a) Carrier Test :
Pada uji ini menggunakan kain sutra yang sudah dikontaminasikan dengan kultur dari
mikroorganisme yang akan diuji. Setelah itu kain dikeringkan dan diberikan desinfektan
yang akan diuji dalam waktu tertentu. Hasilnya cukup dilihat pertumbuhan pada media
nutrien broth tersebut, apabila tidak terdapat pertumbuhan bakteri mengindikasikan bahwa
desinfektan uji efektif membunuh mikroorganisme tersebut.
Uji ini dilakukan berulang dengan konsentrasi yang berbeda dan waktu paparan yang
berbeda untuk menemukan konsentrasi terendah dan waktu tercepat yang dibutuhkan
desinfektan sehingga didapatkan rasio penggunaan desinfektan yang paling efektif.
b) Suspension Test
Uji suspensi merupakan salah satu uji desinfektan yang paling sederhana. Pada uji ini,
kultur bakteri dimasukkan kedalam larutan-larutan desinfektan yang telah diencerkan
dengan pengenceran tertentu yang berbeda-beda secara gradual. Hasilnya dilihat pada
pertumbuhan bakteri di media perbenihan nutrien broth yang telah diinkubasi.
Terdapat dua macam uji suspensi yaitu uji kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif
digunakan untuk menentukan koefisien fenol dari desinfektan uji atau yang lebih dikenal
dengan metode Rideal-Walker. Selain metode Rideal-Walker, metode Chick-Martin juga
digunakan untuk menentukan nilai koefisien fenol namun Chick-Martin menggunakan
suspensi ragi atau feces sebagai pelarut desinfektannya, berbeda dengan Rideal-Walker
yang menggunakan aquades sebagai pelarut desinfektan. Koefisien fenol yang didapatkan
dari metode Chick-Martin cenderung lebih rendah dari nilai yang didapatkan dari metode
Rideal-Walker. Koefisien fenol desinfektan uji didapatkan dari perbandingan tingkat
pengenceran dan waktu bunuh antara desinfektan uji dengan fenol sebagai standar.
Pada uji kuantitatif, nilai Microbicidal effect (ME) ditentukan dengan membandingkan
jumlah bakteri yang masih hidup setelah paparan dengan desinfektan dengan total bakteri
sebelum terpapar dengan desinfektan. Nilai ME dianggap 1 apabila desinfektan mampu
membunuh 90% dari total bakteri sebelum terpapar desinfektan, sedangkan nilai ME
dianggap 2 apabila 99% jumlah bakteri total mati. Lazimnya desinfektan memiliki nilai
ME sama dengan atau melebihi 5, dimana nilai 5 menunjukkan 99,99% dari total bakteri
terbunuh.
c) Capacity Test
Pada uji ini, desinfektan diuji kapasitasnya dalam membunuh mikroorganisme dengan
penambahan bakteri secara bertahap kedalam larutan desinfektan. Kapasitas bakteri dilihat
dari kemampuannya membunuh bakteri yang terus ditambahkan hingga kemampuannya
dalam membunuh mikroorganisme menurun.
d) Practical Test
Uji praktis ini dilakukan setelah melakukan uji kuantitatif suspensi desinfektan dan
mengetahui rasio konsentrasi dengan waktu bunuh. Tujuan dari uji ini adalah untuk
mengetahui apakah pengenceran paling efektif yang didapatkan dari uji kuantitatif tersebut
masih sesuai atau adekuat untuk membunuh mikroorganisme yang diuji dengan kondisi
sehari-hari. Uji praktis dilakukan dalam kondisi sehari-hari sedangkan uji suspensi
dilakukan didalam kondisi laboratorium. Metode uji praktis yang lazim digunakan adalah
surface test atau uji permukaan.
Uji ini menggunakan pipa Polyvinyl Chloride (PVC) atau stainless steel yang telah
dikontaminasi dengan biakan mikroorganisme uji dan dikeringkan. Setelah itu sejumlah
larutan desinfektan, dengan kadar pengenceran yang didapat dari uji suspensi, diratakan
pada permukaan yang telah dikontaminasi mikroorganisme. Setelah waktu yang
ditentukan, permukaan dibilas menggunakan air suling. Air suling hasil pembilasan
diinokulasi untuk melihat ada tidaknya mikroorganisme yang masih hidup.
e) In Use Test
Uji ini merupakan uji yang mudah dilakukan dan bertujuan untuk mendeteksi kontaminasi
pada desinfektan. Sampel desinfektan dicampur dengan pelarut dengan perbandingan 1:9.
