Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No.

2, 2023: 329 – 337

Analisa Pengaruh Suhu, Salinitas dan pH Terhadap Kualitas Air di


Muara Perairan Belawan

Yuni Yolanda1*
1. Program Studi Teknik Lingkungan, FTLM, Universitas Teknologi Sumbawa
*E-mail: yuni.yolanda@uts.ac.id

Abstract

Water quality is the main benchmark for the sustainability of estuary water ecosystems in terms of physical,
chemical and biological parameters of water. Among the environmental parameters that apply in the
estuary; temperature, pH, and salinity are key parameters for controlling the components present in the
water column. The purpose of this study was to determine the effect of temperature, pH, and salinity on
water quality in Belawan Muara. The data used in this study includes secondary data, namely water quality
data from port environmental management and monitoring books from 2015 to 2018. Meanwhile, the
method used to analyze the effect uses the Pearson Product Moment method. The highest concentration
was in the dumping area for shipping channel sediments (station 14) with values of temperature (28.53 °C),
pH (7.35), and salinity (7.58‰). While the lowest concentration was found under the Deli River bridge
with temperature (28.53°C), pH (7.35) and salinity (7.58‰). The correlation is very high, namely salinity
and temperature with a value of 0.891 and salinity with a pH value of 0.849. The high correlation, namely
pH and temperature, is 0.665. The parameters of temperature, pH, and salinity influence each other.
Changes in one of the parameters will affect other parameters and have an impact on changes in water
quality

Keywords: Estuary Waters; Pearson Correlation; pH; Salinity; Temperature

Abstrak
Kualitas air menjadi tolak ukur utama keberlanjutan ekosistem perairan muara baik parameter fisik, kimi,
dan biologi air. Diantara parameter lingkungan yang berlaku di muara; suhu, pH, dan salinitas merupakan
parameter kunci untuk mngontrol komponen yang ada di kolom air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh antara suhu, pH, dan salinitas terhadap kualitas air di Muara Belawan. Data yang
digunakan pada penelitian ini meliputi data sekunder yaitu data kualitas air dari buku pengelolaan dan
pemantauan lingkungan pelabuhan Tahun 2015 hingga 2018. Sedangkan metode yang digunakan untuk
menganalisis pengaruh menggunakan metode Pearson Product Moment. Konsentrasi tertinggi yaitu pada
daerah dumping untuk sedimen alur pelayaran (stasiun 14) dengan nilai suhu (28,53 °C), pH (7,35), dan
salinitas (7,58 ‰). Sedangkan konsentrasi terendah terdapat di bawah jembatan Sungai Deli dengan nilai
suhu (28,53°C), pH (7,35), dan salinitas (7,58 ‰). Korelasi yang sangat tinggi yaitu salinitas dan suhu
bernilai 0,891 serta salinitas dengan pH bernilai 0,849. Korelasi yang tinggi yaitu pH dan suhu bernilai
0,665. Parameter suhu, ph, dan salinitas saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Perubahan salah
satu parameter akan mempengaruhi parameter lainnya dan berdampak pada perubahan kualitas air.

Kata Kunci: Muara Perairan; Korelasi Pearson; pH; Salinitas; Suhu

329
Submitted : 17-05-2023 Revised : 13-06-2023 Accepted : 18-06-2023
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No. 2, 2023: 329 - 337

