Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur terus mengalami kemajuan setiap waktu.
Hal ini terlihat dari pembangunan berbagai sarana dan prasarana infrastruktur yang dilakukan
pemerintah dan berbagai pihak terkait, dengan tujuan menunjang berbagai kegiatan dan
memenuhi berbagai kebutuhan yang ada. Salah satu contohnya adalah Proyek Pembangunan
Puskesmas Naibonat. Teknik sipil merupakan salah satu Program Studi Strata I Fakultas
Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang, yang mampu menghasilkan tenaga ahli
yang bekerja dibidang konstruksi.

Untuk menghasilkan tenaga ahli tersebut tentu seorang Calon Sarjana Teknik Sipil harus
mampu menguasai ilmu konstruksi seluas - luasnya baik secara teori maupun praktek
dilapangan. Untuk itu mahasiswa tidak hanya mendapatkan teori di jenjang perkuliahan,
namun juga harus bisa memahami keadaan lapangan nantinya yang akan dihadapi kelak
dengan menjalani Kerja Praktek (KP) sebagai salah satu syarat ketuntasan studi dan juga
bekal kedepan saat telah menjadi seorang sarjana.

Kurikulum Program Studi Teknik Sipil, Universitas Nusa Cendana Kupang, terdapat mata
kuliah “Kerja Praktek (KP)” yang dimaksudkan kepada mahasiswa agar mahasiswa mampu
mengenal dunia kerja konstruksi nantinya dengan melakukan praktek di lapangan
berdasarkan teori yang diperoleh selama perkuliahan. Selain itu pula hal ini juga bertujuan
baik bagi mahasiswa agar dimana dengan adanya interaksi langsung dengan pihak-pihak
yang terlibat di proyek, mahasiswa diharapkan dapat memahami seluk - beluk dalam proses
pelaksanaan proyek konstruksi. Dengan demikian mahasiswa diharapkan mempunyai
wawasan untuk terjun kedunia kerja dan menghadapi berbagai persaingan yang ada.

Proyek konstruksi yang akan ditinjau sebagai tempat kerja praktek adalah Proyek
Pembangunan Puskesmas Naibonat. Alasan pemilihan proyek pembangunan ini adalah
karena proyek ini baru mulai dilakukan pada awal kerja praktek sehingga mahasiswa dapat
mengikuti proses pelaksanaan pembangunan Puskesmas Naibonat dari komponen struktur
seperti pondasi foot plat, pondasi pile cap, pedestal, sloof, kolom, balok, pelat, dan tangga.
Selain itu juga terdapat komponen nonstruktur dan manajemen proyek sehingga mahasiswa
dapat mengamati berbagai prosedur pelaksanaan yang ada.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat
adil dan makmur, serta menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan
bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan
lingkungan (Sucipto, 2014). Era globalisasi, K3 telah menjadi sebuah kebutuhan dalam setiap
bagian kerja baik yang berada dilapangan ataupun didalam ruangan.

K3 adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan
atas keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan yang dapat mengancam
dirinya baik berasal dari individu maupun lingkungan kerjanya. Dalam Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 menyatakan bahwa upaya K3 harus
diselengarakan disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko
bahaya kesehatan. Rumah sakit dan klinik termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya karyawan
yang bekerja, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit dan klinik (Yuwono
& Yuanita, 2015).

Menerapkan program K3 dalam lingkungan kerja dengan tujuan agar setiap tenaga kerja
berhak untuk mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan tenaga
kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja atau lingkungan kerja sangat dibutuhkan sehingga
pekerja merasa aman dan nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan kepuasan kerja bagi pekerja, untuk dapat bekerja sebaik mungkin dan
juga dapat mendukung keberhasilan serta target dalam pekerjaan dapat tercapai (Saputra,
2012). Salah satu faktor yang dapat membentuk kepuasan kerja adalah adanya jaminan dan
kondisi kerja yang nyaman bagi anggota organisasi. Dan K3 merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Indrawati dkk, 2017).

Kepuasan kerja menurut Mathis dan Jackson (2011) adalah keadaan emosional yang
positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja dapat
diartikan sebagai perasaan puas yang diperoleh di tempat kerja, baik dalam hal beban kerja,
lingkungan atau kondisi kerja, hubungan dengan rekan kerja atau penyelia, dan kompensasi.
Kepuasan kerja sulit didefinisikan karena rasa puas itu bukan keadaan yang tetap melainkan
dapat dipengaruhi dan diubah oleh kekuatan-kekuatan baik dari dalam maupun dari luar
(Puspitawati & Riana, 2014).

Manajemen K3 yang akan mengatur penerapan K3 dengan baik. Sekilas, penerapan


K3 dalam dunia konstruksi ini hanya menguntungkan para pekerja. Namun pada dasarnya
penerapan K3 ini untuk melindungi pekerja sekaligus perusahaan. Saat pekerja terluka selama
proyek konstruksi, maka perusahaan juga akan mengalami kerugian. Dengan sistem
menajemen K3 yang optimal, kerugian yang terjadi pada kedua belah pihak baik pekerja dan
juga perusahaan dapat diminimalkan. Siapa saja yang terlibat dalam suksesnya penerapan K3
dalam perusahaan atau proyek konstruksi? Seperti yang telah diuraikan di atas, konstruksi
melibatkan banyak pihak dari pekerja, perusahaan dan masih banyak lagi. Kesuksesan
penerapan K3 dalam proyek konstruksi tidak lepas dari kerjasama pihak-pihak yang terlibat
dalam proyek hingga manajemen. Di Indonesia sendiri, meski payung hukum sudah tersedia,
pentingnya penerapan K3 pada proyek konstruksi masih sering diabaikan.

1.2 Tujuan Kerja Praktek

Adapun tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktek antara lain :

 Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh selama mengikuti


perkuliahan pada pelaksanaan konstruksi di lapangan.
 Mahasiswa memperoleh pengalaman kerja di lapangan yang menjadi bekal bagi
mahasiswa ketika sudah selesai melakukan studi dan hendak terjun kedunia kerja.
 Mahasiswa mempunyai gambaran tentang keadaan lapangan dan belajar untuk
menghadapi masalah-masalah yang ada dengan menemukan solusi-solusi yang baik.
 Mahasiswa mempelajari tata cara ataupun alur pelaksanaan suatu pekerjaan
konstruksi dengan baik. Selain itu, mahasiswa dapat memahami manajemen suatu
proyek dengan baik, seperti manajemen waktu, manajemen biaya, manajemen orang
(tukang, kepala tukang, buruh, dan sebagainya) dan manajemen alat (alat berat
maupun alat manual).

1.3 Metodologi Kerja Praktek


Metodologi yang dilakukan selama kerja praktek adalah:

 Proses Pengamatan di Lapangan


Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap semua hal yang terjadi di
lapangan, yang meliputi pengamatan pada jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan, metode
pelaksanaan, penempatan material dan mobilisasi material, peralatan yang di pakai,
permasalahan yang terjadi dan pemecahannya di lapangan serta produktivitas yang akan
dibahas dalam laporan ini.

 Konsultasi/asistensi

Konsultasi/asistensi dilakukan dengan dosen pembimbing kerja praktek mengenai metode


pelaksanaan pekerjaan dan segala hal yang perlu dikonsultasikan untuk membantu dan
membimbing serta mengarahkan penulis mengenai hal-hal utama yang perlu diamati di
lapangan sehingga dapat menyelesaikan laporan.

 Studi Literatur Kegiatan

studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan berbagai referensi, serta mempelajari


kembali teori-teori yang diperoleh saat perkuliahan dan membandingkannya dengan kondisi
di lapangan.

 Penyusunan laporan Praktek


Penyusunan laporan kerja praktek dibuat berdasarkan hasil pengamatan terhadap pekerjaan
struktur yang berlangsung selama mahasiswa melakukan kerja praktik di lokasi proyek.
Laporan ini kemudian akan dikonsultasikan kepada pembimbing lapangan maupun dosen
pembimbing di Jurusan Teknik Sipil Universitas Nusa Cendana untuk diseminarkan.

