SATU
TEMPAT LAHIR, NASAB, PERTUMBUHAN DAN PARA SYAIKHNYA
Syaikh Umar Mukhtar dilahirkan dari kedua orang tua yang sholih pada tahun
1862, ada juga yang berpendapat pada tahun 1858, ayanya yang bernama
Mukhtar bin Umar berasal dari kabilah Al Manffah dari rumah Farahat, tempat
lahirnya berada di Al Bathnan di Gunung Hijau, beliau tumbuh berkembang
dalam rumah yang mulia dan agung, dikelilingi oleh kebesaran kaum muslimin
dan akhlak mereka yang tinggi serta sifat-sifat mereka yang mulia yang asalnya
dari pengajaran gerakan As Sanusiah yang berdiri atas mengikuti Kitab Allah
dan Sunnah RasulNya.
Ayahnya meninggal pada sebuah perjalanan haji ke Mekah, pada saat
sang ayah jatuh sakit, dia berpesan kepada temannya sayyid Ahmad Al
Ghurbani (saudara kandung dari Syaikh Zawiah Janzur yang berada di timur
Thabraq) agar memberi tahu saudaranya bahwa dia menyerahkan pendidikan
kedua anaknya Umad dan Muhammad kepadanya, kemudian Syaikh Husain Al
Ghurbani mengambil alih penjagaan bagi keduanya untuk memenuhi harapan
sang ayah, dia memasukkan mereka ke madrasah Al Quran di Zawiah,
kemudian dia memasukkan Umar Mukhtar ke ma'had Al Jughbubi agar
kemudian dia bergabung bersama para pelajar lain dari anak-anak saudara dan
kabilah lainnya.
Umar Mukhtar sejak kecil telah merasakan pahitnya keyatiman, dan ini
kemudian menjadi sebuah kebaikan yang menimpa hatinya yang dipenuhi
dengan keimanan dan kecintaan kepada Allah dan Rasulnya, diapun kemudian
mengembalikan segala urusannya kepada Allah.
Kejeniusannya telah tampak sejak dini yang membuat para Syaikhnya
memberikan perhatian lebih kepadanya di ma'had Al Jughbub yang merupakan
suar ilmu pada saat itu dan merupakan tempat pertemuan para ulama, ahli
fiqih, sastrawan dan para pendidik yang mereka juga pendidik, pengajar dan
orang yang akan menyiapkan anak-anak yang unggul dari kalangan kaum
muslimin untuk membawa pesan Islam yang abadi ini, kemudian setelah
beberpa tahun kemudian setelah mereka belajar ilmu, bertalaqqi kepada guru
dan dididik, mereka kemudian dikirim ke kabilah-kabilah di Libya dan Afrika
secara umum untuk mengajar dan mendidik manusia di atas fondasi-fondasi
Islam dan pengajarannya yang tinggi.
Umar Mukhtar tinggal di ma'had Al Jughbub ini selama delapan tahun
menimba ilmu disana berupa ilmu-ilmu syariat yang bermacam-macam seperti
Fiqih, Hadits dan Tafsir.
Diantara para Syaikhnya yang terkenal yang dia banyak belajar dibawah
bimbingan mereka adalah As Sayyid Az Zarwali Al Maghribi, As Sayyid Al
Juwani, Al 'Allaamah Falih bin Muhammad bin Abdullah Azh Zhahiri Al Madani
dan lainnya masih banyak lagi. Mereka semua mengakui kecerdasan dan
ketajaman akalnya, serta akhlaknya yang telah terbentuk dengan kokoh dan
kecintaannya untuk berdakwah, dia menunaikan apa-apa yang menjadi
kewajibannya untuk dilakukan dengan mengambil teladan dari kawan-
kawannya yang juga melaksanakan hal yang serupa pada waktu-waktu
tertentu, disamping juga belajar tentunya, tampak keikhlasannya dalam
melakukan tugas-tugas tersebut dan dia melakukannya betul-betul serius, dan
tidak pernah seoarang temannya melihatnya menunda pekerjaan hari ini
hingga besok, begitulah dia dikenal dengan ketekunan, kesungguhan,
konsistensi dan kesabaran.
Sifat-sifat dia ini kemudian menarik perhatian para ustadz-ustadznya dan
teman-temannya padahal dia masih muda, para ustadz ini selalu melaporkan
kabar perkembangan para murid kepada Sayyid Muhammad Al Mahdi serta
akhlak mereka, Sayyid Muhammad Al Mahdi lantas memuliakan Umar Al
Mukhtar karena sifat-sifatnya dan hal-hal lain yang dimilikinya.
Umar tumbuh menjadi seorang yang paham dengan lingkungan dia
tinggal terutama daerah wasath yang dia tinggal di sana, dia mengikuti
perkembangan keadaan tiap kabilah, sejarahnya perntingnya, dan labih luar
lagi hingga tentang asal usul nasab mereka dan ikatan antara satu kabilah
dengan kabilah yang lainnya, adat istiadat mereka serta tempat-tempat
penting mereka.
Dia belajar secara alamiah bagaimana meredam peperangan dan
permusuhan antar kabilah badui, sebagaimana ia juga handal dalam seluk
beluk perjalanan di gurun pasir dan jalan-jalan yang dilalui dari Barqah sampai
Mesir dan Sudan ke arah luar, juga ke Jughbub dan Kafrah ke arah dalam.
Umar juga memiliki pengetahuan akan berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang tumbuh di Barqoh, juga mengetahui jenis-jenis penyakit yang
menyerang binatang ternak di sana serta bagaimana mengobatinya sebagai
hasil dari percobaan-percobaan yang berhasil di lakukan oleh orang-orang
badui dan diwariskan turun temurun, itu didapatkan setelah percobaan yang
panjang dan pengamatan yang jeli.
Dia juga mengetahui tanda khusu setiap kabilah, tanda yang dimaksud
adalah tanda yang ditaruh di unta, kambing dan sapi untuk menjelaskan siapa
pemiliknya, semua hal di atas menunjukkan kecerdasan dan kejeliannya Umar
Mukhtar sejak mudanya.
DUA
CIRI-CIRI UMAR MUKHTAR
Umar Mukhtar adalah orang yang tingginya sedang, cenderung tinggi,
badannya bukanlah badan yang padat berisi bukan pula kurus kering, suaranya
berat dan serak, memiliki dialek badui, ucapannya padat dan lurus, berterus
terang, kalau mengobrol denganya tidak membosankan, dalam berbicara
seimbang, gigi serinya tampak berkilauan karena tersenyum selagi berbicara
atau karena tertawa ringan sesuai dengan keadaan, jenggotnya lebat dan sejak
belia dia mebiarkannya tumbuh alami, dari dirinya nampak ketenangan dan
kesungguhan dalam mengerjakan sesuatu, kalau berbica dia pikirkan dulu,
teguh pendiriannya dan sifar-sifarnya ini berkembang bersamaan dengan
berkembangnya usianya.