PENDAHULUAN
Muara adalah daerah dimana sungai atau sungai besar mengalir ke laut atau ke
kolom air yang lebih besar. Muara merupakan ekosistem yang sangat dinamis dan
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (Bianchi, 2007). Keanekaragaman hayati di
muara sangat tinggi karena kondisi tersebut menciptakan habitat yang unik dan
mendukung berbagai spesies hewan dan tumbuhan yang tidak dapat hidup di tempat lain.
Di muara, terdapat berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan moluska yang hidup di
perairan dangkal dan berlumpur. Seperti halnya di Perairan Belawan, penduduk yang
membangun rumahnya di dekat muara atau pantai mungkin dapat mencari nafkah dan
berkontribusi pada ekonomi lokal dengan terlibat dalam penangkapan ikan.
Selain keanekaragaman hayati sebagai sumber perekonomian masyarakat di
sekitar muara perairan Belawan, pengembangan dan pengoperasian Pelabuhan Belawan
juga merupakan pintu gerbang perekonomian bagi Sumatera Utara. Pelabuhan Indonesia
cabang Belawan (Pelindo I) adalah pelabuhan tersibuk ketiga di negara itu, dengan DLKr
(wilayah kerja) seluas 12.072,33 hektar. Karena letaknya di muara pertemuan dua sungai
besar, Sungai Deli dan Sungai Belawan, Pelabuhan Belawan tidak seperti pelabuhan lain
di dunia. Selain Pelindo 1, di kawasan muara belawan juga terdapat Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS) Belawan yang merupakan pusat distribusi ikan di wilayah Suatera Utara
dan sekitarnya.
Selain aktivitas kepelabuhan, urbanisasi sering terjadi di daerah sungai dan pesisir
karena kedua wilayah ini memiliki aksesibilitas yang mudah bagi manusia. Kondisi ini
membuat daerah aliran sungai (DAS) dan pesisir menjadi tempat yang menarik bagi
manusia untuk tinggal dan membangun permukiman, bisnis, serta industri. Sungai Deli
dan Sungai Belawan merupakan Sungai yang membelah Kota Medan, serta di daerah
aliran Sungai Deli maupun Sungai Belawan terdapat pusat kawasan industri skala besar
seperti KIM I, KIM II, KIM III, dan KIB. Tingginya aktivitas urbanisasi di sekitar DAS
Sungai Belawan dan Sungai Deli akan berdampak terhadap ekosistem keanekaragaman
hayati yang ada di muara sungai dan pesisir karena polutan dari hulu sungai akan terbawa
sampai ke muara. Daerah estuari yang tinggi akan aktivitas urbanisasi rentan terhadap
pencemaran (Sulistyowati et al., 2023).
Dampak urbanisasi pada muara meliputi peningkatan muatan sedimen, nutrien,
dan total koliform dapat mempengaruhi kualitas air sehingga menyebabkan eutrofikasi;
perubahan aliran sungai dan salinitas; serta dapat mengakibatkan efek buruk pada
komponen biotik dan abiotik ekosistem yang menyebabkan berkurangnya
keanekaragaman hayati perairan muara seperti plankton, rawa, lamun, kerang, dan ikan
bentik yang kemudian akan mengganggu sistem rantai makanan (Dauer et al., 2000;
Mallin et al., 2000; Alberti, 2005; Carle et al. 2005; Campos dan Cachola, 2007; Paerl et
al., 2014 ; Lemley et al., 2018).
Kualitas air menjadi tolak ukur utama keberlanjutan ekosistem perairan muara
baik parameter fisik, kimia, dan biologi air. Diantara parameter lingkungan yang berlaku
di muara, suhu, pH, dan salinitas merupakan parameter kunci yang paling penting untuk
mengontrol komponen biologis, ekosistem, muara dan laut. Selain itu, suhu, salinitas, dan
pH bersama-sama diketahui mempengaruhi fisik-kimia air laut secara langsung, serta
kapasitas penyangga dan peningkatan CO2 dalam sistem muara (Dickinson et al., 2012;
Lannig et al., 2010; Nikinmaa, 2013). Perubahan suhu, pH, dan salinitas yang melampaui
baku mutu akan berdampak buruk pada pola distribusi biota, terutama pada organisme
bentik (Bochert et al., 1996; Dean, 2008). Perubahan suhu, salinitas, dan pH memiliki
pengaruh bagi dinamika spesies di muara (Gamboa-García et al., 2018; Ren et al., 2018;
Thompson et al., 2013).

330
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No. 2, 2023: 329 - 337

Begitu kompleksnya masalah yang dihadapi oleh ekosistem muara perairan


karena adanya pengaruh aktivitas antropogenik, membuat ekosistem muara menjadi
rentan akan pencemaran yang berdampak pada biota yang hidup di dalamnya. Hal ini
dibuktikan bahwa berdasarkan survey wawancara langsung di lokasi para nelayan
menyatakan semakin sulitnya mendapatkan ikan di sekitar muara, hal ini menyebabkan
para nelayan harus mencari ikan lebih jauh lagi ke arah laut dan semakin besarnya biaya
yang harus mereka keluarkan untuk operasional dan bahkan mendapatkan keuntungan
hanya sedikit. Berdasarkan permasalahan tersebut, penting dilakukan penelitian
mengenai pengaruh suhu, pH, dan salinitas terhadap kualitas air di muara perairan
Belawan. Sehingga diharapkan melalui penelitian ini dapat dijadikan acuan dasar data
ilmiah untuk mengambil langkah kebijakan dalam penanganan kualitas air di muara
perairan Belawan untuk keberlanjutan ekosistem Muara Perairan Belawan.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Di sungai Deli dan Belawan dilakukan pengambilan sampel air, yang mana
ditetapkan pada 14 stasiun pengamatan yang meliputi daerah lingkungan kerja (DLKr)
Pelindo 1 Belawan karena pelabuhan ini berada di muara kedua sungai tersebut. Serta
daerah lingkungan kepentingan (DLKp) yang ada di sekitar muara perairan Belawan,
Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara. Peta lokasi dan stasiun
pengamatan:

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Tabel 1. Lokasi Pengamatan Parameter Perairan


Koordinat
Stasiun Deskripsi Lokasi
Lintang Bujur
500 ml ke arah hulu PLTU
1 3°46'50.43"LU 98°39'52.76"BT
Sicanang
Pabrik Plywood PT. Tjipta
2 3°46'29.33"LU 98°40'33.30"BT
Rimba
Dermaga Belawan Lama –
3 3°46'45.70"LU 98°40'51.10"BT
Terminal LANTAMAL
4 3°47'18.53"LU 98°41'20.50"BT Dermaga Pengerukan
5 3°47'17.00"LU 98°41'59.00"BT Gudang 107 Ujung Baru
6 3°47'25.00"LU 98°42'41.20"BT Jetty PT. Pertamina
331
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No. 2, 2023: 329 - 337

Koordinat
Stasiun Deskripsi Lokasi
Lintang Bujur
7 3°46'44.00"LU 98°42'43.90"BT Dermaga tempat pelelangan ikan
Bagan Deli – Muara Sungai Deli
8 3°46'18.70"LU 98°42'20.70"BT
I
Jembatan Sungai Deli-Kp.
9 3°45'30.91"LU 98°40'59.25"BT
Syukur
Permukiman Kel. Belawan
10 3°46'8.60"LU 98°40'38.50"BT
Bahagia
11 3°46'7.95"LU 98°40'10.76"BT Industri Kel. Belawan Sicanang
Galangan Kapal PT. Waruna
12 3°46'58.80"LU 98°42'4.90"BT
Nusa Sentana
13 3°48'3.66"LU 98°43'5.36"BT Buoy VII – reklamasi pelabuhan
Dumping area untuk sedimen
14 3°48'54.80"LU 98°43'41.30"BT
alur pelayaran

Pedoman kualitas air laut di pelabuhan ini dapat ditemukan dalam PP Nomor 22
Tahun 2021, dan pengelolaan manajemen ditambang untuk data sekunder dan
pemantauan lingkungan yang disimpan oleh pelabuhan antara tahun 2015 dan 2018.
Adapun analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan dan pengaruh antara parameter
suhu, pH, dan salinitas terhadap kualitas air menggunakan analisis statistika korelasi
Pearson.

Analisis Data
SPSS 25 digunakan untuk melakukan analisis tabel pada data sekunder. Dengan
menggunakan teknik Pearson Product Moment, peneliti memeriksa dan menilai tingkat
korelasi antara setiap pasang variabel.
Jika R sama dengan 1, ini menunjukkan hubungan positif sempurna, dan jika sama
dengan -1, ini menunjukkan hubungan negatif sempurna. Jika nilai parameter air
memiliki nilai korelasi positif, maka parameter tersebut memiliki nilai searah di perairan.
Sebaliknya jika nilai parameter bernilai negative maka parameter tersebut saling bertolak
belakang. Dasar pengambilan keputusan untuk melihat adanya hubungan antara
parameter air terukur yaitu melihat taraf signifikansi dan koefisien korelasi (R) adalah
sesuai Tabel 2 berikut (Guilford, 1956).
Tabel 2. Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Keterangan
(R)
0,00-0,20 Sangat rendah
0,20-0,40 Rendah
0,40-0,60 Cukup
0,60-0,80 Tinggi
0,80-1,00 Sangat tinggi

Tingkat signifikansi digunakan untuk membuat panggilan; jika hasilnya < 0,05, maka ada
korelasi antara parameter air yang dianalisis. Tidak ada korelasi antara parameter air yang
diamati jika nilai signifikansi > 0,05.

332
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No. 2, 2023: 329 - 337

HASIL DAN PEMBAHASAN


Konsentrasi Suhu, Salinitas, dan pH di Perairan
Hasil pengamatan kualitas air meliputi suhu, salinitas, dan pH di perairan muara belawan
(Tabel 3), menunjukkan rerata suhu di perairan yaitu 30,38 °C. Sedangkan rerata untuk
parameter pH adalah 7,86. Rerata untuk parameter salinitas adalah 21,28 ‰.
Tabel 3. Kandungan suhu, salinitas, dan pH di perairan muara
Stasiun Suhu (°C) pH Salinitas (‰)
1 31.05 7.68 21.26
2 30.84 7.86 22.13
3 30.54 7.71 21.84
4 30.38 7.93 22.90
5 30.48 8.03 23.51
6 30.61 8.00 24.29
7 29.81 7.84 15.90
8 29.76 7.76 16.54
9 28.53 7.35 7.58
10 30.66 7.87 22.39
11 30.66 7.88 22.41
12 30.50 7.88 25.30
13 30.46 8.13 25.91
14 31.02 8.16 25.96
Baku Mutu 29.8-32 6.5-8.5 21,28-26.28
Max 31,05 8,16 25,96
Min 28,53 7,35 7,58
Total 425.30 110.08 297.92
Rerata 30,38 7,86 21,28

Nilai tertinggi untuk parameter suhu yaitu terdapat pada stasiun 1 bernilai 31,05
°C dan suhu terendah pada stasiun 9 bernilai 28,53 °C. baku mutu alami untuk perairan
muara khususnya muara Peraiaran Belawan yaitu 29,8 °C hingga batas maksimum
diperbolehkan adalah 31 °C. pada Tabel 3 terlihat bahwa secara keseluruhan suhu pada
setiap stasiun tidak melampaui batas maksimum baku mutu, namun terdapat hanya 4
stasiun baku mutu yang tidak melampaui baku mutu alami yaitu stasiun 4, 7, 8, dan 9.
Gordon & Sudanto (2001) melaporkan bahwa suhu permukaan laut (SPL) di Indonesia
antara 19°C dan 26°C, sedangkan SPL di laut terbuka antara 28°C dan 38°C. Hal ini
dikarenakan angin musim berpengaruh terhadap perairan di sekitar Indonesia yang
menyebabkan sebaran SST bergeser mengikuti musim.
Dengan baku mutu pH 6,5-8,5, aspek kimia menunjukkan bahwa nilai pH terbesar
berada pada stasiun 14 dengan 8,16 dan nilai pH terendah pada stasiun 9 yakni 7,35. Sama
halnya dengan parameter suhu untuk parameter pH secara keseluruhan tidak melampaui
batas baku mutu (tidak basa) dan tidak berada di bawah baku mutu (tidak asam). Salinitas
perairan alami dapat digunakan sebagai proksi untuk kesehatan berbagai proses biologi
dan kimia air (Abdullah et al., 2009; Magouz et al., 2021). Pada analisis ini salinitas
berkisar dari tertinggi 25,30 hingga terendah 7,58 pada stasiun 12 dan 9. Baku mutu alami
untuk salinitas air di kawasan muara Pelabuhan Belawan bernilai 21,28 ‰ dan baku mutu
maksimum yang diijinkan yaitu 26,28‰. Keseluruhan stasiun tidak melampaui batas

333
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No. 2, 2023: 329 - 337

maksimum salinitas, stasiun 1, 7, 8, dan 9 semuanya menunjukkan tingkat salinitas yang


berada di bawah ambang batas kualitas salinitas alami.

Analisis Korelasi Suhu, pH, dan Salinitas di Perairan


Skor Korelasi Pearson (R) antara ketiga pengukuran suhu, pH, dan salinitas
diinterpretasikan dengan bantuan koefisien interpretasi. Seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2, skor korelasi Pearson dapat dihitung.

Gambar 2. Analisis korelasi parameter suhu, pH, dan salinitas


Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson ketiga parameter kualitas air di muara
perairan Belawan memiliki korelasi yang positif. Korelasi tertinggi pada taraf signifikan
0,01 berturut-turut adalah Salinitas dengan suhu bernilai 0,891 interpretasi korelasi sangat
tinggi, salinitas dengan pH bernilai 0,849 interpretasi korelasi sangat tinggi, dan ph
dengan suhu bernilai 0,665 interpretasi tinggi. Salinitas, pH, dan suhu memiliki korelasi
yang tinggi hingga sangat tinggi. Hal ini menyatakan bahwa jika salah satu parameter
tersebut tinggi nilainya di perairan, maka parameter lainnya akan memiliki nilai yang
searah juga begitupun sebaliknya. Dalam lingkungan air laut, salinitas, suhu, dan pH
sangat penting untuk keberlangsungan hidup organisme laut, terutama terumbu karang
dan plankton.
Hubungan salinitas dengan suhu adalah jika suhu perairan turun maka salinitas
juga cenderung menurun karena air dingin hanya dapat menampung sedikit garam.
Sedangkan hubungan salinitas dengan pH adalah air dengan tingkat salinitas yang tinggi
cenderung memiliki pH yang lebih tinggi karena garam dapat bertindak sebagai buffer
dan menetralkan asam atau basa. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi kualitas
perairan (J́ózwiakowska et al., 2020). Hubungan suhu dan pH adalah suhu dapat
meningkatkan laju reaksi kimia dalam air termasuk asam-basa, sehingga saat suhu air
naik maka pH air juga akan cenderung meningkat. Penelitian Sugie et al., (2020)
menyatakan bahwa pada percobaan suhu yang tinggi dan salinitas yang lebih rendah
secara sinergis berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahan diatom bentik
Thalassiosira spp.
Berdasarkan hasil analisis, suhu memiliki korelasi dengan parameter kualitas air
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa suhu merupakan parameter fisika-kimia kualitas air
utama yang penting dalam evaluasi kualitas perairan. Menurut Rugebregt et al., (2020)
perubahan suhu dapat memberikan dampak yang besar bagi karakteristik air laut lainnya
dan juga berpengaruh bagi keberlangsungan hidup biota laut. Laju fotosintesis meningkat
dengan turunnya suhu karena kelarutan CO2 dan O2, dua gas penting untuk proses, lebih
besar saat lebih dingin daripada saat lebih panas.

