id
BAB IV
77
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 : “kekayaan alam yang terkandung di bumi dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.” Makna yang terkandung dalam pasal
tersebut, Pemerintah memiliki peran dalam memajukan kesejahteraan umum, dengan kewenangan
yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah provinsi, daerah kabupaten atau kota
terutama berkaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Laut Nasional untuk kesejahteraan rakyat
yang ada di masing-masing daerah.
78
Pasal 18 ayat (2) UUD NRI 1945 : “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.” Makna yang terkandung dalam pasal tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan daerah, dengan bertujuan agar terwujudnya kesejahteraan
commit
masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, to user
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI
45
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id
79
Panduan dasar pelaksanaan ekowisata,commit
UHJAK,to user 9
2009.Hlm.
80
Godwin dalam Sastrayuda, GS. Hand Out Mata Kuliah Concept Resort And Leisure, Strategi
Pengembangan Dan Pengelolaan Resort And Leisure, 2010. Hal.35
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id
4. Ekonomi
Ekowisata yang dijalankan harus memberikan keuntungan dan profit baik
untuk pengelola maupun masyarakat setempat agar aktivitas ini dapat terus
berjalan. Penghasilan yang didapat dari ekowisata, dapat didistribusikan untuk
pelestarian tingkat lokal dan untuk pengembangan pengetahuan masyarakat
setempat.
5. Partisipasi Masyarakat
Kegiatan wisata diarahkan pada keterlibatan langsung antara wisatawan,
masyarakat lokal dan pengelola dalam melestarikan alam dan budaya lokal
sehingga terjadi interaksi dan pertukaran informasi yang lebih cepat.81
Pengelolaan Situs Sangiran yang dilakukan saat ini adalah menjaga dan
mengembangkan OUV (Outstanding Universal Value) yang melekat pada Situs
Sangiran, serta mengembangkan nilai-nilai yang terdapat di Situs Sangiran
82
tersebut.
Dampak dari Kawasan Pariwisata Sangiran ini banyak dirasakan oleh berbagai
sektor, terutama di bidang Pendidikan khususnya tentang evolusi manusia. Disisi
lain kawasan Situs Sangiran memiliki sumber daya yang potensial untuk
dikembangkan dan dimanfaatkan khususnya untuk kepentingan ekonomi bagi
seluruh stakeholder dan masyarakat yang terlibat. Hal ini tentu dapat diwujudkan
melalui pengelolaan sumber daya wisata yang baik yang sesuai dengan prinsip
kebijakan ekowisata.
Strategi pengelolaan Kawasan Situs Sangiraan dibuat berdasarkan peraturan-
peraturan yang terkait dengan perlindungan, pemanfaatan dan pengelolaan
kebijakan ekowisata. Hal ini dilakukan agar strategi pengelolaan Kawasan Situs
Sangiran mempunyai payung hukum yang jelas dan dapat dipertnggung jawabkan
sebagaimana mestinya. Rencana strategis pengelolaan Situs Sangiran yang akan
81
Reza Tinumbia, Penerapan Prinsip Ekowisata pada Perancangan Fasilitas Pengelolaan
commitMedia
Ekosistem Terumbu Karang di Gili Trawangan,
82
to user
Neliti.Hal. 4
Hana Mayar Winastuning, Kajian Komponen Pariwisata Situs Sangiran, Jurnal Sangiran
Nomor 6 tahun 2017.Hlm.109
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Renstra Sangiran 2019
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id
Peneliti melihat bahwa manfaat yang dirasakan oleh para pengunjung dan
masyarakat terhadap kebijakan yang terkait prinsip pelestarian yang diterapkan
oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba ini sudah terasa sampai saat ini.
Karena berdasarkan fenomena yang peneliti lihat, bahwasannya indikator manfaat
yang dapat dirasakan pengunjung dan masyarakat sudah terukur dengan jelas
meskipun sarana prasarana belum diberikan secara optimal.
d. Strategi yang dijalankan
1) Optimalisasi pemantauan kelestarian Situs Manusia Purba dan Benda Cagar
Budaya
Pemantauan merupakan salah satu instrumen penting untuk dapat mengetahui
dan memotret kondisi riil situs manusia purba dan benda cagar budaya yang ada.
Pemantuan ini diwujudkan dengan melalui monitoring lapangan untuk
mendapatkan informasi dan data-data. Informasi dan data-data ini selanjutnya
dianalisa untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai kondisi lapangan
sebenarnya. Gambaran komprehensif akan menghasilkan rekomendasi untuk
bahan pengambilan kebijakan yang responsif, relevan,dan solutif.
2) Perawatan Situs Manusia Purba dan Benda Cagar Budaya secara
berkesinambungan.
Perawatan cagar budaya situs Sangiran didasarkan pada Pasal 26 Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang berfungsi untuk
pencegahan dan penanggulangan terhadap kerusakan dan pelapukan akibat
pengaruh proses alami dan hayati dan pencemaran.
Perawatan atau konservasi situs manusia purba dan benda cagar budaya
memiliki metode yang berbeda karena obyek yang dikonservasi juga berbeda. Jika
situs obyeknya berupa tanah atau lahan maka benda cagar budaya obyeknya
adalah fosil dan artefak. Konservasi situs dilakukan dengan metode konservasi
lahan baik berupa metode buatan atau vegetatif untuk mencegah dan
menanggulangi lahan dari tanah longsor, lahan gundul maupun banjir. Sedangkan
konservasi fosil dan artefak dilakukan dengan metode konservasi mekanik dan
kimiawi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
Konservasi baik pada situs maupun benda cagar budaya terus dilakukan secara
berkesinambungan dan disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi pada
masing-masing obyek. Oleh karena itu untuk mendukung pelaksanaan konservasi
situs dan benda cagar budaya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan serta untuk
menjawab permasalahan dan tantangan konservasi yang ada maka kedepan akan
terus dikembangkan beberapa kajian konservasi.
e. Derajat perubahan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kebijakan
terkait prinsip pelestarian
Menurut Grindle, dalam setiap pembuatan kebijakan memiliki target yang
ingin dicapai. Seberapa besarkah perubahan yang diinginkan harus sangat jelas.
Jangan sampai setelah kebijakan siap untuk di implementasikan dan berjalan baik
di mata implementor, tetapi hasilnya tidak ada. Atau bahkan perubahannya hanya
sedikit dan jauh dari target awal para aktor kebijakan. Tujuan diberlakukannya
kebijakan terkait prinsip pelestarian di Situs Sangiran ini dikarenakan Situs
Sangiran beserta semua kandungan arkeologis yang ada di dalamnya merupakan
cagar budaya yang penting untuk dijaga dan dilestarikan.
Pelestarian Situs Sangiran penting dilakukan agar semua nilai penting yang
terkandung di dalamnya dapat terus dipelajari, dimanfaatkan, dan diwariskan
kepada generasi yang akan datang karena untuk saat ini pengelolaan Situs
Sangiran dilakukan oleh salah satu UPT Kemendikbud, yaitu Balai Pelestarian
Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, bekerja sama dengan Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Sragen, dan Pemerintah Kabupaten
Karanganyar.
Upaya pelestarian Situs Sangiran terus dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
dengan kegiatan sarasehan, sosialisasi, dan pemberian imbalan bagi anggota
masyarakat yang menemukan fosil dan menyerahkan fosil temuannya kepada
BPSMP Sangiran. Upaya tersebut terus intensif dilakukan untuk menyadarkan
masyarakat akan pentingnya fosil bagi ilmu pengetahuan. Selain itu ada juga
kegiatan penelitian yang masih terus dilakukan, pameran keliling di beberapa kota
setiap tahun, bioskop keliling, pembuatan buku/jurnal, konservasi fosil, dan lain-
commit
lain. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah to user setiap tahunnya, sehingga saat
dianggarkan
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id
ini dapat menekan penjualan gelap dan aktivitas pencarian fosil yang dilakukan
masyarakat.
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran melalui kebijakan ini bertujuan
untuk meningkatkan pelindungan Situs Manusia Purba sebagai warisan yang
bernilai tinggi Situs manusia purba yang tersebar di seluruh Indonesia pada
umumnya memiliki kharakteristik dan kondisi yang unik baik dari segi potensi
informasi, bentang lahan, keadaan sosial-ekonomi-budaya masyarakat, dan
keragaman pemangku kepentingan yang ada.