TIGA
BACAAN AL QURAN DAN JUGA IBADAHNYA
Umar Mukhtar amat bersemangat untuk selalu menunaikan sholat tepat
pada waktunya, setiap hari dia selalu membaca Al Quran, mengkhatamkan
menggunakan mushhafnya setiap sepekan sekali sejak Imam Muhammad Al
Mahdi As Sanusi menasehatinya: "wahai Umar, wiridmu adalah Al Quran",
kisahnya sebagaimana diceritakan oleh Muhammad Ath Thayyib Al Asyhab,
bahwasanya Umar meminta izin menemui Imam Muhammad Al Mahdi kepada
hajib beliau, Muhammad Hasan Al Baskari di sebuah tempat di sumur As Sarah
yang terletak di sebuah jalan padang pasir antara Kafrah dan Sudan, ketika
beliau masuk menemui Al Mahdi, Al Mahdi lantas mengambil sebuah mushhaf
yang ada di sampingnya lalu menyerahkannya kepada Al Mukhtar sembari
berkata: ada hal lain yang kamu inginkan? Umarpun menjawab: tuanku,
banyak dari teman-temanku memiliki wirid yang mereka baca berupa do'a-
do'a dan dzikir yang telah tuanku ajarkan kepada mereka dan tuan beri ijazah,
sedangkan saya hanya membaca wirid yang ringan-ringan saja setelah sholat,
aku ingin pula tuanku ajarkan wirid-wirid tertentu, beliaupun menjawab: wahai
Umar, wiridmu adalah Al Quran, akupun mencium tangannya, aku keluar
sembari membawa hadiah yang agung ini (mushaf) dan aku selalu dengan
keutamaan dari Allah ta'ala aku menyimpannya membawanya selalu baik saat
muqim maupun safar, mushaf dari tuanku tersebut selalu kubaca dan aku
khatam sekali sepekan.
Aku mendengar dari syaikh kami Ahmad Ar Rifi bahwa sebagian para
wali yang besar memiliki kebiasaan khatam Al Quran dengan memulai dari Al
Fatihah sampai Al Maidah, kemudian sampai surat Yunus, kemudian sampai
surat Al Isra', kemudian sampai surat Asy Syu'ara', kemudian sampai surat Ash
Shaffat, kemudian sampai surat Qof, kemudian sampai An Nas, mulai saat itu
aku selalu mengkhatamkan Al Quran dengan pembagian seperti ini.
Selalu menjaga wirid bacaan Al Quran ini dan beribadah dengannya
menunjukkan kuatnya iman dan dalamnya dalam diri, dan dikarenakan
keimanan yang agung dalam diri Umar Mukhtar muncul tumbuh darinya sifat-
sifat yang indah seperti sifar amanah, keberanian, kejujuran, memerangi
kezhaliman, keras, ........., keimanan ini menghiasi semangatnya dalam
melaksanakan sholat tepat pada waktunya, Allah ta'ala berfirman pada surat
An Nisa yang maknanya: "sesungguhnya sholat itu merupakan ketetapan yang
sudan ada waktunya bagi orang-orang yang mu'min".
Dia beribadah kepada Rabbnya dengan melaksanakan apa-apa yang
diperintahkan dan bersegera dalam mengerjakannya, beliau orang yang
banyak ibadah sunnahnya di waktu-waktu senggang, dia melazimkan sholat
dhuha dan selalu menjaga wudhu' bahkan diluar waktu sholat, sebuah cerita
tentang beliau bahwa suatu ketika beliau berkata: "sepanjang pengetahuan
saya, ketika menemui pembesar gerakan Sanusiah saya selalu dalam kondisi
berwudhu sejak Allah perkenankan saya bergabung bersama mereka".
Hamba yang sholih ini memperhatikan bekal ruhaninya setiap hari
dengan membaca Al Quran Al Karim dan sholat malam, dua hal ini selalu
membersamainya hingga beliau syahid.
Seorang mujahid Mahmud Al Juhami, salah seorang yang ikut berperang
bersama Umar Al Mukhtar dan sering membersamainya menyebutkan dalam
catatannya bahwa suatu ketika dia makan bersama Al Mukhtar dan tidur di
tempat yang sama, dia berkata: "saya tidak pernah menyaksikannya tidur
sampai shubuh, biasanya dia hanya tidur dua sampai tiga jam saja kemudian
bangun membaca Al Quran Al Karim, pada tengah malam biasanya dia
mengambil ceret dan menyempurnakan wudhu nya kemudian melanjutkan
bacaan Al Quran nya, dia memiliki akhlak yang mulia yang dihiasi oleh
ketaqwaan dan wara', dan bersikap layaknya seorang mujahid yang sholeh".
