah diberikan secara semata-mata untuk menanamkan rasa cinta kepada
perjuangan para pahlawan, bangsa, dan tanah air. Untuk Sekolah Menengah Pertama, se-
jarah hendaknya diberikan dengan pendekatan etis. Peserta didik harus ditanamkan
pengertian bahwa peserta didik hidup bersama masyarakat, dan kebudayaan lain, baik
pada masa lampau, atau masa sekarang. Kepada peserta didik tingkat Sekolah Menengah
Atas sudah harus mulai bernalar, sejarah harus diberikan secara kritis. Peserta didik
tingkat SMA ini diharapkan sudah bisa berpikir mengapa suatu hal bisa terjadi, dan
kearah mana kejadian-kejadian itu berlangsung. Selain perbedaan dalam pendekatan un-
tuk tiap tingkatan, sejarah juga harus disampaikan secara sinkronis dan diakronis, melalui
dimensi waktu (temporal), dan ruangnya (spatial) atau aspek proses dan aspek struk-
turnya.
Permasalahan dalam pembelajaran sejarah bukan hanya dalam segi proses penga-
jaran pendidik kepada peserta didik. Pembelajaran yang salah dapat di imbangi dengan
metode pembelajaran yang baik. Hal ini tidak dapat di realisasikan jika pendidik belum
sadar akan adanya perkembangan Sejarah Indonesia itu sendiri. Haryono (2018) men-
gungkapkan bahwa upaya untuk mengkritisi pembelajaran sejarah dari konteks kepentin-
gan nasional karena adanya perkembangan politik yang mempengaruhi kisah narasi se-
jarah sehingga makin terbelenggu oleh kekuatan politik yang sempit. maka dari itu perlu
adanya kesadaran pendidik sejarah untuk mengubah cara pandang yang selama ini di-
lakukan agar lebih peka terhadap perubahan-perubahan dalam penulisan sejarah, baik itu
karena kepentingan politik maupun perkembangan globalisasi.
Kurangnya strategi pembelajaran sejarah dalam juga hal perkembangannya pen-
didik dan peserta didik memiliki perannya masing-masing. Dalam pandangan seorang Ali
(2005:361) peserta didik dalam metode ini bukan merupakan suatu wadah yang kosong
yang harus di isi oleh pendidik. Peranan peserta didik penting sebagai manusia yang
berkembang untuk dipimpin dan dibina untuk diberi jalan dalam mengembangkan
kreativitasnya. Hal ini diharapkan agar peserta didik tidak lagi untuk dituntut meng-
hafalkan cerita atau naskah sejarah namun juga harus mampu memetakan sejarah.
Bagaimana sejarah itu dimulai dan kemana arah sejarah itu berlangsung. Peserta didik
dan pendidik merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam pertumbuhan jiwa masing-mas-
ing. Tanggung jawab pendidik ialah menciptakan tenaga nasional dan membangkitkan
jiwa nasional. Tanggung jawab peserta didik ialah mempergunakan tenaga-nasionalnya
untuk ikut serta dalam pembentukan sejarah bangsanya.

KESIMPULAN

Pembelajaran sejarah sejauh ini belum optimal adanya. Kegiatan belajar


mengajar masih dinilai kurang mandiri jika dtinjau dari kinerja para pendidik dan
para peserta didik juga dinilai kurang aktif dalam proses pembelajaran sejarah.
Pendidik masih terbelenggu dalam sistem paradigm konvensional dimana pen-
didik hanya menjelaskan sedangkan peserta didik tidak dibina untuk dapat
mandiri dalam menghadapi persoalan-persoalan yang ada pada materi pelajaran
sejarah.
Sejarah dapat menjadi materi pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membangun karakter peserta didik dalma berfikir kritis yang dituangkan dalam
pendekatan kontekstual didalam proses pembelajaran. Pendekatan kontekstual
mampu menuntut peserta didik dibiasakan untuk dalam memecahakan masalah
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks agama, sosial, ekonomi, kurtu-
ral, dan budaya.
Metode untuk menyikapi kurangnya strategi pembelajaran tidak akan
cukup jika tidak diimbangi dalam kesadaran para pendidik dan peserta didik
dalam adanya perkembangan sejarah Indonesia. Perkembangan tersebut terus
berlanjut baik itu akan bertambah atau berkurang dari segi materi. Pendidik dan
peserta didik diharapkan mampu untuk sadar posisi dalam tanggung jawab dalam
perannya sebagai warga negara Indonesia untuk ikut serta dalam pembentukan se-
jarah bangsanya.

DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, Taufik. 8 November 1996. Strategi Pendagogis Sejarah Indonesia Lemah.
dalam surat kabar kompas. Koampas, hlm. 4.
Alfian, Magdalia. 2011. Pendidikan Sejarah dan Permasalahan Yang Dihadapi. KHAZ-
ANAH PENDIDIKAN: Jurnal Ilmiah Kependidikan. (Online),
(http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/khazanah/article/ view/643/635),
vol. III, No.2, diakses 15 Maret 2018.
Ali, R. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia.. Yogyakarta: Penerbit LKiS Yo-
gyakarta.
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Aziz, Zahara. 2007. Kajian Tinjauan Kesediaan Guru-guru Sejarah Menerapkan Kemahi-
ran Pemikiran Sejarah kepada Para Pelajar. Jurnal Pendidikan. (Online),
(http://journalarticle.ukm.my/view/creators/Nik_Azleena_
Nik_Ismail=3A=3A=3A.html), no. 32, Hal 119-137, diakses 15 Maret 2018.
Haryono. 2018. Pendidikan Sejarah dan Karakter Bangsa: sebuah pengantar dialog.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Penguatan Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran Sejarah. Universitas Negeri Malang, Malang, 18 April
2018.
Hasan, Said Hamid. 2012. Pendidikan Sejarah Untuk Memperkuat Pendidikan Karakter.
Jurnal Paramita. (Online). (https://journal.unnes. ac.id/artikel_nju/
paramita/1875), vol. 22 No. 1. Hlm, 81-95, ISSBN: 0854-0039, diakses 15
Maret 2018.
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana.
Maunah, Binti. 2009. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Teras.
Subakti, Y.R. 2010 . Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Kontruktivisme. SPPS.
(Online), (https://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3), vol.24, No 1, April
2010. FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, diakses 15 Maret 2018.
Suhana, Cucu. 2014. Konsep Strategi Pembalajaran. Bandung: Penerbit PT. Refika Adi-
tama.

Anda mungkin juga menyukai