Anda di halaman 1dari 6

Ujian Akhir Semester Sejarah Intelektual

(Benturan Antar Peradaban)

Perang Utsmaniyah-Habsburg

Oleh :

Akbar Fuad Yuliarto

4415137081

PENDIDIKAN SEJARAH KELAS B (2013)

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2014
Pendahuluan

Peradaban adalah pengelompokan budaya tertinggi dari sekelompok orang dan identitas budaya
paling luas yang dimiliki oleh orang-orang yang membedakan manusia dari makhluk lain.
Melalui peradabanlah manusia mengidentifikasi dan mendefinisikan identitasnya, sehingga
sering kali komposisi dan batas-batas peradabanpun berubah.

Peradaban dapat meliputi sekelompok besar manusia (seperti halnya Cina), atau hanya
sekelompok kecil orang (seperti orang-orang Karibia yang berbahasa Inggris). Dapat mencakup
beberapa negara-bangsa (seperti Barat, Amerika Latin, dan Arab), atau hanya satu negara
(seperti Jepang). Peradaban tentu saja melebur dan tumpang-tindih, dan bisa mencakup sub-sub
peradaban. Peradaban Barat memiliki dua varian besar, Eropa dan Amerika Utara, dan Islam
memiliki subdivisi Arab, Turki, dan Melayu. Peradaban juga bersifat dinamis (ada masa naik dan
runtuh), serta terbelah dan menyatu.

perbedaan di antara peradaban bukan hanya nyata, melainkan juga mendasar. Seperti, perbedaan
sejarah, bahasa, kebudayaan, tradisi, dan yang paling penting, agama. Memiliki konsepsi yang
berbeda tentang hubungan antara Tuhan dan Manusia, individu dan kelompok, penduduk dan
negara, antara hak dan kewajiban, kebebasan dan otoritas, persamaan dan hierarki, dll.
Perbedaan ini merupakan produk yang dihasilkan selama berabad-abad, dan jauh lebih mendasar
dibanding ideologi politik dan rezim-rezim.
Pembahasan

Perang Utsmaniyah-Habsburg merujuk pada rangkaian konflik militer antara Dinasti Utsmaniyah
yang berpusat di Turki dengan Dinasti Habsburg yang memerintah di Kekaisaran Austria,
Spanyol Habsburg dan untuk waktu-waktu tertentu, Kekaisaran Romawi Suci dan Kerajaan
Hongaria. Bagian utama perang terjadi ini di Hongaria. Awalnya penaklukan Utsmaniyah di
Eropa sukses dengan kemenangan besar atas Hongaria dan sekutunya di Mohacs. Sejak
pertempuran ini Hongaria menjadi negara bawahan yang membayar upeti kepada Kesultanan
Utsmaniyah1

Konflik yang terjadi disepanjang garis pemisah antara peradaban Barat dan Islam telah
berlangsung selama 1.300 tahun. Setelah munculnya Islam, bangsa Arab dan Moor menyerbu
barat dan utara dan berakhir di Tour pada 732 M. Abad 11 – 13, prajurit Perang Salib berusaha
mengembalikan kekuasaan Kristen, abad 14 – 17, Kekaisaran Turki Ottoman menguasai Timur
Tengah sampai ke Wina, abad 19 – 20, Inggris, Prancis dan Itali mengukuhkan kendali Barat.
Setelah PD II, kekaisaran kolonial hilang, nasionalisme Arab dan fundamentalisme Islam
muncul. Perang antara Barat dan Arab memuncak pada 1990, ketika AS mengirim pasukan yang
besar ke Teluk Persia.

Interaksi militer yang sudah berabad-abad antara Barat dan Islam tidak memperlihatkan gejala
melemah, bahkan semakin menegang. Perkembangan sosial dan ekonomi, demokrasi, demografi,
pertumbuhan penduduk, migrasi, semakin memperuncing perbedaan keduanya. Di Italia,
Perancis, dan Jerman, rasisme semakin terbuka, dan reaksi politik serta kekejaman terhadap
imigran Arab dan Turki semakin nyata dan menyebar sejak 1990. Kekerasan juga sering terjadi
antara kaum Muslim disatu sisi, dan kaum Serbia Ortodoks di Balkan, Yahudi di Israel, Hindu di
India, Budha di Burma, dan Katholik di Filipina. Islam memiliki perbatasan-perbatasan yang
berdarah.2

1
http://mek.oszk.hu/01900/01911/html/index8.html (diakses pada tanggal 30 desember 2015:pukul 20:18)
2
http://ruangpersegi.wordpress.com/2012/11/30/benturan-peradaban/ (diakses pada tanggal 2 januari
2015:pukul 22:12)
Pada abad ke-16, Utsmaniyah menjadi ancaman besar terhadap bangsa-bangsa Eropa, dan kapal-
kapal Barbary yang tunduk kepada Utsmaniyah menyapu daerah kekuasaan Republik Venesia di
Yunani. Perang ini juga dipersulit dengan adanya Reformasi Protestan, pertikaian dinasti
Habsburg dengan Perancis dan perang internal di negara-negara anggota Kekaisaran Romawi
Suci. Selain itu, Kesultanan Utsmaniyah juga harus bersaing dengan Kekaisaran Persia dan
Kesultanan Mameluk, yang keduanya akhirnya dikalahkan dan dijadikan wilayah Utsmaniyah.

Nantinya, Perdamaian Westphalia (1648) dan Perang Suksesi Spanyol (awal abad ke-18)
mengurangi kekuasaan dinasti Habsburg menjadi hanya di Kekaisaran Austria. Namun pada saat
itu, Austria dan bangsa-bangsa Eropa sudah jauh lebih maju daripada Turki di bidang militer dan
artileri sehingga tentara mereka lebih unggul daripada tentara Utsmaniyah dengan pasukan
elitnya Yanisari. Habsburg memperoleh kemenangan-kemenangan dalam pertempuran-
pertempuran di daratan Eropa, termasuk tiga kemenangan penting dari Liga Suci di Wina,
Mohacs dan Zenta. Peperangan ini berakhir saat Austria dan Utsmaniyah bergabung menjadi
sekutu dengan Kekaisaran Jerman sebelum Perang Dunia I. Pada Perang Dunia I, Kekaisaran
Austria dan Utsmaniyah mengalami kekalahan besar dan akhirnya dibubarkan. Namun kedua
dinasti yang kini tidak lagi berkuasa ini tetap mengklaim sebagai pewaris gelar Caesar3

Sebenarnya pihak Turki Uthmaniyyah hanya ingin bertindak terhadap campur tangan Hapsburg
Spanyol ke Hungaria. Hal ini juga menyebabkan setengah sekutu Utsmaniyah membelot. Paus di
Italia kemudian meninggalkan kepentingan sekularnya bagi membangkitkan semangat anti-Islam
di samping ingin melancarkan Perang Salib yang baru. Dalam masa yang akan datang,
Utsmaniyah bukan saja sebagai penakluk tetapi juga sebuah instrumen politik Eropa.

3
http://id.wikipedia.org/wiki/Peperangan_Utsmaniyah-Habsburg (diakses pada tanggal 2 januari 2015:pukul
22:25)
Selepas tewasnya tentara Utsmaniyah dalam perang di Vienna pada tahun 1683 yang
menunjukkan bahawa Utsmaniyah bukan lagi penguasa besar di Eropa. Pada tahun 1699,
pertama kali dalam sejarahnya, Utsmaniyah mengakui bahawa Austria adalah sama taraf
dengannya. Bukan hanya itu, Utsmaniyah juga kehilangan wilayah besar dikuasainya sejak
sekian lama. Terdapat banyak sultan yang dilantik selepas itu yang tidak sekuat generasi
Mehmed II, Selim I dan Suleyman I.

kemenangan pasukan Austria atas Turki menginspirasi dibuatnya roti croissant yang berbentuk
bulan sabit, lambang dari Kesultanan Turki Ottoman. Dengan memakan roti tersebut, masyarakat
setempat mengibaratkan mereka tengah memakan Islam dengan bulat-bulat penuh kemenangan.
Pada saat salah satu putri Ratu Maria Theresa yang bernama Marie Antonette menikah dengan
putra mahkota Perancis, ia senantiasa menyuguhkan roti croissant pada setiap perjamuan dan
pesta. Maka seiring dengan waktu, roti croissant lebih dikenal berasal dari Perancis4

Sejarah Vienna sebagai ibukota kekaisaran Hofburg atau Habsburg, tentu saja hampir sama
panjangnya dengan keberlangsungan kekaisaran di atas. Dengan demikian, bersama dengan
perjalanan sejarahnya yang sudah teramat panjang, Vienna tentu saja merupakan sebuah kota
yang telah berusia sangat panjang. Vienna adalah kota tua.

Tua bukan berarti tidak bernilai. Ibarat pepatah semakin tua semakin jadi, segala bangunan
peninggalan kekaisaran dari masa ke masa justru dilestarikan hingga masa kini. Dari satu titik ke
titik lain tengah kota banyak bertebaran istana ataupun kastil bekas rumah tinggal para pangeran
dan kerabat istana. Diantara bangunan istana yang masih anggun dari masa ke masa, sebut saja
nama Istana Schoenbrunn yang menjadi ikon Kota Vienna yang didirikan Ratu Maria Theresa,
Istana Hofburg, Istana Kunshistorische dan Naturhistorische. Bangunan rumah penduduk dan
perkantoran modernpun masih mengadopsi dan mempertahanankan bangunan bergaya raccoco.

4
http://sangnanang.wordpress.com/2013/10/22/vienna-kota-tua-di-jantung-eropa/ (diakses pada tanggal 2
januari 2015:pukul 23:10)
Penutup

Meskipun ekspansi politik kekuasaan Turki terhenti, tetapi Islam berhasil menanamkan
pahamnya kepada sebagian warga Austria. Bahkan sisa pasukan Turki juga banyak diantaranya
yang menjadi warga Austria dan mewariskan generasi Islam secara turun-temurun. Merekalah
kini warga keturunan yang masih memeluk akidah Islam dan menjalankannya dalam kehidupan
sehari-hari.

Islam telah mencatatkan sejarahnya yang panjang di jantung Benua Eropa ini. Islam hadir ke
Austria bersamaan dengan ekspansi kekuasaan Kesultanan Turki Usmaniyah. Pada abad 17
Masehi, pasukan Turki yang dipimpin Jenderal Kara Mustafa Pasha berhasil menduduki
sebagian besar wilayah Kekaisaran Autria-Hungaria Raya yang diperintah oleh Dinasti
Habsburg. Hanya tinggal ibukota Vienna yang belum berhasil ditakhlukkan. Meskipun sudah
terkepung sekian lama, fakta sejarah mencatat akhirnya Vienna justru memenangkan peperangan
atas bantuan dari pasukan gabungan antara Jerman dan Polandia.

Dan hingga saat ini kemenangan pasukan Austria atas Turki menjadi inspirasi dibuatnya roti
croissant yang berbentuk bulan sabit, lambang dari Kesultanan Turki Ottoman. Dengan
memakan roti tersebut, masyarakat setempat mengibaratkan mereka tengah memakan Islam
dengan bulat-bulat penuh kemenangan.

Daftar pustaka

http://mek.oszk.hu/01900/01911/html/index8.html

http://ruangpersegi.wordpress.com/2012/11/30/benturan-peradaban/

http://id.wikipedia.org/wiki/Peperangan_Utsmaniyah-Habsburg

http://sangnanang.wordpress.com/2013/10/22/vienna-kota-tua-di-jantung-eropa/

Anda mungkin juga menyukai