Anda di halaman 1dari 33

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DAN RELEVANSINYA

DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI SMP NEGERI 7

PAREPARE

DRAF

Oleh :

KARTINI

NIM: 15.08.01.0002

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUD DA’WAH WAL IRSYAD

(STAI-DDI) Parepare

2020
DRAF

I. IDENTITAS MAHASISWA

a. Nama : KARTINI

b. Npm/ Nimko : 15.08.01.0002

c. Tempat/ Tanggal Lahir : Parepare / 31 Desember 1997

d. Jurusan / Fakultas : Pendidikan Agama Islam / Tarbiyah

e. Alamat : Jl.Muh. Yusuf Parepare

II. JUDUL

“IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DAN RELEVANSINYA

DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA DI SMP NEGERI 7

PAREPARE ’’

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum, pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk

memberikan pembelajaran, agar pesertadidik dapat mengembangkan potensi

dirinya. Pendidikan sendiri dapatdilakukan dimana saja dan kapan saja.

Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu proses yang membawa perubahan

bagi peserta didik kearah yang lebih baik yaitu dari tidak tahu menjadi tahu.

2
Melalui pendidikan peserta di berikan wawasan yang luas mengenai pengetahuan,

perilaku yang baik, moral, dan segalanya.

Pendidikan di Indonesia ,sering di klaim kurang mampu dalam menjawab

tantangan perubahan, dan tuntutan masyarakat, sehingga outputnya,kurang

memelihara kesiapan riil. Manusia sebagai homo educandum yang berarti manusia

membutuhkan pendidikan untuk mengarungi hidup yang penuh tantangan dan

apabila manusia tidak memiliki pendidikan tersebut bukan tidak mungkin manusia

akan tertinggal dan bukan lagi disebut sebagai homo educandum.1

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlakmulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara.2

Secara garis besar, Pendidikan di Indonesia terbagi atas pendidikan formal

yang terdiri pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dan

jalur pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang lebih banyak diminati

dan dipercaya penuh oleh orang tua dalam mendidik anak.

Selain jalur Pendidikan formal, ada juga jalur Pendidikan non formal.

Biasanya jalur lebih kepada yang bersifat singkat, seperti kasus dan sejenisnya.

1
UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS (t.ct; Bandung Citra Umbara, 2006), h. 80.
2
M.F. Atsnan,danRahmita Yuliana Gazali., MembangunDisiplinKarakter Anak Bangsa,
(Yogyakarta: Andi, 2015), h. 198.

3
Allah menerangkan dalam firmannya dalam Q.S Luqman ayat 12 sebagai berikut :

‫َو َلَقْد آَتْيَنا ُلْقَم اَن اْلِح ْك َم َة َأِن اْشُك ْر هلِل َو َم ْن َيْشُك ْر َفإَّنَم اَيْشُك ُر ِلَنْفِسِه َو َم ْن َكَفَر َفِإَّن َهللا َغ ِنٌّي َحِم ْيٌد‬

Yang artinya :

dan sesungguhnya, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu:


“Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah),
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang
tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi Maha
Terpuji”.

Peran pendidikan tentunya didalam lingkungan dan latihan, yakni mampu

menciptakan suasana yang terkondisikan dan memberikan latihan-latihan yang

diperlukan yang berkaitan dengan permasalahan dalam kehidupan. Oleh karena

itu dibutuhkan suatu pembelajaran yang kreatif untuk menghasilkan manusia

yang kreatif dan pendidikan manusia seutuhnya untuk menghasilkan manusia

yang memiliki keterampilan dan berkarakter.

Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang

melibatkan aspek teori pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan

(action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan

karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara

sistematis dan berkelanjutan.

Melalui pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya.

Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak untuk

menyongsong masa depan. Dengan kecerdasan emosi,seseorang akan dapat

4
berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan untuk berhasil secara

akademis.3

Ada beberapa pendapat tentang karakter, Plutarch berpendapat bahwa

“Character is simply habbit long continued”, Aristoteles berpendapat bahwa “We

are what we repeatedly do. Excellence, then, is not an act, but habbit”.4Karakter

merupakan cirri khas yang dimiliki oleh tiap-tiap orang yang menyangkut hal

kepribadian, sikap dan tingkah laku terhadap lingkungan disekitarnya.

Pembentukan karakter melalui masing-masing jalur pendidikan sangat penting

untuk diterapkan, baik dalam pendidikan formal, informal, dan non-formal.

Melalui pendidikan karakter pada remaja akan membentuk pribadi remaja menjadi

lebih baik terlebih apabila penerapan karakter tersebut disesuaikan dengan

ideologi negara yaitu Pancasila, karena pada dasarnya negara dikenal sebagai

negara yang sangat menjunjung tinggi adanya tata krama dan sopan santun.

Indonesia saat ini sedang menghadapi dua tantangan besar, yaitu

desentralisasi atau otonomi daerah yang saat ini sudah

dimulai, dan era globalisasi total yang akanterjadi pada tahun 2020. Kedua

tantangan tersebut, merupakan ujian berat yang harus dilalui dan dipersiapkan

oleh seluruh bangsa Indonesia. Kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat

itu, terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan

berbudaya. Oleh Karena itu, peningkatan kualitas SDM sejak dini merupakan hal

penting yang harus di pikirkan secara sungguh-sungguh.

3
MuslichMasnur, Pendidikan KarakterMenjawabTantanganKrisisMultidimensional
(Jakarta: BumiAksara, 2011), h.29-30.
4
Daryanto dan SuryatruDarmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Yogyakarta: Gava Media, 2013), h. 3.

5
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena

kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang

berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa

kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Menurut Freud kegagalan penanaman

kepribadian yang baik di usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah

di masa dewasanya kelak.

Thomas Lickona, seorang professor pendidikan dari Cortland University,

mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai

karena jika tanda-tanda ini sudah ada, berarti sebuah bangsa sedang menuju

jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud adalah meningkatnya kekerasan

di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, pengaruh

per-group yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkat nya perilaku merusak

diri, seperti penggunaan narkoba, alcohol, dan seks bebas, semakin rendahnya

rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu

dan warga negara, membudaya nya ketidak jujuran, adanya rasa saling curiga dan

kebencian di antara sesama. Jika di cermati, ternyata kesepuluh tanda zaman

tersebut sudah ada di Indonesia.5

Dalam kondisi statis, kenakalan remaja merupakan gejala sosial yang

sebagian dapat diamati serta diukur kuantitas dan kualitas kedurjanaannya, namun

sebagian lagi tidak bias diamati dan tetap tersembunyi. Sedang dalam kondisi

dinamis, gejala kenakalan remaja tersebut merupakan gejala yang terus-menerus

berkembang, berlangsung secara progresif sejajar dengan perkembangan

5
MuslichMasnur, Pendidikan KarakterMenjawabTantanganKrisis Multidimensional, h. 35-
36.

6
teknologi, industrialisasi, dan urbanisasi. Banyak perbuatan kejahatan anak-anak

dan remaja tidak dapat diketahui, dan tidak dihukum disebabkan kejahatannya

dianggap sepele hingga tidak perlu dilaporkan kepada pihak berwajib, orang

segan dan malas berurusan dengan polisi dan pengadilan, dan orang merasa takut

akan adanya balas dendam.6

Sekarangini,muncul berbagai berita yang menyangkut tentang masalah

karakter remaja. Di Kota Makassar tingkat kenakalan remaja tampaknya semakin

parah. Tidak hanya pencurian, seks bebas, ngelem dan geng motor yang kerap kali

mengganggu, kali ini tindakan oknum remaja mengarah ketindak kejahatan

perampokan dan pembegalan, bahkan sampai ketindakpidana pembunuhan.

Contoh Kasus yang terjadi di Makassar yaitu ,kasus tentang tindak

kejahatan pembegalan yang sebagian besar didominasi oleh para remaja.

Berdasarkan data Polrestabes Makassar tahun 2015, tercatat49 kasus pada Januari

dan tinggal 36 kasus pada bulan Februari. 7 Beberapa kasus tersebut, telah

menunjukkan keprihatinan terhadap moral peserta didik masa kini. Salah satu

kemungkinan alasan masalah yang terjadi di kalangan pelajar tersebut adalah arus

globalisasi yang sekarang ini dapat menyebabkan degradasi nilai-nilai dan moral

remaja.

Selain itu, adanya kemudahan akses dalam mendapatkan informasi pada

masa sekarang ini, terkadang membuat remaja salah mengartikan dan mudah

sekali mengimitasi informasi atau tontonan yang dilihatnya. Hal inilah yang

6
KartonoKartini, PatologiSosial 2 KenakalanRemaja(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.23.
7
Tri Yadi Kurniawan, “PelakuBegal Motor di Makassar di DominasiRemaja”, Tempo.co,
Maret 2015, https://nasional.tempo.co/read/646140/pelaku-begal-motor-di-makassar-didominasi-
remaja (01Maret 2015).

7
menjadi keprihatinan bagi pemerintah untuk lebih menekankan pendidikan

karakter bagi anak dalam proses pendidikan. Peraturan Presiden tahun 2010

tentang Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa,menjadi salah satu

bukti mulai munculnya niat yang besardari pemerintah untuk memperbaiki

karakter anak bangsa.

Menteri Pendidikan Nasional Era Presiden Susilo Bambang Yudiyono

(SBY) Mohammad Nuh, menegaskan bahwa tidak ada yang menolak tentang

pentingnya karakter, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menyusun dan

mengestimasikan, sehingga anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih

berbudaya.8 Pernyataan ini telah menunjukkan bahwa adanya keinginan

pemerintah untuk lebih membentuk anak bangsa menjadi pribadi yang berkarakter

dan berbudaya sesuai dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila. Tugas untuk

memperbaiki karakter anak bangsa, sesungguhnya bukan saja tugas pemerintah

namun juga masyarakat dan sekolah.

Peran sekolah, sangat penting dalam proses mengimplementasikan

kebijakan pemerintah tersebut, untuk dikemas dalam beberapa inovasi program

pendidikan karakter, agar kiranya kekhawatiran pemerintah akan kenakalan

remaja saat ini, mampu teratasi secara baik. Namun, dari beberapa masalah yang

masih sering dijumpai dalam berbagai muatan berita, baik di media cetak maupun

online terkait dengan kasus kenakalan remaja, hal ini dapat dipahami bahwa

masih kurangnya pengawasan dalam pengurangan kenakalan remaja.

8
Muhsin pamungkas, ”Desain Induk Pendidikan Nasional Kementrian Pendidikan
Nasional”,https://muhsinpamungkas.files.wordpress.com/2011/05/desain-induk-pendidikan-
karakter-kemdiknas.pdf (diunduh Mei 2011).

8
Penerapan pendidikan karakter sekarang ini, telah diterapkan oleh beberapa

jenis lembaga pendidikan, yaitu pendidikan formal maupun pendidikan informal.

serta berbagai jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan

Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan karakter memang sangat penting dalam

membentuk dan memperbaiki karakter peserta didik menjadi lebih baik, maka dari

itulah, setiap lembaga pendidikan memberikan berbagai inovasi dan melakukan

pengembangan terhadap program yang terkait dengan pendidikan karakter.

Sekaitan hal tersebut akan membahas lebih jauh, tentang pendidikan

karakter dan relevansinya antara pendidikan karakter dengan kenakalan remaja di

dalam skripsi ini tentang “ Implementasi Pendidikan Karakter dan Relevansinya

dalam Mengatasi Kenakalan Remaja di SMPN 7 Parepare”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis memberi batasan,

sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Pendidikan Karakter di SMPN 7 Parepare?

2. Bagaimana relevansi pelaksanaan pendidikan karakter dalam mengatasi

kenakalan remaja di SMPN 7 Parepare?

9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter di SMPN

7 Parepare.

b. Untuk mengetahui relevansi pelaksanaan pendidikan karakter

dalam mengatasi kenekalan remaja di SMPN 7 Parepare

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan hal yang

berharga serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu pendidikan,

terutama pada usaha kerja keras pemerintah, sekolah, dan

masyarakat dalam melaksanakan nilai-nilai pendidikan karakter

bagi peserta didik dan mampu mengatasi kenakalan remaja yang

sering terjaadi saat ini.

b. Secara Praktis

1) Bagi Guru

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

acuan dalam proses implementasi pendidikan karakter

melalui berbagai program yang diterapkan oleh sekolah,

yang relevansinya memberikan dampak baik dalam

mengatasi kenakalan remaja.

2) Bagi Sekolah

10
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi

yang dapat menjadi acuan untuk implementasi pendidikan

karakter dan relevansinya dalam mengatasi kenakalan

remaja.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan penelitian terdahulu

Salah satu skripsi yang diteliti Nur Setyanti Arif Novita yang berjudul

“ Upaya guru pendidikan Agama islam dalam mengatasi kenakalan siswa di

SMP Negeri 2 sumbergempol” menjelaskan bahwa kenakalan remaja sudah

mencapai tahap akhir sudah mencapai taraf yang tidak sederhana lagi. Hal

ini sudah menjadi rahasia umum, bahkan sekolah-sekolah yang berlabelkan

Agama pun juga kerap terlibat. Hal ini tentunya menjadi PR tersendiri bagi

para guru, orang tua dan semua pihak yang bersangkutan. Tentunya hal ini

menuntut para guru untuk melakukan sesuatu dalam menangani masalah ini

guna menjadikan para penerus bangsa ini menjadi manusia yang berakhlak

lebih mulia.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan

jenis penelitian yang dipakai adalah studi kasus, oleh karena itu kehadiran

peneliti dilapangan sangat diperlukan. Lokasi penelitian ini terletak ini

terletak di SMP Negeri 2 sumber gempol Tulungalung, Adapun data

penelitian di dapatkan dari hasil wawancara kepada guru agama islam,

siswa, dan pihak-pihak yang terkait.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai upaya guru agama

islam dalam mengatasi kenakalan siswa mulai memberi nasehat,

meningkatkan kegiatan keagamaan yang melibatkan siswa-siswi,

peningkatan kerjasama dengan wali murid dan menciptakan tata tertib yang

12
lebih ketat, semua itu berjalan dengan mudah. Banyak kendala-kendala yang

harus di hadapi, enggannya orang tua siswa atau kurang perhatiannya orang

tua siswa dalam menyikapi kenakalan anak-anaknya merupakan kendala

yang dirasa sangat besar bagi para guru. Ketika orang tua acuh terhadap

masalah anak-anaknya di sekolah, pihak sekolah pun tidak bisa membantu

banya, karena walau bagaimanapun sekolah punya batas-batas tertentu

dalam melakukan tindakan yang tidak mungkin di langgar begitu saja.

Tetapi pihak guru dan juga sekolah tetap berupaya menjalin kerja sama

dengan wali murid menyikapi kenakalan –kenakalan siswa saat ini melalui

pertemuan wali murid, konsultasi pribadi dengan wali siswa yang

bermasalah dan juga bimbingan pribadi bagi siswa-siswi yang bermasalah.

Persamaan penelitian sebelumnya dengan yang akan peneliti lakukan

adalah membahas tentang kenakalan anak. Metode yang digunakan dalam

penelitian sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif

berdasarkan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan

adalah lokasi dan focus penelitiannya. Penelitian memfokuskan upaya guru

dalam mengatasi kenakalan peserta didik, sedangkan penelitian oleh Nur

Setyanty Arif Novita memfokuskan pada kenakalan remaja. Lokasi

penelitian yang dilakukan peneliti berlokasi di SMP Negeri 7 Parepare,

sedangkan penelitian yang digunakan Nur Setyanty Arif Novita berlokasi di

SMP Negeri 2 Sumbergempol Tulungalung.

13
B. Landasan Teori

Implementasi Pendidikan Karakter

Implementasi menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia dapat

diartikan sebagai penerapan atau pelaksanaan. 9Artinya yang dilaksanakan dan

diterapkan adalah kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian

dijalankan sepenuhnya. Pengertian Pendidikan secara sempit atau sederhana

adalah sekolah, pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga

pendidikan formal. 10

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tak

pernah bias ditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang

berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia

dianggap sebagai sebuah proses yang terjadi secara tidak sengaja atau

berjalan secara ilmiah. Kedua, pendidikan bias dianggap sebagai proses yang

terjadi secara sengaja, direncenakan, didesain, dan diorganisasi berdasarkan

aturan yang berlaku terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar

kesepakatan masyarakat. 11

Noeng Muhadji rmensyaratkan bahwa aktifitas pendidikan adalah

aktifitas interaktif antara pendidik dengan subjek yang di didik untuk

mencapai tujuan yang baik dengan cara yang baik dan dalam

kontekspositif. 12Sedangkan, karakter dalam kamus besar bahasa Indonesia,

9
Pius Abdillah, KamusLengkap Bahasa Indonesia, h. 250.
10
Ara Hidayat, PengelolaanPendidikan (t.ct; YogyakartaPustakaEduca, 2009), h.30.
11
FathchulMuin, Pendidikan KarakterKonstruksiTeoretik dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016), h.287-288.
12
Mursid, Kurikulum dan Pendidikan Anak Usia Dini (t.ct; Semarang: Akfi Media, 2009),
h. 57.

14
berarti watak, sifat- sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan orang yang lain. 13Karakter juga bias diartikan

tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan,

ataupun bias diartikan watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi

segenap fikiran dan tingkah laku atau kepribadian. 14

Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membantuk

keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap akibat dari keputusan

yang ia buat. 15Ratna Megawangi menyampaikan bahwa istilah karakter ini

diambil dari bahasa yunani yang berarti “to mark” (menandai). Istilah ini

lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku. Ada dua pengertian karakter.

Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku.

Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus, tentu saja orang

tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya apabila seseorang

berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan

karakter mulia.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi

dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti religius, jujur, toleransi,

disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri, demokratis, tanggung jawab, rasa ingin

tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar

membaca, peduli lingkungan, dan peduli sosial. 16


13
Tim PenyusunKamusBesar Bahasa Indonesia, KamusBesarbahassa Indonesia (t.ct;
Jakarta: Balai Pustaka, 1998),h. 389.
14
Najib Sulhan, Pendidikan BerbasisKarakter(t.ct; Surabaya: PT. Jepe Press Media Utama,
2010), h.1.
15
MuslichMasnur, Pendidikan KarakterMenjawabTantanganKrisis Multidimensional, h. 67.
16
SyamsulKurniawan. M.S.I, Pendidikan
KarakterKonsepsi&Implementasisecaraterpadu….. ( Cet. III; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016),
h. 84.

15
Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan “personality”. Seseorang

baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila

tingkahlakunya sesuai kaidah moral. Adapun berkarakte rmenurut Fihris

yaitu berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. 17

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter itu berkaitan

dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi orang

berkarakter adalah orang yang memiliki kualitas moral (tertentu) positif.

Dengan demikian pendidikan adalah membangun karakter, yang secara

implicit mengandung arti membangun sifat yang positif atau yang baik,

bukan yang negative atau yang buruk.

Hal ini didukung oleh pakar pendidikan Amerika Serikat, Peterson dan

Seligman yang mengaitkan secara langsung character strength dengan

kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis

yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dari

character strength adalah karakter tersebut berkontribusi besar dalam

mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun

kehidupan yang baik, dan bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. 18

Karakter sendiri pada dasarnya akan mengalami suatu perkembangan yang

dapat membuat suatu nilai yang dipahami oleh seseorang untuk menjadi suatu

sikap dan perilaku yang bermoral. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Fatchul

Mu’in dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik

17
Fihris, Pendidikan Karakter di madrasah salafiyah (t.ct; Semarang: IAIN Walisongo
Semarang, 2010), h. 24.
18
MasnurMuslich, Pendidikan KarakterMenjawabtantanganKrisis Multidimensional, h. 72.

16
dan Praktik” bahwa karakter mengalami pertumbuhan yang membuat suatu nilai

menjadi budi pekerti, sebuah watak batin yang dapat diandalkan dan digunakan

untuk merespons berbagai situasi dengan cara yang bermoral.19

Secara umum pendidikan karakter dapat diterapkan oleh individu dari

berbagai sumber yang terdapat di lingkungan dirinya. Agar kepribadian yang

baik bagi peserta didik terbangun dan peserta didik memiliki akhlak yang

mulia, maka implementasi pendidikan karakter sekarang ini telah

dilaksanakan di seluruh sekolah formal dan informal di Indonesia dan

memiliki tujuan tersediri dalam pelaksanaannya.

Menurut Kementrian Pendidikan Nasional dalam “Panduan Pelaksanaan

Pendidikan Karakter” tahun 2011 halaman 7 dijelaskantentangtujuan dan

fungsipendidikankarakter, seperti berikut ini:

1. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang

membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi:

a. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

berhati baik, berfikiran baik, dan berperilaku baik.

b. Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila.

c. Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap

percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai

umat manusia.

2. Pendidikan karakter memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Membangun kehidupan kebangsaaan yang multikultural.

19
FatchulMu’in, Pendidikan Karakter: KonstruksiTeoretik dan Praktik, h. 72.

17
b. Membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan

mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat

manusia, mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,

berfikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik.

c. Membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri

dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu

harmoni.

Senada dengan tujuan dari Kementrian Pendidikan Nasional bahwa

pendidikan karakter bertujuan untuk menjadikan peserta didik menjadi

manusia yang memiliki cara berfikir dan berperilaku baik serta memiliki

karakter sesuai dengan ideology bangsa Indonesia.

Mulyasa menjelaskan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk

meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada

pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan

seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan

pendidikan.20 Sedangkan Ahmad Muhaimin memiliki pendapat lain yaitu

pendidikan karakter menekankan anak didik untuk mempunyai karakter yang baik

dan diwujudkan dalam perilaku keseharian.21

Beberapa pendapat tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan

pendidikan karakter untuk membangun karakter yang berakhlak mulia pada anak,

serta membangun karakter yang sesuai dengan ideologi bangsa sehingga

20
Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta: BumiAksara, 2013), h. 9.
21
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013), h. 16.

18
harapannya anak dapat menjadi warga negara yang baik. Selain itu tujuan dari

adanya pendidikan karakter di sekolah untuk mendukung meningkatnya

penyelenggaraan dan hasil pendidikan nasional yang telah mengarah pada

pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia dari peserta didik.

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah diharapkan mampu menjadikan

peserta didik lebih mandiri dalam hal meningkatkan dan menggunakan ilmu serta

pengetahuan yang telah diperoleh, mengkaji dan mengimplementasikan sendiri

dari nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehinga dapat terwujud dalam kehidupan

sehari-hari.

C. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Menurut Cahyoto, ruang lingkup pembahasan nilai pendidikan karakter atau

budi pekerti yang bersumber dari etika dan moral menekankan unsur utama

kepribadian, yaitu kesadaran dan berperannya hati nurani dan kebijakan bagi

kehidupan yang baik berdasarkan sistem dan hukum nilai-nilai moral masyarakat.

hati nurani adalah kesadaran untuk mengendalikan atau mengarahkan perilaku

seseorang dalam tindakan baik dan menghindari tindakan buruk. 22 Pendidikan

karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan menjadi nilai

dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada

dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah

pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa

Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan

pendidikan nasional.
22
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi PekertidalamPerspektifPerubahan(Jakarta:
BumiAksara, 2011), hlm. 67-68

19
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakater di Indonesia

diidentifikasi berasal dari empat sumber. Pertama, agama. masyarakat Indonesia

merupakan masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu,

mayarakat, kehidupan kenegaraan pun didadasari pada nilai-nilai yang berasal

dari agama. Karenanya, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada

nilai- nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

Kedua, Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas

prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.

Pancasila terdapat pada pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke

dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945.

Ketiga, budaya. Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang

hidup bermasyarakat yang tidak didasari nila-nilai budaya yang diakui masyarakat

tersebut. Nilai budaya ini dijadika dasar dalam pemberian makna terhadap suatu

konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut.

Keempat, tujuan Pendidikan Nasional. UU RI Nomor 20 ahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional

yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia.

Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yag beriman dan bertakwa kepada dan

menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.23

23
Syamsul Kurniawan. M.S.I., Pendidikan
KarakterKonsepsi&Implementasisecaraterpadu….., h. 39-40.

20
Pengembangan pendidikan karakter di lingkungan sekolah pada dasarnya

adalah mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai

karakter sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang

diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan

pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.

Implementasi nilai-nilai karakter di sekolah berarti memadukan, memasukkan,

dan menerapkan nilai-nilai yang diyakini baik dan benar demi membentuk,

mengembangkan, dan membina tabiat atau kepribadian peserta didik sesuai jati

diri bangsa tatkala kegiatan pembelajaran berlangsung.

D. Relevansi Pendidikan Karakter dan Kenakalan Remaja

Peserta didik merupakan generasi yang akan menentukan nasib bangsa kita

dikemudian hari. Karakter peserta didik yang terbentuk sejak sekarang akan

sangat menentukan karakter bangsa ini di kemudian hari. Karakter peserta didik

akan terbentuk dengan baik manakala dalam proses tumbuh kembang mereka

mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa. Peserta

didik adalah pribadi yang mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara

optimal sesuai dengan iramanya masing-masing.

Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan untuk berbuat baik,

pembiasaan untuk berlaku jujur, kesatria,malu berbuat curang, dan lain lain.

Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi bisa melalui transformasi budaya dan

kehidupan di lingkungan sekolah. Melalui pendidikan karakter, semua

berkomitmen untuk menumbuhkembangkan peserta didik menjadi pribadi utuh

21
yang menginternalisasi kebajikan (tahu dan mau) dan terbiasa mewujudkan

kebajikan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Agar proses internalisasi pendidikan karakter di lingkungan sekolah dapat

berlangsung efektif maka pembenahan kurikulum sekolah sangat penting

mengingat kurikulum adalah “ruh” atau inti dari pendidikan itu sendiri.

Pengembangan kurikulum pendidikan karakter pada prinsipnya tidak dimasukkan

sebagai pokok bahasan, tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran, pengembangan

diri, dan budaya sekolah.

Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara

mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuaannya, mengkaji dan

menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia

sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari24

Dengan demikian Nampak jelas bahwa apabila seorang anak masih berada

dalam fase-fase usia remaja kemudian melakukan pelanggaran terhadap norma-

norma hukum, sosial, susila dan agama maka perbuatan anak tersebut

digolongkan kedalam kenakalan remaja.25

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kenakalan adalah

sifat nakal; perbuatan nakal; tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma

yang berlaku dalam suatu masyarakat; remaja perilaku remaja yang menyalahi

aturan sosial di lingkungan masyarakat tertentu. Sementara pengertian remaja

24
AmirullohSyarbini, Pendidikan KarakterBerbasisKeluarga (Yogyakarta: Ar-Ruzz,
2016), h. 53.
25
FJ. Monks, dan Knoers Siti RahayuHadiantono, PsikologiPerkembangan,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006), h.220.

22
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan mulai dewasa; sudah

sampai umur untuk kawin dan muda.

Sehingga apabila digabungkan pengertian kenakalan remaja adalah perilaku

atau perbuatan yang menyalahi norma yang berlaku dalam suatu masyarakat,

perilaku tersebut dilakukan oleh remaja atau seorang muda yang dalam usia mulai

dewasa atau sudah pada usia untuk kawin.

Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda,

ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas Delinquent berasal dari kata

Latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian

diperluas artinya menjadi jahat, anti-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat

ribut, pengacu, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain

pada periode remaja.26

Pengertian terkait kenakalan remaja di atas semakin diperkuat dengan

pengertian Kusumanto yang menjelaskan bahwa juvenile delinquency atau

kenakalan remaja ialah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-

syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu

lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan.27

Beberapa pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa juvenile

delinquency atau kenakalan remaja adalah suatu perilaku atau kenakalan yang

dilakukan oleh remaja yang disebabkan oleh keadaan sosial yaitu dimana anak

26
KartiniKartono ,PatologiSosial 2: KenakalanRemaja, h. 7.
27
Sofyan S. Willis.Remaja dan Masalah: Mengupas Berbagai BentukKenakalan
Remaja Seperti Narkoba, Free Sex, dan Pemecahannya (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 89.

23
tidak dapat bersikap atau bertingkah laku sesuai dengan norma yang ada pada

masyarakat dan tidak adanya perhatian sosial dari masyarakat.

Berdasarkan pengertian di atas kenakalan remaja terjadi karena adanya

pengabaian sosial dan faktor orang dewasa yang belum percaya memberikan

tanggung jawab pada remaja, sehingga terjadi ketimpangan karena seorang remaja

ini ingin melakukan beberapa tanggung jawab seperti orang dewasa.

Kenakalan Remaja atau juvenile delinquency dibedakan atau dibagi

menjadi beberapa tipe. Pembagian tipe tersebut berdasarka dengan ciri

kepribadian yang defek, yaitu yang mendorong anak menjadi delinkuen. Berikut

menurut Kartini Kartono.28

E.Hipotesis

Berdasarkan permasalahan di atas, maka berikut ini penulis akan

mengembangkan hipotesi untuk mendapatkan jawaban dari pokok-pokok

permasalahan dalam rangka membuktikan kebenaran dari permasalahan tersebut :

1. Implementasi Pendidikan Karakter merupakan hal yang harus dilakukan

oleh sekolah dalam membantu pembentukan karakter terhadap siswa di

SMPN 7 Parepare untuk mengatasi kenakalan remaja, dimana para guru

28
KartiniKartono, PatologiSosial 2: KenakalanRemaja, h. 49-56.

24
membantu membentuk karakter peserta didik dengan menanamkan nilai-

nilai karakter sehingga peserta didik memahami dan mampu

membedakan hal yang baik dan hal yang salah.

2. Relevansi pelaksanaan pendidikan karakter dalam mengatasi kenakalan

remaja menghasilkan hal positif yang bukan hanya bertujuan untuk

membentuk karakter peserta didik di SMPN 7 Parepare untuk mengatasi

kenalan remaja tetapi juga mampu membuat peserta didik untuk

memhami tujuan dan nilai-nilai pendidikan karakter itu sendiri.

F. Defenisi Operasional Variabel dan Ruang Lingkup Penelitian

Agar Memudahkan dan lebih memahami makna yang terkandung dalam

judul skripsi ini, maka penulis perlu mengangkat suatu batasan sederhana tentang

pengertian judul dan beberapa kata yang dianggap penting yaitu “Implementasi

Pendidikan Karakter dan Relevansinya dalam Mengatasi Kenakalan remaja di

SMPN 7 Parepare”, sebagai berikut :

1. Implementasi pendidikan karakter adalah pelaksanaan suatu usaha atau

proses yang sengaja dilakukan untuk menjadikan seseorang memiliki

karakter yang baik sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Adapun indikatornya adalah :


a. Memahami pengertian dari pendidikan karakter.

b. Mengetahui program pendidikan karakter yang di laksanakan oleh

sekolah.

25
c. Mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang di terapkan di

sekolah.

2. Relevansi pelaksanaan pendidikan karakter dalam mengatasi kenakalan

remaja merupakan suatu hal yang berkaitan erat, dimana pendidikan

karakter mampu mendidik siswa mempunyai karakter yang baik, selain

itu siswa dapat membedakan hal buruk yang mampu memberikan

dampak negatif yang merusak karakter siswa dan pelaksanaan

pendidikan karakter ini mampu meminimalisasi angka kenakalan remaja

yang sering terjadi di sekitar kita.

Adapun Indikatornya adalah:


a. Mengetahui hubungan pendidikan karakter dalam mengatasi

kenakalan remaja

b. Mengetahui dampak yang terjadi ketika pendidikan karakter di

terapkan di sekolah

c. Jenis-jenis kenakalan remaja yang sering terjadi di sekolah

d. Mengetahui strategi sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja.

3. Teratasinya kenakalan remaja merupakan tujuan yang penting dari

pelaksaanaan pendidikan karakter, yang dimana dengan

mengimplementasikan pendidikan karakter dapat mengajarkan anak-anak

memahami nilai-nilai karakter dan juga membantu siswa untuk tidak

melakukan penyimpangan sosial yang melanggar norma-norma hukum

yang berlaku.

Adapun Indikatornya adalah:

26
a. Memahami faktor yang mendukung dalam mengatasi kenakalan

remaja

b. Memahami faktor yang menghambat dalam mengatasi kenakalan

remaja

c. Mengetahui hasil dari penerapan pendidikan karakter yang

berhubungan dengan kenakalan remaja.

G. KerangkaFikir

Penelitian ini mengacu pada kerangka pikir, Adapun kerangka piker

ini dalam penelitian ini sebagai berikut:

SMP Negeri 7 Parepare

Guru

Mengatasi Kenakalan Remaja

Peserta
Kerangka pikir diatas dapat dijelaskan didikyang terkait dengan judul skripsi
bahwa

tentang Implementasi Pendidikan Karakter dan Relevansinya dalam Mengatasi

Kenakalan Remaja di SMPN 7 Parepare bahwa didalam sekolah terdapat dua

unsur yang sanga tpenting yaitu guru dan peserta didik dimana kedua unsure

tersebut terjadi interaksi yang disebut dengan pembelajaran.

27
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Dalam hal ini terkait dengan implementasi pendidikan karakter dan

hubungannya dalam mengatasi kenakalan remaja. Penelitian ini dilaksanakan di

28
SMPN 7 Parepare di Jalan KebunkacangKecamatan Bacukiki Kabupaten Kota

Parepare

B. Waktu penelitian

Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian inidilaksanakan seja

ktanggal dikeluarkannya izin penelitian. Yang insya allah kurang lebih 1

bulan.

C. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis penelitian

Penelitian adalah penerapan pendekatan ilmiah pada pegkajian

masalah yang bertujuan untuk menentukan jawaban terhadap

persoalan yang signifikan melalui penerapan prosedur, prosedur

ilmiah. Jika pendekatan ilmiah tersebut diterapkan untuk

menyelidiki masalah pendidikan, maka hasilnya adalah penelitian

pendidikan. Penelitian pendidikan adalah cara yang digunakan dan

dapat dipertanggung jawabkan mengenai proses pendidikan.

Penelitian pendidikan merupakan suatu kegiatan yang diarahkan

kepada pengembangan pengetahuan ilmiah tentang kejadian yang

menarik perhatian pendidik.

Penelitian kualitatif yaitu penelitian tentang riset yang bersifat

deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Sumber data

penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada

situasi sosial tertentu. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian

kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.

29
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 7 Parepare dengan

ruang lingkup penelitian yaitu kepala sekolah dan Guru Agama yang

ada di sekolah tersebut. Penelitian ini berlangsung selama kurang

lebih 1 bulan,mulai bulan Maret sampai bulan April 2020.

b. Dalam proses penelitian ini ada dua macam yaitu :

1) Data primer adalah data yang diperolehpenelitisecaralangsung.

2) Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber

yang sudah ada.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakanadalahwawancaramendalam (in

depth interview) observasiberperanserta (participant observation) dan

dokumentasi (document review).

1. Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan

secara cermat dan sistematik. Observasi merupakan teknik pengumpulan

data yang dilakukan secara sistematis dan disengaja melalui pengamatan

dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki. Pada penelitian ini, peneliti

melakukan observasi dengan mengamati secara langsung aktivitas yang

berlangsung di SMPN 7 Parepare.

30
2. Wawancara

Wawancara sebagai upaya mendekatkan informasi dengan cara bertanya

langsung kepada informan. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan

informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung.

Peneliti memilih 5 narasumber yang terdiri dari Kepala Sekolah, Guru

Agama, Guru PKN, Koordniator BK, dan Wali Kelas.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku

atau arsip dokumen yang ada di SMPN 7 Parepare.

E. Analisis Data

Data yang sudah didapat dari observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi

pustaka, kemudian di rangkum dan diseleksi. Merangkum dan menseleksi data

didasarkan pada pokok permasalahan yang telah ditetapkan dan dirumuskan

sebelum kegiatan penelitian berlangsung, sekaligus mencakup proses penyusunan

data ke dalam berbagai fokus, kategori atau permasalahan yang sesuai. Pada akhir

tahap ini, semua data yang relevan diharapkan telah tersusun dan terstruktur

sesuai kebutuhan.

31
Komposisi BAB

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah

B. RumusanMasalah

C. Tujuan dan KegunaanPenelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

32
A. Tinjauan penelitian tertentu

B. Landasan Teori

C. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

D. Relevansi Pendidikan Karakter dan KenakalanRemaja

E. Hipotesis

F. DefinisiOperasionalVariabel dan Ruang LingkupPenelitian

G. KerangkaFikir

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

B. Waktu Penelitian

C. Jenis dan Sumber Data

D. Teknik Pengumpulan Data

E. Analisis Data

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

33

Anda mungkin juga menyukai