Anda di halaman 1dari 8

TUGAS EVALUASI BUKU “APOLOGETIKA BAGI KEMULIAAN ALLAH”

Mata Kuliah: Apologetika – Semester ganjil 2017

Dosen Pengampu: Thio Christian Sulistio, Th.D

Frame, John M., Apologetika bagi Kemuliaan Allah: Sebuah Pengantar. Surabaya:
Momentum, 2011, 318 hal
Judul asli: Apologetics to the Glory of God: An Introduction, 1994.

John Frame adalah seorang teolog yang sangat tersohor di dunia teologi Injili maupun

aliran teologi lainnya. Ilmunya yang komprehensif membuat karya maupun pikirannya

cukup dihormati, baik oleh orang-orang yang bergerak di bidang teologi, filsafat, medis, dan

lainnya, termasuk politik. John Frame terkenal dengan tulisannya dalam sebuah buku teologi

sistematik (yang sangat terkenal dan menjadi pegangan bagi para hamba Tuhan dan

mahasiswa-mahasiswi seminari). Beliau menyelesaikan pendidikan formalnya di Princeton

University (A.B.), Westminster Theological Seminary (B.D.), Yale University (A.M. dan

M.Phil.), dan Belhaven College (D.D.). Beliau pernah menjabat sebagai Profesor

Apologetika dan Teologi Sistematika di Westminster Theological Seminary, California. Saat

ini, beliau mengajar Apologetika dan sejarah filsafat di Reformed Theological Seminary,

Orlando. John Frame juga banyak melakukan riset dan berinteraksi seputar bidang

apologetika. Berdasarkan hasil pembelajaran dan olah pikir yang dilakukan oleh Frame

(termasuk dari bahan kuliah yang beliau sadurkan), lahirlah buku “Apologetika Bagi

Kemuliaan Allah: Sebuah Pengantar” pada tahun 1994. Sesuai judulnya, buku ini adalah

sebuah pengantar dalam memahami isu-isu apologetika yang berkembang. Meskipun buku

ini sudah lama diterbitkan, namun buku ini masih relevan hingga saat ini. Hal-hal inilah yang

membuat Penerbit Momentum menerjemahkan dan menerbitkan buku ini pada tahun 2011

agar orang-orang Kristen di Indonesia dapat memahami penyelesaian atas pokok-pokok

persoalan dari beberapa kesulitan di bidang ini.


Frame menjelaskan bahwa buku ini bukan berisi tentang sistem apologetika yang

komprehensif, namun tidak mengurangi nilai akademis dari buku ini. Frame memegang

model apologetika Reformed yang dikembangkan oleh Cornelius van Til. Namun ia dengan

diplomatis mengatakan walaupun ia memegang apologetika karya van Til, bukan berarti ia

harus setuju dengan seluruh kalimat yang ditulis oleh van Til. Sumbangsih lainnya dalam

pandangan Frame adalah Jim Scott, Derke Bergsma, Bill Edgar, Thom Notaro, Scott

Oliphint, Jim Jordan, dan R.C. Sproul, baik secara dukungan maupun secara pertentangan.

Frame secara umum menghormati karya-karya dan orang apologetika klasik. Namun

karena melihat kelemahan dari apologetika klasik yang dinilai kurang dapat menghadapi

aliran filsafat, Frame cenderung memegang prinsip apologetika presuposisional. Apologetika

van Til secara umum membuat dua dasar yang tegas, yaitu bahwa manusia dituntut untuk

berpresuposisi Allah dalam semua pemikirannya dan orang tidak percaya menolak kewajiban

tersebut dalam setiap aspek rasio dan kehidupan. Inti utama dari buku ini adalah bahwa

Frame membagi apologetika menjadi tiga macam, yaitu pembuktian, pembelaan, dan

penyerangan. Frame membagi buku ini menjadi sembilan bab dalam 318 halaman, dengan

perincian: bab 1-8 berisi pemaparan mengenai Alkitab maupun kehidupan manusia dan bab 9

berisi verbatim dialog Frame dengan orang yang tidak dikenal, yang bertujuan untuk

menunjukkan bahwa argumentasi bisa bekerja dalam percakapan. Dari 8 bab pemaparan,

Frame membaginya menjadi 4 bagian, yaitu 2 bab tentang dasar-dasar apologetika, 3 bab

tentang apologetika sebagai pembuktian, 2 bab tentang apologetika sebagai pembelaan, dan 1

bab tentang apologetika sebagai serangan.

Bab 1 berisi tentang dasar-dasar apologetika yang diletakkan oleh Frame. Frame

menulis 1 Petrus 3:15-16 sebelum memaparkan definisi apologetika. Frame mendefinisikan

apologetika sebagai ilmu yang mengajar orang Kristen bagaimana memberi pertanggungan

jawab tentang pengharapannya (hal. 3). Kemudian Frame meletakkan presuposisi bahwa
setiap orang harus berpresuposisi Allah dan harus selalu berhati-hati agar tidak menjadi

argumen sirkular. Oleh sebab itu, Frame dengan keyakinan bahwa setiap manusia memiliki

tanggung jawab untuk menjadi pemberita Injil-apologis. Tugas ini tidak mudah, karena

Frame juga memaparkan berbagai macam aspek-aspek sebagai apologis (hal. 23).

Berdasarkan Rm 8:1, Frame berpendapat bahwa Alkitab menuntut manusia untuk percaya,

melakukan hal-hal yang pasti dengan alasan-alasan yang pasti karena Alkitab memiliki dasar

yang pasti dalam pemikirannya. Tetapi harus ditekankan bahwa setiap alasan-alasan tersebut

harus berasal dari Alkitab (sola scriptura), walaupun pada saat penyampaiannya Alkitab juga

menggunakan wahyu umum sebagai pesannya. Setelah itu, Frame memaparkan nilai-nilai

yang harus dimiliki oleh apologis (hal. 35) dan bahaya-bahaya yang dapat dihadapi oleh

apologis (hal. 36), termasuk menyadari akan keterbatasan diri sebagai manusia.

Selanjutnya Frame memaparkan berita-berita yang dapat dibawa oleh apologis.

Frame membagi menjadi dua macam berita, yaitu kekristenan sebagai suatu filsafat dan

kekristenan sebagai kabar baik. Filsafat dibagi menjadi kategori metafisika, epistemologi,

dan etika. Frame menitkberatkan pembahasan pada kategori metafisika karena perdebatan

mengenai pribadi Allah seringkali dititikberatkan pada bagian ini. Seperti pada umumnya

yang dilakukan oleh apologis presuposisionalis, Frame menggunakan wawasan dunia Kristen

mengenai alam semesta sebagai dasar. Frame juga membedakan antara kekristenan dengan

pandangan humanisme (hal. 48) dengan memaparkan relasi antara pencipta dengan ciptaan

serta kedaulatan Allah di dalam kekristenan. Secara etika, Frame menegaskan bahwa standar

dan tuntutan dari Allah adalah yang terutama karena manusia sebenarnya tidak dapat

menghindar dari tanggung jawab tersebut.

Pada bagian pembuktian, Frame memberikan beberapa pertimbangan metodologis,

berpuncak pada argumentasi atau ungkapan transenden. Metode-metode lain yang

ditawarkan adalah argumentasi negatif dan positif, kepastian absolut dan probabilitas, dan
mencari titik pertemuan. Menurut Frame, presuposisionalisme berbicara tentang: (1) sebuah

pengertian yang jelas tentang di mana kesetiaan-kesetiaan dan bagaimana hal tersebut

mempengaruhi epistemologi, (2) menyampaikan ajaran Alkitab dalam apologetka dengan

lengkap, tanpa kompromi, menari, dan tegas, (3) penentuan untuk menyampaikan Tuhan

sebagai yang berdaulat penuh, sumber dari semua arti, dan otoritas ultimat, serta (4)

pemahaman tentang pengetahuan orang tidak percaya tentang Allah dan pemberontakannya

terhadap Allah. Kemudian Frame membuktikan eksistensi Allah sebagai perlawanan

terhadap argumen dari kaum ateistik dan agnostik. Frame menggunakan beberapa argumen,

yaitu dengan argumentasi moral, epistemologis, dan metafisika (teleologis, kosmologis, dan

ontologis). Bagian terakhir pada pembuktian, Frame membuktikan Injil menggunakan

doktrin Alkitab dan dasar pemikiran Alkitab bagi berita Injil (nubuat, Kristus, serta mujizat

dan kebangkitan). Frame juga menyampaikan keberatannya, bahkan penolakan terhadap

kritikisme biblika beserta alasannya (hal. 175).

Pada bagian pembelaan, Frame mengkhususkan pembahasannya mengenai problem

kejahatan. Pada bab 6, Frame menjelaskan tentang pertanyaan, prinsip, dan kebuntuan yang

berada di dunia ini. Sedangkan pada bab 7, Frame menjawab isu-isu problem kejahatan

menggunakan tanggapan yang berasal dari Alkitab. Frame membuka bab 6 dengan

menyampaikan kegelisahannya terhadap karya dari Jay Adams dalam The Grand

Demonstration. Tetapi Frame kembali mengarahkan pembacanya untuk berfokus pada

Alkitab. Frame berpendapat bahwa allah yang tidak berdaulat adalah berbeda sama sekali

dari pribadi Alkitab yang absolut. Ia menambahkan, allah yang tidak berdaulat adalah berhala

bijaksana konvensional, bukan pribadi kekristenan yang absolut. Kemudian Frame dengan

menarik memaparkan tentang apa yang Alkitab tidak pernah katakan. Hal ini sangat penting

karena seringkali beberapa budaya agama maupun bidat seringkali memakai otoritas dari

Alkitab untuk menyampaikan pandangannya. Frame mengungkapkan ketidaksetujuannya


terhadap pandangan bahwa kejahatan itu tidak nyata, adanya kelemahan ilahi, dunia ini

adalah yang dunia terbaik yang mungkin diciptakan oleh Allah, hasil kehendak bebas, untuk

pembentukan karakter, lingkungan yang stabil, kuasa tidak langsung, ex Lex karya Gordon

Clark (Allah berada di luar hukum), dan ad hominem. Semua pandangan ini memang terlihat

menarik, namun jika membaca penjelasan dari Frame, pandangan-pandangan tersebut

sebenarnya tidak dapat dibuktikan secara Alkitabiah.

Pada bab 7, Frame memberikan pembelaan Alkitabiah atas problem kejahatan yang

terjadi di dunia. Frame langsung meletakkan sebuah dasar bahwa Allah sendiri adalah

standar bagi tindakan-Nya. Frame memaparkan beberapa contoh dari Alkitab, misalnya ,

Abraham (hal. 222), Ayub (hal. 224), dan Yehezkiel (hal. 225). Allah adalah Tuhan yang

berdaulat, yang menjadi standar bagi tindakan-Nya sendiri. Allah tidak perlu tunduk kepada

penilaian manusia, tetapi penilaian manusia harus tunduk pada firman-Nya. Oleh sebab itu,

Frame kembali mengelaborasi pendapatnya dengan memberikan pembelaan bahwa Alkitab

memberi suatu perspektif historis yang baru. Pada masa lampau adalah masa menunggu dan

dialektika, masa sekarang adalah pembelaan kebaikan yang lebih besar, dan pada masa depan

adalah dalam kidung-kidung Alkitab. Frame berkesimpulan bahwa apa yang ditulis di dalam

Alkitab bukanlah solusi filosofis dari problem kejahatan, tetapi sebuah penentraman hati yang

memberikan motivasi untuk percaya dan taat sekalipun ada banyak kejahatan di dalam dunia.

Selanjutnya, pada bab pemaparan terakhir (bab 8), Frame menyatakan bahwa

apologetika juga memiliki sisi penyerangan. Bahkan Frame menekankan bahwa sangatlah

tidak mungkin untuk memisahkan apologetika ofensif dari defensif dan konstruktif. Oleh

sebab itu argumentasi dan premis-premis ofensif sangat penting di dalam apologetika.

Kemudian Frame melanjutkan dengan memaparkan beberapa serangan-serangan yang dapat

dilontarkan kepada kaum yang tidak percaya yaitu atesime dan penyembah berhala.

Singkatnya, Frame memberikan beberapa hal praktis untuk ditanyakan kepada kaum-kaum
tersebut. Ketika bertemu dengan orang yang tidak percaya dan mengedepankan relativisme,

Frame menganjurkan pembaca untuk mempertanyakan keyakinan orang tersebut terhadap

relativisme dan hidup mereka sebagai relativis yang tidak memiliki jaminan atau kepastian.

Terhadap rasionalisme yang bersifat berhala, Frame menganjurkan pembacanya untuk

mempertanyakan keabsolutan dari ilah tersebut, termasuk mempertanyakan apakah ilah

tersebut melakukan tugas-tugas keilahiannya. Untuk melawan pemberhalaan ateistis, Frame

menganjurkan pembacanya untuk menekankan kontradiksi yang mendasar dalam rasional-

irasional dari pandangan tersebut, yaitu bukti bahwa tidak ada bukti dan suatu pernyataan

yang absolut bahwa tidak ada pernyataan yang absolut.

Pada akhir buku, Frame memberikan catatan dialog verbatim dengan orang yang tidak

dikenal. Pada bagian ini, Frame berusaha menekankan contoh-contoh aplikasi praktis dari

pemaparan-pemaparan yang telah ia sampaikan di 8 bab sebelumnya. Di bagian akhir, Frame

juga melampirkan tanggapan terhadap apologetika Ligonier dan juga melampirkan jawaban

dari Jay Adams atas argumennya terhadap buku The Grand Demonstration.

Buku ini merupakan buku mengenai apologetika presuposisionalis yang sangat baik.

Apa yang dikatakan oleh Frame sangat Alkitabiah dan cenderung dapat disetujui oleh

sebagian besar orang Kristen. Frame menekankan akan pribadi, transendensi, imanensi, dan

ketritunggalan dari Allah yang menjadi dasar dan keutamaan dalam berapologetika. Frame

juga menekankan keabsolutan dari pribadi Allah. Hal ini tidak dapat disangkal oleh orang-

orang Kristen. Melalui pandangan inilah Frame selalu bertolak kepada nilai transendental

(hal. 133) dan memberikan perhatian khusus terhadap wahyu umum dan khusus (hal. 156).

Frame juga menjelaskan bahwa seseorang tidak dapat memiliki posisi yang netral di

dalam bidang apologetika. Pendapat Frame bahwa manusia tidak dapat membuktikan Allah

tanpa berpresuposisi mengenai Dia sangatlah tepat. Inilah yang menjadi titik tolak utama

sekaligus iklan mahal bagi pandangan presuposisionalis. Frame sangat baik dalam
menyajikan pandangannya (hal. 15), termasuk dalam memberikan kritik terhadap penganut

non-teistik (hal. 48) juga terhadap sesama Kristen (hal. 8), namun tetap disertai kerendahan

hati dengan pengakuan bahwa tidak semua argumentasi yang dikatakan adalah sebuah

kepastian (hal. 118), termasuk sikapnya yang hormat terhadap Jay Adams (hal. 193). Frame

bukan saja mengakui akan kelemahannya dan kelemahan dalam argumennya yang mungkin

muncul, tetapi juga memberikan peringatan-peringatan kepada para pembacanya akan

bahaya-bahaya yang mungkin muncul sebagai pemberita Injil-apologis (hal. 7 dan 46).

Namun bukan berarti apa yang Frame tulis tidak memiliki kelemahan sama sekali.

Sama seperti Frame yang mengatakan bahwa ia tidak perlu mengikuti kalimat per kalimat

dari van Til, beberapa keberatan akan pandangan Frame dapat muncul. Ketika Frame

berbicara mengenai kehendak bebas, Frame tidak menjelaskan dengan jernih mengenai jenis

dari kehendak bebas yang ia maksudkan. Jenis dari kehendak bebas yang dimaksud oleh

Frame sangat penting dalam memahami tulisannya. Frame merupakan seorang Injili yang

berteologi Kalvinis, namun tetap saja bagian ini membutuhkan penjelasan yang lebih supaya

tidak terjadi kesalahpahaman akan frase “kehendak bebas” tersebut.

Kemudian mengenai penjelasan akan kehendak bebas pada halaman 210, Frame tidak

memberikan jawaban yang tuntas. Frame hanya berkata bahwa di Surga nanti tidak akan ada

lagi kejahatan, namun itu bukan merupakan jawaban atas apa yang ditanyakan oleh orang-

orang yang tidak percaya. Hal ini tentu saja tidak dapat memuaskan bagi orang-orang yang

menolak Tuhan. Sebaiknya Frame juga menyertakan jawaban yang persuasif atau asertif

akan pertanyaan ini karena Frame sebelumnya telah panjang lebar (2 bab) menjelaskan akan

problem kejahatan, walaupun pemaparan yang disampaikan oleh Frame tidak terbantahkan.

Kemudian, kritik umum yang sebenarnya mengandung dukungan positif adalah

tanggapan akhir yang diberikan oleh Frame terasa begitu singkat. Ketika pembaca memilih

buku ini sebagai bacaan mengenai apologetika, tentunya para pembaca bukan sekedar hanya
ingin mengetahui mengenai apologetika presuposisionalis, tetapi para pembaca juga akan

berharap akan aplikasi praktis dari penulisnya. Pada halaman 260, Frame telah menuliskan

klimaks dari tulisannya dengan sangat baik, yaitu memberikan langkah-langkah dan

pertanyaan praktis bagi para pembacanya. Namun sayang sekali, apa yang diberikan oleh

Frame pada bagian ini sangat singkat. Rata-rata hanya ada dua poin yang diberikan oleh

Frame pada sub-bab tersebut. Aplikasi praktis bagi para pembaca sangat penting sehingga

para pembaca dapat melakukan peran sebagai pemberita injil-apologis yang efektif.

Dalam hal penulisan, ditemukan berbagai macam kelemahan yang ada. Frame

seringkali mengulang akan pandangannya (hal. 92, 115, 133, dan 165). Pengulangan bisa

menjadi hal yang baik bagi para pembacanya asal disampaikan dengan cara yang menarik

sehingga tidak terkesan mengulang dan kembali ke poin sebelumnya. Kemudian ditemukan

beberapa paragraf yang hanya berisi satu kalimat saja (hal 194, 195, dan 248).

Sesuai dengan judul buku yang diberikan oleh Frame, buku ini ditulis sebagai sebuah

pengantar ke dalam metode berapologetika yang bertujuan bagi kemuliaan Allah (hal. 240).

Oleh sebab itu, buku ini sangat baik bagi para pembaca yang ingin memulai atau bahkan

ingin memperdalam pengetahuan maupun mempertajam pengalaman di bidang apologetika.

Frame menekankan bahwa berapologetika bukan untuk sekedar menyatakan kebenaran atau

membela diri, tetapi untuk menyatakan kemuliaan Allah. Soli Deo Gloria!

– Ridwan Tangkilisan

STT SAAT – 20151050238

Anda mungkin juga menyukai