Anda di halaman 1dari 267

ANALISIS STRATEGI MITIGASI RISIKO RANTAI PASOK

KOPI ROBUSTA MENGGUNAKAN INTEGRASI HOUSE OF


RISK (HOR), INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELLING
(ISM), DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI UKM
SIDO LUHUR, MALANG

SKRIPSI

Oleh:
ELSHARAH FILLIONI TALENTANIA
NIM 175100307111044

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
ANALISIS STRATEGI MITIGASI RISIKO RANTAI PASOK
KOPI ROBUSTA MENGGUNAKAN INTEGRASI HOUSE OF
RISK (HOR), INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELLING
(ISM), DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI UKM
SIDO LUHUR, MALANG
TUGAS AKHIR

Oleh:
ELSHARAH FILLIONI TALENTANIA
NIM 175100307111044

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Teknik

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul TA : Analisis Strategi Mitigasi Risiko Rantai


Pasok Kopi Robusta menggunakan
Integrasi House of Risk (HOR), Interpretive
Structural Modelling (ISM), dan Analytic
Network Process (ANP) di UKM Sido
Luhur, Malang
Nama Mahasiswa : Elsharah Fillioni Talentania
NIM : 175100307111044
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Wike A.P.D, STP, M.Eng, Ph.D. Ardaneswari D.P.C, STP, MP

NIP. 19820801 200501 2 001 NIK. 201405 900601 2 001

Tanggal Persetujuan: 19/04/21 Tanggal Persetujuan:18/04/21

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul TA : Analisis Strategi Mitigasi Risiko Rantai


Pasok Kopi Robusta menggunakan
Integrasi House of Risk (HOR), Interpretive
Structural Modelling (ISM), dan Analytic
Network Process (ANP) di UKM Sido
Luhur, Malang
Nama Mahasiswa : Elsharah Fillioni Talentania
NIM : 175100307111044
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian

Dosen Penguji

Mas’ud Effendi, STP, MP


NIP. 19800823 200501 1 003

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Wike A.P.D, STP, M.Eng, Ph.D. Ardaneswari Dyah P.C, STP, MP


NIP. 19820801 200501 2 001 NIK. 201405 900601 2 001

Ketua Jurusan

Dr. Siti Asmaul Mustaniroh, STP., MP


NIP. 19740608 199903 2 001
RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Elsharah


Fillioni Talentania, lahir di Jakarta pada
tanggal 9 November 2000 dari pasangan
Samuel Agus Yudhiono dan Etty Twelve
Tenth. Penulis merupakan anak kedua dari
dua bersaudara, dengan kakak bernama
Yehezkhiel Shallom Irajani. Penulis telah
menyelesaikan jenjang pendidikan di TK Mitra Mulia pada tahun
2006, sekolah dasar di SDK Ora et Labora pada tahun 2012,
sekolah menengah pertama di SMPN 4 Tangerang Selatan pada
tahun 2014, dan sekolah menengah atas di SMAN 7 Tangerang
Selatan pada tahun 2017. Selama sekolah, penulis aktif dalam
mengikuti kegiatan OSIS dan ekstrakurikuler basket.
Penulis menjalani pendidikan program studi sarjana di
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Brawijaya pada tahun 2017. Selama
menjalani perkuliahan penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri Pertanian (HIMATITAN) pada tahun 2017-
2020, UKM Seni departemen Floice pada tahun 2018-2020, dan
Forum Agroindustri Indonesia (FORAGRIN) pada tahun 2019-
2020. Selain itu penulis juga aktif sebagai Duta Fakultas
Teknologi Pertanian pada tahun 2019-2020.

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Elsharah Fillioni Talentania


NIM : 175100307111044
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul TA : Analisis Strategi Mitigasi Risiko Rantai
Pasok Kopi Robusta menggunakan
Integrasi House of Risk (HOR),
Interpretive Structural Modelling (ISM), dan
Analytic Network Process (ANP) di UKM
Sido Luhur, Malang

Menyatakan bahwa,
TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di
atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar
saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku

Malang, 15 Agustus 2021

Pembuat Pernyataan,

Elsharah Fillioni Talentania


NIM 175100307111044
ELSHARAH FILLIONI TALENTANIA. 175100307111044.
Analisis Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Kopi Robusta
menggunakan Integrasi House of Risk (HOR), Interpretive
Structural Modelling (ISM), dan Analytic Network Process
(ANP) di UKM Sido Luhur, Malang. Tugas Akhir.
Pembimbing: Wike Agustin Prima Dania, STP, M.Eng, Ph.D.
dan Ardaneswari Dyah Pitaloka Citraresmi, STP, MP

RINGKASAN

Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam


subsektor perkebunan di Indonesia. Sebagai penghasil kopi
terbanyak ke-4 di dunia, Indonesia memiliki peluang yang besar
untuk mengembangkan kopi sebagai penggerak perekonomian
suatu daerah. UKM Sido Luhur merupakan salah satu UKM di
Kota Malang yang memproduksi kopi bubuk robusta. UKM Sido
Luhur perlu memperhatikan manajemen rantai pasok agar
seluruh aktivitas rantai pasok dapat berjalan dengan tepat
sehingga dapat meningkatkan daya saing. Pada praktiknya,
dalam kegiatan rantai pasok terdapat beberapa risiko yang dapat
menimbulkan masalah seperti kesalahan peramalan kebutuhan
bahan baku yang menyebabkan terjadinya kekurangan bahan
baku sehingga proses produksi dapat terhambat. Oleh karena itu,
perlu adanya penerapan manajemen risiko dalam kegiatan rantai
pasoknya guna meminimalkan masalah yang mungkin terjadi dan
menimbulkan kerugian bagi UKM. Tujuan penelitian ini untuk
mengidentifikasi risiko pada rantai pasok UKM Sido Luhur,
menganalisis keterkaitan antar agen risiko pada rantai pasok
UKM Sido Luhur, serta memberikan saran prioritas mitigasi yang
tepat untuk rantai pasok UKM Sido Luhur.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah House
of Risk (HOR), Interpretive Structural Modelling (ISM), Analytic
Network Process (ANP). Metode HOR digunakan untuk
v
menentukan prioritas agen risiko yang perlu harus ditangani
berdasarkan nilai ARP dan untuk menentukan strategi mitigasi
yang tepat. Agen risiko tersebut akan ditentukan hubungan
keterkaitannya menggunakan metode ISM. Setelah itu metode
ANP digunakan untuk menentukan bobot agen risiko
berdasarkan hubungan keterkaitannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada rantai
pasok kopi bubuk robusta UKM Sido Luhur didapatkan 23
kejadian risiko terindentifikasi yang disebabkan oleh 25 agen
risiko. Terdapat 11 agen risiko prioritas berdasarkan diagram
pareto dan diambil 9 agen risiko prioritas berdasarkan nilai ARP
tertinggi. Keterkaitan antar agen risiko tersebut dibagi menjadi 5
level. Selain itu, didapatkan 7 strategi mitigasi risiko yang menjadi
usulan untuk UKM Sido Luhur.

Kata Kunci: HOR, ISM, ANP, Kopi, Manajemen Risiko, Rantai


Pasok

ELSHARAH FILLIONI TALENTANIA. 175100307111044. Risk


Mitigation Strategy Analysis of Robusta Coffee Supply
Chain using House of Risk (HOR), Interpretive Structural
Modelling (ISM), and Analytic Network Process (ANP)
Integration in UKM Sido Luhur, Malang. Supervisor: Wike
Agustin Prima Dania, STP, M.Eng, Ph.D. and Ardaneswari
Dyah Pitaloka Citraresmi, STP, MP

SUMMARY

Coffee is one of the leading commodities in the plantation


sub-sector in Indonesia. As the 4th largest coffee producer in the
world, Indonesia has a great opportunity to develop coffee as a
driving force for the economy of a region. UKM Sido Luhur is one
of the industry in Malang that produces Robusta coffee powder.
UKM Sido Luhur need to pay attention to supply chain
management so that all supply chain activities can run properly
so as to increase competitiveness. In practice, in supply chain
activities there are several risks that can cause problems such as
forecasting errors in raw material needs which causes a shortage
of raw materials so that the production process can be hampered.
Therefore, it is necessary to implement risk management in its
supply chain activities in order to minimize problems that may
occur and cause losses for company.
The purpose of this study is to identify risks in UKM Sido
Luhur supply chain, analyze the interrelationships between risk
agents in UKM Sido Luhur supply chain, and provide suggestions
for appropriate mitigation priorities for UKM Sido Luhur supply
chain. The methods used in this research are House of Risk
(HOR), Interpretive Structural Modelling (ISM), Analytic Network
Process (ANP). HOR method is used to determine the priority of
risk agents that need to be addressed based on the ARP value
and to determine the appropriate mitigation strategy. The risk
agent will be determined by using ISM method. After that, ANP

vii
method was used to determine the weight of the risk agent based
on the relationship.
Based on the results of research conducted on the
robusta coffee supply chain of UKM Sido Luhur, 23 identified risk
events were found caused by 25 risk agents. There are 11 priority
risk agents based on the Pareto diagram and 9 priority agents are
taken based on the highest ARP value. The relationship between
these risk agents is divided into 5 levels. In addition, there are 7
risk mitigation strategies that are proposed for UKM Sido Luhur.

Keyword: HOR, ISM, ANP, Coffee, Risk Management, Supply


Chain
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,


kasih karunia, dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir dengan baik. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Wike Agustin Prima Dania STP., M.Eng., Ph.D. selaku
dosen pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan motivasi yang bermanfaat bagi penulis
2. Ibu Ardaneswari Dyah Pitaloka Citraresmi, STP, MP selaku
dosen pembimbing 2 yang juga telah memberikan bimbingan
dan arahan yang bermanfaat bagi penulis
3. Bapak Mas’ud Effendi, STP, MP selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik dan saran untuk tugas akhir ini
4. Ibu Dr. Siti Asmaul Mustaniroh, STP, MP selaku Ketua
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya
5. Bapak Suhariadi, Atta, Alfa dan pegawai UKM Sido Luhur
yang telah memberikan data dan penjelasan mengenai objek
penelitian
6. Bapak Samuel Agus Yudhiono, Ibu Etty Twelve Tenth selaku
orang tua penulis serta Yehezkhiel Shallom Irajani selaku
kakak yang telah memberikan dukungan secara moral dan
materil
7. Teman – teman sepenanggungan selama masa pandemi di
Malang yang telah membersamai penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam
Tugas Akhir ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan kedepannya agar bisa memberi manfaat
kepada pembaca.

Malang, 6 Agustus 2021


Elsharah Fillioni Talentania
ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................ ii
RIWAYAT HIDUP .................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ........................... iv
RINGKASAN ............................................................................ v
SUMMARY ............................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN............................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................ 7
1.3 Tujuan.............................................................................. 8
1.4 Manfaat............................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 9
2.1 Kopi ............................................................................... 10
2.2 Manajemen Rantai Pasok .............................................. 11
2.3 Supply Chain Operation Reference (SCOR) .................. 12
2.4 Manajemen Risiko ......................................................... 13
2.5 Manajemen Risiko pada Rantai Pasok........................... 14
2.6 Analisis Mitigasi Risiko pada Rantai Pasok .................... 15
2.7 House of Risk (HOR) ....................................................... 1
2.8 Interpretive Structural Modelling (ISM) ............................. 3
2.9 Analytic Network Process (ANP) ...................................... 4
BAB III METODE PENELITIAN ................................................ 5
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................... 6
3.2 Batasan Masalah ............................................................. 6
3.3 Prosedur Penelitian.......................................................... 7
3.3.1 Survei Pendahuluan ...................................................7
3.3.2 Studi Literatur ............................................................7
3.3.3 Identifikasi Masalah ...................................................9
3.3.4 Penentuan Variabel ...................................................9
3.3.5 Penentuan Responden Pakar ..................................12
3.3.6 Penentuan Metode Pengumpulan Data ...................13
3.3.7 Penyusunan Kuesioner ............................................14
3.3.8 Uji Validitas Kuesioner .............................................16
3.3.9 Analisis Data ............................................................17
3.3.9.1 Mengidentifikasi Prioritas Agen Risiko
menggunakan HOR 1 ..........................................17
3.3.9.2 Analisis Keterkaitan Antar Agen Risiko
menggunakan ISM ..............................................21
3.3.9.3 Pemberian Bobot Keterkaitan Antar Agen Risiko
menggunakan ANP .............................................25
3.3.9.4 Mengidentifikasi Prioritas Mitigasi Risiko
menggunakan HOR 2 ..........................................30
3.3.10 Hasil dan Pembahasan .......................................32
3.3.11 Kesimpulan dan Saran ........................................33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 33
4.1 Gambaran Umum UKM Sido Luhur ............................... 34
4.2 Rantai Pasok UKM Sido Luhur ...................................... 35
4.3 House of Risk (HOR) 1 .................................................. 38
4.3.1 Identifikasi Kejadian Risiko.......................................38
4.3.2 Identifikasi Agen Risiko ............................................50
4.3.3 Penilaian Kejadian Risiko .........................................64
4.3.4 Penilaian Agen Risiko ..............................................68

xi
4.3.5 Penilaian Korelasi antara Kejadian Risiko dan Agen
Risiko ..................................................................70
4.3.6 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) ...........77
4.3.7 Evaluasi Risiko.........................................................81
4.4 Interpretive Structural Modelling (ISM) ............................. 6
4.4.1 Structural Self Interaction Matrix (SSIM) ....................6
4.4.2 Reachability Matrix (RM) ..........................................10
4.5 Analytic Network Process (ANP) ................................... 20
4.6 House of Risk (HOR) 2 .................................................. 22
BAB V PENUTUP................................................................... 35
5.1 Kesimpulan.................................................................... 36
5.2 Saran............................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 39

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Metode Analisis Mitigasi Risiko pada Rantai Pasok .. 1
Tabel 3.1 Variabel Penelitian .................................................. 10
Tabel 3.2 HOR 1..................................................................... 20
Tabel 3.3 Matriks SSIM .......................................................... 22
Tabel 3.4 Matriks RM ............................................................. 23
Tabel 3.5 Matriks RM Akhir .................................................... 23
Tabel 3.6 Preferensi Skala Saaty’s 1-9 ................................... 27
Tabel 3.7 Nilai Index Random................................................. 29
Tabel 3.8 HOR 2..................................................................... 32
Tabel 4.1 Hasil Penilaian Kejadian Risiko ............................... 65
Tabel 4.2 Hasil Penilaian Agen Risiko .................................... 69
Tabel 4.3 Hasil Penilaian Korelasi Kejadian Risiko dan Agen
Risiko ...................................................................... 71
Tabel 4.4 Perhitungan Nilai Kumulatif dan Persentase ARP ... 81
Tabel 4.5 Reachability Matrix (RM) Awal ................................ 10
Tabel 4.6 Reachability Matrix Revisi ....................................... 11
Tabel 4.7 Reachability Matrix Akhir ........................................ 13
Tabel 4.8 Prioritas ANP .......................................................... 21
Tabel 4.9 Hasil Perencanaan dan Penilaian Strategi Mitigasi
dan Korelasi ............................................................ 23
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Adjusted ARP........................... 31
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan HOR 2 ...................................... 31

DAFTAR GAMBAR

xiii
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ......................................... 8
Gambar 3.2 Tahapan Analisis Data ........................................ 18
Gambar 3.3 Matriks Driver Power-Dependence ..…………….26
Gambar 3.4 Jaringan Keputusan ANP.................................... 26
Gambar 4.1 Kelembagaan Rantai Pasok UKM Sido Luhur..... 35
Gambar 4.2 Diagram Pareto .................................................. 82
Gambar 4.3 Diagram Model Struktural ................................... 14
Gambar 4.4 Matriks DP-D ...................................................... 18

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner HOR 1 ............................................... 57


Lampiran 2. Kuesioner Keterkaitan Antar Agen Risiko ........... 60
Lampiran 3. Kuesioner Perbandingan Berpasangan .............. 64
Lampiran 4. Kuesioner HOR 2 ............................................... 88
Lampiran 5. Peta Proses Operasi .......................................... 93
Lampiran 6. Hasil Identifikasi Kejadian Risiko ........................ 94
Lampiran 7. Hasil Identifikasi Agen Risiko ............................. 96
Lampiran 8. Penilaian Responden terhadap Kejadian Risiko 101
Lampiran 9. Penilaian Responden terhadap Agen Risiko .... 103
Lampiran 10. Penilaian Korelasi Kejadian Risiko dan Agen
Risiko ............................................................... 106
Lampiran 11. Hasil Perhitungan ARP................................... 111
Lampiran 12. Structural Self Interaction Matrix (SSIM) ........ 113
Lampiran 13. SSIM Revisi ................................................... 114
Lampiran 14. Hasil Kuesioner Perbandingan Berpasangan . 115
Lampiran 15. Supermatriks Tak Berbobot ............................ 134
Lampiran 16. Supermatriks Berbobot................................... 135
Lampiran 17. Matriks Terbatas (Limit Matrix) ....................... 136
Lampiran 18. Nilai Responden terhadap Strategi Mitigasi .... 137

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam
subsektor perkebunan di Indonesia. Berdasarkan data dari
International Coffee Organization pada tahun 2019, Indonesia
merupakan penghasil kopi terbanyak ke-4 di dunia sehingga
memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan kopi
sebagai penggerak perekonomian suatu daerah (Sitanggang dan
Syaad, 2013). Jenis kopi yang banyak ditanam di Indonesia ialah
kopi arabika dan robusta. Kedua kopi tersebut memiliki ciri khas
masing – masing. Kopi arabika ditanam pada ketinggian 700 –
1700 m di atas permukaan laut (mdpl). Kopi arabika memiliki
tekstur yang halus serta aroma perpaduan bunga dan buah.
Terdapat cita rasa asam pada kopi arabika. Kopi robusta ditanam
pada ketinggian di bawah 800 mdpl. Baik kopi arabika maupun
kopi robusta umumnya diolah menjadi kopi bubuk.
UKM Sido Luhur merupakan salah satu UKM di Malang
yang memproduksi kopi robusta bubuk. Pemasok UKM Sido
Luhur merupakan petani kebun kopi di Bangelan yang mana
sebagian besar kopi yang ditanam adalah kopi robusta. Selain
memproduksi kopi robusta, UKM Sido luhur juga memproduksi
kopi arabika namun hanya dibuat berdasarkan permintaan. UKM

1
Sido Luhur memproduksi kopi robusta bubuk dengan kemasan
100 gr dan 200 gr. UKM Sido Luhur mampu memproduksi 200 kg
kopi robusta bubu setiap harinya. Kopi yang diproduksi berasal
dari perkebunan kopi di Desa Bangelan, Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur yang ditanam pada
ketinggian 450 – 650 mpdl. UKM Sido Luhur berperan sebagai
supplier beberapa distributor dan kafe di Malang. Selain itu, UKM
Sido Luhur juga menjual produknya langsung ke konsumen.
UKM Sido Luhur dapat mengkonversikan bahan baku dari
pemasok menjadi produk akhir yang dapat diterima oleh
konsumen karena memiliki sistem rantai pasok. Anggota rantai
pasok yang ada di UKM Sido Luhur ialah pemasok, produsen,
distributor, retailer dan konsumen. Sistem rantai pasok pada
UKM Sido Luhur dimulai dari petani kopi sebagai pemasok
mengirimkan bahan baku kepada UKM Sido Luhur sebagai
produsen. Bahan baku akan diproses hingga menjadi kopi bubuk
dan dikirimkan kepada distributor serta retailer seperti pasar
ataupun restoran yang nantinya akan dijual langsung pada
konsumen. UKM Sido Luhur perlu memperhatikan manajemen
rantai pasok agar seluruh aktivitas rantai pasok dapat berjalan
dengan tepat sehingga dapat meningkatkan daya saing.
Manajemen rantai pasok merupakan konsep atau
mekanisme untuk meningkatkan produktivitas suatu perusahaan
dengan optimalisasi waktu, lokasi serta aliran kuantitas bahan.
Kegiatan dalam rantai pasok dimulai dari perancangan produk,
pemesanan bahan baku, perencanaan produksi dan persediaan,
produksi serta distribusi (Pongoh, 2016). Efisiensi manajemen
rantai pasok berpengaruh dalam pencapaian keuntungan yang
maksimal dalam UKM. Hal ini dikarenakan dalam tiap aliran rantai
pasok memerlukan biaya sehingga ketika rantai pasok berjalan
dengan efisien maka akan meminimalisir biaya yang dikeluarkan.
Pada praktiknya, dalam kegiatan rantai pasok terdapat
beberapa risiko yang dapat menimbulkan masalah seperti
kesalahan peramalan kebutuhan bahan baku yang
menyebabkan terjadinya kekurangan bahan baku sehingga
proses produksi dapat terhambat. Selain itu, penyortiran bahan
baku yang dilakukan secara manual dapat mengakibatkan
perbedaan kualitas bahan baku yang akan diolah. Risiko
kesalahan perencanaan jadwal produksi dapat berakibat pada
keterlambatan pengiriman produk dari produsen ke distributor
ataupun retailer. Oleh karena itu, UKM Sido Luhur perlu
menerapkan manajemen risiko dalam kegiatan rantai pasoknya
guna meminimalisir masalah yang mungkin terjadi dan
menimbulkan kerugian bagi UKM.
Manajemen risiko merupakan pendekatan sistematis
mengenai kebijakan manajemen kualitas, prosedur serta praktik
berdasarkan penilaian risiko, kontrol risiko dan evaluasi risiko
(Aini et al., 2014). Penerapan manajemen risiko membantu UKM
dalam menganalisa risiko yang mungkin dapat timbul dengan
mempertimbangkan hubungan keterkaitan antar kejadian risiko,
hubungan keterkaitan antar sumber risiko dan hubungan

3
keterkaitan antar risiko dengan sumber risiko (Octavia et al.,
2013). Hal ini akan menjadi landasan UKM Sido Luhur dalam
menentukan mitigasi yang tepat dan efektif dilakukan untuk
mencegah risiko atau mengurangi dampak risiko yang
ditimbulkan.
Untuk menentukan mitigasi yang tepat dan efektif bagi
perusahaan, perlu dilakukan identifikasi risiko dalam rantai
pasok. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi risiko yaitu House of Risk (HOR) 1 dan Failure
Modes and Effect of Analysis (FMEA). HOR merupakan
modifikasi metode Failure Modes and Effect of Analysis (FMEA)
dan House of Quality (HOQ). Pada HOR terdapat dua tahap
dengan fungsi yang berbeda yaitu HOR 1 untuk mengidentifikasi
dan menentukan prioritas sumber risiko yang ada dalam rantai
pasok perusahaan sedangkan HOR 2 untuk menentukan prioritas
mitigasi yang akan dilakukan berdasarkan sumber daya yang ada
di perusahaan (Ulfah et al., 2016). Metode FMEA juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi risiko serta menentukan
prioritas mitigasi namun FMEA memiliki kelemahan dalam
mengidentifikasi risiko yaitu kombinasi perkalian nilai keparahan,
probabilitas dan deteksi dapat menghasilkan angka Risk Priority
Number (RPN) yang sama sehingga prioritas risiko yang
dihasilkan dapat terlihat sama. Oleh karena itu, dilakukan
pendekatan HOR 1 untuk memperhitungkan nilai RPN
berdasarkan probabilitas sumber risiko dan dampak keparahan
risiko. Hal ini digunakan untuk mencari kemungkinan sumber
risiko dan keparahan kejadian risiko yang nantinya akan
digunakan untuk menghitung Aggregat Risk Potential (ARP).
Selain itu, FMEA memiliki kelemahan dalam menentukan
prioritas mitigasi karena menggunakan kejadian risiko untuk
menentukan mitigasi sehingga hasilnya menjadi kurang akurat.
Oleh karena itu, penggunaan HOR 2 dapat menjadi metode
perbaikan dari FMEA dimana menggunakan sumber risiko dalam
menentukan mitigasi. Penggunaan HOR 2 memperhitungkan
nilai efektivitas dalam tiap tindakan serta derajat kesulitannya
sehingga prioritas mitigasi yang dihasilkan dapat secara efektif
mengurangi kemungkinan terjadinya risiko (Trenggonowati dan
Nur, 2017).
Interpretive Structural Modelling (ISM) digunakan untuk
melengkapi HOR 1 dalam melakukan identifikasi risiko.
Penggunaan HOR 1 dalam mengidentifikasi risiko tidak
menjelaskan keterkaitan antar agen risiko. Keterkaitan antar
agen risiko perlu diketahui sehingga dapat diminimalisir tingkat
kemunculannya. Setelah memahami hubungan antar agen risiko,
strategi mitigasi dapat dimulai dengan cara mengurangi sumber
risikonya. Selain ISM, metode yang dapat diterapkan untuk
menjelaskan keterkaitan tiap risiko ialah Decision Making Trial
and Evaluation Laboratory (DEMATEL). Metode DEMATEL
digunakan untuk melihat keterkaitan antar risiko yang ada tetapi
proses memiliki kelemahan pada proses normalisasinya yang
membuat hasilnya tidak sesuai dengan nilai rill (Promentilla et al.,

5
2016). Selain itu, metode DEMATEL mengidentifikasi keterkaitan
antar elemen tanpa struktur hierarki sedangkan metode ISM
menggunakan hierarki untuk menjelaskan keterkaitan antar
elemen. Maka dari itu digunakan metode ISM untuk memetakan
hubungan antar risiko dalam rantai pasok yang akan
memperlihatkan grafik struktural serta keterkaitan antar sub
elemen (Natalia et al, 2020).
Tiap sumber risiko yang saling terkait pada hasil ISM akan
dihitung bobotnya untuk mendapatkan prioritas risiko yang perlu
ditangani. Pembobotan dapat dilakukan menggunakan berbagai
metode seperti Analytical Network Process (ANP) ataupun
Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan metode
yang digunakan sebagai pendukung keputusan dengan
komponen utamanya ialah hierarki fungsional (Kokangul et al.,
2017). Kelemahan metode AHP ialah cakupannya terbatas
tergantung seberapa besar pemahaman responden tentang
permasalahan. Selain itu, AHP tidak bisa digunakan apabila
responden memiliki perbedaan sudut pandang yang sangat
drastis. Struktur hierarki pada metode AHP membuat penilaian
dan prioritas dari elemen-elemen tidak tergantung dengan
elemen pada level yang lebih rendah. Metode ANP mampu
memperbaiki kelemahan AHP dengan struktur jaringan dimana
penilaian tujuan, kriteria, dan alternatif memiliki ketergantungan
satu sama lain sehingga metode ANP menjadi lebih kompleks
dibandingkan dengan AHP (Aini et al., 2014). Oleh karena itu,
metode ANP digunakan untuk menentukan prioritas kejadian
risiko yang perlu ditangani berdasarkan bobotnya.
Penelitian analisis risiko dan mitigasi dalam rantai pasok
UKM Sido Luhur menggunakan metode HOR yang
dikombinasikan dengan ISM dan ANP sehingga mitigasi yang
didapatkan telah mempertimbangkan hubungan keterkaitan antar
sumber risiko. ISM digunakan untuk memenuhi kebutuhan input
ANP untuk mengonfirmasi ketergantungan fungsi sehingga hasil
yang didapatkan lebih terpercaya. Bobot tiap sumber risiko yang
dihasilkan dari ANP akan digunakan untuk menetukan ARP baru
sehingga perhitungan prioritas mitigasi yang diperoleh telah
mempertimbangkan keterkaitan antar kejadian risiko dan sumber
risiko. Penelitian ini diharapkan dapat membantu UKM Sido
Luhur untuk menentukan prioritas mitigasi guna meminimalisir
risiko yang ada dalam rantai pasok serta dapat memberikan
saran dan evaluasi dalam manajemen rantai pasok perusahaan.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Risiko apa saja yang terdapat pada rantai pasok UKM
Sido Luhur?
b. Bagaimana keterkaitan antar agen risiko pada rantai
pasok UKM Sido Luhur?

7
c. Bagaimana bobot prioritas dari keterkaitan agen risiko
rantai pasok UKM Sido Luhur?
d. Apa upaya mitigasi risiko yang tepat untuk disarankan
pada rantai pasok UKM Sido Luhur?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
a. Mengidentifikasi risiko pada rantai pasok UKM Sido
Luhur
b. Menganalisis keterkaitan antar agen risiko pada rantai
pasok UKM Sido Luhur
c. Menganalisis bobot prioritas dari keterkaitan agen risiko
pada rantai pasok UKM Sido Luhur
d. Memberikan saran prioritas mitigasi yang tepat untuk
rantai pasok UKM Sido Luhur

1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat bagi peneliti lain adalah memberikan referensi
untuk penelitian berikutnya mengenai evaluasi
implementasi mitigasi risiko pada rantai pasok UKM
Sido Luhur
b. Manfaat bagi perusahaan adalah membantu
mengidentifikasi risiko yang berpotensi muncul serta
menyusun prioritas mitigasi risiko dalam rantai pasok
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

9
2.1 Kopi
Tanaman Kopi (Coffea spp.) merupakan salah satu
komoditas sektor perkebunan dengan nilai ekonomis yang relatif
tinggi di pasaran dunia sehingga menjadi komoditas unggulan
dikembangkan di Indonesia (Afriliana, 2018). Menurut jenisnya,
kopi yang ditanam di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu kopi
robusta, kopi arabika, dan kopi liberika. Kopi robusta ditanam
pada ketinggian 400 - 1.200 mdpl. Nilai rendemennya sekitar
20% - 22%. Bentuk biji kopi robusta sedikit bulat dengan
lengkungan yang tebal. Garis tengah atau biasa disebut parit
terlihat dari atas ke bawah. Kopi arabika ditanam pada ketinggian
1.000 - 2.100 mdpl. Nilai rendemennya sekitar 18% - 20%. Bentuk
bijinya agak memanjang dengan ujung biji lebih mengkilat. Celah
tengah atau biasa disebut center cut terlihat berlekuk
(Panggabean, 2011 dalam Agromedia, 2012). Kopi liberika
ditanam pada ketinggian 0 – 40 mdpl (Hulupi dan Martini, 2013).
Nilai rendemennya kurang dari 12%. Ukuran daun, bunga dan
buah dari kopi liberika lebih besar dibandingkan kopi robusta dan
arabika (Stiawan, 2017). Kopi liberika memiliki nilai rendemen
yang lebih rendah dibandingkan kopi robusta dan kopi arabika
sehingga jarang dibudidayakan di Indonesia (Yuwono dan Elok,
2017).
Biji kopi diolah dan dikonsumsi karena memiliki berbagai
manfaat bagi tubuh. Kandungan kimia pada biji kopi diantaranya
ialah sukrosa, polisakarida, lignin, pectin, protein, asam amino
bebas, kafein, trigonelline, asam nikotinik, minyak kopi, diterpen,
mineral, asam klorogenat, asam alifatik, asam quinic dan
melanoidin (Farah, 2012). Kandungan kafein pada kopi dapat
menghambat peradangan dalam otak yang sering dihubungkan
dengan alzheimer. Menurut Pusat Studi dan Gagas pada tahun
2014, kopi mengandung asam klorogenat, yang menjadi
antioksidan kuat dalam kopi (Ulung, 2014). Kandungan
antioksidan tersebut dapat mencegah kerusakan sel yang kerap
dikaitkan dengan parkinson.

2.2 Manajemen Rantai Pasok


Manajemen rantai pasok adalah proses integrasi kegiatan
mulai dari pengadaan bahan dan pelayanan, pengolahan barang
setengah jadi menjadi produk jadi sampai pengiriman produk
kepada konsumen (Heizer dan Barry, 2014). Sistem pada rantai
pasok memiliki tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pada
tiap komponen dalam rantai pasok seperti nilai tambah yang
diperoleh pemasok kepada manufaktur, manufaktur kepada
distributor, serta distributor kepada konsumen (Martono, 2019).
Kegiatan dalam rantai pasok terdiri dari plan (perencanaan
rantai pasok), source (sumber input proses), make (proses
pengolahan input menjadi output), deliver (mengirim output pada
konsumen), dan return (mengirim kembali output dari konsumen)
(Martono, 2019). Pelaku rantai pasok kopi dimulai dari petani
yang membudidayakan kopi kemudian pedagang pengepul yang
melakukan pengolahan primer serta pengeringan pada biji kopi.

11
Pelaku selanjutnya adalah agroindustri yang melakukan
pengolahan sekunder, pengemasan serta bertindak sebagai
eksportir (Jaya et al., 2014).

2.3 Supply Chain Operation Reference (SCOR)


Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR) biasa
digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok sebuah
perusahaan. Metode ini dapat menghubungkan proses bisnis,
matriks kinerja, praktik terbaik, dan keterampilan ke dalam
sebuah struktur terpadu (Mutakin dan Musa, 2011). Metode
SCOR juga dapat didefinisikan sebagai metode untuk identifikasi
dan pemetaan (mapping) aktivitas rantai pasok menggunakan
pengukuran secara objektif berdasarkan data yang ada (Ulfah et
al., 2016). Proses pengumpulan data berasal dari observasi dan
wawancara bersama pihak yang bertanggung jawab terhadap
rantai pasok.
Metode SCOR membagi rantai pasok berdasarkan lima
proses utama, yakni plan, source, make, deliver, dan return
(Ulfah et al., 2016). Plan mencakup proses pengambilan
keputusan terbaik dalam rantai pasok, sedangkan source
mencakup kegiatan yang berhubungan dengan supplier seperti
pengadaan bahan baku atau jasa. Selanjutnya proses make
diartikan sebagai aktivitas yang berperan dalam transformasi
bahan baku menjadi produk jadi, sedangkan deliver adalah
pemenuhan permintaan terhadap barang atau jasa. Kemudian
return mencakup proses pengembalian produk akibat beberapa
hal (Sholeh, 2020).

2.4 Manajemen Risiko


Risiko merupakan ketidakpastian akibat informasi yang
kurang mengenai kejadian yang sedang berlangsung sehingga
dapat menimbulkan kerugian. Risiko tidak dapat dihilangkan
namun dapat dikurangi melalui manajemen risiko (Siswanti et al.,
2020). Manajemen risiko merupakan pendekatan pada risiko
dengan cara memahami, mengidentifikasi, dan mengevaluasi
risiko untuk mempertimbangkan tindakan yang harus dilakukan
untuk mengalihkan risiko pada pihak lain ataupun mengurangi
risiko (Labombang, 2011).
Proses yang dilakukan dalam manajemen risiko dibagi
menjadi perencanaan manajemen risiko, identifikasi risiko, dan
analisis risiko kualitatif (Lokobal et al., 2014). Perencanaan
manajemen risiko dilakukan untuk memilih aktivitas manajemen
risiko. Identifikasi risiko merupakan tahapan fundamental dalam
praktik manajemen risiko. Identifikasi risiko dilakukan untuk
mengenali jenis – jenis risiko yang mungkin terjadi. Analisis risiko
kualitatif adalah proses penilaian dampak dari risiko yang telah
teridentifikasi (Soputan et al., 2014; Hallikas et al., 2004).
Berdasarkan sifatnya risiko dibagi menjadi dua yaitu risiko
spekulatif dan risiko murni. Risiko spekulatif adalah risiko yang
sengaja diambil dengan harapan akan mendapatkan keuntungan

13
yang sepadan. Risiko murni adalah risiko yang muncul tanpa
disengaja serta menimbulkan kerugian (Pramana, 2011).
Berdasarkan sumber penyebabnya risiko dibagi menjadi empat
yaitu risiko internal, risiko eksternal, risiko keuangan, dan risiko
operasional. Risiko internal berasal dari dalam perusahaan
seperti manajemen yang kurang baik. Risiko eksternal berasal
dari luar perusahaan seperti perubahan kebijakan pemerintahan.
Risiko keuangan seperti perubahan harga. Risiko operasional
diakibatkan oleh faktor manusia, alam dan teknologi (Sopuntant
et al., 2014).

2.5 Manajemen Risiko pada Rantai Pasok


Seluruh kegiatan rantai pasok sangat berhubungan satu
sama lain. Keterkaitan dan kompleksitas antar kegiatan rantai
pasok mengakibatkan rantai pasok rentan terhadap risiko
(Suharjito, 2010). Faktor risiko pada tiap pelaku rantai pasok yaitu
risiko kualitas, risiko produksi, risiko harga, risiko pasokan, risiko
lingkungan, dan risiko transportasi. Risiko kualitas dapat terjadi
akibat musim dan cara penyimpanan. Risiko produksi meliputi
kapasitas produksi, proses produksi, dan mutu bahan baku.
Risiko harga terjadi karena fluktuasi harga, perubahan nilai tukar,
dan inflasi. Risiko pasokan disebabkan oleh keberagaman mutu
pasokan. Risiko lingkungan terjadi akibat bencana alam,
pandemi, dan kebijakan pemerintahan. Risiko transportasi
dipengaruhi oleh pemilihan transportasi dan keamanan di jalan
(Agriculture, 2011). Jenis risiko yang ditemukan pada rantai
pasok kopi ialah risiko mutu, harga, budidaya, permintaan, dan
pasokan (Jaya et al., 2014).
Risiko yang ada pada tiap kegiatan rantai pasok dapat
memberikan dampak buruk serta mempengaruhi perusahaan
secara signifikan dalam mencapai keuntungan maksimal (Aini et
al., 2014). Selain itu, risiko dalam rantai pasok akan berakibat
pada gagalnya pemenuhan permintaan pelanggan. Oleh karena
itu, diperlukan manajemen risiko dalam rantai pasok untuk
mengurangi risiko dalam kegiatan rantai pasok sehingga
perusahaan dapat bersaing di dunia industri (Noviantari et al.,
2015; Citraresmi dan Rahmawati, 2020).

2.6 Analisis Mitigasi Risiko pada Rantai Pasok


Mitigasi risiko merupakan bagian dari manajemen risiko
yang melibatkan pengembangan strategi untuk mengurang
potensi dampak risiko (Sloot et al., 2019). Strategi mitigasi risiko
diperlukan untuk menghadapi potensi risiko yang ada pada rantai
pasok. Mitigasi risiko yang efektif akan membuat perusahaan
semakin mudah dalam mengatasi masalah serta mampu
memastikan bahwa risiko yang ada tidak akan mengarah pada
situasi yang sulit diterima (ChePa et al., 2015). Analisis mitigasi
risiko pada rantai pasok dapat dilakukan dengan beberapa
metode yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Berdasarkan Tabel 2.1 didapatkan bahwa analisis rantai
pasok dapat dilakukan dengan menggunakan metode HOR-AHP,

15
FMEA-AHP, ANP-WFMEA, HOR-ISM, HOR-ISM-ANP. Metode
HOR-AHP memperhatikan bobot hasil perbandingan kriteria
perusahaan untuk menentukan strategi mitigasi. Metode FMEA-
AHP memperhatikan prioritas risiko tiap variabel dan perhitungan
bobot untuk memilih strategi minimasi risiko. Metode ANP-
WFMEA memperhatikan bobot risiko serta interaksi
ketergantungan jenis risiko dan penilaian berbobot untuk hasil
akurat dan berkesinambungan. Metode HOR-ISM
memperhatikan keterkaitan antar agen risiko. Metode HOR-ISM-
ANP memperhatikan keterkaitan antar agen risiko serta bobot
dari keterkaitan agen risiko yang telah diidentifikasi (Kristiana et
al., 2020; Irawan et al., 2017; Aini et al., 2014; Natalia et al., 2020;
Gutama dan I, 2019). Metode ISM pada gabungan HOR-ISM-
ANP dapat menjelaskan keterkaitan antar agen risiko dalam
bentuk diagram ISM. Metode ANP pada gabungan HOR-ISM-
ANP akan menghasilkan nilai ARP baru dengan mengadopsi
diagram ISM ke dalam model ANP.
Tabel 2.1 Metode Analisis Mitigasi Risiko pada Rantai Pasok
Peneliti Judul Metode Kelebihan Kelemahan
Kristiana Risk Mitigation House of HOR dapat Strategi mitigasi
SPD, CW Strategies on Risk (HOR) mengidentifikasi yang ditentukan
Oktavia, R Supply Chain and kejadian risiko dan agen tidak
Magdalena, PT. X Analytical risiko dalam rantai mempertimbangkan
MA Lilajati Hierarchy pasok serta memberikan keterkaitan antar
Process prioritas berdasarkan agen risiko
(AHP) nilai ARP. Strategi
mitigasi ditentukan
berdasarkan bobot hasil
perbandingan kriteria
yang dipertimbangkan
perusahaan
menggunakan AHP
Irawan JP, Model Analisis Failure Mode FMEA mampu Strategi minimasi
Iman dan Strategi Effect mengidentifikasi dan risiko yang
Santoso, Siti Mitigasi Risiko Analysis menentukan prioritas ditentukan tidak
AM Produksi (FMEA) dan risiko dari tiap variabel. mempertimbangkan
Keripik Tempe Analytical Hasil prioritas risiko keterkaitan antar
Hierarchy dapat digunakan untuk faktor risiko
Process pemilihan strategi
(AHP) minimasi risiko
berdasarkan
perhitungan AHP

1
Tabel 2.1 Metode Analisis Mitigasi Risiko pada Rantai Pasok (Lanjutan)
Aini H, Risiko Rantai Analytic ANP mampu Dibutuhkan
Muhammad Pasok Kakao di Network mengidentifikasi bobot penelitian lebih
S, Alim S Indonesia Process risiko serta interaksi lanjut untuk
dengan (ANP) dan ketergantungan antar menentukan
Metode Weighted jenis risiko yang prioritas strategi
Analytic Failure Mode berpengaruh pada rantai mitigasi risiko
Network Effect pasok. Hasil dari ANP
Process dan Analysis dilengkapi dengan
Failure Mode (WFMEA) WFMEA berupa
Effect Analysis penilaian berbobot
Terintegrasi sehingga hasil akurat
dan berkesinambungan
Natalia C, Interpretive House of HOR 1 dapat Pada penelitian
Yulitari Structural Risk (HOR) mengidenfikasi kejadian tidak diketahui
FTBH, Modelling and dan risiko, agen risiko, bobot dari pengaruh
Chendrasari House of Risk Interpretive menentukan prioritas risiko yang
O, Trifenaus Implementation Structural sumber risiko. ISM terindentifikasi
PB for Risk Modelling mampu menjelaskan
Relationship (ISM) keterkaitan antar agen
Analysis and risiko yang telah
Risk Mitigation terindentifikasi. HOR 2
Strategy mampu mengidentifikasi
mitigasi serta
menentukan prioritas
Tabel 2.1 Metode Analisis Mitigasi Risiko pada Rantai Pasok (Lanjutan)
Peneliti Judul Metode Kelebihan Kelemahan
aksi mitigasi
berdasarkan sumber
daya biaya yang efektif.
Gutama LB Analysis and House of Dapat mengidentifikasi Metode perlu
dan I NP Mitigation of Risk (HOR), kejadian risiko dan agen diterapkan pada
Strategic Risk Interpretive risiko serta industri sejenis
Business Structural mengidentifikasi supaya diperoleh
Process by Modelling keterkaitan yang muncul gambaran
Considering (ISM) dan antara agen risiko. komprehensif
Relationship Analytic Penggunaann ANP mengenai risiko
Between Risks: Network dapat memberi bobot yang mungkin
Case Study in Process tiap agen risiko untuk timbul
Electrycity (ANP) menentukan risiko yang
Generation memiliki pengaruh
Companies paling tinggi diantara
yang lainnya

3
Nilai ARP yang baru akan digunakan untuk merancang
strategi mitigasi risiko dengan mempertimbangkan keterkaitan
antar risikonya (Gutama dan I, 2019). Metode HOR-ISM-ANP
lebih tepat digunakan untuk menganalisis risiko karena telah
mempertimbangkan hubungan keterkaitan antara agen risiko
serta bobot antar keterkaitan untuk pemilihan strategi mitigasi
risikonya (Oktavia et al., 2013).
2.7 House of Risk (HOR)
Penggunaan House of Risk ditujukan untuk
mengidentifikasi risiko serta merancang strategi mitigasi
sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya risiko
(Kusdinah et al., 2014). House of Risk merupakan metode
terbarukan dari Failure Mode and Error Analysis (FMEA) untuk
mengukur risiko secara kuantitaif dan House of Quality (HOQ)
untuk memprioritaskan agen risiko sehingga dapat dipilih strategi
mitigasi risiko paling efektif (Magdalena dan Vannie, 2019).
FMEA akan menentukan risk priority numbers (RPN) dan risk
score value (RSV) berdasarkan kemungkinan kejadian
(occurance), deteksi (detection), dan tingkat keparahan (severity)
untuk menentukan strategi mitigasi dari risiko yang telah
diprioritaskan (Suherman dan Babay, 2019). HOQ berasal dari
Quality Function Deployment (QFD) yang berfungsi untuk
mengidentifikasi risiko serta memprioritaskan agen risiko yang
perlu ditangani lebih dulu. Perubahan fungsi House of Quality
(HOQ) dari perencanaan produk menjadi alat perencanaan

1
strategi mitigasi risiko membuat istilahnya menjadi House of Risk
(HOR) (Ummi et al., 2017).
HOR dibagi menjadi 2 yaitu HOR 1 dan HOR 2. HOR 1
digunakan untuk memberikan prioritas agen risiko melalui
beberapa tahap. Tahap pertama adalah identifikasi kejadian
risiko melalui mapping rantai pasok. Tahap kedua menentukan
dampak yang mungkin disebabkan oleh kejadian risiko (severity)
(Ulfah et al., 2016). Tahap ketiga mengidentifikasi sumber atau
agen risiko serta menilai peluang kemunculan beberapa kejadian
risiko yang dapat mengakibatkan gangguan (occurance). Tahap
keempat adalah menghubungkan matriks yang untuk
menentukan korelasi agen risiko dan kejadian risiko. Tahap
kelima menghitung nilai ARP dari severity, occurance, dan
korelasi antar kejadian risiko. Tahap terakhir ialah mengurutkan
prioritas agen risiko berdasarkan nilai ARP (Ulfah et al., 2016).
HOR 2 digunakan untuk menentukan strategi mitigasi risiko
dari risiko yang telah diidentifikasi di HOR 1. Tahap pertama
adalah mengidentifikasi mitigasi risiko dari agen risiko beserta
derajat kesulitannya. Pada tahap ini akan didapatkan nilai Total
Efektivitas (TE) yaitu nilai yang menjelaskan mengenai efektivitas
tiap mitigasi. Tahap kedua melakukan perhitungan Effectiveness
to Difficulty (ETD) untuk memutuskan strategi mitigasi yang akan
dilakukan untuk menangani risiko (Ulfah et al., 2017).
2.8 Interpretive Structural Modelling (ISM)
Interpretive Structural Modelling (ISM) merupakan teknik
pemodelan yang menjelaskan tentang hubungan spesifik antar
variabel atau elemen, struktur secara keseluruhan dengan output
berupa model grafis (Li dan Jay, 2014). Penggunaan metode ISM
ditujukan untuk mengetahui masalah yang kompleks dalam suatu
sistem berdasarkan pengolahan data dan informasi dari para ahli
(Sianipar, 2012; Sinaga et al., 2019). Metode ISM menghasilkan
model struktur hierarki yang dikembangkan dengan menganalisis
hubungan matriks sub elemen dalam suatu sistem (Sinaga et al.,
2019).
Terdapat beberapa langkah dalam menganalisis
menggunakan ISM. Tahap pertama ialah mengidentifikasi dan
menentukan elemen yang saling berhubungan. Elemen didapat
dengan cara diskusi para ahli (George dan Pramod, 2014). Tahap
kedua membangun tipe hubungan kontekstual antar elemen.
Hubungan kontekstual akan membentuk sebuah matriks yang
disebut sebagai Structural Self Interaction Matrix (SSIM) (Attri et
al., 2013). Tahap ketiga mengembangkan Reachability Matrix
(RM) dari SSIM. Tahap keempat menguji RM menggunakan
aturan transivity. Tahap kelima ialah mengklasifikasi elemen
menurut RM. Penentuan klasifikasi elemen berdasarkan nilai
Dependence dan Driver power. Klasifikasi elemen akan dibagi
menjadi empat kategori yaitu autonomous, dependent, linkage
dan independent (Kumar et al., 2013).

3
2.9 Analytic Network Process (ANP)
Metode ANP merupakan salah satu metode pengambilan
keputusan berdasarkan beberapa kriteria atau biasa disebut
Multiple Criteria Decision Making (MCDM). Metode ANP adalah
metode pengembangan dari Analytic Hierarchy Process (AHP)
(Gustriansyah, 2016). Metode ANP berbentuk jaringan yang
dapat mengakomodasi hubungan saling berkaitan antara level
atas dan level bawah (Oktavia et al., 2013). Penggunaan ANP
memiliki berbagai kelebihan yaitu hasil perbandingan yang lebih
objektif, kemampuan predektif lebih akurat, serta hasil yang
stabil. ANP mampu menjelaskan model faktor-faktor
dependence, serta feedbacknya secara sistematik (Aldiansyah,
2015; Meliala et al., 2020).
Terdapat 2 tahapan utama pada metode ANP. Tahapan
pertama ialah membuat struktur diagram jaringan. Tahapan
kedua ialah menentukan prioritas dari setiap kriteria yang ada
dalam diagram jaringan. Langkah pertama dalam ANP ialah
membuat hierarki jaringan keputusan dimana dapat menampilkan
hubungan antar faktor keputusan. Langkah kedua ialah membuat
matriks perbandingan berpasangan untuk menghitung dampak
tiap alternatif yang dibandingkan (Ekawati et al., 2018). Langkah
ketiga menghitung relative importance weight verctors dari faktor
yang ada. Concistency ratio (CR) perlu dihitung untuk
mengetahui tingkat inkonsistensi responden. CR dapat dihitung
dengan cara mengalikan nilai perbandingan berpasangan
dengan bobot secara matriks sehingga didapatkan nilai hasil.
Nilai hasil akan dibagi dengan nilai bobot tiap barisnya untuk
mendapatkan nilai rata – rata. Selanjutnya menghitung nilai phi.
Kemudian dihitung nilai Consistency index (CI). Setelah itu akan
dihitung Concistency ratio (CR). Langkah keempat melakukan
pembentukan matriks dari relative importance weight verctors
yang bisa disebut dengan supermatriks. Supermatriks akan
dinormalisasikan sehingga angka pada tiap kolom bernilai 1.
Langkah kelima menghitung bobot akhir dengan meningkatkan
supermatriks dan memeriksa konsistensi. Rasio konsistensi
kurang dari atau sama dengan 10% (Aldiansyah, 2015).

BAB III
METODE PENELITIAN

5
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di UKM Sido Luhur yang
berlokasi di Desa Bangelan, Kabupaten Malang, Jawa Timur
pada bulan Mei – Agustus 2021. Analisis dan pengolahan data
akan dilakukan di Laboratorium Manajemen Agroindustri,
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Brawijaya.

3.2 Batasan Masalah


Penentuan batasan masalah ditujukan untuk
menyederhanakan ruang lingkup masalah sehingga dapat
membantu penelitian untuk tetap terfokus pada sasaran yang
dituju. Berikut merupakan batasan masalah pada penelitian ini:
a. Alur rantai pasok yang dianalisis adalah rantai pasok
kopi robusta dari supplier ke UKM Sido Luhur. Pada
penelitian tidak dilakukan pembahasan mengenai
distributor dan konsumen karena strategi mitigasi yang
diusulkan hanya ditujukan untuk UKM Sido Luhur
b. Analisis risiko berdasarkan dampak kerugian finansial
tidak dilakukan
c. Agen risiko prioritas dari 11 hanya diambil 9 dengan
nilai ARP tertinggi
d. Penelitian dilakukan hingga tahap pemberian usulan
strategi mitigasi risiko rantai pasok kopi robusta, tidak
sampai tahap implementasi terhadap perusahaan

3.3 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian merupakan rangkaian tahap yang
dilalui selama penelitian berlangsung. Diagram alir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
3.3.1 Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan dengan cara observasi
tempat di UKM Sido Luhur. Selanjutnya dilakukan wawancara
dan diskusi terkait dengan gambaran umum proses rantai pasok
pada UKM Sido Luhur. Survei pendahuluan dilakukan untuk
melihat dan mengetahui kondisi UKM Sido Luhur yang
sebenarnya sehingga dapat mengidentifikasi masalah.
3.3.2 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari referensi, informasi, dan
landaran teori yang dapat mendukung perumusan masalah. Studi
literatur dapat menjadi solusi dari permasalahan dalam penelitian
berdasarkan survei pendahuluan. Referensi yang digunakan
berupa jurnal, artikel, buku, dan skripsi.

7
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.3.3 Identifikasi Masalah
Setelah melakukan survei pendahuluan dan studi literatur
maka akan dilakukan identifikasi masalah yang ada pada UKM
Sido Luhur. Identifikasi masalah dilakukan untuk memperjelas
peneliti pada masalah yang akan diteliti. Hasil identifikasi
masalah menunjukan bahwa kegiatan rantai pasok di UKM Sido
Luhur memiliki banyak risiko.
3.3.4 Penentuan Variabel
Variabel yang diteliti berupa risiko rantai pasok kopi robusta
di UKM Sido Luhur. Perlu adanya identifikasi terhadap rantai
pasok untuk dapat menentukan risiko yang mungkin terjadi pada
tiap aktivitasnya. identifikasi terhadap rantai pasok dilakukan
dengan pendekatan supply chain operation reference (SCOR)
yaitu plan, source, make, deliver, dan return. Penentuan variabel
penelitian didasari oleh penelitian terdahulu. Selanjutnya variabel
penelitian akan disesuaikan dengan kondisi rantai pasok kopi
robusta UKM Sido Luhur yang sebenarnya melalui wawancara
dan diskusi bersama pemilik UKM. Variabel risiko yang dianalisis
pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1

9
Tabel 3. 1 Variabel Penelitian
No Faktor Aktivitas Risiko
1 Perencanaan Perencanaan Perubahan dalam
(Plan) produksi kopi penjadwalan produksi
robusta bubuk
Peramalan Kesalahan peramalan
kebutuhan bahan kebutuhan bahan
baku baku
perencanaan Kesalahan jadwal
pembelian bahan pemesanan bahan
baku baku
kesalahan jumlah
bahan baku yang
dipesan
Kerusakan bahan
baku saat di
perjalanan
Keterlambatan bahan
baku dari pemasok
2 Pengadaan Pemeriksaan Kualitas bahan baku
(Source) kualitas bahan yang diterima tidak
baku dari supplier sesuai dengan
spesifikasi
Pencatatan bahan Perbedaan jumlah
baku yang masuk bahan baku tercatat
dan keluar dan bahan baku di
gudang
Melakukan Kerusakan bahan
penyimpanan baku pada
bahan baku ke penyimpanan di
gudang gudang
Bahan baku di
gudang melebihi
kapasitas
Tabel 3.1 Variabel Penelitian (Lanjutan)
No Faktor Aktivitas Risiko

3 Produksi (Make) Menyiapkan Kesalahan jumlah


bahan baku untuk bahan baku yang
proses diambil
penyangraian
Bahan baku dengan
kualitas tidak
memenuhi standar
ikut tercampur

Proses Peralatan dan mesin


penyangraian yang digunakan tidak
bersih

Terdapat kerusakan
pada peralatan dan
mesin
Proses Mesin penyangrai
penyangraian kehabisan gas
Biji kopi belum
tersangrai sempurna
Biji kopi terlalu
gosong saat
disangrai
Proses Terdapat kerikil pada
pendinginan dan biji kopi yang telah
sortasi disangrai
Proses Biji kopi belum
penggilingan sepenuhnya menjadi
bubuk
Proses Seal kemasan tidak
pengemasan rapat
Sortasi dan Kualitas produk tidak
penyimpanan di sesuai spesifikasi
gudang
4 Pengiriman Pengiriman kopi Keterlambatan
(Deliver) bubuk robusta pengiriman produk
11
Tabel 3.1 Variabel Penelitian (Lanjutan)
No Faktor Aktivitas Risiko

4 Pengiriman Pengiriman kopi Kesalahan produk


(Deliver) bubuk robusta yang dikirim

Kerusakan produk
saat pengiriman
5 Pengembalian Pengembalian Pasokan bahan baku
(Return) bahan baku ke tidak memenuhi
pemasok proses produksi
Pengembalian Kelebihan produk
bahan baku dari jadi pada gudang
konsumen penyimpanan

3.3.5 Penentuan Responden Pakar


Penelitian ini membutuhkan responden untuk melakukan
penilaian risiko rantai pasok yang akan diolah menggunakan
metode HOR, ISM, dan ANP. Teknik pengambilan sample
dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik purposive
sampling dilakukan secara sengaja sesuai dengan syarat yang
diperlukan peneliti (Depoy dan Laura, 2011). Terdapat beberapa
pertimbangan dalam penentuan responden yaitu pakar perlu
memiliki reputasi dan kredibilitas sesuai dengan topik yang diteliti,
pakar memiliki pengalaman sesuai dengan bidang yang diteliti,
dan pakar bersedia menjadi responden (Jaya et al., 2012).
Penelitian ini membutuhkan tiga responden pakar yaitu satu
orang bagian pengadaan bahan baku, satu orang bagian
produksi, dan satu orang pemilik UKM Sido Luhur. Responden
bagian pengadaan bahan baku, bagian produksi, dan pemilik
UKM Sido Luhur akan dilibatkan dalam pengisian kuesioner HOR
1, ISM, ANP, dan HOR 2 karena dianggap memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai risiko yang ada di rantai pasok kopi
robusta UKM Sido Luhur mulai dari pengadaan bahan baku
hingga pengiriman produk, serta mampu memberikan mitigasi
terhadap risiko rantai pasok kopi robusta.
3.3.6 Penentuan Metode Pengumpulan Data
Berikut merupakan data yang digunakan pada penelitian ini:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil secara langsung
melalui survei serta pengamatan di lapang. Data primer yang
dibutuhkan berupa kejadian risiko dalam rantai pasok, agen
risiko pada rantai pasok, tingkat keparahan pada kejadian
risiko, tingkat kemungkinan muncul penyebab risiko, dan
keterkaitan antar agen risiko.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diambil dari studi
literature untuk mendapatkan informasi yang dapat
mendukung penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan
untuk penelitian ini berupa data laporan kejadian risiko UKM
Sido Luhur.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
a. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara melakukan pengamatan langsung. Observasi dilakukan
di UKM Sido Luhur sehingga dapat mengetahui kondisi objek
yang sebenarnya.

13
b. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengajukan pertanyaan secara langsung dengan pihak
terkait dengan penelitian yaitu dengan pemilik UKM Sido
Luhur, bagian pengadaan bahan baku, dan bagian produksi.
c. Kuesioner, yaitu pengumpulan data berupa penilaian risiko
rantai pasok dan keterkaitan antar agen risiko yang dilakukan
dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada
responden terkait. Penelitian ini menggunakan empat
kuesioner yaitu kuesioner HOR 1, kuesioner keterkaitan
antar agen risiko, kuesioner perbandingan berpasangan, dan
kuesioner HOR 2. Responden yang dibutuhkan pada
penelitian ini berjumlah tiga yang terdiri dari satu orang
bagian pengadaan bahan baku, satu orang bagian produksi,
dan satu orang pemilik UKM Sido Luhur.
d. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data berupa dokumen dari
UKM Sido Luhur. Dokumen yang digunakan dalam penelitian
ini berupa data laporan kejadian risiko yang ada pada UKM
Sido Luhur
3.3.7 Penyusunan Kuesioner
Penyusunan kuesioner dilakukan sebagai cara
pengumpulan data risiko rantai pasok kopi robusta UKM Sido
Luhur. Kuesioner merupakan sekumpulan pertanyaan untuk
mengumpulkan data yang akan diolah sehingga dapat
menghasilkan informasi tertentu (Nugroho, 2018). Penelitian ini
menggunakan empat jenis kuesioner yaitu kuesioner HOR 1,
kuesioner keterkaitan antar agen risiko, kuesioner perbandingan
berpasangan dan kuesioner HOR 2 dengan penjelasan sebagai
berikut:
a. Kuesioner HOR 1 digunakan untuk menilai kejadian risiko
dan agen risiko berdasarkan tingkat keparahan (severity)
dan peluang (occurrence) munculnya serta korelasi antara
kejadian risiko dan agen risiko. Penilaian menggunakan
skala 1 – 10. Semakin besar nilai severity dan occurrence
sebuah kejadian risiko dan agen risiko, maka semakin besar
pula tingkat keparahan dan peluang agen risiko tersebut
untuk muncul pada kegiatan rantai pasok kopi robusta. Skala
yang digunakan dalam penilaian korelasi penyebab risiko
dengan kejadian risiko yang ditimbulkan yaitu 0, 1, 3, dan 9
dimana 0 berarti tidak ada korelasi, serta nilai 1, 3, dan 9
memiliki arti secara berturut-turut yaitu korelasi rendah,
sedang, dan tinggi.
b. Kuesioner keterkaitan antar agen risiko digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan antar kejadian risiko yang saling
berinteraksi dengan simbol V, A, X, dan O sebagai masukan
(input) dalam analisis menggunakan metode ISM
c. Kuesioner perbandingan berpasangan berisikan mengenai
perbandingan antar elemen dengan bentuk berpasangan.
Skala yang digunakan dalam kuesioner ini adalah 1,3,5,9
dimana nilai 1 berarti sangat penting, nilai 3 berarti sedikit
lebih penting, nilai 5 berarti lebih penting, nilai 7 berarti
sangat penting dan nilai 9 berarti mutlak sangat penting.

15
Kuesioner ini digunakan untuk mendapatkan kepentingan
relatif tiap elemen yang akan menghasilkan matriks
perbandingan berpasangan.
d. Kuesioner HOR 2 digunakan untuk menyusun tindakan
mitigasi berdasarkan prioritas penyebab risiko yang perlu
dicegah, serta melakukan penilaian degree of difficulty
performing action (Dk) dan korelasi antara penyebab risiko
dengan tindakan mitigasi. Skala yang digunakan dalam
penilaian Dk adalah 3-5 dimana nilai 3 berarti tindakan
mitigasi mudah diterapkan, nilai 4 berarti agak sulit
diterapkan, serta nilai 5 berarti sulit diterapkan. Skala yang
digunakan dalam penilaian korelasi penyebab risiko dengan
tindakan mitigasi yaitu 0, 1, 3, dan 9 di mana 0 berarti tidak
ada korelasi, serta nilai 1, 3, dan 9 memiliki arti secara
berturut-turut yaitu korelasi rendah, sedang, dan tinggi.
Kuesioner HOR 1, kuesioner keterkaitan antar agen risiko,
kuesioner perbandingan berpasangan dan kuesioner HOR 2
dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3,
dan Lampiran 4.
3.3.8 Uji Validitas Kuesioner
Pengujian validitas kuesioner ditujukan untuk memastikan
bahwa kuesioner yang digunakan untuk penelitian sudah tepat.
Uji validitas kuesioner pada penelitian ini dilakukan dengan face
validity dan content validity. Pada face validity suatu tes akan
dianggap valid ketika instrumen yang diajukan sesuai dengan
variabel yang hendak diteliti melalui tampilan kuesioner. Content
validity merupakan uji validitas yang dilakukan dengan menguji
isi tes melalui analisis rasional. Uji validitas kuesioner dilakukan
sebelum kuesioner diberikan pada responden.
3.3.9 Analisis Data
Analisis data merupakan tahapan pada penelitian yang
berfungsi untuk mengolah data. Tahapan analisis data pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2
3.3.9.1 Mengidentifikasi Prioritas Agen Risiko menggunakan
HOR 1
Metode HOR 1 digunakan dalam penelitian ini untuk
mengidentifikasi kejadian risiko, agen risiko, serta memberikan
prioritas agen risiko yang harus ditangani berdasarkan nilai ARP.
Tahapan HOR 1 dimulai dari mengidentifikasi kejadian risiko.
Tiap kejadian risiko yang teridentifikasi akan diberi nilai severity
untuk menggambarkan tingkat keparahan kejadian risiko
terhadap kegiatan rantai pasok perusahaan. Nilai severity
menggunakan skala 1 – 10. Semakin besar nilai severity kejadian
risiko maka semakin besar pula dampak yang timbul akibat
kejadian risiko tersebut.

17
Gambar 3. 2 Tahapan Analisis Data
Tiap agen risiko yang teridentifikasi akan diberi nilai
occurrence untuk menggambarkan peluang munculnya agen
risiko tersebut pada rantai pasok kopi robusta. Nilai occurrence
menggunakan skala 1 – 10. Semakin besar nilai occurrence
sebuah agen risiko maka semakin besar pula peluang agen risiko
tersebut untuk muncul pada kegiatan rantai pasok kopi robusta.
Tahap selanjutnya ialah mengidentifikasi korelasi atau
kaitan kejadian risiko dengan agen risiko. Keterkaitan tiap
kejadian risiko dan agen risiko dinotasikan dengan R 𝑖𝑗 (0, 1, 3, 9).
Nilai 0 menunjukan tidak ada korelasi, nilai 1 menunjukan korelasi
yang lemah, nilai 3 menunjukan korelasi yang sedang, nilai 9
menunjukan korelasi yang kuat. Setelah menentukan korelasi
maka selanjutnya dilakukan perhitungan perhitungan Aggregate
Risk Potential (ARP𝑗 ). Perhitungan ARP dapat dilakukan dengan
rumus yang ada dibawah ini (Pujawan dan Laudine, 2009):
ARP𝑗 = O𝑗 Σ S𝑖 R 𝑖𝑗 (3.1)
Keterangan:
ARP𝑗 : Aggregat Risk Potential
O𝑗 : Occurrence
S𝑖 : Severity
R 𝑖𝑗 : Relationship
Perhitungan ARP digunakan untuk menentukan agen risiko
yang ditangani terlebih dahulu. Kemudian nilai ARP digunakan
untuk menentukan indeks prioritas risiko (Pj). Indeks prioritas
risiko digunakan untuk menjadi pertimbangan dalam menentukan
19
prioritas agen risiko yang perlu ditangani terlebih dahulu. Tabel
perhitungan HOR 1 dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3. 2 HOR 1
Risk Agents Severity of
Risk Events Risk Events
A1 A2 A3 A4
(𝐒𝒊 )
E1 R1-1 R1-2 R1-3 R1-4 S1
E2 R2-1 R2-2 R2-3 R2-4 S2
E3 R3-1 R3-2 R3-3 R3-4 S3
… … … … … …
E20 R20-1 R20-2 R20-3 R20-4 S20
Occurance of
Risk O1 O2 O3 O4
Agents (𝐎𝒋 )
Aggregate
potential ARP1 ARP2 ARP3 ARP4
(𝐀𝐑𝐏𝒋 )
Rank of Priority
P1 P2 P3 P4
(risk agent)

Keterangan:
E𝑖 : Risk Event
A𝑗 : Risk Agent
P𝑗 : Priority
Tahapan selanjutnya akan dilakukan evaluasi risiko
menggunakan diagram pareto untuk mengetahui agen risiko
yang perlu diutamakan saat menentukan strategi mitigasi risiko.
Diagram Pareto adalah gambar yang menunjukan klasifikasi data
dari kiri ke kanan untuk mengurutkan ranking tertinggi sampai
terendah (Ramadhani et al., 2014). Prioritas agen risiko diperoleh
dari penggambaran diagram pareto berdasarkan urutan nilai
ARP. Analisis diagram pareto mengacu pada prinsip pareto yang
menjelaskan bahwa 20% risk agent berkontribusi menyebabkan
80% dampak risiko (Devani dan Fitri, 2016). Berdasarkan
penggambaran diagram pareto, maka diperoleh 20% risk agent
yang termasuk dalam kategori tingkat tinggi, sehingga perlu
didahulukan untuk dilakukan aksi mitigasi. Risk agent terpilih
tersebut dilihat dari nilai kumulatif ARP dengan besaran 80% dari
total keseluruhan nilai kumulatif ARP risk agent.
3.3.9.2 Analisis Keterkaitan Antar Agen Risiko menggunakan
ISM
Metode ISM digunakan dalam penelitian ini untuk
menganalisis keterkaitan antar agen risiko yang telah
diidentifikasi menggunakan metode HOR 1. Tahapan ISM dalam
menganalisis keterkaitan antar agen risiko adalah sebagai
berikut:
a. Identifikasi dan menentukan elemen dalam rantai pasok
yang saling berhubungan. Elemen dapat diperoleh dari hasil
pengolahan data menggunakan HOR 1.
b. Membangun tipe hubungan kontekstual antar elemen.
Penentuan hubungan kontekstual yang dimaksud berupa
hubungan kontekstual bahwa satu elemen (elemen i)
mendukung keberadaan elemen lain (elemen j) (Chauhan et
al., 2018). Hubungan kontekstual tersebut dirumuskan dari
kuesioner dengan simbol VAXO yang akan diisi oleh
responden pakar.

21
1) Simbol V berarti elemen i mempengaruhi keberadaan
elemen j, tetapi tidak sebaliknya.
2) Simbol A berarti elemen j mempengaruhi keberadaan
elemen i, tetapi tidak sebaliknya.
3) Simbol X berarti elemen i dan elemen j saling
mempengaruhi keberadaannya.
4) Simbol O berarti elemen i dan elemen j tidak saling
berhubungan (Sinaga et al., 2019).
Hubungan kontekstual akan menghasilkan matriks yang
disebut Structural Self Interaction Matrix (SSIM) (Attri et al.,
2013). Structural Self Interaction Matrix (SSIM) dapat dilihat
pada Tabel 3.3.

Tabel 3. 3 Matriks SSIM


Elemen 20 ... 2 1
1
2
...
20
c. Mengembangkan Reachability Matrix (RM) dari SSIM. Tabel
Reachability Matrix dapat dilihat pada Tabel 3.4. Berikut
merupakan aturan pengkonversian SSIM menjadi RM
(Kartikasari et al., 2015):
1) Jika elemen (i,j) pada SSIM dinotasikan sebagai V maka
elemen (i,j) pada RM menjadi 1 dan elemen (j,i) menjadi
0
2) Jika elemen (i,j) pada SSIM dinotasikan sebagai A maka
elemen (i,j) pada RM menjadi 0 dan elemen (j,i) menjadi
1
3) Jika elemen (i,j) pada SSIM dinotasikan sebagai X maka
elemen (i,j) pada RM menjadi 1 dan elemen (j,i) menjadi
1
4) Jika elemen (i,j) pada SSIM dinotasikan sebagai O maka
elemen (i,j) pada RM menjadi 0 dan elemen (j,i) menjadi
0

Tabel 3. 4 Matriks RM
Elemen 20 ... 2 1
1
2
...
20
d. Menguji RM menggunakan aturan transitivity. Aturan
transitivity merupakan kelengkapan causal loop dengan
contoh jika A mempengaruhi B dan B mempengaruhi C maka
A harus mempengaruhi C. Matriks RM akhir dapat dilihat
pada Tabel 3.5.

Tabel 3. 5 Matriks RM Akhir


Driver
Elemen 1 2 … 20 Rank
Power
1
2
...
20
D
23
e. Mengklasifikasi elemen menurut RM yang telah memenuhi
aturan transitivitas ke dalam diagram model struktural yang
dapat dilihat pada Gambar 3.3. Klasifikasi elemen didasari
oleh nilai dependence dan driving power yang dapat dilihat
pada Gambar 3.4. Nilai dependence digunakan untuk
mengetahui ketergantungan antar sub elemen sedangkan
nilai driver power akan digunakan untuk menentukan
tingkatan hierarki tiap elemen. Klasifikasi elemen dibagi
menjadi empat kategori yaitu:
1.) Autonomous. Elemen yang digolongkan dalam kategori
ini adalah elemen yang memiliki nilai Driver power dan
Dependence rendah yakni nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤
0.5 X dimana X adalah jumlah elemen. Elemen yang
tergolong autonomous umumnya tidak berkaitan dengan
sistem.
2.) Dependent. Elemenyang digolongkan dalam kategori ini
adalah elemen yang memiliki nilai Driver power rendah
dan Dependence tinggi yakni nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D
> 0.5 X dimana X adalah jumlah elemen. Elemen yang
tergolong dependent umumnya dipicu oleh elemen lain.
3.) Linkage. Elemenyang digolongkan dalam kategori ini
adalah elemen yang memiliki nilai Driver power dan
Dependence tinggi yakni nilai DP > 0.5 X dan nilai D >
0.5 X dimana X adalah jumlah elemen. Elemen yang
tergolong linkage umumnya memiliki hubungan yang
tidak stabil dengan elemen lain. Seluruh elemen yang
tergolong pada elemen ini harus dikaji secara hati-hati
sebab tindakan ada suatu elemen akan memberikan
dampak pada elemen lain.
4.) Independent. Elemen yang digolongkan dalam kategori
ini adalah elemen yang memiliki nilai Driver power tinggi
dan Dependence renah yakni nilai DP > 0.5 X dan nilai D
≤ 0.5 X dimana X adalah jumlah elemen. Elemen yang
tergolong independent memiliki pengaruh besar terhadap
kemunculan elemen lain.

Gambar 3.3 Diagram Model Struktural

3.3.9.3 Pemberian Bobot Keterkaitan Antar Agen Risiko


menggunakan ANP
Tahapan ANP dilakukan menggunakan software
superdecision. Terdapat beberapa langkah dalam pengolahan
data. Langkah pertama dalam ANP ialah membuat jaringan
keputusan ANP dimana dapat menampilkan hubungan antar

25
faktor keputusan. Jaringan keputusan ANP dapat dilihat pada
Gambar 3.5.

Gambar 3.4 Matriks Driver Power-Dependence

Gambar 3.5 Jaringan Keputusan ANP

Gambar 3.3 Matriks


Tujuan Driver jaringan
pembuatan Power-DependenceGambar
keputusan ANP 3.4
ialah
Jaringan Keputusan ANP
mengidentifikasi alternatif paling signifikan dalam pengambilan
keputusan. Langkah kedua ialah membuat matriks perbandingan
berpasangan (Pairwise Comparison) untuk menghitung dampak
tiap alternatif yang dibandingkan (Ekawati et al., 2018). Matriks
perbandingan berpasangan akan diisikan oleh responden dan
disatukan menggunakan geometric mean. Rumus geometric
mean dapat dilihat di bawah ini.
𝑛
𝑎 = √𝑎1 𝑥 𝑎2 𝑥 𝑎𝑛 (3.2)
Keterangan:
𝑎 : nilai geomean
𝑎1 : responden ke-3
𝑎2 : responden ke-2
𝑎𝑛 : responden ke-n
𝑛 : jumlah responden

Alternatif – alternatif tersebut dibandingkan menggunakan


skala Saaty’s 1-9. Preferensi skala Saaty’s 1-9 dapat dilihat pada
Tabel 3.6.

Tabel 3. 6 Preferensi Skala Saaty’s 1-9


Tingkat
Definisi Keterangan
Kepentingan
1 Sama penting Kedua elemen mempunyai
pengaruh yang sama
3 Sedikit lebih Pengalaman dan penilaian
penting sedikit memihak satu elemen
dibanding lainnya
5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian
dengan kuat memihak satu
elemen dibanding lainnya

Tabel 3.6 Preferensi Skala Saaty’s 1-9 (Lanjutan)

27
Tingkat Definisi Keterangan
Kepentingan
7 Sangat penting Satu elemen sangat disukai
dan secara praktis terlihat
dominasinya
9 Mutlak sangat Satu elemen terbukti mutlak
penting lebih disukai dibanding lainnya

Perbandingan berpasangan dilakukan dengan


membandingkan tiap elemen berdasarkan tingkat
kepentingannya. Setelah dilakukan perbandingan berpasangan
selanjutnya akan dilakukan vektor prioritas w (eigenvector).
Eigenvector merupakan bobot prioritas matriks yang akan
digunakan untuk perhitungan supermatriks. Eigenvector dapat
dihitung menggunakan rumus berikut:
𝐴 ∗ 𝑤 = 𝜆𝑚𝑎𝑥 ∗ 𝑤 (3.3)
Keterangan:
𝐴 : matriks perbandingan berpasangan
𝑊 : eigenvector
𝜆𝑚𝑎𝑥 : nilai eigen terbesar
Langkah ketiga menghitung relative importance weight
verctors dari faktor yang ada. Concistency ratio (CR) perlu
dihitung untuk mengetahui tingkat inkonsistensi responden. CR
dapat dihitung dengan cara mengalikan nilai perbandingan
berpasangan dengan bobot secara matriks sehingga didapatkan
nilai hasil. Nilai hasil akan dibagi dengan nilai bobot tiap barisnya
untuk mendapatkan nilai rata – rata. Selanjutnya menghitung nilai
phi dengan rumus sebagai berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙
𝑝ℎ𝑖 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
(3.4)

Kemudian dihitung nilai Consistency index (CI) dengan


rumus sebagai berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝ℎ𝑖−𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
𝐶𝐼 = (3.5)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟−1

Setelah itu akan dihitung Concistency ratio (CR)


𝐶𝑜𝑛𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑥
𝐶𝑅 = (3.6)
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜

Matriks perbandingan dapat diterima apabila nilai CR ≤ 0,1


(Aldiansyah, 2015). Nilai index random dapat dilihat pada Tabel
3.7.

Tabel 3. 7 Nilai Index Random


N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

IR 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

N 11 12 13 14 15

IR 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59

Langkah keempat melakukan pembentukan matriks dari


relative importance weight verctors yang bisa disebut dengan
supermatriks. Supermatriks akan dinormalisasikan sehingga
angka pada tiap kolom bernilai 1. Supermatriks terdiri dari tiga
tahapan yaitu:
a. Unweighted supermatrix
29
Unweighted supermatrix dibuat dari perbandingan
berpasangan antar cluster, kriteria dan alternatif dengan
memasukan eigen vector kolom ke matriks sesuai dengan
sel nya.
b. Weighted supermatrix
Weighted supermatrix diperoleh dari hasil perkalian seluruh
elemen pada unweighted supermatrix dengan nilai yang ada
pada matriks cluster yang sesuai sehingga tiap kolom
memiliki jumlah 1.
c. Limmiting supermatrix
Limmiting supermatrix diperoleh dengan mengalikan
supermatrix dengan dirinya terus menerus sehingga angka
tiap kolom dalam satu baris sama besarnya.
3.3.9.4 Mengidentifikasi Prioritas Mitigasi Risiko
menggunakan HOR 2
Metode HOR 2 digunakan dalam penelitian ini untuk
mengidentifikasi prioritas mitigasi risiko berdasarkan adjusted
ARP hasil keterkaitan antar agen risiko dari metode ISM dan
pembobotan agen risiko dari metode ANP. Adjusted ARP dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Widiasih et al., 2015).

𝑂𝑎𝑑𝑗 = 𝑂𝑗 + (𝑂𝑡𝑟𝑖𝑔𝑔𝑒𝑟 1 𝑊𝑡𝑟𝑖𝑔𝑔𝑒𝑟 1 ) + ⋯ (𝑂𝑡𝑟𝑖𝑔𝑔𝑒𝑟 𝑛 𝑥𝑊𝑡𝑟𝑖𝑔𝑔𝑒𝑟 𝑛 ) (3.6)

ARP𝑎𝑑𝑗 = O𝑎𝑑𝑗 Σ S𝑖 R 𝑖𝑗 (3.7)


Tahapan HOR 2 dimulai dengan mengidentifikasi tindakan
pencegahan atau mitigasi (PA) berdasarkan agen risiko yang
telah teridentifikasi dan menentukan derajat kesulitan (D𝑘 ) dari
tiap mitigasi yang ada melalui kuesioner. Derajat kesulitan
ditentukan menggunakan skala likert. Skala likert digunakan
untuk mengukur persepsi dari pakar mengenai suatu peristiwa.
Tahap selanjutnya ialah mengidentifikasi korelasi atau kaitan
mitigasi dengan agen risiko. Keterkaitan tiap mitigasi dengan
agen risiko dinotasikan dengan E𝑗𝑘 (0, 1, 3, 9). Nilai 0 menunjukan
tidak ada korelasi, nilai 1 menunjukan korelasi yang lemah, nilai
3 menunjukan korelasi yang sedang, nilai 9 menunjukan korelasi
yang kuat. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan perhitungan
total efektivitas (TE𝑘 ) untuk tiap mitigasinya. Setelah itu akan
dilakukan perhitungan Effectiveness to Difficulty (ETD𝑘 ). Tahapan
ini digunakan sebagai dasar penentuan prioritas tindakan
mitigasi. Rumus untuk menentukan TE dan ETD dapat dilihat
pada sebagai berikut (Pujawan dan Laudine, 2009):
TE𝑘 = 𝛴ARP𝑗 E𝑗𝑘 (3.8)
TE𝑘
ETD𝑘 = D𝑘
(3.9)

Keterangan:
TE𝑘 : Total Efektivitas
E𝑗𝑘 : Relationship
ETD𝑘 : Effectiveness to Difficulty
D𝑘 : Derajat Kesulitan
Tabel perhitungan HOR 2 dapat dilihat pada Tabel 3.8.
31
Tabel 3. 8 HOR 2
Preventive Action (PA) Aggregate
Treated Risk Risk
Agent PA1 PA2 PA3 PAm Potential
(ARP)
A1 E1-1 E1-2 E1-3 E1-m ARP1
A2 E2-1 E2-2 E2-3 E2-m ARP2
A3 E3-1 E3-2 E3-3 E3-m ARP3
… … … … … …
An En-1 En-2 En-3 En-m ARPn
Total
effectiveness TE1 TE2 TE3 TEm
of action (TEk)
Degree of
difficulty
D1 D2 D3 Dm
performing
action (Dk)
Total
effectiveness
ETD1 ETD2 ETD3 ETDm
to difficulty
ratio (ETDk)
Rank of Priority
(preventive R1 R2 R3 R4
action)

3.3.10 Hasil dan Pembahasan


Tiap hasil dalam tahapan penelitiaan akan diuraikan dan
dibahas menyeluruh. Pembahasan dilakukan mulai dari proses
identifikasi risiko dan agen risiko rantai pasok kopi robusta
menggunakan metode HOR 1. Analisis keterkaitan antar agen
risiko menggunakan metode ISM. Pemberian bobot keterkaitan
antar agen risiko menggunakan metode ANP. Identifikasi prioritas
mitigasi risiko menggunakan metode HOR 2.
3.3.11 Kesimpulan dan Saran
Tiap tahapan dalam penelitian yang telah dilakukan akan
ditarik kesimpulan sehingga hasil penelitian dapat dipahami
dengan baik. Kesimpulan berisi penjelasan singkat mengenai
hasil pembahasan. Pemberian saran berupa usulan perbaikan
untuk perusahaan dan usulan perbaikan untuk penelitian
selanjutnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

33
4.1 Gambaran Umum UKM Sido Luhur
UKM Sido Luhur merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk. Produk utama
yang dijual oleh UKM Sido Luhur adalah kopi bubuk robusta.
UKM Sido Luhur didirikan oleh Bapak Suhariadi pada tahun 2000.
Pada proses produksinya UKM Sido Luhur memilih lokasi di Desa
Bangelan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa
Timur. Berada di tengah perkebunan kopi membuat UKM Sido
Luhur memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan bahan
baku.
Saat awal berdiri, UKM Sido Luhur hanya memproduksi
kopi bubuk robusta sebesar 12 kg per harinya dan langsung dijual
di teras rumah. Melihat respon yang positif dari konsumen, Bapak
Suhariadi bertekad untuk mengembangkan usahanya. UKM Sido
Luhur berprinsip untuk tidak hanya fokus pada penjualan produk
melainkan juga mengenai edukasi pengolahan biji kopi sehingga
konsumen yang datang juga mendapatkan ilmu mengenai proses
produksi kopi bubuk.
UKM Sido Luhur terus berkembang tiap tahunnya hingga
saat ini UKM Sido Luhur mampu memproduksi kopi bubuk
robusta 80kg per harinya. Proses produksi kopi bubuk robusta
dapat dilihat pada Lampiran 5. Kopi bubuk robusta yang
diproduksi memiliki beberapa ukuran yaitu 250 gram dengan
harga Rp. 14.000, 500 gram dengan harga Rp. 28.000, dan 1
kilogram dengan harga Rp. 56.000. Produk kopi bubuk robusta
ini kemudian dipasarkan ke beberapa tempat seperti Pasar
Madyopuro, Pasar Kedungkandang, Pasar Pakis, Pasar Tajinan,
Pasar Bululawang, Pasar Kepanjen, Pasar Bangelan, serta
showroom di Jalan Danau Rawa Pening IV Blok H5D7
Perumahan Sawojajar, Kota Malang. UKM Sido Luhur juga
memasarkan produknya menggunakan mobil keliling Kota
Malang setiap harinya.
4.2 Rantai Pasok UKM Sido Luhur
Kelembagaan rantai pasok pada UKM Sido Luhur terdiri
dari pemasok (supplier), produsen (manufacturer), dan
konsumen (customers) yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. Tiap
pelaku rantai pasok UKM Sido Luhur memiliki aliran material,
aliran pengembalian material, aliran keuangan, dan aliran
informasi. Rantai pasok adalah kegiatan yang melibatkan seluruh
pihak baik yang menghasilkan barang atau jasa dari pemasok
hingga konsumen akhir (Marimin et al., 2011).

Gambar 4. 1 Kelembagaan Rantai Pasok UKM Sido Luhur

35
Keterangan:

a. Pemasok
Pemasok yang bekerja sama dalam menyediakan bahan
baku di UKM Sido Luhur merupakan beberapa petani kopi di
Desa Bangelan. Pemasok melakukan aktivitas penanaman kopi,
pemanenan kopi, pemberian perlakuan pasca panen pada green
beans, dan penjualan green beans ke UKM ataupun pengepul.
Pemasok memiliki beberapa aliran proses yaitu aliran material,
aliran pengembalian material, aliran keuangan, dan aliran
informasi. Aliran material yang terjadi adalah pengiriman bahan
baku berupa green beans pada UKM Sido Luhur. Bahan baku
dengan kualitas di bawah standar akan dikembalikan kepada
pemasok sehingga dapat terjadi aliran pengembalian material.
Aliran keuangan yang terjadi pada pemasok adalah penerimaan
pembayaran bahan baku oleh UKM Sido Luhur. Aliran informasi
yang terjadi ialah pemasok memberikan informasi kepada UKM
Sido Luhur mengenai ketersediaan bahan baku, pengolahan
pasca panen bahan baku, kualitas bahan baku, dan harga bahan
baku. Selain itu pemasok juga menerima informasi dari UKM Sido
Luhur berupa kebutuhan bahan baku.
b. UKM Sido Luhur
UKM Sido Luhur berperan sebagai produsen yang akan
mengolah bahan baku berupa green beans menjadi kopi bubuk
robusta. Selain memproduksi kopi bubuk, aktivitas yang
dilakukan UKM Sido Luhur ialah pembelian bahan baku, dan
penjualan produk jadi ke konsumen. Aliran yang terjadi pada
UKM Sido Luhur ialah aliran material, aliran keuangan, dan aliran
informasi. Aliran material yang terjadi adalah pengiriman produk
jadi berupa kopi bubuk robusta ke konsumen. Aliran keuangan
yang terjadi adalah penerimaan pembayaran produk jadi oleh
konsumen. Aliran informasi yang terjadi ialah UKM Sido Luhur
memberikan informasi kepada konsumen mengenai produk yang
dijual, ketersediaan produk, variasi kemasan, dan harga tiap
variasi kemasan. Selain itu UKM Sido Luhur juga menerima
informasi dari konsumen berupa produk yang diinginkan serta
saran atau masukan untuk pengembangan produk di UKM Sido
Luhur.
c. Konsumen
Konsumen melakukan aktivitas berupa pemesanan
produk kepada produsen yaitu UKM Sido Luhur. Aliran yang
terjadi pada konsumen ialah aliran material, aliran keuangan dan
aliran informasi. Aliran material yang terjadi ialah penerimaan
produk yang dipesan. Aliran keuangan yang terjadi ialah
membayar produk yang dipesan ke UKM Sido Luhur. Aliran
informasi yang terjadi ialah pemberian informasi ke UKM Sido
Luhur mengenai produk yang diinginkan serta saran atau
masukan untuk pengembangan produk di UKM Sido Luhur.