Adapun profesor Muhammad Thayyib Al Asyhab berkata: "aku
mengenalnya dengan baik, sehingga aku sering bertemu dan bertegur sapa
dengannya, terkadang aku tidur di tenda beliau di sampingnya, dan hal
terpenting yang aku biasanya merasa kesal dan marah kepada beliau adalah
pada saat itu aku masih muda belia, beliau tidak membiarkan kami untuk tidur
terus, dia sendiri setiap malam membaca Al Quran, bangun cepat lalu
memerintahkan kami untuk berwudhu merkipun kami merasa kepayahan
karena dingin dan capek dari perjalanan.
Seolah olah aku melihatnya dari lorong waktu sedang berdiri sholat
kepada Allah Rabb semesta alam di lembah-lembah, gunung-gunung dan gua-
gua pegunungan nan hijau, dia melingkarkan kain putih di tubuhnya di tengah
malam gulita sembari membaca Kitab Allah dengan suara yang mengundang
kesedihan siapa yang mendengarnya sedangkan air mata merembes dari
pipinya karena perasaan takut akan Yang Maha Agung lagi Maha Penyayang.
Allah ta'ala berfirman (yang maknanya): "sesungguhnya orang-orang
yang membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat serta menginfaqkan sebagian
dari apa yang Kami rezkikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi
maupun terang-terangan mereka mengharapkan perniagaan yang tidak akan
rusak". Fathir: 29
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menasehati Abu Dzar
tentang hal ini, beliau bersabda: "hendaknya kamu banyak membaca Al Quran
karena sesungguhnya dia merupakan cahaya bagimu di dunia dan simpanan
berharga di akhirat", nabipun telah mewanti-wanti siapa saja yang
meninggalkan Al Quran "sesungguhnya orang-orang yang di rongga mulutnya
tidak terdapat apapun dari Al Quran, di aitu seperti rumah yang roboh".
Syair
Salah satu rahasia sebab teguhnya pendirian Umar Mukhtar hingga
detik2 terakhir kehidupannya adalah kecanduannya untuk membaca Al Quran
Al Karim, beribadah dengannya dan berusaha mengamalkan hukum-hukum
yang ada di dalamnya, karena Al Quran adalah sumber keteguhan dan juga
hidayah, di dalamnya terdapat berbagai kisah-kisah para nabi dengan kaum
mereka, juga di dalamnya disebutkan tentang tempat kembalinya orang-orang
sholeh dan akhir dari orang-orang kafir dan orang-orang yang mengingkari
islam dan para walinya.
Umar Mukhtar ketika membaca Al Quran beliau membacanya dengan
mentadabburi ayat-ayatnya dan keimanan yang kokoh maka Allah memberikan
kepadanya keteguhan pendirian dan menunjukinya jalan yang lurus, kebiasaan
membaca Al Quran ini selalu menemaninya hingga nafas terakhir ketika dia
digiring menuju tiang gantungan sembari melantunkan firman Allah () yang
maknanya: (wahai jiwa-jiwa yang tenang * kembalilah ke sisi Rabb mu dengan
penuh ridha lagi diridhoi) (al fajr: 27-28)
EMPAT
Keberanian dan kemurahan hatinya
Sifat beliau yang satu ini nampak sejak beliau muda belia, pada tahun
1331 h / 1894 m, diputuskan untuk kepergian Umar Mukhtar bersama dengan
rombingan utusan ke Sudan, di dalamnya terdapat sayyid Khalid bin Musa,
Sayyid Muhammad Al Masalusi, Qarjalih Al Majbari dan Khalifah bin Ad Dabbar
Az Zuri salah anggota zawiyah waw di Fazan (beliaulah yang menceritakan
kisah ini), sesampainya mereka di Kafrah, mereka bertemu dengan berbagai
rombongan dagang dari dua kabilah Az Zawiah dan Al Mujabirah, juga
rombongan dagang lain dari Tripoli dan Benggazi sedang bersiap-siap menuju
Sudan, mereka pun bergabung bersama kafilah dagang ini yang mereka itu
sudah terbiasa dengan perjalanan di gurun sahara dan mereka tahu seluk
beluknya.
