Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

“ISSUE ETIK DAN MORAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN”

Dosen Pembimbing : Rita Sopiatun, SST.,MPH

Disusun Oleh :

1. Ninda nurhani saleha (P07124123091)


2. Dwi Azizah Alfina Muliani (P07124123060)
3. Niza Aulia Zahrani (P07124123073)
4. Nabila Hanifa (P07124123070)
5. Siska herliana (P07124123081)
6. Putri ekayanti (P07124123077)
7. Najwa Jamiarti (P07124123071)
8. Helmi Sopana (P07124123064)
9. Milanda Aulia Rahman (P07124123068)
10. Fina ayu imami (P07124123063)
11. Septiana Ningsih (P07124123093)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN MATARAM

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat

menyelesaikan Makalah yang berjudul “ISSUE ETIK DAN MORAL DALAM

PRAKTIK KEBIDANAN”

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di

dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami

harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna

tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami.

Mataram, 07 Februari 2024

Penyusun

PAGE \* MERGEFORMAT ii
DAFTAR ISI

JUDUL
HYPERLINK \l "_TOC_250012" KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Isu Etik dan Moral dalam Praktek Kebidanan 2
2.2 Pendapat dalam Mengatasi Masalah Etik 13

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan 27
3.2 Saran........................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA. 29

PAGE \* MERGEFORMAT ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial

masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya masalah/ penyimpangan

etik sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan

konflik terhadap nilai. Arus kesejahteraan ini tidak dapat dibendung, pasti

akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dalam hal ini bidang yang praktek

mandiri menjadi pekerja yang bebas Mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini

akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya

penyimpangan etik.

Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan

dengan falsafah moral yaitu menganai apa yang dianggap baik atau buruk di

masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan atau

perkembangan norma atau niali. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik

dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana isu etik dan moral dalam praktek kebidanan?

2. Bagaimana pendapat dalam mengatasi masalah etik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui isu etik dan moral dalam praktek kebidanan.

2. Untuk mengetahui pendapat dalam mengatasi masalah etik.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Isu Etik dan Moral dalam Praktek Kebidanan

2.1.1 Isu Etik dalam Pelayanan Kebidanan

1. Pengertian Etik

Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana

dapat dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari

tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia. Etika merupakan

bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia

dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan

penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994)

2. Bentuk etik

a. Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi

tentang tingakh laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk

serta hal-hai,mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma

etis yang dianut oleh masyarakat.

b. Etika Normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk

tindakan manusia, yang biasanya dikelompokkan menjadi :

 Etika umum : yang membahas berbagai hal yang

berhubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak

etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori

dan prinsip-prinsip moral.

 Etika khusus :

PAGE \* MERGEFORMAT ii
a) Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan

hubungan antarsesama manusia dalam aktivitasnya,

b) Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-

kewajiban manusia sebagai pribadi,

c) Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada

profesi

3. Isu Etik yang terjadi antara bidan Klien, Kelurga, dan Masyarakat

Teman Sejawat,Teman kesehatan lainya, Organisasi profesi

Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga

dan masyarakat mempunyai hubungan erat dengan nilai manusia

dalam menghargai suatu tindakan.

a. Issue Etik yang Terjadi antara Bidan dengan Klien, Kluarga,

Masyarakat

Issue etik yang terjadi antara bidan dengan kiien, keluarga

dan masyarakat mempunyai huhungan erat dengan nilai

manusia dalam menghargai suatu tindakan. Seorang bidan

dikatakan profesional jika mempunyai kekhususan sesuai

dengan peran dan fungsinya yang bertanggung jawab

menolong persalinan. Dengan demikian penyimpangan etik

mungkin saja akan terjadi dalam praktek kebidanan misalnya

dalam praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau

institusi kesehatan lainnya. Dalam hal ini bidan yang praktek

mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya

sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap

PAGE \* MERGEFORMAT ii
kemungkinan terjadinya penyimpangan etik (Ristica dkk, 2014

: 45).

 Kasus

Di sebuah desa, ada seorang bidan yang sudah

membuka praktek kurang lebih selamasatu tahun. Pada

suatu han datang seorang kiien bernama Ny ,,A usia

kehamilan 38 minggu dengan keluhan perutnya terasa

kenceng-kenceng sejak 5jam yang lalu. Setelah dilakukan

VT, Didapatkan hash pembukaan 3 dan ternyata janin

dalam keadaan letak sungsang. OIeh karena itu bidan

menyarankan agar di Rujuk ke Rumah Sakit untuk

melahirkan secara operasi SC (Ristica dkk, 2014 : 46).

Namun keluarga kiien terutama suami menolak

untuk di Rujuk dengan alasan tidak punya biaya untuk

membayar operasi. Tapi bidan tersebut berusaha untuk

memberi penjelasan bahwa tujuan di Rujuk demi

keselamatan janin dan juga ibunya namun jika tetap tidak

mau dirujuk akan sangat membahayakan janin maupun

ihunya. Tapi keluarga bersikeras agar bidan mau

menolong persalinan tersebut (Ristica dkk, 2014 : 46).

Sebenarnya, dalam hal ini bidan tidak yakin bisa

berhasil menolong persalinan dengan keadaan letak

sungsang seperti ini karena pengalaman bidan dalam hal

ini masih belum begitu mendalam. Selain itu juga dengan

PAGE \* MERGEFORMAT ii
di Rujuk agar persalinan berjalan dengan lancar dan bukan

kewenangan bidan untuk menolong persalinan dalam

keadaan letak sungsang seperti ini. Karena keluarga tetap

memaksa, akhirnya bidan pun menuruti kemauan kiien

serta keluarga untuk menolong persalinan tersehut.

Persalinan berjalan sangat lama karena kepala janin tidak

bisa keluar. Setelah bayilahir ternyata bayi sudah

meninggal. Dalam hal ini keluarga menyalahkan bidan

bahwa bidan tidak bisa bekeija secara profesional dan

dalam masyarakatpun juga tersebar hahwa bidantersebut

dalam melakukan tindakan sangat lambat dan tidak sesuai

prosedur (Ristica dkk, 2014 : 46).

 Konflik

Keluarga terutama suami menolak untuk di rujuk ke

Rumah sakit dan melahirkan secara operasi SC dengan

alasan tidak punya biaya untuk membayar operasi (Ristica

dkk, 2014 : 47).

 Isu

Di mata masyarakat, bidan tersebut dalam

pelayanan atau melakukan tindakan tidak sesuai prosedur

dan tidak profesioanl. Selain itu juga masyarakat menilai

hahwa bidan tersebut dalam menangani pasien dengan

kelas ekonomi rendah sangat lambat atau membeda-

PAGE \* MERGEFORMAT ii
bedakan antara pasien yang ekonomi atas dengan ekonomi

rendah (Ristica dkk, 2014 : 47).

 Dilema

Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan tindakan

yang tepat untuk menolong persalinan Resiko Tinggi.

Dalam hal ini letak sungsang seharusnya tidak

bolehdilakukan oleh bidan sendiri dengan keterhatasan

alat dan kemampuan medis. Seharusnya ditolong oleh

Dokter Ohgyn, tetapi dalam hal ini diputuskan untuk

menolong persalianan itus endiri dengan alasan desakan

dan kelurga kiien sehingga dalam hatinya merasa kesulitan

untuk memutuskan sesuai prosedur ataukah kenyataan di

lapangan (Ristica dkk, 2014 : 47).

b. Issue Etik yang Terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat

Issue etika yang terjadi antara bidan dengan teman adalah

perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan dengan sesama

bidan sehingga menimbulkan salahpahaman.

 Kasus

Di suatu desa yang tidak jauh dan kota dimana di

desa tersebut ada dua orang bidan yaitu bidan “A” dan

bidan “B” yang sama-sama memiliki BPS dan ada

persaingan di antara dua bidan tersebut. Pada suatu han

datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPS bidan

“B” yang lokasinya tidak jauh dengan BPS bidan “A”.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
Setelah dilakukan pcmeriksaan ternyata pembukaan masih

belum lengkap dan hidan “B” menemukan letak sungsang

dan bidan tersebut tetap akan menolong persalinan

tersehut meskipun mengetahui bahwa hal tersebut

melanggar wewenang sebagai seorang bidan demi

mendapatkan banyak pasien untuk bersaing dengan bidan

“A”. Sedangkan bidan “A” mengetahui hal tersebut. Jika

bidan “B” tetap akan menolong persalinan tersebut,bidan

“A” akan melaporkan bidan “B” untuk menjatuhkan bidan

“B” karena di anggap melanggar wewenang profesi bidan

(Ristica dkk, 2014 : 47-48).

c. Issue Etika yang Terjadi Antara Bidan dengan Tenaga Medis

Lainnya

Issue etika yang terjadi antara bidan dengan tenaga medis

lainnya adalah perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan

dengan tenaga medis lainnya sehingga menimbulkan

salahpahaman (Ristica dkk, 2014 : 48-49).

 Kasus

Suatu han ada seorang ibu bersama suaminya

kebidan “F” ihu datang kehidan bertujuan untuk suntik

KB. ibu awalnya memakai KB suntik 1 bulan tapi ibu

meminta ke bidan “F” untuk mengganti Kb suntik 3 bulan

sekali, setelah itu bidan “F” menjelaskan kemungkinan

yang akan terjadi apabila berganti KB suntik 1 bulan

PAGE \* MERGEFORMAT ii
sekali ke suntik KB 3 bulan sekali. Apabila tidak cocok

akan mengalami perdarahan ibu dan suaminya menyetujui.

Bidan pun memberikan suntikan KB 3 bulan itu ke ibu

tersebut. Dua bulan kemudian, ibu datang bersama

suaminya, dengan keluhan keluar darah lumayan banyak

dan vaginanya. Ibu terlihat pucat dan lemas, Bidan “F”

menjelaskan kepada bapak dan ibu tersebut bahwa KB

suntik 3 bulan sekali itu tidak cocok untuk Ihu dan Ibu

tersebut dibaringkan ditempat tidur. Suami ibu tersebut

meminta ke bidan diberikan obat agar darah yang keluar

sedikit berkurang, tapi bidan “F” tidak memberikan

dengan alasan agar tidak terjadi penyakit. Setelah

beberapa menit darah yang keluar dan vegina ibu semakin

banyak, sehingga Bidan merujuk ke dokter. Sesampainya

ke dokter Ibu tersebut syok sehingga dokter memberikan

vitamin K peroral dengan kejadian itu bidan ditegur oleh

dokter (Ristica dkk, 2014 : 49).

 Isu

Kesalahan seorang bidan sehingga menimbulkan

pelanggaran komplikasi (Ristica dkk, 2014 : 49).

 Dilema

Bidan dapat dilaporkan ke puskesmas (Ristica dkk, 2014).

d. Issue Etik yang Terjadi antara Bidan dan Organisasi Profesi

PAGE \* MERGEFORMAT ii
Issue etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi

adalah suatu topic masalah yang menjadi bahan pembicaraan

antara hidan dengan organisasi profesi karena terjadinya suatu

hal-hal yang menyimpang dan aturan-aturan yang telah

ditetapkan (Ristica dkk, 2014 : 50).

 Kasus

Seorang ibu yang ingin bersalin di BPS pada bidan

A sejak awal kehamilan ¡bu tersebut memang sudah sering

memeriksakan kehamilannya. Menurut hasil pemeriksaan

bidan ibu tersebut mempunyai riwayat hipertensi. Maka

kemungkinan lahir pervaginanya sangat beresiko. Saat

persalinan tiba. Tekanan darah ihu menjadi tinggi. Jika

tidak dirujuk maka beresiko terhadap janin dan kondisi si

Ibu itu sendiri. Resiko pada janin bisa terjadi gawat janin

dan perdarahan pada ibu. Bidan A sudah mengerti resiko

yang akan terjadi. Tapi ja lebih mementingkan egonya

sendiri karena takut kehilangan komisinya dan pada

dirujuk kerumah sakit (Ristica dkk, 2014 : 50).

Setelah janin lahir Ibu mengalami perdarahan hebat,

sehingga kejang-kejang dan meninggal. Saat berita itu

terdengar organisasi profesi (IBI), maka IBI memberikan

sanksi yang setimpal bahwa dan kecerobohannya sudah

merugikan orang lain. Sebagai gantinya, ijin praktek

PAGE \* MERGEFORMAT ii
(BPS) bidan A dicabut dan dikenakan denda sesuai dengan

pelanggaran tersebut (Ristica dkk, 2014 : 50).

 Isu

Terjadi malpraktek pelanggaran wewenang bidan

(Ristica dkk, 2014 : 50).

 Dilema

Warga yang mengetahui hal tersebut segera

melaporkan kepada organisasi profesi (Ristica dkk, 2014 :

51).

e. Isu Etik antara Bidan dan Organisasi Profesi

Isu etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi

adalah suatu topik masalah yang menjadi bahan pembicaraan

antara bidan dengan organisasi profesi karena terjadinya suatu

hal-hal yang menyimpang dari aturan-aturan yang telah

ditetapkan (Purwoastuti dkk, 2015 : 111).

 Kasus

Seorang ibu yang ingin bersalin di BPS pada bidan

A, sejak awal kehamilan memang sudah sering

memeriksakan kehamilannya. Menurut hasil pemeriksaan

bidan, ibu tersebut mempunyai riwayat hipertensi. Maka

kemungkinan lahir pervaginanya sangat berisiko. Saat

persalinan tiba, tekanan darah ibu menjadi tinggi. Jika

tidak dirujuk maka berisiko terhadap janin dan kondisi si

ibu. (Purwoastuti Endang,Th. dkk. 2015 : 111-112)

PAGE \* MERGEFORMAT ii
 Resiko

Pada janin bisa terjadi gawat janin dan perdarahan

pada ibu. Bidan A sudah mengerti risiko yang akan terjadi.

Tapi ia lebih mementingkan egonya sendiri karena takut

kehilangan komisinya dari pada dirujuk ke rumah sakit.

Setelah janin lahir ibu mengalami perdarahan hebat,

sehingga kejang-kejang dan meninggal. Saat berita itu

terdengar organisasi profesi (IBI), maka IBI memberikan

sanksi yang setimpal bahwa kecerobohan bidan yang telah

merugikan orang lain. Sebagai gantinya, izin praktik

(BPS) bidan A dicabut dan dikenakan denda sesuai dengan

pelanggaran tersebut. (Purwoastuti Endang,Th. dkk. 2015 :

112)

 Isu

a. Terajadi malpraktik

b. Pelanggaran wewenang bidan

 Dilema

Warga yang mengetahui hal tersebut segera

melaporkan kepada organisasi profesi dan diberikan

penanganan. (Purwoastuti Endang,Th. dkk. 2015 : 112)

2.1.2 Isu Moral

Isu moral adalah merupakan topic yang penting berhubungan

dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari – hari menyangkut

kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan. Isu

PAGE \* MERGEFORMAT ii
moral juga berhubungan dengan kejadian di luar biasa dalam

kehidupan sehari-hari, seperti menyngkut konflik, malpraktik, perang

dsb

2.1.3 Dilema dan Konflik Moral

Dilema merupakan suat keadaan di mana dihadapkan pada dua

alternatif, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan

membutuhkan pemecahan masalah. Dilema muncul karena terbentur

pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-

nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada. (Purwoastuti

dkk, 2015: 106).

Dilema moral adalah suatu keadaan di mana dihadapkan pada dua

alternatif pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan

membutuhkan pemecahan masalah. Dilema muncul karena terbentur

pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-

nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada (Purwoastuti

dkk, 2015: 107). Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah harus

mengingat akan tanggung jawab profesional, yaitu :

1. Tindakan selalu ditujukan untuk peningkatan kenyamanan

kesejahteraan pasien atau klien.

2. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkan sesuatu

bagian, disertai rasa tanggung jawab memerhatikan kondisi dan

keamanan pasien atau klien.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
3. Konflik moral menurut johnson adalah konflik atau dilema pada

dasarnya sama, kenyataannya konflik berada diantara prinsip moral

dan tugas yang mana sering menyebabkan dilema.

(Purwoastuti dkk, 2015: 108).

2.2 Pendapat dalam Mengatasi Masalah Etik

2.2.1 Masalah Moral yang Mungkin Terjadi

Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan salah

satunya adalah karena bidan merupakan profesi yang bertanggung

jawab terhadap keputusan yang dibuat berhubungan dengan klien serta

harus mempunyai tanggung jawab moral terhadap keputusan yang

diambil. Untuk menjalankan prakit kebidanan dengan baik, serta

pengetahuan yang up to date, tetapi bidan harus mempunyai

pemahaman isu etik dalam pelayanan kebidananan. Menurut Daryl

Koehn dalam The Groun of Professional Ethies (1994), bahwa bidan

dikatakan profesional, bila menerapkan etika dalam menjalankan

praktik kebidanan. Dengan memahami peran sebagai bidan, akan

meningkatkan tanggung jawab profesionalnya kepada pasien atau

klien. Bidan berada pada posisi yang baik, yaitu memfasilitasi klien

dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk

menerapkan dalam strategi praktik kebidanan.

a. Aborsi

Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

mencapai viabilitas dengan usia kehamilan < 22 minggu dan berat

PAGE \* MERGEFORMAT ii
janin <500 gram (Purwoastuti, Endang & Elisabeth Siwi Walyani.

2015: 106).

b. Euthanasia

Euthanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia

melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau

menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan

cara memberikan suntikan yang mematikan (Purwoastuti, Endang

& Elisabeth Siwi Walyani. 2015: 106).

c. Adopsi/pengangkatan anak

Adopsi berasal dari kata “adaptie” dalam bahasa Belanda.

Menurut kasus hukum berarti pengangkatan seorang anak untuk

anak kandungnya sendiri”. Dalam bahasa malaysia, berarti anak

angkat atau mengankat anak. Sedangkan dalam bahasa Inggris,

“edoft” (adaption), berarti pengangkatan anak atau mengangkat

anak. Dalam bahasa Arab disebut”tabanni” yang diartikan dengan

“mengambil anak angkat” (Purwoastuti, Endang & Elisabeth Siwi

Walyani. 2015: 106).

d. Transplantasi

Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan

seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain,

atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama.

Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak

atau tak berfungsi pada penerimaan dengan organ lain yang masih

berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang

PAGE \* MERGEFORMAT ii
masih hidup ataupun telah meninggal (Purwoastuti, Endang &

Elisabeth Siwi Walyani. 2015: 106).

e. Bayi Tabung

Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan

sel sperma dan sel telur di luar tubuh (in vitro fertilization). Setelah

terjadi konsepsi, hasil tersebut dimasukkan kembali ke dalam rahim

ibu atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadijanin

sebagaimana layaknya kehamilan biasa (Purwoastuti, Endang &

Elisabeth Siwi Walyani. 2015: 106).

2.2.2 Langkah Penyelesaian

1. Pendekatan penyelesaian masalah

Pendekatan penyelesaian masalah teknik perlu dilakukan

dengan cara yang bertahap dan berurutan. Langkah-langkah awal

bersifat kualitatif dan umum, dan langkah-langkah berikutnya

lebih bersifat kuantitatif dan spesifik.

a. Identifikasi masalah

Agar masalah dapat diselesaikan, pertama-tama perlu

diidentifikasi terlebih dahulu apa sebenarnya esensi dari

masalah tersebut, agar langkah berikutnya tepat.

b. Sintesis

Sintesis adalah tahap proses kreatif di mana bagian-bagian

masalah yang terpecah dibentuk menjadi kesatuan yang

menyeluruh. Di sini kreativitas sangat penting.

c. Analisis

PAGE \* MERGEFORMAT ii
Analisis adalah tahap dimana kesatuan itu dipecah kembali

menjadi bagian-bagiannya. Kebanyakan edukasi teknik akan

fokus pada tahap ini. Kunci dari analisis adalah

menerjemahkan problem fisik tersebut menjadi sebuah model

matematika. Analisis menggunakan logika untuk membedakan

fakta dari opini, mendeteksi kesalahan, membuat keputusan

yang berdasarkan bukti, menyeleksi informasi yang relevan,

mengidentifikasi kekosongan dari informasi, dan mengenali

hubungan antar bagian.

d. Aplikasi

Aplikasi adalah proses dimana informasi yang cocok dan

akurat diidentifikasi untuk penerapan pada permasalahan yang

hendak dipecahkan.

e. Komprehensi

Yaitu tahap dimana teori yang sesuai dan data yang berhasil

dikumpulkan disatukan dalam sebuah rumus komprehensif

yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Jika pada tahap

ini masalah masih belum selesai, maka kita dapat kembali pada

tahap ke tahap sintesis, dan mencoba lagi.

2. Pengambilan keputusan yang etis

Pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan

integral dalam praktek suatu profesi dan keberadaannya sangat

penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya. Dalam

bidang kesehatan khususnya pelayanan kebidanan, pengambilan

PAGE \* MERGEFORMAT ii
keputusan harus dilakukan melalui pemikiran mendalam, karena

objek yang akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut adalah

manusia, tidak hanya klien atau pasien dan keluarganya, tetapi

juga tenaga kesehatan(bidan,dokter, perawat dan lain-lain) serta

system pelayanan kesehatan itu sendiri (Soepardan, 2008).

Keterlibatan bidan yang kurang dalam proses pengambilan

keputusan sebenarnya menimbulkan berbagai masalah, seperti

adanya jarak antara bidan dan ibu, padahal hubungan baik antara

bidan dan ibu merupakan komponen penting dalam mencapai

keberhasilan proses perawatan ibu dan bayi. Agar bidan dapat

terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan, diperlukan

hubungan yang baik dengan klien, rekan kerja, dan stoke

holder(penyedia layanan kesehatan). Bidan tidak hanya

bertanggung jawab menyediakan layanan, namun juga

bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya secara

efektif.

Ciri-ciri keputusan etis yaitu :

a. Mempunyai pertimbangan tentang apa yang benar dan salah

b. Sering menyangkut pilihan yang sukar

c. Tidak mungkn diletakkan

d. Dipengaruhi oleh norma norma, situasi, imun, tabiat, dan

lingkungan social

Dasar seseorang dalam membuat atau mengambil keputusan

adalah :

PAGE \* MERGEFORMAT ii
a. Ketidaksanggupan artinya membiarkan kejadian berlalu, tanpa

berbuat apa-apa.

b. Keterpaksaan, karena suatu krisis, yang menuntut sesuatu untuk

segera dilakukan.

c. Pengambilan keputusan dapat ditangguhkan.

2.2.3 Informed Choice

1. Definisi

Informed choice adalah membuat pilihan setelah

mendapatkan penjelasan alternatif asuhan yang akan dialaminya.

Menurut Kode Etik Bidan Internasional tahun 1993 bidan harus

menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan

penerimaan ibu tentang pilihan asuhan dan tanggung jawab

terhadap hasil dari pilihannya.

Profesi bidan dikontrol oleh kerangka kerja yang rinci dari

legislasi primer maupun sekunder dalam upaya untuk melindungi

masyarakat. Bidan menghormati wanita sebagai pribadi dan

memperlakukan mereka dengan rasa hormat. Dalam pelayanan

kebidanan,bidan berperan dalam memfalitasi pilihan pasien. Bila

pilihan belum bermasalah dan membahayakan kesejahteraan ibu

dan janin/bayi, dilain pihak hak dan pilihan klien perlu dihormati.

Hambatan lain bila ada keterbatasan option/pilihan dari fasilitas

pelayanan yang tersedia. Bila keadaan demikian maka keamanan,

keselamatan dan kesejahteraan wanita dan bayinya menjadi

pertimbangan utama bagi para bidan. (Marimbi, 2009 : 46)

PAGE \* MERGEFORMAT ii
2. Rekomendasi

a. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilannya dalam berbagai aspek agar dapat membuat

keputusan klinis dan secara teoritis agar dapat memberikan

pelayanan yang aman dan memuaskan kliennya.

b. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur

dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh wanita dengan

menggunakan media alternatif dan penterjemah kalau perlu,

begitu juga tatap muka langsung.

c. Bidan dan petugas kesehatan lain perlu belajar untuk

membantu wanita melatih diri dalam menggunakan haknya

dan menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka

ambil sendiri.

d. Dengan memfokuskan asuhan yang berpusat pada wanita dan

berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan

serendah mungkin.

e. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai

suatu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu

penilaian ulang yang obyektif, bermitra dengan wanita dari

system asuhan dan suatu tekanan positif terhadap perubahan.

(Marimbi, 2009 : 48)

2.2.4 Informed Concent

Latar belakang diperlukannya Informed consent adalah karena

tindakan medik yang dilakukan bidan, hasilnya penuh dengan

PAGE \* MERGEFORMAT ii
ketidakpastian dan unpredictable (tidak dapat diperhitungkan secara

matematik), sebab dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada

diluar kekuasaan bidan, seperti perdarahan post partum, shock,

asfiksia neonatorum (Wahyuningsih, 2008 : 62).

Sehingga persetujuan pasien bagi setiap tindakan medik menjadi

mutlak diperlukan, kecuali dalam keadaan emergency. Persetujuan

tersebut dikenal dengan Informed consent. Istilah consent adalah dari

bahasa latin yaitu consensio. Kemudian di dalam bahasa inggris

menjadi consent yang berarti persetujuan izin, memberi izin kepada

seseorang untuk melakukan sesuatu (Wahyuningsih, 2008 : 62).

Kesadaran hukum pasien semakin meningkat, pasien sadar akan

hak dan kewajibannya dalam arti bahwa pemberian persetujuan tanpa

mengetahui tentang apa yang akan dilaksanakan atas dirinya adalah

bertentangan dengan arti dari consent itu (Wahyuningsih, 2008 : 62).

Informed consent telah diakui sebagai langkah yang paling penting

untuk mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik. (Marimbi,

2009 : 50).

Dasar hukum informed concent yaitu :

1. Pasal 53 pada UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

menetapkan sebagai berikut :

a. Ayat 2, Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya

berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan

menghormati hak pasien.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
b. Ayat 4, Ketentuan mengenai standar profesi dan hak pasien

sebagaimana dimaksudkan dalam Ayat (2) ditetapkan dalam

Peraturan Pemerintah Penjelasan Pasal 53 UU No. 23/92

Tentang Kesehatan

c. Ayat 2, Standar profesi adalah pedoman yang harus

dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi

secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien

dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien.

Yang dimaksud dengan hak pasien adalah hak atas informasi,

hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia

kedokteran dan hak atas pendapat kedua. (Wahyuningsih. 2008

: 63)

2. Diatur juga dalam Registrasi dan Praktik bidan pada KepMenKes

No. 900/2002 Pasal 25 ayat 2, tentang kewajiban bidan dalam

menjalankan kewenangannya yaitu :

a. Memberikan informasi. Informasi mengenai pelayanan atau

tindakan yang diberikan dan efek samping yang ditimbulkan

perlu diberikan secara jelas, sehingga memberikan kesempatan

kepada pasien untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi

dirinya.

b. Meminta persetujuan yang akan dilakukan. Pasien berhak

mengetahui dan mendapat penjelasan mengenai semua

tindakan yang dilakukan kepadanya. Persetujuan dari pasien

PAGE \* MERGEFORMAT ii
dan orang terdekat dalam keluarga perlu dimintakan sebelum

tindakan dilakukan. (Wahyuningsih. 2008 : 63).

3. Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun 1981. PP No.

8 Tahun 1981.

4. Informed consent dikukuhkan menjadi lembaga hukum, yaitu

dengan diundangkannya Persatuan Menteri Kesehatan No. 585

Tahun 1989 Tentang Persetujuan Tenaga medik. Dalam Peraturan

Menteri kesehatan No. 585 Tahun 1989 ini dalam Bab I, Keputusan

Umum, Pasal 1 (a) menentapkan apa yang dimaksud dengan

Infomed Consent; Persetujuan tindakan medik adalah persetujuan

yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan

megenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien

tersebut. (Wahyuningsih. 2008 : 64)

5. Pada KepMenKes No. 900/2002, Bab IX, Sanksi, Pasal 42

menyebutkan bahwa bidan yang dengan sengaja; Melakukan

praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksudkan dalam pasal 25 ayat (1) dan (2); dipidana sesuai

ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996

Tentang Tenaga Kesehatan.

Dalam proses informed consent terdapat dua dimensi yang

tercakup di dalamnya, yaitu :

1. Dimensi yang menyangkut hukum

PAGE \* MERGEFORMAT ii
Dalam hal ini informed consent merupakan perlindungan bagi

pasien terhadap bidan yang berperilaku memasakkan kehendak.

Proses informed consent memuat :

a. Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien.

b. Informasi tersebut harus dimengerti pasien

c. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan

kesempatan yang terbaik.

2. Dimensi yang menyangkut etik

Dari proses informed consent terkandung nilai-nilai etik sebagai

berikut :

a. Menghargai melakukan intervensi melainkan membantu.

b. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila

dibutuhkan atau diminta sesuai dengan informasi yang telah

diberikan.

c. Bidan menggali keinginan pasien baik yang dirasakan secara

subyektif maupun sebagai hasil pemikiran yang rasional.

(Marimbi, 2009 : 51)

Menurut Culver and Gert, ada empat komponen yang harus

dipahami pada suatu consent atau persetujuan :

1. Sukarela (voluntariness)

Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat

atas dasar sukarela tanpa ada unsur paksaan didasari informasi

dan kompetensi. Sehingga pelaksanaan sukarea harus memenuhi

PAGE \* MERGEFORMAT ii
unsur informasi yang diberikan sejelas-jelasnya. (Wahyuningsih.

2008 : 62)

2. Informasi (information)

Jika pasien tidak tahu, sulit untuk dapat mendeskripsikan

keputusan. Dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa

informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu membuat

keputusan yang tepat. Kurangnya informasi atau diskusi pasien

sulit mengambil keputusan, bahkan ada rasa cemas dan bingung.

