Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN PADA TN. A (59 tahun)


DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS TIPE II
DI RUANG MELATI RS Tk. III BALADHIKA HUSADA

NAMA : Yuni Wardana


NIM : 21102119

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Rasa aman didefinisikan oleh Maslow dalam Potter & Perry (2006)
sebagai sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh
ketentraman, kepastian dan keteraturan dari keadaan lingkungannya yang
mereka tempati. Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan
psikologis (Potter & Perry, 2006).
Kenyamanan rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan
yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
dan nyeri) (Kolcaba, 1992 dalam Potter & Perry,2006).
Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan
dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Konsep
kenyamanan mempunyai subjektifitas yang sama dengan nyeri. Setiap
individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan
kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan
merasakan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial,
spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka
menginterpretasikan dan merasakan nyeri.

1.2 Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman


Fisiologi kebutuhan akan rasa aman dan nyaman adalah bagian penting
dari fungsi tubuh manusia yang terkait erat dengan sistem saraf, hormonal,
dan psikologis. Rasa aman dan nyaman secara fisiologis dapat dipahami
melalui beberapa mekanisme dalam tubuh manusia, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Saraf: Sistem saraf otonom, yang terbagi menjadi sistem saraf
simpatis dan parasimpatik, memainkan peran kunci dalam regulasi
respons tubuh terhadap situasi yang mengancam atau menenangkan. Saat
merasa aman dan nyaman, sistem parasimpatik aktif, menyebabkan
penurunan denyut jantung, pernapasan yang dalam dan teratur, serta
relaksasi otot. Sebaliknya, dalam situasi stres atau ketegangan, sistem
saraf simpatis mengaktifkan respons "fight or flight", meningkatkan
denyut jantung, mempercepat pernapasan, dan mempersiapkan tubuh
untuk bertindak.
2. Hormon: Hormon-hormon seperti oksitosin, serotonin, dan endorfin
berperan dalam menciptakan perasaan aman dan nyaman dalam tubuh.
Oksitosin, misalnya, dikenal sebagai "hormon cinta" karena terlibat
dalam pembentukan ikatan sosial dan emosional antara individu.
Serotonin, yang berperan dalam regulasi suasana hati dan tidur, juga
memainkan peran dalam merasa nyaman dan puas. Endorfin, hormon
"kebahagiaan" yang dilepaskan dalam respons terhadap aktivitas fisik
atau situasi menyenangkan, membantu mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan perasaan kesejahteraan.
3. Respon Fisiologis Terhadap Lingkungan: Lingkungan fisik juga dapat
mempengaruhi fisiologi kebutuhan akan rasa aman dan nyaman.
Lingkungan yang nyaman, seperti suhu yang sesuai, pencahayaan yang
cukup, dan kebersihan, dapat memicu respons relaksasi dalam tubuh.
Sebaliknya, lingkungan yang tidak nyaman atau tidak aman, seperti
kebisingan berlebihan atau ancaman fisik, dapat mengaktifkan respons
stres dan ketegangan.
4. Keterkaitan dengan Kesehatan Mental: Fisiologi kebutuhan akan rasa
aman dan nyaman juga berkaitan erat dengan kesehatan mental.
Ketidakamanan atau ketidaknyamanan kronis dapat menyebabkan
gangguan tidur, gangguan pencernaan, peningkatan risiko penyakit
jantung, dan masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
5. Oksigen: Bahaya umum yang ditemukan dirumah adalah sistem
pemanasan yang tidak berfungsi dengan baik dan pembakaran 4 yang
tidak mempunyai sistem pembuangan akan menyebabkan penumpukan
karbondioksida.
1.3 Faktor Yang Mempengaruhi
Potter & Perry, 2006 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi
keamanan dan keselamatan meliputi:
1. Emosi
Kondisi psikis dengan kecemasan, depresi, dan marah akan mudah
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan.
2. Status Mobilisasi
Status fisik dengan keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan
kesadaran menurun memudahkan terjadinya resiko cedera.
3. Gangguan Persepsi Sensori
Adanya gangguan persepsi sensori akan mempengaruhi adaptasi
terhadaprangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan
penglihatan.
4. Keadaan Imunitas
Daya tahan tubuh kurang memudahkan terserang penyakit.
5. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran yang menurun, pasien koma menyebabkan respon
terhadap rangsangan, paralisis, disorientasi, dan kurang tidur.
6. Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi dapat menimbulkan informasi tidak diterima
dengan baik.
7. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat
diprediksi sebelumnya.
8. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok.
9. Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap
penyakit tertentu.
10. Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-
anak dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.
11. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
12. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu
mengatasi.