334
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No. 2, 2023: 329 - 337

8,40 31,50
8,20 31,00
8,00 30,50
7,80 30,00
29,50
7,60
29,00
7,40 28,50
7,20 28,00
7,00 27,50
6,80 27,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Stasiun

A pH Suhu (°C)

30,00 32,00
25,00 31,00
20,00
30,00
15,00
29,00
10,00
5,00 28,00
0,00 27,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Stasiun
Salinitas (‰) Suhu (°C)
B
8,40 30,00
8,20 25,00
8,00
7,80 20,00
7,60 15,00
7,40 10,00
7,20
7,00 5,00
6,80 0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Stasiun

C pH Salinitas (‰)

Gambar 3. Korelasi Antara Suhu, pH, dan Salinitas


A : Grafik korelasi suhu dan pH
B : Grafik korelasi suhu dengan salinitas
C : Grafik korelasi pH dengan salinitas

Pada Gambar 3 terlihat bahwa adanya visualisasi korelasi yang kuat satu dengan
lainnya antara suhu, pH, dan salinitas. Pada Gambar 3A, pH tertinggi yaitu pada stasiun
14 (8,16) dan suhu yang tinggi juga diperoleh pada stasiun ini dengan nilai 31,02 °C
selisih 0,3 °C. Pada Gambar 3B, salinitas tertinggi ada di stasiun 14 (25,96 ‰) dan stasiun
yang sama diperoleh suhu yang tinggi yaitu. Gambar 3C, menunjukan bahwa konsentrasi
pH dan salinitas tertinggi terdapat pada stasiun 14. Pada Gambar 3, menunjukkan bahwa
konsentrasi terendah parameter suhu (28,53°C), pH (7,35), dan salinitas (7,58 ‰) terdapat
pada stasiun 9.
Stasiun 9 merupakan stasiun yang paling jauh posisinya dari lautan lepas yaitu
berada di bawah jembatan Sungai Deli sekitar permukiman Kampung Syukur. Rendahnya
suhu, pH, dan salinitas pada stasiun ini disebabkan karena pada air di bawah jembatan
tidak terpengaruh oleh aktivitas pasang-surut air laut dan penetrasi cahaya matahari yang
seharusnya masuk ke perairan terhalang oleh jembatan. Berbeda halnya dengan stasiun
14 yaitu sekitar area dumping untuk alur pelayaran konsentrasi suhu, pH, dan salinitas
didapatkan paling tinggi. Hal ini menyatakan bahwa semakin ke arah muara atau laut
335
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No. 2, 2023: 329 - 337

lepas konsentrasi suhu, pH, dan salinitas cenderung meningkat, karena lautan luas mampu
menyerap panas dari atmosfer melalui siklus hidrologi. Menurut Gattuso et al., 2015,
lautan dunia bertindak sebagai pengatur dan penyangga iklim, memperlambat efek
perubahan iklim dengan menyerap lebih seperempat CO2 yang dilepaskan oleh aktivitas
manusia setiap tahunnya ke atmosfer. Lautan mampu menyerap lebih dari 90% panas dari
bumi yang telah diukur sejak 1970-an.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsentrasi suhu, pH, dan salinitas di perairan umumnya saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya sehingga perubahan antara suhu, pH, dan salinitas mempengaruhi
kualitas perairan. Konsentrasi suhu (28,53 °C), pH (7,35), dan salinitas (7,58 ‰) sangat
rendah pada perairan yang tawar yaitu stasiun 9 (jembatan Sungai Deli, Kampung
Syukur), sedangkan konsentrasi suhu (31,02 °C), pH (8,16), dan salinitas (25,96 ‰)
tinggi di stasiun 14 (dumping area untuk sedimen alur playaran). studi ini menunjukkan
semakin ke arah muara atau laut lepas konsentrasi suhu, pH, dan salinitas cenderung
meningkat hal ini dikaitkan dengan siklus hidrologi yang mana lautan mampu menyerap
panas dari atmosfer bumi.

B. Saran
Studi ini memberikan tolak ukur pada penelitian kualitas air di masa depan yang dapat
dievaluasi. Dan perlu dilakukan kajian pengaruh parameter suhu, pH, dan salinitas dengan
parameter kualitas air lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.I., Dunlop, H.M., & Gardner D. 2009. Chemical and hydrographic
observations in the bristol channel during April and June 1971. Journal of the
Marine Biological Association of the United Kingdom, 53 (2); 299-319.
https://doi.org/10.1017/S0025315400022281
Alberti, M. 2005. The effects of urban patterns on ecosystem function. International
Regional Science Review. 28 (2): 168–192
Bianchi, T.S. 2007. Biogeochemistry of estuaries. Oxford University Press (On demand).
Campos, C.J.A., & Cachola, R.A. 2007. Faecal coliforms in bivalve harvesting areas of
the Alvor Lagoon (Southern Portugal): Influence of seasonal variability and urban
development. Environmental Monitoring and Assessment. 133 (1-3): 31–41.
Carle, M.V., Halpin, P.N., & Stow, C.A. 2005. Patterns of watershed urbanization and
impacts on water quality. Journal of the American Water Resources Association
41: 693–708.
Dean, H.K. 2008. The use of polychaetes (Annelida) as indicator species of marine
pollution: a review. Rev. Biol. Trop. 56, 11-38.
http://www.redalyc.org/articulo.oa?id=44919934004
Gattuso, P., Magnan, A., Billé, R., Cheung, W.W.L., Howes, E.L. et al. 2015. Contrasting
futures for ocean and society from different anthropogenic CO2 emissions
scenarios. Science, American Association for the Advancement of Science 349:
pp.aac4722. https://doi.org/10.1126/science.aac4722

336
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, Vol. 11, No. 2, 2023: 329 - 337

Gordon, A.L., & Sudanto, R.D. 2001. Banda Sea Surface layer divergence. Ocean
Dynamic 52(1) : 2-10. DOI: 10.1007/s10236-001- 8172-6
Guilford, J.P. 1956. Fundamental statistic in psychology and education. 3rd. Ed.
McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.Standar Nasional Indonesia
7828:2012 tentang Pengambilan Sampel Air Di IPA & Jaringan Distribusi
Lemley, D.A., Adams, J.B. & Rishworth, G.M. 2018. Unwinding a tangled web: A fine-
scale approach towards understanding the drivers of harmful algal bloom species in
a eutrophic South African estuary. Estuaries and Coasts. 41 (5): 1356–1369
Mallin, M.A., Williams, K.E., Esham, E.C. & Lowe, R.P. 2000. Effect of human
development on bacteriological water quality in coastal watersheds. Ecological
Applications 10 (4): 1047–1056.
Nikinmaa, M. 2013. Climate change and ocean acidification Interactions with aquatic
toxicology. Aquatic Toxicology. 126, 365—
372. https://doi.org/10.1016/j.aquatox.2012.09.006
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pedoman Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sekretariat Negara Republik Indonesia,
1(078487A), 483. http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id
Ren, Q., Xian, W. W., Zhang, Y., Liu, C. L., & Li, W. L. 2018. Invertebrate assemblage
structure associated with key environmental factors in theYangtze River Estuary,
China. Chinese Journal of Applied Ecology,29(9),3067–3077.
https://doi.org/10.13287/j.10019332.201809.036
Sulistyowati, L., Yolanda, Y., & Andareswari, N. 2023. Harbor water pollution by heavy
metal concentrations in sedimen. Global Journal of Environmental Science and
Management, 9 (4), 1-14. https://doi.org/10.22035/gjesm.2023.04.
Thompson, B., Ranasinghe, J. A., Lowe, S., Melwani, A., & Weisberg, S. B. 2013.
Benthic macrofaunal assemblages of the San Francisco Estuaryand Delta, USA.
Environmental Monitoring and Assessment, 185(3),2281–2295.
https://doi.org/10.1007/s10661-012-2708-8

337

Anda mungkin juga menyukai