Anda di halaman 1dari 277

BAB IV

KETURUNAN ABDURAHMAN AS-


SAQQAF BIN MUHAMMAD MAULA
AL-DAWILAH

Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf lahir


di Tarim. Beliau tumbuh dan belajar
ilmu di Tarim, Gail, Aden dan daerah
lainnya serta membagi waktunya
antara Tarim, Syibam, Du’an, Barum
dan Aden.
Ibunya bernama Aisyah binti
Abibakar bin Ahmad bin Muhammad
al-faqih al-muqaddam yang
dikuburkan di Qasam.

Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf


adalah seorang penghimpun ilmu-
ilmu aqli dan naqli yang dipelajarinya
dari syaikh Muhammad bin Alwi bin
Ahmad bin Muhammad al-faqih al-
muqaddam, syaikh Ali bin Salim at-
Tarimi, syaikh Ali bin Said Basolib,
syaikh Abdullah bin Thohir ad-duani,
Abubakar Ba’abad asy-syibami. Di
antara gurunya yang terakhir ini,
beliau berkesempatan untuk
mengunjunginya setiap tahun.
Sedangkan murid-muridnya adalah
anak-anaknya, sayid Muhammad bin
Hasan Jamalullail, Abdurrahman bin
Muhammad Khatib dan anaknya
syaikh Muhammad bin
Abdurrahman Khatib, Ahmad bin
Umar shahib masof, Saad bin Ali
Madihij, Abdurrahman bin Ali Khatib,
Abdullah bin Muhammad Basarahil,
Abdullah bin Ahmad al-Amudi dan
lainnya yang tersebar di penjuru
Hadramaut.

Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf


adalah seorang mursyid,
membangun masjid dan
mewakafkannya, mengeluarkan
infaq untuk kaum lemah, janda dan
anak yatim setiap hari.
Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf
adalah seorang pemimpin para wali
al-arifin, seorang waliyullah yang
menguasai ilmu ketuhan yang
sempurna, beliau seorang ahli
mujahadah, bahkan tidak tidur pulas
selama tiga puluh tiga tahun. Ketika
ditanya sebabnya, Syaikh
Abdurrahman As-Saqqaf menjawab :
Bagaimana aku dapat tidur pulas,
bila aku miring ke kanan aku melihat
surga dan bila aku miring ke kiri aku
melihat neraka.
Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf
membaca alquran dalam sehari
semalam delapan kali khatam,
empat kali khatam di waktu malam
hari dan empat kali khatam di waktu
siang hari. Pada siang hari beliau dua
kali khatam alquran antara waktu
subuh dan zuhur, satu kali khatam
antara waktu zuhur dan ashar yang
dibacanya dalam dua rakaat shalat
dan satu kali khatam yang dibacanya
setelah waktu ashar. Beliau sering
beribadah di sisi makam nabi Hud as
sampai berbulan-bulan hanya
dengan memakan segenggam roti
setiap harinya. Tempat beliau
beribadah tersebut masih
terpelihara sampai sekarang.
Para wali dan kaum ulama solihin
memberikan penghormatan kepada
beliau dan mereka menyaksikan
bahwa pada zamannya tidak ada
satu orang pun yang dapat melebihi
kedudukan beliau dari segala sisi.
Mereka juga berkata bahwa anak-
anak beliau adalah para wali quthub
yang agung.

Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf


sering membaca kitab al-wajiz dan
al-muhazzab, dan hampir saja beliau
hafal isi kitab tersebut. Beliau
membaca kitab tersebut kepada
gurunya al-allamah Muhammad bin
Alwi bin Ahmad bin Muhammad al-
faqih al-muqaddam. Beliau pergi ke
Gail dan membaca kitab Ihya
Ulumuddin, ar-risalah, al-awarif
kepada al-faqih Muhammad bin
Saad Basyahil dan syaikh
Muhammad bin Abibakar Ba’abad.
Kemudian beliau pergi ke Aden
untuk belajar kepada al-qadhi
Muhammad bin Said Kaban tentang
ilmu nahwu dan shorof serta ilmu-
ilmu bahasa Arab lainnya. Beliau juga
sangat menguasai ilmu usul, ma’ani,
bayan, tafsir, hadits, sehingga
mengangkat martabat beliau sebagai
seorang guru besar dan ahli ibadah
di zamannya. Di samping itu beliau
berziarah dan shalat di masjid yang
berada di seluruh Tarim pada setiap
malamnya.

Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf telah


mencapai derajat kaum ahli hakikat,
beliau telah dipakaikan khirqah yang
membentengi dirinya dari tipuan
dunia, Allah swt telah
menghilangkan sifat cinta dunia dan
sifat tercela dari hatinya, sebaliknya
Allah swt menggantinya dengan
sifat-sifat yang terpuji dan
kesungguhan dalam mengerjakan
amalan-amalan hati. Beliau juga
seorang petani kurma yang berhasil
di Tarim dan Mispalah. Setiap
menancapkan satu batang pohon
kurma ke tanah, beliau membacakan
surat Yasin sampai batang kurma
yang akan ditanam habis.

Syaikh Abdurrahman As-Saqqaf


wafat pada hari Kamis tanggal dua
puluh tiga Sya’ban tahun 819 hijriyah
dan dimakamkan pada hari Jum’at
pagi.
Di antara kata-kata mutiaranya :
. Obatnya hati adalah tidak
tergantung pada makhluq
. Barangsiapa yang tidak mempunyai
wirid, maka ia seperti kirid (monyet).
. Barangsiapa yang tidak menelaah
dan mempelajari kiyab Ihya, maka ia
tidak mempunyai rasa malu.
.Semua manusia membutuhkan
ilmu, ilmu membutuhkan amal, amal
membutuhkan akal, akal
membutuhkan taufik, dan taufik
adalah pemberian Allah swt. Setiap
ilmu tanpa diamalkan adalah batil,
setiap ilmu dan amal tanpa iman,
akan naik mengawang-awang tidak
sampai pada tujuannya. Setiap ilmu,
amal dan iman tanpa mengetahui
cara untuk mengerjakannya akan
ditolak. Setiap ilmu, amal, iman dan
cara mengerjakannya tanpa sifat
wara’, maka ia akan merugi.
. Barangsiapa tidak membaca kitab
al-muhazzab, maka ia tidak
mengenal kaidah-kaidah madzhab.
KETURUNAN ABDURAHMAN AS-
SAQQAF

Abdurahman As-Saqqaf bin


Muhammad Maula al-Dawilah

Yang pertama kali digelari As-Saqqaf


ialah waliyullah al-Muqaddam al-
Tsani al-Imam Abdurahman bin
Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali
bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-
Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau
sebagai pengayom para wali pada
zamannya agar terhindar dari
perkara bid’ah. Para ulama ahli
hakikat dan para wali yang bijaksana
menamakan beliau ‘As-Saqqaf’,
karena beliau menutup hal
keadaannya dari penduduk di
zamannya. Beliau sangat benci
dengan kesohoran. Ketinggian
derajat beliau dari para wali di
zamannya bagaikan kedudukan atap
bagi rumah.

Abdurahman As-Saqqaf ialah


waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-
Arif al-Rabbani al-Imam Abdurahman
bin Muhammad Maula al-Dawilah.
Beliau dilahirkan di kota Tarim,
dikarunia 13 anak lelaki, dan 7 orang
meneruskan keturunannya : Abu
Bakar As-Sakran, Alwi, Ali, Aqil,
Abdullah, Husein dan Ibrahim.

Abdurahman As-Saqqaf mempunyai


7 orang anak perempuan:
1. Maryam (saudara kandung syaikh
Abu Bakar As-Sakran / ibu Abi Bakar
bin Muhammad al-Jufri)
2. Fathimah (saudara kandung
syech / ibu Muhammad bin Ahmad
bin Hasan al-Wara')
3. Bahiyah (saudara kandung Hasan
bin Abdurahman As-Saqqaf)
4. Asma' (saudara kandung Husein
bin Abdurahman As-Saqqaf)
5. Aisyah (ibu Abdurahman bin
Abdullah bin Alwi Maula Dawilah)
6. Alwiyah (ibu Maryam binti Umar,
saudara Abu Bakar al-Jufri)
7. Alwiyah (al-Sughro)

Sedangkan anak laki-laki dari Syaikh


Abdurahman As-Saqqaf berjumlah
13 orang, yaitu:
1. Syaikh Ahmad (wafat di Tarim
tahun 829 H)
2. Syaikh Muhammad (wafat di
Tarim tahun 826 H) ibunya Bahiyah
bt. Ali bin Abdullah Ba'alawi
3. Syaikh Abu Bakar As-Sakran
(wafat di Tarim tahun 821 H)
4. Syaikh Umar Muhdhar (wafat di
Tarim tahun 833 H)
5. Syaikh Ali (wafat di Tarim tahun
840 H)
6. Syaikh Alwi (wafat di Tarim tahun
826 H)
7. Syaikh Abdullah (wafat di Tarim
tahun 857 H) ibunya Aisyah bt. yahya
Qatin
8. Syaikh Syech (wafat di Tarim
tahun 837 H)
9. Syaikh Aqil (wafat tahun 871 H)
10. Syaikh Ja'far (wafat tahun 829 H)
ibunya Maryam bt. Salim al-Khudaily
11. Syaikh Hasan (wafat tahun 830
H)
12. Syaikh Ibrahim (wafat tahun 875
H) ibunya Uwaisyah bt. Abdillah
13. Syaikh Husein (wafat tahun 892
H) ibunya Fulanah bt. Ba'abid

Dari ketiga belas anak laki-laki Syaikh


Abdurahman As-Saqqaf, 6 orang
keturunannya terputus yaitu:
1. Syaikh Umar Muhdhar (wafat
ketika sujud pada shalat dzuhur,
pada tahun 833 H)
2. Syaikh Muhammad
3. Syaikh Ahmad
4. Syaikh Ja'far, anak lakinya
bernama Abdullah (keturunannya
terputus)
5. Syaikh Hasan mempunyai seorang
anak perempuan.
6. Syaikh Syech (tidak kawin)

Waliyullah Abdurahman As-Saqqaf


wafat di Tarim tahun 819 H.
Umar al-Muhdhar bin Abdurahman
As-Saqqaf

Syaikh Umar Muhdahr bin


Abdurrahman Assegaf lahir di Tarim.

Beliau dibesarkan dalam ketaatan


kepada Allah swt dan dididik dalam
asuhan ayahnya, maha guru kaum
shalihin, al-arif rabbani, hafal
alqur’an dan kitab Minhaj al-Thalibin
seperti beliau hafal surat al-fatihah
yang ia pelajari dari ayah dan
gurunya. Beliau mempunyai daya
hafal yang luar bias maka jika ia
disodori kitab maka kitab tersebut
dihafalnya dalam jangka waktu yang
cepat.
Selain kepada ayahnya,beliau belajar
fikih kepada Syaikh Abu Bakar bin
Muhammad Bafadhal. Kepada
gurunya tersebut beliau mempelajari
kitab Minjah, Tanbieh, Ihya dan
Tafsir yang hampir saja beliau
menghafal kitab-kitab tersebut.
Khusus ilmu batin beliau belajar
kepada ayahnya.
Syaikh Umar Muhdhar seorang yang
banyak bermujahadah,riyadhoh
dalam amal-amal soleh,
meninggalkan kesenangan dan
kenikmatan,sedikit makan malam
maupun siang,bahkan beliau tidak
makan kurma selama tiga puluh
tahun. Beliau berkata : “Kurma dapat
menimbulkan nafsu syahwat, karena
itu aku melarang diriku sendiri untuk
makan kurma’. Beliau menunaikan
ibadah haji ke baitullah selama
empat puluh hari perjalanan tanpa
merasakan makanan dan air, akan
tetapi kekuatannya tidak
berkurang dan tidak merasa lelah
dalam perjalanan tersebut. Beliau
pernah tinggal di sisi makam nabi
Hud as selama selama satu bulan
tidak makan kecuali hanya beberapa
ekor ikan. Seperti saudaranya
Abubakar assakran, beliau juga
menguasai ilmu-ilmu tentang
ketuhanan dan alam malakut serta
rahasia alam gaib. Keadaan tersebut
mulai diketahui sejak ayahnya masih
hidup. Maka ayahnya berkata,’ Kami
temukan pada Umar sesuatu yang
membuat kami mengetahui bahwa
ia termasuk golongan auliya’ Allah.’
Beliau dapat membaca lafadz al-
Tatief dalam satu nafas sebanyak
seribu kali, begitu juga lafadz al-
hafidz.
Murid-murid Syaikh Umar Muhdhar
yang utama diantaranya syaikh
Abdullah Alaydrus dan saudaranya
syaikh Ali bin Abibakar assakran,
syaikh Ahmad bin Abibakar, syaikh
Ahmad bin Umar bin Ali bin Umar
bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih
al-Muqaddam, sayid Husein bin al-
Faqih Ahmad bin Alwi, sayid
Muhammad bin Abdullah bin Ali, al-
Faqih Muhammad bin Ali Bazaqfam,
syaikh Abubakar bin Abi Qubail.

Pada zamannya, tidak ada satu


orangpun yang dapat melebihi
keutamaannya. Al-allamah
Muhammad bin Ali al-khirrid
berkata,’Saya mendengar ayahku
berkata : Sesungguhnya pada diri
syaikh Umar Muhdahr terpelihara
delapan puluh macam karamah’.
Berkata syaikh Abdullah
Alaydrus,’Suatu hari saya mendengar
syaikh Umar berkata, jika
dikumpulkan semua keluarga
Ba’alawi yang ada dan ditimbang,
maka timbangan tersebut sama
dengan timbangan saya seorang diri.
Berkata Sulthonah az-Zubaidiyah,’
Saya melihat syaikh Umar Muhdhar
bin Abdurrahman Assegaf di suatu
qubah dari cahaya yang naik menuju
langit dan semua auliya’ berada di
bawahnya, sedangkan ia di atasnya
seperti bintang.’

Waliyullah Umar al-Muhdhar bin


Abdurahman As-Saqqaf tidak
mempunyai anak laki-laki, hanya
mempunayi 4 orang anak
perempuan yaitu :
1. Aisyah (ibu Abi Bakar al-Adeni)
2. Fathimah (istri Syaikh Ali bin Abu
Bakar As-Sakran)
3. Maryam (ibu Abdullah bin Alwi bin
Muhammad bin As-Saqqaf)
4. Alwiyah (ibu Abdullah al-Ghibary)
Syaikh Umar Muhdhar wafat ketika
sedang sujud pada shalat dzuhur hari
Senin tanggal dua belas Dzulqoidah
tahun 833 hijriyah dan dimakamkan
di Tarim.

Muhammad bin Abdurahman As-


Saqqaf

Syaikh Muhammad bin Abdurahman


As-Saqqaf, anak-anak perempuanya:
1. Zainab al-Kubro
2. Zainab al-Sughro (ibu keluarga
Muhammad bin Ali Jahdab)
3. Alwiyah (ibu Hamdun bin Ali)
4. Maryam (ibu Ali bin Ahmad
Babirik)
anak laki-lakinya:
1. Alwi (keturunannya terputus)
2. Abdullah (kakek dari Muhammad
Imam Mesjid As-Saqqaf)

Ahmad bin Abdurahman As-Saqqaf

Syaikh Ahmad bin Abdurahman As-


Saqqaf, anak-anaknya:
1. Fathimah (ibu Muhammad
Salithoh bin Abdurahman)
2. Aisyah (ibu Muhammad bin Abd.
Rahman bin Hasan alwara')
3. Alwiyah (ibu Ali bin Abdurahman
bin Ali bin As-Saqqaf)
4. Bahiyah (ibu dari anak perempuan
Alwi bin Ahmad Ba'umar)
5. Fulanah (Ummu al-Kubro)

Ibrahim bin Abdurahman As-Saqqaf

Syaikh Ibrahim bin Abdurahman As-


Saqqaf, wafat di Tarim tahun 875 H.
Beliau dikaruniai 5 orang anak laki
dan hanya 3 orang yang meneruskan
keturunannya, yaitu:
1. Ismail
2. Abu Bakar al-Baiti (wafat di Tarim
tahun 905 H, keluarganya di India,
Jawa Du'an dan Makkah)
3. Abdurahman (keturunannya al-
Kuraisyah)

Ismail bin Ibrahim bin Abdurahman


As-Saqqaf, mempunyai 2 anak laki,
bernama:
a. Alwi (keturunan di Syihir)
b. Syech (wafat di Sihir tahun 950 H),
Syech bin Ismail bin Ibrahim bin
Abdurahman As-Saqqaf mempunyai
3 orang anak laki:
1) Abu Bakar bin Syech
(keturunannya di Sihir, Wahath)
2) Ibrahim (keturunannya di Sihir,
Siak dan Jawa)
3) Abdurahman (keturunannya di
Dais, India, Jawa, Umman, Sihir
diantaranya al-Ahmad bin Umar)

KELUARGA AL-BAYTI
Mereka keturunan Waliyullah Abu
Bakar Al-Bayti bin Ibrahim bin
Abdurrahman As-Saqqaf dilahirkan
di kota Tarim.
Dikaruniai 3 orang anak lelaki
bernama : Ibrahim, Ahmad dan
Ismail.
Keluarga Al-Ghazali adalah qabilah
dari keluarga al-Bayti yang bermarga
kepada Abu Bakar al-Bayti bin
Ibrahim bin Abdurahman As-Saqqaf
Dan yang pertama kali diberi gelar
al-Ghazali ialah Ahmad bin
Muhammad al-Masyhur bin
Abdullah bin Salim bin Abdullah.
Ayah beliau memberi gelar dengan
gelar ini karena berharap agar
puteranya menjadi seperti Imam al-
Ghazali walaupun hanya untuk
sebagian ilmu dan amalnya.

Abdullah bin Abdurahman As-


Saqqaf

Syaikh Abdullah bin Abdurahman


As-Saqqaf, wafat di Tarim tahun 857
H. Beliau dikaruniai 13 orang anak
laki, bernama:
1. Husein (anaknya Ali dan Abdullah)
2. Abdul Qadir
3. Abdul Wahab keturunannya
terputus.
4. Umar
5. Ahmad
6. Muhammad Hamdun
7. Alwi (kakek al-Maknun di Gail,
Surat, Sihir)
8. Syech,
9. Abdullah
10. Ibrahim
11. Hasan
12. Abu Bakar Basyumailah
13. Abdurahman

KELUARGA AL-IBRAHIM

Mereka keturunan Al-Ibrahim bin


Abdullah bin Abdurahman As-
Saqqaf

Sebab dinamakan al-Ibrahim karena


nama tersebut dinisbahkan kepada
nama kakeknya.
Ibrahim merupakan nama Ibrani
seperti Ismail, Ishaq, Ya’kub dan
Yusuf, yang kemudian nama tersebut
dimasukkan ke dalam bahasa Arab.

Ibrahim bin Abdullah bin


Abdurahman As-Saqqaf mempunyai
2 orang anak:
a. Ahmad al-Kailad, keturunannya di
India.
b. Abdurahman al-Qari,
keturunannya di Suum, Mispalah
(disebut juga al-Ibrahim)
KELUARGA BAHASAN FAQIS

Keluarga Bahasan Faqis, yaitu


keturunan Hasan bin Abdullah bin
Abdurahman As-Saqqaf

Hasan bin Abdullah bin Abdurahman


As-Saqqaf, mempunyai 4 orang anak
laki, yaitu:
a. Muhammad keturunannya di
Habasyah, Qalb.
b. Aqil
c. Alwi (kakek al-Bahasan al-Thowil
di Hadidah)
d. Abdullah (kakek al-Bahasan al-
Faqis bin Muhammad bin Abdullah
bin Hasan, diantaranya al-Hasyim di
Tarim, Gurfah, Seiwun, Jawa)

KELUARGA BASYUMILAH

Basyumailah bernasab kepada


waliyullah Abu Bakar Basyumailah
bin Abdullah bin Abdurahman As-
Saqqaf.
Pada zamannya tersebar berita
bahwa beliau telah mendapatkan
karomah dari Allah swt. Beliau
adalah seorang yang hidupnya selalu
dalam kesulitan dan hidup sebagai
seorang zahid. Dalam perjalanannya
menuju Mekkah untuk menunaikan
ibadah haji, beliau ketinggalan kapal
yang akan dinaikinya, timbullah rasa
sedih dan sesal pada dirinya karena
khawatir tidak dapat menunaikan
ibadah haji, sedangkan yang ada
pada dirinya hanya sehelai selimut
(syamilah), lalu waliyullah Abu Bakar
menghamparkan syamilahnya di tepi
pantai lalu naik ke atasnya, maka
meluncurlah selimut itu dengan
cepat hingga mendahului kapal yang
meninggalkannya. Kejadian tersebut
disaksikan oleh orang ramai, maka
sejak itu beliau dinamakan dengan
Basyumailah.

Waliyullah Abu Bakar Basymilah lahir


di kota Tarim , dikarunia 2 orang
anak lelaki yaitu :
a. Ahmad (wafat tahun 916 H.
Keturunannya di Habasyah, Buus)
b. Abdullah al-Ahdab (wafat tahun
910 H. Keturunannya di Yaman)
Waliyullah Abu Bakar Basymilah
wafat di kota Tarim tahun 843 H.

Abdurahman bin Abdullah bin


Abdurahman As-Saqqaf

Abdurahman bin Abdullah bin


Abdurahman As-Saqqaf (wafat di
Tarim tahun 880 H), ayah dari Salim
bin Abdurahman bin Abdullah bin
Abdurahman As-Saqqaf.

Salim bin Abdurahman bin Abdullah


bin Abdurahman As-Saqqaf, wafat
di Tarim tahun 944, mempunyai 6
orang anak laki, bernama:
1. Alwi keturunannya terputus.
2. Abdurahman
3. Husein bin Salim, keturunannya di
Sawahil dan Madinah.
4. Syech bin Salim, keturunannya di
Muza', Yaman. Wafat tahun 978 H.
5. Al-Aqil bin Salim,
6. Al-Syaich Abi Bakar bin Salim

KELUARGA AL-AQIL

Mereka keturunan Waliyullah Al-


Aqil bin Salim bin Abdurahman bin
Abdullah bin Abdurahman As-
Saqqaf, mempunyai 5 orang anak
laki:
1). Salim (tidak disebutkan adanya
keturunan beliau)
2). Syaichon (keturunannya di
Amman, Jawa, Mukalla, India)
3). Muhammad
4). Zein,
5). Syaikh Abdurahman, yang dikenal
dengan al-Atthas.

Muhammad bin Aqil bin Salim bin


Abdurahman bin Abdullah bin
Abdurahman As-Saqqaf,
keturunannya:
a) Aal-Aqil bin Salim di Lisik.
b) Aal-Aqil bin Idrus di Surabaya dan
Aden.
Zein bin Aqil bin Salim bin
Abdurahman bin Abdullah bin
Abdurahman As-Saqqaf,
keturunannya:
a) Aal-Alwi bin Abdurahman di Lisik,
Sawahil, Jawa.
b). Aal-Salim bin Aqil di Lisik dan
Jawa
c). Aal-Umar bin Aqil di Madinah.

KELUARGA AL-ATTHAS

al-Atthas adalah keturunan


waliyullah Abdurrahman al-Atthas
bin Al-Aqil bin Salim bin
Abdurrahman bin Abdullah bin
Abdurrahman As-Saqqaf.

Menurut Habib Ali bin Hasan al-Attas


(shohib al-Mashad) dalam kitabnya
al-Qirthos Fi Manaqib al-Habib Umar
bin Abdurahman al-Attas
mengatakan bahwa pemberian gelar
al-Attas dikarenakan keramatnya,
yaitu bersin dalam perut ibunya
seraya mengucapkan Alhamdulillah,
yang mana perkataan tersebut
didengar oleh ibunya.
Bersin bahasa Arabnya athasa dan
orang yang bersin disebut al-
Aththas.
Syaikh Muhammad bin Ahmad
Bamasymus al-Amudi berkata:
‘Tidak ada al-Idrus kecuali Abdullah
dan tidak ada al-Attas kecuali
Umar’.

Waliyullah Abdurahman al-Atthas


bin Aqil bin Salim dilahirkan di kota
Lisik.

Syaikh Abdurahman al-Atthas


mempunyai lima orang anak laki,
bernama:
1. Soleh keturunannya terputus
2. Syech
3. Abdullah (keturunannya di Yafi')
4. Aqil (keturunannya di Huraidhoh,
Wadi Amud, Nair, Zahir Du'an,
Hadun, Jubail, Wadi Hamim dekat
Mukalla, Bihan, Makkah, Yaman,
Rahah)
5. Umar (sohib al-ratib al-Atthas)
wafat tahun 1072,
Diantaranya melanjutkan keturunan
Syaikh Abdurahman al-Atthas, yaitu ;
1. Abdullah, keturunannya berada di
Yafi’ (Hadramaut )
2. Aqil, keturunannya al-Attas al-Aqil
(Khuraidhoh)
3. Umar (Sohibur Ratib)
keturunannya sebagian besar berada
di Indonesia.

Umar (sohib al-ratib) bin


Abdurahman al-Atthas wafat tahun
1072, mempunyai sembilan orang
anak laki:
a. Syech
b. Syech
c. Syech keturunannya terputus.
d. Muhsin
e. Ali
f. Husein (wafat tahun 1139 H),
g. Salim (wafat tahun 1087 H,
h. Abdurahman (wafat tahun 1116
H, keturunannya di Luhrum, Jawa,
India)
i. Abdullah (wafat tahun 1150 H,
keturunannya di Amud, Inaq,
Jadfaroh Luhrum. Jawa, Bihan, Sihir).

Yang menruskan keturunan Umar


(sohib al-ratib al-Atthas) hanya 4
orang, yaitu :
a. Husein al-Attas , menurunkan
keturunan al-Attas yang disebut al-
Muchsin, al-Hamzah, al-Ahmad, al-
Thalib, al-Umar, al-Hasan, al-Ali, al-
Abdullah.
b. Salim, keturunannya berada di
Khuraidhoh, Jubail, India,
Pekalongan, Penang dan Katiwar.
c. Abdullah, keturunannya berada di
Amud, Inaq, Jadfaroh, Luhrum, Jawa
dan di Bihan (Syihir).
d. Abdurrahman, keturunannya di
Khuraidhoh, Luhrum, Jawa dan India.

Waliyullah Abdurrahman al-Atthas


bin Aqil bin Salim wafat di kota
Huraidhoh.
Husein bin Umar (sohib al-ratib) bin
Abdurahman al-Atthas wafat tahun
1139 H, mempunyai 8 orang anak
laki:
1. Muhsin (wafat tahun 1143 H)
2. Hamzah (wafat tahun 1211 H,
keturunannya di Khuraibah, Jawa)
3. Ahmad (wafat tahun 1110 H,
keturunannya di Hijir, Khuraidhah,
India, Bihan, Jawa, Malaysia)
4. Tholib (wafat tahun 1210 H,
keturunannya di Khuraidhoh, Jawa)
5. Hasan (wafat tahun 1151 H,
keturunannya di Khuraidhoh, India,
Jawa, Makkah)
6. Umar (keturunannya di Jawa)
7. Ali (wafat tahun 1156 H,
keturunannya di Khuraidhoh)
8. Abdullah (wafat tahun 1150,
keturunannya di Khuraidhoh,
Masyhad, Jawa).
Syaich bin Abdullah bin
Abdurahman As-Saqqaf

Syech bin Abdullah bin Abdurahman


As-Saqqaf berputra :
1. Muhammad, menurunkan
keluarga Aal-Soleh al-Mahjub
2. Abdullah.
3. Umar
Syech bin Abdullah bin Abdurahman
As-Saqqaf, kakek dari:
1. Aal-Dhoif di Qasam, terputus
keturunannya
2. Aal-Syech bin Umar bin Syech bin
Abdullah di Makkah
3. Aal-Abi Bakar bin Muhammad
Basyamilah di Zhufar.
4. Aal-Soleh al-Mahjub di
Banjarmasin, Tarim.
5. Aal-Fakhir di Palembang.
6. Aal-Bin Syaichon
7. Aal-Bin Ubbad di Qasam
9. Abdullah

Abdullah bin Syech bin Abdullah bin


Abdurahman As-Saqqaf mempunyai
dua orang anak:
a. Syech (keturunannya di Dasinah,
Bir Saaduddin)
b. Aqil al-Suudi

Aqil al-Suudi bin Abdullah bin Syech


bin Abdullah bin Abdurahman As-
Saqqaf, kakek dari:
1). Aal al-Suudi di Qasam, Baidho',
Yafi', Umman, Jawa.
2). Aal Bin Ibrahim di Tarim, Qasam.

KELUARGA AL-SOLEH AL-MAHJUB

Mereka keturunan Ali Al-Sholeh al-


Mahjub bin Abu Bakar bin Sholeh
bin Abdullah bin Ibrahim bin
Muhammad bin Syaich bin Abdullah
bin Abdurahman As-Saqqaf

Waliyullah Ali Al-Sholeh al-Mahjub


bin Abu Bakar bin Sholeh lahir di
kota Tarim, dikaruniai seorang anak
laki bernama Abdullah yang
menurunkan al-Mahjub di Indonesia
(sebagian besar ada di Banjarmasin).
Beliau wafat di tarim pada tahun
1151 hijriyah.
Alwi bin Abdurahman As-Saqqaf

Syaikh Alwi bin Abdurahman As-


Saqqaf, wafat tahun 826 H. Beliau
dikaruniai 3 orang anak laki,
bernama:
1. Ali, keturunannya sedikit dan
terputus
2. Abdurahman
3. Ahmad Shohib Maryamah.

SHAHIB MARYAMAH

Yang pertama kali dijuluki Shahib


Maryamah ialah waliyullah Ahmad
Shahib Maryamah bin Alwi bin
Abdurahman As-Saqqaf.
Gelar yang disandang, dikarenakan
beliau tinggal di Maryamah suatu
kota yang terletak dekat Seiwun.
Ahmad Shohib Maryamah, wafat di
Tarim. Beliau mempunyai seorang
anak laki yaitu Umar, (keturunannya
di Dasinah),

Umar bin Ahmad Shohib Maryamah


mempunyai anak bernama Ahmad
Al-Maknun.

KELUARGA AL-MAKNUN

Yang pertama kali dijuluki al-Maknun


ialah waliyullah Ahmad al-Maknun
bin Umar bin Ahmad Shahib
Maryamah bin Alwi bin
Abdurahman As-Saqqaf.
Gelar yang disandang, karena beliau
tinggal di Maknun nama sebuah
tempat yang dikenal di Hadramaut.

Ahmad Al-Maknun bin Umar bin


Ahmad Shohib Maryamah,
mempunyai dua orang anak
1) Ali (keluarga al-Qaisiyah di
Seiwun, Jawa dan al-Mualim Abduh
di Seiwun dan Semarang)
2) Abdurahman
Abdurahman bin Ahmad Al-Maknun
bin Umar, mempunyai 3 orang anak:
a) Syech (keturunannya di Huthoh
Az-Zubaidi)
b) Alwi (keturunannya di India, Jufal
dan Seiwun)
c) Ahmad Syarif, wafat di Maryamah
dan dimakamkan di Tarim.
Keturunannya al-Abdurahman bin
Saqqaf, As-Saqqaf di Seiwun dan al-
Muhammad bin Ahmad di Surabaya)
Ali bin Abdurahman As-Saqqaf

Syaikh Ali bin Abdurahman As-


Saqqaf, wafat di Tarim tahun 840 H.
Beliau dikaruniai tiga orang anak laki,
bernama:
1. Abdurahman keturunannya sedikit
dan terputus.
2. Ahmad
3. Muhammad
Muhammad bin Ali bin Abdurahman
As-Saqqaf, mempunyai dua orang
anak laki, bernama:
1. Abdullah (keturunannya di
Mukalla, Yaman)
2. Abdurahman al-Mualim

Abdurahman al-Mualim, mempunyai


dua orang anak, yaitu:
1. Ali (kakek keluarga Saqraan di
Tarim, Zili')
2. Umar al-Shafi
KELUARGA AL-SHAFI AS-SAQQAF

Al-Shafi As-Saqqaf adalah keturunan


waliyullah Umar al-Shafi bin
Abdurahman al-Mualim bin
Muhammad bin Ali bin Abdurahman
As-Saqqaf.
Pemberian gelar al-Shofi karena
beliau mempunyai kejernihan hati
dan pikiran, kebersihan perasaan,
kelembutan tabiat.
Waliyullah Umar al-Shafi wafat di
kota Tarim
Umar al-Shafi bin Abdurahman al-
Mualim, mempunyai dua orang anak
laki:
1. Muhammad (keturunannya
keluarga al-Shafi dan al-Usman di
Tarim, India, Siak, Pontianak, Jawa)
2. Toha, wafat di Seiwun tahun 1007
H, mempunyai seorang anak
bernama: Umar, wafat di Seiwun
tahun 1052 H (dalam umur 63
tahun),

KELUARGA AT-THAHA
At-Thaha adalah keturunan
waliyullah Thaha bin Umar al-Shafi
As-Saqqaf dan juga keturunan
cucunya al-Habib Thaha bin Umar
bin Thaha bin Umar al-Shafi As-
Saqqaf.
Thaha adalah salah satu nama
Rasulullah saw. Mereka menamakan
dengan Thaha karena bertabarruk
kepada Rasullah saw.

Toha bin Umar al-Shafi As-Saqqaf,


wafat di Seiwun tahun 1007 H,
mempunyai seorang anak bernama:
Umar.
Umar bin Toha bin Umar al-Shafi As-
Saqqaf, wafat di Seiwun tahun 1052
H (dalam umur 63 tahun), anaknya:
1. Abdurahman (kakek Aal-Toha bin
Syech, Seiwun)
2. Toha, wafat di Seiwun tahun 1063,

Toha bin Umar bin Toha bin Umar


al-Shafi As-Saqqaf, wafat di Seiwun
tahun 1063, anaknya bernama
Umar.

Umar bin Toha bin Umar bin Toha


bin Umar al-Shafi As-Saqqaf, beliau
dikaruniai seorang anak bernama
Muhammad (wafat di Seiwun tahun
1147 H.)

Muhammad bin Umar bin Toha bin


Umar bin Toha bin Umar al-Shafi As-
Saqqaf, mempunyai tiga orang anak,
yaitu:
(a) Abdullah (keturunannya di
Seiwun, Singapura)
(b) Alwi (keturunannya di Seiwun,
Jawa)
(c) Saqqaf (keturunannya di Seiwun,
wafat tahun 1195 H, anaknya Alwi
bin Saqqaf dan Umar bin Saqqaf)
Keturunan Umar bin Saqqaf bin
Muhammad bin Umar bin Toha bin
Umar bin Toha bin Umar al-Shafi As-
Saqqaf diantaranya adalah Al
Allamah Arifbillah Al Quthub Al
Habib Abdul Qadir bin Ahmad As-
Saqqaf (Al Quthub, Jeddah).

Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad As-


Saqqaf dilahirkan di Seiwun, Yaman
oleh seorang wanita mulia berdarah
suci, Syarifah Alwiyah binti Ahmad
bin Muhammad Al Jufri pada bulan
Jumadil Akhir tahun 1331 H.
Nama Abdul Qadir ini adalah
pemberian dari Yang Mulia Al
Allamah Arifbillah Al Imam Al Habib
Ali bin Muhammad Al Habsyi (Shahib
Simthuddurar).
Diantara keistimewaan beliau saat
bayi adalah, setiap satu jam sekali
beliau dibangunkan oleh ayahnya,
dan dituntun membaca Syahadat,
sehingga kalimat pertama yang
keluar dari mulut beliau ketika beliau
mulai berbicara, adalah kalimat
Syahadat.
Habib Abdul Qadir masih berusia 25
tahun ketika ayahnya wafat.
Ayahnya itu wafat pada hari Sabtu
sore, tanggal 4 Muharram 1357 H
setelah menunaikan shalat Ashar.
Sedangkan ibundanya wafat pada
tanggal 29 Rajab 1378 H, bertepatan
dengan wafatnya Al Allamah
Arifbillah Al Musnid Al Habib Salim
bin Hafidh BSA (kakek Habib Umar
bin Hafidh BSA).
Pertama kali beliau belajar kepada
ayahandanya, hingga pada usia dini
beliau telah memahami dasar-dasar
agama. Beliau kemudian
melanjutkan belajarnya ke Ulmah
Thoha, sebuah Rubath yang didirikan
datuknya, Habib Thoha bin Umar As-
Saqqaf di Seiwun. Guru beliau ketika
belajar di Rubath Ulmah Thoha
adalah Syaikh Thoha bin Abdullah
Bahmid. Setelah itu beliau belajar Al
Quran dan Qiraah Sab’ah kepada
Syaikh Hasan bin Abdullah Baraja di
Madrasah Nahdhatul Ilmiyyah,
sehingga beliau mampu menguasai
dan menghafal keduanya. Karena
keistimewaan beliau dibanding
murid-murid lain, dalam waktu
singkat beliau telah diangkat oleh
gurunya untuk menjadi staff
pengajar di Madrasah Nahdhatul
Ilmiyyah.
Keadaan negeri Yaman yang kala itu
dikuasai oleh Komunis memaksa
beliau dan beberapa ulama lainnya
hijrah. Pertama kali beliau hijrah ke
Aden pada tahun 1393 H. Disana
beliau disambut dengan hangat dan
diminta untuk membuka majelis ilmu
disana. Setelah dari Aden, beliau
bertolak menuju Singapura, dan
disana pun beliau disambut dengan
suka cita serta membuka majelis-
majelis ilmu.
Pada bulan Juli 1974 M (1393 H),
beliau singgah di Jakarta dan
mengunjungi beberapa ulama besar
disana, diantaranya kepada Al
Allamah Arifbillah Al Habib Ali bin
Abdurrahman Al Habsyi (Habib Ali
Kwitang).
Dari Jakarta kemudian menuju
Surabaya, disana pun beliau
berziarah kepada ulama-ulama dan
mendirikan majelis ilmu.
Pada tahun yang sama, beliau
terbang menuju Arab Saudi. Disana
beliau memperdalam ilmu agama
kepada ulama-ulama, diantaranya
kepada Mufti Maliki saat itu,
manusia mulia guru yang sangat
dicintainya, saking cintanya beliau
kepada gurunya itu, sampai-sampai
beliau menggubah sebuah Qashidah
untuk menyanjungnya, guru mulia
tersebut adalah Al Allamah Arifbillah
Shahibul Fatawa Al Imam Assayyid
Alwi bin Abdul Aziz Al Maliki Al
Hasani, ayah dari Abuya Maliki.
Kemudian beliau menetap di kota
Jeddah hingga akhir hayatnya. Selain
kepada ulama-ulama diatas, Habib
Abdul Qadir juga belajar kepada
ulama-ulama besar di zamannya,
diantaranya kepada :
1. Habib Umar bin Hamid As-Saqqaf
2. Habib Umar bin Abdul Qadir As-
Saqqaf
3. Habib Abdullah bin Idrus Alaydrus
4. Habib Abdullah bin Alwi Al Habsyi
5. Habib Husain bin Abdullah Al
Habsyi
6. Habib Abdu Baari bin Syaikh
Alaydrus
7. Habib Muhammad bin Hadi As-
Saqqaf
8. Habib Abdullah bin Umar As-
Saqqaf
9. Habib Hasan bin Ismail BSA
10. Habib Hamid bin Alwi Al Baar
Adapun diantara murid-murid beliau
yang termasyhur adalah :
1. Sayyid Muhammad bin Alwi Al
Maliki Al Hasani
2. Habib Zain bin Ibrahim Bin-
Sumaith
3. Habib Salim bin Abdullah Asy
Syahthiri (Sulthanul Ulama)
4. Habib Umar bin Hafidh BSA
5. Habib Abu Bakar Al Adani bin Ali
Al Masyhur
6. Habib Abu Bakar bin Hasan Al
Attas
7. Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri

Demikian Habib Abdul Qadir


menghabiskan seluruh hidupnya
untuk menyebarkan benih ilmu dan
akhlak datuknya, Rasulullah SAW ke
seluruh penjuru dunia. Hingga pada
saat Allah menghendaki yang
dikehendaki-Nya, wajah dunia
mendadak muram pada Shubuh hari
Ahad, tanggal 19 Rabiul Akhir 1431 H
(4 April 2010 M), ketika beliau yang
agung wafat menghadap Allah dan
Rasul-Nya. Beliau wafat dalam
usianya 100 tahun. Jenazah beliau
dimakamkan di Jannatul Ma’ala
setelah shalat Isya.
KELUARGA BAHUSEIN

Keluarga Bahusein adalah keturunan


Waliyullah Husein al-Bahsein bin al-
Syaikh Abdurahman As-Saqqaf
dilahirkan di Tarim, dikaruniai enam
orang anak lelaki, yaitu :
1. Umar
2. Muhammad keturunannya sedikit
dan terputus
3. Sulaiman
4. Ahmad, kakek Ahmad bin Husein
al-Karbi. Keturunanya di Tarim, India.
5. Ali al-Maki,
6. Abdurahman

Waliyullah Husein al-Bahsein wafat


di Tarim tahun 896 H.
Yang meneruskan keturunan Husein
bin al-Syaikh Abdurahman As-
Saqqaf tiga orang, yaitu:
1. Abdurahman, menurunkan
keturunan leluhur al-Bahsein dan al-
Musawa
2. Ahmad al-Karbiy Bahusein, yang
menurunkan keturunan leluhur al-
Karbiy
3. Ali Makki, menurunkan keturunan
leluhur Muhammad al-Zaitun al-
Bahusein.

Abdurahman bin Husein al-Bahsein,


kakek dari:
a. Muhammad bin Abdullah bin
Abdurahman di Asia, Sihir.
b. Ahmad Musawa bin Abdurahman
bin Abdullah bin Abdurahman di
Wadi Amud, Lihij dan Jawa.

Ali al-Maki bin Husein al-Bahsein,


kakek dari:
a. Muhammad al-Ziyun
b. Abdullah bin Ahmad bin Husein
bin Ali (keturunannya di Baijapur)
c. Aal-Alwi bin Ahmad (diantaranya
al-Bahusain di Jawa, Siak,
Kalimantan)
KELUARGA AL-MUSAWA BAHUSEIN

Al-Musawa adalah keturunan


Waliyullah Ahmad Al-Musawa
Bahusein bin Abdurahman bin
Abdullah bin Abdurahman bin
Husein al-Bahsein bin Abdurahman
As-Saqqaf dilahirkan di Tarim,
dikaruniai 4 orang anak lelaki, dua
diantaranya :
a. Husein, keturunannya berada di
Lahij Yaman.
b. Abdullah, keturunannya di
Indonesia ( kota Semarang ).
Waliyullah Ahmad Al-Musawa
Bahusein bin Abdurahman wafat di
Tarim tahun 965 Hijriah.

KELUARGA BA'AQIL

Ba’aqil adalah keturunan waliyullah


Aqil bin Abdurrahman As-Saqqaf.
Waliyullah Aqil bin Abdurrahman
As-Saqqaf dilahirkan di kota Tarim.
Dikarunia 1 orang anak lelaki yang
bernama Abdurrahman Ba’aqil.

Abdurrahman Ba’aqil bin Aqil bin


Abdurrahman As-Saqqaf dikarunia 3
orang anak lelaki :
1. Hasan, (wafat tahun 957 H,
keluarganya di Hamra')
2. Muhammad al-Mualim Ba’aqil
Hasan dan Muhammad menurunkan
keturunan al-Ba’aqil al-Seqqaf
3. Umar, menurunkan keturunan al-
Ba’aqil (Abdullah & Abdurahman).
Waliyullah ‘Aqil bin Abdurrahman
As-Saqqaf wafat tahun 871 H di kota
Tarim.

Muhammad al-Mualim Ba'aqil,


keturunannya di Jufah, Du'an, Jawa,
diantaranya
1. As-Saqqaf bin Husein (Jawa,
Pekalongan)
2. Aal-Toha bin Umar (Lisik, Jawa)
3. Umar, wafat tahun 967 H.

Umar bin Muhammad al-Mualim


Ba'aqil, Dikaruniai dua orang anak,
bernama:
1. Abdullah (keluarganya al-Ba'aqil di
Qaidun, India, Jawa)
2. Abdurahman

Abdurahman bin Umar bin


Muhammad al-Mualim Ba'aqil,
keturunannya:
1. Aal-Ahmad bin Abi Bakar (Qaidun)
2. Aal-Husein bin Toha (Syibam,
San'a, Lisik, Makkah, Jawa)
3. Aal-Idrus bin Ahmad (Madinah,
Yaman List, Jawa).
KETURUNAN ABU BAKAR AS-SAKRAN
BIN ABDURAHMAN AS-SAQQAF

Syaikh Abu Bakar As-Sakran lahir di


Tarim. Beliau dibesarkan dan dididik
dalam rumah kemuliaan, ketaqwaan
dan ilmu. Beliau seorang yang hafal
alquran dan menamatkannya pada
setiap pagi hari. Imam Abubakar
merupakan kesayangan ayah dan
saudara-saudaranya.
Waliyullah Abu Bakar As-Sakran bin
Abdurahman As-Saqqaf digelari
dengan As-Sakran, karena beliau
mabuk dengan cintanya kepada
Allah swt.
Beliau dinamakan As-Sakran karena
jika sedang beribadah kepada Allah
swt melupakan segala aktivitas
lainnya tenggelam dalam suasana
dzikir kepada Allah swt.

Berkata saudara beliau syaikh


Ahmad bin Abdurrahman Assegaf,
‘Saya melihat mahkota guru besar
berada di atas kepala saudaraku
Abibakar’. Syaikh Umar Muhdahr
berkata, ‘Jika keluarga Abdurrahman
Assegaf diberi suatu kemuliaan maka
cukuplah saudaraku Abubakar
merupakan kemuliaan itu’.

Syaikh Abu Bakar As-Sakran berkata,


‘Derajatku sama dengan kakekku
Muhammad bin Ali al-Faqih al-
Muqaddam yang mempunyai
maqam auliya’. Beliau berkata pula,
‘Kakekku Ali bin Alwi telah member
dua keistimewaan kepadaku,
pertama aku mempunyai anak
bernama Abdullah dan kedua aku
mengetahui segala sesuatu yang
berada antara Arasy dan Poros
bumi’.

Syaikh Abu Bakar As-Sakran adalah


seorang yang sangat takut kepada
Allah swt, beliau pernah menyendiri
mengasingkan diri dari keramaian
selama sebelas bulan tidak tidur baik
malam maupun siang. Beliau dapat
menyaksikan ka’bah dan apa yang
ada di sekitarnya dari kota Tarim.
Beliau seorang yang selalu
tenggelam dalam dzikir dan doa
kepada Allah swt, bertawassul
kepada para auliya’ dan selalu
bersikap khusnu dzhon, banyak
mendoakan anak-anaknya.

Syaikh Ali bin Abibakar As-Sakran


dalam kitabnya al-Barkah al-
Musyiqah menyatakan, …beliau
adalah salah satu wali besar ahli
ma’rifah yang sempurna dalam jalan
kefakiran, pemaaf dan penyantun,
tempat mengalirnya ilmu-ilmu
syariah tanpa bisa dibendung,
mempunyai kedudukan yang agung,
suka berkhalwat.
Pada suatu hari seorang lelaki ingin
meminang seorang wanita, syaikh
Abubakar berkata, ‘lelaki ini tidak
akan menikah dengan wanita
tersebut, akan tetapi ia akan
menikah dengan ibu wanita
tersebut. Kejadian tersebut terbukti
dengan cerainya ibu wanita itu
dengan suaminya dan kawin dengan
lelaki yang meminang anak gadisnya.

Waliyullah Abu Bakar As-Sakran


dikarunia lima orang anak laki, yaitu :
Muhammad al-akbar, Hasan,
Abdullah, Ali, dan Ahmad.

Anak perempuannya Syaikh Abu


Bakar As-Sakran :
1. Bahiyah
2. Fathimah
3. Maryam (ibu Salim bin
Muhammad Bahasan)
4. Alwiyah (ibu Fathimah bt Ali bin
Muhammad al-Ahmar)
5. Aisyah (ibu Muhammad al-Kaf bin
Ahmad Kuraikarih)
6. Khadijah
7. Zainab (wafat ketika masih kecil)
Anak laki-lakinya:
a. Muhammad al-Akbar (tidak punya
keturunan)
b. Hasan (tidak punya keturunan)
c. Syaikh Abdullah Al-Aydrus, ibunya
adalah Maryam bt Ahmad bin
Muhammad Barasyid
d. Syaikh Ali
e. Syaikh Ahmad

Dari ketiga anaknya yang bernama


Abdullah, Ali dan Ahmad
menurunkan keluarga al-Aydrus,
Syahabuddin, al-Masyhur, al-Hadi,
al-Wahath, al-Munawar.
Waliyullah Abu bakar As-Sakran
wafat di Tarim tahun 821 Hijriyah
KETURUNAN ABDULLAH AL-AYDRUS
BIN ABU BAKAR AS-SAKRAN

Syaikh Abdullah Al-Aydrus bin Abu


Bakar As-Sakran lahir di Tarim pada
tanggal sepuluh Dzulhijjah tahun 811
hijriyah. Kakeknya Abdurrahman As-
Saqqaf merasa senang dengan
kelahirannya dan berkata : Dia
adalah seorang sufi dan gelarnya Al-
Aydrus.

Pada masa kecilnya, Syaikh Abdullah


Al-Aydrus selalu dipanggil oleh
datuknya Waliyullah Abdurrahman
As-Saqqaf dengan julukan Utayrus.
Al-Aydrus berasal dari kata Utayrus
yang dalam bahasa Indonesia berarti
bersifat seperti Macan atau Singa.
Tidak diragukan lagi bahwa Singa
adalah raja hutan dan Aidrus adalah
pemimpin para wali di zamannya.

Al-Aydrus adalah gelar auliya dan


nama seorang ahli sufi besar. Beliau
pemimpin para sufi di zamannya,
sesuai dengan doa ayahnya yang
meminta kepada Allah dalam
khalwatnya agar memberinya
keturunan yang soleh dan berbakti,
mempunyai derajat dan nama besar.

Kakeknya, Abdurrahman As-Saqqaf


wafat ketika ia berusia delapan
tahun dan selanjutnya beliau dididik
oleh ayahnya dengan didikan yang
sempurna. Ketika berusia enam
belas tahun ayahnya pun wafat dan
selanjutnya beliau didik oleh
pamannya syaikh Umar Muhdhar
dan menikahkan dengan anak
perempuannya. Pamannya selalu
mengajarkan jalan para ulama
solihin dan memakaikannya pakaian
sufi.
Syaikh Abdullah Al-Aydrus berkata :
Saya diajari oleh pamanku tentang
rahasia nama-nama Allah dan saya
belajar pula kepadanya ilmu-ilmu
hitungan.

Beliau belajar alquran kepada syaikh


Muhammad bin Umar Ba’alawi,
belajar fiqih kepada al-faqih Saad bin
Ubaidillah bin Abi Ubad, syaikh
Abdullah Baharawah, al-Faqih
Abdullah Bagushair, al-Faqih Ali bin
Muhammad Abi Ammar.
Syaikh Abdullah Al-Aydrus mulai
bermujahadah ketika berusia tujuh
tahun, beliau juga pernah berpuasa
selama tujuh tahun berturut-turut
dan berbuka hanya dengan tujuh
butir kurma, tidak makan apapun
selain itu. Beliau berkata : Pada
awalnya aku menelaah kitab-kitab
fiqih dan mendorong aku untuk
bermujahadah dengan
memperbanyak lapar. Beliau pernah
lebih dua puluh tahun sedikit tidur
baik malam maupun siang, sehingga
derajat beliau menjadi syaikhul
akbar, beliau selalu menutup diri
dari ketenaran.
Murid-murid Syaikh Abdullah Al-
Aydrus di antaranya saudaranya
sendiri syiakh Ali bin Abi Bakar
Sakran, syaikh Umar bin
Abdurrahman shahibul hamra,
syaikh Abdullah bin Ahmad Baaktsir,
sayid Ahmad Qasam bin Ali Syaibah,
syaikh Muhammad bin Ali al-Afif al-
Hamdani al-Hajrani.

Syaikh Abdullah Al-Aydrus selalu


melazimkan membaca kitab ihya
ulumuddin dan hampir saja beliau
hafal kitab tersebut serta
menganjurkan kepada murid dan
sahabatnya untuk membaca dan
mengkajinya. Sebaliknya beliau
melarang sahabatnya untuk
mengkaji kitab Futuhatul Makiyah
dan beliau memerintahkan untuk
berkhusnuzhon saja kepada syaikh
Muhyidin Ibnu Arabi bahwa beliau
adalah salah satu auliya’ Allah.

Syaikh Abdullah Al-Aydrus


menginfaqkan hartanya untuk kaum
fuqara dan masakin, sangat
tawadhu’ terhadap kaum faqir
miskin, tegas terhadap para
penguasa sehingga para raja cinta
dan tunduk kepadanya, lembut
perkataannya. Kitab yang dibaca
antara lain Tanbih, Minhaj, Khulasoh.
Dalam ilmu tauhid dan hakikat,
beliau pernah berkata dengan
perkataan yang lembut : Jika aku
ingin, aku dapat menafsirkan huruf
alif hingga seratus jilid, tapi itu tidak
aku lakukan. Beliau mengarang kitab
al-Kibrit al-Ahmar dan mensyarahkan
qsidah yang dikarang oleh pamannya
syaikh Umar Muhdhar.

Syaikh Abdullah Al-Aydrus wafat


pada hari Minggu sebelum waktu
zawal tanggal dua belas ramadhan
tahun 865 hijriyah.
KETURUNAN ABDULLAH AL-AYDRUS

Al-Aydrus adalah keturunan


Abdullah Al-Aydrus bin Abu Bakar
As-Sakran

Anak perempuannya Abdullah Al-


Aydrus :
1. Ruqayah
2. Khadijah (ibu Abdurahman bin
Umar bin Syaikh Ali)
3. Kultsum (ibu dari sebagian anak-
anak Muhammad bin Syaikh Ali)
4. Talkhah
5. Bahiyah (istri Umar bin Abu Bakar
al-Jufri)

Dikaruniai 5 orang anak lelaki : Abu


Bakar al-Adeni (wafat tahun 914 H),
Muhammad, Alwi, Syech dan Husein.

Dari kelima anak lelaki hanya 3 yang


meneruskan keturunan beliau yaitu :
1. Alwi, yang menurunkan keturunan
al-Aydrus : al-Ahmad al-Muhtaji.
Keturunannya berada di Bor, di
Syam, di Dhafar (Hadramaut) dan di
Jawa.
2. Husein, menurunkan keturunan
al-Aydrus : al-Umar bin Zain, al-
Ismail, al-Hazem, al-Tsiby, al-
Ma’igab (menurunkan : Ahmad
Syarim, Hasan bin Abdullah, Abbas
bin Abdullah, Waliyullah Keramat
Luar Batang Habib Husein bin Abu
Bakar bin Abdullah bin Husein bi Ali
bin Muhammad bin Ahmad bin
Husein bin Abdullah Al-Aydrus, Luar
Batang Jakarta)
3. Syaich (wafat di Tarim tahun 919
H), menurunkan keturunan al-
Aydrus: al-Shalabiyah dan Ali Zainal
Abidin.

Waliyullah Abdullah Al-Aydrus bin


Abi Bakar Sakran wafat pada tanggal
12 Ramadhan 865 H di perjalanan
antara Syihir dan Tarim (Hadramaut).

KELUARGA AL-ADENI

Yang pertama kali digelari al-Adani


atau al-Adeni ialah waliyullah al-
Quthub Abu Bakar al-Adeni bin
Abdullah al-Aydrus
Soal gelar yang disandang karena
beliau meninggalkan tempat
kelahirannya, kota Tarim berhijrah
ke kota Aden di Yaman Selatan dan
sampai akhirnya beliau bermukim di
kota Aden tersebut karenanya beliau
di juluki al-Adani.
Waliyullah al-Quthub Abu Bakar bin
Adullah al-Aydrus begitu pertama
kali memasuki kota Aden, maka
turun hujan susu di kota Aden
tersebut.
Waliyullah al-Quthub Abu Bakar Al-
Adeni bin Abdullah al-Aydrus
dilahirkan di kota Tarim.

Anak perempuannya:
1. Fathimah,
2. Muznah (ibu Fathimah bt.
Abdullah bin Alwi Alaydrus)
3. Fulanah.

Beliau dikarunia seorang anak


bernama Ahmad al-Musawa (ibunya
Bahiyah bt. Syaikh Ali).
Ahmad dan kedua anaknya Aqil dan
Muhammad tidak mempunyai
keturunan.

Waliyullah Abu bakar al-Adeni wafat


tahun 914 H di kota Aden.

Keturunan Syaich bin Abdullah Al-


Aydrus
Syech bin Abdullah Alaydrus (wafat
di Tarim tahun 919 H) hanya
mempunyai seorang anak laki yaitu:
Abdullah (wafat tahun 944 H)

Abdullah bin Syech bin Abdullah


Alaydrus mempunyai anak:
a. Muhammad
b. Abu Bakar (tidak punya
keturunan)
c. Husein (Husein), ia adalah kakek
dari keluarga al-Sholaibiyah di Hindi,
diantaranya al-Alamah Sayid Ali bin
Abdullah Sohib 'Surot', wafat tahun
1131 H. Keturunannya berada di
Tarim (1307 H) diantaranya Hasan
bin Alwi al-Sholaibiyah. Dan
keturunannya yang lain berada di
Tsuwairi, Jawa dan Thaif. Selain
keluarga al-Shulaibiyah, Husein juga
kakek darim keluarga Abdurahman
bin Alwi bin Muhammad di
Habasyah.
d. Syech (Shohib Ahmad Abad, wafat
tahun 990 H),
f. .Zainal Abidin bin Abdullah,
mempunyai anak bernama Ali,
menjadi Raja Kesultanan Pahang,
Terengganu & Johor serta Riau dan
Selangor dari sebelah cundanya
Tengku Mandak).
Raja selanjutnya ialah Tun Habib
Abdul Majid ibni Maharaja Sri Diraja
Ali bin Zainal Abidin

Syech (Shohib Ahmad Abad) bin


Abdullah bin Syech bin Abdullah
Alaydrus mempunyai anak:
1. Ahmad shohib Buruj (tidak ada
keturunan)
2. Abdul Qadir (dikenal dengan
Ahmad Abad, wafat th 1034 H)
3. Abdullah, keluarganya di Tarim,
wafat ketika sujud pada shalat Ashar
malam Jum'at tahun 1019 H,
Abdullah bin Syech (Shohib Ahmad
Abad) mempunyai 3 orang anak laki:
1. al-Alamah Muhammad (wafat di
Surot tahun 1031 H, keturunannya di
Surot)
2. al-Alamah Syech (wafat di Deccan
tahun 1041 H), mempunyai 2 orang
anak laki:
A. Abdullah (wafat di Rubat Zubaidi
tahun 1090 H)
B. Abdullah (wafat di Sihir tahun
1076 H), mempunyai 6 anak laki:
(i). Syech (tidak disebutkan
mempunyai keturunan)
(ii). Husein (keluarganya di Soir)
(iii). Ahmad (keluarganya di dekat
Surot)

Zainal Abidin (al-Naqib al-Saadah)


bin Abdullah bin Syech bin Abdullah
Al-Aydrus, wafat tahun 1041 H,
mempunyai 4 orang anak laki, 3
(tiga) diantaranya terputus
keturunannya. Sedangkan 1 (satu)
orang anaknya yang mempunyai
keturunan bernama Mustofa.
Mustofa bin Zainal Abidin (al-Naqib
al-Saadah), mempunyai 5 orang anak
laki, yaitu:
a. al-Allamah Zainal Abidin (murid
Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad)
b. Ja'far Shodiq keturunannya
terputus
c. Abdurahman
d. Abdullah
e. Syech

Syech bin Mustofa bin Zainal Abidin


(al-Naqib al-Saadah) mempunyai 4
orang anak laki:
1. Shadiq (keturunannya terputus)
2. Ahmad (keturunannya di Tanah
Melayu)
3. Idrus (keturunannya di Tarim)
4. Mustofa (keturunannya di Tarim,
diantaranya anaknya yang bernama
Abdurahman bin Mustofa, Keluarga
Muhammad, Keluarga Zain di
Trengganu dan Jawa).

KELUARGA AL-SHULAIBIYAH
Datuk Al-Shulaibiyah ialah Waliyullah
Ahmad Al-Shulaibiyah bin Husein
bin Abdullah bin Syaich bin Abdullah
al-Aydrus.

Gelar yang disandang Ahmad Al-


Shulaibiyah bin Husein berhubungan
dengan jalur ibunya. al-Syarifah
Aisyah binti Abi Bakar bin Abdullah
Basyamilah adalah yang pertama
digelari dengan al-Shulaibiyah.
Selanjutnya gelar tersebut melekat
kepada puterinya Alwiyah binti
Abdullah bin Alwi Bajahdab dan
kepada cucunya Fathimah isteri dari
al-Habib Husein, maka gelar al-
Shulaibiyah pun melekat kepada al-
Habib Husein dan keturunannya.

Al-Shulaibiyah berasal dari kata "al-


Sholaba' yang mempunyai arti
"teguh".
Al-Syarifah Aisyah binti Abi Bakar
bin Abdullah Basyamilah diberi gelar
tersebut karena mempunyai
pendirian yang teguh terutama
dalam menjalankan ajaran agama
Islam.

Waliyullah Ahmad al-Shalabiyah lahir


di kota Tarim, dikaruniai 7 orang
anak lelaki yaitu : Abu Bakar al-Hindi
dan Abdullah (keturunannya berada
di India), Ali, Muhammad,
Abdurahman, Husein dan Syaich
(keturunannya sebagian besar
berada di Indonesia).

Waliyullah Ahmad al-Shalabiyyah


wafat di Tarim tahun 1028 H.

KELUARGA Al-BANJARI
Syaikh Muhammad Arsyad Al
Banjari bin Abdullah

Beberapa penulis biografi Syekh


Muhammad Arsyad al-Banjari,
antara lain Mufti Kerajaan Indragiri
Abdurrahman Siddiq berpendapat
bahwa ia adalah keturunan
Alawiyyin melalui jalur Sultan
Abdurrasyid Mindanao.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari


atau yang biasa disebut Datu
Kalampayan lahir di Lok Gabang,
Martapura, Kalimantan Selatan pada
tanggal 15 Safar 1122 H/19 Maret
1710 M. Seorang ulama besar yang
sangat berpengaruh dalam
perkembangan Islam di Kalimantan.
Beliau tokoh yang gigih dalam
mempertahankan aliran
Ahlussunnah Wal Jama’ah dan
bermazhab Fiqih Syafi’i. Beliau
penasehat atau mufti Kesultanan
Banjar dan penulis yang produktif.

Jalur nasabnya ialah Maulana


Muhammad Arsyad Al Banjari bin
Abdullah bin Tuan Penghulu Abu
Bakar bin Sultan Abdurrasyid
Mindanao bin Abdullah bin Abu
Bakar Al Hindi bin Ahmad Al-
Shulaibiyah bin Husein bin Abdullah
bin Syaich bin Abdullah Al-Aydrus

Sejak dilahirkan, Muhammad Arsyad


melewatkan masa kecil di desa
kelahirannya Lok Gabang ,
Martapura. Sebagaimana anak-anak
pada umumnya, Muhammad Arsyad
bergaul dan bermain dengan teman-
temannya. Namun pada diri
Muhammad Arsyad sudah terlihat
kecerdasannya melebihi dari teman-
temannya. Begitu pula akhlak budi
pekertinya yang halus dan sangat
menyukai keindahan. Di antara
kepandaiannya adalah seni melukis
dan seni tulis. Sehingga siapa saja
yang melihat hasil lukisannya akan
kagum dan terpukau. Pada saat
Sultan Tahlilullah sedang bekunjung
ke kampung Lok Gabang, sultan
melihat hasil lukisan Muhammad
Arsyad yang masih berumur 7 tahun.
Terkesan akan kejadian itu, maka
Sultan meminta pada orang tuanya
agar anak tersebut sebaiknya tinggal
di istana untuk belajar bersama
dengan anak-anak dan cucu Sultan.
Di istana, Muhammad Arsyad
tumbuh menjadi anak yang
berakhlak mulia, ramah, penurut,
dan hormat kepada yang lebih tua.
Seluruh penghuni istana
menyayanginya dengan kasih
sayang. Sultan sangat
memperhatikan pendidikan
Muhammad Arsyad, karena sultan
mengharapkan Muhammad Arsyad
kelak menjadi pemimpin yang alim.

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari


masuk lingkungan istana Banjar pada
usia 7-8 tahun. Latar belakang
keluarganya tidak begitu jelas.
Tradisi lisan menyebut, waku iu
beliau sudah mampu membaca Al-
Qur’an dengan sempurna. Sultan
tahlilulah terkesan oleh
kecerdaasnnya. Sultan sendirilah
yang minta kepada orang tua Syekh
Arsyad agar anak itu didik di istana
bersama anak-anak dan cucu-cucu
kerajaan. Sultan pula yang
menikahkan beliau dengan seorang
perempuan bernama Bajut. Hanya,
ketika isteri beliau megadung, Syekh
Arsyad minta dikirim belajar ke
Mekkah atas biaya negara. Kabarnya
bekas pondikannya di kampung
Syami’ah, Mekkah, masih dipelihara
oleh seorang syekh yng juga berasal
dari Banjarmasin.
Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad
mengaji kepada masyaikh terkemuka
pada masa itu. Di antara guru dia
adalah Syekh ‘Athaillah bin Ahmad
al-Mishry , al-Faqih Syekh
Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi
dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad
bin Abdul Karim al-Samman al-
Hasani al-Madani .

Syekh yang disebutkan terakhir


adalah guru Muhammad Arsyad di
bidang tasawuf, dimana di bawah
bimbingannyalah Muhammad
Arsyad melakukan suluk dan
khalwat, sehingga mendapat ijazah
darinya dengan kedudukan sebagai
khalifah.

Selain itu guru-guru Muhammad


Arsyad yang lain seperti Syekh
Ahmad bin Abdul Mun'im ad
Damanhuri , Syekh Muhammad
Murtadha bin Muhammad az Zabidi,
Syekh Hasan bin Ahmad al Yamani,
Syekh Salm bin Abdullah al Basri,
Syekh Shiddiq bin Umar Khan, Syekh
Abdullah bin Hijazi asy Syarqawy,
Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz
al Maghrabi, Syekh Abdurrahamn bin
Sulaiman al Ahdal, Syekh
Abdurrahman bin Abdul Mubin al
Fathani, Syekh Abdul Gani bin
Muhammad Hilal, Syekh Abis as
Sandi, Syekh Abdul Wahab at
Thantawy, Syekh Abdullah Mirghani,
Syekh Muhammad bin Ahmad al
Jauhari, dan Syekh Muhammad Zain
bin Faqih Jalaludin Aceh.

Selama menuntut ilmu di sana,


Syekh Muhammad Arsyad menjalin
persahabatan dengan sesama
penuntut ilmu seperti Syekh
Abdussamad al-Falimbani , Syekh
Abdurrahman Misri al-Jawi, dan
Syekh Abdul Wahab Bugis sehingga
mereka dikenal sebagai Empat
Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu) .

Selama di Haramain, Syekh


Muhammad Arsyad al-Banjari selalu
melakukan kontak dengan tanah air,
sehingga beliau banyak mengetahui
perembangan yang terjadi di
Nusantara.
Dengan demikian, beliau tidak
kehilangan informasi yang terjadi di
tanah air beliau. Beliau baru kembali
ke tanah air setelah menetap di
Mekkah selama 30 tahun dan di
Madinah selama 5 tahun. Tepatnya
beliau kembali ke Martapura pada
tahun1186 Hijriah bartepatan pada
tahun 1773 Masehi.
Sekitar 30 tahun beliau belajar di
sana. Dimasa akhir-akhir studinya ia
diberi izin mengajar di Masjidil
Haram, selain memberi fatwa. Salah
satu persoalan yang pernah
dikemukakan kepadanya, apakah
Sultan Banjar berhak menghukm
orang yang tidak melaksanakan
Shalat Jum’at dengan pembayaran
denda kepada Sultan. Itu lalu dimuat
dalam kitab Fatawa, karangan
gurunya, Syekh Sulaiman Kurdi.
Sebelum pulang ke tanah air,1773,
beliau sempat beberapa tahun
pindah belajar ke Madinah, antara
lain kepada Ibrahim Az-Zam-Zam,
yang mengajari ilmu falak, yang
kelak menjadi salah satu bidang
keahliannya.
Syekh tidak langsung ke Martapura.
Beliau mampir ke Batavia dua bulan
atas permintaan Abdurrahman al-
Misri. Di sini beliau antara lain
membetulkan arah kiblat beberapa
masjid. Di mihrab Masjid Jembatan
Lima, misalnya tertera catatand
dalam bahasa Arab bahwa arah
kiblat masjid itu diputar kekanan
sekitar 25 derajat oleh Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari.
Di Martapura Syekh disambut
meriah oleh Sultan Tamjidullah. Ikut
pula bersama Syekh Abdul Wahab
Bugis, kawan di Mekkah dulu yang ia
kawinkan dengan putrinya yang in
absentia, Syarifah namanya. Hanya
saja di tanah air ternyata Syarifah
menikah dengan Usman, bahkan, ia
sudah punya anak. Yang
menikahkannya adalah sultan
sendiri, selaku wali hakim. Pasa
tempatnya masing-masing, kedua
perkawinan itu menjadi sah. Tapi,
bagaimana Syekh Arsyad mengambil
keputusan hukum.
Sungguh unik. Beliau memeriksa saat
terjadi perkawinan itu berdasarkan
keahliannya dalam ilmu falak dan
mengingat perbedaan waktu antara
Martapura dan Mekkah. Hasilnya
menunjukkan bahwa pernikahan
yang di Mekkah berlangsung hanya
beberapa saat sebelum yang di
Martapura. Atas dasar ini,
pernikahan Syarifah dengan Usman
diputuskan. Abdul Wahab ditetapkan
sebagai suami Syarifah.
Demikian cerita rakyat. Tidak
seorangpun dianggap berdosa.
Malahan kelak Syekh Arsyad
mengangkat cucunya yang dari
perkawinan Syarifah-Usman sebagai
Mufti pertama Kesultanan Banjar.
Selanjutnya posisi ini selalu diduduki
keturunan Syekh Arsyad.
Beliau sendiri, meski penasehat
sultan, tidak tinggal dilingkungan
istana. Beliau menempati tanah
kosong di pinggiran kota, yangmana
beliau telah memagari terlebih
dahulu sebelum di dakamnya
dibangun pemukiman. Sampai
sekarang desa ini disebut Dalam
Pagar. Di daerah transmigrasi beliau
bersama menantunya menggali
saluran air baru untuk irigasi.
Sehingga kampung di daerah itu
berkembang menjadi delapan buah.
Salah satunya dinamakan Sungai
Tuan, sebagai peringatan atas jasa
syekh.

Beliau wafat pada bulan Syawal,


bertepatan pada tanggal 13 Oktober
1812 M pada usia 102 tahun. Beliau
wafat di daerah Kesultanan Banjar
dan dimakamkan di Kalampayan,
Martapura, Kalimantan Selatan.

Adapun kitab karangan beliau yaitu


Sabilul Muhtadin lit-Tafaquh fi
Amriddin yang artinya menurut
beliau sendiri adalah Jalan Segala
Mereka yang Beroleh Petunjuk bagi
yang Menghasilkan Fiqih pada
Pekerjaan Agama. Sampai sekarang
kitab ini masih bisa dijumpai di toko-
toko kitab. Judul itu sendiri dijadikan
nama Masjid Agung Banjarmasin.
Adapun untuk ilmu bathin beliau
meulis kitab Kanzul Ma’rifah yang
artinya Gudang Pengetahuan.

Syekh Muhammad Arsyad menerima


tarekat Samaniyah dari as-Samani
dan beliau dianggap sebagai ulama
yang paling bertanggug jawab atas
tersebarnya tarekat Samaniyah di
Kalimantan.

Beberapa kitab serta risalah lainnya,


di antaranya ialah:
1) Kitab Ushuluddin yang biasa
disebut Kitab Sifat Dua Puluh,
2) Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu
kitab yang membahas soal-soal
itikad serta perbuatan yang sesat.
3) Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab
tentang wanita serta tertib suami-
isteri,
4) Kitabul Fara-idl, yaitu kitab
tentang hukum pembagian warisan.
5) Kitab an-Nikah, yaitu kitab
tentang nikah.

Abah Guru Sekumpul Kyai Haji


Muhammad Zaini Abdul Ghani

Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul


Ghani atau Syaikhuna al-Alim al-
Allamah Muhammad Zaini bin al-
Arif billah Abdul Ghani bin Abdul
Manaf bin Muhammad Seman bin
Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin
al-Mufti Muhammad Khalid bin al-
Alim al-Allamah al-Khalifah
Hasanuddin bin Syaikh Muhammad
Arsyad al-Banjari bin Abdullah bin
Tuan Penghulu Abu Bakar bin Sultan
Abdurrasyid (Mindanao) bin
Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin
Ahmad Al-Shulaibiyah bin Husein
bin Abdullah bin Syaich bin Abdullah
Al-Aydrus

Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul


Ghani bergelar Al Alimul Allamah Al
Arif Billaah Albahrul Ulum Al Waliy
Qutb As Syeekh Al Mukarram
Maulana (biasa dipanggil Abah Guru
Sekumpul atau Tuan Guru Ijai).
Beliau adalah ulama sufi termasyhur,
juga sosok Wali Allah kharismatik
Martapura, Kalimantan Selatan, yang
menyatukan syari’at, tarekat dan
hakikat dalam dirinya.
Beliau lebih dikenal dengan sebutan
Guru Ijai atau Guru Sekumpul, dan
juga salah seorang ulama yang
mempopulerkan Simthud Durar atau
Maulid Habsyi di Kalimantan Selatan.
Pada zamannya Guru Ijai adalah
satu-satunya ulama Kalimantan, atau
mungkin di Indonesia, yang
mendapat otoritas untuk
mengijazahkan Tarekat Samaniyyah
yang didirikan oleh SYEKH
MUHAMMAD SAMAN.

Masa kecil dan pendidikan

Zaini Abdul Ghani atau Guru Ijai lahir


pada 11 Februari 1942 (27
Muharram 1361 H) di Kampung
Tunggul Irang Seberang, Martapura.
Beliau masih keturunan dari ulama
besar Syekh ARSYAD AL-BANJARI. Di
masa kecilnya beliau memiliki
keistimewaan yakni tak pernah
mengalami “mimpi basah” (ihtilam).
Pendidikan pertamanya diberikan
oleh kedua orang tuanya, Haji Abdul
Ghani dan Hajah Masliah binti Haji
Mulya, dan oleh neneknya, Hajah
Salbiyah. Bersama neneknya inilah
beliau suka sekali membaca al-
Qur’an. Pada usia tujuh tahun beliau
masuk madrasah di Kampung
Keraton, Martapura. Pada masa kecil
ini beliau belajar al-Qur’an pertama
kali kepada Guru Hasan. Orang
tuanya, yang tergolong orang
sederhana, selalu membekalinya
sebotol minyak untuk diberikan
kepada gurunya ini. Sejak usia 10
tahun Guru Ijai telah dikaruniai
kassyaf hissi, yakni mampu melihat
dan mendengar apa-apa yang
tersembunyi atau hal-hal ghaib. Pada
usia 14 tahun beliau dikaruniai futuh
(pencerahan spiritual) saat membaca
sebuah tafsir al-Qur’an. Pada masa
remaja ini pula beliau mengalami
perjumpaan spiritual dengan
Sayyidina Hasan dan Husain, cucu
Rasulullah. Kedua cucu Rasulullah ini
masing-masing membawa pakaian
dan mengenakannya langsung
kepada beliau lengkap dengan
sorbannya.
Beliau melanjutkan pendidikannya
ke Pesantren Datu Kalampian Bangil,
Jawa Timur, kepada Kyai Sarwani
Abdan yang juga berasal dari
Martapura. Di sini beliau selain
mendapat pendidikan syariat juga
mendalami ilmu spiritual.
Selanjutnya beliau berguru kepada
Syekh Falaq di Bogor. Selain kepada
kedua ulama ini, beliau juga
mendalami syariat dan tarekat
kepada Syekh Muhammad Yasin
Padang di Mekah, Syekh Hasan
Masysyath, Syekh Isma’il Yamani,
Syekh Abdul Qadir al-Baar, Syekh
Sayyid Muhammad Amin Kutby,
Allamah Ali Junaidi (Berau) ibn
Jamaluddin ibn Muhammad Arsyad.
Atas petunjuk Syekh Ali Junaidi,
beliau kemudian belajar kepada
Syekh Fadhil Muhammad (Guru
Gadung). Kepada Guru Gadung ini
Guru Ijai belajar tentang ajaran Nur
Muhammad. Beliau juga mendapat
ijazah Maulid Simthud Durar dari
sahabat karibnya, Habib Anis ibn
Alwi ibn Ali al-Habsyi dari Solo, Jawa
Tengah.

Beliau sempat menjadi pengajar di


Pesantren Darussalam Martapura
selama lima tahun, kemudian
membuka pengajian di rumahnya
sendiri pada 1970-an, di dampingi
oleh seorang kyai terkenal yakni
Guru Salman Bujang (Guru Salman
Mulya). Pengajian dimulai setiap hari
Kamis petang hingga malam Jum’at.
Pada 1988 beliau pindah ke
Kampung Sekumpul, membuka
kompleks perumahan ar-Raudhah
atau Dalam Regol. Sejak itu
kewibawaan dan kharismanya
memancar luas – murid-muridnya
dan tamu-tamunya berdatangan dari
berbagai daerah, bahkan dari negeri
jiran seperti Malaysia, Singapura dan
Brunei. Sebagian datang untuk
berguru, sebagian mencari
barakahnya, dan sebagian ingin
berbaiat Tarekat Samaniyyah. Juga
beberapa tokoh nasional
menyempatkan diri
mengunjunginya, seperti Gus Dur.

Pengaruh kehidupan keluarga

Gemblengan ayah dan bimbingan


intensif pamannya semenjak kecil
betul-betul tertanam. Semenjak kecil
ia sudah menunjukkan sifat mulia;
penyabar, ridha, pemurah, dan kasih
sayang terhadap siapa saja. Kasih
sayang yang ditanamkan dan juga
ditunjukkan oleh ayahnya sendiri.
Seperti misalnya, suatu ketika hujan
turun deras, sedangkan rumah Guru
Sekumpul sekeluarga sudah sangat
tua dan reot. Sehingga air hujan
merembes masuk dari atap-atap
rumah.Pada waktu itu, ayahnya
menelungkupinya untuk melindungi
tubuhnya dari hujan dan rela
membiarkan dirinya sendiri tersiram
hujan.

Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah


dari Guru Sekumpul juga adalah
seorang pemuda yang saleh dan
sabar dalam menghadapi segala
situasi dan sangat kuat dengan
menyembunyikan derita dan
cobaan. Tidak pernah mengeluh
kepada siapapun. Cerita duka dan
kesusahan sekaligus juga merupakan
intisari kesabaran, dorongan untuk
terus berusaha yang halal, menjaga
hak orang lain, jangan mubazir,
bahkan sistem manajemen usaha
dagang dia sampaikan kepada
generasi sekarang lewat cerita-cerita
itu.
Beberapa cerita yang diriwayatkan
adalah sewaktu kecil mereka
sekeluarga yang terdiri dari empat
orang hanya makan satu nasi
bungkus dengan lauk satu biji telur,
dibagi empat. Tak pernah satu
kalipun di antara mereka yang
mengeluh. Pada masa-masa itu juga,
ayahnya membuka kedai minuman.
Setiap kali ada sisa teh, ayahnya
selalu meminta izin kepada pembeli
untuk diberikan kepada beliau.
Sehingga kemudian sisa-sisa
minuman itu dikumpulkan dan
diberikan untuk keluarga.
Adapun sistem mengatur usaha
dagang, ayah beliau menyampaikan
bahwa setiap keuntungan dagang itu
mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga
untuk menghidupi kebutuhan
keluarga, sepertiga untuk
menambah modal usaha, dan
sepertiga untuk disumbangkan.
Salah seorang ustadz setempat
pernah mengomentari hal ini,
“bagaimana tidak berkah hidupnya
kalau seperti itu.” Pernah sewaktu
kecil beliau bermain-main dengan
membuat sendiri mainan dari
gadang pisang. Kemudian sang ayah
keluar rumah dan melihatnya.
Dengan ramah sang ayah
menegurnya, “Nak, sayangnya
mainanmu itu. Padahal bisa dibuat
sayur.” Beliau langsung berhenti dan
menyerahkannya kepada sang ayah.
Guru Ijai menikah tiga kali, dan
dikarunia dua putra dari istri
keduanya, Hajjah Laila, yakni
Muhammad Amin Badali al-Banjari
dan Ahmad Hafi Badali al-Banjari.

Ajaran dan karamah

Sebagai ulama, beliau dikenal


sebagai orang yang amat lembut,
kasih sayang, sabar, dermawan dan
tekun. Apapun yang terjadi terhadap
dirinya, beliau tak pernah mengeluh
– bahkan pernah beliau dipukuli oleh
orang-orang yang dengki kepadanya
namun beliau tidak mengeluh atau
mendendam sama sekali. Beliau juga
mengajarkan agar orang senantiasa
mencintai dan hormat kepada ulama
yang baik dan saleh. Hal ini
dicontohkan dalam sikapnya: ketika
masih kecil beliau selalu menunggu
di tempat yang biasa dilewati oleh
Syekh Fadhil Zainal Ilmi pada hari-
hari tertentu semata-mata hanya
untuk bersalaman dan mencium
tangan kyai tersebut. Jika ada yang
mengkritik atau mencaci-maki ajaran
tarekatnya, atau mengejek keadaan
dirinya, beliau hanya diam, karena
beliau menganggap mereka adalah
orang-orang yang belum mengerti
dan memahami. Tamu-tamu yang
datang selalu dijamu makanan,
termasuk pada waktu pengajian.
Tidak kurang dari 3000 orang selalu
datang ke pengajiannya dan selalu
diberi jamuan makan.
Kedermawanannya ini tampak bukan
hanya kepada lingkungan sekitar,
tetapi juga ke setiap tempat yang
disinggahinya. Salah satu pesannya
adalah “Jangan bakhil” karena itu
adalah sifat tercela. Beliau sering
mengutip pesan “pintu surga
diharamkan bagi orang bakhil.”
Beliau juga mengajarkan apa yang
disebutnya kaji-gawi, artinya
menuntut ilmu dan diamalkan. Salah
satu keunikannya dalam berdakwah
adalah perhatiannya kepada
kesehatan umat. Pada waktu
tertentu beliau mendatangkan
dokter spesialis (jantung, ginjal,
paru, mata, dan sebagainya) untuk
memberikan penyuluhan kesehatan
sebelum pengajian dimulai. Beliau
juga menulis beberapa kitab, di
antaranya adalah Risalah
Mubarakah; Manaqib as-Syaikh as-
Sayyid Muhammad bin Abdul Karim
al-Qadiri al-Hasani as-Saman al-
Madani; Risalah Nuraniyah fi Syarhit
Tawassualtis Sammaniyah; dan
Nubdzatun fi Manaqib al-Imam al-
Masyhur bil-Ustadz al-A’zham
Muhammad bin Ali Ba’Alawy.

Beberapa kisah karamahnya


diantaranya adalah sebagai berikut.
Saat masih di Kampung Keraton
beliau biasanya duduk-duduk
dengan beberapa orang sambil
bercerita tentang orang-orang
terdahulu untuk mengambil
pelajaran dari kisah itu. Suatu saat
beliau bercerita tentang buah
rambutan, yang saat itu belum
musimnya. Tiba-tiba beliau
mengacungkan tangannya ke
belakang, seolah-olah mengambil
sesuatu, dan mendadak di tangan
beliau sudah memegang buah
rambutan matang, yang kemudian
beliau makan. Beliau juga bisa
memperbanyak makanan – setelah
makan sepiring sampai habis, tiba-
tiba makanan di piring itu penuh lagi,
seakan-akan tak dimakan olehnya.
Dikisahkah pula, suatu ketika terjadi
musim kemarau panjang, dan
sumur-sumur mengering.
Masyarakatpun meminta kepada
Guru Ijai agar berdoa meminta
hujan. Beliau lalu mendekati
sebatang pohon pisang,
menggoyang-goyangkan pohon itu
dan tak lama kemudian hujan pun
turun. Beliau juga dikenal bisa
menyembuhkan banyak orang
dengan kekuatan spiritualnya.

Beberapa Catatan lain berupa


beberapa kelebihan beliau adalah
dia sudah hafal Al-Qur’an semenjak
berusia 7 tahun. Kemudian hapal
tafsir Jalalain pada usia 9 tahun.
Semenjak kecil, pergaulannya betul-
betul dijaga. Kemana pun bepergian
selalu ditemani. Pernah suatu ketika
beliau ingin bermain-main ke pasar
seperti layaknya anak sebayanya
semasa kecil. Saat memasuki
gerbang pasar, tiba-tiba muncul
pamannya, Syaikh Seman Mulya di
hadapannya dan memerintahkan
untuk pulang. Orang-orang tidak ada
yang melihat Syekh, begitu juga
sepupu yang menjadi pengawalnya.
Dia pun langsung pulang ke rumah.
Dalam usia kurang lebih 10 tahun,
sudah mendapat khususiat dan
anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf
Hissi yaitu melihat dan mendengar
apa yang ada di dalam atau yang
terdinding. Dalam usia itu pula
beliau didatangi oleh seseorang
bekas pemberontak yang sangat
ditakuti masyarakat akan kejahatan
dan kekejamannya. Kedatangan
orang tersebut tentunya sangat
mengejutkan keluarga di rumah
beliau. Namun apa yang terjadi, laki-
laki tersebut ternyata ketika melihat
beliau langsung sungkem dan minta
ampun serta memohon minta
dikontrol atau diperiksakan ilmunya
yang selama itu ia amalkan, jika
salah atau sesat minta dibetulkan
dan dia pun minta agar supaya
ditobatkan.
Pada usia 9 tahun pas malam jumat
beliau bermimpi melihat sebuah
kapal besar turun dari langit. Di
depan pintu kapal berdiri seorang
penjaga dengan jubah putih dan di
gaun pintu masuk kapal tertulis
“Sapinah al-Auliya”. Beliau ingin
masuk, tapi dihalau oleh penjaga
hingga tersungkur. Dia pun
terbangun. Pada malam jum’at
berikutnya, ia kembali bermimpi hal
serupa. Dan pada malam jumat
ketiga, ia kembali bermimpi serupa.
Tapi kali ini ia dipersilahkan masuk
dan disambut oleh salah seorang
syekh. Ketika sudah masuk ia melihat
masih banyak kursi yang kosong.
Ketika beliau merantau ke tanah
Jawa untuk mencari ilmu, tak
disangka tak dikira orang yang
pertama kali menyambutnya dan
menjadi guru adalah orang yang
menyambutnya dalam mimpi
tersebut.

Meninggal dunia

Sebelum meninggal dunia Guru Ijai


sempat dirawat di Rumah Sakit
Mount Elizabeth, Singapura, selama
10 hari. Tetapi pada hari Selasa
malam beliau pulang dan tiba di
Bandara Syamsuddin Noor,
Banjarmasin, pada pukul 20.30.
Keesokan harinya, Rabu 10 Agustus
2005 (05 rajab ), pukul 5.10 waktu
setempat, beliau meninggal dunia.

Keturunan Husein bin Abdullah Al-


Aydrus
Husein bin Abdullah Al-Aydrus,
menurunkan keturunan al-Aydrus :
al-Umar bin Zain, al-Ismail, al-
Hazem, al-Tsiby, al-Ma’igab
(menurunkan : Ahmad Syarim, Hasan
bin Abdullah, Abbas bin Abdullah,
Waliyullah Keramat Luar Batang
Habib Husein bin Abu Bakar bin
Abdullah bin Husein bi Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Husein
bin Abdullah Al-Aydrus, Luar Batang
Jakarta)

Husein bin Abdullah Alaydrus (wafat


di Tarim tahun 917)
Anaknya, yaitu Ahmad bin Husein
bin Abdullah Alaydrus (wafat tahun
928 H), mempunyai 2 orang anak
laki, yaitu:
A. Abdullah (Shohib Thoqoh, wafat di
Tarim tahun 1025 H).
B. Muhammad (wafat tahun 1012
H).

Keturunan Abdullah (Shohib Thoqoh)


bin Ahmad bin Husein bin Abdullah
Alaydrus
Abdullah (Shohib Thoqoh) bin
Ahmad, wafat di Tarim tahun 1025
H), mempunyai 4 orang anak laki,
bernama:
1. Abu Bakar (keturunannya di India)
2. Abdurahman (keturunannya di
India)
3. Ahmad
4. Alwi (Shohib Tsibi, wafat di Tarim
tahun 1055 H)

Alwi (Shohib Tsibi) bin Abdullah


(Shohib Thoqoh), wafat di Tarim
tahun 1055 H), mempunyai anak
bernama
A. Husein, keturunannya al-Mahjub.
B. Hasan (shohib Ridhah),
keturunannya di Ridhoh, Jawa dan
Hijaz. Keturunannya yang lain:
1. Aal Ahmad (Ridhoh)
2. Aal Abi Bakar bin Ali (Ridhoh,
Jawa)
3. Aal Idrus bin Abdurahman (Jawa)
4. Aal Alwi bin Abdullah (Suma'ah,
Jawa)
5. Aal Idrus bin Abdullah (Ridhoh)

Husein bin Abdullah bin Alwi shohib


Maqthob Tsibi, wafat tahun 1173 H,
dan keturunannya yang lain,
diantaranya:
A. Aal Ali bin Husein (Malabar)
B. Aal Abdurahman bin Alwi (Tsibi,
Jawa)
C. Aal Alwi bin Muhammad
(Maqthab)
D. Aal Muhammad bin Alwi
(Malabar)

Ahmad bin Abdullah (Shohib


Thoqoh), mempunyai 3 orang anak
laki:
A. Umar (anaknya bernama Ali)
B. Muhammad (keturunannya di
Malabar)
C. Alwi (Shohib Taribah, wafat di
Taribah th 1119 H), keturunannya:
1. Aal Umar bin Zein (Taribah, Jawa,
Bali, India)
2. Aal Ja'far (Taribah, India, Jawa)
3. Aal Muhdhor dan Hasan (Taribah,
Jawa)
4. Aal Hasan (Bali, India)
5. Aal Ali (Ahsa')
6. Aal Husein (India, Bajapur)
7. Aal Idrus (Malabar, Jawa)
8. Aal Ismail bin Ahmad (Taribah,
Jawa, India)

Abu Bakar bin Abdullah (Shohib


Thoqoh), anaknya bernama
Muhammad.
Muhammad bin Abu Bakar bin
Abdullah (Shohib Thoqoh) berputra :
1. Zain (menurunkan keluarga Al
Zain). Al Zain mempunyai anak
bernama Umar (kakek keluarga Bin
Umar di Syihir).
Umar bin Al Zain menurunkan
keluarga Al Bin Umar al Zain.
2. Ja'far (menurunkan keluarga Al
Ja'far). Mempunyai anak bernama
Abdullah dan Muhammas.
Keluarga Abdullah bin Ja'far ada di
Pontianak, Teluk Belanga dan Jawa.
Keluarga Al Zein bin Muhammad bin
Ja'far ada di Palembang dan
Pekalongan.
Keluarga Al Abi Bakar bin
Muhammad bin Ja'far di Ramlah dan
Jawa.

Keturunan Muhammad bin Ahmad


bin Husein bin Abdullah Alaydrus
Muhammad bin Ahmad bin Husein
bin Abdullah Alaydrus (wafat tahun
1012 H), mempunyai 6 orang anak
laki:
1. Alwi
2. Husein keturunannya terputus
3. Abu Bakar
4. Ahmad
5. Ali
6. Abdurahman
Ali bin Muhammad bin Ahmad bin
Husein bin Abdullah Alaydrus,
mempunyai 2 orang anak laki, yaitu:
1. Muhammad (keturunannya di
Maighab dekat Syibam)
2. Husein, mempunyai 6 orang anak
laki:
1. Umar Keturunannya terputus.
2. Abdullah Keturunannya terputus,
diantaranya Sayid Husein bin Abi
Bakar bin Abdullah (Shohib Maqam
Luar Batang, Jakarta)
3. Ahmad (keturunannya di Syibam,
diantaranya al-Faqih al-Mujtahid
Hasan bin Abdullah bin Husein,
wafat di Makkah tahun 1297 H,
keturunannya di Jawa dan Bali)
4. Ali (keturunannya di Malabar)
5. Muhammad (kakek keluarga
Ahmad bin Abdullah Syarim di
Syibam, Jawa dan Du'an.
6. Abu Bakar (keturunannya terputus
di Syibam dan Maiqab. Keturunan
Abbas bin Abdullah di Jawa)

Abdurahman bin Muhammad bin


Ahmad bin Husein bin Abdullah
Alaydrus, mempunyai seorang anak
laki bernama Muhammad.
Muhammad (wafat di Tarim tahun
1112 H), mempunyai 2 orang anak
laki :
1. Abu Bakar (ayah dari Az-Zahid
Muhammad bin Abi Bakar, wafat di
Tarim tahun 1204 H. Keturunannya
terputus di Tarim. Dan Beliau juga
kakek dari keluarga Husein bin Abi
Bakar di Jambi dan Palembang)
2. Abdurahman (shohib kitab 'al-
Dasytah', wafat di Tarim tahun 1113
Hijriyah. Anaknya yang memberi
keturunan bernama Ahmad Shohib
Hazm dekat Syibam, keturunannya di
Hazm dan Jawa)
Keturunan Alwi bin Abdullah Al-
Aydrus

Alwi bin Abdullah Alaydrus (wafat di


Tarim tahun 875 H) mempunyai
seorang anak laki bernama Abdullah.

Abdullah bin Alwi bin Abdullah


Alaydrus, mempunyai anak laki
bernama Umar (wafat di Aden tahun
1000 H),
Umar bin Abdullah bin Alwi bin
Abdullah Alaydrus mempunyai 3
orang anak laki, bernama:
1. Muhammad (keturunannya di
Abin dan Aden)
2. Ahmad

Ahmad bin Umar bin Abdullah bin


Alwi bin Abdullah Alaydrus
(keturunannya di Abin dan Aden),
mempunyai 2 orang anak laki:
1. Abu Bakar (keturunannya di Boor,
Zhufar dan Jawa)
2. Alwi
Alwi bin Ahmad bin Umar bin
Abdullah bin Alwi bin Abdullah
Alaydrus, mempunyai seorang anak
bernama Abdullah wafat di Boor
tahun 1145 H.
Abdullah bin Alwi mempunyai 3
orang anak:
1. Alwi (kakek keluarga Alwi bin
Salim di Salilah dekat Boor, Boor
dandi Jawa)
2. Umar (keturunannya di Boor dan
Jawa)
3. Husein (keturunannya di Boor dan
Jawa)
KETURUNAN ALI BIN ABU BAKAR AS-
SAKRAN

Syaikh Ali bin Abu Bakar As-Sakran


lahir di Tarim pada tahun 818
hijriyah, hafal Al Qur'an dan
membacanya mujawwad dengan
dua riwayat yaitu Abi Amru dan
Nafi’, hafal kitab al-Hawi karangan
al-Quzwani (baik kitab fiqih dan kitab
nahwu), beliau juga seorang guru
besar ilmu syariat.
Kakeknya meninggal ketika ia
berusia tiga tahun.
Ketika ibunya mengandung, ayahnya
syaikh Abu Bakar As-Sakran
memberitahukan kepada isterinya
bahwa anak yang dikandungnya
mempunyai maqam yang agung.
Syaikh Abu Bakar As-Sakran berkata :
Sesungguhnya ketika anakku sedang
dalam kandungan telah terkumpul
pada diri syaikh Ali dua jenis ilmu,
akan tetapi hal tersebut masih
tersembunyi dan akan terlihat
sebelum rambutnya memutih’.
Dan ketika syaikh Ali lahir berkata
kakeknya al-Muqaddam Tsani
Abdurrahman Assaqaf,
‘Sesungguhnya kelahiran anak
Abubakar adalah kelahiran seorang
sufi’. Pada malam ke tujuh
kalahirannya berkata saudaranya
syaikh Abdullah Alaydrus : ‘Namakan
ia dengan Ali’.
Sesudah ayahnya wafat, beliau
diasuh oleh pamannya syaikh Umar
Muhdhar , yang menjaganya dari
hal-hal yang merusak serta
mendidiknya dengan kebaikan.
Ketika pamannya wafat, beliau
masuk khalwat. Dalam khalwatnya
beliau mendengar suatu panggilan : ‘
Ya ayyuhannafsu mutmainah irji’I ila
robbika radhiyamatammardiyah’,
kemudian beliau keluar dari
khalwatnya dan membaca kitab ihya
ulumuddin, maka dibacanya kitab
tersebut sampai dua puluh lima kali
tamat, setiap tamat dalam membaca
kitab tersebut, saudaranya syaikh
Abdullah Alaydrus mengundang para
fuqaha dan masakin untuk
mengadakan tasayakuran.

Guru-guru beliau di antaranya


ayahnya Abu Bakar As-Sakran,
pamannya syaikh Umar Muhdhar,
syaikh Saad bin Ali, syaikh Shondid,
Muhammad bin Ali shohib shohib
Aidid. Belajar fiqih dan hadits kepada
al-faqih Ahmad bin Muhammad
Bafadhal. Beliau juga belajar ke
Syihir, Gail Bawazir. Di Gail Bawazir
beliau belajar kepada para fuqaha
dari keluarga Ba’amar, al-Baharmiz,
syaikh Abdullah bin Abdullah bin
Abdurrahman Bawazir, dan tinggal di
sana selama empat tahun. Setelah
itu beliau pergi ke Aden belajar
kepada Imam Mas’ud bin Saad
Basyahil, kemudian mennaikan
ibadah haji ke baitullah pada tahun
849 hijriyah dan tinggal di rubat
Baziyad serta belajar kepada ulama
di kota tersebut. Kemudian beliau
berziarah ke makam Rasulullah saw
dan membaca kita al-Bukhari kepada
Imam Zainuddin Abi Bakar al-
Atsmani di masjid nabawi.

Murid-murid syaikh Ali bin Abibakar


Sakran di antaranya anak-anaknya
yang bernama Umar, Muhammad,
Abdurrahman, Alwi, Abdullah dan
sayid Umar bin Abdurrahman
shohibul Hamra, syaikh Abubakar al-
Adeni Alaydrus, syaikh Muhammad
bin Ahmad Bafadhal, syaikh Qasim
bin Muhammad bin Abdullah bin
syaikh Abdullah al-Iraqi, syaikh
Muhammad bin Sahal Baqasyir,
syaikh Muhammad bin
Abdurrahman Bashuli.

Syaikh Ali seorang auliya’ yang


mempunyai kefasihan lidah,
terkumpul padanya keutamaan dan
kepemimpinan, beliau juga banyak
mengkaji kitab Tuhfah dan
mengamalkan isinya, banyak shalat
malam dan sesudahnya beliau
banyak menangis, seorang yang
mempunyai sifat qanaah, tawadhu’.
Di antara keistimewaannya jika
shalat, beliau lupa akan kehidupan
duniawi dan tidak pernah
membicarakan dunia dalam
majlisnya. Beliau pernah ditanya
oleh gurunya syaikh Said bin Ali pada
keadaan menghadapi sakaratul
maut, ‘Apa yang engkau tinggalkan?’
Beliau menjawab hanya kamar ini.
Berkata saudaranya Abdullah
Alaydrus, ‘Orang yang paling dekat
hatinya kepada Allah adalah hati
saudaraku Ali’. Berkata pula syaikh
Abdullah Alaydrus, ‘Sesungguhnya
apa yang ada pada diriku karena
saudaraku Ali, jika terbenam sinar
matahari saudaraku Ali, maka
terbenam pula sinar matahariku’.
Berkata syaikh Umar Muhdhar
kepada anaknya Fathimah sebelum
dinikahi dengan syaikh Ali, ‘Wahai
Fathimah, nanti engkau akan
menikah dengan seorang wali
quthub’.
Syaikh Muhammad bin Hasan
Jamalullail berkata : ‘Dalam shalat
aku berdoa kepada Allah swt agar
diperlihatkan kepada seseorang yang
mempunyai rahasia-rahasia-Nya
dalam zaman ini, maka aku melihat
dalam mimpiku seorang lelaki
mengambil tanganku dan
membawanya kepada syaikh Ali’.
Syaikh Ali seorang yang berjalan di
atas thariqah kefakiran yang hakiki,
dalam thawafnya beliau berdoa :
‘Allahumma ij’alni nisfal faqir ’ (Ya
Allah jadikanlah aku dalam keadaan
setengah fakir), tidak mempunyai
perasaan benci kepada satu orang
pun, membaca hizib di antara isya
dan setelah hingga terbit matahari.
Beliau juga hafal Al Qur'an dalam
waktu empat puluh hari.
Kitab yang telah dibacanya :
Riyadhus Salihin, Minhajul Abidin, al-
Arbain, Risalah al-Qusyairiyah, al-
Awarif al-Ma’arif, I’lamul Huda,
Bidayatul Hidayah, al-Muqtasid al-
Asna, al-Ma’rifah, Nasyrul Mahatim,
Sarah Asmaul Husna dan lainnya.
Sebagian ulama berkata : ‘
Sesungguhnya memandang beliau
menghilangkan kekotoran jiwa,
kedudukan dan rahasia al-faqih al-
muqaddam ada pada beliau’.
Berkata syaikh Muhammad bin Ali al-
Khirrid ; ‘Memandang beliau adalah
obat bagi yang melihat, dan
perkataannya obat penawar yang
mujarrab’.

Syaikh Ali bin Abibakar Sakran wafat


pada hari Minggu tanggal dua belas
bulan Muharram tahun 895 hijriyah
dalam usia 77 tahun.
Keturunan beliau di antaranya
adalah keluarga al-Wahath, al-
Musayyah, al-Umar Faqih, al-Bin
Ahsan (Banahsan) , al-Masyhur, al-
Zahir, al-Hadi dan al-Shahabuddin.

Keturunan Ali Bin Abu Bakar As-


Sakran

Syaikh al-Imam Ali Bin Abu Bakar


As-Sakran (Syaikh al-Thoriqain Wa
Mufti al-Fariqoin), wafat di Tarim
tahun 895 H. Maqamnya
bersebelahan dengan makam
pamannya Syaikh Umar Muhdhar.
Beliau dikarunia 7 orang anak laki
dan 5 anak perempuan, yaitu:
Anak perempuannya:
1. Al-waliyah Bahiyah (ibu Ahmad al-
Musawa dan Fathimah bt. Abi Bakar
al-Adeni)
2. Alwiyah (ibu anak-anak
Muhammad Ar-Rahilah)
3. Ruqayah (ibu Aisyah bt.
Abdurahman Bamagfun)
4. Maryam
5. Aisyah
Anak laki-lakinya:
1. Abdurahman
2. Muhammad Mihdhar. ibunya
Fathimah bt. Syaikh Umar
3. Umar
4. Abdullah (anaknya bernama
Musyayyah lahir di Tarim dan wafat
tahun 976 H, keluarga Musyayyah di
India, Habasyah dan di Jawa)
5. Alwi (wafat tahun 797 H)
6. Hasan (wafat tahun 952 H)
7. Abu Bakar (keturunannya
terputus,wafat th 920 H)
Kwturunan Abdurahman bin Ali bin
Abu Bakar As-Sakran

Syaikh Abdurahman bin Ali bin Abu


Bakar As-Sakran. Beliau wafat tahun
923 H. Dikaruniai 3 orang anak laki,
bernama:
a. Ahmad Syahabuddin al-Akbar
(wafat tahun 946 H),
b. Muhammad al-Faqih (wafat
tahun 973 H),
3. Aal Ahmad bin Idrus (Shohib
Khoris)
Muhammad al-Faqih bin
Abdurahman bin Ali bin Abu Bakar
As-Sakran keturunannya:
1. Aal Umar Faqih (Deli-Medan,
Jawa)
2. Aal Abdullah dan Husein (shohib
Bathiha', keturunannya terputus)
3. Aal Muhammad al-Tamar
(Malabar, Madinah)
c. Abu Bakar, keturunannya:
1. Aal Ruus (Qasyan)
2. Aal Ahmad bin Abi Bakar (Taiz,
Mukallah)
KELUARGA SYAHABUDIN AL-AKBAR

Syahabuddin adalah gelar yang


dinisbahkan kepada para ulama yang
agung dan terkenal dengan keluasan
ilmu mereka dan banyak mempunyai
karya tulisan pada zamannya, yaitu
Waliyullah Ahmad Syahabuddin Al-
Akbar bin Abdurahman bin Ali bin
Abu Bakar As-Sakran dan cucu
beliau al-Habib Ahmad Syahabuddin
al-Ashgor adalah dua orang
waliyullah yang terkenal dan pantas
menggunakan gelar tersebut, maka
keduanya diberi gelar Syahabuddin”.
Bagi setiap anak cucu al-Habib
Syahabuddin al-Ashgor disebut Bin
Syahab kecuali beberapa keluarga
mereka yang dikenal dengan gelar
lain seperti al-Masyhur dan al-Zahir.

Adapun Al-Hadi, mereka adalah anak


cucu pamannya yaitu al-Habib
Muhammad al-Hadi bin Ahmad
Syahabuddin al-Akbar dan anak
cucu saudaranya al-Hadi bin
Abdurahman bin Ahmad
Syahabuddin al-Akbar.
Waliyullah Syahabudin al-Akbar lahir
di kota Tarim, dikarunia 3 orang anak
lelaki
1. Muhammad al-Hadi,
keturunannya al-Bin Syahab al-Hadi.
Keturunannya al-Hadi di Ahwar dan
Jazirah Timur.
2. Umar, keturunannya al-Syahab al-
Mahjub (Palembang)
3. Abdurahman al-Qadi bin
Syahabudin al-Akbar
Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-
Akbar wafat di Tarim tahun 946
Hijriyah

Cucunya Muhammad al-Hadi bin


Ahmad Syahabuddin Al-Akbar
bernama:
a. Ali bin Idrus bin Muhammad al-
Hadi. Keturunannya berada di
Palembang, Jakarta dan Pekalongan.
b. Syihabuddin bin Idrus bin
Muhammad al-Hadi, keturunannya
berada di Malaysia dan Singapura.
Umar bin Ahmad Syahabuddin Al-
Akbar mempunyai 4 orang anak laki,
yaitu:
a). Husein
b). Ali keturunannya sedikit dan
terputus
c). Abdullah
d). Syahabuddin (wafat tahun 982
H), ayah dari Umar al-Mahjub,
keturunan Umar di Malabar,
Palembang, Taribah dan Abi Arisy)
Abdurahman al-Qadi bin Syahabudin
al-Akbar, dikarunia 4 orang anak
lelaki :
a. Abu Bakar, keturunannya di
Zhufar, Amman, Palembang.
b. Abdullah (kakek keluarga al-Hadi
bin Ahmad di Malabar),
keturunannya di Malabar.
c. Muhammad al-Hadi bin
Abdurahman al-Qadhi,
keturunannya disebut al-Hadi.
Muhammad al-Hadi wafat tahun
1040 H, keturunannya keluarga al-
Hadi di Tarim, Malabar, Jawa,
Palembang.
d. Ahmad Syahabuddin Al-Asghor
bin Abdurahman al-Qadhi ((shohib
Nuwaidaroh-Tarim, wafat tahun
1036 Hijriyah), keturunannya : al-Bin
Husein, al-Bin Idrus, al-Bin Zain.

Abdurahman al-Qadhi bin Ahmad


Syahabuddin Al-Akbar wafat di Tarim
tahun 1014 H.

KELUARGA AL-HADI

Al-Hadi adalah keturunan waliyullah


Muhammad al-Hadi bin
Abdurahman al-Qadi bin Ahmad
Syahabuddin al-Akbar

Gelar yang disandang karena


harapan ayah beliau bertabaruk
kepada Rasul al-Hidayah, dengan
harapan agar anaknya mendapat
hidayah, hal tersebut terbukti
dengan kewalian Muhammad bin
Abdurahman al-Hadi.

Waliyullah Muhammad al-Hadi


dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 2
orang anak, seorang diantaranya
bernama Seggaf yang menurunkan
keturunan al-Hadi di Indonesia.
Beliau wafat di kota Tarim tahun
1040 H.

Ahmad Syahabuddin Al-Asghor

Syahabuddin Al-Asghor (shohib


Nuwaidaroh-Tarim, wafat tahun
1036 Hijriyah), mempunyai tiga
orang anak laki:
1. Umar keturunannya sedikit dan
terputus
2. Abdullah
3. Muhammad, mempunyai 3 orang
anak laki, bernama:
(a) Ahmad (wafat di Tarim tahun
1130 H), mempunyai seorang anak
bernama Muhammad al-Masyhur
(b) Ali (wafat di Tarim tahun 1104 H),
(c). Idrus

Waliyullah Ahmad Syahabuddin al-


Ashgor wafat di Tarim tahun 1036,
keturunannya al-Masyhur dan al-
Zahir.
Keturunan Muhammad bin
Syahabuddin Al-Asghor

Muhammad bin Syahabuddin Al-


Ashgor berputra :
1. Ali bin Muhammad, berputra
Muhammad
2. Ahmad bin Muhammad
3. Idrus bin Muhammad

Muhammad bin Ali bin Muhammad


bin Syahabuddin Al-Ashgor
berputra:
1. Husein bin Muhammad,
2. Syaich bin Muhammad, salah satu
keturunanya adalah Habib
Muhammad Rizieq Syihab bin
Husein bin Muhammad bin Husein
bin Abdullah bin Husein bin
Muhammad bin Syaich bin
Muhammad bin Ali bin Muhammad
bin Syahabuddin Al-Ashgor

KELUARGA AL-ZHAHIR

Gelar al-Zahir dinisbatkan kepada Al-


Zahir bin Husein bin Muhammad bin
Ali bin Muhammad bin Syahabuddin
al-Ashgor dan juga dinisbatkan
kepada keturunan waliyullah
Abdullah Al-Zahir bin Muhammad
al-Masyhur bin Ahmad bin
Muhammad bin Syahabuddin al-
Ashgor.
Kedua keluarga tersebut bertemu
pada al-Habib Muhammad bin
Ahmad Syahabuddin al-Ashgor.

Gelar yang disandang karena cahaya


wajah beliau yang indah berseri,
indah dan jernih apalagi ketika
beliau sedang berada di majlis
memberikan pelajaran/nasehat.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad
al-Zahir lahir di kota Tarim, dikarunia
2 orang anak lelaki, satu diantaranya
bernama Abdullah yang menurunkan
keturunan al-Zahir yang berada di
Indonesia.
Waliyullah Muhammad bin Ahmad
al-Zahir wafat di Tarim tahun 1203.

Keturunan Ahmad bin Muhammad


bin Syahabuddin al-Ashghor

KELUARGA AL-MASYHUR AL-


MAJDZUB
Mereka adalah keturunan waliyullah
Muhammad al-Masyhur al-Majdzub
bin Ahmad bin Muhammad bin
Syahabuddin al-Ashghor

al-Habib Muhammad menyandang


dua gelar yaitu al-Masyhur dan al-
Majdzub. Gelar yang disandang
karena beliau seorang wali yang
terkenal ke penjuru negeri, dimana
kewalian tersebut diperoleh dari
Allah swt dengan Jadzab
(kewaliannya tanpa didahului oleh
amalan).
Waliyullah Muhammad al-Masyhur
bin Ahmad lahir di kota Tarim,
dikarunia 3 orang anak lelaki :
1. Abdurahman, keturunannya
berada di Malibar.
2. Alwi, leluhur al-Masyhur yang
keturunannya ada di Ahwar, Tarim
dan di Indonesia (Surabaya)
3. Abdullah, dikaruniai 4 orang anak
lelaki, 2 diantaranya mempunyai
keturunan, masing-masing :
a. Umar, leluhur al-Masyhur yang
ada di Tarim. Salah satu anak
cucunya ialah al-Allamah al-Habib
Abdurahman bin Muhammad bin
Husein al-Masyhur pengarang kitab
Syamsu al-Dzahirah kitab tentang
nasab Alawiyin yang menjadi
pedoman al-Rabitah al-Alawiyah di
Indonesia. Umar bin Abdullah bin
Muhammad al-Masyhur
keturunannya berada di Hadramaut,
Malaysia dan Indonesia.
b. Ahmad, mempunyai seorang anak
bernama Muhammad al-Zahir.
Waliyullah Muhammad al-Masyhur
bin Ahmad wafat di Tarim tahun
1130 H.
Idrus bin Muhammad bin
Syahabuddin Al-Asghor, mempunyai
dua orang anak, yaitu:
1. (Muhammad al-Zahir Shohib
masjid al-Zahir di Nuwaidaroh,wafat
di India, keturunannya terputus)
2. (Zein, kakek Aal Syahabuddin Aal
Zein bin Idrus di Palembang)

Ali bin Muhammad bin Syahabuddin


Al-Asghor, mempunyai dua orang
anak
(i) Muhammad.
(ii). Idrus (wafat tahun 1128 H, kakek
keluarga al Syahab bin Idrus).

Muhammad bin Ali bin Muhammad


bin Syahabuddin Al-Asghor,
mempunyai dua orang anak:
1. Syech (ayah dari al-Allamah Ali bin
Syech, wafat di Sihir tahun 1203 H.
Keturunannya al Bin Syech di
Tarim,Damun dan Jawa)
2. Husein (kakek keluarga al Bin
Husein di Tarim, Damun Jawa,
Palembang, Madura, dan kakek al
Muhammad al-Zahir bin Husein,
Palembang, Malaysia dan Jawa)
Muhammad al-Masyhur bin Ahmad
bin Muhammad bin Syahabuddin Al-
Asghor, yang dikaruniai 3 orang
anak, bernama:
(1) Abdullah (Kakek keluarga al-
Masyhur di Tarim).
(2) al-Imam Alwi (kakek keluarga
Muhammad al-Masyhur di Tarim)
(3) Abdurahman (kakek keluarga al-
Masyhur di Malibar)

Abdullah (Kakek keluarga al-Masyhur


di Tarim) bin Muhammad al-
Masyhur. Di antara cucunya adalah
Ahmad bin Umar bin Abdullah (wafat
di Tarim tahun 1255 H, dan cucu
saudaranya yang menyusun kitab
silsilah berjudul 'Syamsu al-Zhahirah'
yaitu: al-Allamah Abdurahman bin
Muhammad bin Husein bin Umar bin
Abdullah bin Muhammad al-
Masyhur (semoga Allah
membalasnya dengan kebaikan).
Di samping kakek al-Masyhur, juga
kakek dari keluarga al-Zahir al-
Masyhur di Tarim dan Jawa,
diantaranya adalah al-Lathif Umar
bin Abdullah al-Zahir (wafat di Tarim
tahun 1293 H), Dan kakek dari al-
Zahir, Abdullah bin Muhammad al-
Masyhur, juga kakek dari keluarga
al-Bar al-Masyhur di Tarim dan Jawa.

al-Imam Alwi bin Muhammad al-


Masyhur (kakek keluarga
Muhammad al-Masyhur di Tarim),
Diantaranya keturunannnya:
Al-Faqih Alwi bin Abdurahman bin
Abi Bakar bin Muhammad al-
Masyhur (tahun 1307 H) di Tarim,
Jawa dan Tsuwairi.
Salah satu keturunan Alwi bin
Abdurahman al-Masyhur adalah Abu
Bakar bin Ali al-Adeni al-Masyhur.
Dan saudara dari Alwi bin
Abdurahman al-Masyhur yaitu: Al-
Qadhi Umar bin Abdurahman serta
anaknya al-Khatib Idrus bin Umar al-
Masyhur, pemilik surat kabar
'Hadramaut' di Surabaya. Beliau juga
banyak mengikuti mu'tamar
termasuk dalam mu'tamar untuk
mendirikan Organisasi Nahdhatul
Ulama. Beliau pula yang memberi
nama Nahdhatul Ulama yang
sebelumnya oragnisasi tersebut
bernama Nuhudhul Ulama.
Saudara dari al-Qadhi Umar bin
Abdurahman adalah Sayid
Muhammad al-Fakhir bin
Abdurahman al-Masyhur, beliau
adalah salah satu pendiri Jamiat
Kheir dan Sayid Muhammad al-
Thohir di Singapura.

Keturunan Muhammad bin Ali bin


Abu Bakar As-Sakran
Syaikh Muhammad bin Ali bin Abu
Bakar As-Sakran. Beliau wafat di
Tarim tahun 902 H.
Keturunannya adalah:
1. Aal Abdullah bin Alwi (Rubat
Yaman)
2. Aal Muhammad bin Alwi (Yaman)
3. Aal Saqqaf bin Umar (Khamilah)
4. Aal Abu Bakar al-Irosyah (Abyan,
Lihij, Guyus, India)
Keturunan Umar bin Ali bin Abu
Bakar As-Sakran

Syaikh Umar Bin Ali bin Abu Bakar


As-Sakran. Beliau wafat di Wahath
tahun 899 H. Keturunannya di
Yaman, Makhodir, Rubat Shofa,
Hanfar, Abin dan Bilad Rishos

Keturunan Abdullah bin Ali bin Abu


Bakar As-Sakran

Syaikh Abdullah bin Ali Bin Abu


Bakar As-Sakran. Beliau wafat di
Tarim tahun 941 H. Ayah dari Syaikh
Musyayyah, dan dikaruniai 2 orang
anak laki, bernama:
1. Abdullah (keturunannya di India,
Malabar dan Hijaz)
2. Abdurahman (keturunannya di
Habasy dan Jawa).

KELUARGA AL-MUSYAIYYAH

al-Musyayyach adalah keturunan


waliyullah Musyaiyyah bin Abdullah
bin Ali bin Abu Bakar As-Sakran.
Waliyullah al-Musyayyach lahir di
kota Tarim, dikaruniai 2 orang anak
lelaki bernama Abdullah (yang
keturunannya berada di India) dan
Abdurahman (yang keturunannya
berada di Indonesia).
Waliyullah al-Musyayyach wafat di
Tarim pada tahun 915 H.

Keturunan Hasan bin Ali Bin Abu


Bakar As-Sakran

Syaikh Hasan bin Ali bin Abu Bakar


As-Sakran. Beliau wafat di Tarim
tahun 956 H. Dikaruniai 3 orang anak
laki, bernama:
1. Muhammad al-Qadhi (wafat di
Tarim tahun 973, keturunannya
terputus)
2. Umar (wafat tahun 1007 H)
3. Ali.

Keluarga Bahasan As-Sakran, yaitu


keturunan Hasan bin Ali bin Abu
Bakar As-Sakran

Umar bin Hasan bin Ali bin Abu


Bakar As-Sakran, beliau dikarunia
tiga orang anak, bernama:
1. Ali (kakek Al Ba Hasan di Tarim,
Jawa dan Kalimantan), mempunyai
seorang anak laki bernama: Al-
allamah Abdullah (shohibul Wahath,
wafat tahun 1037 H), keturunannya
adalah keluarga al-Wahath.
2. Hasan (kakek Usman bin
Abdurahman, ayah dari Sultan Siak,
keluarganya dikenal dengan keluarga
Bin Syahab)
3. Muhammad (keturunannya di
Sawahil, Siwi dan Zanjibar, wafat
tahun 1019 H)
KETURUNAN AHMAD BIN ABU
BAKAR AS-SAKRAN

Syaikh Ahmad bin Abu Bakar As-


Sakran lahir di Tarim. Beliau
dibesarkan dan dididik oleh ayahnya.
Beliau juga seorang yang hafal
alquran yang ia pelajari dari syaikh
Muhammad bin Umar Ba’alawi.
Melazimkan membaca lafadz
sahadat ribuan kali setiap harinya.
Selain ayahnya beliau, ia dididik oleh
pamannya syaikh Umar Muhdhar.
Dari pamannya beliau belajar ilmu
fiqih, tasawuf dan ilmu hakikat. Di
samping pamannya, Syaikh Ahmad
belajar kepada sayid Muhammad bin
Hasan Jamalullail, syaikh Said
Baubaid, keluarga Baqasyir dan
keluarga Baharmi dan kepada
saudaranya syaikh Abdullah Al-
Aydrus.

Beliau mahir dalam ilmu hadits, fiqih


dan usuluddin, rahasia nama-nama
Allah, ilmu aufaq dan huruf. Murid-
murid beliau di antaranya Abu bakar
al-Adeni, sehingga beliau berkata :
Sesungguhnya syaikh Shahabuddin
al-Faqih Ahmad bin syaikh Abu Bakar
As-Sakran adalah berita gembira
yang sempurna dan penghulu
manusia yang bersih dan suci, cinta
kepada amal kebajikan. Murid yang
lainnya adalah Husin bin Abdullah Al-
Aydrus, al-Faqih Abdullah bin
Abdurrahman Balahij, al-allamah
Muhammad bin Abdurrahman
Bilfaqih.

Syaikh Ahmad bin Abu Bakar As-


Sakran wafat di Lisik tahun 869
hijriyah, dikuburkan di Zanbal Tarim.
Keturunan Ahmad bin Abu Bakar As-
Sakran

Syaikh Ahmad bin Abu Bakar As-


Sakran wafat di Tarim tahun 869 H.
Beliau dikaruniai tiga orang anak
laki-laki, bernama:
1. Muhammad Muglaf (wafat tahun
919 H),
2. Alwi (wafat tahun 917 H di Zili')
3. Syaikh Aqil, wafat di Tarim tahun
896 H,
Muhammad Muglaf bin Ahmad bin
Abu Bakar As-Sakran (wafat tahun
919 H), dikaruniai dua orang anak,
bernama:
1. Umar (Abyan, Yaman, Zili' dan
India)
2. Ahmad al-Musawa (India,
Malabar, Semarang, Sumatra,
Seiwun)

KELUARGA AL-MUSAWA

Pemberian gelar al-Musawa


merupaka tabarukkan kepada
seorang guru besar yang tinggal di
Yaman bernama al-Musawa.

Waliyullah Ahmad Al-Musawa bin


Muhammad bin Ahmad bin Abu
Bakar As-Sakran lahir di Tarim
dikaruniai 3 orang anak lelaki, dua
diantaranya Yasin dan Husein yang
keturunannya sebagian besar di
Indonesia (Palembang).
Beliau wafat di Tarim tahun 992
Hijriyah.
Keturunan Yasin bin Ahmad Al-
Musawa adalah Habib Munzir Al-
Musawa Jakarta, Nasab lengkapnya
yaitu Habib Munzir bin Fuad bin
Abdurrahman bin Ali bin
Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin
Ahmad bin Abdurrahman bin Umar
bin Abdurrahman bin Sulaiman bin
Yasin bin Ahmad Al-Musawa.

Habib Munzir bin Fuad bin


Abdurahman Al-Musawa dilahirkan
di kota Cianjur Jawa Barat, tepat
pada hari Jumat, 23 Februari 1973.
Beliau merupakan Pembina Majelis
Rasulullah SAW.
Keturunan Alwi bin Ahmad bin Abu
Bakar As-Sakran

Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar As-


Sakran (wafat tahun 917 H di Zili'),
dikaruniai seorang anak bernama:
Abu Bakar, dan beliau dikarunia 3
orang anak laki:
1. Muhammad (wafat di Sihir tahun
977 H, keluarganya di Aden)
2. Ahmad
3. Abdullah (kakek Ali bin Aqil bin
Abdullah bin Abi Bakar)
Ali bin Aqil bin Abdullah bin Abu
Bakar bin Alwi bin Ahmad bin Abu
Bakar As-Sakran, mempunyai 3
orang anak laki:
1. Aqil (keturunannya sedikit)
2. Abu bakar (keturunannya di San'a
dan Zhufar)
3. Abdurahman, mempunyai 4 orang
anak laki, bernama:
1. Alwi (kakek Aal-Munawwar di
Seiwun)
2. Syech (kakek As-Saqqaf di seiwun
dan Jawa)
3. Muhammad
4. Abdullah (Jawa).

KELUARGA AL-MUNNAWAR

al-Munawwar adalah keturunan


waliyullah Aqil al-Munawwar bin
Alwi bin Abdurahman bin Ali bin Aqil
bin Abdullah bin Abu Bakar bin Alwi
bin Ahmad bin Abu Bakar As-Sakran.
Digelar dengan al-Munawwar karena
beliau seorang baik dan tekun dalam
beribadah kepada Allah swt sehingga
cahaya Allah swt tampak pada
wajahnya yang berseri-seri dan
orang yang diberi karunia
cahaya/nur disebut al-Munawwar.

Waliyullah Aqil bin Alwi al-


Munawwar dilahirkan di kota
Seiwun, dikaruniai 3 orang anak
lelaki, 2 diantaranya bernama
Abdurahman dan Abdullah yang
keturunannya sebagian besar di
Indonesia.

Waliyullah Aqil bin Alwi al-


Munawwar wafat di Seiwun tahun
1170 H.
Keturunan Aqil bin Ahmad bin Abu
Bakar As-Sakran

Syaikh Aqil bin Ahmad bin Abu Bakar


As-Sakran wafat di Tarim tahun 896
H, dikaruniai 7 orang anak laki
a. Abu Bakar keturunannya terputus
b. Abdurahman
c. Ahmad (kakek keluarga Aqil bin
Ahmad bin Aqil di Musyaqos.
Keluarga Umar bin Ahmad di India,
Yaman)
d. Ali
e. Abdullah (keturunannya di
Badiyah, Tiryah)
f. Syech (Keluarga Aqil bin Ahmad, di
India)
g. Zein al-Quthban (Keluarga Umar
Quthban, di India, Benggali, Yaman
dan Jawa)

KELUARGA AL-QUTHBAN

Al-Quthban bersambung nasabnya


kepada waliyullah Zein al-Quthban
bin Aqil bin Ahmad bin Abu Bakar
As-Sakran.
Dinamakan Quthban karena beliau
adalah seorang yang gagah berani
dalam mengalahkan musuh-
musuhnya.

Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abu Bakar


As-Sakran, adalah kakek dari:
1. Aal -Aqil Habarin (Sihir, Makkah
dan Tiryah)
2. Aal -Abdullah al-Abrasy (Rubat
Zubaidi)
3. Aal -Abdullah bin Abdurahman
(Makkah)
4. Aal -Abdurahman bin Muhammad
(India, Bajapur, Tiryah)
5. Aal Ali bin Muhammad (Thuryah)

Keturunan Zein al-Qutbhan bin Aqil


bin Ahmad bin Abu Bakar As-Sakran
adalah:
1. Bait Sahal
2. Bait Hamudah
3. Bait Masyaikh
4. Bait Qarmush
5. Bait AlKahaly
6. Bait Aqil
7. Bait AlKhasyasy
8. Bait Muhsin
9. Bait AlAkhsaf
10. Bait Kadhum
11. Bait Dahum

KETURUNAN AL-SYAICH ABI BAKAR


BIN SALIM

Yang pertama kali dijuluki Al-Syaich


Abi Bakar bin Salim ialah waliyullah
Abu Bakar bin Salim bin Abdullah
bin Abdurahman bin Abdullah bin
Abdurahman As-Saqqaf.
Gelar yang disandang karena beliau
seorang guru besar dalam ilmu
agama dan seorang pemimpin.
Al-Syaich Abi Bakar bin Salim adalah
seorang sufi yang bergelar wali
quthub.

Waliyullah Al-Syaich Abi Bakar bin


Salim (shohib Inat) lahir di kota
Tarim pada tahun 919 H, dikaruniai
13 anak lelaki dan 4 orang anak
perempuan yaitu: Fathimah, Aisyah,
Alwiyah dan Talhah.
Dan 13 orang anak laki, yaitu:
1. Abdurahman
2. Ja'far keturunannya terputus
3. Abdullah al-Akbar
4. Salim (keturunannya sedikit dan
terputus)
5. Husein, wafat di Inat tahun 1044
H,
6. Hamid,
7. Umar al-Muhdhar
8. Hasan,
9. Ahmad,
10. Soleh,
11. Ali,
12. Syaichon,
13. Abdullah al-Asghor

Yang menurunkan keturunannya 9


orang anak, bernama : Husein,
Hamid, Umar, Hasan, Ahmad, Soleh,
Ali, Syaichon, Abdullah al-Asghor.

Dari anak-anaknya tersebut


diantaranya menurunkan keluarga
al-Hamid, al-Muhdhar, al-Khiyyid,
al-Khamur, al-Haddar, Abu Futhaim,
dan Bin Jindan.
Waliyullah Al-Syaich Abi Bakar bin
Salim wafat di kota Inat tahun 992
Hijriyah.

Keturunan Husein bin Al-Syaich Abi


Bakar bin Salim

Husein bin Al-Syaich Abi Bakar bin


Salim, wafat di Inat tahun 1044 H,
mempunyai 7 orang anak
perempuan: Alwiyah, Talhah, Salma,
Fathimah al-Kubra, Aisyah, Sekhah,
Fathimah al-Sughro, Maryam,
Ruqaiyah.
Anak laki-lakinya:
a. Salim keturunannya terputus
b. Abdurahman
c. Abu Bakar keturunannya sedikit
dan terputus
d. Soleh
e. Ahmad, wafat tahun 1061 H
f. Idrus
g. Syechon, wafat tahun 1019 H
h. Hasan
i. Muhsin
j. Umar
k. Muhammad
l. Syech (wafat tahun 1113 H),
keturunannya di Inat, Du'an, Jubail)
m. Hamzah, wafat tahun 1106 H,

Keturunan Ahmad bin Husein bin Al-


Syaich Abi Bakar bin Salim

Ahmad bin Husein bin Al-Syaich Abi


Bakar bin Salim, wafat tahun 1061
H, mempunyai 10 orang anak laki:
1) Aqil keturunannya terputus
2) Usman
3) Abdullah keturunannya sedikit
dan terputus
4) Abdurahman keturunannya di
Syihir, Sawahil
5) Muhammad keturunannya di Inat,
Jawa
6) Soleh keturunannya di Nazwan,
Gazah, Yafi', India
7) Syech keturunannya di Yafi'
8) Abu Bakar keturunannya di Inat
9) Umar keturunannya di Inat, Jawa,
India, Sawahil, Zhufar
10) Salim, wafat di Ghaizhoh tahun
1087 H
Salim bin Ahmad bin Husein bin Al-
Syaich Abi Bakar bin Salim,
mempunyai 4 orang anak laki:
a) Hasan keturunannya di Zhufar
b) Muhammad keturunannya Aal-
Dzi'bu di Ghaizhoh, Sawahil, Inat
c) Muhsin keturunannya di Zhufar,
Ghaizhoh, India
d) Ali keturunannya di Inat

KELUARGA AL-DZIBU
Yang pertama kali dijuluki al-Dzi’bu
ialah waliyullah Muhammad al-
Dzi’bu bin Salim bin Ahmad bin
Husein bin Al-Syaich Abi Bakar bin
Salim.
Gelar yang disandang, dikarenakan
beliau berkelahi dengan seekor
srigala yang menyerang sekumpulan
kambing mereka dan beliau berhasil
menangkap Srigala itu. Karena itulah
beliau disebut al-Dzi’bu.

Keturunan Idrus bin Husein bin Al-


Syaich Abi Bakar bin Salim
Idrus bin Husein bin Al-Syaich Abi
Bakar bin Salim, mempunyai tiga
orang anak laki:
1. Zein
2. Ali (keturunannya di Syihir)
3. Abu Bakar (keturunannya di
Misthoh)

KELUARGA BIN HAFIDZ

Bin Hafidz adalah keturunan Hafidz


bin Abdullah bin Abibakar bin Idrus
bin Umar bin Abu Bakar bin Idrus bin
Husein bin Al-Syaich Abi Bakar bin
Salim

Hafidz bin Abdullah menurunkan


keluarga Bin-Hafidz, salah satu
keturunan Habib Umar Bin-Hafidz
pengasuh Darul Musthofa Tarim
Hadramaut. Nasab beliau adalah:
Habib Umar bin Muhammad bin
Salim bin Hafidz

Keturunan Al-Syaichon bin Husein


bin Al-Syaich Abi Bakar bin Salim
Syechon bin Husein bin Al-Syaich
Abi Bakar bin Salim, wafat tahun
1019 H, mempunyai tiga orang anak
laki:
1. Mahdi
2. Abdullah (keturunannya di
Sawahil, Zanjibar)
3. Salim (keturunannya di Inat,
Baidho')

KELUARGA AL-BATTAH

Al-Battah adalah anak cucu dari


Waliyullah Abu Bakar Al-Battah bin
Ahmad bin Abdurahman bin Abi
Bakar bin Ahmad bin Abi Bakar bin
Abdullah bin Al-Syaichon bin Husein
bin Al-Syaich Abi Bakar bin Salim.

Dinamakan Battah karena beliau


dilahirkan di Battah sebuah kota
yang terletak di sebelah Barat Sahil,
Afrika Timur.

Keturunan Hasan bin Husein bin Al-


Syaich Abi Bakar bin Salim
Hasan bin Husein bin Al-Syaich Abi
Bakar bin Salim, mempunyai 3 orang
anak laki:
1. Abdullah (keturunannya terputus
di Inat)
2. Soleh (keturunannya keluarga al-
Khamur di Khamur dan India)
3. Abu Bakar (keturunannya
keluarga al-Khiyyid di India, Inat,
Jawa, Hijaz)

KELUARGA AL-CHAMUR

Al-Chamur ialah gelar yang


dinisbahkan kepada keturunan
waliyullah Saleh Al-Chamur bin
Hasan bin Husein bin Al-Syaich Abi
Bakar bin Salim
Gelar tersebut disandang karena
datuk mereka bermukim di Chamur,
suatu tempat yang terkenal di
sebelah Barat Syibam.

KELUARGA AL-HIYYED

Al-Hiyyed adalah keturunan dari


waliyullah Abu Bakar Al-Hiyyed bin
Hasan bin Husein bin Al-Syaich Abi
Bakar bin Salim.
Mereka diberi gelar al-Hiyyed karena
datuk mereka bertempat tinggal di
suatu tempat yang bernama Hiyyed
di lereng gunung di Inat.

Waliyullah Abu Bakar Al-Hiyyed bin


Hasan bin Husein bin Al-Syaich Abi
Bakar bin Salim lahir di Inat,
dikaruniai seorang anak laki
bernama Abu Bakar yang
menurunkan keturunan al-Hiyyed di
Indonesia. Beliau wafat di kota Inat
tahun 1169 H.
Keturunan Muhsin bin Husein bin Al-
Syaich Abi Bakar bin Salim

Muhsin bin Husein bin Al-Syaich Abi


Bakar bin Salim, mempunyai dua
orang anak laki:
1. Muhammad
2. Ali, mempunyai dua orang anak
laki:
a) Hadi (kakek Keluarga al-Hadi bin
Salim di Khunaidaroh, Inat)
b) Abdullah (al-Haddar di Inat)

KELUARGA AL-HADDAR
Al-Haddar adalah keturunan
waliyullah Abdullah Al-Haddar bin
Ali bin Muhsein bin Husein bin Al-
Syaich Abi Bakar bin Salim.
Gelar yang disandang karena beliau
berda’wah dengan suara yang keras
sekali bagai suara guntur. Suara
macam itu disebut Haddar.

Waliyullah Abdullah Al-Haddar bin


Ali dilahirkan di Inat Hadramaut,
dikarunia 2 orang anak lelaki yaitu :
Hafidz dan Umar.
Keturunan beliau hanya ada di Pulau
Jawa. Beliau wafat di kota Inat tahun
1148 Hijriyah.
Saudara Abdullah Al-Haddar bin Ali
adalah waliyullah Hadi bin Ali al-
Haddar yang dikaruniai seorang anak
laki bernama Salim yang
keturunannya berada di Ternate.
Beliau wafat di kota Inat tahun 1149
H.

Keturunan Umar bin Husein bin Al-


Syaich Abi Bakar bin Salim
Umar bin Husein bin Al-Syaich Abi
Bakar bin Salim, mempunyai lima
orang anak laki:
1. Muhsin (keturunannya di Musyah,
Jawa)
2. Ahmad (keturunannya di Mokalla,
Ghorib, Sah)
3. Ali (keturunannya di Gail Sah,
Sihir, Jawa)
4. Salim (keturunannya di Gail Sah)
5. Abdullah (keturunannya di Jawa,
Inat)
Keturunan Muhammad bin Husein
bin Al-Syaich Abi Bakar bin Salim

Muhammad bin Husein bin Al-


Syaich Abi Bakar bin Salim,
mempunyai dua orang anak laki:
1. Umar
2. Ali (keturunannya keluarga Ahmad
di Inat dan al-Bin Jindan di Inat dan
India dan Jawa).

KELUARGA BIN JINDAN


Jindan adalah gelar untuk Waliyullah
Ali Jindan bin Muhammad bin
Husein bin Al-Syaich Abi Bakar bin
Salim.

Dan keturunan Ali Jindan bin


Muhammad menamakan dengan Bin
Jindan

Waliyullah Ali Jindan bin


Muhammad wafat di Inat sekitar
tahun 1200 H

Keturunan Hamzah bin Husein bin


Al-Syaich Abi Bakar bin Salim
Hamzah bin Husein bin Al-Syaich Abi
Bakar bin Salim, wafat tahun 1106
H, mempunyai dua orang anak laki:
1. Idrus (wafat tahun 1037 H
keturunannya terputus)
2. Tholib (keturunannya di Inat,
India, Jawa)

KELUARGA AL-HAMID
al-Hamid adalah keturunan dari
waliyullah Hamid al-Hamid bin al-
Syaich Abi Bakar bin Salim.
Gelar al-Hamid disandang karena
ayahnya menginginkan anaknya
menjadi orang yang bersyukur
kepada Allah swt dengan selalu
memuji-Nya.

Waliyullah Hamid al-Hamid


dilahirkan di kota Inat, beliau
dikaruniai 8 orang anak lelaki.
Hamid al-Hamid, wafat tahun 1030
H, mempunyai delapan orang anak
laki:
a. Hafidz
b. Ali keturunannya terputus
c. Mahdi
d. Umar keturunannya di Silik
e. Abdullah keturunannya di Amud,
Inat, Jawa
f. Mutohhar keturunannya al-Aqil
Mutohar di Damun, Yaman, Jawa,
Palembang, Singapura.
g. Abu Bakar keturunannya al-Abi
Bakar bin Hamid di Qasam, Jurdan
h. Alwi keturunannya al-Alwi bin
Hamid di Zhufar

Yang meneruskan keturunan hanya 5


orang, yaitu :
1. Muthahhar, keturunannya adalah
al-Aqil Muthahhar (Al-Aqil bin
Muthohhar bin al-Hamid bin Syaich
Abi Bakar bin Salim).
2. Umar, keturunannya adalah Salim
bin Umar (sebagian besar di
Indonesia)
3. Abdullah
4. Abu Bakar
5. Alwi
Waliyullah al-Hamid bin Syaich Abu
Bakar wafat di Inat tahun 1030
Hijriyah.

KELUARGA AL-MUHDHAR

Al-Muhdhar adalah keturunan Umar


Al-Muhdhar bin Al-Syaich Abi Bakar
bin Salim

Gelar Al-Muhdhar yang


disandangnya karena ayahnya
menjulukinya Muhdhar agar ia
mendapat berkah leluhurnya yaitu
Waliyullah Umar Muhdhar bin
Abdurrahman As-Saqqaf.
Waliyullah Umar al-Muhdhar lahir di
kota Inat.

Umar al-Muhdhar mempunyai 3


orang anak laki:
1. Muhammad, mempunyai dua
orang anak dan keturunannya
terputus.
2. Ali, keturunannya di Bihan,
Raudhah Bani Israil.
3. Abu Bakar, keturunannya di Bihan,
Khamur dekat Syibam, India, Du'an,
Jawa.

Ali dan Abu Bakar, mereka


menurunkan keturunan al-Muhdhar.
Keturunan al-Muhdhar lainnya
adalah al-Mahadir.
Waliyullah Umar al-Muhdhar wafat
di Inat pada tahun 997 H

Keturunan Hasan bin Al-Syaich Abi


Bakar bin Salim
Ali bin Hasan bin Al-Syaich Abi
Bakar bin Salim, mempunyai dua
orang anak:
1. Hasan, keturunannya di Inat dan
Surabaya.
2. Ahmad, kakek keluarga Abu
Futhaim bin Abi Bakar bin Ahmad
bin Hasan, keturunannya di Jawa,
India, Asia, Rahyah, Taribah.

KELUARGA AL-ABU FUTHAIM

Al-Abu Futhaim adalah keturunan


waliyullah Muhammad Abu Futhaim
bin Abu bakar bin Ahmad bin Ali bin
Hasan bin Al-Syaich Abi Bakar bin
Salim.
Gelar disandang karena beliau
mempunyai anak perempuan yang
bernama Fatimah yang berasal dari
kata Fatama, maka orang-orang
menjuluki Abu-Futhaim.

Waliyullah Muhammad Abu Futhaim


dilahirkan di kota Tarim, dikaruniai 5
orang anak, 4 diantaranya
meneruskan keturunannya yaitu :
Abdurrahman, Husein, Umar dan
Alwi.
Waliyullah Muhammad Abu Futhaim
wafat di kota San’a Yaman Utara.

Keturunan Syaichon bin Al-Syaich


Abi Bakar bin Salim

Syaichon bin Al-Syaich Abi Bakar bin


Salim, mempunyai dua orang anak,
yaitu:
1. Abdullah, keturunannya di
Rakhiyah, Wadi 'Ain, India dan
Surabaya.
2. Muhammad, keturunannya di
Jawa.
KELUARGA BIN JINDAN

Bin Jindan adalah keturunan Jindan


bin Abdulah bin Umar bin Abdullah
bin Syaichon bin Al-Syaich Abi Bakar
bin Salim

Jindan bin Abdulah menurunkan


keluarga Bin-Jindan, keturunan
misalnya adalah Habib Ahmad bin
Novel Jakarta dan saudaranya yaitu
Habib Jindan bin Novel Jakarta.
Nasab lengkapnya adalah Habib
Jindan bin Novel bin Salim bin
Ahmad bin Husain bin Soleh bin
Abdullah bin Jindan

Keturunan Abdullah al-Asghor bin Al-


Syaich Abi Bakar bin Salim

Abdullah al-Asghor bin Al-Syaich Abi


Bakar bin Salim, mempunyai 3 orang
anak laki:
a. Hadi keturunannya terputus.
b. Muhammad
c. Ali (keturunannya di Rahyah,
Jurdan, Jawa)

Anda mungkin juga menyukai