Dengan kharakteristik dan kondisi yang unik ini maka upaya pelindungan yang
diterapkan pada masing-masing situs manusia purba harus disesuaikan dan
ditingkatkan secara dinamis sehingga akan berdampak pada kelestarian situs
manusia purba yang pada akhirnya akan dapat terus dinikmati oleh generasi-
generasi yang akan datang sebagai warisan budaya yang adiluhung. Kebijakan
pelindungan situs yang dilakukan secara umum meliputi penyelamatan,
pengamanan, konservasi, dan zonasi.
2. Prinsip Pendidikan
a. Dasar Hukum
Dasar hukum Balai Pelestarian Situs Manusia Purba dalam membuat
rancangan terkait prinsip pendidikan adalah:
1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
2) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja.
3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019
(12 Juni 2015).
5) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 31
Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs
Manusia Purba Sangiran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id
tahun 1996. Melalui perjalanan yang panjang Situs Sangiran ditetapkan UNESCO
sebagai salah satu Warisan Dunia dengan nomor C593.
Strategi ini dilakukan BPSMP dengan cara publikasi dan kerjasama dengan
berbagai media massa. Publikasi mengenai Situs Sangiran dilakukan oleh Seksi
Pemanfaatan selaku penanggung jawab publikasi. Banyak hal yang sudah
dilakukan ialah penerbitan buku, sosialisasi, update website, virtual museum, talk
show televisi, buletin, penggunaan teknologi terbaru seperti augmented
reality pada display museum dan sebagainya. Keterbukaan informasi menjadi sifat
wajib untuk mengembangkan pengetahuan. Adanya 4 (empat) museum baru juga
semakin melengkapi pengetahuan yang ingin disampaikanSelain dapat
dimanfaatkan sebagai laboratorium dan pusat informasi untuk mendukung
pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah dan kebudayaan. Situs Sangiran harus
mampu memberikan nilai manfaat bagi masyarakat sekitar sebagai destinasi
wisata. Kini, Sangiran beranjak menjelma destinasi pariwisata dunia yang
bertumpu pada daya tarik dan informasi peradaban dunia.
Selain itu Pemerintah juga merencanakan membuat museum yang lebih
representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Didirikan
bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang,
lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya
adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung,
ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala,
dan lain-lain.
Meningkatkan pemanfaatan Situs Manusia Purba secara terintegrasi dan
berkelanjutan bagi masyarakat dunia, regional, nasional, maupun lokal. Kala
Plestosen adalah saat-saat penting dalam tahapan kehidupan manusia karena pada
saat itu mulai terlihat adanya awal kehidupan manusia. Situs-situs Kala Plestosen
tersebar di berbagai wilayah di dunia, mulai dari Afrika, Eropa, Asia, hingga Asia
Tenggara termasuk di Jawa. Situs Sangiran di Sragen, Jawa Tengah, merupakan
Situs Manusia Purba yang mendunia, sehingga menjadi situs acuan untuk
memahami evolusi manusia. Penemuan-penemuan situs lain di berbagai daerah di
commit
Indonesia semakin memperkuat posisi to user sebagai negara yang mempunyai
Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id
rekaman kehidupan pada masa sekitar 2 juta tahun silam dalam sebaran yang luas.
Situs-situs tersebut telah menjadi perhatian para peneliti baik dari dalam dan luar
negeri untuk mengungkapkan aspek-aspek kehidupan masa lampau, tidak hanya
berkaitan dengan kehidupan manusia dan budayanya, bahkan aspek lingkungan
pun telah menjadi daya tarik para peneliti.
Manfaat Situs Manusia Purba di Indonesia untuk ilmu pengetahuan adalah
keberadaan situs-situs tersebut menjadi laboratorium alam yang menyediakan data
rekaman kehidupan manusia, budaya, fauna, dan lingkungan yang lengkap. Bagi
masyarakat lokal, keberadaan situs tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomis
untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui kegiatan wisata.
2. Prinsip Pariwisata
a. Dasar Hukum
Pariwisata budaya ibarat pisau bermata dua dalam pemanfaatan warisan
budaya sebagai objek daya tarik wisata. Di satu sisi pariwisata dapat melestarikan
warisan budaya tersebut, sedangkan di sisi lain kegiatan pariwisata akan merusak
atau berdampak negatif terhadap warisan budaya itu karena objek tersebut akan
dikonsumsi oleh wisatawan.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan,
daerah tujuan wisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan
geografis yang spesifik berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang
didalamnya terdapat kegiatan kepariwisataan dan dilengkapi dengan ketersediaan
daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait. Hal ini yang menjadi dasar BPSMP dalam
meningkatkan sektor pariwisata di kawasan cagar budaya dengan menambah daya
tarik dan penguatan citradari Kawasan Situs Sangiran yang diharapkan dapat
menjadikan situs Sangiran sebagai destinasi wisata yang lebih dikenal dunia.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, usaha pariwisata meliputi antara lain:
1) daya tarik wisata;
2) kawasan pariwisata;
3) jasa transportasi wisata; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id
dan artefak. Kriteria 6 (enam) terkait dengan peristiwa atau ide yang memiliki
nilai luar biasa mengenai evolusi fisik dan budaya manusia yang sangat panjang
dalam konteks lingkungannya. Nilai yang signifikan itu terekam dalam lapisan
tanahnya.
Aspek integritas ditemukan dalam konteks alami mereka, sisa-sisa manusia
masih berada dalam lapisan tanah, termasuk fosil fauna dan artefak. Situs
Sangiran merupakan situs terbuka sehingga banyak fosil yang ditemukan dalam
kondisi tak utuh. Penemuan fosil oleh penduduk hingga kini masih terjadi,
biasanya ditemukan dari lapisan pasir. Otentisitas Situs Sangiran menggambarkan
urutan evolusi budaya yang sangat panjang. BPSMP Sangiran memiliki tanggung
jawab untuk terus melindungi OUV, yang bisa diketahui dari fosil, stratigrafi
tanah dan data konteksnya.
Dalam rangka pengelolaan tersebut, BPSMP Sangiran menciptakan manajemen
situs yang terpadu; nasional, regional, dan lokal. Pelibatan masyarakat lokal
diwujudkan dalam pembentukan komunitas pelestari Situs Sangiran. Pengelolaan
pelestarian meliputi tata guna lahan, lingkungan, infrastruktur dan penelitian.
Secara berkelanjutan BPSMP Sangiran juga melakukan monitoring situs secara
terpadu melibatkan pemerintah daerah dan komunitas. Hasil monitoring dievaluasi
untuk perbaikan sistem monitoring selanjutnya.
Kepentingan lain yang memengaruhi BPSMP dalam pembuatan kebijakan
terkait prinsip partisipasi masyarakat adalah Kepemilikan lahan Situs yang hampir
semuanya dikuasai secara turun temurun oleh masyarakat. Dari lebih dari 59,21
km2 luas lahan Situs Sangiran, hanya kurang dari 1 km2 yang dikuasai
Pemerintah, masih adanya oknum masyarakat yang menjual fosil yang ditemukan
kepada kolektor karena hasil yang diperoleh lebih besar daripada imbalan yang
diberikan dari Pemerintah selain itu masih rendahnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan khususnya
tentang Cagar Budaya juga memengaruhi dalam pembuatan kebijakan ini.
Meningkatkan pengembangan SDM, kemitraan, dan tata kelola pelestarian
Situs Manusia Purba yang responsif, transparan dan akuntabel. Pengembangan
commitkeniscayaan.
SDM yang berkualitas adalah suatu to user Kekayaan terbesar sebuah
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id
bangsa adalah manusianya bukan Sumber Daya Alamnya. Agar memiliki pegawai
yang berkualitas Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran selalu
melakukan peningkatan kompetensi para pegawai secara berkelanjutan sehingga
para pegawai Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran dapat secara
professional melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.Di samping itu BPSMP
Sangiran tidak bisa bergerak sendiri dalam upaya-upaya pelestarian Situs Manusia
Purba.
Upaya pelestarian Situs Manusia Purba akan efektif apabila seluruh pemangku
kepentingan berperan aktif dalam upaya- upaya pelestarian Situs Manusia Purba.
Maka Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran harus bergerak aktif dalam
menjalin kemitraan dengan para pemangku kepentingan Pelestarian Situs Manusia
Purba sehingga didapatkan pengelolaan Situs Manusia Purba yang efektif Tata
kelola pelestarian Situs Manusia Purba yang responsif, transparan dan akuntabel
dapat diartikan bahwa Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran peka, cepat
dan tanggap terhadap keadaan masyarakat, lingkungan dan keadaan sekitar serta
terbuka dan sesuai peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan setiap
tugas pokok dan fungsinya.
c. Manfaat yang diperoleh dari kebijakan
1) Kegiatan Penyuluhan Cagar Budaya untuk turut serta melestarikan Situs
Manusia Purba sebanyak 500 orang
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran mampu mewujudkan kegiatan
yang memberi pengaruh untuk kesejahteraan masyarakat. Sasaran strategis ini
memfokuskan pada realisasi dan pengaruh dari kegiatan yang secara langsung
atau tidak langsung dapat memberikan penguatan, inisiatif, dan kreativitas
masyarakat dalam hubungannya dengan pemanfaatan Situs Manusia Purba.
Pencapaian sasaran strategis ini diukur dari keikutsertaan masyarakat dalam
berbagai kegiatan
2) Kegiatan pemberdayaan yang melibatkan masyarakat 5 event
Penyebarluasan informasi mengenai Situs Manusia Purba merupakan kegiatan
yang dilakukan berkesinambungan. Informasi yang ingin disampaikan kepada
commit
masyarakat adalah informasi tentang to user
substansi Situs Manusia Purba dan informasi
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id
Pelestarian Situs Manusia Purba tidak akan memberikan nilai positif bagi
masyarakat sekitar yang hidup sekarang jika situs tersebut hanya dijaga
keutuhannya. Namun tanpa adanya usaha untuk pelestarian dari berbagai pihak,
ancaman kerusakan dan bahkan kehancuran terhadap situs tersebut sangat
mungkin terjadi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat sekarang. Kebijakan yang dibuat BPSMP terkait pelibatan
masyarakat diharapkan dapat meningkatkan apresiasi dan kebanggaan masyarakat
terhadap warisan Situs Manusia Purba serta menumbuhkan kesadaran dan rasa
cinta masyarakat kepada Situs Manusia Purba sebagai warisan budaya bangsa
yang bernilai tinggi, membangkitkan semangat penghargaan dan rasa memiliki
terhadap Situs manusia Purba, dan menggugah kepedulian masyarakat agar turut
menjaga dan melestarikannya untuk generasi yang akan datang.
85
commit to user
Agus Dwiyanto, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Yogykarta: Gajahmada University,
2002. Hal. 62
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id
Program apapun yang digulirkan oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba
termasuk pemenuhan prinsip dalam kebijakan ekowisata, tidak saja membutuhkan
dukungan dari masyarakat sasaran kebijakan, akan tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana tingkat responsivitas pemerintah dan aparaturnya dalam
mendukung kelancaran pelaksanaan setiap program yang dibuat oleh BPSMP.
Dalam perspektif ini tingkat responsivitas pemerintah dapat dilihat dari daya
tanggap pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat, kemampuan aparatur
pemerintah dalam mengenali kebutuhan masyarakat, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah sejauhmana tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan
seluruh tahapan strategi pengelolaan.
Berdasarkan analisis terhadap hasil wawancara kepada kasi bidang
pemanfaatan dan pengelolaan dapat ditegaskan bahwa responsivitas atau daya
tanggap Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran terhadap implementasi
kebijakan Ekowisata terlihat pada kepedulian pemerintah terhadap kebutuhan dan
kepentingan masyarakat khususnya komitmen pemerintah dalam pelestarian dan
perlindungan cagar budaya dikawasan situs Sangiran.
Responsivitas BPSMP selanjutnya dalam kaitannya dengan pengelolaan adalah
strategi dan arah kebijakannya yang sudah terstruktur dan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan yang sudah direncanakan untuk 5 tahun kedepan yang
mengadopsi prinsip-prinsip ekowisata diantaranya prinsip pelestarian, prinsip
pendidikan, prinsip pariwisata, prinsip ekonomi dan prinsip partisipasi
masyarakat. Hal ini menunjukkan daya tanggap BPSMP dalam penyusunan
kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan dalam
masing-masing prinsip yang sesuai dengan konsep good governance.
