Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Muassis Pendidikan Dasar

Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437


Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

Aliran Filsafat Pendidikan (Rekonstruksionisme)


Implementasi Filsafat Rekonstruksionisme dalam Dunia Pembelajaran

Alfina Nur Fadhilah1), Azzah Diana Mardhotillah2), Sani Maulidatun Ni’mah3), M. Yunus
Abu Bakar4)
1
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Ampel Surabaya
2
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Ampel Surabaya
3
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Ampel Surabaya
4
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Ampel Surabaya

e-mail: alfinanurfadhilah10@gmail.com1, azzahdiana50@gmail.com 2, sanimaulida15@gmail.com


3
, Elyunusy@uinsby.ac.id 4

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih detail tentang Filsafat pendidikan aliran Rekonstruksionisme dan
implementasinya terhadap dunia pendidikan. Filsafat merupakan perangkat nilai – nilai yang melandasi dan
membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan sehingga filsafat pendidikan dapat di artikan sebagai filsafat
yang bekerja dalam bidang pendidikan. Artikel ini membahas tentang aliran filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme dan implementasinya terhadap Pendidikan. Rekonstruksionisme berpendapat bahwa
pendidikan perlu memusatkan perhatian pada isu-isu yang umumnya relevan dan dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuannya adalah melatih siswa agar mampu beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat.
Dengan demikian, aliran rekonstruksionisme akan merombak struktur pendidikan yang telah kehilangan nilai-
nilainya dan membangun struktur pendidikan baru yang sesuai dengan realitas kehidupan saat ini. Ini dimulai
dengan prinsip-prinsip yang mendukungnya, seperti metode pembelajaran, kurikulum, peran pendidik, peran
siswa, fungsi sekolah, serta tujuan pembelajaran. Selain itu, rekonstruksionisme akan tetap mempertahankan
elemen-elemen positif dari sistem pendidikan sebelumnya. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitataif yang menjelaskan aliran filsafat pendidikan Rekonstruksionisme dan implementasinya. Aliran
Rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia dan
bangsanya. Karena pembinaan daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui
pendidikan yang tepat di atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang maupun yang akan datang,
sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kata Kunci: : Filsafat, Filsafat Pendidikan, Aliran Rekonstruksionisme

School of Educational Philosophy (Reconstructionism)


Implementation of Reconstructionist Philosophy in the World of Learning

ABSTRACT
This research aims to gain a more detailed understanding of the educational philosophy of Reconstructivism and
its implementation in the field of education. Philosophy serves as a set of values that underlie and guide the
achievement of educational objectives, making educational philosophy the philosophy that operates within the
realm of education. This article discusses the educational philosophy of Reconstructivism and its implementation
in education. Reconstructivism argues that education should focus on issues that are generally relevant and
needed in everyday life. Its goal is to train students to adapt and interact with society. Therefore, the
Reconstructivist approach involves overhauling the existing educational structure, which has lost its values, and
constructing a new educational framework that aligns with the realities of contemporary life. This transformation
is guided by principles supporting it, including teaching methods, curriculum, the roles of educators and
students, the functions of schools, and the objectives of learning. Additionally, Reconstructivism seeks to retain
the positive elements of the previous educational system. This research employs a qualitative descriptive method
to elucidate the educational philosophy of Reconstructivism and its practical applications. Reconstructivism

1 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

believes that the task of saving the world is a collective responsibility of all humanity and nations. Through the
cultivation of sound intellectual and spiritual capacities via appropriate education, people can be rebuilt upon
proper values and norms, benefiting both the current and future generations, ultimately leading to the creation of
a new world under the guidance of humanity.
Keywords: Philosophy, Educational Philosophy, Reconstructionalism

2 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

PENDAHULUAN
Bapak Pendidikan Nasional Indonesia Ki Hajar Dewantara menedefinisikan bahwa arti
Pendidikan adalah tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota Masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.[1] Pendidikan merupakan sebuah proses humanisme yang selanjutnya
dikenal dengan istilah memanusiakan manusia. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap orang
bisa menghormati hak asasi setiap manusia. Murid dengan kata lain siswa bagaimanapun bukan
sebuah manusia mesin yang dapat diatur sekehendaknya, melainkan mereka adalah generasi
yang perlu kita bantu dan memberi kepedulian dalam setiap reaksi perubahannya menuju
pendewasaan supaya dapat membentuk insan yang swantrata, berpikir kritis serta memiliki sikap
akhlak yang baik.[2]
Tidak dapat dipungkiri bahwa Masyarakat merasa kurang puas terhadap kinerja
Pendidikan. Konon, Pendidikan telah gagal menjalankan tujuannya untuk membentuk manusia-
manusia yang cerdas dan berkepribadian serta membangun bangsa yang berkarakter. Sebaliknya,
Pendidikan nasional banyak melahirkan koruptor, provokator dan manusia-manusia tak berbudi
lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 3 tujuan Pendidikan Nasional adalah “mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serat menjadi warga negara yang
demokratis juga bertanggung jawab”.[2]
Didalam artikel yang berjudul “Problematika Pendidikan Islam di Indonesia” oleh M.
Yunus Abu Bakar disebutkan bahwa Pendidikan di Indonesia mengalami berbagai problema
yang sangat mendasar dan multidimensional, yaitu antara lain rendahnya kualitas Pendidikan
secara umum, anggaran yang tidak sesuai atau rendah, sarana dan prasarana yang kurang
memadai. Sealain itu masalah keguruan juga mengalami berbagai problematika yang tidak kalah
peliknya sepeti rendahnya kualitas guru, kurang professional dalam melaksanakan tugas
keguruan, dan juga kurang efektifnya proses pembelajaran. Dalam penelitiannya, didapatkan
solusi dalam menguraikan permasalahan Pendidikan dan keguruan di Indonesia, anatara lain
melakukan perubahan atas kesalahan Pendidikan, efesiensi pemanfaatan anggaran Pendidikan,
depolitisasi kebijakan Pendidikan, restrukturisasi organisasi, memposisikan pejabat Pendidikan
adalah mereka yang memiliki keprofesionalan, peningkatan profesionalisme guru, peningkatan
kelayakan mengajar dan kesejahteraan guru, dan membentuk kebiasaan guru efektif.[3]
Pendidikan dalam pandangan yang luas adalah proses pembentukan pribadi dalam semua
aspeknya, yaitu pembentukan aspek jasmani, akal, dan hati. Proses Pendidikan terutama
Pendidikan di sekolah perlu disesuaikan dengan perkembangan pemikiran rasional yang ditandai
kemajuan ilmu dan teknologi, tetapi teori-teori Ilmu dan teknologi yang akan disampaikan perlu
mempertimbangkan peningkatan dan martabat manusia. Permasalahan utama yang dihadapi
dalam proses Pendidikan ialah pemilihan nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam diri anak
didik.[4]
Pada masa ini, segala sesuatu dapat diakses dengan mudah, segala informasi dan
pengetahuan dapat diketahui dengan cepat, alangkah baiknya setiap manusia bisa membedakan
mana yang benar dan mana yang salah, mencari kebenaran terlebih dahulu sebelum menyerap
segala informasi yang telah didapatkan. Namun faktanya, saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa
mayoritas orang cepat mengambil informasi tersebut tanpa filter. Akibatnya banyak informasi-
informasi palsu yang meneyebar di kalangan masyarakat. Hal inilah yang perlu kita pahami
bahwa setiap manusia perlu terus berpikir, perlu sebuah pemikiran yang kritis dan mendalam
atau yang biasa disebut berfilsafat.[5] Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-

2 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap maneia adalah filsuf". Semboyan ini
benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar,
sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Tegasnya, filsafat adalah hasil akal
seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.[6]
Begitu banyak tantangan sosial dan krisis dan pendidikan yang sedang dihadapi saat ini,
sehingga pendidikan sering dianggap tidak dapat mengatasi masalah yang ada. Hal ini sebagai
besar disebabkan oleh pandangan progresivisme dan pragmatisme. Banyak yang berharap bahwa
aliran rekonstruksionisme dapat memberi solusi. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme mencoba mengubah struktur lama dengan menciptakan tatanan kehidupan
budaya yang lebih modern. Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap progresivisme yang
cenderung mengabaikan nilai-nilai, moral, disiplin mental, dan budaya. Mereka percaya bahwa
masa depan suatu negara seharusnya menjadi dunia yang diatur secara demokratis oleh rakyat,
bukan dikuasai oleh kelompok tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori
tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi
teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta
keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama
(kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.[7]

KAJIAN TEORI
Kajian teori dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu filsafat Pendidikan dan aliran
filsafat Pendidikan, yang dibahas dalam artikel ini adalah aliran filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme.

1. Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai
keakar-akarnya mengenai Pendidikan. Filsafat pendidikan muncul dari refleksi yang mendalam
tentang pendidikan, dan harus selaras dengan prinsip-prinsip filsafatnya.[8] Filsafat pendidikan
merupakan pandangan yang menekankan bahwa pendidikan bertujuan untuk membantu peserta
didik mengembangkan diri secara penuh sesuai dengan potensi alaminya, sehingga menjadi
manusia yang lebih baik.[9]
Filsafat pendidikan, secara literal, mengandung unsur filsafat dan pendidikan. Kata
"filsafat" berasal dari bahasa Yunani "Philos" (cinta) dan "Sophia" (kebijaksanaan), yang
menggambarkan cinta terhadap kebijaksanaan. Filsafat merupakan dasar bagi semua ilmu dan
memainkan peran penting dalam perkembangan pengetahuan. Filsafat dapat membantu individu
menemukan tujuan dan arah hidup mereka melalui refleksi kritis terhadap realitas untuk mencari
kebijaksanaan.
Di sisi lain, pendidikan adalah usaha untuk menggali potensi manusia, termasuk potensi
fisik, mental, emosional, dan kreatif, sehingga potensi tersebut dapat diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan didasarkan pada cita-cita kemanusiaan yang universal dan
bertujuan untuk mempersiapkan individu secara seimbang, harmonis, dan dinamis untuk
mencapai tujuan hidup manusia.[10]
Filsafat pendidikan digunakan sebagai dasar filosofis yang mendasari pelaksanaan
pendidikan. Ini berarti bahwa filsafat mencoba menggambarkan konsep tentang manusia dan
masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha untuk merealisasikan konsep tersebut. Filsafat
pendidikan membantu dalam perumusan tujuan, kurikulum, dan organisasi sekolah, serta
menyediakan pemahaman lebih mendalam tentang masalah-masalah pendidikan.

3 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

Seorang guru sebagai pendidik berharap agar ahli filsafat pendidikan dapat memberikan
pandangan dan analisis yang lebih rinci tentang konsep, argumen, dan literatur pendidikan.
Filsafat pendidikan juga membantu dalam memahami kontroversi tentang sistem pendidikan,
pengujian kompetensi minimal, dan persetujuan pendidikan.
Brubacher (1950) mengemukakan bahwa hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan
adalah bahwa filsafat tidak hanya menghasilkan pengetahuan baru, tetapi juga menciptakan
filsafat pendidikan. Filsafat adalah upaya manusia untuk mencapai kebijaksanaan, sementara
filsafat pendidikan merupakan ilmu yang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam
bidang pendidikan melalui analisis filosofis. Dengan demikian, filsafat pendidikan pada dasarnya
adalah penerapan analisis filosofis terhadap bidang pendidikan.

2. Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan


a.) Aliran Progresivisme
Dalam perspektif Progresivisme, manusia cenderung berusaha untuk terus berkembang
dan mengalami perubahan yang konstruktif, inovatif, reformatif, serta menjalani kehidupan yang
aktif dan dinamis. Ini karena manusia memiliki naluri yang selalu mendorong mereka untuk
mencari perubahan. Dalam konteks pendidikan, Progresivisme telah memberikan kontribusi
penting dengan meletakkan dasar-dasar kebebasan bagi peserta didik. Aliran ini mempromosikan
kebebasan fisik dan berpikir bagi peserta didik, memungkinkan mereka untuk mengembangkan
bakat dan potensi yang ada dalam diri mereka tanpa terhalang oleh pembatasan dari pihak lain.
Oleh karena itu, Progresivisme menentang pendidikan yang otoriter. Pendekatan ini mengakui
bahwa peserta didik memiliki akal dan kecerdasan yang unik, yang tercermin dalam kenyataan
bahwa manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia dilihat sebagai
makhluk yang dinamis dan kreatif yang didukung oleh kecerdasannya dalam menghadapi dan
mengatasi tantangan.[11] Dengan demikian, Progresivisme menghargai keutuhan manusia
sebagai makhluk biologis dan mengakui martabat manusia sebagai aktor dalam kehidupan.
b.) Aliran Esensialisme
Aliran Filsafat Esensialisme mendukung gagasan bahwa manusia seharusnya kembali
kepada nilai-nilai kebudayaan lama. Mereka percaya bahwa kebudayaan lama telah memberikan
manfaat besar bagi manusia sepanjang sejarah peradaban manusia. Mereka merujuk pada nilai-
nilai yang telah ada sejak awal perkembangan peradaban manusia. Esensialisme modern dalam
bidang pendidikan adalah gerakan yang menentang sikap skeptisisme dan sinisme dari
pendekatan progresivisme terhadap nilai-nilai yang akar budaya dan sosial. Dalam pandangan
Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan yang telah berkembang melalui proses kerja keras dan
perjuangan selama berabad-abad, mengandung gagasan dan tujuan yang teruji seiring
berjalannya waktu. Esensialisme memprotes progresivisme, meskipun tidak secara keseluruhan
menolak pandangan progresivisme seperti yang dilakukan oleh perenialisme. Mereka
menganggap bahwa ada aspek-aspek dari pengalaman anak yang memiliki nilai penting dan
perlu dipandu. Semua individu dapat memahami nilai-nilai esensial ini melalui pendidikan.
Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan harus berfokus pada nilai-nilai yang telah
terbukti keberhasilannya dan kekuatannya selama sejarah. Aliran ini mencampurkan unsur-unsur
filsafat idealisme objektif dengan realisme objektif. Meskipun inspirasinya mungkin datang dari
pemikiran idealisme seperti Plato atau realisme seperti Aristoteles dan Demokritos, ini tidak
berarti bahwa aliran Esensialisme meleburkan kedua aliran filsafat tersebut menjadi satu.
c.) Aliran Perenialisme
Perenialisme menekankan pentingnya pendidikan yang memiliki nilai-nilai abadi dan
universal. Tujuan utama pendidikan adalah memperkenalkan kebenaran abadi dan universal

4 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

kepada siswa, yang merupakan bagian dari fitrah manusia sejak lahir. Fokus utama pendidikan
perenialisme adalah pengembangan kekhususan manusia yang unik, khususnya kemampuan
berpikir. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan potensi berpikir mereka.
Perenialisme mengakui bahwa setiap individu memiliki fitrah atau sifat dasar yang bawaan sejak
lahir, seperti fitrah ibadah/agama, fitrah ingin tahu/mencari kebenaran, fitrah kasih sayang, dan
fitrah akhlak. Pendidik berperan penting dalam mempertahankan dan mengarahkan siswa agar
tetap berpegang pada fitrah ini.
Pendidikan dalam pandangan perenialisme dianggap sebagai persiapan bagi kehidupan
dewasa siswa. Ini bertujuan untuk membekali mereka dengan pengetahuan dan pemahaman yang
akan berguna saat mereka menjadi dewasa. Perenialisme mengadopsi pendekatan kurikulum
yang berpusat pada mata pelajaran, di mana mata pelajaran tradisional menjadi fokus utama. Ini
bertujuan untuk menyampaikan pengetahuan yang abadi dan penting kepada siswa. Dalam
pendidikan perenialisme, metode pembelajaran menekankan proses berpikir dan pengembangan
intelektual siswa. Tujuannya adalah membangun kemampuan berpikir kritis dan analitis. Dalam
konteks pendidikan Islam, model perenialisme sering memiliki keterkaitan dengan berbagai
aliran pemikiran, termasuk perenial esensialis madzhabi, perenial esensialis falsafi, dan perenial
esensialis-kontekstual falsifikatif, yang mengakui pentingnya nilai-nilai keagamaan dan
pemikiran filosofis dalam pendidikan Islam.[12]
Dengan demikian, konsep perenialisme dalam pendidikan menekankan pengajaran nilai-
nilai yang bersifat abadi, pengembangan potensi berpikir siswa, dan pemahaman fitrah manusia,
dengan tujuan mempersiapkan siswa untuk kehidupan dewasa. Kurikulum berpusat pada mata
pelajaran, dan metode pembelajaran menekankan proses berpikir dan pengolahan intelektual.
Dalam konteks pendidikan Islam, perenialisme dapat terkait dengan berbagai aliran pemikiran
keagamaan.
d.) Aliran Rekonstruksionisme
Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme berusaha mengubah
struktur yang sudah ada dengan membangun struktur budaya yang lebih modern. Meskipun
mereka sepakat dengan perenialisme dalam mengakui krisis budaya modern sebagai titik
awalnya, terdapat perbedaan dalam visi dan pendekatan yang mereka ambil untuk memperbaiki
budaya yang sesuai dengan kehidupan. Perenialisme lebih memilih untuk kembali ke budaya
lama yang mereka anggap ideal (regressive road culture). Di sisi lain, aliran rekonstruksionisme
berusaha mencapai kesepakatan yang lebih luas tentang tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Mereka percaya bahwa tugas penyelamatan dunia adalah tanggung jawab semua manusia. Oleh
karena itu, mereka berupaya untuk membangun konsensus yang melibatkan semua orang tentang
nilai dan norma yang benar melalui pendidikan yang tepat. Ini bertujuan untuk memperbaiki
daya intelektual dan spiritual manusia sehingga dapat menciptakan dunia baru yang diawasi oleh
masyarakat secara demokratis, bukan dikuasai oleh kelompok tertentu.[13]

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah pendekatan kualitatif dengan
metode deskriptif. Menurut Strauss dan Corbin dalam Cresswell, J, yang dimaksud dengan
penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak
dapat dicapai (diperoleh) dngan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau cara-cara lain dari
kuantifikasi (pengukuran).[14] Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk
penelitian tetang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi,
aktivitas sosial, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
sifatnya umum terhadap kenyataan sosial. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah membuat

5 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

deskripsi, lukisan atau lukisan sistematis, praktis dan akurat sebenarnya, ciri-cirinya juga
hubungan antar fenomena penyelidikan. Teknis analisis dalam penelitian ini menggunakan
analisis konten berdasarkan informasi yang diperoleh melalui pembahasan dari topik utama.
Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik kepustakaan. Data yang terkumpul kemudian
dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan induktif terkait dengan
permasalahan yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sejarah Aliran Rekonstruksionisme
Istilah Rekonstruksionisme berasal dari kata Rekonstruksi tersusun atas dua kata: “Re”
yang berarti kembali dan “konstruk” yang berarti menyusun. Bila kedua kata tersebut digabung
maka dapat dimaknai menjadi penyusunan Kembali. Filsafat Rekonstruksionisme menaruh
perhatian terhadap pendidikan dalam kaitannya dengan masyarakat. Pendukung konstruktivisme
mengambil posisi bahwa pendidikan adalah institusi sosial dan sekolah merupakan bagian dari
masyarakat. Kata Rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, Rekonstruksionisme adalah aliran yang berupaya
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak
modern, serta berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga
pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja
sama antarumat manusia.[15]
Aliran Rekonstruksionisme memiliki perbedaan dalam pendekatan penyelesaian
masalahnya jika dibandingkan dengan aliran perenialisme. Cenderung mengusulkan solusi
dengan mengembalikan kebudayaan lama yang dianggap sesuai dengan kehidupan saat ini.
Sementara itu, Rekonstruksionisme berupaya untuk mengubah struktur kebudayaan yang telah
ada dan membangun kehidupan yang lebih modern, serta mengatur tata kehidupan agar menjadi
lebih baik.
Aliran rekonstruksionisme meyakini bahwa penyelamat dunia adalah tanggung jawab
bersama semua individu dan bangsa. Oleh karena itu, mereka percaya bahwa melalui pendidikan
yang memadai nilai-nilai dan norma yang besar, sera pembinaan kembali daya intelektual dan
spiritual yang sehat, kita dapat memuliakan manusia. Tujuannya adalah menciptakan dunia yang
diawasi oleh umat manusia, baik untuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia
yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh
golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi
kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu
meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat
tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat
bersangkutan.[16]
Sistem pendidikan di negara-negara muslim telah semakin menjauh dari nilai-nilai islam
yang agung, dan tampaknya pendidikan dalam dunia islam telah menjadi tiruan dan model dari
sistem pendidikan barat. Al-faruqi juga berpendapat bahwa dominasi lembaga-lembaga
pendidikan yang berasal dari masa kolonial, yang bersifat sekuler dan menjauh dari ajaran islam,
menunjukkan bahwa pendidikan di negara-negara muslim sebenarnya meneruskan model
pendidikan kolonial barat. Selain itu, permasalahan ini semakin diperparah oleh kurangnya visi
dan komitmen yang jelas dalam pengelolaan pendidikan islam. masalah yang dihadapi umat

6 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

Islam dalam dunia Pendidikan menyasar seluruh aspek pendidikan itu sendiri, terutama pada
aspek penting pendidikan di antaranya aspek kelembagaan dan tujuan atau visi pendidikan, dari
ketidakjelasan visi pendidikan ini tentunya berpengaruh pada kurikulum, metode, bahkan standar
Guru yang diharapkan oleh pendidikan Islam.[17]

Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme


Pembahasan tentang filsafat Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dua pengertian dasar,
yaitu filsafat dan Pendidikan. Oleh sebab itu, keduanya menjadi pijakan dasar yang harus
dipahami secara lebih mendalam sebelum merumuskan pengertian filsafat Pendidikan secara
lebih luas.
Filsafat pendidikan adalah pandangan filosofis yang digunakan dalam memeriksa isu-isu
pendidikan. Filsafat ini akan menentukan arah yang digunakan untuk perkembangan siswa kita.
Filsafat pendidikan adalah kerangka nilai-nilai yang menjadi dasar dan memberi arahan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, pandangan filosofis yang dianut oleh suatu bangsa,
kelompok masyarakat, atau individu (seperti dosen/guru) akan memiliki dampak signifikan pada
tujuan pendidikan yang mereka usahakan.
Filsafat yang menjadi landasan suatu negara akan mempengaruhi esensi tujuan
pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan suatu negara akan bervariasi
dibandingkan dengan negara lain, sesuai dengan filsafat yang menjadi panduan masing-masing
negara. Pada dasarnya, tujuan pendidikan adalah pernyataan komprehensif mengenai apa yang
diharapkan dicapai melalui sistem pendidikan. Tujuan itu memuat pernyataan-pernyataan
(statement) mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa selaras
dengan sistem nilai dan filsafah yang dianut. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang
sangat erat antara filsafat yang dianut dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan.[18]
Filsafat pendidikan adalah kegiatan berpikir yang teratur (sistematis) yang menggunakan
filsafat sebagai alat untuk berorganisasi dan berkumpul penyelenggaraan pendidikan serta
menjelaskan nilai dan tujuan yang menjadi pedoman terselenggaranya pendidikan dengan baik.
Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai filsafat yang bekerja dalam bidang pendidikan. Dan
di bawah filsafat pendidikan kita juga memahami penerapan ide-ide filosofis pada masalah
pendidikan. Oleh karena itu, struktur filsafat pendidikan pada prinsipnya tidak dapat dipisahkan
Tentang filsafat secara umum. Kajian ini sebenarnya merupakan kajian filosofis yang diterapkan
pada pendidikan. Adanya aliran filsafat yang berbeda-beda dan akibat penelitian filsafat
pendidikan juga memunculkan tipologi filsafat pendidikan. Arus pemikiran filsafat Pendidikan di
Amerika mula-mula muncul dari dua golongan, yaitu golongan tradisional yang terdiri dari dua
golongan yaitu pluralisme dan esensialisme, serta golongan kontemporer yang terdiri dari tiga
golongan yaitu progresivisme, Rekonstruksionisme, dan eksistensialisme.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah:
1) sebagai dasar dalam bertindak
2) sebagai dasar dalam mengambil keputusan
3) untuk mengurangi salah paham dan konflik
4) persiapan menghadapi situasi dunia yang selalu berubah
5) menjawab keraguan.[18]
Dalam konteks filsafat pendidikan, model rekonstruksi merujuk pada sebuah ideologi
yang bertujuan untuk mengubah struktur lama dengan menciptakan tatanan budaya baru yang
sesuai dengan gaya hidup modern. Rekonstruksionisme pada dasarnya memiliki kesamaan
dengan perenialisme, karena keduanya melihat situasi saat ini sebagai masa degradasi budaya,
kebingungan, dan tidak pastian dalam budaya modern. Rekonstruksionisme berpendapat bahwa

7 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

masa depan suatu negara akan terwujud dalam bentuk dunia yang diatur oleh masyarakat dalam
kerangka demokratis. Oleh karena itu, institusi pendidikan harus memiliki tujuan, metode, dan
peran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Rekonstruksionisme berpendapat
bahwa pendidikan harus peduli pada masalah umumnya diperlukan. Agar siswa dilatih untuk
siap beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat. Siswa itu seperti bunga integritas, artinya
generasi muda peserta didik harus menjadi manusia untuk perkembangan masa depan
perusahaan dan memerlukan latihan dengan keras untuk menjadi seorang insinyur yang
membangun masyarakat masa depan.
Seorang guru Filsafat Pendidikan Bahasa program studi Pendidikan Bahasa Arab UIN
Sunan Ampel Surabaya, M. Yunus Abu Bakar mengatakan bahwa:
“Jika pendidikan dipahami sebagai sarana, media dan sumber untuk mengembangkan
potensi anak. Maka itu dipengaruhi filsafat pendidikan progresivisme dan konstruksionisme.
Anak memahami sendiri, guru hanya sebagai fasilitator. Maka pembelajarannya bersifat student
center education. Perbedaannya didalam memahami pendidkan secara keseluruhan.
Rekonstruksionisme memahami ada banyak beberapa aliran progresivisme yg lemah karena
aliran progresivisme meninggalkan nilai-nilai yg ada pada aliran perenialisme sehingga pada
akhirnya aliran Kontruksionime menghilangkan hal-hal negatif yang ada di 3 aliran terdahulu
dan mengambil hal-hal yang positif.’’

Pokok-Pokok Konsep Aliran Rekonstruksionisme


1. Metode
Dari segi asal kata, metode dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “thariqoh” yang
mengacu pada serangkaian langkah-langkah strategis yang disusun untuk melakukan suatu
pekerjaan. Ketika diterapkan dalam konteks pendidikan, metode tersebut harus
diimplementasikan dalam proses pembelajaran, dengan tujuan mengembangkan aspek mental
dan kepribadian peserta didik, sehingga mereka dapat menerima materi dengan mudah, efektif,
dan pemahaman yang baik. Secara sederhana, metode dalam konteks ini merujuk pada cara yang
paling tepat dan efisien dalam mengajar mata pelajaran.
Menurut rekonstruksionis metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-
prinsip demokratis yang bertumpu pada kecerdasan ‘Asali’ jumlah mayoritas untuk
merenungkan dan menawarkan solusi yang paling valid bagi persoalan-persoalan umat manusia.
Selainnya adalah metode kajian dan diskusi kritis akan membantun peserta didik melihat tidak
adilan ketidak fungsian beberapa aspek sistem sekarang ini dan akan membantu mereka
mengembangkan alternatif-altenatif bagi kebijaksanaan kontroversial.[7]
Rekonstruksionisme pendidikan merupakan kelanjutan Progresivisme menegaskan
peradaban itu kemanusiaan di masa depan adalah prioritas mutlak. Dalam konteks pendidikan,
topik ini dimaksudkan untuk membangun consensus seluas dan semaksimal mungkin dalam
kaitannya dengan tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia, perbaikan lembaga
pendidikan lama dengan lembaga Pendidikan benar-benar baru. Di samping fokus pada
perbedaan individu seperti pada progresivisme, Rekonstruksionisme bahkan lebih ditekankan
pemecahan masalah, berpikir kritis, dll. Aliran ini minta diri Anda untuk berpikir kritis,
memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Pelanggan saat ini ditampilkan mengolah hasil
belajar.
2. Kurikulum
Kurikulum Pendidikan relatif seimbang dalam konten ilmiah dan Syariah, logika dan
linguistik / bahasa dan seni. sehingga aktivitas kehidupan seluruh siswa bernilai Ibadah yang
benar memerlukan ilmu syariat. Mengenai ilmu akal untuk mempertajam mental siswa agar tidak

8 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

melakukan hal tersebut menyimpang dari jalan yang salah dan melanggar petunjuk agama Islam.
Pada saat yang sama, seni diperlukan untuk meningkatkan keterampilan psikomotorik Oleh
karena itu, setiap satuan pendidikan wajib hadir konten lokal untuk dikembangkan dan
direvitalisasi budaya dan nilai-nilai lokal daerah tersebut.
Kurikulum terus berubah Indonesia dibuat bukan tanpa alasan, karena pada akhirnya
Pemikiran politik tiap Menteri berbeda-beda untuk mencapai kemajuan dalam bidang
pendidikan. tapi apa Perlu dicatat bahwa kurikulum Indonesia berubah dari waktu ke waktu
Saatnya untuk menyempurnakan kurikulum yang telah ada sebelumnya kurang signifikan,
namun tetap memberikan aspek positif yang kedua, seperti yang terjadi pada kurikulum 2013
menyelesaikan kurikulum KTSP sehingga Pembelajaran lebih menarik dan siswa dapat bersaing
keahlian ilmiah di tingkat internasional.
Dalam konteks kurikulum pendidikan, rekonstruksionisme menganggapnya sebagai suatu
domain yang mencakup berbagai isu sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia,
termasuk permasalahan sosial dan individu yang sedang belajar. Konten kurikulum memiliki
peran penting dalam mengembankan disiplin “ilmu sosial” dan mengedepankan metode
penelitian ilmiah sebagai cara untuk mengatasi permasalahan sosial melalui pendidikan.
Kurikulum yang diterapkan juga mempertimbangkan masalah sosial yang dihadapi oleh
masyarakat saat ini, termasuk persoalan individu yang sedang belajar dan permasalahan
pembelajaran yang berkaitan dengan pemecahan masalah.
3. Guru
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang umumnya memerlukan persiapan dan
keahlian khusus, serta sering kali memiliki kode etik. World Confederation of Organization of
Teaching Profession (WCOTP) telah merumuskan karakteristik profesi sebagai berikut:
1) profesi adalah suatu pekerjaan atau panggilan yang bukan hanya mengandalkan
kemampuan akademis atau keahlian, tetapi juga mengharuskan pengabdian. Ini bukan banya
tentang mendapatkan bayaran, melainkan juga melibatkan dedikasi.
2) profesi memiliki peran dan fungsi yang telah ditentukan dengan jelas.
3) profesi menetapkan persyaratan minimum yang harus dipenuhi, seperti kualifikasi
pendidikan, pengalaman, dan keterampilan praktis.
4) profesi menerapkan disiplin terhadap anggotanya dan biasanya bebas dari campur
tangan atau pengaruh dari pihak eksternal.
5) profesi berupaya untuk meningkatkan status ekonomi dan sosial anggotanya.
6) profesi terbentuk berdasarkan konsep dari disiplin intelektual dalam suatu masyarakat
terpelajar, dengan anggota-anggota yang terorganisasi untuk memberi pelayanan kepada
kepentingan umum dan memajukan profesi.[19]
Dalam hal ini peran guru, pandangan kalangan rekonstruksionisme memiliki kesamaan
dengan aliran progresivisme. Menurut mereka, guru harus membangkitkan kesadaran peserta
didik terhadap berbagai masalah yang di hadapi oleh manusia, membantu mereka
mengidentifikasi masalah tersebut, dalam melatih kemampuan peserta didik dalam memecahkan
masalah-masalah tersebut. Guru harus mendorong peserta didik untuk dapat berpikir alternatif
dalam memecahkan masalah tersebut. Lebih jauh guru harus membantu menciptakan aktivitas
belajar yang berbeda secara serempak.[13]
Seorang guru seharusnya tidak hanya menjadi instruktur, tetapi juga berfungsi sebagai
seorang pembimbing yang memberi arahan kepada siswa-siswanya dan mendukung peserta didik
dalam menghadapi perubahan dengan mengembangkan beragam cara berpikir. Hal ini bertujuan
untuk menciptakan berbagai pilihan solusi masalah yang efisien.
4. Fungsi Sekolah

9 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

Pendidikan adalah sebuah proses yang memiliki peran sangat signifikan dalam
meningkatkan kecerdasan, keterampilan, membentuk nilai-nilai moral, memperkuat karakter, dan
memupuk semangat kerja sama, yang pada gilirannya membantu individu untuk tumbuh dab
bersama-sama berkontribusi dalam pembangunan bahasa. Permasalahan Pendidikan di Indonesia
adalah segala macam bentuk masalah yang dihadapi oleh program-program Pendidikan di
Indonesia. Adapun masalah rumit yang terdapat dalam dunia Pendidikan formal seperti
pemerataan Pendidikan, mutu dan relevansi Pendidikan serta efisiensi Pendidikan. Setiap
masalah yang dihadapi ini tentunya disebabkan oleh beberapa factor diantaranya IPTEK,
permasalahan pembelajaran dan lajunya pertumbuhan penduduk.[20]
Sekolah adalah sebuah institusi yang digunakan sebagai tempat untuk aktivitas belajar
para pendidik dan tempat dimana mereka dapat memberikan serta menerima pengetahuan yang
sesuai dengan bidang mereka. Fungsi utama sekolah adalah mendidik anak-anak dengan tujuan
memberikan pengetahuan agar mereka dapat menjadi individu yang berkontribusi positif bagi
bangsa dan negara. Dalam konteks kehidupan bangsa, sekolah memegang peran yang sangat
krusial.
Pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia tidak dapat disangkal. Tanpa
pendidikan, kualitas pendidikan di Indonesia akan terganggu, dan kehidupan mereka akan
menjadi tidak pasti. Pengangguran akan menjadi masalah umum karena kurangnya kemampuan
dalam memenuhi standar yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pendidikan memegang peran krusial
bagi generasi penerus bangsa. Peran orang tua menjadi sangat penting dalam memberikan
dukungan kepada anak-anak mereka untuk tetap termotivasi dalam mengejar pendidikan di
seklah. Peran orang tua sebagai pendidik sejati sementara digantikan dan diserahkan sepenuhnya
kepada tenaga pendidik yang lebih profesional dalam hal bidangnya. Secara umum sekolah
merupakan sebuah lembaga pendidikan yang bersifat formal, non formal maupun informal yang
didirikan oleh negara ataupun swasta yang dirancang mengajari, mendidik melalui didikan yang
telah diberikan oleh tenaga pendidik. Untuk membuat sebuah sekolah harus memiliki sarana dan
prasarana yang memadai, seperti ruang belajar, perpustakaan, ruang kantor, masjid, ruang
komputer ataupun yang lainnya.[21]
Kalangan Rekonstruksionisme tidak melihat sekolah itu mampu menciptakan perubahan
sosial. Di sisi lain, mereka menganggap sekolah sebagai agen utama yang mempengaruhi
kehidupan seluruh masyarakat, karena sekolah mendukung siswa pada usia paling sensitif.
Dengan cara ini, sekolah dapat menjadi kekuatan utama dalam menyoroti isu-isu sosial dan agen
utama dalam mendorong perubahan sosial.
5. Masyarakat Baru
Permasalahan sosial melibatkan aspek nilai-nilai sosial dan moral. Isu-isu tersebut
menjadi perhatian karena melibatkan perilaku yang tidak etis, melanggar hukum, dan merusak.
Ini menjadi masalah karena dapat mengganggu stabilitas dalam masyarakat. Permasalahan sosial
merujuk pada ketidaksesuaian antara elemen-elemen budaya atau masyarakat yang dapat
mengancam kelompok tersebut atau menghalangi pemenuhan kebutuhan dasar warganya, yang
pada gilirannya menyebabkan gangguan dalam ikatan sosial. Dalam kondisi normal, terdapat
keseimbangan dan kesesuaian dalam hubungan antara elemen-elemen budaya atau masyarakat.
Apabila antar unsur-unsur tersebut terjadi bentrokan, maka hubungan-hubungan sosial akan
terganggu sehingga mungkin terjadi kegoyahan dalam kehidupan kelompok. Beberapa contoh
dari permasalahan ini yaitu, kemiskinan, kriminalitas, kesenjangan sosial dan minimnya sikap
kemanusiaan serta ketidakadilan.[22]
Menurut para Rekonstruksionisme, permasalahan tersebut sejalan dengan tantangan
totalitarianisme modern, yaitu hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat. luas dan

10 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

meningkatnya kebodohan fungsional populasi dunia. Singkatnya, dunia menghadapi


permasalahan sosial, militer dan ekonomi dengan skala yang tidak terbayangkan. Permasalahan
yang dihadapi begitu serius sehingga tidak dapat diabaikan lagi.
Menurut Rekonstruksionisme, saat ini umat manusia hidup dalam Masyarakat dunia yang
mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua
orang. Dalam Masyarakat ini, sangat mungkin muncul pengkhayal karena komunitas
internasioanl secara bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan dan mngupayakan
kekayaan material menuju ketingkat dimana kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap
paling penting. Dalam dunia semacam itu, orang-orang selanjutnya berkonsentrasi untuk menjadi
manusia yang lebih baik (secara material) sebagai tujuan akhir.[13]
6. Tujuan Pendidikan
Dalam aliran Rekonstruksionisme tujuan Pendidikan dapat di rumuskan sebagai berikut:
a. Sekolah-sekolah Rekonstruksionisme memiliki peran utama dalam merintis perubahan sosial,
ekonomi, dan politik Masyarakat.
b. fungsi utama sekolah-sekolah Rekonstruksionisme adalah melatih individu sebagai insinyur
sosial dan warga negara yang memiliki tujuan untuk mengubah Masyarakat secara mendasar.
c. Tujuan Pendidikan dalam rekonstruksionisme adalah untuk memicu kesadaran peserta didik
terhadap masalah sosial, ekonimi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global,
dan mengajarkan kepada mereka ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah tersebut.[23]
Dalam konteks pembelajaran pendidikan islam, tujuan tersebut harus sesuai dengan
prinsip rekonstruksionisme, yang menekankan sensitivitas terhadap ketidaksetaraan atau
permasalahan islam itu sendiri adalah menciptakan individu terbaik atau insan kamil yang
memiliki kehidupan yang damai dan produktif.
Aliran ini berhubungan dengan tujuan pendidikan yang bertujuan menjadikan pendidikan
sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran peserta didik terhadap isu-isu sosial, politik, dan
ekonomi yang dihadapi manusia secara global, serta memberikan mereka pengetahuan dasar
yang diperlukan untuk mengatasi tantangan – tantangan tersebut. Tujuannya adalah agar peserta
didik dapat mengenai isu-isu utama yang kontroversial, menimbulkan konflik, dan tidak
konsisten. Selain itu, aliran ini juga bertujuan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai
kemanusiaan dalam masyarakat yang mungkin telah hilang karena pengaruh dari paham totaliter
modern.

Pandangan Rekonstruksionisme dan Penerapannya Di Bidang Pendidikan


Kemunculan filsafat Rekonstruksionisme berangkat dari kondisi Masyarakat Amerika
pada khususnya dan masyarakat industry pada umumnya, yang semakin meninggalkan sebuah
tatanan dunia yang diidam-idamkan. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan proses
industrialisasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan kesejahteraan. Namun, di sisi lain,
dampak negatif juga mulai terasa. Masyarakat yang sebelumnya tenang dan damai, kini merasa
terasing. Beberapa orang berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh penerapan prinsip laissez-
faire dan kompetensi yang berlebihan, yang lebih fokus pada pemenuhan kepentingan sosial,
terutama di masyarakat Amerika. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dalam ranah ekonomi.
Konsep usaha yang pada awalnya bersifat individual sebaiknya diubah menjadi lebih berfokus
pada kerja sama kolektif. Konsep ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat
secara keseluruhan.
Keadaan ini, meyakinkan para pemikir pendidikan bahwa pendidikan perlu mempunyai
konsep dan peran yang positif dalam mengadakan rekonstruksi masyarakat. Masyarakat yang

11 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

direkonstruksi ini, hendaknya lebih mengutamakan kepentingan kebersamaan dari pada


kepentingan individu. Pada dasarnya Rekonstruksionisme sepaham dengan perenialisme dalam
hendak mengatasi krisis kehidupan modern.[15]
Aliran Rekonstruksionisme menitikberatkan pada hubungan antara pendidikan dan
masyarakat. Ini berarti bahwa tujuan pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, peran guru,
dan fungsi sekolah harus sejalan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Peserta didik yang
terlibat dalam pendidikan berdasarkan pendekatan rekonstruksionisme akan diarahkan agar
mampu menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat tempat mereka
tinggal. Dengan kata lain, fokus utama pendidikan ini adalah pada keterkaitan dengan
masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks pendidikan, rekonstruksionisme mengusulkan tujuan pendidikan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran peserta didik terhadap isu-isu sosial, politik, dan
ekonomi yang dihadapi oleh manusia secara global, serta melengkapi mereka dengan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk mengatasi tantangan – tantangan tersebut.
Rekonstruksionisme menyatakan bahwa penyelesaian krisis dalam kehidupan modern dapat
dicapai dengan merumuskan ulang pandangan bersama tentang pendidikan. Dalam konteks
filsafat pendidikan, menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dan krisis kehidupan manusia
diupayakan dengan kembali kepada ajaran islam secara menyeluruh terutama yang
terdokumentasikan dalam al-qur’an dan hadits.
Urgensi Filsafat dalam mengurai masalah pendidikan yang sederhana yang menyangkut
ptraktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak pula diantaranya yang menyangkut masalah
yang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu dalam
memecahkannya. Pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin
terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan Analisa dan
pemikiran mendalam, yaitu Analisa filsafat. Kurikulum dalam perspektif Rekonstruksionisme,
bahwa model pengembangan kurikulum dengan berdasarkan pada filsafat Rekonstruksionisme
adalah model yang biasanya digunakan dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam
model ini kurikulum lebih banyak mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan.
[24]
1. Pandangan Tentang Aliran Rekonstruksionisme Secara Epistomologis
Rekonstruksionisme merupakan aliran yang berusaha merombak tata susunan lama
dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran
Rekonstruksionisme pada dasarnya sepaham dengan aliran perennialisme, yaitu berawal dari
Krisis kehidupan modern Kedua aliran tersebut memandang bahwa zaman ini dipenuhi dengan
kerusakan, kebingungan, dan tidak pastian, namun, perbedaan dalam kedua aliran ini terletak
pada visi dan pendekataan yang mereka ambil dalam usaha mengembalikan kebudayaan yang
sesuai dengan kehidupan. Aliran ini perennialisme memilih untuk kembali kebudayaan lama
(pola budaya regresif) yang dianggap sebagai ideal. Di sisi lain, aliran rekonstruksionisme
mengambil pendekatan yang berusaha untuk membangun konsensus yang paling luas tentang
tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Aliran ini meyakini bahwa pendidikan kebudayaan adalah tugas sosial karena pendidikan
dalam semua aspeknya bertujuan untuk pertumbuhan dan transformasi masyarakat. Aliran ini
meyakini bahwa manusia memiliki potensi yang fleksibel dan kuat, baik dalam sikap maupun
tindakannya. Oleh karena itu, sangat berarti dalam kehidupan manusia jika mereka diberi
kesempatan yang memadai untuk mengembangkan potensi mereka sepenuhnya. Pendidikan
adalah jawaban dari keinginan potensial manusia itu. Upaya mencapai tujuan tersebut ditempuh

12 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

dengan berusaha mencari kesepakatan antar sesama manusia agar dapat mengatur kehidupan
dalam suatu tatanan yang meliputi seluruh lingkungannya.[25]
2. Pandangan Tentang Aliran Rekonstruksionisme Secara Teologis
Aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas super natural
yakni menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis.
Hakikat manusia adalah pancaran yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan dan
atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahui.
Keinginan untuk membentuk susunan tatanan kehidupan baru, dan ungkapan bahwa
penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa sebagaimana yang
diharapkan aliran Rekonstruksionisme adalah hal yang baik, tidak bertentangan dengan Islam.
Bahkan Islam turun dalam rangka merekontruksi kondisi Masyarakat saat ini yang Tengah
tenggelam dalam kejahiliyyahan dari segi budaya dan perilaku untuk dibawa menuju kehidupan
yang cemerlang. Namun demikian, perlu kehati-hatian untuk melakukan reinterprestasi prinsip-
prinsip hukum, jangan sampai reinterprestasi ini justru akhirnya menghilangkan hukum itu
sendiri. Jika ini terjadi, maka cita-cita untuk membentuk tata kehidupan yang baik dan
menyelamatkan manusia tentu akan semakin sulit untuk dicapai, ingin memuliakan justru
mendapat kehinaan.
Dalam hal bahwa Rekonstruksionisme menghendaki agar pendidikan sekarang mampu
membangkitkan kemampuan peserta didik untuk secara kontruksi menyesuaikan diri dengan
tuntutan perubahan pendidikan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh
diri ilmu pengetahuan dan teknologi,sehingga para peserta didik tetap berada dalam suasana
aman dan bebas, ini tentu tidak berbeda dengan islam yang juga menuntut seseorang untuk
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu mencapai kemajuan material sehingga
dapat menjalankan misi sebagai khalifah allah dengan baik di muka bumi ini.[26]
3. Pandangaan Tentang Aliran Rekonstruksionisme Secara Ontologis
Aliran rekonstruksionisme dalam satu prinsip sependapat dengan perenialisme bahwa ada
satu kebutuhan amat mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern
sekarang, yang sekarang mengalami ketakutan, kebimbangan dan kebingungan. Namun berbeda
dalam pemecahannya yakni rekonstruksionisme berusaha membina suatu konsensus yang paling
luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia. Untuk
mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama
manusia, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh
lingkungannya.[27]
Dengan ontologis, dapat di terangkan tentang bagaimana hakikat dari segala sesuatu.
Aliran Rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal. Yang mana realita
itu ada di mana dan sama di setiap tingkat. Kemudian tiap realita sebagai substansi selalu
cenderung bergerak dan berkembang dari potensialitas menuju aktualitas, setiap realita memiliki
perspektif tersendiri.

Kelebihan dan Kekurangan Aliran Filsafat Rekonstruksionisme


Kelebihan aliran filsafat rekonstruksionisme antara lain:
a.) Aliran rekonstruksionisme tidak hanya mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga aktif
dalam membangun ulang tatanan budaya dengan membuang unsur-unsur yang tidak relevan. Ini
menunjukkan bahwa rekonstruksionisme sangat terbuka terhadap perubahan zaman. Hal ini
penting dalam konteks pendidikan, karena pendidikan perlu tetap terbuka dalam fleksibel
terhadap perkembangan zaman agar tidak tertinggal di massa depan.

13 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

b.) Dalam aliran rekonstruksionisme, peran murid dan guru dianggap memiliki nilai yang sama.
Berbeda dengan pendidikan tradisional dimana guru hanya memberikan penjelasan dan tugas
kepada murid, dan murid memiliki peran pasif dalam pembelajaran kelas, dalam
rekonstruksionisme, peserta didik di dorong untuk aktif dalam proses pembelajaran, dan guru
bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pembimbing yang membimbing peserta didik
dalam pembelajaran.
c.) rekonstruksionisme menekankan pentingnya peserta didik untuk tetap terbuka terhadap
lingkungan sosial mereka dan juga mengupayakan pembahasan masalah-masalah sosial yang ada
dalam masyarakat mereka.
d.) aliran ini tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman yang signifikan dan
mengharapkan peserta didik untuk selalu siap menghadapi perubahan zaman yang canggih dan
penuh dengan teknologi baru.

Adapun kekurangan aliran filsafat rekonstruksionisme antara lain:


a.) terlalu menekankan aspek sosial, yang berarti pemberian fokus yang berlebihan pada
pengembangan pemahaman peserta didik tentang ilmu sosial, mungkin mengorbankan
kepentingan dalam ilmu pengetahuan lainnya, seperti ilmu sains yang sebenarnya juga memiliki
nilai penting dalam masyarakat. Aliran ini mungkin cocok untuk mereka yang ingin mendalami
ilmu sosial secara mendalam, tetapi mungkin tidak cocok untuk pendidikan yang melibatkan
seluruh aspek.
b.) ada potensi masuknya politik dalam proses pembelajaran, yang pada konteks ini merujuk
kepada dampak negatif. Beberapa topik atau materi pembelajaran yang tidak relevan dapat
memungkinkan campur tangan politik yang buruk dalam sistem pendidikan. Hal ini dapat
mengganggu kelancaran pendidikan, dan seharusnya terdapat pemisahan yang jelas antara
pendidikan dan campur tangan politik. Fokus seharusnya lebih pada pembangunan karakter
siswa.
c.) rekonstruksionisme tidak memberikan penekanan yang cukup pada perkembangan karakter
anak, yang sangat penting dalam konteks saat ini. Aliran ini cenderung berfokus pada isu-isu
global seperti masalah sosial, politik, ekonomi, dan masalah lainnya. Padahal pada usia sekolah
sebaiknya juga mempertahankan peran dirinya terlebih dahulu sebagai pelajar setelah itu baru
kepada dunia luar dan Masyarakat seutuhnya.[28]

SIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
implementasi aliran filsafat Rekonstruksionisme dalam dunia pendidikan yaitu dalam pendidikan
melibatkan upaya untuk membawa perubahan dalam struktur yang sudah ada dengan
membangun sebuah kerangka budaya yang sesuai dengan tren kehidupan modern, sambil tetap
mempertahankan esensi budaya yang telah ada sebelumnya. Dalam konteks ini, warisan budaya
lama menjadi acuan dalam pembentukan tatanan budaya yang baru.
Rekonstruksionisme berpendapat bahwa pendidikan harus peduli pada masalah yang
umumnya diperlukan. Agar siswa dilatih untuk siap beradaptasi dan berinteraksi dengan
masyarakat. Oleh karena itu, aliran rekontruksionisme akan membangun kembali tatanan dunia
Pendidikan yang nilai-nilainya telah hilang dengan membangun tatanan Pendidikan baru yang
sesuai kehidupan masa kini, dimulai dari prinsip-prinsip yang menyokongnya seperti metode,
kurikulum, pendidik, pelajar, fungsi sekolah dan tujuan pembelajaran dan tentunya akan tetap
mempertahankan hal-hal baik sebelumnya.

14 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

Pendidikan dimasa lalu umumnya hanya terbatas pada transfer ilmu pengetahuan kepada
murid, dengan guru berperan sebagai penyampaian materi pelajaran, dan siswa hanya perlu
menerima dan memahami materi tanpa interaksi lebih lanjut. Namun, dalam aliran
rekonstruksionisme, pendekatan ini berbeda. Siswa dan guru terbuka terhadap berbagai diskusi,
masalah sosial, dan aspek budaya. Mereka berpartisipasi aktif dan berkomitmen dalam
perubahan sosial serta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam konteks pendidikan, aliran rekonstruksionisme melibatkan upaya untuk
membangun atau mengubah struktur yang sudah ada dengan mengadaptasikan kedalam tatanan
modern. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk membangun kembali aspek intelektual dan
spiritual dalam generasi saat ini dan yang akan datang, sehingga tujuan yang jelas dapat
terwujud. Ambisi ini tidak hanya berhenti pada teori, tetapi juga di wujudkan dalam praktik,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan, kesehatan, kemakmuran, dan keamanan masyarakat
tanpa memandang perbedaan warna kulit, keturunan, nasionalitas, agama, atau latar belakang
sosial. Dalam konteks pendidikan, aliran rekonstruksionisme bertujuan untuk menggalakkan
kesadaran peserta didik terkait masalah-masalah ekonomi dan politik yang bersifat umum.
Aliran Rekonstruksionisme dianggap sesuai untuk meningkatkan kualitas pendidikan
karena ia menekankan bagaimana menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaing di
era modernisasi. Ini tidak hanya berarti kecerdasan dalam pengetahuan, tetapi juga memiliki
keterampilan dan nilai-nilai yang positif. Selain itu pendekatan ini menekankan peran utama
peserta didik dalam pendidikan, mendorong mereka untuk aktif berpartisipasi dalam perumusan
pendapat dan pemecahan masalah.
Aliran Rekonstruksionisme juga dianggap lebih baik karena tidak hanya memusatkan
perhatian pada interaksi sosial di dalam lingkungan sekolah, tetapi juga mendorong untuk
memimpin perubahan menuju masyarakat yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] A. Marisyah, F. Firman, and R. Rusdinal, “Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang


Pendidikan,” J. Pendidik. Tambusai, vol. 3, no. 3, pp. 1514–1519, 2019.
[2] D. Pristiwanti, B. Badariah, S. Hidayat, and R. S. Dewi, “Pengertian Pendidikan,” J.
Pendidik. Dan Konseling, vol. 4, no. 6, pp. 1707–1715, 2022.
[3] M. Y. A. Bakar, “Problematika Pendidikan Islam di Indonesia,” Dirasat J. Manaj.
dan Pendidik. Islam, vol. 1, no. 1, pp. 99–123, 2015.
[4] S. Soeprapto, “Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan,” Cakrawala Pendidik., vol. 0, no. 2, pp. 266–276,
2013.
[5] N. N. Aini and A. Prastowo, “Implementasi Metode Burhani Dan ‘Irfani Dalam Studi
Filsafat Pendidikan Islam,” Andragogi J. Pendidik. Islam dan Manaj. Pendidik.
Islam, vol. 3, no. 2, pp. 296–302, 2022, doi: 10.36671/andragogi.v3i2.228.
[6] S. A. Iriyani, H. S. Hadi, and S. P. Marlina, PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN.
uwais inspirasi indonesia, 2023.
[7] N. Qomariyah, “Pendidikan Islam Dan Aliran Filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme,” Al-Falah J. Ilm. Keislam. dan Kemasyarakatan, vol. 17, no. 2,
pp. 197–217, 2017, doi: 10.47732/alfalahjikk.v17i2.23.
[8] A. Djamaluddin, “Filsafat education (Educational Phylosophy),” Istiqra’, vol. 1, no.
2, pp. 129–135, 2014.

15 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

[9] N. B. Atmadja, “Saraswati dan Ganesha Sebagai Simbol Paradigma Interpretativisme


dan Positivisme,” El-Afkar, vol. 7, no. 1, pp. 69–74, 2018.
[10] I. M. Sugiarta, I. B. P. Mardana, A. Adiarta, and W. Artanayasa, “Filsafat Pendidikan
Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur),” J. Filsafat Indones., vol. 2, no. 3, pp. 124–136,
2019, doi: 10.23887/jfi.v2i3.22187.
[11] M. Nursikin, “Aliran-aliran Filsafat Pendidikan dan Implementasinya dalam
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam,” Attarbiyah, vol. 1, no. 2, pp. 303–334,
2016, doi: 10.18326/attarbiyah.v1i2.303-334.
[12] M. A. Mu’ammar, “Perenialisme pendidikan,” Nur El-Islam, vol. 1, no. 2, p. 26,
2017, [Online]. Available:
https://www.neliti.com/id/publications/226440/perenialisme-pendidikan-analisis-
konsep-filsafat-perenial-dan-aplikasinya-dalam
[13] I. Purnamasari, “Rekonstruksionisme Futuristik Dalam Pendidikan Di Indonesia,” J.
Ilm. Civ., vol. V, no. 2, p. 873, 2015, [Online]. Available:
http://103.98.176.9/index.php/civis/article/view/902/820
[14] P. S. Rahmat, “Penelitian Kualitatif,” Journal Equilibrium, vol. 5 No. 9. pp. 1–8,
2009. [Online]. Available: yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/Jurnal-Penelitian-
Kualitatif.pdf
[15] M. & K. Nasikin, “Rekonstruksi Pendidikan Islam di Era Society 5.0,” Cross-border,
vol. 4, no. 2, pp. 706–722, 2021.
[16] Y. A. Bakar, “Filsafat Pendidikan Islam,” Inspiratif Pendidik., vol. 6, no. 2, p. 269,
2014.
[17] D. Junaedi, M. Y. A. Bakar, and A. Z. Fuad, “Implikasi pemikiran
rekonstruksionisme Ismail Raji Al-Faruqi dalam pendidikan Islam,” Ta’dibuna J.
Pendidik. Islam, vol. 12, no. 1, p. 45, 2023, doi: 10.32832/tadibuna.v12i1.9105.
[18] muhammad kristiawan, Filsafat 2016. 2016.
[19] O. Supriadi, “Profesi Guru dan Langkah Pengembangannya,” J. Tabularasa Pps
Unimed, vol. 5, no. 1, pp. 35–54, 2008.
[20] Rahmaniah, “Permasalahan Dalam Dunia Pendidikan Yang Ada Di Indonesia,” no.
2017, pp. 1–6, 2021, [Online]. Available: http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/rgxaw
[21] P. Sekolah et al., “Sekolah dan fungsinya visi dan misi sekolah,” 2020.
[22] Tutesa and Y. Wisman, “Permasalahan Sosial Pada Masyarakat,” J. Pendidik. Ilmu
Pengetah. Sos., vol. 12, no. 2, pp. 94–99, 2020, [Online]. Available: https://e-
journal.upr.ac.id/index.php/JP-IPS/article/view/1920
[23] S. Fatimah, “Merekonstruksi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi
Pekerti Di Sekolah Negeri Studi Kasus Sma N 14 Yogyakarta,” el-Tarbawi, vol. 11,
no. 1, pp. 21–34, 2018, doi: 10.20885/tarbawi.vol11.iss1.art2.
[24] R. Rohmat, “Kurikulum Dalam Tinjauan Filsafat Rekonstruksianisme,” Insa. J.
Pemikir. Altern. Kependidikan, vol. 24, no. 2, pp. 247–261, 2019, doi:
10.24090/insania.v24i2.3078.
[25] A. Mubin, “Serta Tinjauan Islam Terhadapnya,” vol. 14, no. 1, 2018.
[26] “Aliran Rekonstruksionisme dalam pandangan filsafat pendidikan Islam - SOLUSI
CAMPUS ‫الجامعة‬.”
[27] Rinrin, “Filsafat Rekonstruksionisme,” 2013/01.
[28] D. Oleh, K. Fahriya, N. Zahwa, M. Olyvia, and D. Pengampu, “Aliran
Rekonstruksionisme,” no. 06081281924022, 2022.

16 | Nama Penulis
Jurnal Muassis Pendidikan Dasar
Volume x, Nomor x, xxxxx, 20xx | ISSN Online : 2827-8437
Website : https://muassis.journal.unusida.ac.id/index.php/jmpd

17 | Nama Penulis

Anda mungkin juga menyukai