1.4 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri Akut (D. 0077)
b. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (D.0027)
c. Risiko Infeksi (D. 0142)

1.5 Konsep keperawatan


1.1.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
1. Data umum pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, no.RM, diagnosa medis, tanggal pengkajian, tanggal
masuk RS, DII.
2. Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, umur, pekerjaan,
alamat dan hubungan dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Selama pengumpulan riwayat kesehatan, perawat menanyakan
kepada pasien tentang tanda dan gejala yang dialami oleh
pasien. Setiap keluhan harus ditanyakan dengan detail kepada
pasien. disamping itu diperlukan juga pengkajian mengenai
keluhan yang disarasakan meliputi lama timbulnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang, perawat mengkaji apakah
gejala terjadi pada waktu yang tertentu saja, seperti sebelum
atau sesudah makan, ataupun setelah mencerna makanan
pedas dan pengiritasi dan setelah mencerna obat tertentu atau
setelah mengkonsumsi alhohol.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Untuk mengkaji riwayat penyakit dahulu atau riwayat
penyakit sebelumnya, perawat harus mengkaji apakah gejala
yang berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan atau
minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat. Selain itu
perawat juga harus mengkaji adakah riwayat penyakit
lambung sebelumnya atau pembedahan lambung
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam riwayat kesehatan keluarga perawat mengkaji riwayat
keluarga yang mengkonsumsi alkohol, mengidap gastritis,
mananyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga.
c. Pola Hidup
1. Pola Persepsi
Kesehatan persepsi terhadap adanya arti kesehatan,
penatalaksanaan kesehatan serta pengatahuan tentang praktek
kesehatan.
2. Pola nutrisi
Mengidentifikasi masukan nutrisi dalam tubuh, balance cairan
serta elektrolit. Pengkajian meliputi: nafsu makan, pola
makan, diet, kesulitan menelan, mual, muntah, kebutuhan
jumlah zat gizi.
3. Pola eliminasi
Menjelaskan tentang pola fungsi ekskresi serta kandung kenih
dan kulit. Pengkajian yang dilakukan meliputi: kebiasaan
deddekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
(oliguria, disuri), frekuensi defekasi dan miksi. Karakteristik
urine dan feses, pola input cairan, masalah bau badan.
4. Pola latihan-aktivitas
Menggambarkan tentang pola latihan, aktivitas, fumgsi
pernapasan. Pentingnya latihan atau gerak dalam keadaan
sehat maupun sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan
dengan satu sama lain. Kemampuan klien dalam menata
dirinya sendiri apabila tingkat kemampuannya: 19 0: mandiri,
1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang
lain dan alat, 4: tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan
otot dan ROM, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan
kedalaman napas, bunyi napas, riwayat penyakit paru.
5. Pola kognitif perseptual
Menjelaskan tentang persepsi sendori dan kognitif. Pola ini
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran,
perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Dan
pola kognitif memuat kemampuan daya ingat klien terhadap
peristiwa peristiwa yang telah lama atau baru terjadi.
6. Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur serta istirahat pasien. Pengkajian
yang dilakukan pada pola ini meliputi: jam tidur siang dan
malam. pasien, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi
uruk, penggunaan obat serta mengaluh letih.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Menggambarkan sikap tentan diri sendiri serta persepsi
terhadap kemampuan diri sendiri dan kemampuan konsep diri
yang meliputi: gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan
ide diri sendiri.
8. Pola peran dan hubungan
Menggambarkan serta mengatahui hubungan pasien serta
peran pasien terhadap anggota keluarga serta dengan
masyarakat yang berada dalam lingkungan sekitar tempat
tinggalnya.
9. Pola reproduksi atau seksual
Menggambarkan tentang kepuasan yang dirasakan atau
masalah yang dirasakan dengan seksualitas. Selain itu
dilakukan juga pengkajian yang meliputi: dampak sakit
terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan payudara
sendiri, riwayat penyakit hubungan seks, serta pemeriksaan
genetalia.
10. Pola keyakinan dan nilai
Menggambarkan tentang pola nilai dan keyakinan yang
dianut. Menerangkan sikap serta keyakinan yang dianaut oleh
klien dalam melaksanakan agama atau kepercayaan yang
dianut.
11. Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah
klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang
keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai
dengan sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak
mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri
sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stress karena
keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi dan kesulitan
koping dengan sresor yang ada, kegelisahan dan kecemasan
terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,stress akibat
kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah
jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan
insomnia atau tampak kebingungan.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Ekspresi wajah
a. Menutup mata rapat-rapat
b. Buka matamu lebar-lebar
c. Menggigit bibir dibawah
2. Lisan
a. Menangis
b. Berteriak
3. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Pernapasan
4. Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasi tempat atau rasa
yang tidak nyaman.

