Anda di halaman 1dari 12

Tugas Arkeologi Sosial

Rangkuman Materi Perkuliahan


Muh. Arif Hidayat (F071181308)

Arkeologi Sosial merupakan sub-disiplin dalam ilmu arkeologi yang fokus

pada penelitian untuk mengungkap mengenai kehidupan masyarakat masa lalu

melalui analisis tinggalan benda-benda arkeologis dengan mengombinasikan metode

arkeologi dengan konsep dan teori dari ilmu-ilmu sosial, seperti antropologi,

sosiologi, dan sejarah sosial. Tujuan utama arkeologi sosial adalah memahami

hubungan antara masyarakat, budaya, dan lingkungan sosial di masa lalu. Arkeologi

sosial berupaya melihat interaksi antara masyarakat masa lalu, pembentukan struktur

sosial, penciptaan identitas sosial, dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam

masyarakat. Arkeologi sosial pada dasarnya bertujuan untuk memberikan wawasan

serta pemahaman mengenai kehidupan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat masa

lalu melalui bukti-bukti arkeologis, serta memahami dampak dari perubahan sosial

dan budaya yang sering terjadi seiring berjalannya waktu.

Arkeologi sosial berkembang sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Kelahiran arkeologi sosial tidak dapat dilepaskan dari munculnya tradisi New

Archaeology atau ‘Arkeologi Baru’. Munculnya istilah Arkeologi baru

menggambarkan adanya ketidakpuasan para arkeolog pada tradisi lama (Arkeologi

Tradisional) yang dianggap kurang ilmiah dan antropologis. Antropologi sendiri


merupakan ilmu tentang manusia/kemanusiaan. Para arkeolog tradisi sejarah-budaya

mampu mengklasifikasikan berbagai jenis artefak berdasarkan periode dan tipe-tipe

kebudayaan, namun dalam hal ini seringkali mengabaikan aspek manusia. Hal ini

menjadikan arkeolog tradisi sejarah-budaya sering kali disebut dengan ‘pemuja

benda’ (fetishistic). Oleh karena itu, arkeolog penganut tradisi arkeologi baru beralih

dari konsepsi kebudayaan yang normatif dan mencari jalan lain untuk dapat

menjelaskan benda-benda yang diperoleh dari masa lalu. Arkeolog mulai menyadari

bahwa benda-benda dan struktur-struktur fisik lain di dalam situs arkeologi memiliki

dimensi sosial yang sangat penting untuk diungkap. Para arkeolog mulai tertarik

untuk mengungkap peran manusia di dalam menciptakan dan menggunakan artefak,

serta hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.

Perkembangannya ilmu arkeologi selanjutnya mendapat pengaruh yang besar dari

ilmu antropologi. Beberapa konsep dan teori-teori antropologi diadopsi ke dalam ilmu

arkeologi sebagai alat yang dapat membantu memahami kehidupan sosial masyarakat

masa lalu.

Arkeologi sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Masyarakat

merupakan aspek utama terbentuknya ‘socius’ atau ‘pertemanan’ atau interaksi antara

individu di dalam kelompok-kelompok. Dalam sejarah kehidupan manusia,

masyarakat senantiasa mengalami perkembangan. Ada banyak sekali teori mengenai

evolusi manusia. Lewis Morgan seorang antropolog dari Amerika sekitar abad ke-19,

mengemukakan teori evolusi sosial dengan membagi masyarakat menjadi tiga tahap
perkembangan, yaitu savana, barbarisme, dan peradaban. Friedrich Engels seorang

filsuf dan ahli politik asal Prussia sekitar abad ke-19, memberikan teori transisi

masyarakat dari masyarakat primitif menuju masyarakat kelas. Auguste Comte,

seorang Sosiolog asal prancis sekitar abad ke- 18 hingga abad ke-19 mengemukakan

teori evolusi tentang pemikiran manusia mulai dari masyarakat teologis hingga

masyarakat positif. Elman Service seorang antropolog asal Amerika sekitar abad ke-

19, mengemukakan teori evolusi sosial masyarakat mulai dari masyarakat band,

masyarakat segmentary, masyarakat chiefdom, hingga masyarakat bernegara.

Teori evolusi sosial Lewis Morgan

1. Masyarakat savana

Masyarakat savana adalah masyarakat yang hidup di dalam kelompok-

kelompok kecil yang biasa disebut ‘band’. Masyarakat pada tahapan ini

biasanya hidup sebagai pemburu dan pengumpul makanan dan memiliki

struktur sosial yang sangat egaliter tanpa adanya kepemimpinan yang

permanen, sehingga menjadikan sistem ‘khinsip’ atau kekerabatan dan

hubungan timbal balik sangat penting. Contohnya masyarakat pemburu dan

pengumpul seperti suku Hadza di tanzinia yang hidup dalam kelompok-

kelompok kecil dan berpindah-pindah mencari sumber makanan.

2. Masyarakat barbarisme
Masyarakat barbarisme adalah masyarakat yang hidup dengan

mengembangkan pertanian, peternakan, dan produksi kerajinan. Pada tahap

ini masyarakat mulai berkumpul di dalam suku-suku yang lebih besar dan

terorganisir berdasarkan sistem kekerabatan yang lebih kompleks. Pada tahap

ini juga pemimpin mulai muncul, dengan demikian strata sosial sudah terlihat

jelas. Contohnya masyarakat suku yang hidup dengan mengandalkan

pertanian. Seperti suku-suku di pedalaman papua nugini dan suku asli di

pedalaman amerika sebelum masa kolonial.

3. Masyarakat beradab

Masyarakat beradab adalah masyarakat yang hidup di dalam perkembangan

kota, negara, dan sistem pemerintahan yang jelas dan terpusat. Pada tahap ini

masyarakat hidup dengan sistem hukum yang jelas, sudah dikenalnya tulisan,

spesialisasi diberbagai bidang pekerjaan, dan status sosial yang beragam.

Contohnya masyarakat mesir kuno, sumeria, mesoamerika, dan masyarakat

modern seperti sekarang.

Teori Evolusi sosial Auguste T. Comte

1. Masyarakat Teologis

Masyarakat teologis merupakan masyarakat pada tahap perkembangan di

mana pemahaman manusia terhadap alam semesta didasarkan pada

kepercayaan dan keyakinan yang sifatnya supranatural. Pada tahapan ini


masyarakat memiliki kecenderungan menjelaskan segala fenomena yang

tampak melalui mitos dan legenda. Penjelasan mengenai asal usul penciptaan

manusia dan alam semesta didasarkan pada kekuatan yang bersifat gaib yang

bersumber dari yang maha kuasa.

2. Masyarakat metafisis

Masyarakat metafisis merupakan masyarakat yang berada pada masa

peralihan di antara masyarakat teologis dan masyarakat pada tahap positif.

Pada tahapan ini, masyarakat mulai skeptis dan mulai menanyakan hal-hal

yang bersifat supranatural dan mulai mencari jawaban yang bersifat rasional.

Masyarakat mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran filosofis dan

spekulatif untuk mengungkapkan hal-hal yang mendasari segala fenomena di

alam semesta.

3. Masyarakat positif

Masyarakat positif adalah masyarakat yang telah memperoleh pengetahuan

yang bersifat rasional, empiris, dan didasarkan pada fakta-fakta. Masyarakat

positif telah dapat menjelaskan segala fenomena di alam semesta dengan

metode-metode yang bersifat ilmiah dan disertai pengamatan yang objektif.

Masyarakat positif berfokus pada prinsip-prinsip yang dapat diuji dan

diterapkan secara praktis. Pada tahapan masyarakat ini, agama dan spekulasi

yang bersifat filosofis telah digantikan oleh pemikiran-pemikiran ilmiah nan-

objektif.
Teori Evolusi Elman Service

1. Masyarakat Band

Masyarakat band merupakan masyarakat dengan tahap yang masih primitif.

Di dalam teori evolusi Elman Service, pada tingkatan ini masyarakat hidup di

dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa puluh hingga

beberapa ratus orang. Masyarakat band umumnya hidup secara nomaden dan

mengandalkan makanan dari hasil berburu. Pada masyarakat band, struktur

sosialnya cenderung egaliter di mana keputusan-keputusan diambil

berdasarkan kesepakatan bersama. Pada tahap ini pemimpin masyarakat tidak

bersifat permanen. Contoh masyarakat band seperti suku Hdza di Tanzania

yang hidup dengan berburu dengan berpindah-pindah sesuai dengan kondisi

alam tempat berburunya. Masyarakat suku Hadza juga memiliki pemimpin

yang egaliter dan tidak permanen.

2. Masyarakat Segmentary

Masyarakat segmentary merupakan masyarakat yang terdiri dari beberapa

kelompok keluarga dan keturunan yang terkait satu sama lain. Masyarakat

segmentary umumnya masih semi-nomaden atau sedenter dengan

mengandalkan makanan dari hasil berburu dan pertanian sederhana dan

pengembalaan hewan. Struktur sosialnya mulai terlihat dengan peran


pemimpin yang lebih jelas. Pada tahapan masyarakat ini, interaksi dengan

suku-suku lain mulai dilakukan. Contoh masyarakat segmentary dapat dilihat

pada suku Yanomami di Amazon.