Ketika mereka sampai di jantung padang pasir dekat dengan Sudan,
sebagian dari mereka yang sudah biasa melalui jalan ini berkata: kita sebentar
lagi akan melewati jalanan yang susah untuk dilewati, namun kita tidak
memiliki jalur lain selain ini, dan biasanya ada singa yang bersiap menerkam
mangsanya dari kafilah yang berlalu di sana, dan biasanya kafilah-kafilah yang
berlalu meninggalkan seekor unta sebagaimana manusia meninggalkan
potongan-potongan daging untuk anjing dan kucing, dengan cara demikian
kafilah-kafilah tersebut bisa lewat dengan selamat.
Kemudian orang yang mengusulkan untuk meninggalkan unta di sana
mengusulkan agar mereka urunan biaya unta kecil dan meninggalkannya untuk
singa tersebut ketika dia keluar, Umar Mukhtar menolak mentah-mentah
usulan ini " pemberian yang diwajibkan oleh orang yang kuat kepada yang
lemah tanpa adanya kebenaran saja hukumnya tidak sah, bagaimana munkin
kita malah memberi seperti itu kepada hewan, ini tanda kelemahan dan
kehinaan, kita akan lawan singa itu dengan senjata kita kalau dia menghadang
jalan". Sebagian rombongan sudah berupaya untuk membujuknya agar
mengganti keinginannya tersebut, namun dia menolak, "saya malu" ujarnya
"ketika saya pulang nanti saya bilang saya meninggalkan seekor unta kepada
hewan yang menghadang jalan padahal saya sudah bersiap-siap untuk
menjaga apa yang bersamaku, dan setiap kalian adalah pemimpin, dan akan
ditanya pertanggung jawaban tentang apa yang ia pimpin, sedangkan ini
adalah kebiasaan yang buruk, wajib untuk kita batalkan".
Belumlah kafilah tersebut mendekati celah yang sempit singa tersebut
sudah keluar dari tempatnya yang berada dekat dengan celah tersebut, singa
ini menghadang jalan mereka, salah seorang saudagar yang sudah ketakutan
ketika melihat pemandangan mengerikan tersebut berkata: saya siap
mengorbankan salah satu untaku, dan jangan berkelahi dengan singa itu",
maka Umar Mukhtar ... dengan senapan jenis yunani miliknya dan menembak
singa tersebut, dan kena, namun bukan tembakan yang fatal, maka singa
tersebut menyerbu ... ke arah kafilah, maka Umar menembaknya sekali lagi
dan singa itupun tersungkur, Umar kemudian memaksa agar kulit singa
tersebut diambil dan diperlihatkan kepada yang lain agar para kafilah lain
melihatnya, merekapun sepakat.
Kejadian ini menunjukkan kepada kita bagaimana beraninya Umar Al
Mukhtar, kisah ini menyebar di berbagai perkumpulan waktu itu dengan
menakjubkan, Ustadz Muhammad Al Asyhab pernah menanyakan hal ini
kepada Umar Mukhtar secara lansung di basecamp Al Mugharabah di
kemahnya Sayyid Muhammad Al Faidi, maka Umar menjawab: "wahai anakku,
apakah kamu ingin aku berbangga karena sudah membunuh hewan buruan?!"
beliau lalu menyebutkan tentang dua orang yang badui yang saling bersaing,
salah satunya berkata kepada yang lain, orang yang sudah membunuh singa,
dia bilang: "kamu ingin berbangga atasku karena kamu sudah membunuh
serangga?!", lalu Umar Mukhtar menutup nya dengan firman Allah ta'ala yang
maknanya: (tidaklah kamu melempat tatkala kamu melempar melainkan Allah
yang melempar) (al anfal: 17)
Jawaban Umar Mukhtar dengan ayat ini menunjukkan pengaruh yang
dalam dari Al Quran pada dirinya, karena dia sudah mempelajari bahwasanya
orang-orang yang memiliki iman dan tauhid kepada Allah dalam pandangan
mereka yang dalam tentang hakikat kehidupan, dan usaha mereka untuk
melihat akhirat, mereka menganggap bahwa semua keutamaan itu kembalinya
kepada Yang Maha Agung Yang Maha memberi, Allah ta'ala, dan mereka
menghilangkan perasaan berjasa dari diri mereka sendiri.