1.1.2 Diagnosa Keperawatan, Kriteria Hasil dan Intervensi


Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
(D.0077) Tujuan: (I.08238)
Setelah dilakukan intervensi Tindakan:
selama 3x24 jam, maka tingkat Observasi
nyeri menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi
hasil: lokasi,
Kriteria Hasil SA ST karakteristik,
Keluhan nyeri 2 5 durasi, frekuensi,
Meringis 2 5 kualitas,
Gelisah 2 5 intensitas nyeri
Kesulitan Tidur 2 5 2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi
Ket: respons nyeri non
1 : Meningkat verbal
2 : Cukup meningkat 4. Identifikasi faktor
3 : Sedang yang
4 : Cukup menurun memperberat dan
5 : Menurun memperingan
nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri (mis:
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
music,
biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis: suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
2. Ketidakstabilan Kestabilan Kadar Glukosa Manajemen
Kadar Glukosa Darah (L.03022) Hiperglikemia
Darah (D.0027) Tujuan: (I.03115)
Setelah dilakukan intervensi Tindakan:
selama 3x24 jam, maka Observasi
kestabilan kadar glukosa 1. Identifikasi
darah meningkat, dengan kemungkinan
kriteria hasil: penyebab
Kriteria Hasil SA ST hiperglikemia
Koordinasi 2 5 2. Identifikasi situasi
Kadar glukosa 2 5 yang
dalam darah menyebabkan
kebutuhan insulin
Ket: meningkat (mis:
1 : Menurun penyakit
2 : Cukup menurun kambuhan)
3 : Sedang 3. Monitor kadar
4 : Cukup meningkat glukosa darah, jika
5 : Meningkat perlu
Terapeutik
1. Berikan asupan
cairan lokal
2. Konsultasi dengan
medis jika tanda
dan gejala
hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
Edukasi
1. Monitor kadar
glukosa darah, jika
perlu
2. Anjurkan
kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
3. Ajarkan
pengelolaan
diabetes (mis:
penggunaan
insulin, obat oral,
monitor asupan
cairan,
penggantian
karbohidrat, dan
bantuan
professional
kesehatan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian insulin,
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian cairan
IV, jika perlu.
3. Risiko Infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi
(D.0142) Tujuan: (I.14539)
Setelah dilakukan intervensi Tindakan:
selama 3x24 jam, maka tingkat Observasi
infeksi menurun, dengan 1. Monitor tanda dan
kriteria hasil: gejala infeksi lokal
Kriteria Hasil SA ST dan sistemik.
Demam 1 5 Terapeutik
Kemerahan 1 5 1. Batasi jumlah
Nyeri 1 5 pengunjung
Bengkak 1 5 2. Berikan perawatan
kulit pada area
Ket: edema
1 : Meningkat 3. Cuci tangan
2 : Cukup meningkat sebelum dan
3 : Sedang sesudah kontak
4 : Cukup menurun dengan pasien dan
5 : Menurun lingkungan pasien
4. Pertahankan
teknik aseptic pada
pasien berisiko
tinggi.
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12,
Volume 1. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai