Anda di halaman 1dari 57

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Sumber Daya


Wisata
Secara umum kebijakan dan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya wisata tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan kawasan wisata.
Dasar hukum mengenai pengelolaan sumber daya wisata dari sektor perekonomian
nasional dan kesejahteraan sosial diatur dalam Pasal 33 ayat (3)77 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan penguasaan negara atas kekayaan
alam.
Berdasarkan konteks otonomi daerah, terbuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk
mengelola sumber daya wisata dalam rangka mempercepat tercapainya kesejahteraan
masyarakat, sebagaimana Pasal 18 ayat (2)78 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Ketentuan tersebut dijabarkan dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah yang pada intinya memberikan kewenangan pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten dan/kota untuk mengelola
sumber daya wisata di daerah.
Pola pengelolaan sumber daya wisata yang diatur oleh Pemerintah diharapkan
dapat memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada
beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola
pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peranserta aktif

77
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 : “kekayaan alam yang terkandung di bumi dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.” Makna yang terkandung dalam pasal
tersebut, Pemerintah memiliki peran dalam memajukan kesejahteraan umum, dengan kewenangan
yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah provinsi, daerah kabupaten atau kota
terutama berkaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Laut Nasional untuk kesejahteraan rakyat
yang ada di masing-masing daerah.
78
Pasal 18 ayat (2) UUD NRI 1945 : “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.” Makna yang terkandung dalam pasal tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan daerah, dengan bertujuan agar terwujudnya kesejahteraan
commit
masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, to user
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI

45
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk


mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya
wisata harus dioptimalkan karena sangat penting peranannya terutama dalam
rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan
bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan
dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam
dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya
fungsi lingkungan. Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam
pengelolaan sumber daya wisata dan pelestarian kawasan wisata merupakan hal
yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan
menikmatinya menjadi terbuka dan dapat meminimalisir terjadinya konflik, baik
yang bersifat vertikal maupun horizontal.

B. Strategi Pengelolaan Situs Warisan Budaya Dunia Sangiran dalam


Implementasi Prinsip Kebijakan Ekowisata di Indonesia

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang menekankan tanggung jawab


terhadap kelestarian alam, memberi manfaat dan mempertahankan keutuhan
budaya bagi masyarakat setempat. Ekowisata harus mampu memberi manfaat
untuk masyarakat baik dari segi ekonomi, budaya, ekologi maupun sosial. Prinsip
pengembangan ekowisata diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri dalam Negeri
Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah
yang meliputi :
1. Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata;
2. Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari
sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata;
3. Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi
penggerak pembangunan ekonomi commitdito wilayahnya
user serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan;
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

4. Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi


seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap
pelestarian lingkungan dan budaya;
5. Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung;
6. Partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati
nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan
7. Menampung kearifan lokal.
Dari hasil analisa kebijakan ekowisata tersebut dapat di simpulkan 5 prinsip
dasar ekowisata yaitu :79
1. Pelestarian
Kegiatan wisata yang dihadirkan tidak bersifat merusak kelestarian alam dan
kebudayaan lokal,baik dari segi aktifitas maupun pengelolaannya. Ekowisata
menuntut persyaratan bagi pelestarian alam. Dengan demikian ekowisata adalah
“Wisata alam berdampak ringan yang menyebabkan terpeliharanya spesies dan
habitatnya secara langsung dengan peranannya dalam pelestarian dan atau secara
tidak langsung dengan memberikan pandangan kepada masyarakat setempat,
untuk membuat masyarakat setempat dapat menaruh nilai, dan melindungi wisata
alam dan kehidupan lainnya sebagai sumber pendapatan80
2. Pendidikan
Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur pendidikan
seperti informasi mengenai keanekaragaman hayati serta adat istiadat masyarakat
lokal. Ekowisata hendaknya dibangun secara berkonsep agar bisa memberikan
kesan pembelajaran kepada pengunjung tentang alam dan budaya yang terkait
dengan tempat tersebut. Misalnya, candi prambanan yang bisa menjadi objek
wisata pendidikan untuk mengenal peradaban yang pernah ada di Indonesia.
3. Pariwisata
Pariwisata merupakan aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dan
motivasi bagi wisatawan untuk mengunjugi suatu tempat.

79
Panduan dasar pelaksanaan ekowisata,commit
UHJAK,to user 9
2009.Hlm.
80
Godwin dalam Sastrayuda, GS. Hand Out Mata Kuliah Concept Resort And Leisure, Strategi
Pengembangan Dan Pengelolaan Resort And Leisure, 2010. Hal.35
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

4. Ekonomi
Ekowisata yang dijalankan harus memberikan keuntungan dan profit baik
untuk pengelola maupun masyarakat setempat agar aktivitas ini dapat terus
berjalan. Penghasilan yang didapat dari ekowisata, dapat didistribusikan untuk
pelestarian tingkat lokal dan untuk pengembangan pengetahuan masyarakat
setempat.
5. Partisipasi Masyarakat
Kegiatan wisata diarahkan pada keterlibatan langsung antara wisatawan,
masyarakat lokal dan pengelola dalam melestarikan alam dan budaya lokal
sehingga terjadi interaksi dan pertukaran informasi yang lebih cepat.81
Pengelolaan Situs Sangiran yang dilakukan saat ini adalah menjaga dan
mengembangkan OUV (Outstanding Universal Value) yang melekat pada Situs
Sangiran, serta mengembangkan nilai-nilai yang terdapat di Situs Sangiran
82
tersebut.
Dampak dari Kawasan Pariwisata Sangiran ini banyak dirasakan oleh berbagai
sektor, terutama di bidang Pendidikan khususnya tentang evolusi manusia. Disisi
lain kawasan Situs Sangiran memiliki sumber daya yang potensial untuk
dikembangkan dan dimanfaatkan khususnya untuk kepentingan ekonomi bagi
seluruh stakeholder dan masyarakat yang terlibat. Hal ini tentu dapat diwujudkan
melalui pengelolaan sumber daya wisata yang baik yang sesuai dengan prinsip
kebijakan ekowisata.
Strategi pengelolaan Kawasan Situs Sangiraan dibuat berdasarkan peraturan-
peraturan yang terkait dengan perlindungan, pemanfaatan dan pengelolaan
kebijakan ekowisata. Hal ini dilakukan agar strategi pengelolaan Kawasan Situs
Sangiran mempunyai payung hukum yang jelas dan dapat dipertnggung jawabkan
sebagaimana mestinya. Rencana strategis pengelolaan Situs Sangiran yang akan

81
Reza Tinumbia, Penerapan Prinsip Ekowisata pada Perancangan Fasilitas Pengelolaan
commitMedia
Ekosistem Terumbu Karang di Gili Trawangan,
82
to user
Neliti.Hal. 4
Hana Mayar Winastuning, Kajian Komponen Pariwisata Situs Sangiran, Jurnal Sangiran
Nomor 6 tahun 2017.Hlm.109
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

penulis paparkan adalah perwujudan dari penerapan berbagai peraturan


perundangan yang meliputi:83
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
3. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
4. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab keuangan negara.
5.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
6. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
7. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
8. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.
11.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
12.Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
tentang Pedoman penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian
/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019.
13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja.
14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan.
15. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019
(12 Juni 2015).

commit to user
83
Renstra Sangiran 2019
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

16. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 31


Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs
Manusia Purba Sangiran.
17. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 tahun 2016 tentang
Rincian Tugas Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Untuk mengetahui bagaimana strategi pengelolaan dari sumber daya wisata di
Situs Sangiran, Penulis memaparkan arah kebijakan dan strategi yang dilakukan
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMP) untuk mengukur
apakah implementasi prinsip kebijakan ekowisata dalam pengelolaan sumber daya
wisata ini sudah berjalan dengan baik atau tidak.
1. Prinsip Pelestarian
a. Dasar Hukum
Pelestarian memiliki tujuan untuk mempertahankan dan memulihkan
signifikasnsi budaya suatu tempat yang harus menyertakan jaminan keamanan
serta keselamatan objek kawasan wisata. Upaya konservasi dari suatu objek atau
kawasan harus mempertimbangkan segala aspek dari signifikansi budayanya,
tanpa membebani lingkungan sekitarnya atau memberikan dampak negatif.84
Dalam membuat rancangan strategis pengelolaan situs Sangiran terkait prinsip
pelestarian, dasar hukum yang digunakan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba
Sangiran adalah :
1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 31 tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran,
BPSMP Sangiran mempunyai tugas melaksanakan perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaaan situs manusia purba. Sebagai tolak ukur
kinerja dalam menjalankan prinsip pelestarian BPSMP menyusun indikator
yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu 2015-2019.
commit to user
84
Prinsip pelestarian dalam Burra Charter 1982
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

b. Kepentingan yang memengaruhi dalam pembuatan kebijakan terkait


prinsip pelestarian

Suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti banyak melibatkan banyak


kepentingan. Grindle melihat bahwa sejauhmana kepentingan kelompok sasaran
implementasi kebijakan tersebut termuat dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun
2010 tentang Cagar Budaya yang dijelaskan pada Pasal 23 Ayat (1) bahwa
perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara
penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran. Pasal 25 Ayat (1)
menjelaskan bahwa perlindungan, penyelamatan dan pengamanan dilakukan
sebagai upaya untuk mencegah :
1) Kerusakan karena faktor alam dan/atau akibat ulah manusia;
2) Beralihnya pemilikan dan penguasaan kepada orang yang tidak berhak;
3) Berubahnya keaslian dan nilai sejarahnya.
Berdasarkan analisis dari beberapa kebijakan dan melihat fenomena yang ada
penulis dapat menyimpulkan bahwa terdapat beberapa kepentingan-kepentingan
lain yang mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan prinsip pelestarian dalam
pengelolaan Situs warisan budaya Sangiran ini, diantaranya kondisi tanah di Situs
Sangiran yang sebagian besar gersang dan tandus sehingga tidak subur untuk
pertanian. Kondisi ini seringkali memicu keinginan masyarakat untuk melakukan
perataan lahan, dan dalam tingkat tertentu sampai pada kegiatan penambangan
Galian C yakni tanahnya dijual sebagai tanah urug, selain itu yang menjadi
kepentingan lain adalah kurangnya sarana dan prasarana pendukung pelestarian
dan pemanfaatan benda Cagar Budaya dan situs manusia purba di seluruh
Indonesia.
Kepentingan lain yang memengaruhi BPSMP dalam menyusun kebijakan
terkait prinsip pelestarian adalah kesadaran bahwa kepariwisataan merupakan
bagian intergral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis,
terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap
memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam
masyarakat, kelestarian dan mutucommit
lingkungan
to userhidup, serta kepentingan nasional,
hal ini juga diatur dalam Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

Kepariwisataan diantaranya dijelaskan bahwa tujuan dari prinsip pelestarian


adalah melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya. Situs manusia purba
Sangiran sebagai kawasan strategis nasional, dengan ditetapkan sebagai kawasan
strategis nasional maka Situs Sangiran merupakan aset nasional dan internasional
yang harus dilindungi dan dilestarikan, maka diharapkan seperangkat peraturan
tersebut dapat melindungi kelestarian Situs. Seperangkat aturan tersebut mulai
dari aktifitas orang, pemanfaatan lahan, dan pembangunan-pembangunan di
sekitar Situs.
c. Manfaat/Hasil Kebijakan dari Prinsip Pelestarian
Azas manfaat menurut Grindle merupakan penentu suatu keberhasilan
implementasi kebijakan. Jika suatu kebijakan tidak ada manfaat yang dirasakan
oleh masyarakat dan sasaran kebijakan, maka kebijakan tersebut akan sia-sia saja.
Sebuah kebijakan harus memiliki manfaat bukan hanya kepada masyarakat saja
tetapi juga harus memiliki dampak yang positif bagi kelompok sasaran kebijakan
itu sendiri.
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran mampu melakukan upaya
pencegahan dan penanggulangan dari kehancuran, kerusakan atau kemusnahan
Situs Manusia Purba dan Benda Cagar Budaya diantaranya sebagai berikut :
1) Jumlah penyelamatan 6.090 Benda Cagar Budaya
2) Jumlah peninjauan temuan di luar situs sangiran 100 Benda Cagar Budaya
3) Jumlah pengamanan Cagar Budaya 1 Situs
4) Jumlah Zonasi Situs Manusia Purba 3 Situs
5) Jumlah Pemeliharaan/konservasi 6960 Benda Cagar Budaya
6) Jumlah pemeliharaan/konservasi 4 situs
7) Jumlah laboratorium konservasi fosil yang memadai 1 laboratorium
8) Jumlah pemberian kompensasi kepada masyarakat penemu 6.090 Cagar
Budaya
9) Jumlah Cagar Budaya yang diregistrasi 5760 Benda Cagar Budaya
10) Jumlah Cagar Budaya yang diinventaris 9120 Benda Cagar Budaya
11) Jumlah Cagar Budaya yang dianalisis 7200 Benda Cagar Budaya
commit to
12) Jumlah Lahan Situs yang dibebaskan 2,3user
Ha
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

Peneliti melihat bahwa manfaat yang dirasakan oleh para pengunjung dan
masyarakat terhadap kebijakan yang terkait prinsip pelestarian yang diterapkan
oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba ini sudah terasa sampai saat ini.
Karena berdasarkan fenomena yang peneliti lihat, bahwasannya indikator manfaat
yang dapat dirasakan pengunjung dan masyarakat sudah terukur dengan jelas
meskipun sarana prasarana belum diberikan secara optimal.
d. Strategi yang dijalankan
1) Optimalisasi pemantauan kelestarian Situs Manusia Purba dan Benda Cagar
Budaya
Pemantauan merupakan salah satu instrumen penting untuk dapat mengetahui
dan memotret kondisi riil situs manusia purba dan benda cagar budaya yang ada.
Pemantuan ini diwujudkan dengan melalui monitoring lapangan untuk
mendapatkan informasi dan data-data. Informasi dan data-data ini selanjutnya
dianalisa untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai kondisi lapangan
sebenarnya. Gambaran komprehensif akan menghasilkan rekomendasi untuk
bahan pengambilan kebijakan yang responsif, relevan,dan solutif.
2) Perawatan Situs Manusia Purba dan Benda Cagar Budaya secara
berkesinambungan.
Perawatan cagar budaya situs Sangiran didasarkan pada Pasal 26 Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang berfungsi untuk
pencegahan dan penanggulangan terhadap kerusakan dan pelapukan akibat
pengaruh proses alami dan hayati dan pencemaran.
Perawatan atau konservasi situs manusia purba dan benda cagar budaya
memiliki metode yang berbeda karena obyek yang dikonservasi juga berbeda. Jika
situs obyeknya berupa tanah atau lahan maka benda cagar budaya obyeknya
adalah fosil dan artefak. Konservasi situs dilakukan dengan metode konservasi
lahan baik berupa metode buatan atau vegetatif untuk mencegah dan
menanggulangi lahan dari tanah longsor, lahan gundul maupun banjir. Sedangkan
konservasi fosil dan artefak dilakukan dengan metode konservasi mekanik dan
kimiawi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

Konservasi baik pada situs maupun benda cagar budaya terus dilakukan secara
berkesinambungan dan disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi pada
masing-masing obyek. Oleh karena itu untuk mendukung pelaksanaan konservasi
situs dan benda cagar budaya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan serta untuk
menjawab permasalahan dan tantangan konservasi yang ada maka kedepan akan
terus dikembangkan beberapa kajian konservasi.
e. Derajat perubahan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kebijakan
terkait prinsip pelestarian
Menurut Grindle, dalam setiap pembuatan kebijakan memiliki target yang
ingin dicapai. Seberapa besarkah perubahan yang diinginkan harus sangat jelas.
Jangan sampai setelah kebijakan siap untuk di implementasikan dan berjalan baik
di mata implementor, tetapi hasilnya tidak ada. Atau bahkan perubahannya hanya
sedikit dan jauh dari target awal para aktor kebijakan. Tujuan diberlakukannya
kebijakan terkait prinsip pelestarian di Situs Sangiran ini dikarenakan Situs
Sangiran beserta semua kandungan arkeologis yang ada di dalamnya merupakan
cagar budaya yang penting untuk dijaga dan dilestarikan.
Pelestarian Situs Sangiran penting dilakukan agar semua nilai penting yang
terkandung di dalamnya dapat terus dipelajari, dimanfaatkan, dan diwariskan
kepada generasi yang akan datang karena untuk saat ini pengelolaan Situs
Sangiran dilakukan oleh salah satu UPT Kemendikbud, yaitu Balai Pelestarian
Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, bekerja sama dengan Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Sragen, dan Pemerintah Kabupaten
Karanganyar.
Upaya pelestarian Situs Sangiran terus dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
dengan kegiatan sarasehan, sosialisasi, dan pemberian imbalan bagi anggota
masyarakat yang menemukan fosil dan menyerahkan fosil temuannya kepada
BPSMP Sangiran. Upaya tersebut terus intensif dilakukan untuk menyadarkan
masyarakat akan pentingnya fosil bagi ilmu pengetahuan. Selain itu ada juga
kegiatan penelitian yang masih terus dilakukan, pameran keliling di beberapa kota
setiap tahun, bioskop keliling, pembuatan buku/jurnal, konservasi fosil, dan lain-
commit
lain. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah to user setiap tahunnya, sehingga saat
dianggarkan
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

ini dapat menekan penjualan gelap dan aktivitas pencarian fosil yang dilakukan
masyarakat.
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran melalui kebijakan ini bertujuan
untuk meningkatkan pelindungan Situs Manusia Purba sebagai warisan yang
bernilai tinggi Situs manusia purba yang tersebar di seluruh Indonesia pada
umumnya memiliki kharakteristik dan kondisi yang unik baik dari segi potensi
informasi, bentang lahan, keadaan sosial-ekonomi-budaya masyarakat, dan
keragaman pemangku kepentingan yang ada.
Dengan kharakteristik dan kondisi yang unik ini maka upaya pelindungan yang
diterapkan pada masing-masing situs manusia purba harus disesuaikan dan
ditingkatkan secara dinamis sehingga akan berdampak pada kelestarian situs
manusia purba yang pada akhirnya akan dapat terus dinikmati oleh generasi-
generasi yang akan datang sebagai warisan budaya yang adiluhung. Kebijakan
pelindungan situs yang dilakukan secara umum meliputi penyelamatan,
pengamanan, konservasi, dan zonasi.
2. Prinsip Pendidikan
a. Dasar Hukum
Dasar hukum Balai Pelestarian Situs Manusia Purba dalam membuat
rancangan terkait prinsip pendidikan adalah:
1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
2) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja.
3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019
(12 Juni 2015).
5) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 31
Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs
Manusia Purba Sangiran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

6) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 tahun 2016 tentang


Rincian Tugas Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.
b. Kepentingan yang memengaruhi dalam pembuatan kebijakan terkait
prinsip pendidikan
Kepentingan yang memengaruhi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba
Sangiran dalam menyusun kebijakan terkait prinsip pendidikan diatur dalam
Pasal 1 Ayat (33) Undang-Undang 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang
memberikan pengertian bahwa pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya
untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap
mempertahankan kelestariannya. Dasar hukum dalam kegiatan pemanfaatan cagar
budaya merujuk pada Pasal 85 Ayat (1) yang menjelaskan bahwa Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk
kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan,
dan pariwisata. Situs manusia purba berguna bagi pendidikan, penelitian, dan
pariwisata. Nilai dan potensi yang dimiliki situs manusia purba yang ada di
seluruh Indonesia merupakan penyumbang bagi ilmu pengetahuan dan sejarah
peradaban manusia terutama pada bidang paleoantropologi, palentologi,geologi
dan arkeologi. Nilai dan potensi yang dimiliki situs manusia purba yang ada di
indonesia tentu mengundang para ilmuwan untuk melakukan penggalian potensi
yang ada di dalamnya. Selain para peneliti, nilai dan potensi Situs Manusia Purba
tentunya akan menarik para wisatawan baik asing maupun lokal untuk melihat dan
mengetahui.
c. Manfaat dari hasil kebijakan
1) Pembuatan film animasi Situs Sangiran
2) Pengadaan buku perpustakaan di Kawasan situs Sangiran
3) Pembuatan sarana edukasi museum situs sangiran
4) Workshop pendidikan karakter berskala nasional
5) Jumlah naskah hasil kajian 35 naskah dan 1 peta
6) Jumlah situs yang dikembangkan 10 situs
7) Jumlah MOU pengelolaan dengan institusi pendidikan 20 Naskah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

8) Penyumbang bagi ilmu pengetahuan dan sejarah peradaban manusia terutama


pada bidang paleoantropologi, palentologi,geologi dan arkeologi.
d. Strategi yang dijalankan
1) Melakukan kajian potensi cagar budaya di Situs Manusia Purba terkait
manusia, budaya dan lingkungan purba.
Dilakukan berdasarkan perseolan dan tingkatan pengembangan yang sesuai
dengan Situs Manusia Purba. Hasil kajian berupa naskah kajian yang bersifat
akademis dengan tahapan metode arkeologis dan terapan. Penerapan bidang ilmu
yang lain misalnya pemetaan situs, pemetaan geologis, dan studi paleontologi.
2) Pengembangan laboratorium analisis (paleontologi, artefak, geologi dan
geografi).
Pengembangan laboratorium dibutuhkan untuk keperluan pengembangan
informasi pengetahuan terkait artefak, fosil, dan lingkungan purba. Salah satu
kegunaan la-boratorium paleontology adalah menentukan jenis spesies binatang
berdasarkan karakter struktur tulang. Salah satu kegunaan laboratorium geologi
adalah untuk mengurai butiran tanah yang digunakan untuk mengetahui jenis
lingkungan. Salah satu kegunaan laboratorium geografi adalah untuk pencetakan
peta tematik dengan ukuran yang bervariasi.
e. Derajat perubahan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kebijakan
terkait prinsip pendidikan
Derajat perubahan yang ingin dicapai oleh Balai Pelestarian Situs Manusia
Purba pada saat ini adalah kontribusi Situs Sangiran yang lebih besar dari
sebelumnya. Pengakuan atas potensi Situs Sangiran sebagai situs manusia purba
dan memiliki nilai penting bagi ilmu pengetahuan terus berkembang. Sangiran
adalah salah satu tempat penting untuk mengembangkan berbagai ilmu bidang
sains, terutama untuk penelitian dan pengembangan di bidang arkeologi,
antropologi, paleoantropologi, biologi dan geologi.
Pada tahun 1977, Situs Manusia Purba ditetapkan sebagai Daerah Cagar
Budaya melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor
070/0/1977 tentang Penetapan Kawasan Sangiran sebagai Cagar Budaya.
commit
Sementara itu, pengakuan dunia akan to penting
nilai user Situs Sangiran diperoleh pada
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

tahun 1996. Melalui perjalanan yang panjang Situs Sangiran ditetapkan UNESCO
sebagai salah satu Warisan Dunia dengan nomor C593.
Strategi ini dilakukan BPSMP dengan cara publikasi dan kerjasama dengan
berbagai media massa. Publikasi mengenai Situs Sangiran dilakukan oleh Seksi
Pemanfaatan selaku penanggung jawab publikasi. Banyak hal yang sudah
dilakukan ialah penerbitan buku, sosialisasi, update website, virtual museum, talk
show televisi, buletin, penggunaan teknologi terbaru seperti augmented
reality pada display museum dan sebagainya. Keterbukaan informasi menjadi sifat
wajib untuk mengembangkan pengetahuan. Adanya 4 (empat) museum baru juga
semakin melengkapi pengetahuan yang ingin disampaikanSelain dapat
dimanfaatkan sebagai laboratorium dan pusat informasi untuk mendukung
pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah dan kebudayaan. Situs Sangiran harus
mampu memberikan nilai manfaat bagi masyarakat sekitar sebagai destinasi
wisata. Kini, Sangiran beranjak menjelma destinasi pariwisata dunia yang
bertumpu pada daya tarik dan informasi peradaban dunia.
Selain itu Pemerintah juga merencanakan membuat museum yang lebih
representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Didirikan
bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang,
lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya
adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung,
ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala,
dan lain-lain.
Meningkatkan pemanfaatan Situs Manusia Purba secara terintegrasi dan
berkelanjutan bagi masyarakat dunia, regional, nasional, maupun lokal. Kala
Plestosen adalah saat-saat penting dalam tahapan kehidupan manusia karena pada
saat itu mulai terlihat adanya awal kehidupan manusia. Situs-situs Kala Plestosen
tersebar di berbagai wilayah di dunia, mulai dari Afrika, Eropa, Asia, hingga Asia
Tenggara termasuk di Jawa. Situs Sangiran di Sragen, Jawa Tengah, merupakan
Situs Manusia Purba yang mendunia, sehingga menjadi situs acuan untuk
memahami evolusi manusia. Penemuan-penemuan situs lain di berbagai daerah di
commit
Indonesia semakin memperkuat posisi to user sebagai negara yang mempunyai
Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

rekaman kehidupan pada masa sekitar 2 juta tahun silam dalam sebaran yang luas.
Situs-situs tersebut telah menjadi perhatian para peneliti baik dari dalam dan luar
negeri untuk mengungkapkan aspek-aspek kehidupan masa lampau, tidak hanya
berkaitan dengan kehidupan manusia dan budayanya, bahkan aspek lingkungan
pun telah menjadi daya tarik para peneliti.
Manfaat Situs Manusia Purba di Indonesia untuk ilmu pengetahuan adalah
keberadaan situs-situs tersebut menjadi laboratorium alam yang menyediakan data
rekaman kehidupan manusia, budaya, fauna, dan lingkungan yang lengkap. Bagi
masyarakat lokal, keberadaan situs tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomis
untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui kegiatan wisata.
2. Prinsip Pariwisata
a. Dasar Hukum
Pariwisata budaya ibarat pisau bermata dua dalam pemanfaatan warisan
budaya sebagai objek daya tarik wisata. Di satu sisi pariwisata dapat melestarikan
warisan budaya tersebut, sedangkan di sisi lain kegiatan pariwisata akan merusak
atau berdampak negatif terhadap warisan budaya itu karena objek tersebut akan
dikonsumsi oleh wisatawan.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan,
daerah tujuan wisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan
geografis yang spesifik berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang
didalamnya terdapat kegiatan kepariwisataan dan dilengkapi dengan ketersediaan
daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait. Hal ini yang menjadi dasar BPSMP dalam
meningkatkan sektor pariwisata di kawasan cagar budaya dengan menambah daya
tarik dan penguatan citradari Kawasan Situs Sangiran yang diharapkan dapat
menjadikan situs Sangiran sebagai destinasi wisata yang lebih dikenal dunia.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, usaha pariwisata meliputi antara lain:
1) daya tarik wisata;
2) kawasan pariwisata;
3) jasa transportasi wisata; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

4) jasa perjalanan wisata;


5) jasa makanan dan minuman;
6) penyediaan akomodasi;
7) penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
8) penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
9) jasa informasi pariwisata;
10) jasa konsultan pariwisata;
Dasar hukum Balai Pelestarian Situs Manusia Purba dalam membuat
rancangan terkait prinsip pariwisata adalah:
a. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
b. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
b. Kepentingan yang memengaruhi dalam pembuatan kebijakan terkait
prinsip pariwisata

Sangiran merupakan salah satu destinasi wisata yang menjadi andalan


Pemerintah Kabupaten Sragen sehingga perlu dipromosikan. Menjadi destinasi
yang diandalkan membuat Sangiran mendapatkan perhatian Pemerintah
Kabupaten Sragen melalui Dinas Pemuda Olah Raga dan Pariwisata. Bagaimana
memajukan Sangiran sebagai obyek wisata, bagaimana kerjasama antar
stakeholder, berapa jumlah pengunjung dari tahun ke tahun, apa yang dilakukan
guna meningkatkan pelayanan pengunjung di Museum-museum Sangiran dan
berbagai aspek pariwisata lain yang berdampak pada Sangiran sebagai destinasi
wisata.
Kepentingan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba dalam membuat kebijakan
terkait prinsip pariwisata disampaikan oleh Kasi bidang pemanfaatan dan
pengelolaan Situs Sangiran.
Iwan menyampaikan :
“Bahwa sejak tahun 2009 terjadi peningkatan pengunjung Museum Manusia
Purba Sangiran dari tahun ke tahun. Sejak berdirinya museum-museum klaster
yang diresmikan tahun 2014, pengunjung memiliki banyak pilihan untuk
berkunjung ke museum yang commit
mana. Tema
to usermasing-masing museum berbeda-
beda sehingga makin memperkaya pengetahuan pengunjung. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

meningkatnya pengunjung, disertai dengan peningkatan fasilitas di museum


yang berimplikasi pada kenyamanan pengunjung yang datang. BPSMP
berusaha untuk meningkatkan fasilitas museum, seperti dengan peningkatan
display yang pada akhirnya akan berdampak pada pengunjung.”
Kepentingan terkait dengan pembuatan prinsip pariwisata lebih ditekankan
dalam penambahan sarana dan prasana sebagai penunjang pariwisata di Kawasan
Situs Sangiran.
c. Manfaat dari hasil kebijakan
1) Penyediaan Fasilitas Pariwista di Situs Sangiran
2) Penyediaan Tour Guide bagi wisatawan asing dan wisatawan lokal.
3) Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi
4) Kios kuliner
d. Strategi yang dijalankan
a. Penambahan produk wisata cagar budaya selain museum.
Di situs Sangiran beberapa produk wisata yang mulai berkembang yaitu
industri souvenir, acara kesenian rutin, hasil kreasi kerajinan khas setempat,
touring dan camping.
e. Derajat perubahan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kebijakan
terkait prinsip pariwisata

Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran melalui kebijakan penegakkan


prinsip pariwisata diharapkan mampu menjawab tantangan ke depan dalam
peningkatan upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan Situs Manusia
Purba sebagai sarana rekreasi, edukasi dan pengembangan kebudayaan dalam
rangka kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan BPSMP terkait prinsip pariwisata diharapkan mampu mewujudkan
Situs Manusia Purba yang berdaya guna untuk kesejahteraan masyarakat Situs
Manusia Purba memiliki daya tarik tersendiri untuk industri pariwisata.
Keberadaan Situs Manusia Purba hendaknya mendorong munculnya kreativitas
masyarakat sekitar untuk memanfaatkan kunjungan wisatawan dengan
menyediakan berbagai kebutuhan penunjang
commit to user kegiatan pariwisata. Peluang
penyediaan barang dan layanan jasa isata seperti souvenir, rumah makan,
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

penginapan, dan pemanduan masih berpeluang besar untuk dikembangkan.


Masyarakat sekitar yang menjadi pemilik obyek wisata tersebut
merupakan penyedia yang akan menerima dampak positif kegiatan pariwisata,
khususnya dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan
wisata Situs Sangiran.
4. Prinsip Ekonomi
a. Dasar Hukum
Untuk mengembangkan pariwisata, perlu adanya usaha pariwisata sebagaimana
yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Republik Indonesa Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi
Usaha Pariwisata. Pada Pasal 1 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Usaha
Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/ jasa bagi pemenuhan
keutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Adapun untuk mendapatkan
legalitas usaha tersebut perlu adanya Sertifikat Usaha Pariwisata Pasal 1 Ayat (2)
bahwa Sertifikasi Usaha Pariwisata adalah proses pemberian sertifikat kepada
usaha pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata,
pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata melalui audit.
Sertifikat Usaha Pariwisata adalah bukti tertulis yang diberikan oleh lembaga
sertifikasi usaha pariwisata kepada usaha pariwisata yang telah memenuhi standar
usaha pariwisata. BPSMP telah melaksanakan peraturan tersebut dengan
menyediakan lapangan usaha bagi masyarakat sekitar, untuk selanjutnya dapat
dilihat pada indikator rancangan strategis BPSMP terkait prinsip ekonomi.
Dasar Hukum Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran dalam
menyusun kebijakan terkait prinsip ekonomi adalah :
1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
3) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab keuangan negara
4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
b. Kepentingan yang memengaruhi dalam pembuatan kebijakan terkait
prinsip ekonomi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

Seiring dengan pembangunan Situs Purbakala Sangiran ternyata mampu untuk


menarik peminat secara signifikan dari wisatawan lokal maupun manca negara.
Secara tidak langsung ini juga berdampak pada Pendapatan Daerah. Perpaduan
antara berbagai obyek wisata yang menarik dan sentuhan manajemen modern
berdampak positif bagi perkembangan industri pariwisata di Sragen. Walaupun
belum begitu besar dampak yang di lihatkan dalam Pendapatan asli daerah namun
sudah merupakan langkah adanya sedikit peningkatan yang baik untuk
kedepannya. Pada tahun 2017 hingga 2018, terjadi peningkatan jumlah kunjungan
rata-rata 4,61 % per tahun.
Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan ini tentu berimbas pada naiknya
pendapatan dari sektor pariwisata hingga 12,30 %. Angka tersebut merupakan
angka yang dimana situs purbakala sangiran belum berkontribusi penuh. Sehingga
sudah merupakan kepastian kaitannya dengan perkembangan pengunjung yang
makin meningkat akan menjadikan Situs purbakala sangiran tampil sebagai
pendongkrak Pendapatan Asli Daerah yang berujung pada berkembangnya pula
perekonomian daerah Kabupaten Sragen.
Kepentingan lain yang memengaruhi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba
dalam menyusun kebijakan terkait program peningkatan prinsip ekonomi adalah
masih rendahnya tingkat perekonomian sebagian besar masyarakat di lingkungan
Situs Sangiran serta masih banyak masyarakat Situs Sangiran yang berpandangan
bahwa fosil yang mereka temukan lebih bernilai secara ekonomis dan praktis. Hal
ini memicu terjadinya pencarian fosil baik untuk mendapatkan kompensasi dari
pemerintah maupun untuk diperdagangkan secara ilegal.
Untuk menggalakkan pembangunan perekonomian dengan suatu pertumbuhan
yang berimbang kepariwisataan dapat diharapkan memegang peranan yang
menentukan dan dapat dijadikan sebagai katalisator untuk mengembangkan
pembangunan sektor-sektor lain secara bertahap. Seperti terjadi pada sektor lain,
kebijakan pemerintah pada sektor pariwisata ada yang memberikan dampak
langsung dan ada pula yang memberikan dampak tidak langsung. Selain itu ada
kemungkinan suatu kebijakan ekonomi pemerintah memberikan dampak langsung
commit to user
pada sektor lain tetapi dapat memberikan dampak tidak langsung bagi sektor
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

pariwisata. Tujuan pokok dari kebijakan ekonomi BPSMP terhadap pariwisata


adalah untuk memaksimalkan kontribusi pariwisata terhadap ekonomi
nasional. Tujuan kontribusi ini termasuk :
1) Optimalisasi kontribusi dalam neraca pembayaran
2) Menyiapkan perkembangan ekonomi regional dan neraca pembayaran regional.
3) Menyiapkan tenaga kerja
4) Peningkatan dan pendistribusian pendapatan.
5) Kontribusi terhadap kesejahteraan sosial.
6) Memaksimalkan peluang pendapatan fiscal
Di dalam pengembangan pariwisata harus merupakan pengembangan yang
berencana secara menyeluruh , sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal
bagi masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial dan cultural. Perencanaan tersebut
harus mengintegrasikan pengembangan pariwisata kedalam suatu program
pembangunan ekonomi, fisik, dan sosial dari suatu negara. Di samping itu,
rencana tersebut harus mampu memberikan kerangka kerja kebijakan pemerintah,
untuk mendorong dan mengendalikan pengembangan pariwisata.
c. Manfaat dan Hasil Kebijakan
1) Sumber penghasilan bagi masyarakat setempat.
2) Dibentuknya Koperasi Pedagang Souvenir Museum untuk mewadahi para
pedagang souvenir. Koperasi ini berperan dalam mengelola pendapatan para
pedagang dan berbagai aturan dalam berdagang.
3) Paguyuban Batu Indah Bertuah. Paguyuban ini awalnya dibentuk untuk
mewadahi para pengrajin souvenir dalam pelatihan dan pendampingan yang
diberikan dari Pemerintah Kabupaten Sragen
4) Kios pedagang kurang lebih 20 kios yang hanya boleh diisi oleh masyarakat
setempat.
d. Strategi yang dijalankan
1) Pemberian imbalan terhadap masyarakat setempat yang menemukan fosil.
Pemberian imbalan diukur berdasarkan keutuhan, kelangkaan dan informasi
yang dikandungnya.
commit
2) Pemberian kios kepada masyarakat to user
setempat.
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

3) Menciptakan karya produk /kesenian yang memperkuat citra kawasan


pariwisata Sangiran.
4) Mengadakan pelatihan bagi masyarakat yang ingin memulai usha dalam
pembuatan souvenir yang identik dengan citra Situs Sangiran
e. Derajat perubahan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kebijakan
terkait prinsip ekonomi
Tujuan pembuatan kebijakan oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba
terkait prinsip ekonomi adalah sebagai pemberdayaan masyarakat Sangiran dalam
sektor industri kerajinan, hal ini merupakan langkah dari Museum Sangiran untuk
memandirikan masyarakat dari segi ekonomi, hukum, dan sosial budaya.
Museum Sangiran dan stakeholder di Sangiran bekerjasama untuk
memfasilitasi masyarakat sangiran dengan memberikan pelatihan pemberdayaan
masyarakat seperti pelatihan pembuatan souvenir. Museum Sangiran sebagai
suatu ruang publik melaksanakan pemberdayaan masyarakat dengan
menggerakkan masyarakat untuk menggali potensi diri dan meninggkatkan
kreativitas dengan memberikan pelatihan pembuatan kerjainan souvenir limbah
kayu bagi masyarakat untuk menjadi mandiri (self reliance) dan produktif,
sehingga masyarakat Sangiran mampu untuk berperan dalam pengembangan
Museum Sangiran (Situs Sangiran) dan peduli untuk melindungi serta
melestarikan warisan budaya (fosil).
Seiring berkembangnya waktu, Situs Sangiran berbenah dan kian berubah
wajah. Pembangunan di berbagai sektor,memicu pembangunan infrastruktur
seperti akses jalan,maupun fasilitas penunjang lainnya. Perkembangan pariwisata
dapat menjadi faktor pendorong majunya masyarakat yang sejahtera, melalui
sektor industri ekonomi kreatif. Pesona Situs Sangiran tak lepas dari
pemberdayaan masyarakat ekonomi kreatif baik berupa kerajinan, kesenian,
kebudayaan serta kearifan lokal.
Selanjutnya tujuan dari kebijakan ini adalah untuk membangun pengelolaan
Benda/Situs Cagar Budaya, menjaga integritasnya, melestarikan nilai dan arti
penting Situs, serta mendorong pengembangan potensi sosio ekonomi lokal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

5. Prinsip Partisipasi Masyarakat


a. Dasar Hukum
Dasar hukum prinsip partisipasi masyarakat dalam kebijakan ekowisata diatur
dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Pariwisata yang
menyatakan bahwa setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan disekitar
destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas:
1) Menjadi pekerja/buruh;
2) Konsinyasi; dan/atau
3) Pengelolaan
Paradigma pengelolaan Cagar Budaya dewasa ini tidak bisa dilakukan sepihak
oleh pemerintah pusat saja. Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya mengisyaratkan bahwa seluruh aspek masyarakat di pusat dan daerah
serta peran serta masyarakat dituntut berperan aktif dalam pelestarian cagar
budaya di daerahnya. Pengelolaan Situs Manusia Purba yang termasuk sebagai
cagar budaya dilakukan secara terpadu yang melibatkan semua pemangku
kepentingan, mengakomodasi setiap pendapat dan masukan untuk mewujudkan
kelestarian Situs Manusia Purba yang bermanfaat bagi masyarakat.
Keterlibatan dan partisipasi stakeholder secara aktif dapat diwujudkan dengan
kesepakatan dan kerjasama antar stakeholder dalamrangka melaksanakan
kegiatan-kegiatan untuk mengelola Situs Manusia Purba. Stakeholder yang terkait
dalam pengelolaan ini adalah kementerian, pemerintah pusat dan daerah, kalangan
akademis, komunitas, dan masyarakat setempat.
b. Kepentingan yang memengaruhi dalam pembuatan kebijakan terkait
prinsip partisipasi masyarakat
BPSMP Sangiran merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan yang
memiliki tugas melaksanakan pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan situs
manusia purba. Sangiran termasuk dalam kriteria 3 (tiga) dan 6 (enam) dalam Out
Standing Universal Value. Sebagai kriteria 3 (tiga) mengandung bukti luarbiasa
untuk tradisi budaya yang masih hidup atau telah menghilang, dalam hal ini
commit
pemahaman evolusi manusia lebih dari 2tojuta
user
tahun yang lalu dari fosil manusia
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

dan artefak. Kriteria 6 (enam) terkait dengan peristiwa atau ide yang memiliki
nilai luar biasa mengenai evolusi fisik dan budaya manusia yang sangat panjang
dalam konteks lingkungannya. Nilai yang signifikan itu terekam dalam lapisan
tanahnya.
Aspek integritas ditemukan dalam konteks alami mereka, sisa-sisa manusia
masih berada dalam lapisan tanah, termasuk fosil fauna dan artefak. Situs
Sangiran merupakan situs terbuka sehingga banyak fosil yang ditemukan dalam
kondisi tak utuh. Penemuan fosil oleh penduduk hingga kini masih terjadi,
biasanya ditemukan dari lapisan pasir. Otentisitas Situs Sangiran menggambarkan
urutan evolusi budaya yang sangat panjang. BPSMP Sangiran memiliki tanggung
jawab untuk terus melindungi OUV, yang bisa diketahui dari fosil, stratigrafi
tanah dan data konteksnya.
Dalam rangka pengelolaan tersebut, BPSMP Sangiran menciptakan manajemen
situs yang terpadu; nasional, regional, dan lokal. Pelibatan masyarakat lokal
diwujudkan dalam pembentukan komunitas pelestari Situs Sangiran. Pengelolaan
pelestarian meliputi tata guna lahan, lingkungan, infrastruktur dan penelitian.
Secara berkelanjutan BPSMP Sangiran juga melakukan monitoring situs secara
terpadu melibatkan pemerintah daerah dan komunitas. Hasil monitoring dievaluasi
untuk perbaikan sistem monitoring selanjutnya.
Kepentingan lain yang memengaruhi BPSMP dalam pembuatan kebijakan
terkait prinsip partisipasi masyarakat adalah Kepemilikan lahan Situs yang hampir
semuanya dikuasai secara turun temurun oleh masyarakat. Dari lebih dari 59,21
km2 luas lahan Situs Sangiran, hanya kurang dari 1 km2 yang dikuasai
Pemerintah, masih adanya oknum masyarakat yang menjual fosil yang ditemukan
kepada kolektor karena hasil yang diperoleh lebih besar daripada imbalan yang
diberikan dari Pemerintah selain itu masih rendahnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan khususnya
tentang Cagar Budaya juga memengaruhi dalam pembuatan kebijakan ini.
Meningkatkan pengembangan SDM, kemitraan, dan tata kelola pelestarian
Situs Manusia Purba yang responsif, transparan dan akuntabel. Pengembangan
commitkeniscayaan.
SDM yang berkualitas adalah suatu to user Kekayaan terbesar sebuah
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

bangsa adalah manusianya bukan Sumber Daya Alamnya. Agar memiliki pegawai
yang berkualitas Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran selalu
melakukan peningkatan kompetensi para pegawai secara berkelanjutan sehingga
para pegawai Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran dapat secara
professional melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.Di samping itu BPSMP
Sangiran tidak bisa bergerak sendiri dalam upaya-upaya pelestarian Situs Manusia
Purba.
Upaya pelestarian Situs Manusia Purba akan efektif apabila seluruh pemangku
kepentingan berperan aktif dalam upaya- upaya pelestarian Situs Manusia Purba.
Maka Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran harus bergerak aktif dalam
menjalin kemitraan dengan para pemangku kepentingan Pelestarian Situs Manusia
Purba sehingga didapatkan pengelolaan Situs Manusia Purba yang efektif Tata
kelola pelestarian Situs Manusia Purba yang responsif, transparan dan akuntabel
dapat diartikan bahwa Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran peka, cepat
dan tanggap terhadap keadaan masyarakat, lingkungan dan keadaan sekitar serta
terbuka dan sesuai peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan setiap
tugas pokok dan fungsinya.
c. Manfaat yang diperoleh dari kebijakan
1) Kegiatan Penyuluhan Cagar Budaya untuk turut serta melestarikan Situs
Manusia Purba sebanyak 500 orang
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran mampu mewujudkan kegiatan
yang memberi pengaruh untuk kesejahteraan masyarakat. Sasaran strategis ini
memfokuskan pada realisasi dan pengaruh dari kegiatan yang secara langsung
atau tidak langsung dapat memberikan penguatan, inisiatif, dan kreativitas
masyarakat dalam hubungannya dengan pemanfaatan Situs Manusia Purba.
Pencapaian sasaran strategis ini diukur dari keikutsertaan masyarakat dalam
berbagai kegiatan
2) Kegiatan pemberdayaan yang melibatkan masyarakat 5 event
Penyebarluasan informasi mengenai Situs Manusia Purba merupakan kegiatan
yang dilakukan berkesinambungan. Informasi yang ingin disampaikan kepada
commit
masyarakat adalah informasi tentang to user
substansi Situs Manusia Purba dan informasi
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

tentang kegiatan pelestarian. Tujuan penyebaran informasi ini adalah untuk


mengenalkan Situs Manusia Purba kepada masyarkat yang belum mengetahui,
memberikan informasi lebih banyak lagi bagi masyarakat yang baru mengenal
Situs Manusia Purba, dan mengajak masyarakat untuk berperan serta dalam
berbagai kegiatan pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran. Peningkatan
pemahaman masyarakat terhadap Situs Manusia Purba Sangiran pada muaranya
akan meningkatkan kesadaran akan jati diri bangsa, apresiasi terhadap potensi dan
nilai penting dan meningkatkan peran serta masyarakat untuk peduli terhadap
keberadaan Situs Manusia purba.

3) Keberadaan Situs Manusia Purba.Pelestarian Situs Manusia Purba.Jumlah


komunitas masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan situs manusia purba 10
komunitas.
d. Strategi yang dijalankan
1) Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pelindungan Situs
Manusia Purba dan Benda Cagar Budaya.
Salah satu kunci penting untuk mewujudkan kelestarian situs manusia purba
dan benda cagar budaya adalah adanya partisipasi aktif dari masyarakat lokal.
Partisipasi aktif ini bisa terwujud jika kesadaran masyarakat lokal akan
pentingnya situs manusia purba dan benda cagar budaya sudah terbangun dengan
baik. Untuk membangun kesadaran masyarakat lokal ini bisa diwujudkan salah
satunya dengan mengajak/melibatkan masyarakat untuk terjun secara langsung
dalam upaya pelindungan situs manusia purba dan benda cagar budaya seperti pe-
nyelamatan/pelaporan temuan fosil dan artefak, pemantauan situs, pelaksanaan
konservasi lahan, dan sebagainya. Selain itu juga bisa dilakukan dengan
memberikan apresiasi berupa pemberian kompensasi temuan fosil dan artefak
maupun pemberian kompensasi pengurangan/pembebasan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Pelibatan secara langsung dan pemberian apresiasi kepada
masyarakat lokal ssecara konsisten akan berdampak semakin membudayanya
partisipasi masyarakat lokal dalam upaya pelindungan situs manusia purba dan
benda cagar budaya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

2) Melibatkan masyarakat setempat sebagai tenaga lokal (teknolok) dalam proses


penggalian fosil.
Yang dimaksud dengan teknolok adalah masyarakat lokal Sangiran yang
dilibatkan dalam proses penggalian fosil. Hal yang melatarbelakangi
mengikutsertakan masyarakat menjadi teknolok dikarenakan masyarakat lokal
dinilai lebih paham wilayah-wilayah mana saja yang mengandung banyak
fosil.Pelibatan masyarakat menjadi teknolok sudah ditemui semenjak tahun 1934
ketika Von Koenigswald memimpin penelitian di Sangiran.
3) Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Situs Manusia Purba melalui
penyebarluasan informasi.
Kelestarian Situs Manusia Purba berkorelasi penting dengan kesadaran dan
kepedulian masyarakat. Untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian
masyarakat terhadap Situs Manusia Purba, terlebih dahulu masyarakat harus
mengenal dan memahami potensi dan nilai pentingnya. Potensi dan nilai penting
situs manusia purba ini dapat diketahui masyarakat lewat kegiatan-kegiatan
penyebarluasan informasi.
4) Sinkronisasi program pelestarian Situs Manusia Purba dengan masyarakat.
Program pelestarian Situs Manusia Purba dapat berjalan dengan baik apabila
terdapat dukungan masyarakat yang aktif dan partisipatif. Untuk itu, program
pelestarian situs juga harus memperhatikan dan me-nyesuaikan dengan keadaan
masyarakat agar dicapai keselarasan dan hubungan timbal balik yang bersifat
saling melengkapi dan menguntungkan.
5) Menjalin kerjasama dengan berbagai komunitas masyarakat dan media massa.
Arah kebijakan dan strategi ini berorientasi pada terciptanya jaringan
kerjasama yang luas dan saling melengkapi untuk mendukung kelestarian Situs
Manusia Purba. Kerjasama ini dapat dilakukan dengan pendekatan kepada
masyarakat agar dapat terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
upaya melestarikan Situs. Selain dengan masyarakat, kerjasama juga dapat
dilakukan dengan merangkul media sebagai saluran penyebarluasan informasi
mengenai Situs Manusia Purba sehingga masyarakat luas mengetahui keberadaan,
commitPurba.
potensi dan nilai penting Situs Manusia to user
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

6) Pelibatan stakeholder secara aktif dan partisipatif dalam pengelolaan situs


manusia purba
f. Derajat perubahan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kebijakan
terkait prinsip partisipasi masyarakat

Dalam kesempatan sesi wawancara, Penulis menanyakan bagaimana bentuk


pelibatan dan penguatan masyarakat di Situs Sangiran. Pertanyaan ini direspon
dengan penjelasan bahwa manajemen plan pengelolaan situs dimiliki BPSMP
Sangiran pada tahun 2015. Upaya pelibatan masyarakat antara lain melalui
pelatihan pembuatan souvenir dari limbah mebel, peningkatan kapasitas building
untuk pengelolaan home stay, selain itu juga diadakan pelatihan pemandu wisata
untuk masyarakat lokal. Belum lama ini juga dibentuk komunitas pelestari Situs
Sangiran kerjasama dengan relawan GREAT. Komunitas dipilih dari kalangan
pelajar SMP dan SMA yang memiliki ketertarikan untuk melestarikan situs.
Selain itu kebijakan ini diharapkan meningkatkan terwujudnya kesadaran dan
kepedulian terhadap Situs Manusia Purba.
Tujuan strategis ini menekankan pada pengoptimalan pengertian dan
pemahaman yang mendalam pada masyarakat yang terwujud dalam pemikiran,
sikap, dan tingkah laku yang mendukung pelestarian Situs. Optimalisasi ini dapat
menguatkan keterlibatan dan peran masyarakat dalam melestarikan Situs Manusia
Purba. Keterlibatan dan peran serta masyarakat yang aktif akan dapat menjadikan
terjaganya Situs Manusia Purba sehingga kekayaan dan nilai pentingnya sebagai
warisan budaya bernilai tinggi tidak hilang.
Terwujudnya kerjasama yang sinergis dan berkesinambungan dengan
stakeholder terkait pengelolaan sebuah situs cagar budaya merupakan sebuah
mekanisme terpadu yang melibatkan berbagai komponen masyarakat. Pemangku
kepentingan baik dari pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan komunitas harus
bersinergi dan mempunyai sistem kerja yang saling terkait. Tidak hanya aspek
ekonomi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang menjadi tujuan
utama pengelolaan Situs Manusia Purba dan mengesampingkan aspek pelestarian,
namun menciptakan keseimbangan untuk to
commit tercapainya
user kedua tujuan tersebut secara
bersama-sama merupakan wujud kerjasama yang baik antar stakeholder.
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

Pelestarian Situs Manusia Purba tidak akan memberikan nilai positif bagi
masyarakat sekitar yang hidup sekarang jika situs tersebut hanya dijaga
keutuhannya. Namun tanpa adanya usaha untuk pelestarian dari berbagai pihak,
ancaman kerusakan dan bahkan kehancuran terhadap situs tersebut sangat
mungkin terjadi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat sekarang. Kebijakan yang dibuat BPSMP terkait pelibatan
masyarakat diharapkan dapat meningkatkan apresiasi dan kebanggaan masyarakat
terhadap warisan Situs Manusia Purba serta menumbuhkan kesadaran dan rasa
cinta masyarakat kepada Situs Manusia Purba sebagai warisan budaya bangsa
yang bernilai tinggi, membangkitkan semangat penghargaan dan rasa memiliki
terhadap Situs manusia Purba, dan menggugah kepedulian masyarakat agar turut
menjaga dan melestarikannya untuk generasi yang akan datang.

Responsivitas sebagai salah satu karakteristik good governance sangat


diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti
kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda
dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik
85
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian birokrasi
publik dapat dikatakan bertanggung jawab jika mereka dinilai mempunyai
responsivitas yang tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan,
keluhan, dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Melalui penyelenggaraan
pelayanan publik, pemerintah, warga sipil, dan para stakeholder melakukan
interaksi secara intensif sehingga apabila pemerintah dapat memperbaiki kualitas
pelayanan publik, maka manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat dan para stakeholder. Tujuan pelayanan publik adalah memenuhi
kebutuhan warga pengguna agar dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan
dan memuaskan. Oleh karena itu, penyedia layanan harus bersikap responsif.

85
commit to user
Agus Dwiyanto, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Yogykarta: Gajahmada University,
2002. Hal. 62
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

Program apapun yang digulirkan oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba
termasuk pemenuhan prinsip dalam kebijakan ekowisata, tidak saja membutuhkan
dukungan dari masyarakat sasaran kebijakan, akan tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana tingkat responsivitas pemerintah dan aparaturnya dalam
mendukung kelancaran pelaksanaan setiap program yang dibuat oleh BPSMP.
Dalam perspektif ini tingkat responsivitas pemerintah dapat dilihat dari daya
tanggap pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat, kemampuan aparatur
pemerintah dalam mengenali kebutuhan masyarakat, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah sejauhmana tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan
seluruh tahapan strategi pengelolaan.
Berdasarkan analisis terhadap hasil wawancara kepada kasi bidang
pemanfaatan dan pengelolaan dapat ditegaskan bahwa responsivitas atau daya
tanggap Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran terhadap implementasi
kebijakan Ekowisata terlihat pada kepedulian pemerintah terhadap kebutuhan dan
kepentingan masyarakat khususnya komitmen pemerintah dalam pelestarian dan
perlindungan cagar budaya dikawasan situs Sangiran.
Responsivitas BPSMP selanjutnya dalam kaitannya dengan pengelolaan adalah
strategi dan arah kebijakannya yang sudah terstruktur dan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan yang sudah direncanakan untuk 5 tahun kedepan yang
mengadopsi prinsip-prinsip ekowisata diantaranya prinsip pelestarian, prinsip
pendidikan, prinsip pariwisata, prinsip ekonomi dan prinsip partisipasi
masyarakat. Hal ini menunjukkan daya tanggap BPSMP dalam penyusunan
kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan dalam
masing-masing prinsip yang sesuai dengan konsep good governance.
Selain dilihat dari segi konten (lingkungan kebijakan) Penulis meringkas
dalam sebuah tabel dari penjabaran konteks (isi kebijakan) yang dibuat oleh Balai
Pelestarian Situs Manusia Purba. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini ;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Prinsip Dasar Hukum Kepentingan yang Tipe Manfaat Strategi Derajat yang Pelaksana
Ekowisata memengaruhi ingin dicapai Program

Prinsip a. Undang- a. Kerusakan karena a. Jumlah a. Optimalisasi a. Situs Sangiran


Pelestarian Undang faktor alam penyelamatan pemantauan beserta semua
Nomor 10 dan/atau akibat 6.090 Benda Cagar kelestarian kandungan
tahun 2009 ulah manusia; Budaya Situs Manusia arkeologis
tentang b. Beralihnya b. Jumlah peninjauan Purba dan yang ada di Balai
Kepariwisataa pemilikan dan temuan di luar Benda Cagar dalamnya Pelestarian
n penguasaan situs sangiran 100 Budaya merupakan Situs
kepada orang yang Benda Cagar b. Perawatan Situs cagar budaya Manusia
b. Undang- tidak berhak; Budaya Manusia Purba yang penting Purba
Undang Nomor c. Berubahnya c. Jumlah dan Benda untuk dijaga
11 tahun 2010 keaslian dan nilai pengamanan Cagar Cagar Budaya dan
tentang Cagar sejarahnya. Budaya 1 Situs secara dilestarikan.
Budaya. d. Kondisi tanah di d. Jumlah Zonasi berkesinambun b. Pelestarian Pemkab
Situs Sangiran Situs Manusia gan. Situs Sangiran Sragen
yang sebagian Purba 3 Situs penting
c. Undang- besar gersang dan e. Jumlah dilakukan agar
Undang Nomor tandus sehingga Pemeliharaan/kons semua nilai
25 Tahun 2004 tidak subur untuk ervasi 6960 Benda penting yang Pemkab
tentang Sistem pertanian Cagar Budaya terkandung di Karanganyar
Perencanaan e. Kurangnya sarana f. Jumlah dalamnya dapat
Pembangunan dan prasarana pemeliharaan/kons terus dipelajari, Masyarakat
Nasional. pendukung ervasi 4 situs dimanfaatkan, Lokal
pelestarian dan g. Jumlah dan diwariskan
d.Peraturan pemanfaatan laboratorium kepada
Menteri benda Cagar konservasi fosil generasi yang

74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75

Pendidikan dan Budaya dan situs yang memadai 1 akan datang


Kebudayaan manusia purba di laboratorium
Nomor 31 seluruh Indonesia h. Jumlah pemberian
tahun 2015 kompensasi kepada
tentang masyarakat
Organisasi dan penemu 6.090
Tata Kerja Cagar Budaya
Balai i. Jumlah Cagar
Pelestarian Budaya yang
Situs Manusia diregistrasi 5760
Purba Sangiran Benda Cagar
Budaya
j. Jumlah Cagar
Budaya yang
diinventaris 9120
Benda Cagar
Budaya
k. Jumlah Cagar
Budaya yang
dianalisis 7200
Benda Cagar
Budaya Balai
l. Jumlah Lahan Pelestarian
Situs yang Situs
dibebaskan 2,3 Ha Manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 76

Purba

Prinsip a. Undang- a. Pemerintah, a. Pembuatan film a. Melakukan a. Kontribusi


Pendidikan Undang Pemerintah animasi Situs kajian potensi Situs Sangiran Pemkab
Nomor 11 Daerah, dan Sangiran cagar budaya di dalam bidang Sragen
Situs Manusia
tahun 2010 setiap orang dapat b. Pengadaan buku pendidikan
Purba terkait
tentang Cagar memanfaatkan perpustakaan di manusia, yang lebih
Budaya Cagar Budaya Kawasan situs budaya dan besar dari Pemkab
untuk Sangiran lingkungan sebelumnya Karanganyar
b. Peraturan kepentingan c. Pembuatan sarana purba. b. Publikasi dan
Menteri agama, sosial, edukasi museum b. Pengembanga kerjasama Masyarakat
Pendidikan pendidikan, ilmu situs sangiran n laboratorium dengan Lokal
dan analisis
pengetahuan, d. Workshop berbagai
Kebudayaan (paleontologi,
teknologi, pendidikan artefak, geologi media massa.
Nomor 35
Tahun 2014 kebudayaan, dan karakter berskala dan geografi) c. Pemerintah
tentang Sistem pariwisata nasional merencanakan
Akuntabilitas e. Jumlah naskah membuat
Kinerja. hasil kajian 35 museum yang
naskah dan 1 peta lebih
c. Peraturan
f. Jumlah situs yang representative
Menteri
Pendidikan dikembangkan 10 menggantikan
dan situs museum yang
Kebudayaan g. Jumlah MOU ada secara
Nomor 11 pengelolaan bertahap
Tahun 2015
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 77

tentang dengan institusi


Organisasi dan pendidikan 20
Tata Kerja Naskah Balai
Kementerian Pelestarian
h. Penyumbang bagi
Pendidikan Situs
dan ilmu pengetahuan
dan sejarah Manusia
Kebudayaan.
peradaban manusia Purba
d. Peraturan terutama pada
Menteri bidang
Pendidikan paleoantropologi, Pemkab
dan Sragen
palentologi,
Kebudayaan
Nomor 22 geologi dan
Tahun 2015 arkeologi
tentang Pemkab
Rencana Karanganyar
Strategis
Kementerian Masyarakat
Pendidikan Lokal
dan
Kebudayaan
Tahun 2015-
2019 (12 Juni
2015).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 78

Prinsip a. Undang- a. Sebagai salah a. Penyediaan a. Penambahan a. Balai


Pariwisata Undang satu destinasi Fasilitas Pariwista Pelestarian
produk wisata
Nomor 10 wisata yang di Situs Sangiran Situs Manusia
tahun 2009 menjadi andalan b. Penyediaan Tour cagar budaya Purba
tentang Pemerintah Guide bagi selain Sangiran
Kepariwisataa Kabupaten wisatawan asing diharapkan
museum.
n Sragen sehingga dan wisatawan mampu
b. Undang- perlu lokal. Di situs Sangiran menjawab
Undang dipromosikan c. Penyelenggaraan beberapa produk tantangan ke
Nomor 11 b. Meningkatnya kegiatan hiburan wisata yang mulai depan dalam
tahun 2010 pengunjung, dan rekreasi berkembang yaitu peningkatan
tentang Cagar disertai dengan d. Kios kuliner industri souvenir, upaya
Budaya peningkatan acara kesenian perlindungan,
fasilitas di rutin, hasil kreasi pengembanga
museum yang kerajinan khas n dan
berimplikasi pada setempat, touring pemanfaatan
kenyamanan dan camping. Situs Manusia
pengunjung yang Purba sebagai
datang. BPSMP sarana
berusaha untuk rekreasi,
meningkatkan edukasi dan
fasilitas museum, pengembanga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 79

seperti dengan n kebudayaan


peningkatan dalam rangka
display yang pada kesejahteraan
akhirnya akan masyarakat.
berdampak pada
pengunjung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 80

Prinsip a. Undang- a. Meningkatkan a. Sumber a. Pemberian a. Dapat menjadi


Ekonomi Undang Pendapatan Asli penghasilan bagi kios kepada wadah
Nomor 17 Daerah masyarakat masyarakat pemberdayaan
Tahun 2003 Kabupaten setempat. setempat. masyarakat
tentang Sragen b. Dibentuknya b. Menciptakan Sangiran dalam
Keuangan b. Masih rendahnya Koperasi Pedagang karya produk sektor industri
Negara tingkat Souvenir Museum /kesenian kerajinan, hal
perekonomian untuk mewadahi yang ini merupakan
b. Undang- sebagian besar para pedagang memperkuat langkah dari
Undang masyarakat di souvenir. Koperasi citra kawasan Museum
Nomor 1 tahun lingkungan Situs ini berperan dalam pariwisata Sangiran untuk
2004 tentang Sangiran mengelola Sangiran. memandirikan
Perbendaharaa c. Masih banyak pendapatan para c. Mengadakan masyarakat dari
n Negara masyarakat Situs pedagang dan pelatihan segi ekonomi,
Sangiran yang berbagai aturan bagi hukum, dan
c. Undang- berpandangan dalam berdagang. masyarakat sosial budaya.
Undang bahwa fosil yang c. Paguyuban Batu yang ingin b. Membangun
Nomor 15 mereka temukan Indah Bertuah. memulai pengelolaan
tahun 2004 lebih bernilai Paguyuban ini usha dalam Benda/Situs
tentang secara ekonomis awalnya dibentuk pembuatan Cagar Budaya,
Pemeriksaan dan praktis. Hal untuk mewadahi souvenir menjaga
Pengelolaan ini memicu para pengrajin yang identik integritasnya,
dan Tanggung terjadinya souvenir dalam dengan citra melestarikan
Jawab pencarian fosil pelatihan dan Situs nilai dan arti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 81

keuangan baik untuk pendampingan Sangiran penting Situs,


negara mendapatkan yang diberikan dari serta
kompensasi dari Pemerintah mendorong
d. Undang- pemerintah Kabupaten Sragen pengembangan
Undang maupun untuk d. Kios pedagang potensi sosio
Nomor 23 diperdagangkan kurang lebih 20 ekonomi lokal.
Tahun 2014 secara ilegal. kios yang hanya
tentang d. Optimalisasi boleh diisi oleh
Pemerintahan kontribusi dalam masyarakat
Daerah neraca setempat.
pembayaran
e. Menyiapkan
perkembangan
ekonomi regional
dan neraca
pembayaran
regional.
f. Menyiapkan
tenaga kerja
g. Meningkatan dan
pendistribusian
pendapatan.
h. Kontribusi
terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 82

kesejahteraan
sosial.
i. Memaksimalkan
peluang
pendapatan fiscal

Prinsip a. Undang- a. Menciptakan a. Kegiatan a. Peningkatan a. Terwujudnya


Partisipasi Undang manajemen situs Penyuluhan Cagar kesadaran dan kesadaran dan
Masyarakat Nomor 10 yang terpadu; Budaya untuk turut partisipasi kepedulian
tahun 2009 nasional, serta melestarikan masyarakat terhadap Situs
dalam Manusia Purba.
tentang regional, dan Situs Manusia Purba
pelindungan Tujuan strategis
Pariwisata lokal. Pelibatan sebanyak 500 orang
Situs Manusia ini menekankan
b. Undang- masyarakat lokal b. Kegiatan Purba dan pada
Undang No 11 diwujudkan pemberdayaan yang Benda Cagar pengoptimalan
Tahun 2010 dalam melibatkan Budaya. pengertian dan
tentang Cagar pembentukan masyarakat 5 event b. Melibatkan pemahaman
Budaya komunitas c. Jumlah komunitas masyarakat yang mendalam
pelestari Situs masyarakat yang setempat pada
Sangiran terlibat dalam sebagai tenaga masyarakat
b. Kepemilikan pengelolaan situs lokal (teknolok) yang terwujud
lahan Situs yang manusia purba 10 dalam proses dalam
penggalian fosil. pemikiran,
hampir semuanya komunitas.
c. Meningkatkan sikap, dan
dikuasai secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83

turun temurun pemahaman tingkah laku


oleh masyarakat. masyarakat yang
Dari lebih dari tentang Situs mendukung
59,21 km2 luas Manusia Purba pelestarian
melalui Situs.
lahan Situs
penyebarluasan Optimalisasi ini
Sangiran, hanya
informasi. dapat
kurang dari 1 km2 d. Menjalin menguatkan
yang dikuasai kerjasama dengan keterlibatan dan
Pemerintah, berbagai peran
c. Masih adanya komunitas masyarakat
oknum masyarakat dan dalam
masyarakat yang media massa. melestarikan
menjual fosil e. Pelibatan Situs Manusia
yang ditemukan stakeholder secara Purba.
kepada kolektor aktif dan Keterlibatan
partisipatif dalam dan peran serta
karena hasil yang
pengelolaan situs masyarakat
diperoleh lebih
manusia purba yang aktif akan
besar daripada dapat
imbalan yang menjadikan
diberikan dari terjaganya Situs
Pemerintah selain Manusia Purba
itu. sehingga
d. Masih rendahnya kekayaan dan
pengetahuan dan nilai pentingnya
sebagai warisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84

pemahaman budaya bernilai


masyarakat tinggi tidak
terhadap hilang
peraturan b. Terwujudnya
kerjasama yang
perundang-
sinergis dan
undangan
berkesinambun
khususnya gan dengan
tentang Cagar stakeholder
Budaya c. Meningkatkan
apresiasi dan
kebanggaan
masyarakat
terhadap
warisan Situs
Manusia Purba
serta
menumbuhkan
kesadaran dan
rasa cinta
masyarakat
kepada Situs
Manusia Purba
sebagai
warisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 85

budaya bangsa
yang bernilai
tinggi,
membangkitka
n semangat
penghargaan
dan rasa
memiliki
terhadap Situs
manusia
Purba, dan
menggugah
kepedulian
masyarakat
agar turut
menjaga dan
melestarikann
ya untuk
generasi yang
akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan penjabaran strategi dan arah kebijakan pengelolan kawasan Situs


Sangiran di atas, dapat disimpulkan bahwa 5 prinsip kebijakan ekowisata telah
ditempuh BPSMP dalam pengelolaan kawasan wisata Situs Sangiran. Walaupun
kondisinya mengindikasikan bahwa strategi yang dilakukan masih belum
berfungsi optimal. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat tabel di bawah ini :

Optimal Belum
Prinsip Ekowisata
Optimal

- V
Prinsip Pelestarian

- V
Prinsip Pariwisata

V -
Prinsip Pendidikan

V -
Prinsip ekonomi

- V
Prinsip Partisipasi Masyarakat

Strategi dan Arah kebijakan pengelolaan Situs Sangiran belum dapat


dikategorikan memenuhi 5 prinsip ekowisata karena perencanaannya sudah
commit to user
mengadopsi aturan-aturan hukum kebijakan Ekowisata. Akan tetapi
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id

pelaksanaannya dikategorikan kurang optimal karena faktor eksternal diantaranya


kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat sekitar. Hal
ini akan menjadi lebih baik apabila stakeholder dapat menerapkan konsep Good
Governance dari sekarang.
Dasar hukum konsep Good governance telah diamanatkan dalam Pasal 20
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daaerah. Asas umum
penyelenggaraan negara tersebut yaitu; asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, asas
efektivitas. Good Governance dapat digunakan dalam beberapa konteks seperti
tata kelola perusahaan, pemerintahan internasional, pemerintahan nasional, lokal
juga dalam pelaksanaan ekowisata (Good Governance For Ecotourism).
Penerapan Good Governance baik di sektor publik maupun swasta diharapkan
dapat membantu proses tranformasi kearah yang lebih baik.
Good governance for ecotourism baik untuk sektor publik maupun swasta
memiliki 8 karakteristik utama. Ini adalah partisipatif, aturan hukum, transparan,
responsif, akuntabel, berorientasi konsensus, ekuitas dan inklusivitas serata efektif
dan efisien.86

1. Partisipasi.
2. Aturan hukum.
Good governance memerlukan kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan
secara adil. Hal ini juga memerlukan perlindungan penuh terhadap hak asasi
manusia, terutama yang minoritas. Penegakan hukum yang berimbang, pengadilan
yang independen dan penegakan hukum yang tidak berpihak.
3. Transparansi.

86
commit to user
Muchoridji, Permasalahan, Kebijakan dan Peningkatan Kapasitas Manajemen Ekowisata di
Indonesia, Journal of Applied Business and Economics, Volume 1 Nomor 2 Januari 2015.Hal 62
perpustakaan.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id

Hal ini menyangkut hak-hak para stakeholder dalam hal informasi. Ini berarti
bahwa informasi tersedia secara bebas dan langsung diakses oleh mereka yang
akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut dan penegakannya. Ini juga berarti
bahwa informasi yang cukup disediakan dan diberikan dalam bentuk yang mudah
dimengerti.
4. Responsiveness.
Good governance mensyaratkan bahwa lembaga-lembaga dan prosesnya
mengedepankan melayani kepada semua stakeholder dalam jangka waktu yang
wajar. Dan dalam pengelolaan ekowisata prinsip ini diwujudkan dengan
kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah
wewenang, menyadari akan adanya tangungjawab sosial, mengindari
penyalahgunaan peranan, menjadi profesional yang beretika dan memelihara
lingkungan bisnis ekowisata yang sehat.
5. Berorientasi konsensus.
Dalam suatu masyarakat tertentu ada beberapa aktor dengan titik pandang yang
berbeda. Good governance memerlukan mediasi dari kepentingan yang berbeda
dalam masyarakat untuk mencapai konsensus yang luas dalam masyarakat tentang
apa yang ada dalam kepentingan terbaik dari seluruh masyarakat dan bagaimana
hal ini dapat dicapai. Hal ini juga memerlukan perspektif yang luas dan jangka
panjang tentang apa yang dibutuhkan untuk pembangunan ekowisata dan
bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut.
6. Ekuitas dan inklusivitas.
Dalam sebuah masyarakat kesejahteraan dapat diartikan bahwa semua
anggotanya merasa bahwa mereka memiliki kepentingan di dalamnya dan tidak
merasa dikecualikan. Hal ini memerlukan semua kelompok, tetapi terutama yang
paling rentan, memiliki peluang untuk memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka.
7. Efektivitas dan efisiensi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id

Dalam hal ini dapat diartikan bahwa proses pengelolaan ekowisata


menghasilkan hasil yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, dan dalam
penggunaan sumber daya yang mereka miliki dengan sebaik mungkin. Konsep
efisiensi dalam konteks good governance87
Dalam pengelolaan pariwisata Situs Sangiran, masyarakat setempat juga harus
berperan sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang tentang
Kepariwisataan nomor 10 tahun 2009 bahwa kelembagaan pariwisata adalah
“keseluruhan institusi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, swasta
dan masyarakat, sumberdaya manusia, mekanisme operasional serta regulasi yang
terkait dengan kepariwisataan”. Oleh karena itu perlu kesiapan dan kerjasama
antar lembaga dari unsur pemerintah, swasta, serta masyarakat setempat. Peran
serta BPSMP dan Organisasi Kelompok Sadar Wisata Sangiran diharapkan
mampu menggerakkan seluruh lapisan masyarakat setempat sehingga tujuan
pariwisata dapat tercapai.
Dalam pengelolaannya Balai Pelestarian Situs Manusia Purba dapat dikatakkan
telah memberikan suatu kepastian hukum karena telah memenuhi 8 unsur yang
meliputi ;
1. Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan
putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu;
2. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik;
3. Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem;
4. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum;
5. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan;
6. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan;
7. Tidak boleh sering diubah-ubah;
8. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.
Hakikat teori hukum yang dikemukakan Fuller menempatkan hukum dan
moral sebagai satu kesatuan. Kekuasaan negara harus mendasarkan pada perilaku
commit to user
87
Ibid,. Hal. 63
perpustakaan.uns.ac.id 90
digilib.uns.ac.id

moral masyarakat, sehingga hukum sebagai instrumen utama relasi antara


Pemerintah dan masyarakat dapat menyentuh sisi kemanfaatan dan sejalan dengan
segala kepentingan.
Kaitan tesis dengan dengan teori fuller adalah, pertama BPSMP dalam
membuat legitimasi hukum dan strategi pelaksanaan program tidak berdasarkan
atas hukum semata tetapi dari moral masyarakat; kedua BPSMP menjadikan
hukum sebagai institusi untuk mencapai tujuan; ketiga BPSMP menjadikan
hukum sebagai tujuan untuk memberikan jalan kepada individu berkomunikasi
dan berkoordinasi satu sama lain; keempat ada timbal baik antara stakeholder dan
masyarakat sehingga hukum bukanlah kekusaan satu arah tetapi kerjasama; kelima
BPSMP sudah memberika kepastian hukum karena memenuhi kriteria dari semua
teori yang disebutkan dalam internal morality ; keenam BPSMP tidak
mengadakan kontrak dengan pihak manapun; ketujuh BPSMP menjunjungtinggi
moralitas dalam menjalankan tugas dan memberikan aspirasi; kedelapan BPSMP
dn masyarakat mempunyai timbal balik.
Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan peraturannya
sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Dalam
memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa nilai itu
mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan peranan
negara dalam mengaktualisasikannya.

C. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kebijakan


Pengelolaan Cagar Budaya Situs Sangiran
Parameter Partisipasi masyarakat dalam tahap implementasi adalah keterlibatan
di dalam pengelolaan usaha-usaha pariwisata.88 Partisipasi didefinisikan sebagai
keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi
kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok

commit toWisata
user Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal
88
Made Heny Urmila Dewi , Pengembangan Desa
Di Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan Bali, Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus
2013.Hal.132
perpustakaan.uns.ac.id 91
digilib.uns.ac.id

dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang
bersangkutan.89 Dengan kata lain, batasan dari partisipasi adalah keterlibatan
komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau
pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan.90
Dasar hukum partisipasi masyarakat diatur dalam Pasal 354 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014. Pada ayat 1 dijelaskan bahwa untuk mendorong
partisipasi masyarakat maka pemerintah daerah;
1. Menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada
masyarakat;
2. Mendorong kelompok dan organisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam
penyelenggaraan Pemerintah Daerah melalui dukungan pengembangan
kapasitas masyarakat;
3. Mengembangkan kelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan yang
memungkinkan kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat terlibat secara
aktif; dan/atau
4. Kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Partisipasi masyarakat juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, peraturan ini dilandasi oleh Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan pengertian ketentuan umum
tentang :
1. Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
selanjutnya disebut Partisipasi Masyarakat adalah peran serta Masyarakat
untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran, dan kepentingannya dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

commit to user
89
Ibid., Hal. 134
90
Alastraire dalam Sastropoetro, Partisipasi Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembagunan, Alumni: Bandung, 1998.Hal. 33
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id

2. Masyarakat adalah orang perseorangan warga negara Indonesia, kelompok


masyarakat, dan/atau Organisasi Kemasyarakatan.
3. Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai
Organisasi Kemasyarakatan.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam tahap implentasi dalam arti pemanfaatan
peluang di kawasan Situs Sangiran terlihat minim. Sekalipun wujud partisipasi itu
ada, bentuknya lebih pada pengelolaan usaha berskala kecil.
Hal ini terlihat kontras dengan partisipasi masyarakat luar yang memonopoli
usaha berskala besar. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengembangan
kawasan wisata belum sepenuhnya melibatkan seluruh lapisan masyarakat karena
dominasinya adalah golongan menengah ke atas, termasuk para pelajar, orang
berpendidikan, dan para pemimpin informal.91
Partisipasi dalam era otonomi daerah sekarang ini merupakan isu penting yang
terus didorong eksistensinya karena dengan tingginya partisipasi masyarakat akan
mengurangi beban biaya pembangunan di daerah dan menumbuhkan rasa
memiliki dan tanggungjawab masya-rakat terhadap hasil-hasil pembangunan.92
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dalam penelitian
ini diukur dengan instrumen partisipasi dari Arnstein. Makna partisipasi menurut
Arnstein adalah sebagai kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengatasi
persoalannya pada masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik pada masa
mendatang.
Dijelaskan bahwa partisipasi merupakan redistribusi kekuatan, yang
memungkinkan kaum terpinggirkan secara ekonomi dan politik untuk dilibatkan
dalam perencanaan pembangunan masa depan. Makna partisipasi yang mengacu
pada pendapat Arnstein adalah kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk

commit to user
91
Ibid.., Hal. 35
92
Iwang Gumilar, Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove,
Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 20, No. 2, Juli 2018 , Hal. 146
perpustakaan.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id

mengatasi persoalannya pada masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik
pada masa mendatang.
Pengelolaan sebuah situs cagar budaya merupakan sebuah mekanisme terpadu
yang melibatkan berbagai komponen masyarakat. Pemangku kepentingan baik
dari pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan komunitas harus bersinergi dan
mempunyai sistem kerja yang saling terkait. Tidak hanya aspek ekonomi untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang menjadi tujuan utama
pengelolaan Situs Manusia Purba dan mengesampingkan aspek pelestarian,
namun menciptakan keseimbangan untuk tercapainya kedua tujuan tersebut secara
bersama-sama merupakan wujud kerjasama yang baik antar stakeholder.
Pelestarian Situs Manusia Purba tidak akan memberikan nilai positif bagi
masyarakat sekitar yang hidup sekarang jika situs tersebut hanya dijaga
keutuhannya. Namun tanpa adanya usaha untuk pelestarian dari berbagai pihak,
ancaman kerusakan dan bahkan kehancuran terhadap situs tersebut sangat
mungkin terjadi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat sekarang.
Pengelolaan sebuah situs cagar budaya merupakan sebuah mekanisme terpadu
yang melibatkan berbagai komponen masyarakat. Pemangku kepentingan baik
dari pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan komunitas harus bersinergi dan
mempunyai sistem kerja yang saling terkait. Tidak hanya aspek ekonomi untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang menjadi tujuan utama
pengelolaan Situs Manusia Purba dan mengesampingkan aspek pelestarian,
namun menciptakan keseimbangan untuk tercapainya kedua tujuan tersebut secara
bersama-sama merupakan wujud kerjasama yang baik antar stakeholder.
Pelestarian Situs Manusia Purba tidak akan memberikan nilai positif bagi
masyarakat sekitar yang hidup sekarang jika situs tersebut hanya dijaga
keutuhannya. Namun tanpa adanya usahatountuk
commit user pelestarian dari berbagai pihak,
ancaman kerusakan dan bahkan kehancuran terhadap situs tersebut sangat
perpustakaan.uns.ac.id 94
digilib.uns.ac.id

mungkin terjadi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan


masyarakat sekarang.
1. Penjelasan Tingkat Partisipasi Arnstein
a. Citizen control: yaitu masyarakat mengendalikan kebijakan publik mulai dari
perumusan, implementasi hingga evaluasinya.
b. Delegated power: Berarti pemerintah memberikan kewenangan kepada
masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa keperluannya dalam suatu
program pembangunan.
c. Partnership: adanya kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam
program pembangunan.
d. Placation: melibatkan warga untuk menjadi anggota komite dalam program
namun hak memutuskan tetap berada pada pemerintah.
e. Consultation: Adanya komunikasi dua arah seperti survey sikap, pertemuan
warga, dan dengar pendapat.
f. Information: Hanya ada komunikasi satu arah dari pemerintah kepada
masyarakat seperti pengumuman, pamflet, poster, laporan tahunan.
g. Therapy : Bertujuan tidak untuk mendorong rakyat untuk berpartisipasi
melainkan untuk mendidik rakyat.
h. Manipulation : Masyarakat diarahkan agar tidak merasa dipaksa untuk
melakukan sesuatu, namun sesungguhnya diarahkan untuk berperan serta.
Strategi pelaksanaan partisipasi dicapai dengan cara melibatkan masyarakat
dalam sharing informasi, merumuskan tujuan, menentukan kebijakan,
mengalokasikan sumber-sumber pendanaan, mengoperasikan program, serta
mendistribusikan manfaat yang diperoleh. Masyarakat dilibatkan sejak tahap
perencanaan hingga implementasi dan pemerataan hasil-hasilnya.
Menurut Merilee S. Grindle, letak pengambilan keputusan akan menjelaskaan
apakah letak sebuah program sudah tepat atau belum. Pengambilan sebuah
commit to user
keputusan di dalam sebuah kebijakan memegang peranan penting dalam
perpustakaan.uns.ac.id 95
digilib.uns.ac.id

pelaksanaan sebuah kebijakan. Sebuah kebijakan dibuat tentu dikarenakan adanya


latar belakang yang mendorongnya. Item pertanyaan pada kuesioner mengenai
letak pengambilan keputusan ini didapatkan oleh peneliti melalui pertanyaan yang
meliputi bagaimana ketepatan dari adanya tiap-tiap kebijakan program yang ada
pada rencana strategis dari BPSMP Sangiran. Perubahan yang ada disini dilihat
dari perpektif pengguna mengenai adanya kebijakan yang ada, apakah
keberadaannya sudah tepat atau belum
Untuk lebih memudahkan Penulis melakukan analisis tipologi Arnstein
terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan Situs
Sangiran, Penulis meringkas dalam sebuah tabel. Data yang diperoleh berdasarkan
hasil wawancara dari paguyuban yang bernama Pokdarwis yang terdiri dari 120
orang yang terbagi di beberapa Klaster Museum Sangiran yaitu ; Klaster Krikilan,
Klaster Dayu, Klaster Bukuran, Klaster Ngebung, dan Museum lapangan
Manyarejo .Paguyuban tersebut terdiri dari berbagai macam masyarakat yang
mempunyai tekad untuk ikut membangun Kawasan Situs Sangiran menjadi lebih
dikenal publik. Selain itu Penulis juga melakukan wawancara kepada 30
masyarakat yang mendapatkan fasilitas usaha dari Pemerintah yang berada
didalam Kawasan museum utama Situs Sangiran. Dari hasil analisis tipologi
Arnstein terhadap partisipasi masyarakat Penulis menjabarkan hasil sebagai
berikut;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id

2. Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan

No Indikator Partisipasi Ya(%) Tidak(%) Ket

a. Tidak ada dialog atau musyawarah, 26,6 73,4 Manipulasi


semuanya sudah ditentukan pemerintah
b. Semua sudah ditentukan dari
pemerintah dan hanya beberapa saja
rancangan kegiatan yang disampaikan 20 80 Terapi
serta tidak ada dialog untuk
menanggapi.
c. Semua sudah ditentukan dari
pemerintah dan semua rancangan 66.6 33,4 Informasi
kegiatan juga disampaikan tetapi
tetap tidak ada dialog untuk
menanggapi.
d. Masyarakat dipersilakan memberikan
usulan, walaupun tidak dijamin untuk 80 20 Konsultasi
diterima.
e. Semua usulan diterima, namun usulan
tersebut tetap dinilai kelayakannya 73,3 26,7 Peredaman
oleh pemerintah untuk dilaksanakan.
f. Masyarakat dan Pemerintah secara
bersama-sama merancang dan 13,3 86,7 Kemitraan
melaksanakan kegiatan dalam
pelestarian situs Sangiran
g. Pemerintah memberikan kewenangan
dalam merancang, melaksanakan, 10 90 Pendelegasian
monitoring dan evaluasi kegiatan wewenang
pengelolaan, masyarakat diberi
kewenangan penuh
h. Masyarakat sepenuhnya mengelola 3.3 96,7 Kontrol
berbagai kegiatan yang disepakati Masyarakat
bersama.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id

3. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Situs Cagar Budaya

Sangiran

No. Indikator Partisipasi Ya(%) Tidak (%) Ket

a. Pemerintah memegang kendali penuh 30 70 Manipulasi


atas pengelolaan Situs Sangiran.
b. Sosialisasi pengelolaan kepada masya- 23,3 76,7 Terapi
rakat dilakukan oleh pemerintah.
c. Pemerintah memberikan informasi kepada 60 40 Informasi
Masyarakat tetapi tidak memberi kesem-
patan kepada masyarakat untuk bertanya
atau memberikan saran.Pemberian infor-
masi. Masyarakat hanya sebagai alat
legitimasi atau justifikasi dalam pengelo-
laan Situs Sangiran.
d. Pemerintah meminta pendapat masyarakat 75 25 Konsultasi
tentang program pengelolaan.
e. Negosiasi pengelolaan antara masyarakat 56,6 43,4 Peredaman
dengan pemerintah.
f. Pegelolaan dilaksanakan bersama antara 26,6 73,4 Kemitraan
masyarakat sebagai pelaksana pengelola
dan pemerintah sebagai fasilitator.
g. Tanggung jawab pengelolaan diberikan 13,3 86,7 Delegasi
kepada masyarakat.
h. Pemberian kekuasaan penuh kepada ma- 3,3 96,7 Kontrol
Syarakat untuk melaksanakan
pengelolaan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id

Masyarakat lokal memiliki peran kontrol yang sangat substansial dalam


pengembangan desa wisata karena kontrol terhadap proses pengambilan
keputusan harus diberikan kepada mereka yang nantinya menanggung akibat
pelaksanaan pengembangan termasuk kegagalan atau dampak negatif yang terjadi
akibat pengembangan desa wisata. Oleh karena itu, kewenangan pengambilan
keputusan harus diberikan kepada masyarakat lokal.
Setelah melakukan penelitian dengan masyarakat di sekitar Kawasan Situs
Sangiran Penulis menemukan bahwa sistem pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh para Stakeholder masih kurang melibatkan masyarakat.
Pertemuan yang dilakukan hanya simbol karena dalam pengambilan keputusan
masyarakat cenderung menerima keputusan yang telah ditetapkan oleh pemegang
kekuasaan. Sistem pertemuan juga tidak mengacu pada sistem musyawarah tetapi
terpisah berdasarkan kelompok tertentu dan dalam waktu yang tidak bersamaan.
Pendapat masyarakat tentang pelaksanaan kebijakan pengelolan Situs Sangiran
yaitu Pemerintah mendominasi atas pelaksanaan kebijakan. Hal ini diperkuat
dengan pernyataan Bapak Iwan Setiawan Bimas selaku Kasi Pemanfaatan
BPSMP yang menyatakan bahwa kesulitan yang selama ini masih dialami
BPSMP dalam mengelola Situs Sangiran adalah mengkoordinir masyarakat
sekitar untuk mendukung setiap program yang di rencanakan oleh pemerintah.
Mengacu kepada teori Arnstein yakni menguraikan partisipasi berdasarkan
kadar kekuatan masyarakat dalam memberikan pengaruh perencanaan, maka
kategorisasi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan
pengelolaan Situs Cagar Budaya Sangiran adalah pada tingkat informing,
consultation dan plcation yang disebut sebagai tingkatan menerima beberapa
ketentuan (degrees of tokenism) sekedar formalitas yang memungkinkan
masyarakat untuk mendengar dan memiliki hak untuk memberikan saran.
Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa
commit tipologi partisipasi ini menempatkan
to user
masyarakat pada posisi tidak memiliki kekuasaan yang dapat menjamin
perpustakaan.uns.ac.id 99
digilib.uns.ac.id

pandangan-pandangan digunakan oleh pihak penguasa. Dengan kata lain, tidak


ada kekuatan atau jaminan bahwa kondisi status quo akan mengalami perubahan.
Arnstein berpendapat,93 jika partisipasi hanya dibatasi pada tingkat tokenisme,
maka kecil kemungkinan ada upaya perubahan dalam masyarakat menuju keadaan
yang lebih baik. Selanjutnya pengertian partisipasi menurut Arnstein adalah
bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam perubahan sosial yang memungkinkan
mereka mendapatkan bagian keuntungan dari kelompok yang berpengaruh. Hal
sama juga terjadi di dalam pengelolaan kawasan Situs Sangiran, hal ini
ditunjukkan dengan tidak adanya pasal-pasal temuan yang menegaskan hasil
konsultasi publik akan digunakan dan mampu memengaruhi perumusan kebijakan
atau pengambilan keputusan yang strategis.
Pemerintah memang mengakui hak masyarakat untuk bersuara, tetapi di sisi
lain tidak ada kewajiban bagi pemerintah untuk menggunakan suara
tersebut.Tahap Tokeism dalam peneltian ini dipengaruhi oleh:
1. Pada faktor internal yang mempengaruhi partisipasi tersebut adalah kurangnya
intensitas untuk pertemuan karena masyarakat yang kurang dikoordinir dengan
baik dan pertemuan bersama dalam pengambilan keputusan juga belum
terlaksana. Selama ini masyarakat hanya sekedar mendapatkan informasi
sehingga masyarakat tidak mempunyai kekuasaan untuk mengkritisi dan
memberi saran.
2. Tingkat pendidikan yang masih rendah, juga berpengaruh pada kemampuan
berkomunikasi dan menyampaikan informasi.
3. Tingkat penghasilan yang relatif rendah merupakan kendala untuk
meningkatkan partisipasi yang lebih tinggi lagi. Masyarakat di kawasan Situs
Sangiran sebagian besar berpenghasilan rendah sehingga berharap banyak pada
kawasan Situs Sangiran, akan tetapi minimnya pengetahuan tentang

commitPartisipasi
to user Masyarakat dalam Pengelolaan
93
Arnstein dalam Lily Sri Ulina Peranginangin,
Kawasan Konservasi, Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik JKAP Vol 18 No 1- Mei 2014.
Hal.68
perpustakaan.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id

ketersediaan dana yang ada dalam pengelolaan membuat masyarakat berfikir


bahwa ada penyalahgunaan wewenang oleh Pemerintah terkait pemanfaatan
hasil dari Situs Sangiran.
4. Faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah adanya
bantuan teknis dari pemerintah berupa program perbaikan lingkungan
permukiman. Program ini membuat masyarakat tunduk dan patuh untuk tidak
campur tangan dalam setiap proses pengelolaan situs warisan busaya dunia
Sangiran.
5. Kurangnya penguatan pendampingan masyarakat, oleh pengelola program
maupun tokoh masyarakat atau lembaga yang dibentuk dalam rangka
pelaksanaan program tersebut yang berperan dalam memotivasi. Keterlibatan
stakeholder digunakan untuk mengetahui besarnya partisipasi masyarakat yang
berpartisipasi karena pengaruh stakeholder dengan penduduk yang
berpartisipasi keinginan sendiri. Berdasarkan pengolahan data, diketahui
bahwa terdapat peran stakeholder dalam mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi hanya mencapai prosentase 20%.
Pengelolan bersama suatu sumber daya lam seharusnya siembang antara
kepentingan masyarakat dan pemeritah, bahkan seharusnya masyarakat
mendominasi karena potensi wisat ada didalam kawasan wilayahnya. Dalam
pengelolaan potensi sumber daya Ostrom mulai mengenalkan tipologi hak dalam
kaitan dengan sumber daya milik bersama ini.Ada lima tipe hak, yaitu hak akses
atau melintas (access right), hak memanfaatkan (withdrawal right), hak
mengelola (management right), hak melarang orang lain untuk melintas maupun
memanfaatkan sumber daya (exclusion right), dan hak mengalihkan sebagian hak-
hak sebelumnya (alienation right).94 Bila ada pihak memiliki kelima hak tersebut,

commit to user
94
Nazmiyah Syuti, Op.cit,.. Hal.25
perpustakaan.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id

dia akan disebut sebagai pemilik sumber daya (owner) meski untuk konteks
kawasan wisata sulit untuk mencapai status owner.
Dengan memahami tipologi hak tersebut, kita bisa menganalisis sejumlah
konflik antara masyarakat dan pemerintah. Pada kasus ini konflik masyarakat
dengan pengelola Situs Sangiran dalamhalini BPSMP adalah disebabkan
masyarakat merasa hak mengelola yang selama ini mereka miliki tercerabut
setelah pemerintah menetapkan bahwa hak tersebut adalah milik pemerintah.Hak-
hak tersebut bersifat dinamis yang berarti bisa bertambah atau berkurang.
Kawasan konservasi cagar budaya tersebut menunjukkan bahwa hak masyarakat
berkurang. Nah, perlindungan yang selama ini diberikan pemerintah kepada
masyarakat kebanyakan masih tertuju pada hak melintas dan hak memanfaatkan
sumber daya. Padahal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan
juga perlindungan terhadap hak mengelola.
Hak mengelola sangatlah penting agar masyarakat merasa memiliki
sumberdaya tersebut, sehingga akan menjaganya untuk kelestarian sumber daya.
Hak mengelola yang diberikan kepada masyarakat juga bisa efektif karena
masyarakat tahu persis kondisi sumber dayanya. Menurut Ostrom, pengakuan
pemerintah terhadap hak mengelola tersebut merupakan salah satu unsur penting
kukuhnya model pengelolaan berbasis masyarakat.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai