Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI

PRINSIP EKONOMI ISLAM

Guru Pembimbing :

Hanif An-Naafi’ Elka Ahmadsyah , S.Pd

Disusun Oleh :

Akbar Novansyah R (03)

Anabel Parama P (05)

Aulia Zharfan A (07)

Fanda Dewi A (13)

Zahra Ayu R (36)

XI MIPA 2

SMA NEGERI 1 PURI

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya
kami dapat menyusun MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Prinsip Ekonomi
Islam). Dengan membuat makalah ini kami dapat untuk menginformasikan suatu hal,
menganalisis suatu ide dan membujuk pembaca untuk ikut berpikir secara kritis tentang ide
atau topik yang dibahas dalam makalah. Kegiatan ini dibuat agar pembaca dapat mengambil
sesuatu ilmu yang bermanfaat nantinya.

Pada kesempatan ini izinkan kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Hanif, yang telah membimbing dan memberi support agar makalah ini dapat
berjalan dengan baik.

2. Bapak/Ibu tenaga pendidik dan teman-teman XI MIPA 2 yang telah dengan sabar memberi
bantuan agar kegiatan ini tercapai.

Kami juga memohon maaf apabila dalam pelaksanaan kegiatan terdapat kekurangan,
kekhilafan, baik yang kami sengaja maupun tidak. Semoga kegiatan ini dapat berjalan lebih
baik dan dapat meningkatkan kebersamaan dan kekeluargaan siswa di sekolah.

Mojokerto, 8 Maret 20223

Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Pandangan Islam
terhadap masalah
kekayaan berbeda
dengan
C. pandangan Islam
terhadap masalah
pemanfaatan
kekayaan. Menurut
Islam,
D. sarana-sarana yang
memberikan
kegunaanadalah
masalah lain. Karena
itu,
E. kekayaan dan
tenaga manusia,
duaduanya merupakan
kekayaan sekaligus
F. sarana yang biasa
memberikan kegunaan
atau manfaat.
Sehingga, kedudukan
G. kedua-duanya dalam
pandangan Islam, dari
segi keberadaan dan
produksinya
H. dalam kehidupan,
berbeda dengan
kedudukan
pemanfaatan serta
tata cara
I. perolehan
manfaatnya.
J. Pandangan Islam
terhadap masalah
kekayaan berbeda
dengan
K. pandangan Islam
terhadap masalah
pemanfaatan
kekayaan. Menurut
Islam,
L. sarana-sarana yang
memberikan
kegunaanadalah
masalah lain. Karena
itu,
M. kekayaan dan
tenaga manusia,
duaduanya merupakan
kekayaan sekaligus
N. sarana yang biasa
memberikan kegunaan
atau manfaat.
Sehingga, kedudukan
O. kedua-duanya dalam
pandangan Islam, dari
segi keberadaan dan
produksinya
P. dalam kehidupan,
berbeda dengan
kedudukan
pemanfaatan serta
tata cara
Q. perolehan
manfaatnya.
Kehadiran ekonomi Islam telah memunculkan harapan baru bagi banyak
orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah ekonomi alternatif dari sistem
ekonomi kapitalisme dan sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem
ekonomi dunia, terutama sejak perang dunia II yang memunculkan banyak Negara-
negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal ini, keberadaan ekonomi Islam
sebagai sebuah model ekonomi alternatif memungkinkan bagi banyak pihak,
muslim maupun non muslim untuk melakukan banyak penggalian kembali
berbagai ajaran Islam. Meskipun begitu, sistem ekonomi dunia saat ini masih
dikendalikan oleh system ekonomi kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih
terpecah dalam hal bentuk implementasi ekonomi Islam dimasing-masing Negara.
Kenyataan ini oleh sebagian pemikir Islam masih diterima dengan lapang
karena ekonomi Islam secara implementasinya di masa kini relatif masih baru.
Masih perlu dilakukan banyak sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali
umat Islam untuk melakukan aktifitas ekonominya sesuai dengan hukum Islam.
Sementara sebagai lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan memainkan peran
signifikan, karenanya mengkritisi bahwa ekonomi Islam atau ekonomi syariah
belum akan dapat sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum
menrapkan syariah dalam kebijakan-kebijakannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :

C. Tujuan Penulisan
BAB II

ISI

A. Pengertian Mu’amalah
Mu’amalah dalam kamus BahasaIndonesia artinya hal-hal yang termasuk
urusan kemasyarakatan (per-gaulan, perdata, dan sebagainya). Sementara dalam fiqih
Islam artinya tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara
ditempuhnya, seperti jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam,
urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
Dalam melakukan transaksi ekonomi seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-
piutang, dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti
berikut :
1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2. Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
3. Tidak boleh dengan cara-cara zālim (aniaya).
4. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.

B. Macam-Macam Mu’amalah
1. Jual Beli
Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar
benda untuk memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli
dibenarkan, sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:

... ‫َو َاَح َّل ُهّٰللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم الِّر ٰب وۗا‬...


Artinya : …”dan Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba…” (Q.S Al Baqarah/2:275)
Apabila jual beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nilainya, dan
agar tidak terjadi kekurangan dibelakang hari, Al Qur’an menyarankan agar
dicatat dan ada saksi, ini juga disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah
ayat 282

a. Syarat-Syarat Jual Beli


1) Penjual dan pembeli haruslah :
 Balig
 Berakal sehat
 Atas kehendak sendiri
2) Uang dan barang haruslah :
 Halal dan suci
 Bermanfaat
 Keadaan barang dapat diserahterimakan
 Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli
 Milik sendiri
3) Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, "Saya jual barang ini dengan harga
sekian.” Pembeli menjawab, "Baiklah saya beli," Dengan
demikian, berarti jual beli itu berlangsung suka sama suka.
Rasulullah saw bersabda. "Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah
jika suka sama suka." (HR. Ibnu Hibban)

b. Khiyar
Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual beli
atau membatalkannya. Islam memperbolehkan melakukan jual-beli
haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa ada urut paksaan sedikit
pun. Penjual berhak mempertahankan harga barang dagangannya,
sebaliknya pembeli berbak menawar atas dasar kualitas barang yang
diyakininya.
Macam-Macam Khiyar :
1) Khiyar Majelis
adalah selama penjual dan pembeli masih berada di tempat
berlangsungnya transaksi tawar-menawar. Keduanya berhak
memutuskan meneruskan atau membatalkan jual-beli.
2) Khiyar Svarat
adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya
penjual mengatakan, "Saya jual barang ini dengan harga sekian
dengan syarat khiyar tiga hari." Maksudnya penjual memberi batas
waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya pembelian
tersebut dalam waktu tiga hari Apabila pembeli mengiya- kan,
status barang tersebut sementara waktu (dalam masa ada
pemiliknya. Artinya, si penjual tidak berhak menawarkan kepada
orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak
jadi, barang tersebut menjadi hak penjual kembali.
3) Khiyar Aibi (cacat)
adalah pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika
terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau nilai barang
tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin.

c. Riba
Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang.
Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas,
dan pinjam-meminjam.
Riba, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya
haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam hadis
yang diriwayatkan bahwa, "Rasulullah mengutuk orang yang
mengambil riba, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat dan
orang yang menyaksikannya. " (HR. Muslim).
Dengan demikian, semua orang yang terlibat dalam riba sekalipun
hanya sebagai saksi, terkena dosanya juga.
Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang
sejems seperti emas dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan
syarat:
a) Sama timbangan ukurannya
b) Dilakukan serah terima saat itu juga
c) Tunai
Apabila tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak boleh berbeda
takarannya, namun tetap harus secara tunai dan diserahterimakan saat
itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis dengan perbedaan seperti
perak dan beras, dapat berlaku ketentuan jual beli sebagaimana barang-
barang yang lain.
Macam-Macam Riba :
1) Riba Fadli
Pertukaran harang sejenis yang tidak sama timbangannya.
Misalnya, cincin 22 karat seberat 10 gram ditukar dengan emas 22
karat namun seberat 11 gram Kelebihannya itulah yang termasuk
riba.
2) Riba Qodi
Pinjam meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat
mengembalikannya. Misal si A bersedia meminjami si B uang
sebesar Rp100.000,00 asal si B bersedia mengembalikannya
sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang disebut riba.
3) Riba Yadi
Akad jual beli barang sejenis dan sama timbangannya. namun
penjual dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima.
Seperti penjualan kacang atau ketela yang masih di dalam tanah.
4) Riba Nasi’ah
Akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu
kemudian. Misalnya, membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil
di pohonnya, kemudian diserahkan setelah besar besar atau setelah
layak dipetik Atau, membeli padi di musim kemarau, tetapi
diserahkan setelah panen.

2. Utang Piutang
Utang piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang
dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan
tidak mengubah keadaannya. Misalnya utang Rp100.000,00 di kemudian hari
harus melunasinya Rp100.000,00. Memberi utang kepada seseorang berarti
menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama.
Rukun Utang Piutang :
a) Yang berpiutang dan yang berutang
b) Ada harta atau barang
c) Lafadz kesepakatan
Untuk menghindari keributan di kemudian hari, Allah SWT menyarankan
agar kita mencatat dengan baik utang piutang yang kita lakukan.
Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena
kesulitan, Allah SWT menganjurkan memberinya kelonggaran
‫َو ِاْن َك اَن ُذ ْو ُعْس َرٍة َفَنِظ َر ٌة ِاٰل ى َم ْيَسَرٍةۗ َو َاْن َتَص َّد ُقْو ا َخ ْيٌر‬
‫َّلُك ْم ِاْن ُكْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬
Artinya : “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan Dan jika kamu
menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS al-
Baqarah/2 : 280)
Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas
kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, kelebihan tersebut halal
bagi yang berpiutang, dan merupakan suatu kebaikan bagi yang berutang.
Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari
orang yang melunasi utang dan telah disepakati bersama sebelumnya,
hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan tersebut tidak halal sebab
termasuk riba.

3. Sewa Menyewa
Sewa-menyewa dalam fiqih Islam disebut ijarah, artinya imbalan yang
harus diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa
penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.

‫َو ِاْن َاَر ْد ُّتْم َاْن َتْسَتْر ِض ُع ْٓو ا َاْو اَل َد ُك ْم َفاَل ُج َناَح َع َلْيُك ْم ِاَذ ا‬
‫َس َّلْم ُتْم َّم ٓا ٰا َتْيُتْم ِباْلَم ْع ُرْو ِۗف‬
Artinya : “…dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut…” (QS al-Baqarah/2: 233)
Syarat dan Rukun Sewa Menyewa :
1) Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah balig dan berakal
sehat
2) Sewa menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing bukan karena
dipaksa
3) Barang tersebut menajdi hak sepenuhnya orang yang menyewakan atau
walinya
4) Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya
5) Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara
jelas oleh kedua belah pihak.
6) Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas
7) Harga sewa dan cara pembayarannya juga ditentukan dengan jelas serta
disepakati bersama
Dalam hal sewa menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah
diketahui secara jelas dan disepakati bersama sebelumnya hal-jal berikut :
a) Jenis pekerjaan dan jam kerjanya
b) Berapa lama masa kerja
c) Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya (harian, mingguan,
bulanan, Borongan)
d) Tunjangan-tunjangan seperti transportasi, kesehatan, dll (jika ada)

C. Syirkah
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian
atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian
yang lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan.
Rukun dan Syarat Syirkah :
a. Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat orang yang melakukan akad
adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan ta£arruf (pengelolaan
harta).
b. Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal.
Adapun syarat pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal
dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
c. Akad atau yang disebut juga dengan istilah sigat. Adapun syarat sah akad
harus berupa ta’arruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.

