Anda di halaman 1dari 10

SOSIOHUMANIKA:

Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 7(1) Mei 2014

BAMBANG SULISTYO

Konflik, Kontrak Sosial, dan Pertumbuhan


Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan
RESUME: Pembangunan masyarakat, konflik, dan perang, yang menjadi latar belakang peristiwa-peristiwa
penting pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan, merupakan ekspresi dari harga diri. Pembangunan masyarakat,
sudah barang tentu, dimulai dengan membentuk “polity” (entitas politik), seperti kerajaan atau negara,
dengan Raja yang dipilih oleh kepala-kepala “wanua”. Bentuk federasi diubah menjadi kerajaan atau kekuasaan
yang sentralistik. Ibukota kerajaan selanjutnya dipindahkan dari pedalaman ke pesisir, di muara sungai.
Artinya, sistem kekuasaan yang semula berorientasi agraris selanjutnya berorientasi maritim. Sesudah itu,
proses pembangunan kerajaan dilakukan dengan jalan ekspansi dan penaklukan, serta mengangkut penduduk
negeri taklukan tersebut ke ibukota kerajaan. Proses ekspansi dan penaklukan ini juga menciptakan hubungan
perkawinan, dengan menempatkan keluarga bangsawan di negeri “vazal”, serta membangun kerjasama dan
tolong-menolong dengan negeri “vazal”. Artikel ini membahas tentang perkembangan sejarah Kerajaan
Gowa dan kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan pada abas ke-17 Masehi. Bisa dikatakan bahwa abad
ke-17 adalah puncak kebesaran Sulawesi Selatan, terutama bagi suku Bugis, Makassar, dan Mandar. Nilai-
nilai yang berkembang pada periode itu masih dapat ditemukan sebagai acuan dan gaya hidup orang-orang
Bugis dan Makassar di masa kini.
KATA KUNCI: Konflik, kontrak sosial, kerajaan Gowa-Tallo dan Bone-Soppeng, sistem nilai, perkembangan
Islam, dan VOC Belanda.

ABSTRACT: “Conflict, Social Contract, and the Growth of Islamic Kingdoms in South Sulawesi”. Community
development, conflict, and war, as the background of important events in the 17th century in South Sulawesi,
is an expression of self-esteem. Community development, of course, begins with forming a political entity,
such as the kingdom or state, the king chosen by the heads of “wanua” (community). The form of federation
entity converted into a power centralized kingdom. Royal capital city was then moved from the interior to the
coast, at the mouth of the river. It means that the power system initially agrarian-oriented has then changed
to the maritime-oriented. After that, the development process of the kingdom is done by using the expansion
and conquest, and conquered the inhabitants of the land are transported and moved to the capital city of the
kingdom. The process of expansion and conquest also creates marital relationship, by placing a noble family
in the country of “vazal” (colonized), and to build cooperation and mutual help with the country of “vazal”.
This article discusses the historical development of Gowa Kingdom and other kingdoms in South Sulawesi on
17th AD (Anno Domini). It could be said that the 17th century was the peak of the greatness of South Sulawesi,
especially for the ethnics of Bugis, Makassar, and Mandar. The values that be developed in that period can still
be found as a reference and the lifestyle of the Bugis and Makassar communities in the present.
KEY WORD: Conflict, social contract, the kingdoms of Gowa-Tallo and Bone-Soppeng, value systems, the
development of Islam, and Dutch East-Hindia company.

PENDAHULUAN dan Makassar di masa kini. Nilai tentang


Abad ke-17 adalah puncak kebesaran “demokrasi” dan “harga diri” berkembang
Sulawesi Selatan, terutama bagi suku Bugis, pada periode tersebut. Tidak dapat diingkari
Makassar, dan Mandar. Suatu prestasi bahwa dengan kedua nilai itu, Sulawesi
yang menjadi kebanggaan sebagai suku Selatan mencapai puncak kebesarannya.
bangsa. Nilai-nilai yang berkembang pada Sesungguhnya, Gowa dan Tallo yang
periode itu masih dapat ditemukan sebagai berhasil memprakarsai kebesaran itu. Pada
acuan dan gaya hidup orang-orang Bugis masa itu, wilayah kekuasaan Gowa meliputi

Dr. Bambang Sulistyo adalah Dosen dan Ketua Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UNHAS (Universitas Hasanuddin),
Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Untuk kepentingan akademik, penulis dapat
dihubungi dengan alamat emel: bambang5ulistyo@yahoo.com

9
BAMBANG SULISTYO,
Konflik, Kontrak Sosial, dan Pertumbuhan Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan antar bangsa, kehidupan manusia terus-
bahkan hingga Kalimantan Utara. Namun menerus terlibat konflik sepanjang
etnis Bugis, Bone, meskipun hanya berkuasa hidupnya. Paus, sebagai pemimpin agama
sebatas di Sulawesi Selatan saja, namun Kristen Katholik, justru memicu perang.
turut bangga karena dapat menaklukan Demikian juga para Khalifah Islam,
wibawa kepemimpinan Gowa. menggunakan agama untuk memperluas
Abad ke-17, ketika Perang Makassar kekuasaannya.
terjadi, kehidupan dunia seperti yang Paus terlibat dalam perang perebutan
dibayangkan oleh Thomas Hobbes, filosof tanah suci Palestina, yang dikuasai
dari Inggris, dengan homo homini lupus, oleh Kesultanan Turki Seljuk. Jatuhnya
yakni mereka yang kuat memakan yang Konstantinopel pada tahun 1453, kepada
lemah. Dunia tanpa pengakuan kesataraan bangsa Turki, telah membangkitkan
politik diantara bangsa-bangsa se-dunia. semangat Perang Salib pada bangsa Spanyol
Belum ada peta wilayah negara yang dan Portugis melawan Islam. Kedua bangsa
disepakati oleh seluruh bangsa-bangsa. Liga itu memperluas perang ke Eropa Barat,
Bangsa-Bangsa (lahir tahun 1920-an) atau yakni pada kekhalifahan Islam Kordova di
Perserikatan Bangsa-Bangsa (lahir tahun jazirah Iberia.
1940-an), yang mengontrol dan mencegah Pada tahun 1492, Spanyol berhasil
tindakan sewenang-wenang suatu bangsa menaklukan Sultan Abu Muhammad
atas bangsa lainnya, juga belum ada. Abdullah IX di Granada. Orang-orang
Setiap bangsa berlomba memperkuat Muslim diusir dari Spanyol ke Afrika.
militer, memperluas wilayah, dan menjadi Karena jasa kedua bangsa itu akhirnya
bangsa yang unggul. Bangsa yang kuat Paus, yang mengaku sebagai wakil Tuhan
akan berkuasa, sedangkan yang kalah akan di dunia, merestui ekspansi-ekspansi
terhina. Nilai-nilai klasik yang berkembang penaklukan mereka ke seluruh penjuru
di Eropa, yang menggerakkan terjadinya dunia melalui Perjanjian Thordesilas. Oleh
Perang Troya pada tahun 4,000 silam, juga karena itu, pelayaran-pelayaran dan perang-
berkembang di sini. Laki-laki pada masa itu perang mereka berdasarkan slogan Gospel,
“diburu” oleh nilai keabadian, yakni harga Gold, and Glory (injil, emas, dan kejayaan).
diri. Para raja berambisi untuk menjadi Pelayaran-pelayaran mereka bertujuan
penguasa di atas raja-raja lainnya. menyiarkan agama dan mengumpulkan
Namun, kondisi di Eropa itu juga kekayaan. Mereka berupaya menemukan
berlaku di Sulawesi Selatan. Setiap orang rempah-rempah dari Maluku yang sudah
dan kerajaan sangat bangga dengan nilai dikenal di Eropa sejak zaman Romawi
kebudayaan harga dirinya. Memiliki Kuno. Sebelah barat kepulauan De Verde, di
kekuasaan, serta banyak pengikut dan kaya barat Afrika Utara, diakui sebagai wilayah
menjadi dambaan setiap orang dan setiap Spanyol; dan sebelah timur sebagai wilayah
kerajaan. Kebanggaan ini menjiwai Perang Portugis.
Makassar pada abad ke-17. Komunitas- Demikianlah, Bartolomeus Dias, dalam
komunitas kesukuan bangkit mendirikan pelayaran antara tahun 1487-1488, berhasil
kerajaan dan menaklukan negeri lainnya. mencapai Tanjung Harapan di ujung
Tujuan artikel ini adalah menjelaskan selatan benua Afrika. Vasco da Gama,
harga diri yang berkembang di dalam sesudah berlavar selama dua tahun lebih,
Perang Makassar, 1666-1669, yang meliputi menemukan India. Selanjutnya, Alfonso de’
konsep dan aplikasinya. Diawali dengan Albuquerque, pada tahun 1511, menemukan
perkembangan kerajaan, sistem sosial, dan dan menaklukan kerajaan Islam terbesar
semangat perangnya. di Asia Tenggara, yakni Melaka. Pada sisi
yang lain, yakni Colombus dari Spanyol
DUNIA PENUH KONFLIK menemukan “benua baru” Amerika, ketika
Pada abad-abad yang lalu, sebelum ada tiba di kepuauan Bahama.
tatanan politik yang menjamin kesetaraan Pelayaran-pelayaran Colombus sesudah

10
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 7(1) Mei 2014

itu dilanjutkan oleh Magelhaens, yang mendorong petualangan-petualangan


sesudah melintasi Samudera Pasifik bangsa Belanda untuk giat berdagang
tiba di Maluku. Di semua wilayah yang (Chaudhuri, 1995).
dilalui dan disinggahi oleh kedua bangsa Namun mereka sangat terpukul pada
itu dinyatakan sebagai wilayah mereka. tahun 1580, ketika Phillip II, Raja Spanyol,
Portugis berkonsentrasi untuk menguasai menutup pelabuhan Lisabon untuk mereka.
perdagangan rempah-rempah, sedangkan Hal ini telah mendorong Belanda Utara,
Spanyol berminat pada upaya memperoleh pada tahun 1581, memproklamasikan
emas. kemerdekaannya sebagai Republik Bataaf.1
Pada masa itu, perdagangan rempah- Pada tahun 1588, Belanda, setelah bersekutu
rempah sangat menguntungkan. Portugis, dengan Inggris, berhasil mengalahkan
dalam upaya menguasai rempah-rempah, Spanyol. Namun beberapa tahun sesudah
bersedia melakukan apa saja, termasuk itu, Belanda juga bermusuhan dengan
perompakan dan menenggelamkan kapal- Inggris dan Portugis.
kapal Muslim yang mengangkut rempah- Belanda membutuhkan dana untuk
rempah yang dijumpainya di lautan (Van membiayai perang; oleh karena itu, Belanda
Leur, 1957:113). Tujuannya adalah untuk melakukan pelayaran-pelayaran untuk
menjaga agar harga rempah-rempah tetap mencari kepulauan rempah-rempah. Pada
tinggi di pasaran. mulanya Belanda berlayar ke Laut Utara,
Pada abad ke-16, Eropa diguncang oleh menghindari pertemuannya dengan pelaut-
gerakan Reformasi. Legalitas Paus (sebagai pelaut Spanyol dan Portugis; namun
pemimpin keagamaan di seluruh dunia), terhalang kutub utara yang tertutupi salju
yang hanya melegitimasi politik Spanyol abadi, maka akhirnya orang-orang Belanda
dan Portugis, mendapat perlawanan dan berlayar ke selatan mengitari benua Afrika.
pemberontakan. Gerakan Reformasi telah Demikianlah, pada tahun 1596, Cornelis
melahirkan agama Kristen Protestan, yang de Houtman dan rombongan tiba di
mendapat dukungan dari gerakan nasionalis Makassar, Sulawesi Selatan; dan ketika
di kalangan bangsa-bangsa Eropa, seperti kembali ke negeri Belanda, mereka singgah
Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman. di Banten, ujung barat pulau Jawa. Mereka
Belanda pada waktu itu, yang meliputi telah memperhitungkan bahwa pelayaran
seluruh dataran rendah di sepanjang pantai niaga ke Nusantara akan menjadikan mereka
sejak dari Hollandia, Belgia, dan bagian kaya-raya. Gagasan ini didukung oleh
utara Perancis, merupakan federasi yang Johan van Oldenbarnevelt, yang berupaya
terdiri dari kota-kota merdeka dengan mempersatukan seluruh perusahaan-
wilayah 17 provinsi (Hayes, 1979:24). perusahan Belanda untuk mengumpulkan
Kota-kota itu adalah Holland, Amsterdam, dana pembangunan angkatan perang.
Antwerpen, Roterdam, Brussel, Utrecht, Gagasan ini diterima oleh pemerintah
dan lain-lain, semuanya merupakan (Staten Generaal), maka pada tanggal 20
wilayah Spanyol. Pada tahun 1567, gerakan Maret 1602, didirikanlah Vereenigde Oost-
Reformasi berubah menjadi perang agama Indische Compagnie (VOC), yang memiliki
di Eropa. Akibatnya, kekuasaan Paus hak Oktroi, yakni hak mencetak uang,
dalam imperium Romawi Suci mengalami membangun militer, dan menentukan
kemerosotan (Van End, 1993). kebijakan perdagangan sendiri. Langkah ini
Etika Protestan, seperti yang diikuti oleh Inggris yang juga mendirikan
digambarkan Max Weber, sangat East India Company (EIC). Keduanya
menghormati orang-orang kaya, karena berambisi untuk menguasai perdagangan
diyakini sebagai tanda berkat Allah dunia.
bersamanya. Sebaliknya, orang yang miskin
merupakan suatu tanda dijauhi Allah,
oleh karena itu dicemooh oleh masyarakat 1
Namun Spanyol baru mengakui kemerdekaan Republik
di sekelilingnya. Etika Protestan telah Belanda pada tahun 1648.

11
BAMBANG SULISTYO,
Konflik, Kontrak Sosial, dan Pertumbuhan Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan

KONTRAK SOSIAL DAN kisah-kisah tentang To Manurung, yang


PERTUMBUHAN KERAJAAN- sesungguhnya menjelaskan asal-mula
KERAJAAN ISLAM suatu kerajaan. Pengangkatan seorang
DI SULAWESI SELATAN raja dilakukan dengan terlebih dahulu
Kondisi homo homini lupus ada juga di menyelenggarakan kontrak sosial.
Nusantara, khusunya di Sulawesi Selatan. Di Gowa, To Manurung adalah seorang
Keruntuhan Majapahit pada abad ke-16 perempuan yang ditemukan di desa
menyebabkan kondisi sosial dan ekonomi Takabassia, di dalam rumpun bambu.
kacau, akibat dari tidak adanya jaminan Kehadirannya diawali dengan hujan lebat,
keamanan, berlangsung berkepanjangan. guntur sambung-menyambung, dan kilat
Dapat dipahami jika mitos I Lagaligo, yang menyambar-nyambar. Atas permintaan
berkembang di Luwu, Sulawesi Selatan, ketua-ketua wanua, ia diangkat sebagai raja.
yang mengisahkan Sawerigading, dan Dalam kontrak pengangkatan raja terjadi
tokoh-tokoh lainnya dalam mitos, di dialog antara To Manurung dan Pacallaya
sepanjang pelayarannya ke negeri Cina, (ketua para wanua), sebagai berikut:
selama bertahun-tahun, selalu menjumpai
musuh dan terlibat perang. Orang-orang To Manurung, antara lain, menyatakan:
“Kini kamu jadikan kami rajamu, kami akan
Majapahit yang pada mulanya menjaga
bersabda dan engkau akan tunduk patuh. Kami
keamanan di lautan telah berubah menjadi ibarat angin, engkau adalah dedaunan”. Pada
bajak laut.2 pihak lain, Pacallaya menyatakan: “Kini kami
Perang-perang merupakan upaya mempertuan engkau, hanya diri pribadi kami
menciptakan tatanan politik yang menjamin mempertuan engkau, harta benda kami tidak.
Engkau tidak akan mengambil ayam kami dari
kehidupan yang sejahtera, tertib, dan damai. tempatnya bertengger, tidak akan mengambil
Hal ini banyak dilakukan oleh kerajaan telur ayam dari pekarangan kami [...]” (dalam
Luwu, yang melakukan berbagai ekspansi Tika, Syam & Rosdiana, 2007).
ke negeri tetangganya. Keberhasilan Luwu
telah mengantarkannya sebagai kerajaan To Manurung ini akhirnya bertemu
yang disegani di Sulawesi Selatan, sehingga dengan Karaeng Bayo, yang datang dari
menggiatkan negeri-negeri lain untuk Bantaeng. Jika To Manurung berasal dari
menggunakan mitologi I Lagaligo untuk dunia atas, maka dari namanya, Karaeng
melegitimasi kekuasaan mereka dengan Bayo, menunjukkan bahwa ia datang dari
menciptakan mitos tentang To Manurung. dunia bawah. Dengan kontrak ini maka
Kesusahan dan kesengsaraan itu organisasi politik yang semula berbentuk
menyebabkan timbulnya harapan akan konfederasi yang longgar, akhirnya berubah
kehadiran seorang pemimpin yang menjadi negara kesatuan. Masyarakat
melindungi mereka. Dalam kondisi ini, komunal yang otonom berubah menjadi
munculnya To Manurung (orang yang turun ikatan persekutuan yang demokratis.
dari langit) telah diangkat sebagai raja oleh Dengan kontrak sosial itu juga
kepala-kepala wanua di Sulawesi Selatan. bermakna bahwa kekuasaan raja bukan
Kisah sosok To Manurung ini bersumber untuk mengeksploitasi rakyatnya,
dari mitologi I Lagaligo. Berawal dari mitos tetapi, sebaliknya, untuk meningkatkan
I Lagaligo itu selanjutnya bermunculan kesejahteraan rakyatnya. Bertolak dari
kontrak sosial itu, raja terdorong untuk
2
Penemuan patung perunggu Buddha di pedalaman mengembangkan perekonomian rakyatnya
Sulawesi Selatan merupakan bukti bahwa pada zaman melalaui berbagai upaya yang melibatkan
Hindu-Buddhia terdapat hubungan-hubungan ekonomi
antara Sulawesi Selatan dengan kerajaan Majapahit yang para ketua wanua, yakni para pejabat
sudah mapan di Jawa. Patung ini memiliki ukuran lebih yang bergelar Karaeng, Arung, atau Datu.
besar dari orang dewasa dan menjadi patung terbesar koleksi
Museum Nasional Jakarta. Apabila dikaji lebih seksama akan
Akibatnya, muncul negara atau kerajaan
berkembang pertanyaan: bagaimana patung itu dapat berada yang bersifat ekspansif.
di Sulawesi Selatan, siapa yang dengan susah-payah Mitos-mitos tentang To Manurung ini
membawanya ke Sulawesi Selatan, bagaimana caranya
dan digunakan untuk apa? ditemukan di hampir seluruh kerajaan di

12
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 7(1) Mei 2014

Sulawesi Selatan, termasuk Tanete, Wajo, Sebaliknya, Gowa melarang permusuhan di


Bone, Bantaeng, Toraja, Gowa, dan lain- antara para pendatang di negerinya. Peran
lain. Semua kerajaan mengklaim sebagai komunitas Melayu berperan penting dalam
memiliki kedaulatan yang berasal dari syiar Islam. Lebih dari itu, justru turut
para dewa. Akibatnya, perang-perang membangun peradaban dan melibatkan
antar kerajaan pun terjadi. Orang Mandar diri dalam berbagai ekspansi militer Gowa.
menyebut kondisi ini sebagai si anre balie Penduduk Bugis-Makassar masih belum
tauwe, artinya ikan yang besar memangsa Islam pada masa itu dan belum lazim
ikan yang kecil. berpakaian, sementara para pendatang yang
Masyarakat komunal dapat sentuhan Muslim telah berpakaian mewah.
kapitalis, dan upaya mendirikan kerajaan Keberadaan orang-orang Melayu
yang demokratis dan ekspansif dalam berperan penting bagi pengembangan
masyarakat yang pada mulanya berorientasi pelayaran-pelayaran niaga, karena
agraris, kini berubah menjadi kerajaan kehidupan mereka sejak kedatangannya
maritim. Dan kerajaan Gowa berkembang adalah berdagang, bahkan berpengalaman
menjadi kekuatan kapitalis. dalam pelayaran niaga internasional. Oleh
Demikian juga Bone, yang akhirnya karena itu di Gowa, orang Melayu diangkat
berhasil melegitimasi kekuasaannya dengan sebagai syahbandar. Kehadiran mereka telah
mitos To Manurung, dan berkembang berdampak pada kemajuan kerajaan Siang
menjadi kerajaan besar yang patut dan pertumbuhan kerajaan-kerajaan lainnya
diperhitungkan. Raja Dewa menghadapi di pantai barat Selat Makassar (ANRI, 2003).
Bone yang bersekutu dengan Wajo. Gowa dibawah Karaeng Tumapa’risi’
Persekutuan dengan Wajo diperoleh dengan Kallonna (1510-1546), ibunya adalah I
cara menyerahkan Larompong, Malluse, dan Rerasi, bangsawan tinggi dari Mandar,
Sallo kepada Wajo. Kebaikan ini diterima memindahkan ibukota kerajaan dari
oleh Wajo sebagai sikap persaudaraan Tamalate di pedalaman ke Somba Opu
antara orang tua dan anaknya. Sebagai di muara sungai Garrasi. Ia menyusun
imbalannya, Wajo membantu Luwu dalam undang-undang dan peraturan dalam
menaklukan Sidenreng. Sesudah itu, peperangan. Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna
Luwu (di bawah Latenrisuki), menyerang mengembangkan kerajaan dengan
Bone, walaupun dapat dikalahkan. Hal menaklukan kerajaan Tallo, kerajaan
ini merupakan awal persekutuan antara tetangganya. Setelah tercipta kedamaian, ia
kerajaan Luwu dengan kerajaan Gowa. menyatakan dengan sumpah: “Siapa saja
Perkembangan Sesudah Proses Islamisasi yang mencoba membuat Gowa dan Tallo
di Sulawesi Selatan. Awal abad ke-16 saling melawan (ampasiewat) akan mendapat
merupakan babakan baru dalam sejarah hukuman Dewata” (dalam Depdikbud,
Sulawesi Selatan. Pada tahun 1511, Malaka 1985/1986).
jatuh kepada kekuasaan Portugis.3 Migrasi Gabungan kedua kerajaan itu disebut
besar-besaran terjadi ke kota-kota pantai sebagai Kerajaan Makassar, yang berslogan
di pesisir utara pulau Jawa, Sumatra, Selat “dua raja, atas satu rakyatnya”. Semenjak
Makassar, dan lain-lain. itu, Raja Tallo berkedudukan sebagai
Pilihan untuk tinggal di jazirah Sulawesi Mangkubumi (Perdana Menteri) Kerajaan
Selatan sangat tepat, karena relatif aman Gowa. Penaklukan Karaeng Tumapa’risi’
dari ancaman Portugis. Pada masa ini Islam Kallonna tidak sebatas di Sulawesi Selatan,
belum masuk ke Sulawesi Selatan, sehingga melainkan juga ke Sulawesi Barat.
tidak terjadi permusuhan dengan Portugis. Tunipalangga Ulaweng (1546-1565) juga
menaklukan kerajaan-kerajaan di Selat
3
Misionaris Portugis yang tiba di Makassar berpendapat
bahwa daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil.
Makassar, seperti Siang, Suppa, Bacukiki,
Artinya, kebesaran Makassar baru dicapai sesudah itu. Lihat, Sawitto, Sidenreng, dan Napo. Ia juga
selanjutnya, artikel berjudul “Makassarcshe Histories” dalam menaklukan kerajaan-kerajaan di bagian
Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en volkenkuende (1855); dan
Th. Van End (1993). Selatannya, yakni Panaikang, Bajeng,

13
BAMBANG SULISTYO,
Konflik, Kontrak Sosial, dan Pertumbuhan Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan

Lengkese, Polombangkeng, dan Bulukumba, tertinggi. Mereka yang menerima kekalahan


serta kerajaan-kerajaan di teluk Bone seperti dianggap tidak punya harga diri, dan
Larnuru, Soppeng, dan Wajo, termasuk juga kelompok ini adalah budak. Punya pengikut
kerajaan di pedalaman, seperti Lamati dan merupakan gaya hidup pada masa itu untuk
Duri. membangun kerajaan. Semakin banyak
Rakyat mereka yang ditaklukkan pengikutnya, semakin tinggi kebanggaan
dibawa ke Makassar dan dipersilahkan seseorang atas harga dirinya (Mattulada,
untuk tinggal dimana saja yang mereka 1985; dan Tol, van Dijk & Acciaoli, 2009).
sukai, terutama di daerah yang terletak Demi siri (harga diri), seseorang
antara Gowa dan Tallo (Andaya, 2004:33). berperang dan berupaya mendapat
Kebijakan ini merupakan upaya sentralisasi sebanyak mungkin pengikut. Agar supaya
ekonomi yang bertujuan untuk efisiensi harga diri tidak merosot, maka seseorang
perdagangan. selalu berupaya menepati janjinya. Hidup
Dengan mengunjungi Makassar maka sebagai majikan dan golongan bersenjata,
pedagang dapat memperoleh berbagai atau orang berani (to barani), sudah
macam komoditas dagang dalam jumlah tentu merupakan orang terhormat, yang
besar. Pedagang tidak perlu mengunjungi mendapat penghargaan sebagai bangsawan
banyak pelabuhan untuk mendapatkan (Mattulada, 1985; dan Pelras, 2006).
komoditas dagangnya. Jumlah penduduk H.J. Fredericy (1933) juga menyatakan
yang besar tidak hanya merupakan kekuatan bahwa tidak pantas orang yang telah
ekonomi, tetapi juga merupakan sumber mengangkat senjata menggarap tanah
daya manusia untuk kekuatan militer. atau pekerjaan lainnya. Oleh karena itu,
Sesungguhnya, tidak hanya kedua raja yang penduduk dari kalangan negeri taklukan
melakukan ekspansi ke negeri tetangga. Hal akan berupaya menjadi orang berani yang
ini juga dilakukan oleh kerajaan-kerajaan membela kerajaan. Namun sebaliknya, orang
dari Luwu, Bone, Wajo, bahkan oleh atau negeri yang berulang-ulang melakukan
Ternate di Maluku Utara dan Bima di Nusa pemberontakan akan diperlakukan sebagai
Tenggara Barat. budak, yang bahkan dapat diperjual-belikan.
Dengan demikian, tidak hanya Gowa Sistem nilai siri ini mampu menjamin
yang agresif, hampir seluruh kerajaan di kerajaan Gowa untuk berkembang.
Sulawesi Selatan terlibat dalam perang Penaklukan bukan untuk menanamkan
untuk menunjukkan eksistensi mereka. dendam, melainkan merupakan upaya
Akhirnya, pada abad 16 berkembang empat untuk memperoleh tenaga militer dan
kekuatan besar, yakni: Gowa dan Tallo sumber kekayaan. Seorang prajurit yang
(kerajaan kembar) di selatan jazirah Sulawesi pulang membawa tawanan, yang kemudian
Selatan; di bagian tengah terdapat Bone, dijadikan sebagai prajurit yang setia kepada
Soppeng, dan Wajo, yang, tergabung dalam penakluknya, merupakan suatu kebanggaan.
persekutuan Tellumpocoe; serta di utara Demi siri (harga diri), semua orang
terdapat dua kekuatan besar, yakni Luwu di Makassar bercita-cita untuk memiliki budak
bagian timur tengah dan Mandar di bagian agar terbebas dari pekerjaan fisik (Tol, van
barat. Persekutuan Tellumpocoe mampu Dijk & Acciaoli, 2009:87).
menandingi kekuatan Gowa-Tallo, tetapi Dengan budak, seseorang dapat
ketika proses Islamisasi berlangsung, Wajo mengolah tanah dan pekerjaan-pekerjaan
memihak Gowa. Akhirnya, persekutuan lain yang seharusnya ia kerjakan. Oleh
Bone-Soppeng dapat dikalahkan oleh Gowa- karena itu, budak merupakan kekayaan dan
Tallo (Mappangara, 2001 dan 2014). harga diri seseorang. Seperti yang tampak
Konsekwensinya, masyarakat di Sulawesi pada Syair Perang Mengkassar, tingkat
Selatan tersusun dalam tiga strata sosial, kebangsawanan orang Makassar khususnya
yakni bangsawan, orang yang bebas, dan ditandai dengan jumlah pengikutnya yang
budak. Mereka yang unggul dan memiliki banyak (dalam Mattulada, 2002). Tidak
harga diri menempati sistem pelapisan sosial ada bangsawan berjalan ke istana tanpa

14
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 7(1) Mei 2014

diiringi oleh para budaknya yang bersenjata. Opu, dengan syarat tidak melanjutkan
Mereka tidak akan mengampuni orang permusuhannya dengan bangsa Portugis
yang mengganggu hak dan kehormatan dan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya
bangsawannya. di Gowa (Reid, 2002; dan Tol, van Dijk
Semakin besar pengikutnya, semakin & Acciaoli, 2009). Namun konflik tak
tinggi kebanggaan dan kebangsawanannya. terhindarkan, yang meningkat menjadi
Hal ini tampak tidak hanya ketika terjadi larangan berdagang bagi VOC pada tahun
perang, pada masa kondisi damai pun 1616, dan akhirnya penutupan loji VOC di
kepergian seorang bangsawan dan pejabat Somba Opu atas perintah Sultan Alauddin.
pemerintahan selalu diikuti dengan Kedudukan VOC semakin mapan pada
sejumlah besar pengikutnya, yang diiringi tanggal 30 Mei 1618, ketika Jan Pieter Zoen
dengan bunyi-bunyian musik yang Coen merebut Jakarta dari Kesultanan
dimainkan oleh para pengikut mereka Banten di pulau Jawa bagian barat. Jakarta
(Rahim, 1985; dan Sulistyo, 2011). selanjutnya diubah menjadi Batavia dan
Mengenai Perang Makassar. Pada awal menjadi pusat kedudukan VOC di Asia. Di
abad ke-17, konflik perebutan perdagangan Batavia ini tinggal Gubernur Jenderal VOC
rempah-rempah semakin meningkat. dan Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda),
Pada tahun 1603, VOC (Vereenigde Oost- selaku lembaga legislatif Belanda di Asia,
Indische Compagnie atau Kompeni Dagang sedangkan di pulau Banda ditempatkan
Belanda) menguasai pulau Banda di pejabat dengan pangkat Gubernur.4
Maluku, yang kemudian dijadikan sebagai Pada tahun 1650, sikap dan tindakan
pusat kekuasaannya di Asia Tenggara VOC mulai semakin keras dengan upayanya
(Kartodirdjo, 1988; dan Reid, 2002). untuk menyerang Gowa dan merebut
Pendudukan VOC atas Banda diikuti Benteng Panakkukang. Namun, yang
dengan monopoli perdagangan rempah- mendorog perang itu terjadi sebenarnya
rempah di Maluku Selatan. Sementara adalah ketika VOC dapat bersekutu dengan
itu, Portugis memonopoli perdagangan Ambon, Ternate, Buton, dan Bone pada
rempah-rempah di Maluku Utara (Amal, tahun 1665. Pada waktu yang bersamaan,
2007). Perkembangan ini berakibat bahwa Portugis juga terdesak kedudukannya dari
kedudukan Portugis, yang mengontrol Maluku. Sebaliknya, Gowa menjadi sangat
perdaganan rempah-rempah di bandar- kuat ketika bersekutu dengan Mandar,
bandar Italia, mulai tergeser oleh VOC Wajo, Luwu, Bantaeng, dan Turatea. Namun
Belanda. perkembangan baru mulai terjadi ketika
Ambisi VOC untuk menyingkirkan Gowa-Tallo harus berhadapan dengan VOC
musuh-musuhnya bangsa Eropa tidak dapat dan sekutu-sekutunya. Oleh karena itu,
dilakukan, karena Sultan Gowa menjamin perang tidak dapat dihindari.
perdamaian dan seluruh bangsa-bangsa Perang dimulai ketika di Eropa, Belanda
dilindungi jika berkunjung ke Somba Opu, terlibat dalam pertempuran melawan
pelabuhan Kerajaan Gowa-Tallo. Baik Inggris. Gowa menyerang Buton, Muna,
Portugis maupun Belanda, kemudian, Banggai, Tombuku, dan Sula, bahkan
menyerang dan menenggelamkan kapal-
kapal Muslim yang dijumpainya dalam 4
Di Batavia (sekarang Jakarta) dibentuk pemerintahan
yang dinamai Residensi Hogere Regeering (sebutan Gubernur
pelayaran menuju ke pelabuhan Somba Opu Jenderal bersama Raad van Indie). Reorganisasi pimpinan
di Makassar (Rahman Hamid, 2008:20; dan dilakukan pada tahun 1609, ketika kekuasaan central VOC di
Tol, van Dijk & Acciaoli, 2009:22). Asia diserahkan kepada Gubernur Jenderal yang didampingi
oleh Raad van Indie. Mengenai ini lihat, misalnya, “The Archives
Pada tahun 1603, yang dapat dilakukan of the Dutch East India Company and the Local Institutions
oleh VOC adalah meminta ijin kepada in Batavia” dalam ArsipVOC (Vereenigde Oost-Indische
Compagnie) dan Lembaga Pemerintahan Kota Batavia, Jakarta:
Sultan Alauddin dari Kerajaan Gowa- ANRI [Arsip Nasional Republik Indonesia]; “De Archieven
Tallo untuk membuka kantor dagang di van de Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) en de
Makassar. Atas ijin Sultan Alauddin, Class Locale Instellingen to Batavia Jakarta” dalam Nationaal
Archief, The Hague: National Archieve of the Netherlands;
Leursen membuka kantor dagang di Somba dan G.L. Balk et al. (2007:11).

15
BAMBANG SULISTYO,
Konflik, Kontrak Sosial, dan Pertumbuhan Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan

Ambon di Maluku; selanjutnya, seperti juga menempatkan kekuasaan politiknya


biasa, mengangkut penduduknya ke Gowa sebagai pemegang kedaulatan di kawasan
(Zuhdi, 2010). Hal ini telah mendorong timur Nusantara. Ia tetap mempertahankan
pembalasan oleh VOC. adanya kerajaan-kerajaan di Sulawesi
Perang dimulai pada tanggal 24 Selatan, termasuk Gowa, tetapi tidak lagi
November 1666. Setelah menyerang Gowa diberi kesempatan untuk mengembangkan
dan Bantaeng, kontingen Bugis-Makassar wilayah kekuasaannya, terutama dalam
yang bersekutu dengan VOC menyerang aktivitas pelayaran niaga yang bebas tanpa
kekuatan Gowa di Buton. Gowa dikalahkan kendali dari VOC. Struktur kelembagaan
dan lebih dari 5,000 pasukannya gugur. politik pada kerajaan-kerajaan di Sulawesi
Serangan selanjutnya terjadi sejak tanggal Selatan dipertahankan, tetapi pengawasan
1 Agustus 1667 hingga 10 November 1667. dan pembatasan hubungan dengan dunia
Gowa akhirnya dikalahkan, sehingga luar ada di tangan VOC (ANRI, 1973; dan
terpaksa menandatangani Perjanjian Amir, 2011).
Bungaya (Andaya, 2004; Rahman Hamid,
2008; dan Tol, van Dijk & Acciaoli, 2009). KESIMPULAN
Namun perang nampaknya tidak Pembangunan masyarakat, konflik, dan
tuntas dengan adanya Perjanjian Bungaya. perang, yang menjadi latar belakang Perang
Kekuatan Gowa dan sekutunya masih Makassar pada abad ke-17, merupakan
sangat besar, maka akhimya meletus ekspresi dari harga diri. Pembangunan
kembali perang berikutnya. Perang-perang masyarakat, sudah barang tentu, dimulai
ini terjadi sampai dengan bulan November dengan membentuk polity (entitas politik),
1669, dan baru berakhir ketika benteng seperti kerajaan atau negara, dengan Raja
Somba Opu dihancurkan dan diratakan yang dipilih oleh kepala-kepala wanua.
dengan tanah oleh pihak VOC dan sekutu- Bentuk federasi diubah menjadi kerajaan
sekutunya. Sultan Gowa menyerah. Namun, atau kekuasaan yang sentralistik. Ibukota
para panglima perangnya yang tidak mau kerajaan selanjutnya dipindahkan dari
menyerah harus eksodus dan berjuang di pedalaman ke pesisir, di muara sungai.
luar Makassar, yakni di Nusa Tenggara Artinya, sistem kekuasaan yang semula
Timur, Nusa Tenggara Barat, dan pulau berorientasi agraris selanjutnya berorientasi
Jawa. Makassar menerima kekalahan maritim.
dalam perang tersebut, dan dua pertiga Sesudah itu, proses pembangunan
penduduk Makassar menjadi budak, kerajaan dilakukan dengan jalan ekspansi
sehingga Makassar dikenal menjadi bandar dan penaklukan, serta mengangkut
pengekspor budak (Andaya, 2004; Rahman penduduk negeri taklukan tersebut ke
Hamid, 2008; dan Tol, van Dijk & Acciaoli, ibukota kerajaan. Proses ekspansi dan
2009). penaklukan ini juga menciptakan hubungan
Sesudah perang Makassar, VOC perkawinan, dengan menempatkan keluarga
mendapat kekayaan dan tenaga militer bangsawan dari Gowa di negeri vazal,
yang tangguh di Nusantara. VOC semakin serta membangun kerjasaama dan tolong-
berkuasa di Indonesia dan mendapat sekutu menolong dengan negeri vazal. Gejala ini
dari seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan. merupakan hal yang umum dan tidak
Kekayaan ini akan menjadi modal untuk sebatas di Gowa saja, tetapi juga di kerajaan-
menaklukan Mataram, suatu kerajaan kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan, bahkan
Islam di Jawa dengan penduduk terbesar di dalam beberapa hal merupakan fenomena
Nusantara (Sasmita, 1977; Kartodirdjo, 1988; umum di seluruh dunia.
dan Reid, 2002). Kerajaan Gowa dibangun dengan
VOC mampu membuktikan diri sebagai penaklukan dan mengangkut penduduknya
bangsa yang unggul di Nusantara. Dengan ke ibukota kerajaan. Kebijakan Gowa
demikian, VOC tidak hanya berhasil berikutnya adalah membangun hubungan
merebut monopoli perdagangan, tetapi kekerabatan di kalangan keluarga elite

16
SOSIOHUMANIKA:
Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 7(1) Mei 2014

antara vazal dan negeri induk, menciptakan Bibliografi


perjanjian (seperti dengan Mandar), sanksi
bagi yang melanggar (seperti dalam kasus Amal, M. Adrian. (2007). Kepulauan Rempah-rempah:
Buton dan Bone), serta membangun struktur Perjalanan Sejarah Maluku Utara, 1250- 1950. Jakarta:
pemerintahan yang representatif (seperti Gora Pustaka Indonesia.
Amir, Muhammad. (2011). Konflik Balanipa – Belanda
posisi dan gelar Tumakajanang, Jannang, dan di Mandar, 1862-1872. Makassar: Fakultas Pasca
Mangkubumi dengan Tallo). Perkembangan Sarjana UNHAS [Universitas Hasanuddin]
ini menciptakan masyarakat dengan sistem Makassar.
aristokratis. Masyarakat komunal berubah Andaya, Leonard Y. (2004). Warisan Arung Palakka:
Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17. Makassar:
menjadi kerajaan yang kapitalis. Kepala
Inninawa bekerjasama dengan Media Kajian
wanua, yang pada mulanya hanya menjadi Sulawesi, terjemahan.
pemimpin kerabat di wilayah, berubah ANRI [Arsip Nasional Republik Indonesia]. (1973).
menjadi pemimpin politik yang berorientasi Ikhtisar Keadaan Politik Hindia-Belanda Tahun 1839-
ke luar dari wilayah kekuasaannya. 1848. Jakarta: Penerbitan Sumber-sumber Sejarah
No.6.
Di Sulawesi Selatan, kelas penguasa ANRI [Arsip Nasional Republik Indonesia]. (2003).
terdiri dari orang-orang yang bangga Bahasa Melayu sebagai Bahasa Resmi dan Menyurat
dengan status, menyadari hak dan Formal Raja, Surat, dan Diplomasi. Jakarta:
kewajibannya, serta berpikir dan bertindak Penerbitan Naskah Sumber.
Artikel berjudul “Makassarcshe Histories” dalam
sebagai orang merdeka. Gaya hidup
Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en volkenkuende
bangsawan itu diikuti juga oleh orang (1855).
merdeka. Memiliki budak menjadi gaya Balk, G.L. et al. (2007). The Local Institutions in Batavia,
hidup, yang diikuti tidak hanya di Gowa, Jakarta. Leiden: Leiden University Press.
tetapi juga di seluruh negeri taklukannya. Chaudhuri, K.N. (1995). The Trade and Civilization in
the Economic History from the Rise of Mamluk to 1750.
Para panglima perang dari negeri vazal juga New York: Cambridge University Press.
memiliki pengikut. Bagi para pengikut, “De Archieven van de Vereenigde Oost-Indische
adalah lebih membanggakan jika dikasihi Compagnie (VOC) en de Locale Instellingen to
daripada menjadi pengikut karena suatu Batavia Jakarta” dalam Nationaal Archief. The
Hague: National Archieve of the Netherlands.
hukuman. Hubungan antara atasan dan
Depdikbud [Departemen Pendidikan dan
bawahan bukan dalam bentuk majikan dan Kebudayaan]. (1985/1986). I Lagaligo: Lontarak
budak, tetapi hubungan anatara majikan dan Bilang Raja Gowa dan Tallo (Naskah Makassar).
pengikut (dalam bahasa Makassar disebut Ujung Pandang: Proyek Penelitian dan Pengkajian
punggawa dan sawi). Pengikut membutuhkan Kebudayaan dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi
Selatan.
punggawa yang mampu melindungi dan Fredericy, H.J. (1933). “De Standen bij de Boeginezen
menjamin kehormatannya. en Makassaren” dalam Bijdragen tot de Taal
Sistem sosial demikian adalah merupakan Land- en Volkenkunde van Nederland-Indie, Deel 90.
produk zamannya. Berbagai ekspansi militer ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoft.
Hayes, Carlton J.H. (1979). Sejarah Eropa Moden hingga
diperlukan untuk memperkokoh status
1870. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
seseorang, dengan memperbanyak pengikut. Kementerian Pelajaran Malaysia, terjemahan.
Sebaliknya, pengikut akan bersikap setia Kartodirdjo, Sartono. (1988). Pengantar Sejarah Indonesia
kepada majikan atau punggawa, supaya tidak Baru, 1500-1900: Dari Emporium ke Imperium.
berubah statusnya menjadi terhina sebagai Jakarra: Penerbit PT Gramedia.
Mappangara, Suriadi. (2001). Glosarium Sulawesi
budak. Budak adalah orang yang tidak selatan. Makassar: Balai Kajian Sejarah dan Nilai
memiliki harga diri, ia layaknya bangkai Tradisional.
yang berjalan. Dengan pandangan seperti Mappangara, Suriadi. (2014). “Perjanjian Tellumpoccoe
ini kita bisa memahami bahwa perang tidak Tahun 1582: Tindak-Balas Kerajaan Gowa terhadap
Persekutuan Tiga Kerajaan di Sulawesi Selatan”
selalu mengakibatkan suatu kerajaan itu
dalam SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains
menjadi lemah. Sebaliknya justru menjadi Sosial dan Kemanusiaan, 7(1) Mei. Bandung: Minda
kuat, karena melalui perang itulah suatu Masagi Press, UNHAS Makassar, dan UNIPA
kerajaan akan memperbanyak pengikut, Surabaya.
yang merupakan sumber tenaga kerja dan Mattulada. (1985). Latoa: Satu Lukisan Analitis terhadap
Antropologi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Gadjah
tenaga militer bagi suatu kerajaan. Mada University Press.

17
BAMBANG SULISTYO,
Konflik, Kontrak Sosial, dan Pertumbuhan Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan

Mattulada. (2002). Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar “The Archives of the Dutch East India Company and
dalam Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak. the Local Institutions in Batavia” dalam ArsipVOC
Pelras, Cristian. (2006). Manusia Bugis. Jakarta: Forum- (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) dan Lembaga
Jakarta-Paris Ecole Francaise d’Extreme Orient, Pemerintahan Kota Batavia. Jakarta: ANRI [Arsip
terjemahan. Nasional Republik Indonesia].
Rahim, Rahman. (1985). Nilai-nilai Utama Kebudayaan Tika, Zainuddin, M. Ridwan Syam & Z. Rosdiana.
Bugis. Makassar: Hassanuddin University Perss. (2007). Profil Raja-raja Gowa. Makssar: Penerbit
Rahman Hamid, Abd. (2008). Jejak Arung Pallaka di Refleksi.
Negeri Buton. Makassar: Pustaka Refleksi. Tol, Roger, Kees van Dijk & Greg Acciaoli. (2009).
Reid, Anthony. (2002). Sejarah Modern Awal Asia Kuala dan Usaha di Masyarakat Sulawesi Selalan.
Tenggara. Jakarta: Penerbit LP3ES, terjemahan. Jakarta: KITLV Press, terjemahan.
Sasmita, Uka Tjandra. (1977). “Kedatangan Islam Van End, Th. (1993). Ragi Caritas: Sejarah Gereja di
dan Pertumbuhan Kota-kota Muslim di Pesisir Indonesia, 1500-1860. Jakarta: PT BPK Gunung
Kepulauan Indonesia” dalam Al-Djamiah: Majalah Mulia, terjemahan.
Ilmu Pengetahuan Agama Islam, Th.XV. Yogyakarta: Van Leur, J.C. (1957). Indonesian Trade and Society:
IAIN [Institut Agama Islam Negeri] Sunan Essays in Asian Sosial and Economic History. The
Kalijaga. Hague: Koninklijk Instituut voor Taal, Land, en
Sulistyo, Bambang. (2011). Makassar Multikultur. Volkenkunde.
Makassar: Badan Arsip, Perpustakaan dan Zuhdi, Susanto. (2010). Labu Rope Labu Wana: Sejarah
Pengelolaan Data Pemerintah Kota Makassar. Buton yang Terabaikan. Jakarta: Yayasan Kebudayan
Masyarakat Buton dan Rajawali Pers.

18

Anda mungkin juga menyukai