Selain dilihat dari segi konten (lingkungan kebijakan) Penulis meringkas
dalam sebuah tabel dari penjabaran konteks (isi kebijakan) yang dibuat oleh Balai
Pelestarian Situs Manusia Purba. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini ;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Prinsip Dasar Hukum Kepentingan yang Tipe Manfaat Strategi Derajat yang Pelaksana
Ekowisata memengaruhi ingin dicapai Program
74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75
Purba
kesejahteraan
sosial.
i. Memaksimalkan
peluang
pendapatan fiscal
budaya bangsa
yang bernilai
tinggi,
membangkitka
n semangat
penghargaan
dan rasa
memiliki
terhadap Situs
manusia
Purba, dan
menggugah
kepedulian
masyarakat
agar turut
menjaga dan
melestarikann
ya untuk
generasi yang
akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id
Optimal Belum
Prinsip Ekowisata
Optimal
- V
Prinsip Pelestarian
- V
Prinsip Pariwisata
V -
Prinsip Pendidikan
V -
Prinsip ekonomi
- V
Prinsip Partisipasi Masyarakat
1. Partisipasi.
2. Aturan hukum.
Good governance memerlukan kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan
secara adil. Hal ini juga memerlukan perlindungan penuh terhadap hak asasi
manusia, terutama yang minoritas. Penegakan hukum yang berimbang, pengadilan
yang independen dan penegakan hukum yang tidak berpihak.
3. Transparansi.
86
commit to user
Muchoridji, Permasalahan, Kebijakan dan Peningkatan Kapasitas Manajemen Ekowisata di
Indonesia, Journal of Applied Business and Economics, Volume 1 Nomor 2 Januari 2015.Hal 62
perpustakaan.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id
Hal ini menyangkut hak-hak para stakeholder dalam hal informasi. Ini berarti
bahwa informasi tersedia secara bebas dan langsung diakses oleh mereka yang
akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut dan penegakannya. Ini juga berarti
bahwa informasi yang cukup disediakan dan diberikan dalam bentuk yang mudah
dimengerti.
4. Responsiveness.
Good governance mensyaratkan bahwa lembaga-lembaga dan prosesnya
mengedepankan melayani kepada semua stakeholder dalam jangka waktu yang
wajar. Dan dalam pengelolaan ekowisata prinsip ini diwujudkan dengan
kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah
wewenang, menyadari akan adanya tangungjawab sosial, mengindari
penyalahgunaan peranan, menjadi profesional yang beretika dan memelihara
lingkungan bisnis ekowisata yang sehat.
5. Berorientasi konsensus.
Dalam suatu masyarakat tertentu ada beberapa aktor dengan titik pandang yang
berbeda. Good governance memerlukan mediasi dari kepentingan yang berbeda
dalam masyarakat untuk mencapai konsensus yang luas dalam masyarakat tentang
apa yang ada dalam kepentingan terbaik dari seluruh masyarakat dan bagaimana
hal ini dapat dicapai. Hal ini juga memerlukan perspektif yang luas dan jangka
panjang tentang apa yang dibutuhkan untuk pembangunan ekowisata dan
bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut.
6. Ekuitas dan inklusivitas.
Dalam sebuah masyarakat kesejahteraan dapat diartikan bahwa semua
anggotanya merasa bahwa mereka memiliki kepentingan di dalamnya dan tidak
merasa dikecualikan. Hal ini memerlukan semua kelompok, tetapi terutama yang
paling rentan, memiliki peluang untuk memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka.
7. Efektivitas dan efisiensi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id
commit toWisata
user Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal
88
Made Heny Urmila Dewi , Pengembangan Desa
Di Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan Bali, Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus
2013.Hal.132
perpustakaan.uns.ac.id 91
digilib.uns.ac.id
dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang
bersangkutan.89 Dengan kata lain, batasan dari partisipasi adalah keterlibatan
komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau
pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan.90
Dasar hukum partisipasi masyarakat diatur dalam Pasal 354 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014. Pada ayat 1 dijelaskan bahwa untuk mendorong
partisipasi masyarakat maka pemerintah daerah;
1. Menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada
masyarakat;
2. Mendorong kelompok dan organisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam
penyelenggaraan Pemerintah Daerah melalui dukungan pengembangan
kapasitas masyarakat;
3. Mengembangkan kelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan yang
memungkinkan kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat terlibat secara
aktif; dan/atau
4. Kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Partisipasi masyarakat juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, peraturan ini dilandasi oleh Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan pengertian ketentuan umum
tentang :
1. Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
selanjutnya disebut Partisipasi Masyarakat adalah peran serta Masyarakat
untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran, dan kepentingannya dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
commit to user
89
Ibid., Hal. 134
90
Alastraire dalam Sastropoetro, Partisipasi Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembagunan, Alumni: Bandung, 1998.Hal. 33
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Ibid.., Hal. 35
92
Iwang Gumilar, Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove,
Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 20, No. 2, Juli 2018 , Hal. 146
perpustakaan.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id
mengatasi persoalannya pada masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik
pada masa mendatang.
Pengelolaan sebuah situs cagar budaya merupakan sebuah mekanisme terpadu
yang melibatkan berbagai komponen masyarakat. Pemangku kepentingan baik
dari pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan komunitas harus bersinergi dan
mempunyai sistem kerja yang saling terkait. Tidak hanya aspek ekonomi untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang menjadi tujuan utama
pengelolaan Situs Manusia Purba dan mengesampingkan aspek pelestarian,
namun menciptakan keseimbangan untuk tercapainya kedua tujuan tersebut secara
bersama-sama merupakan wujud kerjasama yang baik antar stakeholder.
Pelestarian Situs Manusia Purba tidak akan memberikan nilai positif bagi
masyarakat sekitar yang hidup sekarang jika situs tersebut hanya dijaga
keutuhannya. Namun tanpa adanya usaha untuk pelestarian dari berbagai pihak,
ancaman kerusakan dan bahkan kehancuran terhadap situs tersebut sangat
mungkin terjadi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat sekarang.
Pengelolaan sebuah situs cagar budaya merupakan sebuah mekanisme terpadu
yang melibatkan berbagai komponen masyarakat. Pemangku kepentingan baik
dari pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan komunitas harus bersinergi dan
mempunyai sistem kerja yang saling terkait. Tidak hanya aspek ekonomi untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang menjadi tujuan utama
pengelolaan Situs Manusia Purba dan mengesampingkan aspek pelestarian,
namun menciptakan keseimbangan untuk tercapainya kedua tujuan tersebut secara
bersama-sama merupakan wujud kerjasama yang baik antar stakeholder.
Pelestarian Situs Manusia Purba tidak akan memberikan nilai positif bagi
masyarakat sekitar yang hidup sekarang jika situs tersebut hanya dijaga
keutuhannya. Namun tanpa adanya usahatountuk
commit user pelestarian dari berbagai pihak,
ancaman kerusakan dan bahkan kehancuran terhadap situs tersebut sangat
perpustakaan.uns.ac.id 94
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id
Sangiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id
commitPartisipasi
to user Masyarakat dalam Pengelolaan
93
Arnstein dalam Lily Sri Ulina Peranginangin,
Kawasan Konservasi, Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik JKAP Vol 18 No 1- Mei 2014.
Hal.68
perpustakaan.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Nazmiyah Syuti, Op.cit,.. Hal.25
perpustakaan.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id
dia akan disebut sebagai pemilik sumber daya (owner) meski untuk konteks
kawasan wisata sulit untuk mencapai status owner.
Dengan memahami tipologi hak tersebut, kita bisa menganalisis sejumlah
konflik antara masyarakat dan pemerintah. Pada kasus ini konflik masyarakat
dengan pengelola Situs Sangiran dalamhalini BPSMP adalah disebabkan
masyarakat merasa hak mengelola yang selama ini mereka miliki tercerabut
setelah pemerintah menetapkan bahwa hak tersebut adalah milik pemerintah.Hak-
hak tersebut bersifat dinamis yang berarti bisa bertambah atau berkurang.
Kawasan konservasi cagar budaya tersebut menunjukkan bahwa hak masyarakat
berkurang. Nah, perlindungan yang selama ini diberikan pemerintah kepada
masyarakat kebanyakan masih tertuju pada hak melintas dan hak memanfaatkan
sumber daya. Padahal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan
juga perlindungan terhadap hak mengelola.
Hak mengelola sangatlah penting agar masyarakat merasa memiliki
sumberdaya tersebut, sehingga akan menjaganya untuk kelestarian sumber daya.
Hak mengelola yang diberikan kepada masyarakat juga bisa efektif karena
masyarakat tahu persis kondisi sumber dayanya. Menurut Ostrom, pengakuan
pemerintah terhadap hak mengelola tersebut merupakan salah satu unsur penting
kukuhnya model pengelolaan berbasis masyarakat.
commit to user