Evaluasi Buku - Apologetics For The Glory of God
Evaluasi Buku - Apologetics For The Glory of God
Frame, John M., Apologetika bagi Kemuliaan Allah: Sebuah Pengantar. Surabaya:
Momentum, 2011, 318 hal
Judul asli: Apologetics to the Glory of God: An Introduction, 1994.
John Frame adalah seorang teolog yang sangat tersohor di dunia teologi Injili maupun
aliran teologi lainnya. Ilmunya yang komprehensif membuat karya maupun pikirannya
cukup dihormati, baik oleh orang-orang yang bergerak di bidang teologi, filsafat, medis, dan
lainnya, termasuk politik. John Frame terkenal dengan tulisannya dalam sebuah buku teologi
sistematik (yang sangat terkenal dan menjadi pegangan bagi para hamba Tuhan dan
University (A.B.), Westminster Theological Seminary (B.D.), Yale University (A.M. dan
M.Phil.), dan Belhaven College (D.D.). Beliau pernah menjabat sebagai Profesor
ini, beliau mengajar Apologetika dan sejarah filsafat di Reformed Theological Seminary,
Orlando. John Frame juga banyak melakukan riset dan berinteraksi seputar bidang
apologetika. Berdasarkan hasil pembelajaran dan olah pikir yang dilakukan oleh Frame
(termasuk dari bahan kuliah yang beliau sadurkan), lahirlah buku “Apologetika Bagi
Kemuliaan Allah: Sebuah Pengantar” pada tahun 1994. Sesuai judulnya, buku ini adalah
sebuah pengantar dalam memahami isu-isu apologetika yang berkembang. Meskipun buku
ini sudah lama diterbitkan, namun buku ini masih relevan hingga saat ini. Hal-hal inilah yang
membuat Penerbit Momentum menerjemahkan dan menerbitkan buku ini pada tahun 2011
komprehensif, namun tidak mengurangi nilai akademis dari buku ini. Frame memegang
model apologetika Reformed yang dikembangkan oleh Cornelius van Til. Namun ia dengan
diplomatis mengatakan walaupun ia memegang apologetika karya van Til, bukan berarti ia
harus setuju dengan seluruh kalimat yang ditulis oleh van Til. Sumbangsih lainnya dalam
pandangan Frame adalah Jim Scott, Derke Bergsma, Bill Edgar, Thom Notaro, Scott
Oliphint, Jim Jordan, dan R.C. Sproul, baik secara dukungan maupun secara pertentangan.
Frame secara umum menghormati karya-karya dan orang apologetika klasik. Namun
karena melihat kelemahan dari apologetika klasik yang dinilai kurang dapat menghadapi
van Til secara umum membuat dua dasar yang tegas, yaitu bahwa manusia dituntut untuk
berpresuposisi Allah dalam semua pemikirannya dan orang tidak percaya menolak kewajiban
tersebut dalam setiap aspek rasio dan kehidupan. Inti utama dari buku ini adalah bahwa
Frame membagi apologetika menjadi tiga macam, yaitu pembuktian, pembelaan, dan
penyerangan. Frame membagi buku ini menjadi sembilan bab dalam 318 halaman, dengan
perincian: bab 1-8 berisi pemaparan mengenai Alkitab maupun kehidupan manusia dan bab 9
berisi verbatim dialog Frame dengan orang yang tidak dikenal, yang bertujuan untuk
menunjukkan bahwa argumentasi bisa bekerja dalam percakapan. Dari 8 bab pemaparan,
Frame membaginya menjadi 4 bagian, yaitu 2 bab tentang dasar-dasar apologetika, 3 bab
tentang apologetika sebagai pembuktian, 2 bab tentang apologetika sebagai pembelaan, dan 1
Bab 1 berisi tentang dasar-dasar apologetika yang diletakkan oleh Frame. Frame
apologetika sebagai ilmu yang mengajar orang Kristen bagaimana memberi pertanggungan
jawab tentang pengharapannya (hal. 3). Kemudian Frame meletakkan presuposisi bahwa
setiap orang harus berpresuposisi Allah dan harus selalu berhati-hati agar tidak menjadi
argumen sirkular. Oleh sebab itu, Frame dengan keyakinan bahwa setiap manusia memiliki
tanggung jawab untuk menjadi pemberita Injil-apologis. Tugas ini tidak mudah, karena
Frame juga memaparkan berbagai macam aspek-aspek sebagai apologis (hal. 23).
Berdasarkan Rm 8:1, Frame berpendapat bahwa Alkitab menuntut manusia untuk percaya,
melakukan hal-hal yang pasti dengan alasan-alasan yang pasti karena Alkitab memiliki dasar
yang pasti dalam pemikirannya. Tetapi harus ditekankan bahwa setiap alasan-alasan tersebut
harus berasal dari Alkitab (sola scriptura), walaupun pada saat penyampaiannya Alkitab juga
menggunakan wahyu umum sebagai pesannya. Setelah itu, Frame memaparkan nilai-nilai
yang harus dimiliki oleh apologis (hal. 35) dan bahaya-bahaya yang dapat dihadapi oleh
apologis (hal. 36), termasuk menyadari akan keterbatasan diri sebagai manusia.
Frame membagi menjadi dua macam berita, yaitu kekristenan sebagai suatu filsafat dan
kekristenan sebagai kabar baik. Filsafat dibagi menjadi kategori metafisika, epistemologi,
dan etika. Frame menitkberatkan pembahasan pada kategori metafisika karena perdebatan
mengenai pribadi Allah seringkali dititikberatkan pada bagian ini. Seperti pada umumnya
yang dilakukan oleh apologis presuposisionalis, Frame menggunakan wawasan dunia Kristen
mengenai alam semesta sebagai dasar. Frame juga membedakan antara kekristenan dengan
pandangan humanisme (hal. 48) dengan memaparkan relasi antara pencipta dengan ciptaan
serta kedaulatan Allah di dalam kekristenan. Secara etika, Frame menegaskan bahwa standar
dan tuntutan dari Allah adalah yang terutama karena manusia sebenarnya tidak dapat
ditawarkan adalah argumentasi negatif dan positif, kepastian absolut dan probabilitas, dan
mencari titik pertemuan. Menurut Frame, presuposisionalisme berbicara tentang: (1) sebuah
pengertian yang jelas tentang di mana kesetiaan-kesetiaan dan bagaimana hal tersebut
lengkap, tanpa kompromi, menari, dan tegas, (3) penentuan untuk menyampaikan Tuhan
sebagai yang berdaulat penuh, sumber dari semua arti, dan otoritas ultimat, serta (4)
pemahaman tentang pengetahuan orang tidak percaya tentang Allah dan pemberontakannya
terhadap argumen dari kaum ateistik dan agnostik. Frame menggunakan beberapa argumen,
yaitu dengan argumentasi moral, epistemologis, dan metafisika (teleologis, kosmologis, dan
doktrin Alkitab dan dasar pemikiran Alkitab bagi berita Injil (nubuat, Kristus, serta mujizat
kejahatan. Pada bab 6, Frame menjelaskan tentang pertanyaan, prinsip, dan kebuntuan yang
berada di dunia ini. Sedangkan pada bab 7, Frame menjawab isu-isu problem kejahatan
menggunakan tanggapan yang berasal dari Alkitab. Frame membuka bab 6 dengan
menyampaikan kegelisahannya terhadap karya dari Jay Adams dalam The Grand
Alkitab. Frame berpendapat bahwa allah yang tidak berdaulat adalah berbeda sama sekali
dari pribadi Alkitab yang absolut. Ia menambahkan, allah yang tidak berdaulat adalah berhala
bijaksana konvensional, bukan pribadi kekristenan yang absolut. Kemudian Frame dengan
menarik memaparkan tentang apa yang Alkitab tidak pernah katakan. Hal ini sangat penting
karena seringkali beberapa budaya agama maupun bidat seringkali memakai otoritas dari
adalah yang dunia terbaik yang mungkin diciptakan oleh Allah, hasil kehendak bebas, untuk
pembentukan karakter, lingkungan yang stabil, kuasa tidak langsung, ex Lex karya Gordon
Clark (Allah berada di luar hukum), dan ad hominem. Semua pandangan ini memang terlihat
Pada bab 7, Frame memberikan pembelaan Alkitabiah atas problem kejahatan yang
terjadi di dunia. Frame langsung meletakkan sebuah dasar bahwa Allah sendiri adalah
standar bagi tindakan-Nya. Frame memaparkan beberapa contoh dari Alkitab, misalnya ,
Abraham (hal. 222), Ayub (hal. 224), dan Yehezkiel (hal. 225). Allah adalah Tuhan yang
berdaulat, yang menjadi standar bagi tindakan-Nya sendiri. Allah tidak perlu tunduk kepada
penilaian manusia, tetapi penilaian manusia harus tunduk pada firman-Nya. Oleh sebab itu,
memberi suatu perspektif historis yang baru. Pada masa lampau adalah masa menunggu dan
dialektika, masa sekarang adalah pembelaan kebaikan yang lebih besar, dan pada masa depan
adalah dalam kidung-kidung Alkitab. Frame berkesimpulan bahwa apa yang ditulis di dalam
Alkitab bukanlah solusi filosofis dari problem kejahatan, tetapi sebuah penentraman hati yang
memberikan motivasi untuk percaya dan taat sekalipun ada banyak kejahatan di dalam dunia.
Selanjutnya, pada bab pemaparan terakhir (bab 8), Frame menyatakan bahwa
apologetika juga memiliki sisi penyerangan. Bahkan Frame menekankan bahwa sangatlah
tidak mungkin untuk memisahkan apologetika ofensif dari defensif dan konstruktif. Oleh
sebab itu argumentasi dan premis-premis ofensif sangat penting di dalam apologetika.
dilontarkan kepada kaum yang tidak percaya yaitu atesime dan penyembah berhala.
Singkatnya, Frame memberikan beberapa hal praktis untuk ditanyakan kepada kaum-kaum
tersebut. Ketika bertemu dengan orang yang tidak percaya dan mengedepankan relativisme,
relativisme dan hidup mereka sebagai relativis yang tidak memiliki jaminan atau kepastian.
irasional dari pandangan tersebut, yaitu bukti bahwa tidak ada bukti dan suatu pernyataan
Pada akhir buku, Frame memberikan catatan dialog verbatim dengan orang yang tidak
dikenal. Pada bagian ini, Frame berusaha menekankan contoh-contoh aplikasi praktis dari
juga melampirkan tanggapan terhadap apologetika Ligonier dan juga melampirkan jawaban
dari Jay Adams atas argumennya terhadap buku The Grand Demonstration.
Buku ini merupakan buku mengenai apologetika presuposisionalis yang sangat baik.
Apa yang dikatakan oleh Frame sangat Alkitabiah dan cenderung dapat disetujui oleh
sebagian besar orang Kristen. Frame menekankan akan pribadi, transendensi, imanensi, dan
ketritunggalan dari Allah yang menjadi dasar dan keutamaan dalam berapologetika. Frame
juga menekankan keabsolutan dari pribadi Allah. Hal ini tidak dapat disangkal oleh orang-
orang Kristen. Melalui pandangan inilah Frame selalu bertolak kepada nilai transendental
(hal. 133) dan memberikan perhatian khusus terhadap wahyu umum dan khusus (hal. 156).
Frame juga menjelaskan bahwa seseorang tidak dapat memiliki posisi yang netral di
dalam bidang apologetika. Pendapat Frame bahwa manusia tidak dapat membuktikan Allah
tanpa berpresuposisi mengenai Dia sangatlah tepat. Inilah yang menjadi titik tolak utama
sekaligus iklan mahal bagi pandangan presuposisionalis. Frame sangat baik dalam
menyajikan pandangannya (hal. 15), termasuk dalam memberikan kritik terhadap penganut
non-teistik (hal. 48) juga terhadap sesama Kristen (hal. 8), namun tetap disertai kerendahan
hati dengan pengakuan bahwa tidak semua argumentasi yang dikatakan adalah sebuah
kepastian (hal. 118), termasuk sikapnya yang hormat terhadap Jay Adams (hal. 193). Frame
bukan saja mengakui akan kelemahannya dan kelemahan dalam argumennya yang mungkin
bahaya-bahaya yang mungkin muncul sebagai pemberita Injil-apologis (hal. 7 dan 46).
Namun bukan berarti apa yang Frame tulis tidak memiliki kelemahan sama sekali.
Sama seperti Frame yang mengatakan bahwa ia tidak perlu mengikuti kalimat per kalimat
dari van Til, beberapa keberatan akan pandangan Frame dapat muncul. Ketika Frame
berbicara mengenai kehendak bebas, Frame tidak menjelaskan dengan jernih mengenai jenis
dari kehendak bebas yang ia maksudkan. Jenis dari kehendak bebas yang dimaksud oleh
Frame sangat penting dalam memahami tulisannya. Frame merupakan seorang Injili yang
berteologi Kalvinis, namun tetap saja bagian ini membutuhkan penjelasan yang lebih supaya
Kemudian mengenai penjelasan akan kehendak bebas pada halaman 210, Frame tidak
memberikan jawaban yang tuntas. Frame hanya berkata bahwa di Surga nanti tidak akan ada
lagi kejahatan, namun itu bukan merupakan jawaban atas apa yang ditanyakan oleh orang-
orang yang tidak percaya. Hal ini tentu saja tidak dapat memuaskan bagi orang-orang yang
menolak Tuhan. Sebaiknya Frame juga menyertakan jawaban yang persuasif atau asertif
akan pertanyaan ini karena Frame sebelumnya telah panjang lebar (2 bab) menjelaskan akan
problem kejahatan, walaupun pemaparan yang disampaikan oleh Frame tidak terbantahkan.
tanggapan akhir yang diberikan oleh Frame terasa begitu singkat. Ketika pembaca memilih
buku ini sebagai bacaan mengenai apologetika, tentunya para pembaca bukan sekedar hanya
ingin mengetahui mengenai apologetika presuposisionalis, tetapi para pembaca juga akan
berharap akan aplikasi praktis dari penulisnya. Pada halaman 260, Frame telah menuliskan
klimaks dari tulisannya dengan sangat baik, yaitu memberikan langkah-langkah dan
pertanyaan praktis bagi para pembacanya. Namun sayang sekali, apa yang diberikan oleh
Frame pada bagian ini sangat singkat. Rata-rata hanya ada dua poin yang diberikan oleh
Frame pada sub-bab tersebut. Aplikasi praktis bagi para pembaca sangat penting sehingga
para pembaca dapat melakukan peran sebagai pemberita injil-apologis yang efektif.
Dalam hal penulisan, ditemukan berbagai macam kelemahan yang ada. Frame
seringkali mengulang akan pandangannya (hal. 92, 115, 133, dan 165). Pengulangan bisa
menjadi hal yang baik bagi para pembacanya asal disampaikan dengan cara yang menarik
sehingga tidak terkesan mengulang dan kembali ke poin sebelumnya. Kemudian ditemukan
beberapa paragraf yang hanya berisi satu kalimat saja (hal 194, 195, dan 248).
Sesuai dengan judul buku yang diberikan oleh Frame, buku ini ditulis sebagai sebuah
pengantar ke dalam metode berapologetika yang bertujuan bagi kemuliaan Allah (hal. 240).
Oleh sebab itu, buku ini sangat baik bagi para pembaca yang ingin memulai atau bahkan
Frame menekankan bahwa berapologetika bukan untuk sekedar menyatakan kebenaran atau
membela diri, tetapi untuk menyatakan kemuliaan Allah. Soli Deo Gloria!
– Ridwan Tangkilisan