(Wahyuningsih. 2008 : 62)

3. Kompetensi (competence)

Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu

pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk

mampu membuat keputusan dengan tepat, juga membutuhkan

banyak informasi. (Wahyuningsih. 2008 : 63)

4. Keputusan (decision)

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana

merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan

merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan.

Keputusan penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus

divalidasi lagi apakah karena pasien kurang potensi. Jika pasien

menerima suatu tindakan, beritahulah juga prosedur tindakan dan

buatlah senyaman mungkin. (Wahyuningsih. 2008 : 63)

Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan

tindakan medis, sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut

PAGE \* MERGEFORMAT ii
Departemen Kesehatan (2002), informed consent dibagi menjadi 2

bentuk, yaitu :

1. Implied Consent

Persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya saat

bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu

dengan membawa sfigmomanometer tanpa mengatakan apapun dan

si ibu langsung menggulung lengan bajunya (meskipun tidak

mengatakan apapun, sikap ibu menunjukkan bahwa ia tidak

keberatan terhadap tindakan yang akan dilakukan bidan)

2. Express Consent

Persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau secara

verbal. Sekalipun persetujuan secara tersirat dapat diberikan,

namun sangat bijaksana bila persetujuan pasien dinyatakan dalam

bentuk tertulis, karena hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat

di masa datang. Contoh persetujuan untuk pelaksanaan sesar.

(Purwoastuti, E. 2015: 143)

Syarat sah perjanjian atau consent meliputi :

1. Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan

maupun kekeliruan. Dalam hal perjanjian antara bidan dan pasien,

kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah

terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas-

jelasnya.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
2. Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan untuk

memberikan persetujuan, jika orang tersebut mampu melakukan

tindakan hukum, dewasa, dan tidak gila.

3. Suatu hal tertentu, objek dalamn persetujuan antara bidan dan pasien

harus disebutkan dengan jelas dan terperinci. Misalnya dalam

persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi: nama, jenis

kelamin, alamat, suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus

dilampirkan identitas yang memberikan persetujuan.

4. Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi persetujuan tidak

boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan

norma dan hukum. (Purwoastuti, E. 2015: 144)

Akhirnya bahwa manfaat informed consent adalah untuk

mengurangi kejadian malpraktek dan agar bidan lebih berhati-hati dan

alur pemberian informasi benar-benar dilakukan dalam memberikan

pelayanan kebidanan. (Puji Wahyuningsih, Heni.2008 : 73).

Berikut adalah perbedaan antara informed choice dan informed

concent, yaitu :

1. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena

berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk

semua prosedur yang akan dilakukan bidan.

2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai

penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran

pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek

otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan

bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap

tindakan manusia. Isu moral adalah merupakan topic yang penting

berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari – hari

menyangkut kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan.

Isu moral juga berhubungan dengan kejadian di luar biasa dalam kehidupan

sehari-hari, seperti menyngkut konflik, malpraktik, perang dsb.

Dilema merupakan suat keadaan di mana dihadapkan pada dua alternatif,

yang kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan

masalah. Dilema moral adalah suatu keadaan di mana dihadapkan pada dua

alternatif pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan

membutuhkan pemecahan masalah.

Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan

alternatif asuhan yang akan dialaminya. Informed consent adalah karena

tindakan medik yang dilakukan bidan, hasilnya penuh dengan ketidakpastian

dan unpredictable (tidak dapat diperhitungkan secara matematik), sebab

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada diluar kekuasaan bidan,

seperti perdarahan post partum, shock, asfiksia neonatorum.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
3.2 Saran

Dalam makalah ini terdapat penjelasan tentang “issue etik yang terjadi dalam

pelayanan kebidanan (issue moral)” berharap agar mahasiswi dapat

mengetahui issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidanan khususnya

issue moral sesuai dengan pmbahasan yang ada dalam makalah ini.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
DAFTAR PUSTAKA

Marimbi, Hanum. 2009. Etika Dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Jogjakarta :

Mitra Cendikia

Purwoastuti Endang, dkk. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan. Yogaykarta :

2015.

Ristica, dkk. 2014. Prinsip Etika dan Moralitas dalam Pelayanan Kebidanan.

Yogyakarta : Deepublish.

Wahyuningsih, Heni Puji. 2008. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Katalog

Dalam Terbitan.

PAGE \* MERGEFORMAT ii

Anda mungkin juga menyukai