3. Masyarakat chiefdom

Masyarakat chiefdom merupakan masyarakat yang dipimpin oleh seorang

pemimpin (seperti kepala suku) yang memiliki otoritas yang lebih besar. Pada

tahap ini masyarakat mulai menetap dan hidup dari pertanian dan peternakan.

Pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur kehidupan

anggota masyarakatnya termasuk dalam pengambilan keputusan, penyelesaian

konflik, dan pengawasan kegiatan perekonomian. Pada tahapan ini

masyarakat sudah mengembangkan sistem hukum yang lebih terorganisir.

Contoh masyarakat segmentary dapat dilihat pada suku Maasai di Afrika

timur.

4. Masyarakat state

Masyarakat state merupakan tingkatan masyarakat yang lebih kompleks. Di

dalam teori evolusi Elman Service, pada tingkatan ini masyarakat sudah mulai

mengembangkan sistem pemerintahan yang terpusat dengan kekuasaan yang

lebih luas. Pada umumnya masyarakat pada tingkatan ini terdiri dari beberapa

kota-kota yang diperintah oleh pemerintah pusat. Masyarakat state sudah

memiliki sistem hukum yang kompleks, sistem administrasi yang terorganisir,

institusi pertahan, dan sistem perekonomian yang jelas menjadikan

masyarakat state memungkinkan munculnya berbagai spesialisasi pekerjaan


dan struktur sosial yang lebih kompleks. Contoh masyarakat state dapat dilihat

pada masyarakat modern seperti sekarang.

Evolusi sosial masyarakat yang dijelaskan oleh para ahli tidak selamanya

sesuai dengan semua bentuk masyarakat. Banyak faktor yang dapat memengaruhi

perkembangan peradaban manusia. Misalnya beberapa suku di pedalaman papua

sampai sekarang masih hidup dengan mengandalkan pertanian sederhana dan berburu

hewan di hutan. Perubahan sosial dapat terjadi dari berbagai faktor yang

memengaruhinya, seperti faktor lingkungan, teknologi dan inovasi, ekonomi, politik,

budaya, maupun interaksi antar individu. Contoh evolusi masyarakat dapat dilihat

pada suku Nautufian di Timur tengah (sekarang wilayah sekitar Israel, Palestina,

hingga Yordania). Masyarakat Nautufian adalah masyarakat pertama yang

mengadopsi gaya hidup menetap. Masyarakat Nautufian hidup sekitar 12.000 hingga

9.000 tahun SM merupakan contoh masyarakat yang mengalami peralihan dari

masyarakat berburu dan mengumpul menjadi masyarakat petani. Budaya Nautufian

awalnya ditemukan oleh seorang arkeolog asal Inggris yang bernama Dorothy Garrod

pada penggalian yang dilakukan di situs Shuba, Yordania sekitar tahun 1930-an. Situs

Shubayqa 1 di Yordania yang berusia sekitar 14.400 tahun menunjukkan adanya

bukti produksi bahan makanan berupa roti. Selain itu juga ditemukan bukti adanya

budidaya gandum hitam di situs Tell Abu Hureyra, Suria, dan bukti kemungkinan

adanya pembuatan bir yang ditemukan di situs Raqefet, Israel. Masyarakat Nautufian
awalnya adalah masyarakat berburu dan mengumpul , namun karena beberapa faktor

menyebabkan masyarakat Nautufian menjadi masyarakat petani.

Menurut Gregory K. Dow dan Clyde G. Reed dalam artikel yang berjudul

”The Origins of Sedentism: Climate, Population, and Technology” pada jurnal

Economic Behavior & Organitation pada tahun 2015 menjelaskan faktor yang

mempengaruhi perubahan masyarakat dari berburu dan mengumpul menjadi

masyarakat petani dapat berupa adanya pertumbuhan populasi dan perubahan iklim.

Perubahan iklim yang lebih stabil di masa akhir zaman es membuat ketersediaan

sumberdaya alam melimpah. Hal ini membuat masyarakat Nautufian menjadi

masyarakat pengumpul yang kaya. Ketersediaan sumberdaya alam melimpah

mencukupi bagi masyarakat Nautufian untuk menetap lama. Hal ini juga

mempengaruhi pertumbuhan populasi, sehingga masyarakat Nautifian harus

berinovasi menciptakan peralatan dan teknologi baru untuk bertahan hidup.

Perubahan sosial masyarakat juga dapat dipicu oleh interaksi antar

kebudayaan, sebagai Contoh dapat dilihat dari migrasi masyarakat Bantu di sub-

Sahara, Afrika. Migrasi masyarakat Bantu berpengaruh besar terhadap pembangunan

sistem pertanian di Afrika. Pada awal migrasi, masyarakat Bantu telah mengenal

teknologi pertanian berupa alat besi. Sebelum kedatangan masyarakat Bantu,

masyarakat Pigmi di Afrika Tengah dan Koisan di Afrika Selatan masih berada di

masa peralihan antara zaman batu menuju zaman besi, serta masih hidup dengan

perburuh dan mengumpulkan makanan. Kedatangan Masyarakat Bantu membawa


teknologi baru dalam bidang pertanian ke wilayah itu dan memperkenalkan sistem

pertanian awal di wilayah Afrika Tengah dan Afrika Selatan. Bukti arkeologis

menunjukkan bahwa persebaran besi di Afrika paralel dengan migrasi masyarakat

Bantu. Masyarakat Bantu juga memperkenalkan tanaman dan hewan ternak dari

Afrika selama proses migrasinya ke bagian selatan. Pada awal migrasi, masyarakat

Bantu dikenal sebagai pemakan imbi-umbian, namun setelah mereka bermigrasi ke

wilayah Tanzania, mereka mulai belajar memakan biji-biian. Selanjutnya, selama

migrasi mereka ke selatan, banyak tanaman dari Afrika Timur di perkenalkan ke

wilayah Afrika Selatan. Bukti botani menunjukkan bahwa tanaman sorgum di

wilayah Afrika Selatan dan Afrika Tengah lebih dekat hubungan genetiknya dengan

sorgum di wilayah Afrika Timur. Selain itu Masyarakat Bantu juga memperkenalkan

hewan-hewan ternak ke wilayah Afrika Selatan seperti sapi dan domba selama masa

migrasi mereka. Dikenalnya sapi dan domba bagi masyarakat di bagian Afrika

Selatan adalah sesuatu yang sangat penting bagi mereka, karena beberapa wilayah di

Afrika selatan terletak di iklim padang yang kering, sehingga tidak cocok untuk

dijadikan lahan pertanian, namun sangat baik jika dijadikan lahan untuk beternak.

Oleh karena itu kedatangan masyarakat Buntu telah memicu perubahan sosial pada

sebagian masyarakat di Afrika Selatan yang sebelumnya hidup sebagai pemburu-

pengumpul menjadi masyarakat petani dan peternak.

Perubahan sosial pada masyarakat juga dapat dipengaruhi oleh aktor sosial

seperti yang dijelaskan oleh Antony Giddens seorang Sosiolog asal Inggris dalam
konsepnya yang dikenal sebagai ‘agensi’. Konsep Giddens tentang agensi

menekankan kemampuan individu dalam memberikan pengaruh di dalam suatu

struktur (fenomena, objek, lingkungan). Dalam perubahan sosial, agensi dilihat

sebagai aktor yang memiliki pengaruh yang besar dalam munculnya suatu perubahan

sosial di dalam masyarakat. Peran aktor di dalam perubahan sosial masyarakat dapat

dilihat salah satunya pada sosok Nabi Muhammad SAW. Sebelum Nabi Muhammad

SAW. Hijrah dari Mekah ke Madinah, masyarakat madinah berbentuk suku-suku

yang gemar berperang, namun setelah Nabi Muhammad SAW. Pindah ke Madinah,

suku-suku tersebut disatukan menjadi sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin

oleh Nabi. Pada saat itu dibuat juga konstitusi pertama di dunia yang disebut “Piagam

Madinah”. Pembenahan di berbagai aspek seperti pendidikan, militer, dan

perekonomian juga dibenahi. Nabi Muhammad SAW. Berperan sebagai aktor/agen di

dalam perubahan sosial bentuk masyarakat Madinah. Hal ini juga sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Elman Service dalam teori evolusi sosialnya yang dapat dilihat

perubahan masyarakat Madinah dari masyarakat yang terdiri dari beberapa suku

(chiefdom) menjadi masyarakat bernegara (state). Di Sulawesi Selatan aktor tersebut

dapat dilihat pada sosok To Manurung yang mampu menyatukan beberapa kelompok

masyarakat yang sedang mengalami masa kekacauan yang disebut masa ‘sianre

bale’. To Manurung mampu berubah bentuk masyarakat dari masyarakat yang

mungkin kurang lebih dapat dianggap masyarakat segmentary menuju masyarakat

chiefdom.
Sekian dan Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai