Anda di halaman 1dari 4

Dampak Dari Perang Salib

Perang Salib yang terjadi sampai pada akhir abad XIII memberi pengaruh kuat
terhadap Timur dan Barat. Di samping kehancuran fisik, juga meninggalkan
perubahan yang positif walaupun secara politis, misi Kristen-Eropa untuk menguasai
Dunia Islam gagal. Perang Salib meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan Eropa pada masa selanjutnya.
Akibat yang paling tragis dari Perang Salib adalah hancurnya peradaban
Byzantium yang telah dikuasai oleh umat Islam sejak Perang Salib keempat hingga
pada masa kekuasaan Turki Usmani tahun 1453. Akibatnya, seluruh kawasan
pendukung kebudayaan Kristen Orthodox menghadapi kehancuran yang tidak
terelakkan, yang dengan sendirinya impian Paus Urban II untuk unifikasi dunia
Kristen di bawah kekuasaan paus menjadi pudar.
Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib
ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang
saat itu berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka
belajar dari kaum muslimin berbagai teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai
jenis industri yang mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa,
sehingga peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya
maju dan berada di puncak kejayaan.
Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi
pengembangan kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan
kebudayaan. Peradaban Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian,
Perang Salib itu telah mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang
material, tetapi pada bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance.
Hal tersebut dapat dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode,
yang merupakan stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk
memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad
pertengahan.
Di bidang seni, kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi kebudayaan
Eropa. Hal itu terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang meniru arsitektur
gereja di Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga model-model arsitektur
Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang
bersumber dari dunia Islam.
Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung
pada ditemukannya benua Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi
Tanjung Harapan. Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka
untuk melakukan penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan
dengan upaya negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di
Timur, termasuk Indonesia.
Bagi dunia Islam, Perang Salib telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan
mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi
korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan
salib selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur
masyarakat yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam
dari umat lain.
Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan
militer Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib,
tetapi juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung Balkan
(abad ke-14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya
Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.

Batas Kekuasaan Mongol


Wilayah kultur Arab menjadi jajahan Mongol setelah Baghdad ditaklukkan
oleh Hulagu Khan pada tahun 1258. la membentuk kerajaan II Khaniyah yang
berpusat di Tabris dan Maragha. la dipercaya oleh saudaranya, Mongke Khan untuk
mengembalikan wilayah-wilayah Mongol.
Asia Barat yang telah lepas dari kekuasaan Mongol setelah sepeninggalnya
Chinggis. Ia berangkat disertai pasukan yang besar untuk menunaikan tugas itu pada
tahun 1253 dari Mongolia. Atas kepercayaan saudaranya tersebut, Hulagu dapat
menguasai wilayah yang luas, seperti Persia, Irak, Caucasus, dan Asia Kecil.

Sebelum menundukkan Baghdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syi'ah


Ismailiyah di Persia Utara, pada tahun 1256 yang telah bersekutu dengan Mamluk,
penguasa Muslim yang berpusat di Mesir. Hubungan Dinasti II Khaniyah lama-
kelamaan renggang dengan saudara-saudaranya yang berada di timur, terutama setelah
meninggalnya Qubilay Khan pada tahun 1294.

Bahkan, mereka yang menguasai barat sampai Baghdad karena tekanan kultur
Persia yang Islam, berbondong-bondong memeluk agama Islam, seperti Gazan Khan
dan keturunannya. Penguasa II Khaniyah terakhir ialah Abu Sa'id. Ia berdamai dengan
Mamluk pada tahun 1323, yang mengakhiri permusuhan antara kedua kekuasaan itu
untuk memperebutkan Siria.
Perselisihan dalam tubuh II Khaniyah sendiri menyebabkan terpecahnya
kerajaan menjadi dinasti kecil-kecil yang bersifat lokal. Mereka hanya dapat
dipersatukan kembali pada masa Timur Lenk yang membentuk Dinasti Timuriyah
yang berpusat di Samarkand.
Sebagian wilayah II Khaniyah yang berada di kawasan kebudayaan Arab,
seperti Irak, Kurdistan, dan Azerbaijan, diwarisi oleh Dinasti Jalayiriyah. Jalayir
adalah suku Mongol yang mengikuti Hulagu ketika menaklukkan negeri-negeri Islam.
Dinasti ini didirikan oleh Hasan Buzurg (agung), yang dibedakan dengan
Hasan Kuchuk (kecil) dari Dinasti Chupaniyah, musuh bebuyutannya yang
memerintah sebagai gubernur di Anatolia di bawah Sultan Abu Sa'id, penguasa
terakhir Dinasti II Khaniyah. Hasan Buzurg akhirnya menundukkan Chupaniyah,
walaupun ia masih harus mengakui kekuasaan II Khaniyah, dan memusatkan
kekuasaannya di Baghdad.
Di masa Uways, pengganti Hasan memiliki kedaulatan secara penuh. Ia dapat
menundukkan Azerbaijan, namun mendapat perlawanan dari Dinasti Muzaffariyah
dan khan-khan Horde Keemasan. Mereka akhirnya dikalahkan oleh Qara Qoyunlu.

Dari sini, dapat dilihat bahwa kultur Islam yang ada di kawasan budaya Arab,
seperti Irak dan Siria, serta sebagian Persia sebelah barat, walaupun secara politis
dapat ditaklukkan oleh Mongol, akhirnya Mongol sendiri terserap ke dalam budaya
Islam.

Daftar Pustaka

Sou’yb, Sejarah Daulah Umaiyah Cordova, Jakarta: Bulan Bintang, 1977. M.


Ruslan Shiddieq dengan judul “Aspek-Aspek Pokok Agama Islam ”, Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, 1983.
S. M. Imamuddin, Muslim Spain 711-1492 AD, Leiden: E. J. Brill, 1981.
Melville W. Feldman dan Rudolph H. Yeatman, Jr. (Editor), The World
University Encyclopedia, Vol. IX. Washington DC: Publishers Company, Inc., 1965.
J.J.Saunders, A History of Medival Islam, (3rd Published; London: Rouledge
and Kegan Paul, 1980.
Said Abdul Fattah Asyur, al-Harakah al-Shalibiyah diterjemahkan oleh
Muhammad Mahrus Muslim dengan judul “Kronologi Perang Salib”, Jakarta: Fikahati
Aneska, 1993.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI
Press, 1985. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Ahmad Syalabi, Mausû’ah Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islâmiyah,
Kairo: Nahdah Nasir, 1978.

Anda mungkin juga menyukai