Ini adalah apa yang kita dengar dari do'anya nabi Yusuf yang termaktub
dalam Al Quran yang maknanya: (wahai Rabbku, engkau telah memberikanku
sebagian dari kerajaan dan mengajariku sebagian daripada tafsir mimpi, wahai
Pencipta langit dan bumi, engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat,
wafatkanlah aku sebagai orang muslim dan kumpulkanlah aku bersama orang-
orang sholeh) (yusuf: 101)
Beliau juga belajar makna ini dari kisahnya Dzulqornain, yang mana hal
tersebut harus ada pada diri seorang pemimpin yang rabbani, dalam firman
Allah ta'ala tentang perkataan Dzulqornain yang maknanya: (ini merupakan
rahmat dari Rabbku, apabila datang janji Rabbku maka Dia akan
menjadikannya hancur, dan janji Rabbku itu benar adanya) (al kahfi: 98) ketika
dia membangun pembatas, menghilangkan kazhaliman dan membantu orang-
orang yang lemah, dia menisbatkan semua keutamaan kepada Rabbnya Allah
ta'ala.
Umar merupakan orang yang hatinya terpaut kepada Allah ta'ala,
sehingga dia tidak dimabuk .... kemenangan maupun manisnya .... setelah dia
selesai urusannya dengan singa yang melegenda di kalangan kafilah dagang
tersebut, menghilangkan kezhaliman dan penindasan, akan tetapi dia tidak
menisbatkan itu semua kepada dirinya melainkan kepada Sang Pencipta,
karena itu dia menjawab dengan firman Allah yang maknanya: (tidaklah kamu
yang melempar ketika kamu melempar melainkan Allah lah yang melempar) (al
anfal: 17)
Keberanian Umar Mukhtar ini juga tampak pada kepribadiannya yang
luar biasa ketika di berjihad di Chad melawan penjajahan perancis dan di Libya
melawan Italia, sejarah mencatatkan kepada kita surat balasan Umar kepada
Syarif Al Ghuryani yang dipaksa oleh italia untuk menjadi perantara kepada
Umar Mukhtar agar berdamai dan menghentikan perang.
Beliau berkata setelah basmalah dan shalawat kepada Rasulullah yang
berkata: (syurga itu ada di bawah bayang-bayang pedang) : "kepada saudara
kami tuanku yang mulia anak dari Ahmad Al Ghuryani semoga Allah menjaga
dan memberinya hidayah, semoga salam dari Allah atas kamu, serta rahmat,
berkat, ampunan dan keridhoanNya, kami memberitahu kalian bahwasanya
italia jika ingin membahas bersama kami apapun yang menurut mereka
penting dan pentind pula untuk kami maka mereka sudah seharusnya
menghubungi pemilik urusan ini dan tuannya, tuanku Sayyid Muhammad Idris
bin Sayyid Muhammad Al Mahdi bin Sayyid Muhammad As Sanusi semoga
Allah meridhai mereka semua, dialah yang mampun untuk menerima diskusi
dengan mereka maupun menolaknya, dan kalian tahu ini dan kalau ingin
mencari tahu lebih tentu kalian mampu pula, dan tempatnya tuanku Idris di
Mesir sebagai sudah kalian ketahui, sedankan saya dan saudara-saudara
mujahid di sini hanyalah tentara beliau, dan kami tidak akan melanggar
perintahnya, serta kami berharap kepada Allah ta'ala agar jangan sampai kami
mampu untuk melanggar sehingga kami malah terjatuh ke keadaan yang tidak
kami inginkan, semoga Allah menjaga kami dan juga kalian dari ketergelinciran,
kami tidak punya urusan selain untuk memerangi musuh-musuh Allah, musuh