Macam-Macam Syirkah :
a) Syirkah In’am
Syirkah antara dua belah pihak atau lebih yang masing-masing memberi
kontribusi kerja (amal) dan modal (mal). Hukumnya adalah boleh berdasarkan
dalil sunnah dan ijma’ sahabat
b) Syirkah ‘Abdan
Syirkah antara dua belah pihak atau lebih yang masing-masing hanya
memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal(mal). Disebut
juga syirkah amal
c) Syirkah Wujuh
Kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian
(wujuh) sesorang ditengah masyarakat. Syirkah antara dua pihak yang sama-
sama memberikan kontribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang
memberikan kontribusi modal (mal). Syirkah Wujuh termasuk dalam syirkah
‘Abdan
d) Syirkah Mufawadah
Syirkah antara dua belah pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis
syirkah. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh digabungkan
menjadi satu.
e) Mudarabah
Akad kerja sama usaha antara dua belah pihak dimana pihak pertama
menyediakan semua modal (Sahibul Mal) dan pihak lainnya menjadi
pengelola atau pengusaha (Mudarrib)
Mudarrabah dibagi menjadi 2 yaitu :
Mudarrabah Mutlaqah : Bentuk kerja sama antara pemilik modal dan
pengelola yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
Mudarrabah Muqayyadah : Usaha yang akan dijalankan dengan dibatasi oleh
jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.
f) Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah
Musaqah : Kerja sama antara pemilik kebun dan petani. Pemilik kebun
menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan
dibagi dua menurut presentase yang ditentukan pada waktu akad.
Muzara’ah : Kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan
petani penggarap. Dalam kerja sama ini benih tanaman berasal dari petani.
Mukhabarah : Kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap. Dalam kerja sama ini benih tanaman berasal dari pemilik lahan.

D. Perbankan
Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun
dana masyarakat dan disalurkan Kembali dengan menggunakan sistem bunga.
Hakikat dan tujuan bank ialah untuk membantu masyarakat yang memerlukan.

Dilihat dari segi penerapan bunga, bank dibagi menjadi dua yaitu :
a) Bank Konvensional
Bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang
memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha
b) Bank Islam atau Bank Syari’ah
Bank yang menjalankan operasinya melalui Islam. Istilah bunga yang ada dalam
bank konvensional tidak ada dalam bank Islam. Namun bank syariah
menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba seperti :
1. Mudarabah yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan
perjanjian bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase
sesuai perjanjian.
2. Musyarakah yakni kerja sama antara pihak bank dan pengusaha dimana
masing-masing pihak sama-sama memiliki saham.
3. Wadi’ah yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga.
4. Qardul Hasan yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang
baik dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan
simpanan pokok pada saat jatuh tempo.
5. Murabahah yaitu suatu jenis penjualan dimana penjual sepakat dengan
pembeli untuk menyediakan suatu produk dengan ditambah jumlah
keuntungan tertentu diatas biaya produksi.

E. Asuransi Syari’ah
a) Prinsip-Prinsip Asuransi Syari’ah
Asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie yang artinya
pertanggungan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan At-Ta’min yang berarti
pertanggungan, perlindungan, keamanan, ketenangan, atau bebas dari perasaan
takut.
Dalam islam, asurani merupakan bagian dari muamalah. Dasar hukum
asuransi menurut fiqih islam adalah boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk
asuransi tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum islam. Pada umumnya
para ulama berpendapat asuransi berdasarkan syari’ah dibolehkan dan asuransi
konvensional haram hukumnya.
b) Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional
Prinsip asuransi syari'ah tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem
asuransi konvensional, yang menggunakan prinsip transfer risiko. Seseorang
membayar sejumlah premi untuk mengalihkan risiko yang tidak mampu das
pikul kepada perusahaan asuransi Dengan kata lain, telah terjadi 'jual-beli' atas
risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Sedangkan, akad dalam Islam
mensyaratkan adanya sesuatu yang bersifat pasti, apakah itu berbentuk barang
ataupun jasa.
Perbedaan yang lain, terdapat pada asuransi konvensional yang dikenal
dana hangus, di mana seseorang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi
ketika ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Dalam konsep
asuransi syari'ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Seseorang yang
baru masuk sekalipun, karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, dana
atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali, baik
sebagian kecil dana atau preminya.
Terdapat manfaat yang dapat diambil kaum muslimin dengan terlibat
dalam asuransi syari'ah, diantaranya bisa menjadi alternatif perlindungan yang
sesuai dengan hukum Islam. Syariah merupakan sebuah prinsip yang bersifat
universal sehingga semua pemeluk agama dapat menggunakannya.

Anda mungkin juga menyukai