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Waktu Pelaksanaan kerja praktek pada pembangunan Gedung Puskesmas Naibonat dilakukan
selama 3 (tiga) bulan terhitung dari tanggal dikeluarkannya Surat ijin Kerja Praktek (KP)
dengan No. 4303/UN.15.15.1/PP/2021 pada tanggal 27 Agustus oleh Operator Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang.

1.5 Pembatasan Masalah

Pada proyek Pembangunan Gedung Puskesmas Naibonat memiliki beberapa item yang
ditinjau yaitu tinjauan umum system pelaksanaan proyek dan pelaksanaan dan kendala yang
terjadi dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta mengetahui tingkat
kinerja pada proyek konstruksi. Dan responden penelitian ini adalah tenaga kerja pada proyek
konstruksi di Puskesmas Naibonat.
1.6 Informasi Proyek
Berikut ini adalah data (informasi) berkaitan dengan Informasi Pelaksanaan Proyek
Pembangunan Rehabilitas Stadion Oepoi Kota Kupang tahun 2021
a) Nama Pekerjaan : Pembangunan Puskesmas Naibonat
b) Lokasi Proyek : Naibonat – Kabupaten Kupang
c) Sumber Dana : Dana DAK Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang
d) Nomor Kontrak : 600/271.a/SDK/2021
e) Tanggal Kontrak : 12 Juli 2021
f) Nilai Kontrak : Rp. 5.850.570.000,00
g) Waktu Pelaksanaan : 150 (seratus Lima puluh) hari kalender
h) Konsultan Perencanaan : CV. Archilogic
i) Kontaktor Pelaksanaan : CV. Tifanny Karya
j) Konsultan Pengawas : CV. Joshua Engineering
k) Tahun Anggaran : 2021
Papan informasi proyek Pembangunan Puskesmas Naibonat Kupang dapat dilihat
pada gambar 1.2

Gambar 1.2 : Papan Informasi Proyek


BAB II
DESKRIPSI UMUM PROYEK

2.1 Proses Pengadaan Tender

Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, dilakukan dengan metode


pelelangan umum melalui LPSE. LPSE merupakan layanan pengadaan secara elektronik
untuk mengoperasikan sistem e-procurement. Pelelangan umum adalah metode pemilihan
penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui
media masa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat
luas yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

Proses kualifikasi dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010


tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu pengumuman mengenai pelelangan
jasa konstruksi dilakukan melalui website www.lpse.nttprov.go.id. Dari hasil pelelangan
umum tersebut, maka telah ditetapkan Konsultan Perencana adalah CV. ARCHILOGIC dan
Kontraktor Pelaksana adalah CV. TIFANNY KARYA. Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
prosedur pemilihan penyediaan barang/jasa pemborongan jasa lainnya dengan metode
pelelangan umum pasca kualifikasi. Metode pascakualifikasi adalah proses penilaian
kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari
penyedia barang/jasa setelah memasukkan penawaran. Alur diatas merupakan prosedur
bagaimana biasanya dalam melakukan tender proyek dalam pembangunan Gedung
Puskesmas Naibonat.

2.2 Ruang Lingkup dan Pekerjaan

Proyek Ruang lingkup dari pekerjaan Proyek Pembangunan Gedung Puskesmas Naibonat
yaitu :

1. Pekerjaan Persiapan
Kegiatan ini dilakukan sebelum pelaksanaan tahap konstruksi. Kegiatan yang
termasuk di dalam ini adalah pengukuran dan pematokan area kerja, pembersihan
lokasi kerja, pemasangan benchmark/patok dan papan-papan bouwplank ,penggalian
tanah dan penimbunan ( cutting ).
2. Pekerjaan Konstruksi
Kegiatan ini meliputi pembuatan bekisting/cetakan beton, pekerjaan pondasi foot plat
dan pondasi pile cap, urugan dan pemadatan pada area galian, pembesian dan
pengecoran kolom, sloof, balok dan pelat, serta tangga, serta pekerjaan struktur dak
atap.
3. Pekerjaan Arsitektur
Kegiatan ini meliputi pekerjaan dinding dan plesteran, kusen pintu dan jendela ,
pekerjaan lantai keramik, pekerjaan plafon baik itu pada lantai satu, lantai dua dan
lantai tiga juga pekerjaan arsitektur untuk dak atap.
4. Pekerjaan Mekanikal Elektrikal dan Plumbing.
Kegiatan ini meliputi pengadaan daya dan pekerjaan instalasi listrik, pekerjaan
instalasi perpipaan air bersih dan air kotor ( plumbing ).
5. Pekerjaan Fasum
Kegiatan ini meliputi pekerjaan saluran, serta pekerjaan septictank dan fasilitas
persampahan.
6. Pasca Konstruksi Melaksanakan kegiatan pasca konstruksi, meliputi pekerjaan
pemeliharaan gedung dan pembersihan kembali area kerja.

Proyek ini dilakukan dan dikerjakan oleh Cv. Tifanny Karya , dengan lama waktu
pelaksanaan 150 hari kalender ( seratus lima puluh hari ) dengan nilai adendum kontrak
Rp.5.850.570.000,00 ( lima miliar delapan ratus lima puluh juta lima ratus tujuh puluh ribu
rupiah ) untuk pekerjaan Struktural.

2.3 Hubungan Kerja Unsur-Unsur Proyek

Pelaksanaan proyek harus diselenggarakan secara menyeluruh mulai dari perencanaan,


pembangunan fisik, sampai dengan pemeliharaan yang melibatkan bermacam-macam unsur
dan komponen pendukung. Salah satu bagian dari manajemen proyek yang memegang
peranan cukup penting adalah organisasi proyek. Organisasi proyek merupakan suatu sistem
yang melibatkan banyak pihak yang bekerja sama dalam melaksanakan serangkaian kegiatan.
Oleh karena itu unsur-unsur yang terlibat dalam pengelolaan harus saling bekerja sama dan
mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugas, kewajiban serta wewenang yang telah
diberikan sesuai bidang dan keahlian masing-masing untuk mencapai keberhasilan dalam
suatu proyek. Hubungan kerja antara unsur-unsur yang berperan dalam pelaksanaan proyek
secara umum adalah sebagai berikut :
Hubungan kerja antara ketiga unsur yang berperan dalam pelaksanaan proyek ini adalah
sebagai berikut :

1. Hubungan kerja antara Pemilik Proyek dan Konsultan Perencana

 Konsultan memberikan layanan Konsultasi dimana produk yang dihasilkan berupa


gambar – gambar rencana dan perhitungan analisa rencana atapun biaya.
 Pemilik proyek memberikan biaya jasa atas konsultasi yang diberikan oleh Konsultan.

2. Hubungan kerja antara Pemilik Proyek dan Kontraktor

 Kontraktor memberikan layanan jasa profesionalnya berupa bangunan sebagai


realisasi dari keinginan pemilik proyek yang sudah dicantumkan dalam gambar
rencana maupun ketentuan syarat dari konsultan.
 Pemilik proyek memberikan biaya jasa profesional Kontraktor.

3. Hubungan kerja antara Pemilik Proyek dan Konsultan Pengawas

 Pengawas bertugas menyampaikan perubahan - perubahan yang terjadi berkaitan


dengan pelaksanaan di lapangan.
 Pemilik proyek membayar atau mengurangi biaya perubahan.

4. Hubungan kerja antara Kontraktor dan Konsultan Perencana

 Konsultan memberikan gambar rencana dan peraturan serta syarat – syarat


 Kontraktor bertugas merealisasikan perencanaan menjadi sebuah bangunan.

5. Hubungan kerja antara Kontraktor dan Konsultan Pengawas


 Pengawas melakukan pengawasan selama pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
peraturan – peraturan yang telah disepakati
 Kontraktor melaporkan setiap hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan kendala -
kendala secara teknis kepada Pengawas

6. Hubungan kerja antara Konsultan Pengawas dan Konsultan Perencana

 Perencana memberikan hasil desain serta peraturan - peraturan pelaksanaan kepada


pengawas.
 Pengawas melaporkan hasil pekerjaan serta kendala – kendala teknis yang timbul di
lapangan guna dicari perubahan yang tepat.

2.4 Struktur Organisasi Proyek


Salah satu bagian dari manajemen proyek yang memegang peranan cukup penting adalah organisasi
proyek. Sebuah organisasi proyek sangat dibutuhkan untuk mengatur sumber daya yang dimiliki agar
tujuan akhir dari sebuah proyek dapat tercapai. Struktur organisasi proyek dapat dilihat pada
Gambar 2.2 di bawah ini :

BAGAN
1. Pemilik Proyek
Pemilik proyek (owner) adalah seorang atau intuisi pemilik sebuah proyek dimana
memberikan pekerjaan bangunan dan membayar biaya pekerjaan bangunan. Pemilik
proyek mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut:
 Menunjuk MK pemenang tender untuk mengawasi proyek tersebut.
 Menunjuk kontraktor pemenang tender untuk melaksanakan proyek tersebut.
 Menyediakan dana yang diperlukan untuk merealisasikan proyek.
 Membuat surat perintah kerja ( SPK ).
 Memberikan tugas kepada kontraktor atau melaksanakan pekerjaan proyek dan
MK untuk megawasi proyek.
 Mengesahkan atau menolak perubahan pekerjaan yang telah direncanakan.
 Meminta pertanggung jawaban kepada konsultan pengawas atau manajemen
konstruksi ( MK ).
2. Kontraktor
Kontraktor adalah badan hukum atau perorangan yang ditunjuk untuk melaksanakan
pekerjaan proyek sesuai dengan keahliannya. Kontraktor bertanggung jawab langsung
pada pemilik proyek (owner) dan dalam melaksanakan pekerjaannya diawasi oleh tim
pengawas (MK) dari owner serta dapat berkonsultasi secara langsung dengan tim
pengawas terhadap masalah yang terjadi dalam pelaksanaan. Dalam proyek ini pihak
pelaksana konstruksi adalah CV Tiffany karya.
Tugas, hak dan kewajiban pelaksana yang seharusnya adalah sebagai berikut :
 Melaksanakan pekerjaan berdasarkan gambar kerja dan spesifikasi teknik
 Melaksanakan keputusan-keputusan yang diberikan pengawas apabila terjadi
kekeliruan yang mengakibatkan ketidaksesuaian antara gambar rencana dengan
pelaksanaan lapangan
 Mengerjakan segala sesuatu demi kesempurnaan pekerjaan dengan pemakaian
bahan yang tepat.
 Membuat dokumentasi foto lapangan tiap bulan.
 Membetulkan semua kerusakan dan ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan
sebagai akibat kesalahan penggunaan bahan.
 Menyerahkan pekerjaan jika pekerjaan selesai secara keseluruhan atau dapat pula
diserahkan per bagian pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Bertanggung jawab penuh atas kelancaran dan keamanan pelaksanaan pekerjaan.

3. Konsultan Perencana
Konsultan adalah pihak yang diserahi tugas untuk melaksanakan
pembangunan proyek oleh owner melalui prosedur pelelangan. Pelaksana yang
menerima tugas untuk menyelenggarakan serangkaian pekerjaan konstruksi menurut
kesepakatan dengan pemberi tugas, sesuai dengan peraturan dan spesifikasi serta
gambar rencana yang telah dibuat. Dalam proyek ini pihak pelaksana konstruksi
adalah CV. Archilogic
Konsultan Perencana mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut :
 Membuat perencanaan lengkap meliputi gambar bestek, Rencana Kerja dan
Syarat (RKS), perhitungan struktur , serta perencanaan anggaran biaya.
 Membuat pra-rencana
 Membuat rencana pelaksanaan
 Membuat anggaran biaya
 Mengadakan koordinasi dengan Sub Dinas lain dan instansi terkait sesuai dengan
bidangnya.
 Melaksanakan pembinaan,pengawasan dan pengendalian dibidang bina program.
4. Konsultan adalah pihak yang diserahi tugas untuk melaksanakan pembangunan
proyek oleh owner melalui prosedur pelelangan. Pelaksana yang menerima tugas
untuk menyelenggarakan serangkaian pekerjaan konstruksi menurut kesepakatan
dengan pemberi tugas, sesuai dengan peraturan dan spesifikasi serta gambar rencana
yang telah dibuat. Dalam proyek ini pihak pelaksanaan proyek ini adalah CV. Joshua
Engineering dan pihak perencana adalah adalah CV. Archilogic Konsultan. Tugas,
hak dan kewajiban pelaksana adalah sebagai berikut :
a) Melaksanakan pekerjaan berdasarkan gambar kerja dan spesifikasi teknik.
b) Melaksanakan keputusan-keputusan yang diberikan pengawas apabila terjadi
kekeliruan yang mengakibatkan ketidaksesuaian antara gambar rencana dengan
pelaksanaan lapangan.
c) Mengerjakan segala sesuatu demi kesempurnaan pekerjaan dengan pemakaian
bahan yang tepat.
d) Membetulkan semua kerusakan dan ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan sebagai
akibat kesalahan penggunaan bahan.

2.5 Jenis-Jenis Kontrak


Kontrak pada proyek menentukan hak dan kewajiban antara dua belah pihak
atau lebih yang terlibat dalam kontrak, biasa dilakukan antara pemilik dengan konsultan
atau kontraktor, kontraktor dengan pemasok, dan lain sebagainya. Kontrak bersifat
mempunyai aspek hukum yang kuat serta mengikat, sehingga para pihak yang terlibat
mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi, dimana ditulis dengan jelas dalam dokumen
kontrak. Oleh karena itu penting untuk memahami berbagai jenis kontrak yang berlaku
dalam dunia konstruksi.
Proyek konstruksi mempunyai dua jenis kontrak, yaitu kontrak penawaran
bersaing dan kontrak penawaran negosiasi, masing-masing penjelasannya seperti
diuraikan dibawah ini:
1. Kontrak Penawaran Bersaing
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak dengan penawaran bersaing yaitu :
 Pelaksanaan pekerjaan diserahkan kepada peserta penawaran yang bertanggung
jawab dan mempunyai harga penawaran terendah.
 Kontrak penawaran bersaing dilakukan untuk proyek publik dan pribadi.
 Estimasi biaya dilakukan oleh owner, dengan ketentuan :
- Lelang gagal bila penawaran terendah dari kontraktor lebih besar dari estimasi
owner.
- Dapat dijadikan acuan untuk mengoreksi kesalahan dalam penawaran/lelang
seperti ketidakseimbangan dalam unit price dan kesalahan pelaksanaan peserta
lelang.
 Pernyataan tentang penyerahan bukanlah wewenang pernyataan untuk memulai
pengerjaan.
Kontrak penawaran bersaing terdiri atas :
a) Kontrak lump sump
Kontrak ini merupakan kontrak dimana biaya yang harus dikeluarkan pemilik
proyek adalah suatu jumlah tetap yang didapat dari perhitungan seluruh aspek
pekerjaan sesuai dengan dokumen kontrak, seperti gambar desain, spesifikasi
umum dan teknis serta aturan-aturan administratif lainnya.
Jenis kontrak ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
- Jenis kontrak ini melingkupi semua biaya yang tetap terdiri dari semua aspek
pekerjaan.
- Jumlah biaya yang ditetapkan sudah memperhitungkan kesulitan-kesulitan
dilapangan serta biaya-biaya tak terduga, sehingga tidak ada tambahan biaya
lagi untuk kondisi tersebut, sehingga perencanaan proyek diusahakan dengan
sempurna.
- Kondisi yang diperhitungkan adalah kondisi force mayor.
- Banyak dipakai karena beresiko minimal bagi pemilik proyek.
- Biaya yang harus disediakan dapat diketahui lebih awal.
- Banyak dipakai oleh pemilik proyek dengan harapan pekerjaan tambah
kurang diminimalisir.
- Kontrak ini tidak cocok untuk volume pekerjaan yang tidak pasti seperti
pekerjaan penggalian tanah dan pekerjaan pondasi.

b) Kontrak unit price


Kontrak ini didasarkan atas estimasi volume pekerjaan yang telah diklarifikasi
bersama-sama pemilik proyek dengan jumlah biaya per unit pekerjaan. Jenis
kontrak ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
- Estimasi volume pekerjaan dihitung oleh wakil pemilik proyek seperti
konsultan pengawas bersama kontraktor.
- Biaya pada awal proyek tidak dapat ditentukan secara pasti karena volume
pekerjaan juga tidak pasti.
- Perlu pengawasan ketat karena pembayaran dilakukan atas volume aktual
yang disepakati bersama.
- Biaya akhir yang telah ditetapkan dengan risikonya ditanggung bersama
berdasarkan kesepakatan yang diperoleh.
- Sangat baik dilakukan untuk quantity yang belum pasti, seperti pekerjaan
pondasi atau galian tanah.
2. Kontrak Penawaran Negosiasi Biaya
Kontrak penawaran negosiasi biaya adalah melakukan transaksi dengan cara
penawaran yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pemilik proyek dan kontraktor
pelaksana yang dikenal pemilik, dengan harapan diperoleh harga penawaran yang
sesuai dengan keinginan pihak-pihak tersebut. Kontrak ini biasanya terdiri atas :
a) Kontrak lump sum
Kontrak ini merupakan kontrak dimana harga ditentukan dari negoisasi penawaran
yang dilakukan oleh pemilik proyek dengan kontraktor dengan catatan harga yang
disepakati sesuai dengan volume pekerjaan yang dihitung pemilik proyek
berdasarkan klarifikasi kedua bekah pihak.
b) Kontrak unit price.
Jenis kontrak ini juga sama dengan cara kontrak penawaran bersaing, namun
harga ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c) Kontrak cost plus fee
Dalam kontrak ini pembayaran oleh pemilik proyek didasarkan atas daftar biaya
yang dikeluarkan oleh kontraktor setelah proyek selesai ditambah dengan
keuntungannya. Jenis kontrak ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
- Kontrak pembayaran, prosedur dan metode kerja, hasil akhir proyek serta
jumlah keuntungan buat kontraktor harus diuraikan secara jelas agar tidak
terjadi perselisihan di kemudian hari.
- Diperlukan metode akunting, yang telah disetujui oleh pemilik proyek, untuk
perhitungan-perhitungan pembiayaan oleh kontraktor.
- Memakai prosedur subletting-contract.
- Risiko terbesar, yang ada pada pemilik proyek, terjadi bila kontraktor
melakukan kecurangan karena pengawasan yang tidak ketat.
- Daftar biaya pekerjaan yang dibayarkan oleh pemilik proyek kepada
kontraktor pelaksana berdasarkan hasil kesepakatan.
- Kontrak ini dapat memuaskan kedua belah pihak bila kesepakatan-kesepakatan
yang telah dibuat sebelumnya dijalani sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing pihak.
- Biasanya keuntungan yang diperoleh kontraktor sebesar 10% atau berdasarkan
kesepakatan.
Pada proyek pembangunan Lab. Perhotelan dan Periwisata Kupang digunakan
jenis kontrak penawaran bersaing yaitu kontrak lump sump.
BAB III

SISTEM PELAKSANAAN PROYEK

Pelaksanaan fisik dari suatu proyek di lapangan merupakan kegiatan nyata dari hasil
perencanaan yang termuat dalam gambar kerja dan RKS (Rencana Kerja dan Syarat-Syarat
Teknis). Kegiatan-kegiatan tersebut dititik beratkan pada pekerjaan fisik, mulai dari
pekerjaan yang ringan sampai pada pekerjaan yang berat dan didasarkan atas kemampuan
serta cara kerja dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan.
Pelaksanaan fisik dari Pembangunan Puskesmas Naibonat mulai dilaksanakan pada
tanggal 21 Juli 2021, sedangkan pelaksanaan kerja praktek di tempat tersebut dimulai pada
tanggal 27 Agustus 2020 sampai dengan 27 November 2020 sehingga penulis tidak dapat
mengikuti proses pengerjaan bangunan dari tahap awal. Pada saat kerja praktek, dilokasi
proyek telah dilaksanakan beberapa jenis pekerjaan, yaitu :
1. Pekerjaan Galian
2. Pekerjaan Pondasi
3. Pekerjaan Penulangan Sloof

3.1 Pelaksanaan Sloof

Sloof adalah struktrur bangunan yang terletak di atas pondasi bangunan. Sloof
berfungsi mendistribusikan beban dari bangunan atas ke pondasi, sehingga beban yang
tersalurkan setiap titik di pondasi tersalur merata. Selain itu sloof juga berfungsi sebagai
pengunci dinding dan kolom agar tidak roboh apabila terjadi pergerakan tanah.
Sloof merupakan jenis konstruksi beton bertulang yang sengaja di desain khusus
luas penampang dan jumlah pembesiannya disesuaikan dengan kebutuhan beban yang
akan dipikul oleh sloof tersebut nantinya.

Pada proyek ini sloof yang dikerjakan yaitu menggunakan dimensi 0.25 x 0.4 m &
0.15 x 0.3 m dengan ukuran tulangan pokok diameter 16 mm dan tulangan sengkang
diameter 10 mm. Berikut ini merupakan langkah-langkah pengerjaan Sloof.

3.1.1 Pembesian
Proses ini terdiri dari pekerjaan pemotongan, pembengkokkan dan
perakitan. Pekerjaan pemotongan dan pembengkokkan besi telah dikerjaan
sebelumnya, bersamaan dengan pemotongan dan pembengkokkan besi untuk
tulangan fondasi. Diameter besi yang digunakan untuk tulangan utamanya adalah
16 mm sedangkan untuk tulangan sengkangnya 10 mm. Setelah pekerjaan
pemotongan dan pembengkokkan selesai, besi-besi tersebut dibawa ke lokasi
pengerjaan sloof dan dirakit. Perakitan dilakukan setelah penempatan tulangan
kolom dikerjakan. Jarak antar besi yang dirakit untuk tulangan sloof ini dapat
dilihat pada Lampiran.

Gambar 3.1 Sloof


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021

3.1.2 Pekerjan Bekisting


Pekerjaan bekisting dilakukan setelah pekerjaan pembesian selesai dikerjakan.
Pembuatan bekisting ini dilakukan dengan baik karena tidak terdapat bekisting
yang tidak rapat sehingga campuran beton tumpah dan permukaan sloof menjadi
tidak rata.

Gambar 3.2 Bekisting Sloof


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021
3.1.3 Pekerjaan memasang sabuk sloof pada bekisting.
Ukuran sloof yang digunakan relative sesuai dengan soft drawing. Untuk
mengunci sloof tersebut harus menggunakan tie rod dan bisa juga menggunakan
kayu dengan cara dipakukan pada bekisting untuk mengencangkannya. Tie rod
pada proyek ini ada yang dibuat sendiri dengan menggunakan kayu. Jarak sabuk
sloof sangat tergantung pada panjang sloof, apabila panjang sloof sekitar 3-4 m
maka jumlah sabuk sloof 2 dengan jarak dibagi rata.
3.2.4 Pekerjaan Pengecoran
Setelah bekisting dikerjakan maka pelaksanaan pengecoran sloof dilakukan
sama halnya dengan pengecoran fondasi foot plate yaitu campuran disiapkan.
Pada proyek ini jenis material yang digunakan adalah jenis K-250 untuk sloof
dengan ukuran 0,25 x 0,4 m dan K-175 ntuk sloof dengan ukuran 0,15 x 0,3 m.
3.2.5 Pelepasan Bekisting
Pelepasan bekisting dilakukan 2 – 3 hari setelah waktu pengecoran. Setelah
bekisting dilepas kemudian dilakukan perawatan terhadap beton agar ada sloof
tidak mengalami retak-retak halus.

3.2 Pekerjaan Kolom


Kolom merupakan bagian atau elemen struktur yang menerima beban dari elemen
struktur diatasnya seperti balok dan meneruskannya ke elemen struktur bawah fondasi.
Mutu beton yang dipakai adalah mutu K-250. Terdapat lima jenis kolom yaitu empat
kolom utama dan satu kolom praktis pada proyek konstruksi ini, yaitu Kolom 1 (kolom
utama) yang berdimensi 400/400, Kolom 2 (kolom utama) berdimensi 300/300, Kolom
3 (kolom utama) berdimensi 200/200, Kolom 4 (kolom utama) berdimensi 200/300, dan
Kolom Praktis berdimensi 150/150 dengan satuan mm.Berikut merupakan tahapan
pelaksanaannya pada pekerjaan kolom.

3.2.1 Pekerjaan pembesian kolom


Pada tahap ini, besi tulangan dipotong menggunakan cuting wheel dan
dibengkokkan secara manual sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan pada struktur
kolom tersebut. Setelah itu dilakukan proses stek besi dari tulangan longitudinal
pondasi ke kolom, Selanjutnya tulangan sengkang dimasukkan satu per satu pada
tulangan longitudinal lalu diikat dengan menggunakan kawat pada sisisisi
tulangan sengkang. Berikut tampilan tulangan kolom pada gambar 3.2.1a serta
detail penulangannya ditampilkan pada gambar 3.2.2b

Gambar 3.2.1a Tampilan Tulangan Kolom


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021

Gambar 3.2.1b Detail Tulangan Kolom.

Sumber: Data Kerja Praktik, 2021

3.2.2 Bekisting Kolom


Bekisting merupakan struktur sementara yang dapat memikul berat sendiri, beton
dalam kondisi basah, beban hidup, serta beban peralatan kerja.
Bekisting berfungsi sebagai kerangka agar bentuk kolom dapat
direalisasikan sama sesuai dengan perencanaan. Ada dua jenis bekisting yang
digunakan dalam pengerjaan kolom yaitu bekisting yang terbuat dari pelat baja
serta bekisting yang terbuat dari multipleks 3 mm dan balok usuk 5/7. Untuk
pemasangan bekisting dari pelat baja dibutuhkan alat bantu berupa crane atau
excavator sedangkan untuk bekisting dari multipleks dikerjakan manual oleh
tukang kayu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, perbandingan antara kolom
yang dikerjakan menggunakan bekisting pelat baja dan multipleks sangatlah jelas.
Pengerjaan menggunakan bekisting dari pelat baja membutuhkan biaya yang
lebih besar dibandingkan dengan bekisting multipleks akan tetapi tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk pemasangan dan pembongkaran bekisting lebih sedikit.
Begitu pula dengan waktu yang dibutuhkan untuk pemasangan maupun
pembongkaran menjadi lebih singkat. Selain itu dengan menggunakan pelat
baja, kemungkinan permukaan dari kolom tidak rata atau cacat lebih kecil
dibandingkan dengan menggunakan multipleks karena pengerjaan bekisting
dengan menggunakan multipleks sangat tergantung pada keterampilan dan
ketelitian dari tenaga kerja. Pada proyek ini digunakan bekisting kayu seperti
yang di tunjukan pada gambar 3.2.2, karena dinilai lebih hemat biaya
pengerjaan.

Gambar 3.2.2 Pemasangan bekisting Kolom dengan bahan kayu


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021
3.2.3 Pekerjaan Pengecoran
Mutu beton yang digunakan untuk pengecoran kolom yaitu mutu beton
K250. Pengecoran kolom di lakukan secara manual yaitu menggunakan tenaga
manusia. Dalam SNI 03-2847-2002, proses pengangkutan adukan beton dari
tempat pengadukan ke tempat pengecoran harus dilakukan dengan cara-cara yang
dapat mencegah pemisahan (segregasi) atau hilangnya bahan-bahan. PBI 1971
menyebutkan bahwa adukan beton pada umumnya sudah harus dicor pada waktu
1 jam setelah pengadukan dengan air dimulai. Jangka waktu tersebut dapat
diperpanjang sampai 2 jam, apabila adukan beton digerakkan kontinu secara
mekanis. Pada proyek ini, dikarenakan lokasi pembuatan beton berada tidak jauh
dari lokasi pengecoran, 15-20 menit setelah pengadukan beton pada molen, beton
segera dituang ke lokasi pengecoran seperti terlihat pada gambar 3.2.3.

Gambar 3.2.3 Proses Pengecoran Kolom


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021

Setelah penuangan campuran selesai, tulangan di goyangkan untuk


memadatkan beton yang dimasukkan ke dalam bekisting, karena pada proyek ini
tidak di gunakan alat penggetar ( vibrator). Tujuannya yaitu agar udara yang
masih di dalam beton bisa keluar sehingga tidak menimbulkan rongga atau
lubang.
3.2.4 Pembongkaran Bekisting
Bekisting dibongkar setelah beton dibiarkan mengering 3 x 24 jam atau setelah 3
hari. Pengeringan struktur kolom ini bertujuan agar memastikan beton benar -
benar kering sehingga saat melepas bekisting beton sudah baik secara struktur dan
arsitektur.
Setelah proses pembongkaran bekisting selesai, dilanjutkan dengan tahap curing
atau pemeliharaan pada struktur tersebut dengan melindungi kolom menggunakan
plastik dilakukan selama 1 - 2 hari. Proses curing dapat di lihat pada gambar 3.2.4

Gambar 3.2.4 Perawatan Beton dengan Plastik


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021

3.3 Pelaksanaan Pekerjaan Balok


Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan
pengikat kolom diatasnya, pekerjaan struktur balok merupakan salah satu item penting
dalam suatu struktur, dan dalam proses pengerjaannya pun menggunakan scafolding
dengan kebutuhan scafolding yaitu 1 unit per bentang 1 meter dengan tinggi 1,8 meter,
sehingga dipakai dua tingkatan scafolding. Mutu beton yang dipakai adalah mutu K-250
Berikut merupakan tahapan pelaksanaann pada pekerjaan balok.

3.3.1 Pembesian
Seperti hal nya pada kolom, balok juga demikian, pembesian di lakukan dengan
memotong besi menggunakan cutting wheel ,lalu di lakukan pembengkokan baik
itu pada bagian hak dan begel seperti pada kolom sebelumnya. Selanjutnya besi
dirakit dan disambungkan pada besi kolom dimana perakitan beracuan pada detail
seperti pada gambar 3.3.1.
Gambar 3.3.1 Detail Penulangan Balok
Sumber: Data Kerja Praktik, 2021
3.3.2 Pekerjaan Bekisting
Bekisting berfungsi sebagai cetakan untuk bentuk balok agar sesuai dengan
perencanaan. Pada pekerjaan balok bekisting yang di gunakan yaitu bekisting
konvensional berupa bekisting triplek seperti terlihat pada gambar 3.3.2.

Gambar 3.3.2. Bekisting Triplek pada Balok


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021

3.3.3 Pekerjaan Pengecoran


Pengecoran dilakukan dengan cara modern yaitu dengan menggunakan ready
mixer dan dituangkan ke sepanjang balok menggunakan concrete pump. Karena
volume pekerjaan dalam jumlah besar sehingga untuk meningkatkan
produktivitas waktu kerja , sehingga penggunaan ready mix menjadi efisien.
Proses penuangan beton dapat di lihat seperti pada gambar 3.3.3a. Selanjutnya
menggunakan vibrator agar di minimalisir adanya rongga atau ruang pada bagian
dalam beton, sebagaimana terlihat pada gambar 3.3.3b.

Gambar 3.3.3a Proses Penuangan Beton Pada Balok


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021

Gambar 3.3.3b Proses Vibrating Pada Balok


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021

3.3.4 Pembongkaran Bekisting


Bekisting dibongkar setelah beton dibiarkan mengering 14 x 24 jam. Pengeringan
struktur balok ini bertujuan agar tidak terjadi kerusakan terhadap beton balok
tersebut jika masih belum mengering dengan baik yang berakibat retak pada
permukaan struktur tersebut. Setelah proses pembongkaran bekisting selesai,
dilanjutkan dengan tahap curing pada struktur tersebut.

3.4 Pelaksanaan Pekerjaan Pelat Lantai 2


Pelat beton merupakan bagian struktural gedung yang berperan sebagai penerima
beban pertama atau langsung yang orientasinya merata areal, dimana dalam alur transfer
beban, beban yang diterima atau di topang pelat diteruskan ke balok lalu ke kolom dan
diteruskan hingga ke struktur bawah. Pelaksanaan pekerjaan struktur pelat beton
dilakukan setelah pekerjaan kolom lanati 1 selesai. Mutu beton yang dipakai adalah
mutu K-250. Berikut merupakan tahapan pelaksanaannya pada pekerjaan pelat lantai.
3.4.1 Pembesian
Pembesian pada pelat berbeda dengan pembesian pada kolom dan balok, hal
ini karena pada pelat tidak terdapat tulangan sengkang atau begel. Pembesian pada
pelat dilakukan dengan memasang tulangan pokok dan tulangan bagi yaitu pada
orientasi X dan Y pelat secara menyilang lalu di ikat menggunakan kawat. Selain
itu dipasang tulangan kaki ayam antara tulangan bagian atas dan tulangan bawah.
Tampilan tulangan pelat dapat dilihat pada gambar 3.4.1a. Penulangan pelat ini di
lakukan sesuai dengan yang terdapat pada gambar rencanan. Dan untuk denah pelat
lantai 2 dapat dilihat pada gambar 3.4.1b.

Gambar 3.4.1a. Tampilan tulangan pelat.


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021
Gambar 3.4.1b. Denah Pelat Lantai 2.
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021
3.4.2 Pembesian
Bekisting dipasang sesuai dengan perencanaan pada denah pelat lantai 2. Bekisting
menggunakan tripleks plywood dan disusun serapat mungkin. Karena balok dan
pelat direncanakan monolit maka scafolding sudah dipasang terlebih dahulu pada
saat tahap persiapan pekerjaan balok. Bekisting pelat pun dipasang di atas balok
kayu yang ditopang oleh scafolding tadi, seperti di tunjukan pada Gambar 3.4.2a
dan Gambar 3.4.2b.

Gambar 3.4.2a. Balok kayu yang ditopang oleh scaffolding


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021
Gambar 3.4.2b. Bekisting pelat lantai 2
Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021
3.4.3 Pekerjaan Pengecoran
Pengecoran pada pelat dilakukan secara bersamaan dengan pengecoran pada balok
sehingga proses pengerjaan tampak seperti gambar pada balok, lalu untuk
meratakan atau menyebarkan campuran beton dilakukan secara manual dengan
tenaga tukang seperti terlihat pada gambar 3.4.3.

Gambar 3.4.3. Proses pemerataan campuran beton


Sumber: Dokumentasi Kerja Praktik, 2021

3.4.4 Pembongkaran dan Pemeliharaan Bekisting


Bekisting dibongkar setelah beton dibiarkan mengering 14 x 24 jam. Pengeringan
struktur pelat ini bertujuan agar tidak terjadi kerusakan. Setelah proses
pembongkaran bekisting selesai, dilanjutkan dengan tahap curing pada struktur
tersebut.
BAB IV

TINJAUAN KHUSUS

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) & KINERJA

3.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan dilengkapi alat-alat
pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga bebas dari air, minyak, nyamuk
dan memelihara fasilitas air yang baik (Agus, T., 1989).

Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I.
No. Kep. 463/MEN/1993 adalah keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan
yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja /perusahaan selalu dalam
keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman
dan efisien.

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga
kerja dan orang lain ditempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat,
serta agar setiap produksi digunakan secara aman dan efisien. Keselamatan dan kesehatan
kerja juga mengandung nilai perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat
kerja (Ramli, S., 2010).Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. (Armanda, 2006).

Undang – Undang kesehatan No.23 Tahun 1992 bagian 6 tentang Kesehatan Kerja,pada
pasal 23 berisi :

1. Kesehatan kerja disenggelarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.

2. Kesehatan kerja meliputi perlindungan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja,
dan syarat kesehatan kerja.

3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi
dalam perjalana berangkat dari rumah menuju tempat kerja daan pulang kerumah melalui
jalan biasa atau wajar dilalui (Permenaker no. Per 03/Men/1994). Kecelakaan kerja adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia,
merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Kecelakaan kerja juga dapat
didefinisikan suatu 13 kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma’mur, 2009). Kecelakaan kerja
juga dapat diartikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan hubungan kerja pada
perusahaan dimana kecelakaan kerja terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau keadaan pada
saat melaksanakan pekerjaaan (Reese, C. D., 2009). Kecelakaan juga dapat dipicu oleh
kondisi lingkungan kerja yang tidak aman seperi ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu
yang tidak aman melampaui ambang batas. Selain itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari
manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material (Ramli,
S., 2010). Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampakpada
masyarakat luas (Depkes RI, 2008).

 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja Spesialisasi dalam kesehatan dan kedokteran beserta prakteknya yang
bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap
penyakit-penyakit umumnya. Hakikat dari kesehatan kerja : a. Sebagai alat untuk mencapai
derajat kesehatan tenaga kerja yang setingginya baik; buruh, petani, nelayan, pegawai negri
atau pekerja bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja. b.
Sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berdasarkan kepada meningginya efisiensi
dan daya dukung produktifitas faktor manusia dalam produksi.

Tujuan utama dari kesehatan kerja adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit-
penyakit dan kecelakaankecelakaan akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya daya produktifitas
tenaga manusia, pemberantasan kecelakaan kerja dan melipat gandakan kegairahan serta
kenikmatan kerja, perlindungan masyarakat luas demi bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk industri. Disimpulkan tujuan dari kesehatan kerja adalah untuk
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

3.2 Peralatan Perlindungan Diri

Peralatan standar keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi sangatlah
penting dan wajib digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya
yang mungkin terjadi dalam proses konstruksi. Mengingat pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja maka semua perusahaan kontraktor berkewajiban menyediakan semua
keperluan peralatan/perlengkapan perlindungan diri atau Personal Protective Equipment
(PPE) untuk semua karyawan yang bekerja (Ervianto, W. I., 2005).

Beberapa bentuk dari peralatan perlindungan diri telah memiliki standar di proyek
konstruksi dan tersedia di pabrik ataupun industri konstruksi. Helm pelindung dan sepatu
merupakan peralatan perlindungan diri yang secara umum digunakan para pekerja untuk
melindungi diri dari 9 benda keras. Di beberapa industri, kacamata pelindung dibutuhkan.
Kelengkapan peralatan perlindungan diri membantu pekerja melindungi dari kecelakaan dan
luka-luka, (Charles A. W, 1999, hal 401). Alat pelindung diri guna keperluan kerja harus
diidentifikasi, kondisi dimana alat pelindung diri harus dikenakan, harus ditentukan, dan
direncanakan secara sesuai, serta dirancang meliputi training dan pengawasan untuk tetap
terjamin.

Contoh peralatan standar keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi

1. Helm Keselamatan
2. Sabuk dan Tali Keselamatan
3. Sepatu Boot
4. Sepatu Pelindung
5. Masker
6. Kacamata Pengaman
7. Sarung Tangan
8. Pelindung Wajah
9. Rompi Safety Proyek
Berikut ini merupakan beberapa peralatan perlindungan diri yang terdapat pada proyek
Gedung Puskesmas Naibonat

1. Helm Keselamatan

2. Sepatu Boot
3. Rompi Safety Proyek

3.3 Program Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja bersifat spesifik artinya program keselamatan dan
kesehatan kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan semaunya. Suatu program
keselamatan dan kesehatan kerja dibuat berdasarkan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat
kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan financial, dan lainnya.
Program keselamatan dan kesehatan kerja harus dirancang spesifik untuk masing-masing
perusahaan sehingga tidak bisa sekedar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari
pihak lain.

 Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah : Suma’mur (1992)

a. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja.

b. Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.

c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

 Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut : (Sendjun, H. Manulang, 2001).

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

 Tujuan kesehatan kerja adalah sebagai berikut : (Sendjun, H. Manulang, 2001).

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggitingginya baik
fisik, mental maupun sosial.

2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kondisi lingkungan kerja.

3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja.

4. Meningkatkan produktivitas kerja.

3.4 Pentingnya K3 diterapkan di Proyek Konstruksi

Penerapan k3 pada proyek konstruksi – konstruksi merupakan pekerjaan berat yang di


dalamnya melibatkan banyak unsur. Bukan hanya manusia sebagai pekerja, melainkan juga
unsur-unsur lain yang mendukung. Dari mulai penggunaan alat-alat berat hingga terlibatnya
bahan material dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan dunia konstruksi memiliki risiko
kecelakaan kerja lebih tinggi dibandingkan jenis pekerjaan lainnya. Untuk itulah kenapa
semua pihak harus memahami pentingnya penerapan K3 pada proyek konstruksi. Apa itu
K3? Pada dasarnya penerapan K3 tidak hanya ada pada lokasi proyek pembangunan atau
konstruksi. Melainkan juga diterapkan pada bidang pekerjaan lain seperti pabrik hingga
institusi pemerintahan. Hanya saja, mengingat risiko pekerjaan konstruksi yang lebih berat,
penerapan K3 seolah-olah hanya menjadi kewajiban pemilik perusahaan konstruksi. Untuk
itulah, istilah K3 ini seharusnya tidak asing bagi Anda yang bekerja atau justru terlibat dalam
dunia konstruksi. Tidak asing juga bagi Anda yang bekerja di pabrik hingga institusi
pemerintahan tentunya.

K3 merupakan kepanjangan dari keselamatan dan kesehatan kerja. Seperti yang telah
diulas secara singkat sebelumnya, K3 ini sendiri adalah bidang yang berkaitan erat dengan
keselamatan kerja dan juga kesehatan kerja yang penerapannya ada pada proyek hingga
perusahaan konstruksi itu sendiri. Sesuai namanya, tujuan penerapan K3 adalah mewujudkan
keselamatan dan kesehatan kerja, terutama manusia atau tenaga kerja yang terlibat. Pada
praktiknya, penerapan K3 tidak hanya dilakukan oleh pekerjaan konstruksi saja. Melainkan
juga banyak institusi dan perusahaan lainnya. Semisal pabrik, rumah sakit, laboratorium dan
banyak lagi. Pada pekerjaan konstruksi, penerapan K3 ini sendiri meliputi banyak aspek. Dari
aspek pencegahan, adanya pemberian sanksi, juga kompensasi, penyembuhan dan perawatan
luka untuk para pekerja hingga tersedianya perawatan kesehatan untuk yang terluka dan
sedang cuti sakit. Bahaya fisik dan mekanik di dunia konstruksi.

Penerapan K3 dalam dunia profesionalisme kerja, pada dasarnya mengacu pada risiko
bahaya yang terjadi selama pekerjaan dilakukan. Terdapat beberapa jenis bahaya yang
berbeda, sehingga penerapan K3 sendiri juga berbeda. Untuk pekerjaan konstruksi, penerapan
K3 konstruksi perlu diterapkan karena beberapa risiko bahaya fisik dan mekanik yang
berpeluang besar terjadi selama pekerjaan dilakukan. Mengingat adanya penggunaan alat-alat
berat, jumlah material bahan yang sangat besar hingga sulitnya pekerjaan yang dilakukan.
Terkait dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, beberapa konstruksi mengharuskan pekerja
untuk bekerja pada ketinggian tertentu. Sehingga risiko jatuh dari ketinggian hingga
meninggal saat bekerja, berpeluang besar terjadi. Sementara pekerjaan yang melibatkan alat-
alat berat, dari mulai memindahkan komponen besar, melakukan pemotongan hingga
penyatuan komponen tertentu, juga berisiko membuat pekerja mengalami luka bakar,
tertusuk, tertimpa dan banyak lagi. Bahkan seorang pekerja konstruksi juga tidak memiliki
lingkungan kerja yang nyaman selama proyek berlangsung.

Tempat konstruksi yang sempit, lingkungan yang rawan bencana hingga kebisingan
dari penggunaan alat-alat berat, memiliki risiko bahaya yang tidak dapat diremehkan. Risiko
pekerja mengalami sesak napas, pusing, kelelahan, kram hingga stres karena suhu udara yang
sangat panas dapat terjadi. Pentingnya penerapan K3 pada proyek konstruksi, salah satunya
adalah untuk meminimalkan risiko-risiko bahaya tersebut. Sistem manajemen K3 yang
professional Mengenai penerapan K3 dalam konstruksi dan pekerjaan lainnya, setiap negara
memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Hanya saja, telah dibuat standar baku K3
internasional yang mengharuskan setiap negara melaksanakan penerapan K3 minimal. Untuk
mewujudkan penerapakan K3 yang lebih optimal dalam dunia konstruksi, setiap perusahaan
wajib memiliki Sistem

3.5 Kendala dalam Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan kerja merupakan suatu permasalahan yang banyak menyita perhatian


berbagai organisasi saat ini karena mencakup permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan
manfaat ekonomi, aspek 14 hukum, pertanggungjawaban serta citra organisasi itu sendiri
(Ervianto, W.I., 2005). Beberapa faktor yang mendorong keselamatan kerja harus
diperhatikan dengan baik (Soeharto, I., 1995) adalah :

1. Rasa peri kemanusiaan Penderitaan yang dialami oleh yang bersangkutan akibat
kecelakaan tidak dapat diukur dengan uang adanya kompensasi hanya membantu
meringankan.

2. Pertimbangan ekonomis Hal ini dapat berupa biaya kompensasi, kenaikan premi asuransi,
kehilangan waktu kerja. Juga penggantian alat-alat yang mengalami kerusakan akibat
terjadinya kerusakan. Hambatan yang sering terjadi dalam proyek konstruksi dari sisi pekerja/
masyarakat :

 Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar.


 Banyak pekerja tidak menuntut jaminan K3 karena SDM yang masih rendah.

Hambatan yang sering terjadi dalam proyek konstruksi dari sisi perusahaan:

 Perusahaan yang biasanya lebih menekankan biaya produksi atau operasional.


 Memilih meningkatkan efisiensi pekerja untuk menghasilkan keuntungan yang
sebesar-besarnya.
 Kurangnya pengetahuan tentang penerapan program K3 dari pihak perusahaan.
 Kurangnya pengawasan dan sanksi dari pemerintah kepada perusahaan yang
bersangkutan.

Berikut ini adalah contoh ketidakdisiplinan pekerja pada proyek Gedung Puskesmas Naibonat

Gambar pemasangan tulangan kolom pada lantai 1 (satu)

Gambar proses pencampuran untuk pelat lantai 1 (satu)


Gambar pemasangan tulangan kolom pada lantai 1 (satu)

Gambar pekerjaan pengecoran pelat lantai 1 (satu)

Beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja enggan menggunakan peralatan perlindungan


diri antara lain : (Charles A. W, 1999, hal 403).

a. Sulit, tidak nyaman, atau mengganggu untuk digunakan.

b. Pengertian yang rendah akan pentingnya peralatan keamanan.


c. Kurangnya kesadaran para pekerja proyek konstruksi tentang pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja bagi dirinya sendiri dan semua unsur yang berada di proyek tersebut,
sehingga pelaksana proyek tidak menerapkan progam K-3 ini untuk kelancaran pelaksanaan
proyek yang sedang dikerjakan.

d. Ketidakdisiplinan dalam penggunaan.

Akibat pekerja enggan menggunakan peralatan perlindungan diri adalah dapat terjadi
kecelakan kerja seperti pada gambar berikut :

3.6 Kinerja Proyek Konstruksi

Kinerja Proyek (Project Performance) merupakan bagaimana cara kerja proyek


tersebut dengan membandingkan hasil kerja nyata dengan perkiraan cara kerja pada
kontrak kerja yang disepakati oleh pihak owner dan kontraktor pelaksana. Soeharto
mengemukakan suatu contoh dimana dapat terjadi bahwa dalam laporan suatu kegiatan
dalam proyek berlangsung lebih cepat dari jadwal sebagaimana yang diharapkan. Akan
tetapi ternyata biaya yang dikeluarkan melebihi anggaran. Bila tidak segera dilakukan
tindakan pengendalian, maka dapat berakibat proyek tidak dapat diselesaikan secara
keseluruhan karena kekurangan dana.
Kinerja proyek pembangunan Puskesmas Naibonat ini sempat mengalami beberapa
kendala sehingga terjadi keterlambatan kurang lebih 15% pada awal pengerjaan. Akan
tetapi hal tersebut dapat diatasi sehingga pekerjaan proyek pembangunan ini dapat
berjalan sesuai jadwal yang semestinya.

3.7 Faktor – faktor penghambat kinerja pada proyek konstruksi Puskesmas


Naibonat

Keterlambatan proyek konstruksi berarti bertambahnya waktu pelaksanaan


penyelesaian yang telah direncanakan dan tercantum dalam dokumen kontrak.
Penyelesaian pekerjaan tidak tepat waktu adalah merupakan kekurangan dari tingkat
produktifitas dan sudah tentu kesemuanya ini akan mengakibatkan pemborosan dalam
pembiayaan, baik berupa pembiayaan langsung yang dibelanjakan untuk proyek - proyek
pemerintah, maupun berwujud pembengkakan investasi dan kerugian-kerugian pada
proyek-proyek swasta.

Peran aktif manajemen merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pengelolahan
proyek. Pengkajian jadwal proyek diperlukan untuk menentukan langkah perubahan
mendasar agar keterlambatan penyelesaian proyek dapat dihindari atau dikurangi. Berikut
ini merupakan factor – factor penghambat kinerja pada proyek konstruksi.

1. Keterlambatan akibat kesalahan Kontraktor, antara lain :


 Terlambatnya memulai pelaksanaan proyek.
 Pekerja dan Pelaksana kurang berpengalaman.
 Terlambat mendatangkan peralatan.
 Mandor yang kurang aktif.
 Rencana kerja yang kurang baik.

2. Keterlambatan akibat kesalahan Owner


 Terlambatnya angsuran pembayaran oleh Kontraktor.
 Terlambatnya penyedian lahan.
 Mengadakan perubahan pekerjaan yang besar.
 Pemilik menugaskan Kontraktor lain untuk mengerjakan proyek tersebut.

3. Keterlambatan yang diakibatkan selain kedua belah pihak diatas, antara lain ;
 Akibat kebakaran yang bukan kesalahan Kontraktor,Konsultan, Owner.
 Akibat perang, gempa, banjir, ataupun bencana lainnya.
 Perubahan moneter.

4. Faktor bahan (Material) terdiri dari:


 Kekurangan bahan konstruksi.
 Perubahan material pada bentuk, fungsi, dan spesifikasi.
 Keterlambtan pengiriman bahan.
 Kerusakan bahan di tempat penyimpanan.
 Keterlambatan pabrikasi khusus bahan bangunan.
 Kelangkaan karena kekhususan.
 Ketidak tepatan waktu pemesanan.

5. Faktor tenaga kerja (Man Power) terdiri dari:


 Kekurangan tenaga kerja.
 Kemampuan tenaga kerja.
 Kesukuan atau nasionalisme atau kultur tenaga kerja.

6. Faktor peralatan (Equipment) terdiri dari:


 Kerusakan peralatan.
 Kekurangan peralatan.
 Kemampuan mandor atau operator yang kurang.
 Keterlambatan pengiriman peralatan.
 Produktifitas peralatan.
 Kesalahan manajemen peralatan.

7. Faktor keuangan (Financing) terdiri dari:


 Ketersedian keuangan selama pelaksanaan.
 Keterlambatan proses pembayaran oleh Owner.
 Tidak adanya uang intensif untuk kontraktor, apabila waktu penyelesaian lebih cepat
dari jadwal.
 Situasi perekonomian nasional.
 Fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar.

8. Faktor lingkungan (Environment) terdiri dari :


 Faktor sosial dan budaya.
 Pengaruh udara panas pada aktifitas konstruksi.
 Pengaruh hujan pada aktifitas konstruksi.
 Pengaruh keamanan lingkungan terhadap pembangunan proyek.

9. Faktor perubahan (Change) terdiri dari :


 Terjadi perubahan desain oleh Owner.
 Kesalahan desain yang dibuat oleh perencana.
 Kesalahan dalam penyelidikan tanah.
 Kondisi permukaan air bawah tanah di lapangan.
 Masalah geologi di lokasi.

10. Faktor hubungan dengan pemerintah (Geoverment Reletion) terdiri dari :


 Perolehan ijin dari Pemerintah.
 Perolehan ijin dari tenaga kerja.
 Birokrasi yang berbelit-belit dalam operasi proyek.

11. Faktor kontrak (Contractual Relationship) terdiri dari :


 Konflik antara kontraktor dan konsultan.
 Tidak adanya kerja sama antara kontraktor dengan Owner.
 Keterlambatan Owner dalam pembuatan keputusan.
 Negosiasi dan perijinan pada kontrak.
 Perselisihan pekerjaan antara bagianbagian yang berbeda dalam proyek.
 Komunikasi yang kurang antara Owner dengan perencana pada perencanaan.
 Perbedaan jadwal sub-kontraktor dalam penyelesaian proyek.
 Organisasi yang jelek pada kontraktor dan konsultan.
 Kontrol kontraktor utama terhadap subkontraktor dalam pelaksanaan pekerjaan.

12. Faktor waktu dan kontrol (Schedulling and Controlling thechniques) terdiri dari :
 Persiapan jadwal kerja dan revisi oleh konsultan ketika konstruksi sedang berjalan.
 Prosedur pemeriksaan dan pengetesan dalam proyek.
 Tanda-tanda pengontrolan praktisi pada pekerjaan dalam lokasi proyek.
 Kekurangan tenaga dan manajemen terlatih untuk mendukung pelaksanaan
konstruksi.
 Masalah yang terjadi selama pelaksanaan.
 Tidak memenuhi perencanaan awal proyek.
 Persiapan dan ijin Shop Drawing.
 Menunggu ijin untuk kontrol material.

Berdasarkan factor – factor diatas, penyebab keterlambatan proyek yang paling sering
terjadi di proyek konstruksi Puskesmas Naibonat adalah faktor peralatan (Equipment)
yang terdiri dari:
 Keterlambatan pengiriman peralatan
Berikut ini merupakan alat – alat yang digunakan dalam proyek konstruksi Puskesmas
Naibonat

1. Excavator
Alat ini digunakan untuk mengangkut dan memindahkan material dari satu
titik ke titik lainnya

2. Molen

Alat ini digunakan untuk membantu proses pengadukan campuran


3. Stamper

Alat ini digunakan utuk memadatkan tanah

4. Gerobak Artco
Alat ini digunakan untuk memindahkan material dari satu tempat ke tempat
lainya
5. Truk Mixer (Truk Molen)

Alat ini digunakan untuk mengaduk beton cor

6. Concrete Pump (Pompa Beton)

Alat ini digunakan untuk mengantarkan campuran beton menuju titik pengecoran
dalam proyek ini untuk pengecoran pelat pada lantai 2.
 Kerusakan peralatan
Kerusakan Gerobak Artco

 Kekurangan peralatan.
 Produktifitas peralatan.

Anda mungkin juga menyukai