negara dan musuh kami, dan apabila tuan kami semoga Allah meridhainya
memerintahkan untuk menghentikan perang maka kamipun tidak punya
pilihan selain untuk menghentikan perang, namun apabila beliau belum
memerintahkan hal tersebut, maka kami berdiri tegap ketika beliau
perintahkan, kami tidak takut akan pesawat-pesawat musuh, meriam, tank dan
tentara mereka dari orang-orang Thalyan, habasyah, sabayis dan mukassarin
( yang terakhir ini merupakan tentara dari orang-orang libya sendiri), kami
bahkan tidak takut akan racun yang mereka tebar di sumur-sumur dan /////
dengannya tanaman yang tumbuh di bumi, kami adalah tentara Allah dan
tentaraNyalah yang akhirnya akan menang, kami tidak menginkan bagi kalian
apa yang dibayarkan orang-orang kristen itu kepada kalian, dan kami
berhusnzhan dengan kalian, semoga Allah memberi taufiq dan dan menunjuki
kami dan juga kalian jalan yang lurus, dan kepada bagaimana melayani kaum
muslimin dan ridhanya tuan kami semoga Allah meridhainya, dan keselamatan
Islam hanya bagi yang mengikuti Islam".
13 rabi'ul tsani 1344 h
Ketua bagian al jabaliyah Umar Al Mukhtar
Perkataan beliau: "kami tidak takut pesawat-pesawat musuh, meriam,
tank dan tentara mereka dari orang-orang Thalyan, habasyah, sabayis dan
mukassarin, kami bahkan tidak takut akan racun yang mereka tebar di sumur-
sumur dan ///// dengannya tanaman yang tumbuh di bumi, kami adalah
tentara Allah dan tentaraNyalah yang akhirnya akan menang" menunjukkan
keberaniannya.
Sifat kebernian berdampingan dengan sifat dermawan, sebagaimana
sifat penakut dan kikir itu gak terpisahkan, sejarah mencatatkan untuk kita
kalimat yang bagus yang selalu diulang-ulang oleh Umar Al Mukhtar diantara
tamu-tamunya: "kami tidak pelit dengan apa yang ada dan tidak merasa iba
atas apa yang hilang".
.....ayat Al Quran dan juga hadits-hadits memuji tentang kedermawanan
dan infaq, sembari mencela kebakhilan dan menahan harta, Allah ta'ala
berfirman yang maknanya: () as sajdah: 16-17
Keinginan Umar Mukhtar yang terbesar bukanlah untuk mengumpulkan
harta dan kekayaan meskipun ia mewarisi hewan ternak dari ayahnya, lalu
kemudian ia tinggalkan digembalakan oleh sebagian karib kerabanya di
kabilah, dia juga meninggalkan tanah dan kampungnya semenjak usianya enam
belas 16 tahun, dan sepanjang masa pendidikanya di Ma'had Al Jughbub biaya
kehidupannya ditanggung oleh lembaga tersebut dan setelah menikah biaya
kehidupannya berasal dari hasil ternak yang sedikit.
Tak pernah seharipun ia fokus habiskan untuk urusan mengumpulkan
harta, dia hanya hidup untuk ilmu, dakwah dan jihad, bukan sibuk
mengumpulkan harta benda dan kekayaan.
Sepanjang hidupnya dia fakir dan merasa cukup dengan apa yang telah
Allah berikan daripada sifat qana'ah dan ridha dengan kehidupan yang
seadanya, dia selalu memberikan apa yang ia mampu bagi para tamu dan
tentaranya, dia membiayai tentaranya seolah-olah tidak takut miskin, dia
mendahulukan kepentingan saudara-saudara seimannya atas dirinya sendiri,
sehingga semboyannya adalah (kami tidak bakhil dengan apa yang ada, dan
tidak pula merasa sedih dengan apa yang hilang).
LIMA
ENAM