Anda di halaman 1dari 75

TUGAS AKHIR

HUBUNGAN ANTARA PELAKSANAAN KONSTRUKSI


DAN PENERAPAN PROGRAM KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK
PEMBANGUNAN GEDUNG RSUPT VERTIKAL KOTA
KUPANG

Oleh

BRAVE N LUDJI
NIM : 1823715488

PROGRAM STUDI DIPLOMA III BANGUNAN GEDUNG


JENJANG PENDIDIKAN AHLI MADYA
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI KUPANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah
diberikan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini sebagai
syarat menyelesaikan Pendidikan Program Studi D-III Tekni Sipil Politeknik Negeri
Kupang.
Dalam menyusun maupun mengumpulkan data untuk tugas akhir ini penulis
telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, dan dorongan moral dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya sehingga penulis dapat


menyelesaikan tugas akhir dengan baik
2. Ibu Nonce Frida Tuati, SE.,M.Si selaku Direktur Politeknik Negeri
Kupang.
3. Bapak. Sutirto, ST, MT, selaku ketua jurusan Teknik Sipil.
4. Bapak Theodorus Paling, ST, M. Eng selaku ketua program Studi D-III
Teknik Sipil
5. Bapak Stefen Ndun. ST., M.Si selaku dosen pembimbing utama yang telah
bersedia dengan sabar dalam membimbing penulis menyelesaikan tugas
akhir dengan baik.
6. Deasi Delfiani A. A Daud, SST.M.SI.selaku dosen pembimbing kedua saya
yang bersedia membrikan solusi dan saran sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
7. Bpk/ibu Dosen jurusan teknik sipil yang telah memberikan matakuliah dan
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan judul penulis

Kupang Juni 2021

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Kupang yang menjadi ibukota provinsi NTT yang merupakan kota yang
sekaligus menjadi pusat pemerintahan, keamanan, sosial, ekonomi, bisnis, dan
perindustrian yang memiliki berbagai sarana dan prasarana penunjang kehidupan
yang sangat beragam dan lengkap. meskipun kupang merupakan kota yang
berkembang dan padat, tetapi tidak luput dari berbagai macam pembangunan sarana
dan prasarana untuk lebih memajukan kota Kupang. hal ini dapat dilihat di berbagai
daerah kota kupang banyaknya proyek konstruksi yang sedang berjalan seperti
pelaksanaan pembangunan gedung perkantoran, pelaksanaan konstruksi gedung hotel,
pelaksanaan konstruksi rumah sakit, pelaksanaan konstruksi apartement, dan
pelaksanaan konstruksi lainnya.
Proses pembangunan proyek konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan
yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan industri
konstruksi memiliki catatan yang buruk dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja.
Situasi dalam lokasi proyek mencerminkan karakter yang keras dan kegiatannya
terlihat sangat kompleks serta sulit dilaksanakan sehingga dibutuhkan stamina yang
prima dari pekerja yang melaksanakan. Oleh karena itu, keselamatan kerja
merupakan aspek yang harus dibenahi setiap saat karena seperti kita ketahui, masalah
keselamatan kerja merupakan masalah yang sangat kompleks yang mencakup
permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat ekonomi, aspek hukum,
pertanggungjawaban serta citra dari suatu organisasi itu sendiri (Ervianto, 2005).
Pelaksanaan Keslamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) pada proyek konstruksi
merupakan bentuk kerja sama anatara Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) upaya untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman sehat, dan sejahtera, bebas dari dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta bebas dari pencemaran lingkungan
menuju peningkatan produktivitas seperti yang tertera pada

1
Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Semua ini dapat
berjalan baik jika pihak yang terkait dalam proyek konstruksi ini dapat saling
berkomunikasi dan bekerjasama untuk pencegahan kecelakaan kerja.
Pada pelaksanaan K3 proyek konstruksi, tingkat pengetahuan, pemahaman,
dan penerapan oleh pihak-pihak yang terkait untuk pencegahan keselamatan kerja
sangat rendah. Hal ini menjadi salah satu kendala pada proyek kontruksi karena
masih banyaknya paradigma yang mengatakan bahwa safety sangat mahal dan hanya
membuang uang serta pola pikir tentang minimnya keselamatan kerja maupun
pernyataan yang tidak nyamannya dengan pakaian safety yang mengakibatkan
seringnya terjadi kecelakaan kerja pada proyek konstruksi.
Pada penelitian ini, penulis mencoba melakukan‘’Studi keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) Pada Proyek Pembangunan Gedung RS UPT Vertical
kupang NTT” khususnya yang terdapat pada kota kupang. Metode yang digunakan
oleh penulis dalam mengumpulkan data adalah dengan mendistribusikan kuesioner
serta melakukan Tanya jawab atau mewawancara pada beberapa pekerja proyek
konstruksi. Hasil yang didapat dari kuesioner tersebut kemudian dianalisis dan
kemudian akan didapatkan kesimpulan mengenai kendala dalam pelaksaan program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada proyek konstruksi di kota kupang.
1.2 Rumusan Masalah
sesuai dengan data penelitian ini maka penulis memberi batasan masalah
yaitu;
Agar dalam penulisan tugas akhir dapat terfokus dan terarah, maka penyusun
membuat suatu batasan masalah. Adapun rumusan masalah yang di ambil dalam
penulisan ini adalah ;
1. Bagaimana pelaksanaan penerapan program keselamatan dan kesehatan
Kerja (K3) pada proyek konstruksi di kota kupang?
2. Bagaimana mengantisipasi Kendala dan resiko terjadinya kecelakaan kerja di
proyek konstruksi ?

2
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan K3 dalam proyek konstruksi di Kota Kupang
2. Mengetahui kendala yang terjadi dalam penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pada proyek konstruksi di Kota kupang.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut ;
1. Dapat mengetahui penerapan K3 pada proyek konstruksi
2. Sebagai salah satu syarat kelulusan D3 Teknik Sipil

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Tentang Keslamatan dan Kesehatan Kerja


Definisi tentang K3 yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint safety and
Health Committee, yaitu :
Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of the
highest degree of physical, mental and social well-being of all occupation; the
prevention among workers of departures from health caused by their working
conditions; the protection of workers in their employment from risk resulting from
factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an
occupational environment adapted to his physiological and psychological
equipment and to summarize the adaptation of work to man and each man to his
job.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah promosi dan pemeliharaan fisik,
mental dan kesejahteraan social yang setinggi-tingginya yang menyangkut tentang
semua jenis pekerjaan; Pencegahaan berangkat dari kondisi kesehatan yang
dipengaruhi oleh kondisi pekerjaan mereka; Perlindungan terhadap pekerja dalam
bekerja dari resiko bahaya yang dihasilkan dari Factor-Faktor yang merugikan
kesehatan; Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai
dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk 7 menciptakan
kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.

Bila dicermati definisi K3 di atas maka definisi tersebut dapat dipilahpilah


dalam beberapa kalimat yang menunjukkan bahwa K3 adalah :

1. Promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
2. Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan mereka.
3. Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari
faktorfaktor yang dapat mengganggu kesehatan.

4
4. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai
dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan
kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan
tugasnya.
Menurut American Society Of Safety And Engineering (ASSE) K3 diartikan
sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan
yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.
istilah keselamatan dan kesehatan kerja, dapat dipandang mempunyai dua sisi
pengertian. Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan
ilmiah (scientific approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu
terapan atau suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu
keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan
( Milyandra, 2009) .
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan
ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (Hazard) dan
risiko (Risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainya
yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya
dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi (Rijanto, 2010).
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata safety dan biasanya selalu
dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident)
atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu
pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari
faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya
mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko
terjadinya kecelakaan (Syaaf , 2007).
Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan
karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan 9 dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja (Purnama, 2010).

5
2.2 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan
dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga
bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik (T, Agus.,
1989).
Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut keputusan menteri
tenaga kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993 adalah keselamatan dan kesehatan
kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang
lainnya di tempat kerja /perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta
agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan
agar tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja atau perusahaan selalu dalam
keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap produksi digunakan secara aman dan
efisien. Keselamatan dan kesehatan kerja juga mengandung nilai perlindungan
tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (ramli, s., 2010).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
(Armanda, 2006). Undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 bagian 6 tentang
kesehatan kerja, pada pasal 23 berisi:
1. Kesehatan kerja disenggelarakan untuk mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal.
2. Kesehatan kerja meliputi perlindungan kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.

6
2.3 Peralatan Perlindungan Diri
Peralatan standar keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi
sangatlah penting dan wajib digunakan untuk melindungi seseorang dari
kecelakaan ataupun bahaya yang mungkin terjadi dalam proses konstruksi.
Mengingat pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja maka semua perusahaan
kontraktor berkewajiban menyediakan semua keperluan peralatan/perlengkapan
perlindungan diri atau Personal Protective Equipment (PPE) untuk semua
karyawan yang bekerja (I.W,Ervianto, 2005).
Beberapa bentuk dari peralatan perlindungan diri telah memiliki standar di
proyek konstruksi dan tersedia di pabrik ataupun industri konstruksi. Helm
pelindung dan sepatu merupakan peralatan perlindungan diri yang secara umum
digunakan para pekerja untuk melindungi diri dari. Benda keras. Di beberapa
industri, kacamata pelindung dibutuhkan. Kelengkapan peralatan perlindungan
diri membantu pekerja melindungi dari kecelakaan dan luka-luka,
(A.W,Charles 1999, Hal 401). Alat pelindung diri guna keperluan kerja
harus diidentifikasi, kondisi dimana alat pelindung diri harus dikenakan, harus
ditentukan, dan direncanakan secara sesuai, serta dirancang meliputi training dan
pengawasan untuk tetap terjamin. (http://www.ohsas-18001-occupationalhealth-
and-safety.com/ ) .
Bagi seorang pekerja. dan perusahaan, keselamatan kerja menjadi hal utama.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 ini juga diatur dalam Undang-undang
Ketenagakerjaan. Perusahaan dan pekerja sama-sama harus mengetahui tentang
keselamatan kerja sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standarisasi. (APD)
adalah suatu alat yang

7
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD ini terdiri
dari kelengkapan wajib yang digunakan oleh pekerja sesuai dengan bahaya dan
risiko kerja yang digunakan untuk menjaga keselamatan pekerja sekaligus orang
di sekelilingnya.

2.4 Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)

2.4.5 Pengertian
Menurut dewan K3 nasional, program K3 adalah upaya untuk mengatasi
ketimpangan pada empat unsur produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja
dan manajemen. Program ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3,
kebersihan dan tata ruang, peralatan K3, pengendalian bahaya dan beracun,
pencegahan kebakaran, keadaan darurat, penerapan K3 dan sistem evaluasi
program (DK3N, 1993).
Program keselamatan dan kesehatan kerja bersifat spesifik artinya program
keselamatan dan kesehatan kerja tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan
semaunya. Suatu program keselamatan dan kesehatan kerja dibuat berdasarkan
kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat
kegiatan, kultur, kemampuan financial, dan lainnya. Program keselamatan dan
kesehatan kerja harus dirancang. Spesifik untuk masing-masing perusahaan
sehingga tidak bisa sekedar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak
lain (S,Ramli, 2010).
Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja akan memperbaiki kualitas
hidup pekerja melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat
menciptakan situasi kerja yang aman, tenteram dan sehat sehingga dapat
mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif. Melalui. Program keselamatan
dan kesehatan kerja, terjadinya kerugian dapat dihindarkan sehingga perusahaan
dapat meningkatkan kesejahteraan pekerjanya (H,Siregar., 2005).

Elemen-elemen yang patut dipertimbangkan dalam mengembangkan dan


mengimplementasikan program K3 adalah sebagai berikut: (W.I Ervianto.,2005).
1. Komitmen pimpinan perusahaan untuk mengembangkan program yang
mudah dilaksanakan

8
2. Kebijakan pimpinan tentang K3
3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya
kesehatan dan keselamatan dalam bekerja
4. Ketentuan pengawasan selama proyek berlangsung
5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung
6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan
7. Pemeriksaan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja
8. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja
9. Mengukur kinerja program K3
10. Pendokumentasian yang memadai dan mencatat kecelakaan kerja secara
continue.
2.4.1 Tujuan penerapan K3 di proyek konstruksi

Tujuan penerapan K3 di proyek adalah tidak terjadinya kecelakaan kerja,


tidak ada pencemaran lingkungan, minimalisasi kerugian terhadap aset, dan hasil
kerja dengan mutu terbaik. Dalam hal ini secara umum terurai sebagai berikut:
1. Kondisi lingkungan lengkap dengan perencanaan.
1) Pengaturan jalan mobilitas bahan, tenaga, dan alat
2) Lokasi penyimpanan bahan/ material
3) Lokasi peralatan sebelum mulai kerja
4) Lokasi pabrikasi
2. Pokok-pokok perhatian K3L
Kecelakaan kerja akibat dari dari:
1) Alat/Mesin
2) Tahap/Metode pelaksanaan
3) Lingkungan kerja
4) Manusia

9
3. Pemeliharaan kesehatan dan lingkungan :
1) Penyediaan air bersih
2) Pembuatan sarana MCK yang memadai
3) Penyediaan tempat sampah dan pembuangan keluar lokasi
4) Penyediaan obat-obatan dan Alat P3K
5) Kerja sama dengan klinik, puskesmas atau rumah sakit terdekat
6) Penyediaan ruang pelayanan kesehatan kerja di proyek (RPK2)
7) Pengelolaan limbah B3
4. Instansi terkait
1) Disnakertrans Nusa Tenggara Timur
2) Dinas Perhubungan.
3) Kepolisian
4) Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggra Timur
5) Rumah sakit, puskesmas/klinik
6) BPJS Kesehatan
7) BPJS Ketenagakerjaan
5. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu kewajiban dimana biasanya para
pekerja atau buruh bangunan yang bekerja disebuah proyek atau pembangunan
sebuah gedung, diwajibkan menggunakan APD. Kewajiban itu sudah disepakati
oleh pemerintah melalui Departemen tenaga Kerja Republik indonesia. Peralatan
APD harus memenuhi persyaratan tidak mengganggu kerja dan memberikan
perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
APD atau alat perlindungan diri adalah komponen alat yang mampu memberi
perlindungan ekstra pada seseorang dari risiko menjadi korban kecelakaan kerja.
Setelah sebelumnya kita membahas daftar alat perlindungan diri dan keselamatan
dan kesehatan kerja secara singkat. Dalam sub ini akan menjabarkan alat-alat
tersebut beserta dengan gambar dan juga fungsinya:
1. pakaian kerja
Khusus yang pakai oleh orang-orang yang memiliki risiko pekerjaan tinggi.
Model pakaian ini umumnya menutupi leher hingga mata kaki sehingga dapat
mengamankan seluruh tubuh. Pekerjaan bengkel, tambang, dan pemadam

10
kebakaran adalah orang-orang yang hampir selalu menggunakan wearpack demi
keselamatan kerja. Fungsi pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan
sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang
ekstrim, pajanan api dan benda panas, percikan bahan kimia, cairan dan logam
panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan radiasi,
mikroorganisme patogen dari manusia dan lingkungan seperti virus, bakteri dan
jamur. Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (vests), celemek (apron atau
coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh
bagian badan.

Gambar 2.1. Pakaian kerja (wijanarko 2016)

2. Kaca mata pengaman


Fungsi alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi
untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan
partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda kecil, panas,
atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang
tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda
tajam. Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman
(spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam, dan kacamata
pengaman dalam kesatuan (full face masker).

Gambar 2.2. Kacamata Pengaman (Wijanarko 2016)

11
3. Alat Penutuptelinga
Fungsi alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Jenis alat
pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear
muff).

Gambar 2.3. Penutup Telinga (Wijanarko 2016)

4. Sarung Tangan
Sarung tangan pada Sangat diperlukan untuk beberapa jenis kegiatan. Tujuan
utama penggunaaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda
keras dan tajam selama menjalankan kegiatannya. Namun, tidak semua jenis
pekerjaan memerlukan sarung tangan. Salah satu kegiatan yang memerlukan
adalah mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti
mendorong gerobag cor secara terus-menerus dapat mengakibatkan lecet pada
tangan yang bersentuhan dengan besi pada gerobag.

Gambar 2.4. Sarung Tangan (Wijanarko 2016)

12
5. Helm Pengaman
Fungsi alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam
atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi
panas, api, percikan bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang
ekstrim. Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet),
topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan alat pelindung
kepala yang lain.

Gambar 2.5. Helm Pengaman (Wijanarko 2016)

6. Masker
Pelindung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi
mengingat kondisi lokasi itu sendiri. Berbagai material konstruksi berukuran
besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya
serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong, mengamplas, menyerut kayu. Tentu
saja seorang pekerja yang secara terus-menerus menghisapnya dapat mengalami
gangguan pada pernapasan, yang akibatnya tidak langsung dirasakakan saat itu.
Jenis masker tersedia dipasaran, pemelihannya disesuaikan dengan kebutuhan.

Gambar 2.6. Masker (Wijanarko 2016)

13
7. Alat Pelindung Jatuh Perorangan
Fungsi alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja
agar tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerja
berada pada posisi kerja yang diinginkan dalam keadaan miring maupun
tergantung dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur
lantai dasar. Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman
tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope),
alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak
(mobile fall arrester), dan lainya

Gambar 2.7 Alat Pelindung Jatuh Perorangan (Wijanarko 2016)

8. Alat Pelindung Kaki


Fungsi Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau
berbenturan dengan benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau
dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan
jasad renik, tergelincir. Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja
terhadap berbagai macam kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang
menimpa kaki. Jenis pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan
peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang
berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin,
bahan kimia dan jasad renik, dan atau bahaya binatang dan lainnya

14
Gambar 2.8. Alat Pelindung Kaki (Wijanarko 2016)

9. kotak (P3K)
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada
pekerjaan konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek
dan tersedia peralatan P3K. Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan
peralatan P3K yang berisi obat-obatan yang digunakan untuk pertolongan
pertama. Adapun jenis dan jumlah obat-obatan disesuakan dengan aturan yang
berlaku. Sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja dilapangan dapat dilakukan
pertolongan pertama yang akan mengurangi resiko tingginya tingkat.

Gambar 2.9. P3K (Wijanarko 2016)

15
6. Lalulintas di lingkungan proyek
1) Hanya menggunakan jalur detour/eksisting yang tersedia
2) Tidak diperbolehkan menumpang pada kendaraan industri seperti truk
mixer, loader, dan alat berat lainnya.
7. Kendaraan
1) Parkir hanya dipakai di tempat yang ditunjuk, kerapian parkir harus
diperhatikan.
2) Kendaraan internal untuk transportasi boleh digunakan hanya bila izin
mengendarai diberikan oleh perusahaan.
3) Kecepatan maksimum 40 km/jam.
4) Selalu berkendaraan dengan lampu menyala bila keadaan gelap.
8. Peraturan yang berlaku di lokasi proyek konstruksi
1) Semua tanda peringatan, arahan dan tanda-tanda larangan harus
diperhatikan.
2) Dilarang bermain di area kerja
3) Dilarang meminum alkohol dan atau membawa obat terlarang dan senjata
tajam di semua tempat di seluruh area proyek.
4) Tidak boleh orang yang sedang dalam pengaruh alkohol, obat-obatan,
diizinkan bekerja di proyek.
5) Dilarang mengambil foto atau film, di dalam area Proyek tanpa adanya
izin.
6) Sesegera mungkin menyingkirkan barang yang patah, rusak, dan
berbahaya dari area Proyek
7) Dilarang mengisi bahan kimia di dalam kemasan yang bukan
peruntukannya.
8) Dilarang diam dibawah beban yang menggantung.
9) Hati-hati mengangkat beban yang ada di lantai hanya dari posisi jongkok.
9. Daerah Berbahaya
Daerah berbahaya harus diberi tanda atau ditutup sesuai dengan tingkat
bahayanya.
Galian yang terbuka, harus diberi tanda / diamankan dengan memasang (pagar
kayu, seng atau  barikade)

16
1) Panel listrik
2) Area pengelasan
3) Area pengeboran/pemancangan pondasi
10. Keadaan Darurat
Setiap ada keadaan darurat seperti kecelakaan, kebakaran, ledakan, tumpahan
bahan kimia, pelepasan bahan beracun, harus segera dilaporkan ke bagian K3L.
Perencanaan atau tanggap darurat merupakan suatu kegiatan yang di lakukan tim
manajemen dan pekerja yang bertujuan untuk mengantisipasi datangnya keadaan
darurat sehingga semua orang di tempat kerja mengetahui hal-hal apa saja yang
harus dilakukan untuk selamat.

Tujuan perencanaan tanggap darurat ini adalah untuk membimbing setiap individu
yang berada pada situsi kecelakaan atau keadaan darurat guna mencegah atau
meminimalkan cedera atau kerusakan aset serta kerugian material.

Menurut OSHA, perencanaan tanggap darurat minimal harus mencakup hal-hal


sebagai berikut;

1. Susunan tim tanggap darurat mencakup koordinator, tim evakuasi petugas


P3K, dan petugas lain yang diperlukan
2. Skema atau daftar nomor penting yang harus dihubungi saat keadaan
darurat
3. Kebijakan dan prosedur evakuasi, mencakup jalur evakuasi atau tim
evakuasi (floor warden) di setiap lantai, denah evakuasi atau sarana
evakuasi lainnya
4. Prosedur pelapor kecelakaan, kebakaran atau keadaan darurat lainnya
5. Prosedur tindakan darurat mulai dari pra kejadian, saat terjadi keadaan
darurat, dan pasca kejadian. Prosedur juga mencakup pembahasan tentang
peralatan darurat, peralatan pemadam kebakaran,alrm,peralatan P3K

17
11. Ramabu-Rambu K3 yanng berlaku di area proyek

Gambar 2.1 Rambu-Rambu K3


(Sumber data (http://www.ohsas-18001-occupationalhealth-and-safety.com/ )

18
2.4 Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan
hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian
pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalana berangkat dari rumah menuju tempat
kerja daan pulang kerumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui (permenaker no.
PER 03/MEN/1994).
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan
yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap
proses. Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia
dan atau harta benda (suma’mur, 2009).
Kecelakaan kerja juga dapat diartikan sebagai kejadian yang berhubungan
dengan hubungan kerja pada perusahaan dimana kecelakaan kerja terjadi
dikarenakan oleh pekerjaan atau keadaan pada saat melaksanakan pekerjaaan
(Reese, C. D., 2009).
Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman
seperi ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman melampaui
ambang batas. Selain itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang
melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material (ramli, s.,
2010).
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu
proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampakpada masyarakat luas (depkes ri, 2008).
Kecelakaan kerja umumnya diakibatkan oleh beberapa faktor (penyebab).
Teori tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja, antara lain :
1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chamoe Theory) Kecelakaan terjadi atas
kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian
peristiwanya, karena itu kecelakaan kerja terjadi secara kebetulan saja.
2. Teori Kecenderungan Belaka (Accident Prome Theory) Pada pekerja
tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat pribadinya
yang memang cenderung untung mengalami kecelakaan.

19
3. Teori Tiga Faktor Utama Penyebab kecelakaan adalah faktor peralatan,
lingkungan, dan manusia pekerja itu sendiri.
4. Teori Dua Faktor Utama (Two Main factor Theory) Kecelakaan
disebabkan oleh kondisi berbahaya (Unsafe Condition) dan tindakan atau
perbuatan berbahaya (Unsafe Action).
5. Teori Faktor Manusia
6. Menekankan bahwa pada akhirnya semua kecelakaan kerja, baik langsung
maupun tidak langsung disebabkan oleh kesalahan manusi.
Dari kelima teori di atas, dua faktor utama yang dikemukakan oleh H.W.
Heinrch tahun 1920 hingga sekarang masih dianut dan diterapkan oleh para ahli
keselamatan kerja. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition) adalah suatu
kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat langsung
menyebabkan terjadinya kecelakaan.Sedangkan tindakan yang tidak aman (unsafe
action) adalah suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang
memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan.

2.5 Kendala dalam menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja


Keselamatan kerja merupakan suatu permasalahan yang banyak menyita
perhatian berbagai organisasi saat ini karena mencakup permasalahan segi
perikemanusiaan, biaya dan manfaat Ekonomi, Aspek Hukum, pertanggung
jawaban serta citra organisasi itu sendiri (Ervianto, W.I., 2005).
Beberapa faktor yang mendorong keselamatan kerja harus diperhatikan
dengan baik (soeharto, i., 1995) adalah :
1. Rasa peri kemanusiaan penderitaan yang dialami oleh yang
bersangkutan akibat kecelakaan tidak dapat diukur dengan uang
adanya kompensasi hanya membantu meringankan.
2. Pertimbangan ekonomis hal ini dapat berupa biaya kompensasi,
kenaikan premi asuransi, kehilangan waktu kerja. Juga penggantian
alat-alat yang mengalami kerusakan akibat terjadinya kerusakan.
Hambatan yang sering terjadi dalam proyek konstruksi dari sisi

20
Pekerja/ masyarakat:
1) Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar.
2) Banyak pekerja tidak menuntut Jaminan K3 karena.sumber daya manusia
(SDM) yang masih rendah.
Hambatan yang sering terjadi dalam proyek konstruksi dari sisi perusahaan:
1. Perusahaan yang biasanya lebih menekankan biaya produksi atau
Operasional.
2. Memilih meningkatkan efisiensi pekerja untuk menghasilkan keuntungan
yang sebesar-besarnya.
3. Kurangnya pengetahuan tentang penerapan program K3 dari pihak
perusahaan.
4. Kurangnya pengawasan dan sanksi dari pemerintah kepada perusahaan
yang bersangkutan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja denggan menggunakan peralatan
perlindungan diri antara lain : (Charles A. W, 1999, Hal 403).
1) Sulit, tidak nyaman, atau mengganggu untuk digunakan.
2) Pengertian yang rendah akan pentingnya peralatan keamanan.
3) ketidakdisiplinan dalam penggunaan.

2.7 Tinjauan Umum Tentang K3 Konstruksi


Pengertian konstruksi adalah suatu kegiatan membangun sarana maupun
prasarana yang meliputi pembangunan gedung (Building Construction),
pembangunan prasarana sipil (Civil Engineer), dan instalasi mekanikal dan
elektrikal (trianto, 2011).
Menurut undang-undang tentang jasa konstruksi, "jasa konstruksi" adalah
layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan
pekerjaan konstruksi. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian
rangkaian kegiatan perencanaan dan pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan
masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau
bentuk fisik lain (Trianto, 2011).

21
Perkembangan dunia konstruksi pada saat ini mengalami kemajuan yang
sangat pesat bila ditinjau dari segi manajemen dan teknologi konstruksi bangunan.
Dengan semakin rumitnya konstruksi banguan, maka perlu adanya 13
pengendalian dalam manajemen konstruksi khususnya manajemen risiko bidang
K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) (ervianto, 2005). Adanya kemungkinan
kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi akan menjadi salah satu penyebab
terganggunya atau terhentinya aktivitas pekerjaan proyek. Oleh karena itu, pada
saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi diwajibkan untuk menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lokasi kerja dimana masalah
keselamatan dan kesehatan kerja ini juga merupakan bagian dari perencanaan dan
pengendalian proyek (Ervianto, 2005).
Proses pembangunan proyek konstruksi gedung pada umumnya merupakan
kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Situasi dalam lokasi proyek
mencerminkan karakter yang keras dan kegiatannya terlihat sangat kompleks dan
sulit dilaksanakan sehingga dibutuhkan stamina yang prima dari pekerja yang
melaksanakannya. Proyek adalah sekumpulan kegiatan yang dimaksudkan untuk
mencapai hasil akhir tertentu yang cukup penting bagi kepentingan pihak
manajemen. Proyek tersebut salah satunya meliputi proyek konstruksi. Proses
pembangunan proyek konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang
banyak mengandung unsur bahaya (Husen, 2009).
Salah satu fokus perusahaan kontraktor adalah menciptakan kondisi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik di proyek. Sedangkan budaya
keselamatan dan kesehatan kerja memegang peranan yang sangat penting dalam
membentuk perilaku pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan konstruksi ini merupakan penyumbang
angka kecelakaan yang cukup tinggi. Banyaknya kasus kecelakaan kerja serta
penyakit akibat kerja sangat merugikan banyak pihak terutama tenaga kerja
bersangkutan (Widi Hartono, 2012).

22
Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-
pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada
ketinggian. Pada jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung
serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari
ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang
melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan
mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh
para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan
pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam
pedoman K3 konstruksi (Widi Hartono, 2012).
2.8 Manfaat Tentang Penerapan K3 Konstruksi
Pekerjaan konstruksi bangunan merupakan kompleksitas kerja yang
melibatkan bahan bangunan,pesawat/instalasi/peralatan, tenaga kerja dan
penerapan teknologi yang dapat merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja
bahkan mengakibatkan kematian dan kerguian material. Sesuai undang-undang
No. 1 tahun 1970 dikatakan bahwa :
1) Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah.
2) dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau
perairan.
3) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan,
Terkena pentingan benda, terjatuh, terpelosok, hanyut atau terpelanting.
Pekerjaan konstruksi bangunan merupakan pekerjaan yang mengandung potensi
bahaya dan dalam memberi perlindungan keselamatan kerja kepada para pekerja,
diperlukan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja; sesuai dengan
permenaker No. 1/Men/1980 tentang keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi
bangunan dan surat keputusan bersama menteri tenaga kerja No. 174/men/1986
dan No. 104/kpts/1986dan peraturan perundang-undangan K3 .

23
Kecelakaan kerja pada pelaksanaan jasa konstruksi bangunan yaitu :
kejatuhan benda, tergelincir, terpukul terkena benda tajam, jatuh dari ketinggian.
Menurut data Statististik Jamsostek 1981-1987, bahwa kejatuhan benda mencapai
29% dari kecelakaan kerja sektor konstruksi (Pengawasan K3 Konstruksi, 2011)
Melihat dari berbagai masalah keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi
dan belum optimal pengawasan karena begitu kompleksnya pekerjaan konstruksi
dan kurangnya pengawas spesialis K3 konstruksi yang dimiliki oleh departemen
tenaga kerja dan transmigrasi (pengawasan K3 konstruksi, 2011)
di dalam upaya mencegah kecelakaan kerja konstruksi bangunan diperlukan
pengawasan yang terus menerus dan terpadu dari instansi departemen tenaga kerja
dan transmigrasi. Untuk meningkatkan tugas pengawas K3 konstruksi bangunan
diperlukan penambahan jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan salah satu
dengan program pembelajaran jarak jauh melalui suatu diklat (pengawasan K3
konstruksi, 2011).
Dalam suatu perusahaan jasa konstruksi penerapan K3 wajib dilaksanakan
karena pemerintah telah mengatur dalam beberapa undangundang yang telah
dipaparkan sebelumnya.
Dalam menentukan apakah perusahaan tersebut telah menerapkan atau tidak,
maka dalam ditinjau melalui elemen program K3 proyek konstruksi. Program K3
konstruksi terbagi atas 17 bagian, yaitu :

24
1. Kebijakan K3
Merupakan landasan keberhasilan K3 dalam proyek memuat komitment dan
dukungan manajemen puncak terhadap pelaksanaan K3 dalam proyek.
Kebijakan K3 harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja dan digunakan
sebagai landasan kebijakan proyek lainnya.
2. Administratif dan prosedur
Menetapkan sistem organisasi pengelolaan k3 dalam proyek menetapkan
personal dan petugas yang menangani K3 dalam proyek. Administrative
juga menetapkan prosedur dan sistim kerja K3 selama proyek berlangsung
termasuk tugas dan wewenang. Semua unsur terkait organisasi dan sdm
kontraktor harus memiliki organisasi yang menangani K3 yang besarnya
sesuai dengan kebutuhan dan lingkup kegiatan.

3. Identifikasi bahaya
Sebelum memulai suatu pekerjaan,harus dilakukan identifikasi bahaya guna
mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan. Identifikasi bahaya
dilakukan bersama pengawas pekerjaan dan safety departement. Identifikasi
bahaya menggunakan teknik yang sudah baku seperti check list, what if,
hazops, dsb. Semua hasil identifikasi bahaya harus di dokumentasikan dengan
baik dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
Identifikasi bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang meliputi
design phase, procurement, konstruction commisioning dan start-up
penyerahan kepada pemilik.

4. Project Safety Review


Sesuai perkembangan proyek dilakukan kajian K3 yang mencakup
kehandalan K3 dalam rancangan dan pelaksanaan pembangunannya. Kajian
K3 dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa proyek dibangun dengan standar
keselamatan yang baik sesuai dengan persyaratan, jika diperlukan, kontraktor
harus melakukan project safety review untuk setiap tahapan kegiatan kerja
yang dilakukan, terutama bagi kontraktor EPC (Engineering-Procurement-
Construction).

25
Project safety review bertujuan untuk mengevaluasi potensi bahaya dalam
setiap tahapan project secara sistimatis.

5. Pembinaan dan Pelatihan/Safety Tok


Pembinaan dan pelatihan K3 untuk semua pekerja dari level terendah sampai
level tertinggi. Dilakukan pada saat proyek dimulai dan dilakukan secara
berkala. Pokok pembinaan dan latihan yaitu kebijakan K3 proyek cara
melakukan pekerjaan dengan aman cara penyelamatan dan penanggulangan
darurat.
6. Safety Kommitte (Panitia Pembina K3)
Panitia pembina K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan k3 dalam
perusahaan. Panitia pembina K3 merupakan saluran untuk membina
keterlibatan dan kepedulian semua unsur terhadap K3. Kontraktor harus
membentuk panitia pembina K3 atau komite K3 (safety committee). Komite
K3 beranggotakan wakil dari masing-masing fungsi yang ada dalam kegiatan
kerja. Komite K3 membahas permasalahan K3 dalam perusahaan serta
memberikan masukan dan pertimbangan kepada manajemen untuk
peningkatan K3 dalam perusahaan.
Kementerian Tenaga Kerja sudah menerbitkan peraturan perundangan yakni
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/MEN/1987 Tentang Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukkan Ahli
Keselamatan Kerja. Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.
04/MEN/1987 menyebutkan bahwa pengusaha wajib membentuk P2K3
dimana keanggotaannya terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang
susunannya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota.
Keberadaan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) tidak
akan efektif jika kepengurusan tidak didukung oleh kemampuan
manajerialnya. Implementasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
upaya untuk mengendalikan potensi bahaya dengan menerapkan syarat-syarat
K3 sehingga dicapai suatu tingkat risiko yang dapat diterima (risk
acceptable). Syarat-syarat K3 ditetapkan melalui peraturan perundangan.
Implementasi K3 di perusahaan merupakan tanggungjawab bersama antara
pengusaha/manajemen perusahaan dan tenaga kerja.

26
7. Safe Working Practices
Harus disusun pedoman keselamatan untuk setiap pekerjaan berbahaya
dilingkungan proyek misalnya pekerjaan pengelasan, scaffolding, bekerja
diketinggian, penggunaan bahan kimia berbahaya, bekerja diruangan tertutup,
bekerja diperalatan mekanis dsb.

8. Sistim Izin Kerja


Untuk mencegah kecelakaan dari berbagai kegiatan berbahaya, perlu
dikembangkan sistim ijin kerja. Semua pekerjaan berbahaya hanya boleh
dimulai jika telah memiliki ijin kerja yang dikeluarkan oleh fungsi berwenang
(pengawas proyek atau K3). Izin kerja memuat cara melakukan pekerjaan,
safety precaution dan peralatan keselamatan yang diperlukan.

9. Safety Inspection
Merupakan program penting dalam phase konstruksi untuk meyakinkan
bahwa tidak ada unsafe act dan unsafe condition dilingkungan proyek.
Inspeksi dilakukan secara berkala. Dapat dilakukan oleh petugas k3 atau
dibentuk joint inspection semua unsur dan sub kontraktor.

10. Equipment Inspection


Semua peralatan (mekanis, power tools, alat berat dsb) harus diperiksa oleh
ahlinya sebelum diijinkan digunakan dalam proyek. Semua alat yang telah
diperiksa harus diberi sertifikat penggunaan dilengkapi dengan label khusus.
Pemeriksaan dilakukan secara berkala.

11. Keselamatan kontraktor (contractor safety)


Harus disusun pedoman keselamatan konstraktor/sub kontraktor.
Subkontrakktor harus memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan.
Setiap sub kontraktor harus memiliki petugas K3. Pekerja subkontraktor
harus dilatih mengenai K3 secara berkala. Latar belakang kontraktor
merupakan unsur penting dalam perusahaan sebagai mitra yang membantu
kegiatan operasi perusahaan.

27
Kelalaian yang dilakukan kontraktor dapat menimbulkan bahaya bagi operasi
perusahaan dan berakibat kecelakaan perusahaan. Kecelakaan yang menimpa
kontraktor juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

12. Keselamatan transportasi


Kegiatan proyek melibatkan aktivitas transportasi yang tinggi pembinaan dan
pengawasan transportasi diluar dan didalamn lokasi proyek serta semua
kendaraan angkutan proyek harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

13. Pengelolaan lingkungan


Selama proyek berlangsung harus dilakukan pengelolaan lingkungan dengan
baik mengacu dokumen amdal/ukl dan upl selama proyek berlangsung
dampak negatif harus ditekan seminimal mungkin untuk menghindarkan
kerusakan terhadap lingkungan.

14. Pengelolaan limbah dan B3


Kegiatan proyek menimbulkan limbah dalam jumlah besar, dalam berbagai
bentuk. Limbah harus dikelola dengan baik sesuai dengan jenisnya dan harus
segera dikeluarkan dari lokasi proyek.

15. Keadaan darurat


Perlu disusun prosedur keadaan darurat sesuai dengan kondisi dan sifat
bahaya proyek misalnya bahaya kebakaran, kecelakaan, peledakan dsb. Sop
darurat harus disosialisasikan dan dilatih kepada semua pekerja.

16. Accident Investigation and Reporting System


Semua kecelakaan dan kejadian selama proyek harus diselidiki oleh petugas
yang terlatih dengan tujuan untuk mencari penyebab utama agar kejadian
serupa tidak terulang kembali. Semua kecelakaan/kejadian harus dicatat dan
dibuat analisa serta statistic kecelakaan. Digunakan sebagai bahan dalam
rapat komite K3 proyek.

28
17. Audit K3
Secara berkala dilakukan audit K3 sesuai dengan jangka waktu proyek. Audit
K3 berfungsi untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan pelaksanaan K3
dalam proyek sebagai masukan pelaksanaan proyek berikutnya sebagai
masukan dalam memberikan penghargaan K3.

2.9 Pengawasan dari P2K3


Pengawasan dalam proyek meliputi 3 bagian yaitu pengawasan kebijakan,
pengawasan pekerja dan pelaporan tindakan pekerja.
1. Pengawasan Kebijakan Oleh P2K3
Tugas utama dari panitia pengawas kesehatan dan keselamatan kerja adalah
mengawasi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan agar tidak
terjadi ketidaksesuaian antara kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan
dengan kebutuhan para pekerja dalam hal ini menyangkut Kesehatan dan
Keselamatan Kerja,Saat perusahaan membuat suatu kebijakan untuk para
pekerja, petugas P2K3 menjadi salah satu anggota penentu kebijakan karena
petugas K3 mengetahui kebutuhan para pekerja saat bekerja. dalam suatu
proyek, petugas K3 sangat dekat dengan pekerja persoalan rutinnya petugas
K3 untuk mengawasi pekerja sehingga petugas K3 mengetahui kebutuhan
dasar yang dibutuhkan oleh pekerja.
2. Pengawas Terhadap Pekerja
Selain melakukan pengawasan terhadap P2K3 juga melakukan terhadap
tindakan yang di lakukan pada saat sebelum dan sesudah bekerja saat bekerja
dilkukan oleh petugas K3 dengan jadwal rutin setiap hari jam kerja . saat
mengawasi para pekerja, petugas K3 akan akan mencatat pelanggaran yang di
buat oleh pekerja dan menegur secara langsung. Pekerja yang di dapati
melakukan pelanggaran akan lngsung di beri arahan apabilah pekerja tersebut
melakukan pelanggaran yang setimpal maka petugas K3 akan mencatat dan
memberi hukuman kepada pekerja tersebut dengan berupa pengurangan gaji
dan pelanggaran berat akan di berhentikan.dan peraturan ini juga berlagu bagi
seluruh bagian yang ada di tempat proyek yang berlangsung.

29
3. Pelaporan Setiap Tindakan Pekerja
Unit K3 rutin melaporkan setiap tindakan yang dilakukan oleh pekerja pada
saat sebelum dan sesudah bekerja yang berkaitan dengan K3 80 kepada
perusahaan, hal ini bertujuan untuk mengontrol kegiatan para pekerja dalam
pengerjaan proyek pembangunan kondotel Hertasning. Bentuk pelaporan oleh
petugas K3 ke perusahaan adalah saat sebelum bekerja petugas K3
melaporkan jumlah pekerja yang bekerja setiap hari kerja, membuat laporan
rutin yang berkaitan tentang kendala dan hasil pengawasan yang dilakukan
sebelumnya. Setelah melakukan pelaporan sebelum bekerja, petugas K3 juga
melakukan pelaporan setiap tindakan yang dilakukan oleh pekerja baik saat
pekerja tersebut melakukan pelanggaran, saat terjadi kecelakaan ataupun
laporan kebutuhan para pekerja.
2.9.1 Risiko Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Konstruksi
Dalam setiap proyek konstruksi sangat penting dilakukan manajemen
risiko untuk menghindari kerugian atas biaya, mutu dan jadwal proyek.
Manajemen risiko merupakan Pendekatan yang dilakukan terhadap risiko yaitu
dengan memahami, mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko suatu proyek.
Kemudian mempertimbangkan apa yang akan dilakukan terhadap dampak yang
ditimbulkan dan kemungkinan pengalihan risiko kepada pihak lain atau
mengurangi resiko yang terjadi.
Penilaian risiko yang dilakukan meliputi : Identifikasi risiko, memahami
kebutuhan atau mempertimbangkan risiko, menganalisis dampak dari risiko
tersebut/evaluasi risiko, menetapkan siapa yang bertanggung jawab terhadap
risiko tertentu (alokasi risiko).
Melakukan tindakan penanganan yang dilakukan terhadap risiko yang
mungkin terjadi (respon risiko) dengan cara : menahan risiko (risk retention),
mengurangi risiko (risk reduction), mengalihkan risiko (risk transfer),
menghindari risiko (risk avoidance). Risiko-risiko yang terdapat pada proyek
konstruksi sangat banyak, namun tidak semua risiko-risiko tersebut perlu
diprediksi dan diperhatikan untuk memulai suatu proyek karena hal itu akan
memakan waktu yang lama.

30
Oleh karena itu pihak-pihak didalam proyek kontruksi perlu untuk memberi
prioritas. terhadap keuntungan proyek
Risiko-risiko tersebut adalah (Wideman, 1992) :
1. External, tidak dapat diprediksi (tidak dapat dikontrol):
1.) Perubahan peraturan perundang-undangan,
2.) Bencana alam : badai, banjir, gempa bumi,
3.) Akibat kejadian pengrusakan dan sabotase,
4.) Pengaruh lingkungan dan sosial, sebagai akibat dari proyek,
5.) Kegagalan penyelesaian proyek
Menurut Flanagan & Norman (1993), risiko-risiko dalam proyek konstruksi
adalah :
1. Penyelesaian yang gagal sesuai desain yang telah ditentukan/penetapan
waktu konstruksi
2. Kegagalan untuk memperoleh gambar perencanaan, detail
perencanaan/izin dengan waktu yang tersedia.
3. Kondisi tanah yang tak terduga
4. Cuaca yang sangat buruk
5. Pemogokan tenaga kerja
6. Kenaikan harga yang tidak terduga untuk tenaga kerja dan bahan.
7. Kecelakaan yang terjadi dilokasi yang menyebabkan luka.
8. Kerusakan yang terjadi pada struktur akibat cara kerja yang jelek.
9. Kejadian tidak terduga (banjir, gempa bumi, dan lain–lain)

31
2.9.2 Penanganan Risiko Pekerjaan Proyek Konstruksi
Manajemen risiko merupakan Pendekatan yang dilakukan terhadap risiko
yaitu dengan memahami, mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko suatu proyek.
Kemudian mempertimbangkan apa yang akan dilakukan terhadap dampak yang
ditimbulkan dan kemungkinan pengalihan risiko kepada pihak lain atau
mengurangi risiko yang terjadi. Manajemen risiko adalah semua rangkaian
kegiatan yang berhubungan dengan risiko yaitu perencanaan (planning), penilaian
(assessment), penanganan (handling) dan pemantauan (monitoring) risiko
(Kerzner, 2001).
Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk mengenali risiko dalam sebuah
proyek dan mengembangkan strategi untuk mengurangi atau bahkan
menghindarinya, dilain sisi juga harus dicari cara untuk memaksimalkan peluang
yang ada (Wideman, 1992).

1. Mengidentifikasi risiko
Untuk mengidentifikasi risiko, pertanyaan yang perlu dijawab adalah siapa
yang terlibat dalam penilaian risiko dan mengapa? Jenis risiko apa yang
mempengaruhi suatu proyek? Sumber-sumber utama timbulnya risiko yang umum
untuk setiap proyek konstruksi, menurut Duffield dan Trigunarsyah (1999) adalah
:
1) Fisik : kerugian atau kerusakan akibat kebakaran, gempa bumi, banjir,
kecelakaan dan tanah longsor
2) Lingkungan : kerusakan ekologi, polusi dan pengolahan limbah,
penyelidikan keadaan masyarakat
3) Perancangan :
(1) Teknologi baru, aplikasi baru, ketahanan uji dan keselamatan,
(2) Rincian, ketelitian dan kesesuain spesifikasi,
(3) Risiko perancangan yang timbul dari pengukuran dan penyelidikan,
(4) kemungkinan perubahan terhadap rancangan yang telah disetujui,
(5) Interaksi rancangan dengan metode konstruksi

32
4) Logistik :
(1) Kehilangan atau kerusakan material dan peralatan dalam perjalanan,
(2) ketersediaaan sumber daya khusus,
(3) pemisahan organisasi

5) Keuangan :
(1) ketersediaaan dana dan kecukupan asuransi,
(2) penyediaan aliran kas yang cukup,
(3) kehilangan akibat kontraktor, supplie
(4) fluktuasi nilai tukar dan inflasi,
(5) perpajakan,
(6) suku bunga,
(7) biaya pinjaman
1) Langkah penanganan risiko
Evaluasi tingkat penyebab risiko yang terjadi pada saat pelaksanaan pekerjaan
konstruksi Evaluasi risiko pada suatu proyek tergantung pada ( Duffield dan
Trigunarsyah,1999):
1) Probabilitas terjadinya risiko tersebut, frekuensi kejadian
2) Dampak dari risiko tersebut bila terjadi.
Dalam membandingkan pilihan proyek dari berbagai risiko yang terkait sering
digunakan “ Indeks Risiko”: Indeks Risiko = Frekuensi x Dampak
1) Tingkatan risiko yang dapat diterima adalah dimanan Indeks Risiko
berada dalam zona 1 yaitu dampak yang rendah terhadap proyek dengan
probabilitas kejadian sedang, atau probabilitas rendah dengan dampak
yang berarti pada proyek
2) Tingkatan risiko yang tidak dapat diterima berada pada zona 2 dimana
dampak yang tinggi pada proyek dengan kemungkinan kejadian yang
besar atau dampak yang terlalu besar bagi proyek
3) Tingkat risiko yang dianggap dapat diterima akan tergantung sekali
kepada pengambil keputusan berada pada zona.

33
2) Respon risiko
Respon risiko adalah tindakan penanganan yang dilakukan terhadap risiko
yang mungkin terjadi. Risiko-risiko penting yang sudah diketahui perlu ditindak
lanjuti dengan respon yang dilakukan oleh kontraktor dalam menangani risiko
tersebut. Metode yang dipakai dalam menangani risiko (Flanagan & Norman,
1993):
1) Menahan risiko (Risk Retention) Merupakan bentuk penanganan risiko
yang mana akan ditahan atau diambil sendiri oleh suatu pihak. Biasanya
cara ini dilakukan apabila risiko yang dihadapi tidak mendatangkan
kerugian yang terlalu besar atau kemungkinan terjadinya kerugian itu
kecil, atau biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi.
2) risiko tersebut tidak terlalu besar dibandingkan dengan manfaat yang akan
diperoleh.
Mengurangi risiko (Risk Reduction) Yaitu tindakan untuk mengurangi risiko
yang kemungkinan akan terjadi dengan cara:
1. Pendidikan dan pelatihan bagi para tenaga kerja dalam menghadapi risiko
2. Perlindungan terhadap kemungkinan kehilangan
3. Perlindungan terhadap orang dan property
3) Lakukan Secara Langsung Untuk Menemukan Bahaya Yang ada Di
Tempat Kerja
Meliputi :
1) Lakukan inspeksi terhadap semua operasi kerja, peralatan area kerja, dan
segala fasilitas yang terdapat di area kerja
2) Libatkan pekerja untuk ikut serta dalam inspeksi dan lakuakan lakuakan
diskusi dengan pekerja tentang bahaya apa saja yan merka temukan di
tempat kerja atau yang mereka laporkan
3) Dokumentasi setiap inspeksi yang dilakukan untuk memudahkan
pengungkit bahaya yang sudah di kendalikan atau catat hasil dokumetasi
dapat berupa formulir. Foto atau video pada area kerja yang terdapat
potensi bahaya
4) Inspeksi yang dilakukan mencakup semua bidang dan kegiatan, seperti
penyimpan dan pergudangan, pemeliharaan fasilitas dan peralatan kegiatan
kontarktor, subkontraktor dan pekerja sementara di tempat kerja

34
5) Periksa alat-alat berat / transportasi yang di gunakan secara rutin
4) Langkah mengidentifikasi bahaya dan penilayan risiko
1) Panduan manual mesin dan peralatan
2) Material Safety Data Sheet (MSDS) disediakan oleh prosedur bahan kimia
3) Hasil paparan kebersihan industri dan rekam medis pekerja
4) Progam K3 yang mencakup lockout / tagout, ruang terbatas, proses
5) Pola kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terjadi
6) Catatan dan laporan kompensasi pekerja yang menglami kecelakaan dan
penyakit

35
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi penelitian


Lokasi proyek pembangunan gedung RS UPT Vertikal Kota Kupang ini berada
di Desa Manulai II yang berada dalam wilayah salah satu kelurahan yang ada di
kecamatan Alak, Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Batas wilayah kecamatan Alak :
Sebelah utara : Teluk Kupang
Sebelah Timur : Maulafa, Kota Raja, Kota Lama dan Kabupaten Kupang
Sebelah Selatan : Kabupaten Kupang
Sebelah Barat : Kabupaten Kupang dan Selat Semau

Gambar 3.1 peta lokasi (goole maps)

36
GMIT jemaat
sonaf

Lokasi penelitian

Perumahan manulai II

Jln Manulai II

Gambar 3.1 Sketsa lokasi penelitian

3.2 Metode Pengumpulan data


Metode pengambilan data yang dipakai dalam penulisan adalah dengan
menggunakan beberapa metode atau langkah-langkah adalah sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Melakukan peninjauan ke lokasi proyek dan memperoleh dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja serta
mendokumentasikan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Metode Pustaka
Metode pustaka yaitu dilakukan dengan pengumpulan informasi yang
menjadi dasar teori dari berbagai pustaka, dan penelitian-penelitian yang
terdahulu.

37
c. Metode wawancara/interview
Metode wawancara/interview yaitu dilakukan dilingkungan proyek
khususnya yang berpengalaman dan memiliki reputasi yang bagus dalam
lingkungan industry konstruksi.
3.3 Sumber Data
Dalam penyusunan studi ini diperlukan data-data yang mendukung baik itu data
primer maupun data sekunder. Data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan studi
ini sesuai dengan ba tasan dan rumusan masalah seperti pada BAB I.
1. Data primer, yaitu data-data yang diperoleh langsung dari lapangan oleh peneliti.
Data primer diperoleh dari studi lapangan oleh penelitian.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi pemerintah maupun
swasta yang relevan dengan tujuan penelitian ini.
3.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara serta dokumentasi-dokumentasi lapangan.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 20 orang Pekerja di Proyek Kontruksi
Pembangunan RSUPT vertikal Kupang Teknik Analisis data dalam penelitian ini
untuk mengetahui pelaksanaan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
pada proyek Kontruksi Pembangunan RSUPT Vertikal Kupang
a. Data Primer
1. Quitioner
Penyebaran daftar pertanyaan kuesioner/pengisi kuesioner untuk memperoleh
data reabilitas dan validasi yang setinggi mungkin dan untuk mengambil
sampling sikap.
b. Data Sekunder
1. Struktur organisasi yang diperoleh dari kontraktor:
Berikut adalah struktur organisasi proyek pembangunan gedung puskesmas
pakubaun kecamatan amarasi timur.

38
Pemeilik Proyek

KEMENTERIAN
KESEHATAN
REPUBLIK
INDONESIA

Konsultan perencana Konsultan pengawas


Kontraktor pelaksana
PT. BINA KARYA PT. HUTAMA KARYA
PP-HK KSO
(PERSERO) (PERSERO)

Jalur Pemerintah
Jalur Koordinasi

Gambar 3.3 Struktur organisasi proyek

2. data pengamatan pelaksanaan K3 :


1. Jumlah Pekerja Dalam Pekerjaan Konstruksi berjumlah 10 orang pekerja
yakni dalam tahap pekerjaan pengecoran Struktur Kolom pada gedung
Laboratorium (LAB) dalam tahap ini penulis melakukan pengamatan
terhadap pekerja terkait dengan tingkat resiko terjadi nya kecelakaan kerja
pada saat bekerja di kentinggian dan tindakan untuk mengantisipasi
terjadinya kecelakaan kerja pada pekerjaan konstruksi tersebut,

39
(Gambar 3.4 proses pekerjaan pengecoran pada struktur kolom)

2. Langakah Mencegah Terjadinya Kecelakaan Kerja


1. menugaskan personil khusus yang bertanggung jawab kepada
memanajemen kecelakaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
serta kebersihan lingkungan kerja.
2. Memasang rambu-rambu peringatan K3 dalamm lingkungan kerja

3. Data Proyek
Data umum proyek pembangunan gedung RSUPT VRTIKAL KUPANG adalah
sebagai berikut :
a. Pekerjaan : Pembangunan RSUPT vertikal kupang
b. Nomor Kontrak : 600 / 605 / SDK / 2020
c. Nilai Kontrak : Rp.350.2 Miliar
d. Jangka Waktu : 608 Hari Kalender
e. Tahun Anggaran : 2020
f. Pelaksana : PP-HK KSO
g. Konsultan Pengawas : PT HUTAMA KARYA PERSERO

40
mulai

Pengumpulan data

Data primer Data sekunder

1. data hasil 1. Struktur


interview Organisasi
2. Data proyek

Analisis dan pengambilan data

Kesimpulan dan saran

selesai

Gambar 3.3 bagan alir penelitian

41
DAFTAR PUSTAKA

Agus, t., 1989, manajemen sumber daya manusia, pt. Gramedia

Pustaka, jakarta.

Armanda, 2016, penerapan SMK3 bidang konstruksi medan, jakarta

Charles a. W., 1999, peralatan perlindungan diri, journal of structural

Engineering, hal 401.

Departemen kesehatan ri, 2008, pedoman penanggulangan nasional,

Jakarta, depkes ri

Dipohusodo, i., 1996, manajemen proyek & konstruksi. Kanisius.

Jogjakarta.

Dk3n, 1993, pedoman audit keselamatan dan kesehatan kerja, cetakan

Pertama, sekertariat dk3n,jakarta.

Ervianto, w.i., 2005, manajemen proyek kontruksi, penerbit andi

Yogyakarta, yogyakarta.

Menteri tenaga kerja r.i. no. Kep. 463/men/1993 tentang pengertian

Keselamatan dan kesehatan kerja.

Ohsas 18001.2007 occupational health and safety management

System-requirement. Bsi american.

Permenaker no. Per 03/men/1994, penyelenggaraan program jaminan

Sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan

Dan perjanjian kerja waktu tertentu.

42
Permenaker No. 05/MEN/1996, Tentang Sistem Manajemen Keselamatan

Dan Kesehatan Kerja, Menteri Tenaga Kerja, Jakarta.

Permenakertrans No. Per. 15/15MEN/2008, Tentang Pertolongan Pertama

Pada Kecelakaan Di Tempat Kerja.

Ramli, S., 2010. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja,

OHSAS 18001, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.

Reese, C. D., 2009 Occupational Health And Safety Management,

Edisi Kedua, New York: CRC Press.

Sendjun, H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di

Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Siregar, H., 2005, Peranan Keselamatan Kerja Di Tempat Kerja Sebagai

Wujud Keberhasilan Perusahaan,5(1), 1-5.

Soeharto, I., 1995, Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai

Operasional, Penerbit Erlanga, Jakarta.

Suma’mur, P. K., 1981. Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Operasional,

PT. Toko Gunung Agung, Jakarta.

UU No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, BAB 1

Pasal 1 Tentang Istilah-Istilah.

UU No.23 Tahun 1992 Pasal 23 Bagian 6 Tentang Keselamatan Dan

Kesehatan Kerja.

43
LAMPIRAN

Kegiatan pelaksanaan penyelengaraan


K3 bersama instansi kepolisian yang
turut.Serta.berpartisipasi,dalam
kegiatan program penerapan K3 di
lapangan

Proses pengarahan bagi para panitia


penyelengara K3 agar bekerja sesuai
dengan peraturan ketetapan peraturan
yang berlaku di area proyek

Proses pekerjaan pemasangan tangga


untuk bekerja di ketinggian dengan
mengunakan peralatan perlindungan
diri (APD)

Proses pembesian pada struktur beton


dan cara bekerja di ketingian guna
mencegah terjadinya kecelakaan kerja
pada saat bekerja di ketinggian,

KUISIONER

44
No Pernyataan Pilihan
Keselamatan Kerja Ya Tidak
1 Tempat kerja saya menyediakan perlindung kerja seperti
helm, sepatu boots, sarung tangan, masker dll yang dapat
menghindari dari kecelakaan kerja ?
2 Semua peralatan kerja dalam kondisi baik dan layak pakai.?
3 Pemilihan alat dan mesin sesuai dengan pekerjaan saya
4 Semua bagian dari peralatan yang berbahaya telah diberi
tanda atau tidak ?
5 Apakah ada kenjanggalan pada saat mengunakan APD atau
tidak ?
6 Tempat kerja melakukan pengawasan secara lebih intensif
terhadap pelaksanaan pekerjaan saya
7 Tempat kerja memberikan metode/petunjuk kerja yang
dapat mempermudah pekerjaan saya
8 Tempat kerja memberikan pelatihan bagi setiap karyawan
untuk bertindak dengan aman
9 Apakah terdapat standar prosedur kerja?
10 Apakah pekerja menggunakan alat sesuai dengan
petunjuk?
11 Apakah pekerja menggunakan peralatan yang sesuai?
12 Apakah pekerja tidak saling mengobrol selama
menggunakan peralatan tajam?
13 Apapakah pernah terjadi kecelakaan pada saat bekerja di
ketingian?
14 Apakah tempat kerja aman?
15 Apakah ada jaminan kesehatan bagi para pekerja ketika
mengalami kecelakaan kerja ?

45
Apakah langit-langit kuat/ tidak rapuh/ tidak berlubang
16
Apakah lantai tidak licin?
17
18 Apakah tempat kerja bersih?

19 apakah terdapat binatang pengganggu?

20 Apa apakah lantai sering dibersihkan?

21 apakah ada hari libur?


Tempat kerja menyediakan obat-obatan untuk
22 pertolongan pertama apabila terjadi kecelakaan

Tempat kerja memberikan jaminan kesehatan kepada setiap


23 karyawan

Waktu yang diberikan untuk melaksanakan pekerjaan


24 sudah sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh
tempat kerja
Tempat kerja kerja memberikan pendidikan mengenai
25 pentingnya kesehatan dalam menyelesaikan pekerjaan

apakah dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada


27 pekerja?

Melalui pendidikan yang saya peroleh, saya dapat


28 menjalankan tugas dan dapat memperbaiki kualitas kerja
saya

46
Setiap karyawan yang sakit akan dirujuk ke rumah sakit
29 yang telah ditentukan oleh tempat kerja

Tempat kerja menciptakan komunikasi yang baik dengan


30 semua karyawan?

Saya mampu menjalin hubungan kerja yang baik di tempat


31 saya bekerja?

47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Umum


Dalam Penyusunan Laporan Tugas Akhir Yang Berjudul
Hubungan Pelaksanaan Penerapan Program Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Pada Proyek Konstruksi Pembangunan Gedung
RSUPT Vertikal Kupang hasil pengamatan dengan melakukan
metode kuesioner, dapat dilihat Data-Data dari Responden, pakar,
ahli untuk mengidentifikasi permasalahan yang berpengaruh
dalam pemahaman pelaksanaan K3 dalam proyek tersebut, diantaranya
sebagai berikut.
No Kategori Responden Jumlah Prosentse
1 Project Manager 2 6.67
2 Staff Teknik 2 6.67
3 Site Engineer 1 3.33
4 Pelaksana 2 6.67
5 Lainnya / Pekerja 23 76.67
Total 30 100
Kategori Responden
Table 4.1 kategori responden

Sumber: Hasil Kuesioner


Gambar 4.1

Gambar Diagram Kategori Respounden


12
10
8
6
4
2
0
Projet manager Staf Teknik Pelaksana pekerja/lainya

Jumlah Presentase%

48
Pada Table 4.1 Hasil Pelaksanaan Responded Terbanayak Adalah Yang Mengisi
Kuisioner Skor 76.67 Adalah Pekerja. Dan Yang Paling Sedikit Adalah Skor 33.3
Yaitu Staf Teknik

Pendidikan
No terakhir Jumlah Prosentase %
0 0
1 S2
1 3.33
2 S1
4 13.33
3 D3
14 46.67
4 SMK/SMA
11 36.67
5 Lainnya(SD/SLTP)
Total 30 100

Sumber : Hasil Kuisioner

b. Pendidikan Terakhir
Gambar 4.2 Diagram Pendidikan Terakhir

Gambar Diagram Pendidikan Terakhir


16
14
12
10
8
6
4
2
0
S1 S2 D3 SMA/SMK LAINYA/
SD/SLTP

Jumlah Presentase%

Pada Tabel 4.2 Menunjukan Pendidikan Terakhir terbanyak adalah


Skor 46,67 mempunyai pendidikan SMK/SMA, dan skor 36,67 adalah
Lainnya(SD/SLTP).

49
Tabel 4.c. Kategori Perusahaan Tempat Bekerja
Kategori
No Perusahaan Jumlah Prosentase %
9 30.00
1 BUMN
4 13.33
2 Swasta
15 50.00
3 Perorangan
2 6.67
4 Lainya
Total 30 100
Sumber : Hasil kuisioner
Gambar 4.3 Diagram Kategori Perusahaan Tempat Bekerja

Gambar Diagram Kategori Perusahaan


5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
KEMENTRIAN KE- BUMN perorangan lainya
SEHATAN

jumlah Presntase%

Pada Tabel 4.3 Kategori tempat perusahaan tempat Responden


Bekerja dengan Prosentase skor 50 yaitu Perorangan, sedangkan
perusahaan Swasta tempat responden bekerja hanya memperoleh
prosentase skor 13,33.

d. Klarifikasi Perusahaan
Tabel 4.3 Klarifikasi Perusahaan

50
Klarifikasi
No Perusahaan Jumlah Prosentase %
0 0.00
1 Kecil
20 66.67
2 Menengah
10 33.33
3 Besar
Total 30 100
Sumber : Hasil kuesioner

Gambar 4.4 Diagram Klarifikasi Perusahaan

kecil Menengah Besar .

jumlah Presentase%

Pada Tabel 4.4 Menunjukan klarifikasi perusahaan yang pernah


menangani proyek yaitu Perusahaan Skala Dengan Prosentase
terbanyak yaitu skor 66,67, Sedangkan Perusahaan Skala Besar yang
pernah menangani proyek hanya memperoleh prosentase sekor 33,33.

Tabel 4.5 Pengalaman kerja di proyek


Pengalaman kerja di
No proyek Jumlah Prosentase %
15 50.00
1 0 - 5 tahun
7 23.33
2 0 - 10 tahun

51
3 10.00
3 10 - 15 tahun
5 16.67
4 > 15 tahun
Total 30 100
Sumber : Hasil kuisioner

Gambar 4.5 Diagram Pengalaman Kerja Di Proyek

120

100.9
100

19:12
80

19:12
60
50.7

7:12
40

20.12
20

12:00 2.8
0
0-5 Tahun 0-10 Tahun 10-15 Tahun > 15 Tahun

jumlah Presentase%

Pada tabel 4.5 Terlihat dari pakar ahli yang ikut bekerja adalah
skor 50,00 mempunyai pengalaman kerja 0 - 5 tahun.

4.1 Hasil Kuisioner Kecelakaan Yang Terjadi Pada Proyek Konstruksi

52
Table 4.6

Nilai Pengaruh Kecelakaan


Kerja Pada Proyek
Kecelakaan Kerja yang Terjadi Pada Proyek Pembangunan gedung
No Konstruksi Terkait Dengan Keselamatan Kerja RSUPT vertikal kupang
Dan Kesesehatan Kerja ( K3 )
TPT JT ST SST
1 2 3 4
Terbentur (struck by), kecelakaan ini terjadi pada
saat sesorang yang tidak diduga ditabrak atau
1 ditampar sesuatu yang bergerak atau bahan 18 10 2 0
kimia.Contohnya : Terkena pukulan palu,ditabrak
kendaraan,benda asing material.

Membentur (struck againts), kecelakaan yang


selalu timbul akibat pekerja yang bergerak terkena
2 atau bersentuhan dengan beberapa objek atau 22 8 0 0
bahan-bahan kimia. Contohnya : terkena sudut
atau bagian yang tajam, menabrak pipa-pipa, dan
sebagainya.
Terperangkap (caught in, on, between), contoh
dari caught in adalah kecelakaan yang terjadi bila
kaki pekerja tersangkut diantara papan-papan yang
patah dilantai. Contoh dari caught on adalah
3 19 11 0 0
kecelakaan yang timbul bila baju dari pekerja
terkena pagar kawat. Contoh dari caught between
adalah kecelakaan yang terjadi bila lengan atau
kaki dari pekerja tersangkut dalam bagian mesin
yang bergerak.

Jatuh dari ketinggian (fall from above), kecelakaan


4 15 9 5 1
ini banyak terjadi, yaitu jatuh dari ketinggian yang
lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah.
Contohnya jatuh dari tangga atau atap.

53
Jatuh pada ketinggian yang sama (fall at ground
level), beberapa kecelakaan yang timbul pada tipe
5 ini seringkali berupa tergelincir, tersandung, jatuh 17 13 0 0
dari lantai yang sama tingkatnya.

Pekerjaan yang terlalu berat (over-exertion or


strain), kecelakaan ini timbul akibat pekerjaan
6 yang terlalu berat yang dilakukan pekerja seperti 20 7 1 2
mengangkat, menaikkan, menarik benda atau
material yang dilakukan diluar batas kemampuan.

Terkena aliran listrik (electrical contact), luka


7 yang ditimbulkan dari kecelakaan ini terjadi akibat 25 5 0 0
sentuhan anggota badan dengan alat atau
perlengkapan yang mengandung listrik.

Terbakar (burn), kondisi ini terjadi akibat sebuah


8 bagian dari tubuh mengalami kontak dengan 25 5 0 0
percikan, bunga api, atau dengan zat kimia yang
panas.
Rata - Rata 20 8 1 0,38
Jumlah Rata - Rata 7,50

Sumber : Hasil Kuisioner

Keterangan :
TPT : Tidak Pernah Terjadi
ST: Sering Terjadi
JT: Jarang Terjadi
SST : Sangat Sering Terjadi

Berdasarkan Tabel 4.1.1 diketahui bahwa dari 4 jenis kecelakaan, rata - rata
sebanyak 66,7 % responden memilih tidak pernah terjadi, dan sebanyak 26,6 %
Responden mengatakan jarang terjadi. Seperti pada hasil dari data tersebut
kecelakaan kerja hampir tidak pernah terjadi. Dari 4 jenis kecelakaan yang
ditanyakan yang paling sering terjadi diantara yang lain
adalah jatuh dari ketinggian (fall from above), dikarenakan para pekerja tidak
menggunakan alat pelindung diri contohnya tidak memakai body harnes

54
4.2 Penbahasan Penelitian Mengenai Jumlah Respondend Terkait Dengan
Alat Pelindung Diri (APD)
Berikut ini pemaparan dari hasil penelitian hubungan Kompetensi
Teori K3 dan motivasi menggunakan alat pelindung diri:

1. Responden Penelitian
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data yang
digunakan adalah 30 pekerja sesuai dengan jumlah populasi pekerja
program keahlian teknik pengelasan dan pengecoran Struktur Kolom
Beberapa profil akan disajikan dalam data frekuensi guna untuk
melengkapi data keterangan penelitian. data-data profil tersebut antara
lain sebagai berikut:
a. Profil Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh data profil


responden berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut:
Tabel 4.7 Daftar Profil Responden Berdasarkan keahlian

No. Jenis pekerja Frekuensi Persentase


1. Proses 20 8%
pengelasan
besih
2. Pengecoran 15 7%
Struktur
Kolom
Jumlah 35 15 %

Berdasarkan data yang ada dalam Tabel 5 di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa jenis pekerjaan yang mendominasi dalam proses
pengelasan.

55
dengan perolehan persentase sebesar 15 %. Untuk lebih jelasnya, maka data
disajikan juga dalam bentuk diagram lingkaran berikut ini:

Pengelas Pengecoran
an 20% 15% =pengecoean 15%
15%15%pengec
=oranpen
Pengelasan 20%
22220iinjjunu
n v 20cppengePere
mpuan

Gambar 4.7 Profil Responden Berdasarkan Jenis pekerjaan

2. Deskripsi Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu
variabel terikat. Variabel bebas meliputi kompetensi teori K3 (X 1) dan motivasi
menggunakan alat pelindung diri (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah sikap
siswa dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan (Y). Deskripsi dari variabel
penelitian didasarkan pada jumlah skor rata-rata jawaban responden terhadap
kuesioner. Berikut ini akan disajikan deskripsi dari masing-masing variabel.
a. Kompetensi Teori K3

Kompetensi teori K3 adalah tolak ukur kemampuan dalam memahami


berbagai macam hal yang berkaitan dengan teori keselamatan dan kesehatan kerja
(K3). Deskripsi variabel ini diperoleh berdasarkan skor rata-rata jawaban
responden terhadap kuesioner kompetensi teori K3 di dalam lingkungan proyek
yang tercantum dalam 50 butir soal.
Berdasarkan data yang telah terkumpul dan ditabulasikan sebagaimana
terlampir, maka dapat diperoleh bahwa skor terendah dalam variabel kompetensi

56
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kompetensi Teori K3

Interval Frekuensi
No. Absolut Relatif (%) Komulatif Kom.(%)
Pekerja
1 66-67 3 3.33 4 4.44
2 68-69 17 18.89 21 23.33
3 70-71 24 26.67 45 50
4 72-73 24 26.67 69 76.67
5 75-75 18 20 87 96.67
6 76-77 3 3.33 90 100
7 78 1 1.11 91 101.11
Jumlah 90 100
Sumber : Data Olahan (Terlampir)

 Perhitungan Mengunakan Rumus Statistik


jumlah rata−rata
mean( x)=
Banayak Data
= x1 + x2 + 100 + xn

b1
mo=l+i
b 1+ b2

Keterangan:

Mo = Modus

I = Interval Kelas

b1 = Frekuensi Kelas Modus di kurangi Frekuensi Kelas Interval Sebelumnya

b2 = Frekuensi Kelas Modus di Kurangi Frekuensi Kelas Interval Kelas


Sesudahnya

Dengan Hasil Pada Table tersebut maka Teori K3 ini adalah 66 dan skor
tertingginya adalah 91 sehingga rentang skornya adalah 12. Pada analisis data ini
diperoleh beberapa harga-harga statistik yaitu meliputi: 1) harga rerata sebesar
71,6; 2) varians sampel (s2) sebesar 6,15; dan 3) Standar Deviasi (SDi) sebesar
2,48. Adapun distribusi penyebarannya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini:

57
25

20
Frekuensi
15

10

66-67 68-69 70-71 72-73 74-75 76-77 78

Interval Pekerja
Gambar 3. Histogram Distribusi Frekuensi Kompetensi Teori K3

b. Motivasi Menggunakan Alat Pelindung Diri (X2)

Motivasi Menggunakan Alat Pelindung diri yang dimaksud yaitu dorongan


kepada pekerja untuk menyadari akan pentingnya penggunaan alat pelindung diri
pada saat pengelasan di area proyek dan proses pengecoran struktur kolom.
Setiap butir soal dikelompokkan berdasarkan kisi-kisi instrumen masing-masing
aspek variabel penelitian. Dalam hal ini, aspek-aspek tersebut meliputi Motivasi
intrinsik Motivasi ekstrinsik.

Berdasarkan perhitungan sebagaimana terlampir, maka kualitas masing-


masing aspek Motivasi Menggunakan Alat Pelindung Diri disajikan sebagai
berikut:
Tabel 4.8 Kualitas Aspek dalam Instrumen Motivasi Menggunakan APD
No. Indikator Skor Persentase
1. Motivasi Intrinsik 9,6 96 %
2. Motivasi Ekstrinsik 9,6 96 %
Sumber : Data Olahan (Terlampir)

58
Jika kualitas skor maksimal ideal adalah 10 atau dalam persentase adalah
100%, maka motivasi intrinsik dalam menggunakan alat pelindung diri
berdasarkan penilaian program keahlian teknik pengelasan yang mendekati
persentase yang diharapkan sebesar 9,6 atau 96 % dari yang diharapkan yaitu
100%. Sedangkan motivasi ekstrinsik dalam menggunakan alat pelindung diri
menurut penilaian program keahlian teknik pengelasan sebesar 9,6 atau setara
dengan 96 % dari persentase yang diharapkan yaitu 100%. Rata – rata jumlah
skor dari variabel ini adalah 9,6 atau 96 %. Penyajian data motivasi
menggunakan alat pelindung diri berdasarkan penilaian program keahlian teknik
pengelasan disajikan dalam bentuk diagram histogram berikut ini.

Motifasi extrinsik 9.6

Motifasi intrisik 9.6

1 2 4 6 8 10

Gambar 4. Histogram Motivasi Menggunakan Alat Pelindung Diri

Setelah mengetahui kualitas dari masing-masing aspek variabel motivasi


Menggunakan Alat Pelindung Diri, maka langkah selanjutnya adalah
mengumpulkan dan mentabulasikan seluruh data pada variabel tersebut.
Berdasarkan data yang telah terkumpul dan ditabulasikan, maka dapat diperoleh
bahwa skor terendah dalam ini adalah 57 dan skor tertingginya adalah 99 dengan
rentang skor sebesar 42. Pada. data ini diperoleh beberapa harga-harga statistik
yaitu meliputi: 1) harga rerata sebesar 77,18; 2) varians sampel (S2) sebesar 44,90;
dan 3) standar deviasi (SDI) sebesar 6,70. Adapun distribusi penyebarannya dapat
dilihat pada Tabel 8 berikut ini:

59
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Motivasi Menggunakan Alat Pelindung Diri

Interval Frekuensi
No. Pekerja Absolut Relatif (%) Komulatif Kom.(%)
1 57-62 2 2.22 2 2.22
2 63-68 3 3.33 5 5.55
3 69-74 24 26.67 29 32.22
4 75-80 40 44.44 69 76.66
5 81-86 14 15.56 83 92.22
6 87-92 4 4.44 87 96.67
7 93-99 3 3.33 90 100
Jumlah 90 100
Sumber : Data Olahan (Terlampir)

 Rumus Statistic Jumlah Rata-Rata


j
2
qj=lj +i n−fk
f

Keterangan:

Qj = kuartil ke j

J = 1,2,3

i = Interval Kelas

Lj = Tepi Bawah Kelas Qj

Fk = Frekuensi Komulatif Sebelum Kelas Qj

F = Frekuensi Kelas

n = Banyak Data

Dari Hasil Penjumlahan Table di atas menunjukan Jumlah Komulatif Yang Relative
Lebih rendah Dengan Jumlah para Respounden pekerjan dan tingkat komulatif lebih
tinggi dari hasil rata-rata yang terdapat di dalam data yang sudah di Kelola mengunakan
Penjabaran Rumus Statistic

60
Berdasarkan Tabel 7 di atas, maka dapat dibuat grafik histogram distribusi skor
variabel motivasi menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut:

40

30
Frekuensi

20

10

57-62 63-68 69-74 75-80 81-86 87-92 93-99

Interval Pekerja
Gambar 5. Histogram Distribusi Frekuensi Motivasi Menggunakan APD

c. Variabel Sikap Pekerja dalam Penerapan K3 pada Praktik Pengelasan (Y)

Tujuan utama dalam penerapan K3 pada proses pengelasan yang dimaksud


dalam penelitian ini adalah gambaran yang didapat penulisan mengenai prinsip-
prinsip K3 pada saat penelitian ini diambil dari keahlian masing-masing para
pekerja tersebut secara deksriptif dengan mengelompokan hasil skor rata-rata
berdasarkan kisi-kisi instrumen masing-masing aspek variabel penelitian. Aspek-
aspek yang terkait dalam variabel ini meliputi Kognitif, Afektif,Konatif
Berdasarkan rangkuman perhitungan sebagaimana terlampir, maka kualitas
masing-masing aspek terhadap kualitas keahlian adalah sebagai berikut:
Tabel 7. Kualitas Aspek dalam Instrumen Sikap pekerja
dalam Penerapan K3 pada Proses Pengelasan
No. Indikator Skor Persentase

1. Kognitif 9,18 92 %

2. Afektif 4,09 41%

3. Konatif 4,80 48 %

61
Jika kualitas skor maksimal ideal adalah 10 atau dalam persentase adalah 100
%, maka sikap program keahlian teknik las dan pengecoran Struktur Kolom yang
mendekati persentase kualitas yang diharapkan adalah dari aspek kognitif dengan
skor sebesar 9,18 atau 92 % dari yang diharapkan yaitu 100%. Sedangkan yang
terendah adalah aspek afektif dengan skor yang dihasilkan adalah 4,09 atau setara
dengan 41 % dari persentase yang diharapkan yaitu 100%. Rata – rata jumlah skor
dari variabel ini adalah 6,02 atau 60 % dari persentase yang diharapkan yaitu
100%. Berikut ini adalah penyajian data dalam penerapan K3 dalam bentuk
histogram:

Konatif 4.8

Afektif 4.09

Kognitif 9.18

0 2 4 6 8 10
Gamb
ar 6. Histogram Variabel Sikap Pekerja

Setelah mengetahui kualitas dari masing-masing aspek variabel sikap pekerja


dalam penerapan K3 pada pengelasan dan pengecoran struktur kolom maka
langkah selanjutnya adalah mengumpulkan dan mentabulasikan seluruh data pada
variabel ini. Berdasarkan data yang telah terkumpul dan ditabulasikan, maka dapat
diperoleh bahwa skor terendah dalam variabel ini adalah 20 dan skor
tertingginya adalah 69%

62
Berikut ini adalah rangkuman hasil pengujian normalitas data dari keseluruhan variabel
penelitian yang digunakan:
Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data
No. Variabel Penelitian 𝑿𝟐𝒉 𝑿𝟐𝒕 dk Keterangan

1 Kompetensi Teori K3 (X1) 9,03 11,070 5 Normal

2 Motivasi menggunakan 10,67 11,070 5 Normal


APD (X2)

3 Sikap pekerja dalam 10,07 11,070 5 Normal


penerapan K3 pada proses
pengelasan (Y)

Sumber : Data Olahan (Terlampir)


Berdasarkan pengujian normalitas data pada Tabel 11 di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa masing-masing variabel penelitian yang digunakan yaitu
kompetensi teori K3 (X1), motivasi menggunakan APD (X2), dan sikap siswa
dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan (Y) dapat dikatakan berdistribusi
normal. Hal ini terlihat bahwa harga Chi Kuadrat Hitung ( 𝑋2 ) lebih kecil dari
harga Chi Kuadrat Tabel ( 𝑋2 ) dengan harga 11,070. Karena data yang
ℎ asosiatif dapat
digunakan berdistribusi normal, maka pengujian hipotesis
dilanjutkan dengan menggunakan
𝑡 analisis statistik parametris. Ini berarti Ho

ditolak dan Ha diterima.

3. Pengujian Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah. Untuk


itu hipotesis harus diuji kebenarannya secara empiris. Dengan diadakannya
pengujian hipotesis akan dapat diketahui apakah hipotesis-hipotesis yang
telah diujikan tersebut diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis pada
penelitian ini, yaitu terdapat atau tidaknya hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat.

63
Penelitian ini ada tiga hipotesis yang akan diuji. Hipotesis pertama
digunakan untuk menguji korelasi antar variabel bebas dengan variabel terikat.
Metode yang digunakan dalam analisis hipotesis pertama dan kedua
menggunakan korelasi product moment. Hipotesis ketiga digunakan untuk
mengetahui hubungan antara kedua variabel bebas secara bersama-sama dengan
variabel terikat. Pengujian pada hipotesis ketiga ini menggunakan analisis korelasi
ganda.
Selanjutnya korelasi dari tiap-tiap variabel digambarkan dalam tabel

correlations sebagai berikut :

Tabel 10. Hasil Analisis Korelasi Antar Variabel

X1 X2 Y
X1 0,21 0,36
X2 0,31
Y
Sumber : Data Olahan (Terlampir)

Berdasarkan tabel correlations di atas dapat disimpulkan bahwa hasil uji


hipotesis penelitian hubungan kompetensi teori K3 dan motivasi menggunakan
alat pelindung diri terhadap sikap siswa dalam penerapan K3 pada praktik
pengelasan adalah sebagai berikut :

a. Uji Hipotesis 1

Hipotesis pertama berbunyi ”Ada hubungan yang positif antara kompetensi


Teori K3 dengan sikap pekerja dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan”.
Harga koefisien variabel kompetensi teori K3 (X1) dengan sikap siswa dalam
penerapan K3 pada praktik pengelasan (Y) sebesar 0,36 > 0,207 (rtabel), jadi

64
hipotesis 1 diterima.. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara
kompetensi teori K3 terhadap sikap pekerja dalam penerapan K3 pada praktik
pengelasan.

b. Uji Hipotesis 2

Hipotesis ke-dua berbunyi ”Ada hubungan yang positif antara motivasi


menggunakan alat pelindung diri dengan sikap pekerja dalam penerapan K3 pada
praktik pengelasan”. Harga koefisien variabel motivasi menggunakan alat
pelindung diri (X2) siswa dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan (Y)
sebesar 0,31 > 0,207 (rtabel), jadi hipotesis 2 diterima. Dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan yang positif antara motivasi menggunakan Alat Pelindung Diri
terhadap sikap dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan.

c. Uji hipotesis 3

Hipotesis ke-tiga berbunyi ”Ada hubungan yang positif antara kompetensi


teori K3 dan motivasi menggunakan alat pelindung diri dengan sikap dalam
penerapan K3 pada praktik pengelasan”. Harga koefisien variabel kompetensi
teori K3 (X1) dan motivasi menggunakan alat pelindung diri (X2) dengan sikap
siswa dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan (Y) sebesar 0,43 > 0,207
(rtabel), jadi hipotesis 3 diterima. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
positif antara kompetensi teori K3 dan motivasi menggunakan alat pelindung diri
terhadap sikap pekerja dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan.
Setelah mengetahui koefisien korelasi tiap variabel di atas, selanjutnya
disajikan rangkuman analisis korelasi ganda sebagai berikut :

65
r1=0,35
X1

r3=0,21 R=0,43
Y

X2
r2=0,31

Gambar 8. Korelasi Hasil Perhitungan Antar Variabel


B. Pembahasan

Berikut ini pembahasan yang dapat disampaikan dari hasil penelitian


hubungan kompetensi teori K3 dan motivasi menggunakan alat pelindung diri
terhadap sikap siswa dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan adalah sebagai
berikut :

1. Hubungan Kompetensi Teori K3 dengan Sikap Siswa dalam Penerapan K3


pada Praktik Pengelasan

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi product


moment terungkap bahwa terdapat hubungan yang positif antara kompetensi teori
K3 dengan sikap pekerja dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan.
Berdasarkan hasil analisis perhitungan korelasi product moment, secara empirik
didapatkan bahwa nilai korelasi antara kompetensi teori K3 dengan sikap siswa
dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan adalah sebesar 0,35. Korelasi antar
variabel ini merupakan korelasi yang positif. Jika hasil korelasi ini
diinterprestasikan, hubungan antara variabel kompetensi teori K3 dengan sikap
siswa dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan. memiliki korelasi yang
rendah.
66
Hal ini disebabkan karena pengetahuan siswa yang masih terbatas mengenai
berbagai macam undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja. Rendahnya
pengetahuan siswa mengenai undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja
dapat dilihat dari data yang terlampir. Hampir secara keseluruhan salah pada
pertanyaan yang berkaitan dengan undang-undang keselamatan dan kesehatan
kerja. Padahal undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja merupakan dasar
hukum yang menjadikan landasan prinsip/aspek keselamatan dan kesehatan
kerja.Rendahnya pengetahuan mengenai undang-undang keselamatan dan
kesehatan kerja membuat mengenai pentingnya penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja saat praktik pengelasan menjadi rendah. Dalam hal ini siswa
cenderung mengabaikan prinsip-prinsip keselamatan kerja di area proyek
dikarenakan kurang memahami berbagain macam standar operasional di bengkel
las. sering melakukan kesalahan dalam penggunaan peralatan praktik yang
menyebabkan kecelakaan kerja, hal ini dikarenakan pengetahuan masih kurang
mengenai cara menggunakan peralatan praktik yang sesuai dengan prinsip
keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bila
kompetensi teori K3 yang dimiliki ditingkatkan, maka sikap dalam penerapan K3
pada praktik pengelasan juga akan ikut meningkat. Begitu juga sebaliknya bila
kompetensi teori K3 yang dimiliki rendah, maka sikap dalam penerapan K3 pada
praktik pengelasan juga akan rendah. Dengan demikian, pengembangan
kompetensi teori K3 perlu dilakukan untuk mengembangkan dalam penerapan
K3 pada praktik pengelasan ke arah positif, karena pembentukan sikap dan cara
pengunaan alat pelindung diri APD

67
dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan dihubungani oleh kompetensi
teori K3 yang dimiliki siswa.

Peningkatan kompetensi teori K3 yang dimiliki siswa dapat dilakukan dengan


berbagai cara. Misalnya dengan cara mewajibkan untuk membaca buku- buku
keselamatan dan kesehatan kerja dan undang-undang K3, guru memberikan tes
tertulis di setiap akhir pembelajaran, guru mengadakan diskusi mengenai aspek-
aspek yang bersangkutan dengan K3, dan pemberian tugas untuk membuat
makalah mengenai keselamatan kerja di bengkel pengelasan. Cara-cara ini
diharapkan membuat pekerja lebih aktif dalam pembelajaran teori K3, diharapkan
dengan meningkatnya keaktifan dalam pembelajaran akan membuat lebih
memahami dan mengerti aspek-aspek yang berkaitan dengan keselamatan kerja.
Dengan lebih memahami dan mengerti akan berbagai aspek keselamatan kerja,
diharapkan siswa selalu mengingat hal-hal tersebut saat diterapkan dalam praktik
pengelasan.

2. Hubungan Motivasi Menggunakan Alat Pelindung Diri dengan Sikap Pekerja


dalam Penerapan K3 pada Praktik Pengelasan

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi product


moment terungkap bahwa terdapat hubungan yang positif antara motivasi
menggunakan alat pelindung diri dengan sikap siswa dalam penerapan K3 pada
praktik pengelasan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan korelasi product
moment, secara empirik didapatkan bahwa nilai korelasi antara motivasi
menggunakan alat pelindung dengan sikap siswa dalam penerapan K3 pada
praktik pengelasan adalah sebesar 0,31. Korelasi antar variabel ini merupakan
korelasi yang positif. Jika hasil korelasi ini diinterprestasikan, hubungan antara

68
variabel motivasi menggunakan alat pelindung dengan sikap pekerja dalam
penerapan K3 pada praktik pengelasan memiliki korelasi yang rendah.
Hal ini disebabkan oleh sebagian siswa dari data yang ada memiliki nilai
yang kurang dalam motivasi menggunakan alat pelindung diri. Misalnya
kesadaran diri yang kurang mengenai pentingnya penggunaan alat pelindung diri,
pekerja sering memiliki pemikiran bahwa menggunakan alat pelindung diri hanya
akan mengganggu pekerjaan. Selain itu motivasi siswa yang kurang dalam
penggunaan alat pelindung diri saat praktik bisa disebabkan karena jarang adanya
peringatan dari guru maupun intrukstur praktik saat praktik pengelasan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bila motivasi
menggunakan alat pelindung diri yang dimiliki ditingkatkan, maka sikap siswa
dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan juga akan ikut meningkat. Begitu
juga sebaliknya bila motivasi menggunakan alat pelindung diri yang dimiliki
rendah, maka sikap dalam penerapan K3 pada praktik pengelasan juga akan
rendah. Dengan demikian, pengembangan motivasi menggunakan alat pelindung
diri perlu dilakukan untuk mengembangkan sikap dalam penerapan K3 pada
praktik pengelasan ke arah positif, karena pembentukan sikap dalam penerapan
K3 pada praktik pengelasan dihubungani oleh motivasi menggunakan alat
pelindung diri yang dimiliki siswa.
Peningkatan motivasi siswa dalam menggunakan alat pelindung diri dapat
dilakukan dengan berbagai hal. Misalnya dengan cara memberikan peringatan dan
sanksi kepada siswa yang tidak menggunakan alat pelindung saat praktik, guru
memberikan nilai tambahan kepada pekerja yang mematuhi penggunaan alat
pelindung diri agar pekerja lain lebih termotivasi, pengawas dalam bidang K3
memberikan contoh dan petunjuk penggunaan alat pelindung diri yang tepat.
Selain itu pekerja harus membiasakan memiliki pola pikir bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan hal yang paling penting.

69
LAMPIRAN

Proses Pemantauan Dan


Melakukan Penelitian
Terkait Dengan Proses
Pekerjaan Struktur
Kolom Dengan
Memperhatikan
Pengunaan Alat
Pelindung Diri APD di
lokasi area proyek

Proses Pembesian
Dengan Prosedur Bekerja
Di Ketinggian
Megunakan Alat Berat
Sebagai Pembantu Untuk
Mempermudah Pekerjaan

Proses pengelasan sesua


intruksi Pembina K3
dengan menunjukkan
cara dan Teknik
pengelasan dan
mengunakan APD dalam
melakukan pekerjaan
yang rentan terhadap
kecelakaan

70
71
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sangat diperlukan karena
menyangkut perusahaan dan karyawannya. Penerapan K3 ini juga harus memiliki
prosedur yang benar yang harus diikuti sesuai dengan aturan perundang- undangan,
karena apabila K3 tidak terlaksana, tentu akan memberikan dampak buruk terhadap
perusahaan dan karyawannya sendiri.
Dari hasil pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai masalah
keselamatan dan kesehatan kerja karyawan PT BINA KARYA (PERSERO) adalah
sebagai berikut:
1. Adanya kendala dalam proses penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan
kerja yang dilakukan oleh pihak perusahaan khususnya pada tahapan
pengunaan alat pelindung diri dan tahapan dalam pemantauan atau
pengawasan yang berdampak buruk bagi para pekerja sehingga menyebabkan
masih banyaknya terjadi kecelakaan kerja di lingkungan kerja.
2. Lingkungan kerja yang kurang aman merupakan salah satu ancaman bagi
para karyawan pada saat bekerja oleh karena itu, kurangnya pengetahuan dan
pelatihan yang diberikan perusahan terhadap Karyawan menyebabkan
karyawan lalai dan tidak patuh terhadap peraturan dalam menggunakan alat
pelindung diri (APD) dikarenakan karyawan merasa tidak nyaman dalam
penggunaan alat pelindung diri dari segi bentuk dan ukuran sehingga masih
rentannya terjadi kecelakaan kerja
3. Serta kurang dilakukannya pengontrolan atau pengawasan yang dilakukan
pihak manajemen terhadap para pekerja dan kondisi lingkungan kerja
sehingga masih adanya para karyawan yang acuh dan tidak menaati peraturan
dengan baik. Oleh sebab itu diperlukannya usaha-usaha yang lebih maksimal
lagi yang harus dilakukan perusahaan dalam menanggulangi bahaya dalam

72
bekerja dan kecelakaan kerja
5.2 Saran
Dari kesimpulan diatas, saran yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi
perusahaan ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan lebih memperhatikan prosedur penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) dan memberikan pengertian secara kontinyu kepada
karyawan agar mereka mentaati penggunaan alat pelindung diri (APD) guna
keselamatan kerja.
2. Diharapkan dapat meningkatkan kuantitas pelatihan tentang keselamatan dan
kesehatan kerja untuk memberikan pengetahuan kepada karyawan mengenai
bahaya-bahaya yang dapat terjadi dari pekerjaan yang mereka lakukan dan
pentingnya melindungi diri, serta memelihara mesin-mesin pabrik agar tetap
dalam kondisi baik dan tidak membahayakan karyawan pada saat bekerja.
3. Pihak manajemen lebih intensif lagi mengawasi dan memperingatkan
karyawannya secara terus menerus setiap memulai pekerjaannya dan
meningkatkan lagi kinerja supervisor agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik serta partisipasi dari karyawan lainnya dalam menaati peraturan
sehingga masalah keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dapat terawasi
dengan baik dan berjalan sesuai dengan harapan perusahaan.

73

Anda mungkin juga menyukai