Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara berkembang dimana banyak pembangunan
yang sedang dilaksanakan. Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang
terkenal akan pariwisatanya, untuk menunjang pariwisata yang ada di Provinsi Bali
maka perlu di dukung oleh insfrinfrastruktur bangunan yang baik. Hotel merupakan
salah satu pembangunan yang banyak dibangun di Provinsi Bali guna untuk
meakomodasi pariwisata yang ada di Provinsi Bali. Setiap pelaksanaan proyek
kontruksi tentunya diharapkan agar proyek tersebut dapat terlaksana dengan baik,
diamana tingkat kesuksesan proyek dapat di lihat dari proyek yang selesai
memenuhi spesifikasi yang diinginkan, proyek dapat selesai tepat waktu, efffisiensi
biaya, kemanan dan Kesehatan kerja terjamin.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang sangat penting
dalam pelaksanaan proyek kontruksi. Jika K3 tidak diterapkan dengan baik maka
akan mempengaruhi kesehatan pekerja, diamana hal ini akan berdampak terhadap
terhdap biaya dan waktu pekerjaan. K3 merupakan jaminan bagi pekerja kontruksi
di setiap perusahaan kontruksi, selain itu K3 juga bermanfaat untuk kemananan dan
kenyamanan para pekerja. Dalam masa sekarang ini seringkali hal-hal seperti alat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sering diabaikan dengan berbagai alasan
seperti tidak merasa nyaman dalam bekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sering di sepelekan karena dianggap hanya membuang waktu dan uang. Masalah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia masih sering terabaikan.
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat, pada tahun 2017 angka
kecelakaan kerja yang dilaporkan mencapai 123.041 kasus, sementara sepanjang
2018 mencapai 173.105 kasus dengan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
sebesar Rp 1,2 triliun.

Di era sekarang ini seringkali hal-hal seperti alat Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) sering diabaikan dengan berbagai alasan seperti tidak merasa
nyaman dalam bekerja, keselamatan dan kesehatan kerja sering di sepelekan karena
dianggap hanya membuang waktu dan uang. Oleh karena itu perlu adanya
perencanaan biaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada proyek bangunan.
Adanya paradigma tentang safety contruction yang dianggap hanya membuat mahal
nilai proyek yang tidak sepenuhnya betul,jika diteliti lebih jauh sebab biaya yang
harus dikeluarkan untuk satu kecelakaan nilainya jauh lebih fantastis dibandingkan
biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan peralatan safety tersebut.

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan studi Perencanaan Biaya


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pelaksanaan Kontruksi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan yang sudah dijelaskan pada latar belakang di atas, maka


perumusan masalah pada penelitian ini adalah
1. Seberapa besar penerapan biaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dalam proyek Bali Intercontinental Grand Ballroom.
2. Berapa persen persentase penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dalam Intercontinental Grand Ballroom.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui penerapan biaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dalam proyek Bali Intercontinental Grand Ballroom.
2. Untuk mengetahui persentase penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dalam proyek Bali Intercontinental Grand Ballroom.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Penelitian ini hanya meneliti proyek Bali Intercontinental Grand Ballroom
yang berlangsung disalah satu kabupaten yang ada di Provinsi Bali.
2. Penelitian ini hanya proyek Bali Intercontinental Grand Ballroom tahun
anggaran 2021.
3. Penelitian ini hanya pada 1 (satu) Dinas Pekerjaan Umum.
4. Penilitian ini membahasas tentang keselamatan dan kesehatan kerja secara
teori serta peraturan dan perundang-undangan yang mengatur tentang K3.
5. Tidak memperhitungkan faktor biaya

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat –manfaat penelitian yang dapat diperoleh, yaitu:


1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan tentang pengetahuan
pentingnya perencanaan biaya kesehatan dan keselamatan kerja dalam
setiap proyek terutama dalam bidang kosntruksi, agar proyek tersebut dapat
terlakasana dengan baik dimana tingkat kesuksesan suatu proyek dapat
dilihat dari proyek yang selesai memenuhi spesifikasi yang diinginkan,
proyek dapat selesai tepat waktu, effisiensi biaya, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja terjamin.
2. Bagi institut, memberikan pengetahuan dan informasi dalam pengembangan
ilmu manajemen khususnya dibidang teknik sipil tentang penerapan konsep
rancangan biaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek,
sehingga sesuai dengan biaya anggaran.
3. Bagi jasa kontraktor, dapat memberikan masukan dalam menerapkan
rancangan biaya keselamatan dan kesahatan kerja di dalam proyek.

1.6 Metodelogi Penelitian

Metode yang digunakan pada skripsi adalah dengan melakukan wawancara


dan analisis data yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.7 Sistematika Penulisan

Proses penelitian ini dapat dilihat melalui sistematika penulisan sebagai


berikut:
BAB I: Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang permasalahan penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian.
BAB II: Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas teori – teori yang digunakan sebagai acuan dalam
penulisan skripsi ini. Studi pustaka dilakukan pada buku-buku referensi yang ada,
jurnal dan bahan kuliah serta sumber lain yang mendukung penelitian penulisan ini.
Bab III: Metodologi Penelitian
Bab ini membahas mengenai metode penelitian, pembahasan mengenai
langkah – langkah analisa evaluasi proyek yang akan dilakukan, serta metode atau
rumusan yang dijadikan acuan dalam analisa.
Bab IV: Pelaksanaan dan Hasil Penelitian
Bab ini berisi deskripsi pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan
mencakup pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi data, setelah itu
menjelaskan tentang temuan hasil dalam penelitian ini.
Bab V: Penutup
Sebagai bab terakhir, bab ini akan menyajikan secara singkat kesimpulan
yang diperoleh dari pembahasan dalam bab IV dan juga memuat saran-saran bagi
pihak yang berkepentingan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
BAB lI
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum


Keselamatan dan Kesehatan Kerja setiap pekerjaan atau
usaha selalu mengandung potensi risiko berbahaya dalam bentuk
kecelakaan kerja atau penyakit kerja. Besarnya potensi kecelakaan
dan penyakit kerja tersebut tergantung dari jenis produksi, teknologi
yang terpakai, bahan yang di gunakan, tataruang dan lingkungan
bangunan serta kualitas manajemen dan tenaga-tenaga pelaksana.
Kasus-kasus kecelakaan dan penyakit kerja di seluruh dunia
termasuk di Indonesia masih cukup besar, baik di kota maupun di
desa, baik sektor industri, konstruksi maupun juga di sector
pertanian. Kecelakaan dan penyakit kerja tersebut mengakibatkan
banyak pekerja meninggal, cacat dan mengidap penyakit kronis
sehingga tidak mampu lagi bekerja. Dengan kondisi fisik yang
menurun atau menjadi tidak mampu lagi untuk bekerja, penghasilan
pun akan berkurang atau menjadi tidak ada. Oleh sebab itu perlu
pemberian kompensasi akibat kecelakaan dan penyakit kerja
(Thresia Deisy Rawis,Jermias Tjakra, Tisano Tj. Arsjad,2016).