Siapkan dua media perbenihan nutrien agar. 0,2 ml volume larutan diteteskan pada masing-
masing nutrien agar yang kemudian diinkubasi secara terpisah. Satu nutrien agar diinkubasi
pada suhu 37º C selama tiga hari, sedangkan nutrien agar lainnya diinkubasi
Berikut ini adalah alat dan bahan yang dibutuhkan dalam validasi efektifitas desinfektan :
5. Tahap Pengujian
Percobaan dilakukan terhadap desinfektan dan fenol dengan menggunakan enam
konsentrasi yang telah disiapkan sebelumnya yaitu tabung A = 1/40, tabung B = 1/60,
tabung C = 1/80, tabung D = 1/100, tabung E = 1/120, tabung F = 1/140. Suspensi bakteri
Pseudomonas 108 kuman/ml yang telah disiapkan sebelumnya diambil sebanyak 0,2 ml
dan dimasukkan ke tabung A. Pemindahan ini menggunakan mikropipet agar volume
suspensi bakteri yang ditambahkan akurat dan dilakukan dalam keadaan aseptik untuk
menghindari terjadinya kontaminasi.
Uji dilanjutkan dengan menambahkan masing- masing satu ose suspensi bakteri
Pseudomonas aeruginosa kedalam tabung berisi nutrien broth 5 ml yang telah disterilisasi
dan diberi label a1. Setelah interval 5 menit, masukkan satu ose suspensi bakteri pada
tabung berisi nutrien broth 5 ml dengan label a2, dan lakukan seterusnya hingga tabung a6
dengan interval antar tabung 5 menit. Pemindahan satu ose suspensi bakteri dilakukan
dengan menggunakan ose yang telah difiksasi diatas api dan ditunggu beberapa saat sampai
ose tidak terlalu panas agar bakteri yang dipindahkan tidak mati karena ose yang telalu
panas. Setiap selesai pemindahan bakteri dilakukan pencampuran dengan menggunakan
vortex.
Ulangi prosedur yang sama pada pengenceran-pengenceran lainnya. Selanjutnya tabung uji
diinkubasi pada suhu 37° C selama 20 jam. Pembacaaan hasil reaksi dinilai dari kekeruhan
pada setiap tabung. Jika hasil yang diperoleh adalah keruh (positif) maka menandakan pada
tabung ada pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan jika tabung reaksi
bening (negatif) menandakan bahwa tidak ada pertumbuhan bakteri Pseudomonas
aeruginosa karena telah terbunuh oleh kandungan desinfektan.
3. Analisa Data
Dari hasil reaksi yang dilakukan, catat daya bunuh bakteri tercepat (menit ke- berapa dan
pengenceran ke berapa), serta catat daya bunuh bakteri terlama (menit ke- berapa dan
pengenceran ke berapa). Berikut ini contoh analisa data efektivitas desinfektan secara
kualitatif melalui perhitungan koefisien fenol dari sampel benzalkonium klorida :
Daya bunuh tercepat sampel benzalkonium klorida pada menit ke-5 pada pengenceran 1/60,
sedangkan daya bunuh terlama sampel benzalkonium klorida pada menit ke-30 pada
pengenceran 1/100.
Daya bunuh tercepat fenol 5% pada menit ke-5 pada pengenceran 1/100, sedangkan daya
bunuh terlama pada menit ke-30 pada pengenceran 1/120.
Dari hasil perhitungan contoh data diatas dapat disimpulkan bahwa benzalkonium klorida
efektivitasnya lebih kecil dari fenol. Efektivitas desinfektan juga dapat diuji secara
kuantitatif dengan menghitung microbicidal effect (ME) dengan cara membandingkan
jumlah bakteri yang masih hidup setelah terpapar desinfektan dengan jumlah bakteri
sebelum terpapar desinfektan (108 kuman/ml), perhitungan ME dapat dilakukan dengan
pengujian Total Plate Count (TPC).