Anda di halaman 1dari 2

Empat Teori Kebenaran: Refleksi terhadap Pendekatan Disiplin Psikologi

Psikologi saat ini dicirikan dengan pluralitas tema dan pendekatan yang digunakan dalam
pengetahuannya. Meski positivisme (yang tertuang dalam pendekatan-pendekatan seperti
behaviorisme, psikologi kognitif, neuropsikologi, dan psikologi evolusionistik) adalah sumber
utama dari eksplorasi pengetahuan, namun pendekatan-pendekatan lainnya masih banyak
digunakan khususnya dalam konteks-konteks praktikal. Diantara konteks praktikal itu adalah
bidang psikoterapi yang masih banyak menggunakan pendekatan-pendekatan non-positivistik
seperti psikoanalisis dan humanistik/eksistensialis. Bahkan, muncul pendekatan dalam
pengetahuan dan aplikasi psikologi yang disebut dengan pendekatan eklektik. Sebuah teori meski
bertabrakan dengan teori lainnya, jika dikombinasikan akan memberikan dampak atau hasil yang
diinginkan. Jika ini terjadi, maka tidak ada gunanya memperdebatkan perbedaan fondasi teori.
Semua teori bisa digunakan meski secara fondasi bertentangan. Sebagai contoh, X yang memiliki
keinginan untuk bunuh diri bisa diterapi menggunakan paradigma humanistik/eksistensialis.
Dalam paradigma ini, seseorang dibantu untuk menemukan makna hidupnya. Namun ternyata,
dorongan bunuh diri itu juga muncul setiap kali X mengingat ibunya yang sewaktu ia masih kecil
selalu bersikap kejam dan berperilaku abusif dengan mengatakan, “mati! mati kamu anak tidak
berguna!” Selain X dibantu menemukan makna hidupnya dengan cara psikologi eksistensial, ia
juga dibantu untuk membawa trauma masa lalunya ke dalam alam sadar dengan cara
psikoanalisis/psikodinamika.
Dengan kondisi seperti diatas, bagaimana psikologi jika kita melihatnya dari empat teori
kebenaran? Pertama-tama, bagaimana kita melihat psikologi dari sudut pandang teori koherensi?
Koherensi, mensyaratkan psikologi sebagai sistem yang tunggal. Contoh kebenaran koherensi
yang dikenal umum adalah sistem matematika. Dalam situasi atau kondisi apapun, sistem
matematika akan mengeluarkan prinsip-prinsip universal. Sistem integral dalam disiplin
arsitektur, meski berbeda manifestasinya tetap memiliki prinsip-prinsip yang sama dengan sistem
integral dalam disiplin ilmu komputer. Contoh lainnya adalah logika, sebagai matematika verbal.
Dari penjelasannya saja sudah nampak, bahwa teori kebenaran koherensi sepertinya tidak
mampu dicapai oleh psikologi. Pendekatan dalam psikologi ada banyak sekali, dan mereka
bukanlah manifestasi dari sistem tunggal. Prinsip dan postulat mereka justru saling bertentangan
satu sama lain. Behavioristik menyatakan bahwa lingkungan adalah sumber dimana individu
dapat mengubah perilakunya. Psikoanalisis tidak sependapat. Lingkungan tidak ada apa-apanya
dibandingkan faktor biologi individu yang muncul dalam bentuk insting. Kesadaran akan
dorongan insting itulah yang menjadi kunci perubahan perilaku.
Jika koherensi tidak mampu dicapai oleh psikologi, bagaimana dengan teori kebenaran
korespondensi?Psikologi berusaha mencapai kebenaran lewat jalan korespondensi. Ia mengecek
kebenarannya melalui realita empirik. Realita yang ada di dunia. Ilmuwan psikologi, jika ingin
mengetahui apakah memang iklan di televisi itu membuat orang-orang ingin membeli produk,
harus melakukan penelitian kepada orang-orang yang menonton iklan di televisi. Dengan
bantuan statistik, ia bisa mengecek realita yang berada di dunia. Saat ahli psikoterapi ingin
mendapatkan pemahaman mengenai mana yang lebih efektif, yaitu obat atau penanganan
konseling, ia harus melakukan wawancara dengan klien yang mengalami gangguan psikologis.
Cara ini, selayaknya banyak sekali ilmu pengetahuan empirik, juga digunakan oleh psikologi.
Sehingga, bisa dikatakan bahwa psikologi mendapatkan klaim kebenarannya dengan cara
korespondensi.
Terkait teori kebenaran pragmatik, hal itu sebenarnya sudah dibahas sebelumnya.
Kebenaran sebagai cara memecahkan masalah digunakan dalam disiplin-disiplin psikologi yang
cenderung lebih praktikal. Psikoterapi misalnya. Sebagaimana dikatakan diatas, tanpa
memperhatikan fondasi dari asumsi atau postulat teori, asalkan teori atau pendekatan itu mampu
memecahkan masalah, maka ia bisa diterima. Model-model teoretis yang bertentangan, akan
dievaluasi melalui prinsip: “mana yang bisa saya gunakan untuk menyelesaikan masalah klien
saya saat ini?” Demi implikasi positif atau hasil yang diinginkan, meski ada pertentangan
fondasi, maka tidak ada salahnya menggunakan semua jenis model teori. Sebagaimana
dinyatakan sebelumnya, pendekatan eklektik dalam psikologi klinis dan psikoterapi betul-betul
merefleksikan hal ini.
Terakhir, teori kebenaran paradigmatik. Humanistik melihat dari kacamata kesadaran dan
kehendak bebas manusia dalam memahami psikologi manusia. Behaviorisme melihat dari
kacamata determinisme lingkungan terhadap perilaku belajar manusia. Psikoanalisis melihat dari
kacamata determinisme faktor instingtual yang mendorong perilaku manusia. Perlukah semua
paradigma itu dipertentangkan? Lebih penting lagi, perlukah itu semua diperbandingkan? Teori
kebenaran paradigmatik melandaskan kebenarannya pada konsensus atau sudut pandang
kelompok yang memandang suatu kebenaran. Ia sifatnya relatif, karena apa yang dianggap benar
oleh paradigma tertentu, bergantung pada konsensus mengenai sebuah fenomena, etika atau
situasi kondisi.

Anda mungkin juga menyukai