2.1.1 Lambang dan Makna Logo K3


Para Praktisi K3 di Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi
mengenal dan melihat logo atau lambang K3 di Indonesia, namun
tahukah anda bahwa logo K3 tersebut sesungguhnya memiliki
maknamakna yang terkandung didalamnya. Makna dan arti dari
logo K3 tersebut diatur didalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia (No:KEP.1135/MEN/1987) Tentang Bendera
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Gambar yang terdapat pada logo K3 tersebut merupakan
Palang Berwarna Hijau yang dilingkari dengan Roda Bergigi Sebelas
dengan Warna Hijau. Gambar tersebut sesungguhnya memiliki arti
dan makna yang mendasar, yaitu Lambang dan Makna Palang yang
berarti bebas dari kecelakaan dan sakit akibat kerja. Roda gigi
memiliki makna bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.
Warna Putih yang digunakan berarti bersih, suci. Warna Hijau yang
di gunakan memiliki makna selamat, sehat dan sejahtera. Sedangkan
sebelas gerigi roda adalah unsurunsur 11 Bab dalam Undang-undang
Keselamatan Kerja
(UU/No.1/Th.1970).
Adapun ketentuan-ketentuan lain mengenai detail dimensi
bendera, logo dan lain sebagainya dapat dilihat pada Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia (No: KEP.1135/MEN/
1987) Tentang Bendera Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.

Gambar 2.1 Logo Keselamatan dan Kesahatan Kerja

2.1.2 Tujuan Keselamatan Kerja


Adapun tujuan diselenggarakannya keselamatan kerja
adalah Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan konstruksi, Menjamin keselamatan setiap
orang yang berada ditempat kerja, Sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman dan efisien. (Thresia Deisy
Rawis,Jermias Tjakra, Tisano Tj. Arsjad,2016).
2.1.3 Syarat-Syarat Keselamatan Kerja
Guna memenuhi sasaran keselamatan kerja haruslah
memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 pasal 3 ayat 1, yaitu
mencegah dan mengurangi kecelakaan, mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran, mencegah dan mengurangi bahaya
peledakan, memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri
pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya,
memberi pertolongan pada kecelakaan, memberi alat-alat
perlindungan diri pada para pekerja, mencegah dan mengendalikan
timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran, mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan,
memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan
suhu dan lembab udara yang baik, menyelenggarakan penyegaran
udara yang cukup, memelihara kebersihan, kesehatan dan
ketertiban, memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya, mengamankan dan
memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang,
mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan,
mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat,
perlakuan dan penyimpanan barang, mencegah terkena aliran listrik
yang berbahaya, menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan
pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah
tinggi (Thresia Deisy Rawis,Jermias Tjakra, Tisano Tj.
Arsjad,2016).
2.1.4 Pemenuhan Peraturan Perundangan-Undangan Dan Pedoman
K3
Semua peraturan perundangan-undangan, standar dan
pedoman yang terkait K3 pekerjaan pada umumnya dan yang terkait
jenis pekerjaan konstruksi pada khususnya, wajib dilaksanakan
sebagaimana mestinya sesuai dengan (Permen PUPR 2021).

2.1.5 Jaminan Sosial


Jaminan sosial tenaga kerja dalam pasal 1 angka 2 Undang-
Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan
bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun masyarakat.

2.1.6 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas
sebaikbaiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang
penyembuhan
(kuratif).

2.1.7 Jaminan Kematian


Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat
kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan
sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga
yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian
dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya
pemakaman maupun santunan berupa uang.
2.1.8 Jaminan Hari Tua
Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah karena tidak
lagi mapu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat
menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi
ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma bagi mereka yang
penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian
penerimaan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat
tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau
memenuhi persyaratan tersebut.

2.2 Undang – Undang dan peraturan


2.2.1. Dasar Hukum
Dasar Hukum dari Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah
UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa : “ Setiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan “.

2.2.2. Undang – Undang Dan Peraturan


a. Undang – undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan dan
kesehatan Kerja yang menetapkan bahwa setiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional serta membuat ketentuan- ketentuan
umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Industrialisasi, Teknik dan Teknologi.
b. Peraturan Menteri Tenaga dan Transmigrasi No. Per.01 /Men/1980
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada konstruksi
bangunan. Peraturan ini menetapkan ketentuan – ketentuan yang
mengatur mengenai keselamatan dan kesehatan kerja pada
pekerjaan konstruksi bangunan.
c. Keputusan mentri tenaga kerja No.196/Men/1999 tentang
penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga
kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu
pada sektor jasa konstruksi.
d. Peraturan Mentri Tenaga Kerja No.5 /Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan ini
mengatur tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi
dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 50 Tahun 2012
tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Peraturan ini mewajibkan setiap perusahaan untuk
menerapkan Sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja
yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terencana, terukur, dan
terintegrasi.
f. Undang – Undang Republik Indonesia Nomer 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi Pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa
penyelenggara pekerjaan konstuksi wajib memenuhi ketentuan
tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja,
serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib
penyelenggaran pekerjaan konstruksi.
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomer: 05/PRT/M/2014
tentang Pedoman Sistem Manajemen keselamatan dan Kesahatan
Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
h. Surat Edaran Nomor: 66/SE/M/2015 tentang Biaya
Penyelenggaraan Sistem Manajemen keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
2.3 Sistem Manajemen K3 (SMK3)

a. Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan


Kesehatan Kerja) menurut Permenaker No 5 Tahun 1996.
Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari
perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan, pengukuran, dan tidak
lanjut yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang ada. Sistem
manajemen adalah kegiatan manajemen yang teratur dan saling
berhubungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (PT.
Brantas Abipraya, 2008).
Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja ialah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung-jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

b. Pengertian Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan


Kerja) menurut standar OHSAS 18001:2007, ialah bagian dari
sebuah sistem manajemen organisasi (perusahaan) yang digunakan
untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan K3 dan
mengelola risiko K3 organisasi (perusahaan) tersebut.

c. Tujuan penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) Secara umum


tujuan dan sasaran dari Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah untuk menciptakan suatu sistem
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif. Tujuan dari penerapan Sistem
Manajemen K3 antara lain:
1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai manusia.
2. Meningkatkan komitmen pemimpin dalam melindungi tenaga
kerja.
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk
menghadapi era globalisasi.
4. Proteksi terhadap industri dalam negeri.
5. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional.
6. Mengeliminir boikot LSM internasional tergdap produk ekspor
nasional.
7. Menigkatkan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan
sistem.
8. Pencegahan terhadap problem social dan ekonomi terkait
penerapan Keselamatn dan Kesehatan Kerja.(PT. Brantas
Adipyara, 2008)

d. Perencanaan K3
Proses berikutnya dalam Sistem Manajemen K3 adalah perencanaan
K3, perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna
mencapai keberhasilan penerapan Sistem Manajemen K3 dengan
sasaran yang jelas dan diukur. Perencanaan harus memuat tujuan,
sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan
mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya penilian dan
pengendalian risiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang
berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap keselamatan
dan kesehatan kerja.
2.4 Ahli Keselamatan Dan Kesehatan (K3)
Klasifikasi ahli K3 konstruksi terbagi menjadi 3 bagian
a. Ahli K3 Konstruksi Muda uraian tugas dan tanggung jawab tenaga
ahli K3 konstruksi muda adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
dan terkait K3 Konstruksi.
2. Mengkaji dokumen kontrak dan metode kerja pelaksanaan
konstruksi.
3. Merencanakan dan menyusun program K3.
4. Membuat prosedur kerja dan instruksi kerja penerapan
ketentuan K3.
5. Melakukan sosialisasi, penerapan dan pengawasan pelaksanaan
program, prosedur kerja dan instruksi kerja K3.
6. Melakukan evaluasi dan membuat laporan penerapan SMK3
dan pedoman teknis K3 konstruksi.
7. Mengusulkan perbaikan metode kerja pelaksanaan konstruksi
berbasis K3, jika diperlukan.
8. Melakukan penanganan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja serta keadaan darurat.

b. Ahli K3 Konstruksi Madya uraian tugas dan tanggung jawab tenaga


ahli K3 konstruksi muda adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
dan terkait K3 Konstruksi.
2. Mengelola dokumen kontrak dan metode kerja pelaksanaan
konstruksi.
3. Mengelola program K3.
4. Mengevaluasi prosedur dan instruksi kerja penerapan ketentuan
K3.
5. Melakukan sosialisasi, penerapan dan pengawasan pelaksanaan
program, prosedur kerja dan instruksi kerja K3.
6. Mengelola laporan penerapan SMK3 dan pedoman teknis K3
konstruksi.
7. Mengelola metode kerja pelaksanaan konstruksi berbasis K3,
jika diperlukan.
8. Mengelola penanganan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja serta keadaan darurat.

c. Ahli K3 Konstruksi Utama uraian tugas dan tanggung jawab tenaga


ahli K3 konstruksi muda adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
dan terkait K3 Konstruksi
2. Mengevaluasi dokumen kontrak dan metode kerja pelaksanaan
konstruksi
3. Mengevaluasi program K3
4. Mengevaluasi prosedur dan instruksi kerja penerapan ketentuan
K3
5. Melakukan sosialisasi, penerapan dan pengawasan pelaksanaan
program, prosedur kerja dan instruksi kerja K3
6. Melakukan evaluasi dan membuat laporan penerapan SMK3
dan pedoman teknis K3 konstruksi
7. Mengevaluasi perbaikan metode kerja pelaksanaan konstruksi
berbasis K3, jika diperlukan
8. Mengevaluasi penanganan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja serta keadaan darurat

2.5 Manajemen Biaya


Manajemen biaya proyek merupakan salah satu hal yang
menentukan keberhasilan suatu proyek. Ketika manajemen biaya
diintegrasikan dengan manajemen kualitas dan manajemen waktu,
maka ketiganya akan membentuk suatu sasaran proyek. Manajemen
biaya berperan dalam seluruh fase proyek, dimana manajemen
biaya terdiri dari perencanaan biaya (cost planning) dan
pengendalian biaya (cost control).
Tahap konseptual merupakan tahap paling pertama dimana
manajemen biaya berperan dalam mengestimasi biaya proyek. Pada
tahap ini, hasil estimasi biaya koseptual, faktor-faktor yang
mempengaruhi biaya konstruksi pada pembangunan gedung
(Thresia Deisy Rawis,Jermias Tjakra, Tisano Tj. Arsjad,2016).

2.5.1 Manajemen Proyek Konstruksi


Manajemen Proyek Konstruksi dapat dipisahkan menjadi
3 (tiga) kata yaitu Manajemen, Proyek dan Konstruksi. Manajemen
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengelola pekerjaan
dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan sekelompok
orang. Secara umum Manajemen dapat artikan sebagai suatu Ilmu
dan Seni. Manajemen dalam pengertian sebagai Ilmu adalah karena
Manajemen bisa dipelajari sama seperti ilmu pengetahuan lain
umumnya.
Manajemen dalam pengertian sebagai seni karena
manajemen bersifat abstrak dimana pengembangan keterampilan
manajemen hanya didapatkan melalui bakat, kemampuan dan
pengalaman dalam mengembangkan seni manajemen.
Namun hasil yang terbaik akan diperoleh bila Ilmu dan
Seni dalam manajemen itu bertindak saling melengkapi
(complementary). Jadi pengertian manajemen dalam hal ini adalah
seni mengelola kegiatankegiatan untuk mencapai sasaran yang
optimal.
Proyek adalah suatu kegiatan berkesinambungan yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk mencapai sasaran yang
ditentukan dengan waktu dan sumber daya yang terbatas di suatu
lokasi tertentu.

2.5.2 Anggaran/Biaya (Cost)


Dell’Isola (1997) berpendapat bahwa biaya adalah
jumlah segala usaha dan pengeluaran yang dilakukan dalam
mengembangkan, memproduksi dan mengaplikasikan
produk/proyek atau dengan kata lain merupakan biaya siklus hidup
(life cycle cost – LCC). LCC adalah keseluruhan biaya yang dimulai
dari tahap awal perencanaan sampai pada akhir pemanfaatan suatu
fasilitas (Berawi MA, 2014).

2.6 Biaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menurut Asiyanto (1998) biaya konstruksi merupakan
bidang yang rawan dengan kecelakan kerja sehingga biaya
kecelakan menjadi begitu berpengaruh pada anggaran dan
pelaksanaan proyek. Pelaksanaan program keselamatan dan
kesehatan kerja yang baik dapat mereduksi biaya kecelakan akibat
kerja karena biaya tersebut merupakan salah satu unsur biaya yang
terkait dengan program K3.
Unsur – unsur biaya keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu:
a. Biaya pemeriksaaan/pengawasan pelaksana program K3
(Supervisory Administrative Cost).
b. Biaya pencegahan terjadi risiko K3 (Preventive Cost).
c. Biaya kejadian-kejadian akibat dari risiko K3 atau biaya
kecelakaan kerja (Construction Accident Cost). Sedangkan
pengelompokan unsurunsur biaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
(Hinze,1997):
d. Biaya Langsung (Direct Cost).
e. Biaya tidak langsung (Indirect Cost).

2.6.1 Biaya Langsung


Direct cost adalah biaya langsung yang berkaitan dengan K3
dimana biaya-biaya ini termasuk relative mudah dihitung, seperti:
a. Biaya Pencegahan terjadi risiko K3 (Preventive Cost)
b. Biaya pemeriksaaan pelaksanaan program K3
c. Kompensasi untuk pekerja (Worker Compensasi Insurance)
A. Biaya pencegahan terjadinya risiko K3 (Preventive Cost)
Yang menjadi bagian-bagian dari biaya pencegahan
terjadinya risiko K3 (Preventive Cost) adalah (Asosiasi Ahli K3
Jasa konstruksi, 1999):
a. Biaya untuk peralatan pelindung diri
b. Biaya untuk pembuatan dan pemasangan rambu – rambu
c. Biaya untuk fasilitas kesehatan
- Pemeriksaaan dan pelayanan K3
- Kebersihan lokasi kerja
- Sarana sanitasi di lingkungan kerja
d. Biaya untuk bangunan-bangunan pengaman
e. Biaya untuk kampanye K3
- Perlengkapan promosi
- Perlengkapan penyuluhan/pengarahan K3

B. Biaya pemeriksaan dan Administari Pelaksanaan Program


K3, biaya pemeriksaan program K3 terdiri dari
(Ariendita,2000)
a. Biaya Administrasi
- Persyaratan administrasi K3 dan perjanjian.
- Sertifikasi untuk operator, alat/kelengkapan K3 dan peralatan.
b. Biaya pengawasan
- Kerja sama dengan instasi terkait (Depnaker , Jamsostek,
politisi dan Rumah Sakit).
- Pengawasan terpadu (safety supervisor, safety patrol, safety
meeting).
- Laporan K3 (kejadian kecelakan berat/ringan, inspeksi K3)
untuk pekerja (bersifat umum,khusus/spesialis).
C. Kompensasi Untuk pekerja (Worker Compensation Insurance)
Biaya kompensasi untuk pekerja yang biayanya berupa
asuransi tenaga kerja di Indonesia dilaksanakan dan dikelola oleh
PT Jamsostek. Kontraktor yang akan membangun sebuah proyek,
wajib melaporkan diri dan mengikutsertakan pekerjanya dalam
program jamsostek dan membayar premi asuransi yang besar dan
tata cara pembayarannya diatur dalam keputusan Menteri tenaga
kerja No.196/MEN/1996 tentang Penyelengaraan Program Jaminan
Tenaga kerja Harian Lepas, borongan dan Perjanjian Waktu
Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah
No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Soasial Tenaga Kerja.
Ketentuan yang diatur di dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No.196/MEN/1996 tentaang besar premi yang harus
dibayarkan oleh kontraktor adalah sebagai berikut:
A. Bab III Pasal 9
Besarnya biaya iuran program sosial tenaga kerja adalah sebagai
berikut:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja,sebesar 1,74% dari upah sebulan;
b. Jaminan kematian,0,3% dari upah sebulan;
c. Jaminan Hari tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan dengan
rincian sebesar 3,70% ditangung penyedia jasa dan sebesar 2%
ditanggung tenaga kerja;
d. Jaminan Pemeliharaan kesehatan, Sebesar 6% dari upah
sebelun bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dengan
ketentuan upah sebulan setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,-
(satu juta rupiah).

B. Bab III Pasal 10


Dalam hal iuran didasarkan atas nilai kontrak Kerja
Konstruksi dan nilai komponen upahnya tidak diketahui atau tidak
tercantum, maka besarnya iuran untuk program Jaminan
Kecelakan Kerja dan Jaminan kematian ditetapkan sebagai
berikut:
a. Pekerjaan konstruksi sampai dengan Rp 100.000.000 (seratus
juta rupiah) sebesar 0,24% dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi.
b. Pekerjaan Konstruksi di atas Rp 200.000.000,-(seratus juta
rupiah) sebesar penerapan iuran huruf a ditambah 0,19% dari
selisih nilai,yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi
Rp 100.000.000,-(seratus juta rupiah)
c. Pekerjaan Konstruksi di atas Rp 500.000.000,-(lima ratus juta)
sampai dengan Rp 1000.000.000,- (satu milyar rupiah) sebesar
penetapan iuran huruf b ditambah 0,15% dari selisih nilai,
yakni dari nilai Kontrak Kerja konstruksi dikurangi Rp
500.000.000,-(lima ratus juta rupiah)
d. Pekerjaan Konstruksi di atas Rp 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah) sampai dengan Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)
sebesar penetapan iuran huruf c ditambah 0,12% dari nilai,
yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
e. Pekerjaan konstruksi di atas Rp 500.000.000,- (lima milyar
rupiah) sebesar penetapan iuran huruf d ditambah 0,10% dari
selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja konstruksi dikurangi
Rp.5.000.000.000,-(lima milyar rupiah)
1. Nilai Kontrak Kerja Konstruiksi yang dipergunakan
sebagai dasar perhitungan iuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) setelah dikurangi pajak Pertambahan Nilai
(PPN).

2.6.2 Biaya Tidak Langsung


Indirect cost adalah biaya-biaya tidak langsung yang
berkaitan dengan K3 biaya-biaya ini relatif sukar dihitung tetapi
cukup berpengaruh terhadap kelangsungan proyek.

2.7 Proyek Konstruksi


Proyek Konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan upaya pembangunan sesuatu bangunan,
mencakup pekerjaan pokok dalam bidang teknik sipil dan arsitektur,
meskipun tidak jarang juga melibatkan disiplin lain seperti teknik
industri, mesin, elektro, geoteknik

2.7.1 Pihak – Pihak Yang Terlibat Dalam Proyek Konstruksi


Dalam kegiatan proyek konstruksi terdapat suatu proses
yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan
berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan
tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara
langsung maupun tidaklangsung. Manajemen proyek mempunyai
kewajiban untuk mengkoordinasi semua pihak yang terlibat dalam
proyek konstruksi tersebut, sehingga tujuan proyek konstruksi
tersebut dapat tercapai dengan baik dan semua pihak secara optimal
mendapatkan hal-hal yang menjadi sasaran mereka untuk terlibat
dalam proyek tersebut.
Orang/badan yang membiayai, merencanakan, dan
melaksanakan bangunan tersebut disebut unsur-unsur pelaksana
pembangunan. Masingmasing unsur tersebut mempunyai tugas,
kewajiban, tanggung jawab, dan wewenang sesuai dengan
posisinya masing-masing. Dalam melaksanakan kegiatan
perwujudan bangunan, masing-masing pihak (sesuai dengan
posisinya) saling berinteraksi satu sama lain sesuai dengan
hubungan kerja yang telah ditetapkan. Koordinasi dari berbagai
pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan proyek
konstruksi merupakan kunci utama untuk meraih kesuksesan sesuai
dengan tujuannya.

2.8 Hirarki Pengendalian


Pada kegiatan pengkajian risiko (riskassesment), hirarki
pengendalian (hierarchy of control) merupakan salah satu hal yang
sangat diperhatikan. Pemilihan hirarki pengendalian memberikan
manfaat secara efektifitas dan efesiensi sehingga risiko menurun
dan menjadi risiko yang biasa diterima (acceptable risk) bagi suatu
organisasi. Secara efektifitas, hirarki kontrol pertama diyakini
memberikan efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan hirarki yang
kedua. Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran
dalam menurunkan risiko yaitu melaui menurunkan probabilitas
kecelakaan atau paparan serta menurunkan tingkat keparahan suatu
kecelakaan atau paparan, Lihat gambar 2

Gambar 2.2. Hirarki Pengendalian Risiko K3

2.8.1 Eliminasi/Elimination
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan suatu
bahan/tahapan berbahaya, dilakukan pada saat desain, tujuannya
adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia
dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada
desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif
sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam
menghindari risiko, namun demikian, penghapusan benar-benar
terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis. Contoh-contoh
eliminasi bahaya yang dapat dilakukan misalnya: bahaya jatuh,
bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia.

2.8.2 Substitusi/Substitution
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan,
proses, operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih
tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan
risiko minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang.
Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi
pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya
dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang
kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus
listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu
menjadi bahan yang cair atau basah

2.8.3 Pengendalian Teknik/Enginnering Control


Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan
bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan
manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin
atau peralatan. Contoh-contoh implementasi metode ini misal
adalah adanya penutup mesin/machine guard, circuit breaker,
interlock system, start-up alarm, ventilation system, automatic
sensor

2.8.4 Pengendalian Administratif /Administratif Control


Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang
yang akan melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja
diharapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan
keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis
pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar
operasi baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku,
jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan,
jadwal istirahat, investigasi dan lain - lain.

2.9 Alat Pelindung Diri (APD)


Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan
merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian bahaya.
APD berfungsi untuk mengurangi risiko dari dampak bahaya.
Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan
hanya menggandalkan alat pelindung diri dalam menyelesaikan
setiap pekerjaan. Namun, bukan berarti penggunaan Alat Pelindung
Diri dapat diabaikan. Alat pelindung diri antara lain: Topi
keselamtan (safety helmet), kacamata keselamatan (safety
glasses/goggles), masker, sarung tangan, pelindung telinga
(earplug), pakaian (uniform)
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah dua hal yang sangat
penting. Oleh karenanya, semua perusahaan kontraktor
berkewajiban menyediakan semua keperluan
peralatan/perlengkapan perlindungan diri atau Personal Protective
Equipment (Ervianto, 2005, hal 199).
Kontrol manajemen konstruksi dapat mengurangi ataupun
mengeliminasi kondisi rawan kecelakaan. Walaupun teknik
manajemen dapat menjamin keselamatan, tetapi akan lebih aman
jika digunakan Alat Perlindungan Diri (APD). Jika kecelakaan tetap
terjadi setelah kontrol manajemen konstruksi diterapkan, yang
harus diperhatikan adalah mengkaji kelengkapan keamanan dan
keselamatan. Peralatan keamanan menyediakan keamanan dalam
bekerja, jika peralatan ini tidak berfungsi dengan baik, maka risiko
terjadi kecelakaan pada pekerja besar (Charles, 1999, hal 401)
Beberapa bentuk dari peralatan perlindungan diri telah
memiliki standar di proyek konstruksi dan tersedia di pabrik
ataupun industri konstruksi. Helm pelindung dan sepatu merupakan
peralatan perlindungan diri yang secara umum digunakan para
pekerja untuk melindungi diri dari benda keras. Di beberapa
industri, kacamata pelindung dibutuhkan. Kelengkapan peralatan
perlindungan diri membantu pekerja melindungi dari kecelakaan
dan luka-luka, (Charles,1999, hal 401).
2.9.1 Jenis Alat Pelindung Diri (APD)
Cara terbaik mencegah kecelakaan adalah dengan
menghilangkan risikonya atau mengendalikan sumbernya seketat
mungkin. Perlindungan perorangan harus di anggap sebagai garis
pertahanan terakhir, karena sering peralatan ini tidak praktis untuk
dipakai dan menghambat gerakan. Karenanya tidak mengherankan
bila kadangkala dikesampingkan oleh pekerja. Pada masa sekarang
ini, alat pelindung diri telah dirancang sedemikian rupa agar bisa
dipakai sesuai dengan fungsinya. Alat pelindung diri terdiri dari
beberapa jenis berdasarkan fungsinya, antara lain
a. Pelindung mata (safety glasses/goggles)
Kacamata pengaman digunakan untuk melindungi mata
dari debu kayu, batu, serpihan besi yang beterbangan ditiup angin,
mengingat partikelpartikel debu berukuran sangat kecil yang
terkadang tidak terlihat/kasat oleh mata. Tidak semua jenis
pekerjaan membutuhkan kacamata kerja. Namun pekerjaan yang
mutlak membutuhkan perlindungan mata adalah mengelas. Goggles
memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan safety
glasses sebab lebih menempel pada wajah, Lihat gambar 2.3.

Gambar 2.3 Safety Glasses/Goggles

b. Sarung Tangan Pengaman


Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah
melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam selama
menjalankan pekerjaan. Jenis pekerjaan yang memerlukan sarung
tangan adalah pekerjaan pembesian, pekerjaan kayu dan pekerjaan-
pekerjaan yang memerlukan pegangan yang keras.
c. Masker
Pelindung bagi pernapasan sangat penting untuk pekerjaan
konstruksi, karena itu diperlukan masker. Berbagai material
konstruksi berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan
sisa dari suatu pekerjaan konstruksi, misalnya serbuk kayu dan besi
sisa dari kegiatan memotong, mengamplas, dan debu-debu bahan
bangunan.
d. Tali Pengaman Dan Sabuk Pengaman (Safety Belt)
Banyak sekali terjadi kecelakaan kerja karena jatuh dari
ketinggian. Pencegahan utama ialah tersedianya jaring pengaman.
Tetapi untuk keamanan individu perlu Ikat Pinggang Pengaman
atau Sabuk Pengaman ( Safety Belt ). Yang wajib digunakan untuk
mencegah cidera yang lebih parah pada pekerja yang bekerja
diketinggian ( > 2 M tinggi ), Berikut jenis – jenis tali :
1. Tali Kaitan (Life Line)
2. Tempat Kaitan (Anchor Point)
3. Tali Pengikat (Lanyard)
4. Pengencang Tali Kaitan (Refracting Life Lines)

e. Helm Safety
Manfaat dan kegunaan utama dari helm safety sendiri adalah
untuk melindungi kepala si pekerja, agar dapat terhindar dari
kejatuhan barang dan lainnya, dan meminimalisir cedera yang akan
menimpa si pekerja itu sendiri. Kegunaan helm safety sangatlah
dibutuhkan oleh para pekerja yang bekerja di daerah kerja seperti
tambang minyak, pabrik, proyek pembangunan gedung dan
berbagai hal lainnya. Dan penggunaan helm safety di areal kerja
yang penuh risiko seperti itu adalah wajib karena fungdi utamanya
untuk pelindung diri. Karena potensi risiko yang cukup besar dan
berasal dari atas kepala banyak sekalo terjadi di lingkungan kerja
seperti itu. Sehingga keberadaan alat keselamatan kerja seperti helm
proyek ini sangatlah penting.
f. Sepatu Pengaman/Safety Shoes
Sepatu safety atau safety shoes adalah bagian dari Alat
Pelindung Diri (APD), sepatu safety biasanya dipakai membuat
perlindungan jari kaki dari timpaan barang berat yang jatuh, yang
bisa berlangsung pada kecelakaan kerja, hingga jari kaki beberapa
pekerja bisa telindungi dari akibat yang fatal.
Pada awal kehadirannya safety shoes di buat dengan dengan
design yang serupa dengan sepatu boots untuk di gunakan oleh
pekerja-pekerja proyek, manufacturing dan konstruksi, tetapi pada
perubahannya sepatu safety mengadaptasi beberapa jenis resmi dan
casual yang umum digunakan bekerja di kantor/office ataupun
dilapangan.

Gambar 2.4 Sarung Tangan Gambar 2.5 Helm Safety

Gambar 2.6 Safety Shoes Gambar 2.7 Body Harnees


2.10 Wawancara
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau
lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan
dari wawancara, untuk mendapatkan informasi di mana
pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab
oleh narasumber. Ankur Garg, seorang psikolog menyatakan bahwa
wawancara dapat menjadi alat bantu saat dilakukan oleh pihak yang
mempekerjakan seorang calon/kandidat untuk suatu posisi, jurnalis,
atau orang biasa yang sedang mencari tahu tentang kepribadian
seseorang ataupun mencari informasi (Ankur Garg).

2.10.1 Jenis Wawancara


a. Wawancara berita dilakukan untuk mencari bahan berita.
b. Wawancara dengan pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.
c. Wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat
pesawat telepon.
d. Wawancara pribadi.
e. Wawancara dengan banyak orang.
f. Wawancara dadakan / mendesak.
g. Wawancara kelompok, dimana wartawan mewawancarai
seorang pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya. Sukses
tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan juga
ditentukan oleh, penampilan wartawan. Sikap yang baik
biasanya mengundang simpatik dan akan membuat suasana
wawancara akan berlangsung komunikatif. Wawancara yang
komunikatif ditentukan oleh penguasaan permasalahan dan
informasi seputar materi topik pembicaraan baik oleh
narasumber maupun wartawan.
2.10.2 Kelebihan Teknik Wawancara
a. Wawancara memberikan kesempatan kepada pewawancara untuk
memotivasi orang yang diwawancarai untuk menjawab dengan
bebas dan terbuka terhadap pertanyaa-pertanyaan yang diajukan.
b. Memungkinkan pewawancara untuk mengembangkan
pertanyaanpertanyaan sesuai dengan situasi yang berkembang.
c. Pewawancara dapat menilai kebenaran jawaban yang diberikan dari
gerak-gerik dan raut wajah orang yang diwawancarai.
d. Pewawancara dapat menanyakan kegiatan khusus yang tidak selalu
terjadi.

2.10.2 Kekurangan Wawancara


a. Proses wawancara membutuhkan waktu yang lama, sehingga secara
relatif mahal dibandingkan dengan teknik yang lainnya.
b. Keberhasilan hasil wawancara sangat tergantung dari kepandaian
pewawancara untuk melakukan hubungan antar manusia.
c. Wawancara tidak selalu tepat untuk kondisi-kondisi tenpat yang
tertentu, misalnya di lokasi-lokasi yang ribut dan ramai.
d. Wawancara sangat menganggu kerja dari orang yang diwawancarai
bila waktu yang dimilikinya sangat terbatas.

2.11 Responden, Informan ,Subyek


2.11.1 Responden
Responden adalah istilah yang sering digunakan dalam ilmu
sosial dalam survey, individu diminta menjawab pertanyaan
terstruktur dan semi terstruktur. Biasanya responden
menyampaikan kepada peneliti jawaban sesuai dengan
pertanyaannya; tidak lebih dan tidak kurang. (Morse, 1991).
Responden menyampaikan informasi tentang diri mereka
(seperti opini, preferensi, nilai-nilai, gagasan2, perilaku,
pengalaman) dengan menjawab survey atau wawancara. (Salkind,
2010).
2.11.2 Informan
Informan adalah istilah yang diturunkan dari antropologi,
dan istilah ini digunakan karena peneliti dianggap naif dan harus
diberi penjelasan atau arahan tentang apa yang terjadi, tentang
aturan budaya, dan sebagainya. (Morse, 1991) istilah informan
digunakan untuk partisipan dalam penelitian tentang fenomena
sosial, dan mereka diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan
mengenai pegetahuan dan pengalaman mereka. (Salkind, 2010)

2.11.3 Subyek
Subyek adalah wawancara yang terstruktur dengan
pertanyaan tertutup, sejalan dengan harapan pewawancara agar tak
ada bias dalam riset dan data. Data obyektif yang ingin diperoleh,
dan subyektivitas benarbenar diminimalisir. (Edwards & Holland,
2013).

2.12 Rencana Anggaran Biaya (RAB)


RAB adalah prakiraan biaya material, biaya upah, dan
biaya lainlain yang dibutuhkan untuk mendirikan suatu bangunan.
RAB diperlukan sebagai pedoman pembangunan agar proses
pembangunan tersebut berjalan secara efektif dan efisien.
Penyusunan RAB yang buruk akan berimbas pada penggunaan dana
yang tidak tepat dan mengacaukan jalannya pembangunan.
Berikut ini pengertian Rencana Anggaran Biaya (RAB)
menurut para ahli di antaranya :
a. Bachtiar Ibrahim, RAB adalah perhitungan banyaknya biaya
yang diperlukan untuk bahan dan upah serta biaya-biaya lain
yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek
tersebut.
b. John W. Niron, rencana adalah himpunan planning termasuk
detail dan tata cara pelaksanaan pembuatan sebuah bangunan,
anggaran adalah perhitungan biaya berdasarkan gambar bestek
(gambar rencana) pada suatu bangunan, dan biaya adalah
besarnya pengeluaran yang ada hubungannya dengan borongan
yang tercantum dalam persyaratan yang ada
c. J. A. Mukomoko, RAB adalah perkiraan nilai uang dari suatu
kegiatan (proyek) yang telah memperhitungkan gambar-gambar
bestek serta rencana kerja, daftar upah, daftar harga bahan, buku
analisis, daftar susunan rencana biaya, serta daftar jumlah tiap
jenis pekerjaan.
d. Ir. A. Soedradjat Sastraatmadja RAB dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu rencana anggaran terperinci dan rencana anggaran
biaya kasar.
e. Sugeng Djojowirono, RAB adalah perkiraan biaya yang
diperlukan untuk setiap pekerjaan dalam suatu proyek
konstruksi sehingga akan diperoleh biaya total yang diperlukan
untuk menyelesaikan suatu proyek.
Ada beberapa jabatan pekerjaan yang berhubungan
dengan pembuatan susunan RAB proyek bangunan. Yang
pertama adalah quantity surveyor yaitu orang-orang yang
bertugas menghitung volume masing-masing struktur bangunan
secara tepat. Kemudian dikenal pula cost control yakni mereka
yang bertanggung jawab menyusun RAB dan mengendalikan
biaya pembangunan.
Pada dasarnya, terdapat 5 fungsi utama dari Rencana
Anggaran Biaya pendirian bangunan, antara lain :
1. RAB sebagai penetap jumlah biaya masing-masing bidang
pekerjaan pada proses pendirian suatu bangunan. RAB
memuat biaya-biaya secara terperinci yang meliputi
pengadaan bahan bangunan, upah pekerja, serta biaya lain-
lain seperti biaya perijinan dan biaya sarana prasarana.
2. RAB sebagai penentu total kebutuhan material bahan
bangunan yang diperlukan. Penghitungan kebutuhan
material ini didasarkan pada pengukuran volume
pembuatan struktur bangunan.
3. RAB sebagai dasar pemilihan tenaga kerja yang digunakan.
RAB menggambarkan pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang
akan dilakukan dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan tersebut.
4. RAB sebagai penentu peralatan yang dipakai untuk
mendukung kelancaran pembangunan konstruksi. RAB
juga memutuskan apakah peralatan tersebut perlu dibeli
atau cukup disewa.
5. RAB sebagai pemantau penghematan kegiatan pelaksanaan
pembangunan. Dari RAB juga dapat diketahui model
pengeluaran anggaran biaya yang menghasilkan
keuntungan.
Untuk proyek pembuatan bangunan yang akan dijual
kembali, dari RAB juga bisa diketahui modal awal yang perlu
dikeluarkan. Selanjutnya kita dapat menentukan berapa harga
jual yang pantas dipatok untuk penjualan bangunan-bangunan
tersebut. Namun tentu harga jual ini juga harus memperhatikan
faktor-faktor lain seperti lokasi, desain, fasilitas, dan
sebagainya.
Pengertian-pengertian Rencana Anggaran Biaya di atas
menghasilkan kesimpulan bahwa RAB merupakan hasil
perkalian antara volume suatu item pekerjaan dengan harga
satuannya atau dirumuskan RAB = ∑ [(volume) x Harga
Satuan Pekerjaan]. Sedangkan untuk melakukan suatu item
pekerjaan pembangunan dibutuhkan biaya langsung dan biaya
tidak langsung. Biaya langsung meliputi material, upah, dan
peralatan, sedangkan biaya tidak langsung meliputi overhead,
provit, dan tax. Berikut penjelasannya :
1. Biaya langsung (direct cost) adalah biaya tetap yang
berhubungan langsung dengan hasil akhir konstruksi suatu
bangunan. Biaya langsung terdiri dari biaya bahan material,
biaya upah pekerja, dan biaya peralatan.
2. Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak
mempengaruhi hasil akhir konstruksi suatu bangunan tetapi
merupakan nominal yang diambil karena adanya
pelaksanaan pembangunan. Biaya tidak langsung terdiri dari
overhead/biaya lain, profit/biaya keuntungan, dan tax/biaya
pajak.

2.13 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD


Menurut UUD No.32 Tahun 2003 tentang pengertian
APBD adalah sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPRD serta ditetapkan dalam peraturan Daerah (perda).
a. Landasan Hukum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1. Undang - undang No.32 Tahun 2003 tentang pemerintah
daerah
2. Undang - undang No.33 Tahun 2003 tentang Perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
3. Keputusan Menteri dalam Negeri No.29 Tahun 2002 tentang
Pedoman pengurusan, dan pertanggung jawaban keungan
daerah serta tata cara pengawasan, penyusunan dan perhitungan
APBD
4. PP No. 105 Tahun 2000 tentang pengolaan dan pertanggung
jawaban keungan daerah
b. Tujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tujuan
APBD disusun dengsn tujuan untuk dijadikan pedoman oleh
pemerintah daerah dalam mengatur pooenerimaan dan belanja untuk
pelaksanaan pembangunan daerah sehingga kesalahaan,
pemborosan dan penyelewengan yang merugikan dapat dihindari.
Adapun tujuan APBD yang lain antara lain.
1. Membantu pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah
mencapai tujuan fiskal.
2. Meningkatkan pengaturan atau kordinasi setiap bagian – bagian
yang berada pada lingkungan pemerintahan.
3. Membantu menghadirkan dan menciptakan efisiensi dan
keadilan terhadap penyediaan barang dan jasa publik dan
umum.
4. Menciptakan perioritas belanja atau keutamaan belanja
pemerintah daerah.
5. Menghadirkan dan meningkatkan tranparansi pemerintah
daerah terhadap masyarakat luas dam pemerintah daerah dapat
mempertanggung jawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD)
c. Fungsi Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Fungsi APBD terbagi atas 5 fungsi yakni fungsi otoritas,
fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, fungsi
distribusi. Lihat pembahasan dibawah :
d. Fungsi Otoritas
Fungsi otoritasi adalah sebagai pedomen untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja daerah pada tahun yang
bersangkutan.
e. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan, berfungsi sebagai pedoman untuk
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
f. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan, berfungsi sebagai pedoman untuk
menilai kinerja pemerintah daerah.
g. Fungsi Lokasi
Fungsi alokasi, berfungsi sebagai dalam pembagiannya
harus diarahkan sesuai dengan tujuan untuk mengurangi
pengangguran, pemborosan sumber daya dan meningkatkan
efisiensi/efektivitas ekonomi .
h. Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi, berfungsi dalam pendistribusiannya harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
i. Cara penyusunan APBD
APBD disusun melalui beberapa tahap kegiatan. Kegiatan
tersebut, antara lain, sebagai berikut.
1. Pemerintah Daerah menyusun Rancangan Pendapatan dan
Belanja Daerah (RAPBD).
2. Pemerintah Daerah mengajukan RAPBD kepada DPRD untuk
dibahas bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam
pembahasan ini pihak Pemerintah Daerah (Eksekutif) dilakukan
oleh Tim Anggaran Eksekutif yang beranggotakan Sekretaris
Daerah, BAPPEDA, dan pihak-pihak lain yang dianggap perlu,
sedangkan DPRD dilakukan oleh Panitia Anggaran yang
anggotanya terdiri atas tiap fraksi-fraksi.
3. RAPBD yang telah disetujui DPRD disahkan menjadi APBD
melalui Peraturan Daerah untuk dilaksanakan.

2.14 Sistem Manajemen K3 (SMK3)


a. Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) menurut Permenaker No 5 Tahun 1996
Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari
perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan, pengukuran, dan tidak
lanjut yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang ada. Sistem
manajemen adalah kegiatan manajemen yang teratur dan saling
berhubungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (PT.
Brantas Abipraya, 2008)
Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja ialah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung-jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengajian dan
pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
b. Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) menurut standar OHSAS 18001:2007
Ialah bagian dari sebuah sistem manajemen organisasi
(perusahaan) yang digunakan untuk mengembangkan dan
menerapkan Kebijakan K3 dan mengelola risiko K3 organisasi
(perusahaan) tersebut.
BAB lII

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Pada penelitian ini untuk mendapatkan hasil penelitian yang optimal dan
relevan, yaitu dengan pemilihan strategi yang tepat. Dalam menetukan strategi
penelitian yang akan digunakan, diharuskan untuk dipertimbakan terlebih dahulu
masalah mengenai jenis pertanyaan yang akan digunakan, kendala terhadap
peristiwa atau proyek yang akan diteliti dan fokus terhadap peristiwa(proyek) yang
sudah terselesaikan. Terdapat tiga faktor yang paling mempengaruhi jenis strategi
penelitian yaitu (Yin 1994):

a. Tipe pertanyaan (research question) dalam penelitian


b. Cakupan control yang dimiliki peniliti atas peristiwa perilaku yang akan
diamati
c. Fokus terhadap peristiwa kontemporer sebagai kebalikan dari peristiwa
historis.

3.1.1 Konsep Penelitian

Penelitian ini menggunakan konsep deskriptif kualitatif. Menurut


Sugiyono (2012), penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.
Metode penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif
dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih
ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai
pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta dilapangan.

Berdasarkan teori tersebut, penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan


dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap
serta pandangan pelaku yang diamati, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-
lain. Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, menganalisis data dan
diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisisan data
tersebut.

Adapaun judul dalam penelitian ini adalah Perencanaan Biaya


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pelaksanaan Kontruksi dalam proyek
Bali Intercontinental Grand Ballroom. Penelitian ini menggunakan metode
wawancara dan meniliti rancangan biaya (RAB) proyek. Tahapan penelitian yang
akan dilakukan adalah dengan mengidentifikasi, menganalisa, memberikan respon
terhadap ada atau tidaknya diterapakan rancangan anggaran Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) pada rancangan anggaran biaya (RAB) di proyek.

3.1.2 Lokasi Penelitian

Lokasi proyek pada penelitian saya berada di Hotel Bali Intercontinental


Grand Ballroom.

3.2 Tahapan Penelitian


Metode penelitian menetukan bagaimana suatu proses penelitian
dilakukan dari pengumpulan data, pengolahan data menjadi informasi untuk
dianalisa dan akhirnya menghasilkan temuan yang dapat ditarik kesimpulan.

Metode evaluasi yang digunakan adalah metode UCLA, Alkin


mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih
informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi sehingga dapat
melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dan memilih
beberapa alternatif. Alkin mengemukakan lima macam evaluasi yaitu:

1. System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau


posisi sistem (Tayibnapis. 1989: 11). Mbulu (1994/1995: 83) system
assessment,berfungsi memberikan informasi mengenai keadaan atau
profil program.
2. Program plannin, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin
akan berhasil memenuhi kebutuhan program (Tayibnapis. 1989: 11).
3. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program
sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang
direncanakan? (Tayibnapis. 1989: 11)
4. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana
program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah
menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru
yang muncul tak terduga (Tayibnapis. 1989: 11). Mbulu (1994/1995:
83) program improvement, berfungsi memberikan informasi tentang
bagaimana program tersebut bermanfaat dan bagaimana program dapat
dilaksanakan.
5. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna
program (Tayibnapis. 1989: 11).

3.3 Pengumpulan Data

Data adalah fakta atau fenomena yang sifatnya mentah atau belum
dianalisis, seperti angka, nama, keterangan, dan sebagainya. Dalam studi ini
diperlukan data-data untuk mendukung keakuratan dari hasil penelitian ini.
Berdasarkan cara memperoleh data maka dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan 2 (dua) jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data Primer

Metode pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan


dengan menggunakan cara wawancara/diskusi dengan beberapa staff terkait
tersebut yang sudah dipilih sebagai responden yang berkompeten.
Penyebaran wawancara tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil
mengenai penerapan rancangan biaya kesehatan dan keselamatan kerja
yang mungkin atau tidak terjadi pada proyek yang ditinjau dan seberapa
persen penerapannya.
3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan adalah data yang berasal dari pihak
yang terkait, data yang diperlukan berupa data rancangan anggaran biaya
beberapa proyek yang akan diteliti.

3.4 Teknik Sampling

Untuk menentukan sampel dalam penelitian, terdapat berbagai teknik


sampling yang digunakan. Teknik sampling berdasarkan adanya randomisasi, yakni
pengambilan subyek secara acak dari kumpulannya, dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu sampling nonprobabilitas dan sampling probabilitas. Teknik-
teknik sampling tersebut dapat dilihat pada skema berikut.

Menurut Sugiyono (2001), untuk menentukan sampel yang akan


digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan.
Secara skematis ditunjukkan pada diagram berikut ini:
Teknik Sampling

Probability Sampling Nonprobability


Sampling

1. Simple random 1. Sampling

sampling Sistematis

2. Proportionate 2. Sampling Kuota

Stratified random 3. Sampling

sampling incidental

3. Disproportionate 4. Purposive

stratified random sampling

sampling 5. Sampling jenuh

4. Area (cluster) 6. Snowball

sampling (menurut Sampling

daerah)

Gambar 3.2 Teknik Sampling

Dari diagram di atas menjelaskan pada kita bahwasanya teknik


sampling dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Probability Sampling dan
Nonprobability Sampling. Didalam penelitian ini peneliti memakai teknik sampling
non probability sampling yaitu adalah snowball sampling

3.4.1 Snowball Sampling

Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang awal mula


jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya
untuk dijadikan sampel. Dan begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel
makin lama makin banyak. Ibaratkan sebuah bola salju yang menggelinding,
makin lama semakin besar. Mulai dari responden yang sedikit kemudian
dimintai pendapat mengenai responden lain yang otoritatif untuk dimintai
informasi.
Gambar 3.3 Snowball Sampling

3.5 Metode Wawancara


3.5.1. Wawancara Secara Langsung
Pada saat wawancara langsung, pewawancara melontarkan pertanyaan
yang memerlukan ingatan baik untuk bertanya maupun menyalin hasil jawaban
responden. Keuntungan wawancara langsung, antara lain sebagai berikut.

a. Dapat mengembangkan pertanyaan dengan sebaik-baiknya untuk


memperoleh hasil yang seluas-luasnya.
b. Suasana pembicaraan akan lebih mengena dan terarah sebagaimana
pembicaraan sehari-hari.
c. Responden merasa lebih diperhatikan dan dihormati sebab setiap
pembicaraan tampak diperhatikan langsung.

Kelemahan wawancara secara langsung, antara lain sebagai


berikut:

a. Kalau tidak segera dilakukan pencatatan akan banyak hal-hal yang


tertinggal karena kelupaan.
b. Secermat apapun daya ingat seseorang, kemungkinan besar ada
yang terlupakan.
c. Kalau pengetahuan materi penelitian terbatas, sulit untuk
memformulasikan kembali hasil wawancara.
3.5.2. Wawancara Dengan Alat Bantu
Alat bantu yang digunakan dalam wawancara misalnya, tape recorder
ataupun rekaman handphone. Adapun keuntungan wawancara dengan alat
bantu menurut (Soerjono Soekanto) sebagai berikut:

a. Semua hasil pembicaraan dapat dicatat dengan sempurna.


b. Mudah untuk menuangkan kembali kedalam hasil wawancara
tertulis.
c. Dapat mengembangkan dalam bentuk pertanyaan
spontan guna mendapatkan data sebanyak-banyaknya.
d. Setiap soal dapat didengarkan kembali apabila dirasa ada
kekurangan atau kejanggalan atas data yang telah tertulis.
e. Tidak begitu memikirkan cara memfokuskan kembali sebagai
hasil penelitian.

Kelemahan wawancara dengan alat bantu sebagai berikut:

a. Memerlukan modal tambahan atau peralatan


b. Dapat menimbulkan efek psikologis bagi responden, terutama
yang jarang berhadapan dengan cara demikian.
c. Diperlukan waktu khusus untuk mendengarkan
kembali pembicaraan dari awal sampai akhir untuk dituangkan
dalam tulisan.
3.6 Flowchart Penelitian

Mulai

Survey Awal ke Lokasi

Studi Literatur

Pengambilan Data

Data Primer Data Sekunder


 Wawancara  Data Tentang Tenaga Kerja

Analisa Data

- Pengolahan Data Menggunakan


Microsoft Office Excell

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Anda mungkin juga menyukai