37
UKM Sido Luhur menggunakan strategi banyak pemasok
(many suppliers) dalam proses pengadaan bahan baku.
Pemasok yang bekerja sama dalam memasok bahan baku di
UKM Sido Luhur merupakan beberapa petani kopi di Desa
Bangelan. Permintaan konsumen yang fluktuaktif membuat UKM
Sido Luhur perlu bekerja sama dengan beberapa petani sekitar
sehingga pemesanan bahan baku bisa lebih fleksibel. Bahan
baku yang dibutuhkan UKM Sido Luhur berupa biji kopi green
beans. Green beans adalah biji kopi yang telah melewati proses
pengupasan dan pengeringan sehingga siap untuk disangrai
(Rahardjo, 2013). Transaksi antara UKM Sido Luhur dan
pemasok hanya bersifat satu kali (short term) yang artinya ketika
bahan baku yang ditawarkan pemasok sesuai dengan kebutuhan
UKM Sido Luhur maka akan dibeli. Namun apabila bahan baku
yang ditawarkan tidak sesuai, maka UKM Sido Luhur akan
mencari bahan baku dari pemasok yang lain. Penggunaan
strategi many suppliers membuat para pemasok bersaing untuk
bisa memenuhi permintaan perusahaan sehingga perusahaan
memiliki kontrol atau kepemilikan atas pemasok (Ruslim dan
Ratih, 2015).

4.3 House of Risk (HOR) 1


4.3.1 Identifikasi Kejadian Risiko
Identifikasi risiko dilakukan pada aktivitas rantai pasok UKM
Sido Luhur melalui wawancara. Aktivitas rantai pasok dipetakan
menggunakan SCOR menjadi perencanaan (plan), pengadaan
(source), produksi (make), pengiriman (deliver), dan
pengembalian (return). Hasil identifikasi kejadian risiko dapat
dilihat pada Lampiran 6. Kejadian risiko rantai pasok kopi
robusta UKM Sido Luhur dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Risiko pada aktivitas plan
1) Perubahan dalam penjadwalan produksi (E1) dapat terjadi
pada aktivitas perencanaan produksi kopi robusta bubuk.
Perubahan dalam penjadwalan produksi menyebabkan
perencanaan produksi UKM Sido Luhur menjadi tidak
pasti. Ketidakpastian perencanaan produksi akan
berdampak pada biaya produksi yang akan meningkat.
Selain itu perubahan jadwal produksi dapat menyebakan
penumpukan produk jadi ataupun kurangnya produk jadi
yang membuat UKM Sido Luhur tidak mampu memenuhi
permintaan konsumen. Menurut Supriyadi dan Riskiyadi
(2016), perusahaan tidak akan mengalami kerugian
keterlambatan ataupun komplain pelanggan apabila
penjadwalan produksi berjalan dengan baik.
2) Kesalahan peramalan kebutuhan bahan baku (E2) dapat
terjadi pada aktivitas perencanaan produksi kopi bubuk
robusta. Peramalan kebutuhan bahan baku merupakan
salah satu aktivitas pada perencanaan produksi yang
dilakukan berdasarkan jumlah permintaan produk dan
kapasitas produksi. Kesalahan peramalan kebutuhan
bahan baku disebabkan oleh permintaan fluktuatif dan

39
metode peramalan yang tidak tepat sehingga
menyebabkan penumpukan bahan baku di gudang
ataupun terhambatnya proses produksi karena
kekurangan bahan baku. Menurut Astuti et al (2017),
perencanaan bisnis yang baik dalam sebuah perusahaan
memerlukan peramalan yang tepat sehingga kesalahan
peramalan menjadi salah satu risiko yang mungkin
ditemukan dalam perencanaan suatu perusahaan.
3) Kesalahan penjadwalan pemesanan bahan baku (E3)
dapat terjadi pada aktivitas perencanaan pembelian
bahan baku. Jadwal pemesanan bahan baku disusun
berdasarkan catatan stok bahan baku pada gudang.
Kesalahan penjadwalan pemesanan bahan baku akibat
catatan jumlah bahan baku yang tidak sesuai dengan
kondisi sebenarnya akan berdampak pada ketersediaan
stok bahan baku di gudang, baik penumpukan bahan
baku ataupun kurangnya bahan baku. Hal ini dapat
menghambat proses produksi. Menurut Christia dan
Dadang (2017), bahan baku sering mengalami
penumpukan di gudang akibat penjadwalan pemesanan
bahan baku yang tidak memiliki metode terstandar.
4) Kesalahan jumlah bahan baku yang dipesan (E4) dapat
terjadi pada aktivitas perencanaan pembelian bahan
baku. Kesalahan jumlah bahan baku yang dipesan dapat
terjadi karena adanya kesalahan dari karyawan saat
pemesanan maupun dari pemasok saat pengiriman
bahan baku. Menurut Haslindah et al (2020) kesalahan
atau kerusakan bahan baku yang yang dipesan berasal
dari ketidaktelitian pemasok dalam memilih bahan baku
tersebut. Kesalahan jumlah bahan baku yang dipesan
akan berdampak pada ketersediaan stok bahan baku di
gudang sehingga dapat menghambat proses produksi
juga penumpukan bahan baku di gudang. Menurut
Citraresmi dan Azizah (2019), semakin besar persediaan
bahan baku di gudang maka semakin besar pula biaya
penyimpanan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
5) Keterlambatan bahan baku dari pemasok (E5) dapat
terjadi pada aktivitas perencanaan pembelian bahan
baku. Risiko ini berkaitan dengan pemasok yang
terlambat mengirimkan bahan baku sesuai dengan jadwal
yang telah disepakati. Keterlambatan bahan baku oleh
pemasok dapat disebabkan oleh faktor alam atau cuaca
yang tidak mendukung sehingga menyebabkan terjadinya
gagal panen atau kuantitas bahan baku yang tidak
memenuhi permintaan UKM. Keterlambatan bahan baku
dari pemasok akan berdampak pada kurangnya
ketersediaan stok bahan baku sehingga dapat
menghambat proses produksi. Menurut Tobing et al
(2019), ketidakpastian pemasok dalam mengirimkan
barang akan mengakibatkan keterlambatan dalam proses
produksi.

41
b. Risiko pada aktivitas source
1) Kualitas bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi (E6)
dapat ditemukan pada aktivitas pemeriksaan kualitas
bahan baku dari pemasok. Spesifikasi yang ditentukan
pada UKM Sido Luhur ialah biji kopi tidak pecah, memiliki
warna dan bentuk yang seragam, tidak mengandung
kadar kotoran non kopi yang tinggi, dan tidak
mengandung kadar air yang tinggi. Bahan baku yang tidak
sesuai dengan spesifikasi akan dikembalikan pada
pemasok sehingga dapat berdampak pada kebutuhan
bahan baku yang tidak terpenuhi. Menurut Farida (2016),
kualitas bahan baku yang baik akan mengurangi
terjadinya kesalahan proses produksi sehingga kualitas
produk jadi sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku.
2) Kerusakan bahan baku pada penyimpanan di gudang
(E7) dapat ditemukan pada aktivitas penyimpanan bahan
baku. Kerusakan bahan baku yang dimaksud seperti biji
kopi yang pecah, berjamur serta memiliki aroma asing.
Risiko ini berkaitan dengan perlakuan penyimpanan
bahan baku oleh karyawan yang tidak sesuai dengan
kondisi di gudang seperti peletakan karung di gudang
tanpa menggunakan palet dan penumpukan karung kopi
yang terlalu tinggi. Bahan baku yang rusak pada saat
penyimpanan tidak akan lolos sortasi proses produksi
sehingga akan terbuang yang akan mengakibatkan
pemborosan. Semakin banyak bahan baku yang dibuang
maka UKM tidak dapat mencukupi permintaan konsumen.
Menurut Wijayanti dan Silvi (2019), penyimpanan biji kopi
dilakukan menggunakan karung dan dijaga agar kadar air
biji kopi tidak melebihi 12,5%.
3) Bahan baku di gudang melebihi kapasitas (E8) dapat
terjadi pada aktivitas penyimpanan bahan baku di gudang.
Risiko ini berkaitan dengan peramalan kebutuhan bahan
baku yang menyebabkan pemesanan bahan baku yang
berlebih. Kondisi bahan baku yang melebihi kapasitas
gudang membuat bahan baku akan terus ditumpuk keatas
yang akan berdampak pada pada penurunan kualitas
bahan baku seperti biji kopi yang pecah. Hal ini terjadi
akibat biji kopi di bagian bawah tertumpuk karung yang
terlalu berat. Menurut Darmawan et al (2015),
penyimpanan bahan baku berlebih di gudang akan
meningkatkan biaya penyimpanan dan meningkatkan
risiko kerusakan bahan baku.

c. Risiko pada aktivitas make


1) Kesalahan jumlah bahan baku yang diambil (E9) dapat
terjadi pada aktivitas penyiapan bahan baku untuk proses
penyangraian. Risiko ini berkaitan dengan ketidaktelitian
karyawan yang mengambil bahan baku terlalu banyak
ataupun terlalu sedikit dari kapasitas penyangraian.

43
Kesalahan jumlah bahan baku yang diambil akan
berdampak pada penurunan kualitas biji kopi yang telah
disangrai seperti biji kopi yang terlalu banyak akan
membuat pengaduk dalam mesin roasting sulit berputar
sehingga biji kopi tidak bisa tersangrai sempurna. Menurut
Lestari (2017), penyangraian biji kopi dengan kapasitas
terlalu besar membuat kadar air di kopi sulit menguap
sehingga hasil biji sangrai tidak memiliki kualitas yang
baik.
2) Bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi dan benda
asing ikut tercampur saat penyangraian (E10) diakibatkan
oleh ketidaktelitian karyawan dalam sortasi sebelum biji
kopi dimasukan ke dalam mesin roasting. Bahan baku
dengan kualitas di bawah standar yang ikut tercampur
akan berdampak pada penurunan kualitas biji kopi yang
telah disangrai dan terganggunya proses penggilingan.
Menurut Budiyanto et al (2021), semakin banyak biji kopi
di bawah standar yang tercampur saat proses
penyangraian akan menurunkan mutu kopi namun hal ini
dapat dicegah dengan melakukan sortasi pada biji kopi
berdasarkan cacat fisik.
3) Peralatan dan mesin yang digunakan tidak bersih (E11)
dapat ditemukan pada proses produksi. Peralatan dan
mesin yang tidak bersih dapat mengganggu fungsi kerja
dari alat dan mesin tersebut sehingga proses produksi
tidak akan berjalan optimal. Jika terjadi terus menerus,
maka mesin akan rusak sehingga akan berdampak pada
meningkatnya biaya perawatan untuk memperbaiki
mesin. Selain itu, peralatan dan mesin yang tidak bersih
akan menyebabkan produk bercampur dengan berbagai
kontaminan sehingga berdampak pada penurunan
kualitas serta mengurangi umur simpan produk jadi.
Menurut Pangestu et al (2017), perlu untuk membersihkan
mesin setelah pemakaian sehingga dapat mencegah
kerusakan pada mesin.
4) Terdapat kerusakan pada peralatan dan mesin (E12)
dapat ditemukan pada proses produksi. Kerusakan pada
peralatan dan mesin berupa mesin penyangrai (roasting)
yang tidak panas, mesin penggiling (grinder) tidak dapat
menggiling kopi hingga sesuai dengan tingkat
kehalusannya, dan mesin sealer yang tidak bisa
menyegel kemasan dengan rapat. Kerusakan pada
peralatan dan mesin dapat berdampak pada pemborosan
bahan bakar akibat pengulangan proses, meningkatnya
biaya perawatan untuk memperbaiki mesin, terhambatnya
proses produksi, keterlambatan dalam pemenuhan
permintaan konsumen, dan penurunan kualitas produk
jadi. Menurut Pangestu et al (2017), kerusakan mesin
roasting dan grinder diakibatkan kurangnya pembersihan
dan penggantian saringan yang membuat kerja mesin
menjadi berlebih.

45
5) Mesin roasting kehabisan gas (E13) dapat terjadi pada
proses penyangraian. Kehabisan gas ditengah proses
penyangraian membuat proses penyangraian berhenti
dan akan dimulai dari awal. Risiko ini dapat berdampak
pada lama waktu proses penyangraian yang semakin
panjang, pemborosan bahan bakar akibat pengulangan
proses, keterlambatan dalam pemenuhan permintaan
konsumen. dan penurunan kualitas biji kopi yang telah
disangrai. Menurut Harsono et al (2010), pekerjaan yang
dilakukan berulang kali akan menimbulkan pemborosan
pada perusahaan.
6) Biji kopi belum tersangrai sempurna (E14) dapat terjadi
pada proses penyangraian. Biji kopi yang belum
tersangrai sempurna dalam jumlah yang cukup banyak
akan disangrai ulang sehingga berdampak pada
meningkatnya biaya produksi dan waktu produksi akan
semakin panjang. Pada biji kopi yang belum tersangrai
sempurna dalam jumlah yang sedikit, tidak akan lolos
sortasi sehingga akan berdampak pada pengurangan
jumlah produk jadi yang dihasilkan. Menurut Suharto et al
(2014), mesin roasting tidak bekerja secara optimal akibat
kurangnya perawatan pada mesin – mesin tersebut
sehingga banyak biji kopi yang belum tersangrai.
7) Biji kopi terlalu gosong saat disangrai (E15) dapat
ditemukan pada proses penyangraian. Biji kopi yang
terlalu gosong tidak akan lolos sortasi sehingga akan
berdampak pada pengurangan jumlah produk jadi yang
dihasilkan. Menurut Afriliana (2018), untuk tingkat sangrai
medium dibutuhkan suhu 200-205o C dengan kisaran
waktu 7-30 menit tergantung jenis alat dan mutu kopi.
Penyangraian yang dilakukan melebihi standar tersebut
akan membuat kopi menjadi gosong.
8) Terdapat kerikil pada biji kopi yang telah disangrai (E16)
dapat ditemukan pada proses pendinginan dan sortasi.
Adanya kerikil pada biji kopi yang telah disangrai dapat
merusak mata pisau pada mesin grinder saat dilakukan
penggilingan. Kerusakan mesin tersebut akan berdampak
pada meningkatkan biaya perawatan UKM. Selain itu,
risiko ini berdampak pada tertundanya proses
penggilingan serta penurunan kualitas pada produk jadi
akibat terkontaminasi dengan kerikil. Menurut Iskandar et
al (2018), kerikil, potongan kayu serta benda asing lainnya
perlu dihilangkan agar tidak merusak mesin.
9) Biji kopi belum sepenuhnya menjadi bubuk (E17) dapat
ditemukan pada proses penggilingan. Biji kopi yang belum
sepenuhnya menjadi bubuk dalam jumlah yang cukup
banyak akan digiling ulang sehingga berdampak pada
meningkatnya biaya produksi dan waktu produksi akan
semakin panjang. Risiko ini juga berdampak pada
penurunan kualitas produk jadi. Menurut Suharto et al

47
(2014), penyebab mesin tidak bekerja secara optimal
ialah kurangnya perawatan pada mesin – mesin tersebut.
10) Seal kemasan tidak rapat (E18) dapat ditemukan pada
proses pengemasan. Seal kemasan yang tidak rapat
membuat produk menjadi tidak kedap udara sehingga
menyebabkan produk bercampur dengan berbagai
kontaminan. Risiko ini berdampak pada penurunan
kualitas serta penurunan umur simpan produk jadi. Selain
itu jika produk jadi dengan seal tidak rapat sampai ke
konsumen, maka akan berdampak pada penurunan
kepercayaan konsumen terhadap UKM. Kadar air pada
kopi instan yang ditetapkan oleh SNI (1992) adalah
maksimal 4% bobot. Oleh karena itu penting untuk
menggunakan kemasan yang kedap sehingga kadar air
produk tetap terjaga (Tejasari et al., 2010).
d. Risiko pada aktivitas deliver
1) Keterlambatan pengiriman produk (E19) dapat terjadi
pada aktivitas pengiriman produk. Keterlambatan risiko ini
berdampak pada penurunan kepercayaan konsumen
terhadap UKM. Menurut Windya dan Singgih (2019),
keterlambatan yang terjadi secara terus – menerus akan
membuat rasa percaya pelanggan berkurang.
2) Kesalahan produk jadi yang dikirim (E20) dapat terjadi
pada aktivitas pengiriman produk. Kesalahan produk jadi
yang dikirim membuat UKM harus mengembalikan dan
mengirim kembali pesanan produk jadi sesuai dengan
permintaan konsumen sehingga mengakibatkan
pemborosan biaya pengiriman. Risiko ini berdampak pada
keterlambatan pengiriman produk yang berdampak pada
penurunan kepercayaan konsumen terhadap UKM.
Menurut Manurung et al (2020), kesalahan pengiriman
produk dapat terjadi akibat lemahnya pengendalian
penjualan untuk itu perlu dilakukannya pengendalian
internal.
3) Kerusakan produk saat dikirim (E21) dapat terjadi pada
aktivitas pengiriman produk seperti seal yang tidak rapat,
ataupun kemasan yang pecah karena bergelembung.
Risiko ini berdampak pada penurunan kualitas produk jadi
dan penurunan kepercayaan konsumen terhadap UKM
yang akan mempengaruhi keberlanjutan kerja sama
kedua belah pihak. Menurut Somadi et al (2020),
kerusakan pada saat pengiriman barang dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah SDM dan tidak adanya
pelatihan serta SOP kerja.
e. Risiko pada aktivitas return
1) Persediaan bahan baku tidak memenuhi kebutuhan
produksi (E22) dapat terjadi akibat aktivitas pengembalian
bahan baku ke pemasok. Selain itu, catatan jumlah bahan
baku yang belum diperbaharui dapat menyebabkan
kesalahan pemesanan sehingga persediaan bahan baku
tidak memenuhi proses produksi. Risiko ini berdampak

49
pada terhambatnya proses produksi sehingga UKM tidak
dapat memenuhi permintaan. Menurut Chusminah et al
(2019), kurangnya persediaan bahan baku akan
meningkatkan kerugian perusahaan sehingga perlu
adanya safety stock.
2) Kelebihan produk jadi pada gudang penyimpanan (E23)
dapat terjadi pada aktivitas pengembalian produk dari
konsumen. Menurut Nursanti dan Febriana (2017),
penumpukan produk jadi yang diakibatkan oleh over
production akan meningkatkan biaya penyimpanan serta
memerlukan sumber daya tambahan untuk menangani
penumpukan. Selain itu, dengan inventory yang berlebih
akan menyebabkan sulitnya pengawasan sehingga akan
timbul produk yang rusak di gudang karena pengawasan
yang sulit dilakukan.
4.3.2 Identifikasi Agen Risiko
Hasil identifikasi kejadian risiko pada aktivitas rantai pasok
kopi UKM Sido Luhur digunakan untuk mengidentifikasi agen
risiko. Hasil identifikasi agen risiko dapat dilihat pada Lampiran
7. Agen risiko rantai pasok kopi robusta UKM Sido Luhur
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Agen risiko pada aktivitas plan
1) Perubahan dalam penjadwalan produksi disebabkan oleh
jumlah bahan baku yang tidak memenuhi kapasitas
produksi (A1) dan peramalan permintaan yang tidak
akurat (A2). Tingginya kuantitas bahan baku yang tidak
memenuhi spesifikasi UKM Sido Luhur membuat bahan
baku dikembalikan ke pemasok, kerusakan bahan baku
pada saat penyimpanan di gudang mengakibatkan
persediaan bahan baku tidak mencukupi kapasitas
produksi. Persediaan bahan baku yang tidak mencukupi
kapasitas produksi membuat UKM Sido Luhur perlu
menunda jadwal produksi untuk menghindari kerugian
biaya produksi. Selain itu, perubahan jadwal juga bisa
disebabkan oleh peramalan permintaan yang tidak akurat.
Hal ini dikarenakan peramalan permintaan yang tidak
akurat menyebabkan ketidaksesuaian antara
perencanaan kapasitas produksi dengan permintaan
konsumen sehingga perlu adanya perubahan jadwal
secara mendadak untuk menyanggupi permintaan
konsumen. Menurut Rachman (2018), peramalan
permintaan digunakan untuk menjadwalkan produksi.
Selain itu penjadwalan produksi dapat berubah akibat
kehabisan bahan (stock out) sehingga perlu adanya
safety stock (Supriyadi dan Riskiyadi, 2016).
2) Kesalahan peramalan kebutuhan bahan baku disebabkan
oleh peramalan permintaan tidak akurat (A2) dan
permintaan konsumen yang tidak pasti (A3) dan catatan
jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4).
Peramalan moving average yang diterapkan pada UKM
Sido Luhur menggunakan data historis penjualan dan

51
jumlah data penelitian. Namun data historis UKM Sido
Luhur tidak lengkap sehingga peramalan permintaan yang
dilakukan tidak akurat. Menurut Heriansyah dan Sawarni
(2017), permintaan konsumen yang fluktuaktif
menyebabkan perusahaan sulit menentukan kebutuhan
bahan baku di masa yang akan datang. Selain itu,
kesalahan peramalan kebutuhan bahan baku bisa
disebabkan oleh penggunaan metode peramalan
permintaan yang tidak tepat. Menurut Saptaria (2016),
peramalan permintaan yang tepat dapat menjaga
perusahaan dari kelebihan ataupun kekurangan bahan
baku. Peramalan kebutuhan bahan baku di UKM Sido
Luhur juga dibuat berdasarkan persediaan bahan baku
yang sudah ada sebelumnya. Ketidaksesuaian jumlah
persediaan bahan baku di gudang dengan catatan akan
mengakibatkan peramalan permintaan yang tidak akurat.
Ketidaksesuaian antara jumlah di gudang dengan catatan
disebabkan oleh kelalaian karyawan dalam mencatat
keluar dan masuknya bahan baku. Menurut Pujadi (2014),
catatan stok bahan baku digunakan untuk menentukan
jadwal dan kuantitas pemesanan bahan baku.
3) Kesalahan jadwal pemesanan bahan baku disebabkan
oleh catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai
(A4). Jadwal pemesanan bahan baku di UKM Sido Luhur
dibuat berdasarkan jumlah persediaan bahan baku dalam
catatan. Pencatatan bahan baku perlu dilakukan ketika
bahan baku bertambah saat pembelian ataupun bahan
baku diambil untuk proses produksi. Ketika pembelian
bahan baku sudah dilakukan namun pencatatan belum
dilakukan, maka kondisi bahan baku di catatan akan lebih
sedikit dibanding kondisi bahan baku di gudang. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya kesalahan pemesanan
bahan baku oleh bagian pengadaan bahan baku yang
mengira bahwa perlu dilakukan pemesanan kembali.
Catatan jumlah bahan baku yang belum diperbaharui
akan menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara
catatan dengan kondisi gudang sebenarnya. Menurut
Sembiring (2019), pencatatan persediaan secara manual
akan menimbulkan kejadian selisih persediaan sehingga
jika tidak diperiksa, maka akan jadwal pemesanan bahan
baku menjadi tidak teratur.
4) Kesalahan jumlah bahan baku yang dipesan disebabkan
oleh catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai
(A4) dan komunikasi dengan pemasok yang berjalan
kurang baik (A5). Catatan jumlah bahan baku yang belum
diperbaharui akan menimbulkan kesalahpahaman
mengenai jumlah bahan baku sebenarnya yang disimpan
pada gudang. Hal ini akan menyebabkan kesalahan
jumlah bahan baku yang akan dipesan. Selain itu
kesalahan jumlah bahan baku yang dipesan dapat
disebabkan oleh komunikasi yang tidak baik antara

53
pemasok dengan UKM. Komunikasi yang berjalan kurang
baik dapat terjadi akibat komunikasi yang dilakukan
secara cepat dan tidak mendetail sehingga banyak
menimbulkan kesalahpahaman. Hal tersebut akan
menimbulkan kesalahan mengenai kuantitas bahan baku
yang dipesan. Menurut Sembiring (2019), selisih
persediaan yang ditimbulkan oleh pencatatan persediaan
secara manual akan mengakibatkan kesalahan dalam
memesan jumlah bahan baku. Komunikasi yang tidak
lancar akan mengakibatkan kesalahpahaman antara
perusahaan dan pemasok (Kurniawati et al., 2013).
5) Keterlambatan bahan baku dari pemasok disebabkan
oleh faktor alam atau cuaca (A6). Faktor alam atau cuaca
yang ekstrem akan menyebabkan penurunan kuantitas
hasil panen kopi. Penurunan kuantitas kopi membuat
pemasok harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan
kopi yang layak untuk dijual ke UKM. Selain itu faktor alam
atau cuaca yang ekstrem membuat proses pasca panen
seperti pengeringan biji menjadi lebih lama. Hal ini akan
menyebabkan keterlambatan pasokan bahan baku untuk
UKM. Menurut Sari et al (2018), faktor cuaca ekstrem
akan mempengaruhi panen ataupun penanaman kopi.
b. Agen risiko pada aktivitas source
1) Kualitas bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi
disebabkan oleh faktor alam atau cuaca (A6),
ketidaktelitian pemasok (A7), dan kesalahan penanganan
pasca panen (A8). Ketidaktelitian pemasok dalam
mensortir green beans menyebabkan adanya ranting,
tanah, dan kerikil dengan jumlah yang banyak. Menurut
Haslindah et al (2020), kualitas barang di bawah standar
dapat disebabkan oleh ketidaktelitian pemasok dalam
memilih barang yang akan dikirim. Kesalahan
penanganan pasca panen yang dimaksud seperti
pengeringan biji kopi yang tidak sempurna. Hal ini akan
menyebabkan kadar air pada green beans menjadi tinggi
sehingga mudah berjamur. Tahap penjemuran dan
pengeringan kopi merupakan tahap paling kritis untuk
mendapatkan biji kopi dengan mutu yang baik (Zuniyanto,
2019). Cuaca yang ekstrem serta kesalahan pasca panen
akan mengakibatkan kualitas bahan baku maupun mutu
biji kopi menurun (Zuniyanto, 2019).
2) Kerusakan bahan baku pada penyimpanan di gudang
disebabkan oleh kesalahan perlakuan penyimpanan
bahan baku (A9) dan ketidaktelitian karyawan dalam
penyimpanan (A10). Kesalahan perlakuan penyimpanan
bahan baku seperti peletakan karung kopi tanpa alas kayu
akan mempengaruhi kadar air dalam green beans. Selain
itu penumpukan karung kopi terlalu tinggi akan
menyebabkan biji kopi bagian bawah terpecah.
Ketidaktelitian karyawan dalam penyimpanan seperti
membiarkan karung kopi terbuka sehingga kadar air pada

55
biji kopi menjadi tinggi. Menurut Ihsanuddin (2015), biji
kopi harus disimpan dalam karung dan diberi alas kayu
(pallet) untuk menjaga kadar air tidak meningkat serta
dijauhkan dari bau menyengat. Hal ini dikarenakan kopi
memiliki sifat menyerap bau yang kuat (Sugiantoro et al.,
2020).
3) Bahan baku di gudang melebihi kapasitas disebabkan
oleh peramalan permintaan tidak akurat (A2). Jadwal
pemesanan bahan baku UKM Sido Luhur dibuat
berdasarkan peramalan permintaan. Peramalan
permintaan yang tidak akurat akan menyebabkan
terjadinya pemesanan yang terlalu sering sehingga
menyebabkan terjadinya penumpukan bahan baku di
gudang. Menurut Gani dan Marheni (2015), kesalahan
perkiraan pemesanan bahan baku mengakibatkan
perusahaan mengalami penumpukan bahan baku.
c. Agen risiko pada aktivitas make
1) Kesalahan jumlah bahan baku yang diambil disebabkan
oleh ketidaktelitian karyawan dalam persiapan produksi
(A11). Bahan baku akan disiapkan sesuai dengan
kapasitas produksi yang telah ditetapkan pada saat
perencanaan produksi. ketidaktelitian karyawan dalam
melakukan persiapan produksi akan menyebabkan
kesalahan jumlah bahan baku yang digunakan saat
proses produksi. Menurut Firdausa et al (2015),
kesalahan karyawan dalam proses produksi dikarenakan
ketidaktelitian karyawan serta tidak adanya prosedur
dalam tiap proses produksinya.
2) Bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi dan benda
asing ikut tercampur disebabkan oleh ketidaktelitian
karyawan dalam sortasi (A12). Spesifikasi yang
ditentukan oleh UKM Sido Luhur ialah biji tidak pecah,
memiliki warna dan bentuk yang seragam, tidak berbau
busuk, tidak mengandung kadar kotoran non kopi yang
tinggi, dan tidak mengandung kadar air yang tinggi.
Benda asing yang ikut tercampur antara lain ialah ranting,
tanah, dan kerikil. Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi
akan menyebabkan benda asing dan biji kopi tidak sesuai
spesifikasi ikut tercampur dalam proses produksi. Menurut
Desianti (2018), bahan baku di bawah standar dapat
tercampur karena sortasi masih dilakukan secara manual
sehingga memungkinkan adanya ketidaktelitian dari
karyawan.
3) Peralatan dan mesin yang digunakan tidak bersih
disebabkan oleh ketidaktelitian karyawan dalam
persiapan produksi (A11). Persiapan produksi pada UKM
Sido Luhur dilakukan dengan menyiapkan peralatan dan
mesin serta bahan baku yang akan digunakan dalam
proses produksi. Ketidaktelitian karyawan dalam
persiapan produksi dapat berupa ketidaktelitian dalam
membersihkan mesin dan peralatan yang digunakan

57
sebelum produksi. Menurut Firdausa et al (2015),
kesalahan perawatan peralatan dan mesin oleh karyawan
disebabkan oleh tidak adanya prosedur dalam tiap
prosesnya.
4) Terdapat kerusakan pada peralatan dan mesin
disebabkan oleh kurangnya perawatan pada mesin
roasting (A13), kurangnya perawatan pada mesin grinder
(A14), dan kurangnya perawatan pada mesin sealer
(A15). Kerusakan pada peralatan dan mesin yang dialami
UKM Sido Luhur berupa mesin grinder dan pengaduk
pada mesin roasting yang tidak bisa berputar. Hal ini
menganggu proses produksi dimana berdampak pada
penurunan kualitas produk jadi dan keterlambatan proses
produksi sehingga UKM tidak dapat memenuhi
permintaan konsumen. UKM Sido Luhur juga mengalami
risiko seal kemasan yang tidak rapat sehingga berdampak
pada penurunan kualitas produk jadi. Hal tersebut dapat
terjadi akibat UKM Sido Luhur tidak melakukan perawatan
rutin untuk mesin yang digunakan dalam proses produksi.
Menurut Firdausa et al (2015), ketidaktelitian karyawan
karena tidak adanya prosedur tentang perawatan
peralatan dan mesin mengakibatkan terjadinya kerusakan
mesin dan peralatan.
5) Mesin roasting kehabisan gas disebabkan oleh
ketidaktelitian karyawan dalam persiapan produksi (A11).
Persiapan produksi pada UKM Sido Luhur dilakukan
dengan menyiapkan peralatan dan mesin serta bahan
baku yang akan digunakan dalam proses produksi.
Ketidaktelitian karyawan dalam persiapan produksi dapat
berupa ketidaktelitian dalam memeriksa kesiapan alat dan
mesin yang digunakan sehingga mesin roasting harus
berhenti ketika proses penyangraian sedang berjalan.
Menurut Firdausa et al (2015), ketidaktelitian karyawan
karena tidak adanya prosedur tentang perawatan
peralatan dan mesin mengakibatkan gas habis ditengah
proses penyangraian.
6) Biji kopi belum tersangrai sempurna disebabkan oleh
kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13), biji kopi
melebihi jumlah kapasitas mesin (A16), dan waktu
penyangraian terlalu cepat (A17). Kurangnya perawatan
pasa mesin roasting menyebabkan alat pengaduk dalam
mesin tidak bisa berputar. Selain itu penyangraian
melebihi kapasitas mesin juga menyebabkan alat
pengaduk dalam mesin roasting tidak bisa berputar. Alat
pengaduk dalam roasting berfungsi untuk meratakan
panas pada biji kopi saat proses penyangraian. Ketika alat
pengaduk tidak bisa berputar maka penyangraian tidak
akan merata. Menurut Afriliana (2018), tingkatan sangrai
kopi dipengaruhi oleh kapasitas, suhu dan waktu
penyangraian sehingga ketika biji kopi belum tersangrai

59
sempurna maka kapasitas, suhu dan waktu penyangraian
di bawah ketentuan yang ada.
7) Biji kopi terlalu gosong saat disangrai disebabkan oleh
kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13), biji kopi
terlalu sedikit dari standar penyangraian (A18), dan waktu
penyangraian terlalu lama (A19). Kurangnya perawatan
pada mesin roasting menyebabkan alat pengaduk tidak
bisa berputar secara maskimal yang dapat membuat biji
kopi yang terletak di sisi kompor roaster menjadi lebih
cepat gosong. UKM Sido Luhur melakukan penyangraian
selama 120 menit dengan suhu 208-201oC. penyangraian
yang dilakukan terlalu lama akan membuat biji kopi
menjadi gosong. Menurut Afriliana (2018), tingkatan
sangrai kopi dipengaruhi oleh kapasitas, suhu dan waktu
penyangraian sehingga ketika biji kopi belum tersangrai
sempurna maka kapasitas, suhu dan waktu penyangraian
di atas ketentuan yang ada.
8) Terdapat kerikil pada biji kopi yang telah disangrai
disebabkan oleh ketidaktelitian karyawan dalam sortasi
(A12). Sortasi pada UKM Sido Luhur dilakukan secara
manual. Ketidaktelitian karyawan dalam melakukan
sortasi saat pendinginan dapat terjadi karena ukurannya
yang kecil dan warnanya yang mirip dengan biji kopi
setelah disangrai. Hal ini menyebabkan adanya kerikil
yang tercampur pada biji kopi yang akan disimpan setelah
disangrai. Menurut Desianti (2018), adanya kerikil yang
tercampur saat proses penyangraian disebabkan sortasi
masih dilakukan secara manual sehingga memungkinkan
adanya ketidaktelitian dari karyawan.
9) Biji kopi belum sepenuhnya menjadi bubuk disebabkan
karena biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai
(A20) dan kurangnya perawatan pada mesin grinder
(A14). Biji kopi setelah disangrai memiliki umur simpan
yaitu 1-2 minggu sehingga apabila disimpan lebih lama
lagi, maka kadar air pada biji kopi akan tinggi dan sulit
untuk digiling. Kurangnya perawatan pada mesin grinder
khususnya pada mata pisau grinder akan menyebabkan
biji kopi susah tergiling. Menurut Suprihatin (2019),
kurangnya perawatan dan pemeliharaan mesin
mengakibatkan hasil produksi tidak optimal.
10) Seal kemasan tidak rapat disebabkan oleh ketidaktelitian
karyawan pada proses pengemasan (A21) dan kurangnya
perawatan pada mesin sealer (A15). Kurangnya
perawatan pada mesin sealer menyebabkan panas yang
dihasilkan optimal sehingga kemasan tidak tersegel
dengan rapat. Ketidaktelitian karyawan dalam
memastikan seal sudah rapat juga dapat mengakibatkan
adanya kemasan yang bocor tanpa disadari. Menurut
Silmiati et al (2018), kurangnya perawatan pada mesin
akan membuat hasil sealer menjadi bocor.
d. Agen risiko pada aktivitas deliver

61
1) Keterlambatan pengiriman produk jadi disebabkan oleh
faktor alam atau cuaca (A6) dan ketidaktelitian karyawan
dalam mencatat detail pesanan (A22). Faktor alam atau
cuaca yang ekstrem dapat menghambat pengiriman UKM
Sido Luhur yang menggunakan jalur darat. Pencatatan
pesanan UKM Sido Luhur masih dilakukan secara manual
sehinga memungkinkan adanya ketidaktelitian karyawan
dalam mencatat detail pesanan. Menurut Tumembow et
al (2016), faktor cuaca ekstrem sangat mempengaruhi
keterlambatan pengiriman. Pencatatan pesanan secara
manual menjadi kelemahan suatu perusahaan karena
memungkinkan munculnya ketidaktelitian karyawan (Ling,
2013).
2) Kesalahan produk jadi yang dikirim disebabkan oleh
ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail pesanan
(A22). Ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail
pesanan bisa berupa alamat tujuan yang tertukar ataupun
ukuran produk yang dipesan. Menurut Saputri et al (2019),
pencatatan pesanan manual memiliki banyak kekurangan
seperti memakan banyak waktu dan tidak efisien. Selain
itu pencatatan secara manual dapat meningkatkan
ketidaktelitian karyawan sehingga menyebabkan
kesalahan pada pengiriman produk.
3) Kerusakan produk jadi saat pengiriman disebabkan oleh
tidak adanya SOP pengiriman pada UKM (A23). UKM
Sido Luhur tidak memiliki SOP pengiriman produk jadinya
seperti pemeriksaan terakhir produk sebelum dikirim
sehingga kerusakan produk seperti seal yang bocor
ataupun kemasan yang pecah karena menggelembung
tidak dapat terdeteksi. Prosedur pengiriman yang baik
akan menjamin kualitas serta kecepatan dalam
pengiriman (Astarinda et al., 2016).
e. Agen risiko pada aktivitas return
1) Pasokan bahan baku tidak memenuhi proses produksi
disebabkan oleh kualitas bahan baku di bawah standar
(A24) dan catatan jumlah bahan baku di gudang tidak
sesuai (A4). UKM Sido Luhur memiliki spesifikasi bahan
baku yang digunakan yaitu biji kopi tidak pecah, memiliki
warna dan bentuk yang seragam, tidak mengandung
kadar kotoran non kopi yang tinggi, dan tidak
mengandung kadar air yang tinggi. Bahan baku yang tidak
sesuai dengan spesifikasi UKM Sido Luhur akan
dikembalikan kepada pemasok yang akan menyebabkan
persediaan bahan baku menurun. Catatan jumlah bahan
baku yang belum diperbaharui juga dapat menimbulkan
kesalahpahaman sehingga memungkinkan UKM tidak
melakukan pemesanan bahan baku karena mengira
persediaan masih ada. Menurut Darmadi et al (2016),
pengiriman catatan jumlah bahan baku yang tidak sesuai
mengakibatkan kesalahan jadwal pemesanan sehingga

63
memungkinkan terjadinya kekurangan persediaan bahan
baku.
2) Kelebihan produk jadi pada gudang penyimpanan
disebabkan oleh kualitas produk jadi di bawah standar
(A25). Produk jadi dengan kualitas di bawah standar
seperti karena kemasan yang bocor akan disimpan dalam
gudang. Hal ini akan menyebabkan adanya penumpukan
produk jadi pada gudang penyimpanan. Menurut Noerfajr
dan Hery (2016), penumpukan pada gudang akan
menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Hal ini
dikarenakan perusahaan perlu mengeluarkan biaya
tambahan untuk penyimpanan.
4.3.3 Penilaian Kejadian Risiko
Penilaian kejadian risiko dilakukan setelah identifikasi
risiko. Hasil identifikasi risiko tersebut digunakan sebagai bahan
penyusun kuesioner penilaian kejadian risiko. Kuesioner
penilaian kejadian risiko diperlukan untuk mendapatkan nilai
severity atau tingkat keparahan suatu risiko berdasarkan
dampaknya. Penilaian kejadian risiko dilakukan oleh tiga
responden yaitu operator pengadaan bahan baku, operator
produksi, dan pemilik UKM Sido Luhur. Penilaian responden
terhadap kejadian risiko secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 8. Hasil penilaian kejadian risiko dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Hasil Penilaian Kejadian Risiko
Kejadian Risiko Severity
Perubahan dalam penjadwalan produksi (E1) 7
Kesalahan peramalan kebutuhan bahan baku (E2) 7
Kesalahan penjadwalan pemesanan bahan baku (E3) 5
Kesalahan jumlah bahan baku yang dipesan (E4) 5
Keterlambatan bahan baku dari pemasok (E5) 3
Kualitas bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi
5
(E6)
Kerusakan bahan baku pada penyimpanan di gudang
9
(E7)
Tabel 4.1 Hasil Penilaian Kejadian Risiko (Lanjutan)
Kejadian Risiko Severity
Bahan baku di gudang melebihi kapasitas (E8) 3
Kesalahan jumlah bahan baku yang diambil (E9) 3
Bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi dan benda
5
asing ikut tercampur (E10)
Peralatan dan mesin yang digunakan tidak bersih (E11) 7
Terdapat kerusakan pada peralatan dan mesin (E12) 9
Mesin roasting kehabisan gas (E13) 3
Biji kopi belum tersangrai sempurna (E14) 5
Biji kopi terlalu gosong saat disangrai (E15) 7
Terdapat kerikil pada biji kopi yang telah disangrai (E16) 7
Biji kopi belum sepenuhnya menjadi bubuk (E17) 7
Seal kemasan tidak rapat (E18) 9
Keterlambatan pengiriman produk (E19) 5
Kesalahan produk yang dikirim (E20) 9
Kerusakan produk saat pengiriman (E21) 9
Persediaan bahan baku tidak memenuhi proses
7
produksi (E22)
Kelebihan produk jadi pada gudang penyimpanan (E23) 3

Pada Tabel 4.1 menunjukan bahwa terdapat 5 kejadian


risiko yang memiliki nilai 9 atau nilai severity tertinggi. Kejadian
65
risiko yang dianggap memiliki dampak yang tinggi tersebut ialah
kerusakan bahan baku pada penyimpanan di gudang (E7),
kerusakan pada peralatan dan mesin (E12), seal kemasan tidak
rapat (E18), kesalahan produk yang dikirim (E20), dan kerusakan
produk saat pengiriman (E21). Kerusakan yang terjadi pada
bahan baku saat penyimpanan di gudang UKM Sido Luhur
berupa bahan baku dengan kadar air tinggi, biji kopi yang pecah
akibat karung ditumpuk terlalu tinggi serta biji kopi memiliki aroma
dari benda-benda asing disekitar tempat penyimpanan. Kondisi
ini menyebabkan penurunan kualitas pada produk jadi. Kualitas
bahan baku akan menentukan kelancaran proses produksi
hingga mutu produk akhir sehingga dengan adanya kerusakan
bahan baku pada penyimpanan di gudang (E7) mengakibatkan
proses produksi terhambat dan kualitas produk jadi menurun
(Karyani et al., 2017). Kerusakan pada peralatan dan mesin yang
dialami UKM Sido Luhur berupa mesin grinder dan pengaduk
pada mesin roasting yang tidak bisa berputar. Hal ini menganggu
proses produksi dimana berdampak pada penurunan kualitas
produk jadi dan keterlambatan proses produksi sehingga UKM
tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Kerusakan yang
terjadi pada peralatan dan mesin dalam sebuah industri akan
menghambat proses produksi dan meningkatkan kerugian
perusahaan (Harsono et al., 2010). UKM Sido Luhur juga
mengalami risiko seal kemasan yang tidak rapat sehingga
berdampak pada penurunan kualitas produk jadi. Kesalahan
produk yang dikirim mengakibatkan UKM Sido Luhur harus
mengirimkan kembali pesanan produk jadi sehingga
mengakibatkan keterlambatan pengiriman. Kerusakan produk
saat pengiriman berupa kemasan yang bocor dalam perjalanan
mengakibatkan produk jadi tidak bisa konsumsi dan harus
dikembalikan. Kejadian risiko tersebut termasuk dalam kategori
kejadian risiko dengan dampak yang tinggi karena menyangkut
dengan reputasi perusahaan serta kepercayaan konsumen.
Kesalahan pengiriman kepada konsumen akan menurunkan citra
perusahaan dan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan
(Windya dan Singgih, 2019).
Pada Tabel 4.1 juga menunjukan bahwa terdapat 5
kejadian risiko dengan nilai 3 atau nilai severity terendah.
Kejadian risiko yang dianggap memiliki dampak paling rendah
adalah keterlambatan bahan baku dari pemasok (E5), bahan
baku di gudang melebihi kapasitas (E8), kesalahan jumlah bahan
baku yang diambil (E9), mesin roasting kehabisan gas (E13), dan
kelebihan produk jadi pada gudang penyimpanan (E23).
Keterlambatan bahan baku oleh pemasok tidak mempengaruhi
persediaan bahan baku perusahaan apabila perusahaan tersebut
bekerja sama dengan beberapa pemasok (Chandra, 2016).
Kelebihan kapasitas pada gudang bahan baku di UKM Sido
Luhur tidak menganggu kualitas bahan baku karena proses
produksi tetap dilakukan secara kontinu. Kesalahan pengambilan
jumlah bahan baku tidak memiliki dampak yang tinggi karena
kapasitas produksi UKM Sido Luhur dibawah kapasitas mesin

67
yang digunakan sehingga proses produksi tetap bisa berjalan.
Risiko kehabisan gas pada mesin roasting dapat diatasi dengan
langsung mengganti gas baru sehingga tidak akan menghambat
proses produksi. Kelebihan produk jadi di gudang penyimpanan
UKM Sido Luhur tidak menimbulkan dampak yang tinggi karena
produk jadi memiliki daya simpan yang lama. selain itu produk
jadi juga langsung dipasarkan ke toko-toko milik UKM Sido Luhur.
Penyimpanan bahan baku ataupun produk jadi di gudang dapat
bertahan lama apabila dilakukan dengan perlakuan penyimpanan
yang tepat (Karyani et al., 2017). Oleh karena itu, kejadian risiko
diatas dikategorikan sebagai kejadian risiko dengan dampak
yang rendah karena tidak berpengaruh langsung terhadap
konsumen ataupun reputasi perusahaan.
4.3.4 Penilaian Agen Risiko
Penilaian agen risiko dilakukan setelah identifikasi risiko.
Hasil identifikasi risiko tersebut digunakan sebagai bahan
penyusun kuesioner penilaian agen risiko. Kuesioner penilaian
agen risiko diperlukan untuk mendapatkan nilai occurrence atau
tingkat kemunculan agen risiko. Penilaian agen risiko dilakukan
oleh tiga responden yaitu operator pengadaan bahan baku,
operator produksi, dan pemilik UKM Sido Luhur. Penilaian
responden terhadap agen risiko secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran 9. Hasil penilaian kejadian risiko dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4. 2 Hasil Penilaian Agen Risiko
Agen Risiko Occurrence
Jumlah bahan baku tidak memenuhi kapasitas 1
produksi (A1)
Peramalan permintaan tidak akurat (A2) 3
Permintaan konsumen yang tidak pasti (A3) 7
Catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai 9
(A4)
Komunikasi dengan pemasok berjalan kurang baik 5
(A5)
Tabel 4.2 Hasil Penilaian Agen Risiko (Lanjutan)
Agen Risiko Occurrence
Faktor alam/cuaca (A6) 5
Ketidaktelitian pemasok (A7) 5
Kesalahan penanganan pasca panen (A8) 5
Kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (A9) 7
Ketidaktelitian karyawan dalam penyimpanan (A10) 3
Ketidaktelitian karyawan dalam persiapan produksi 7
(A11)
Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12) 7
Kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13) 5
Kurangnya perawatan pada mesin grinder (A14) 3
Kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15) 7
Biji kopi melebihi jumlah kapasitas mesin (A16) 1
Waktu penyangraian terlalu cepat (A17) 5
Biji kopi terlalu sedikit dari standar penyangraian 3
(A18)
Waktu penyangraian terlalu lama (A19) 3
Biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai 7
(A20)
Ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail 5
pesanan (A22)
UKM tidak memiliki SOP pengiriman (A23) 3
Kualitas bahan baku di bawah standar (A24) 7
Kualitas produk jadi di bawah standar (A25) 5
69
Pada Tabel 4.2 menunjukan bahwa terdapat 1 agen risiko
yang memiliki nilai 9 atau nilai occurrence tertinggi. Catatan
jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4) dianggap memiliki
peluang muncul yang tinggi karena sampai saat ini pencatatan di
UKM Sido Luhur masih dilakukan secara manual sehingga
memungkinkan karyawan lalai dalam memperbaharui kondisi
terkini. Kesalahan pencatatan secara manual sering terjadi
sehingga laporan – laporan perusahaan menjadi kurang akurat
(Oktaviani et al., 2018).
Pada Tabel 4.2 juga menunjukan adanya 2 agen risiko
yang memiliki nilai 1 atau nilai occurrence terendah. Agen risiko
yang dianggap memiliki peluang muncul paling rendah adalah
jumlah bahan baku tidak memenuhi kapasitas produksi (A1) dan
biji kopi melebihi jumlah kapasitas mesin (A16). UKM Sido Luhur
terletak di perkebunan kopi Bangelan sehingga kekurangan
persediaan bahan baku untuk melakukan proses produk sangat
jarang terjadi. Selain itu UKM Sido Luhur juga menerapkan
strategi many supplier untuk pengadaan bahan bakunya. Kondisi
ini juga membuat UKM Sido Luhur mudah menyesuaikan
pemesanan bahan baku dengan kebutuhan produksi.
4.3.5 Penilaian Korelasi antara Kejadian Risiko dan Agen
Risiko
Penilaian korelasi antara kejadian risiko dan agen risiko
dilakukan untuk mengetahui hubungan keduanya. Penilaian ini
dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh tiga responden yaitu
operator pengadaan bahan baku, operator produksi, dan pemilik
UKM Sido Luhur. Hasil penilaian korelasi kejadian risiko dan agen
risiko dapat dilihat pada Tabel 4.3. Penilaian responden terhadap
korelasi kejadian risiko dan agen risiko dapat dilihat pada
Lampiran 10.

Tabel 4. 3 Hasil Penilaian Korelasi Kejadian Risiko dan Agen


Risiko
Kejadian Risiko Agen Risiko Korelasi
E1 A1 3
A2 9
E2 A3 1
A4 9
E3 A4 9
E4 A4 9
A5 9
E5 A6 9
E6 A6 9
A7 9
A8 9
E7 A9 9
A10 1
E8 A2 9
E9 A11 3
E10 A12 9
E11 A11 3
E12 A13 9
A14 9
A15 9
E13 A11 3
E14 A13 9

71
A16 9
A17 9
E15 A13 9
A18 9
A19 9
E16 A12 9
E17 A14 3
A20 9

Tabel 4.3 Hasil Penilaian Korelasi Kejadian Risiko dan Agen


Risiko (Lanjutan)
Kejadian Risiko Agen Risiko Korelasi
E18 A15 9
A21 3
E19 A6 9
A22 9
E20 A22 9
E21 A23 3
E22 A4 3
A24 9
E23 A25 9

Perubahan dalam penjadwalan produksi (E1) dan bahan


baku di gudang melebihi kapasitas (E8) memiliki korelasi yang
kuat dengan peramalan permintaan tidak akurat (A2). Peramalan
permintaan yang tidak akurat menyebabkan ketidaksesuaian
antara perencanaan kapasitas produksi dengan permintaan
konsumen sehingga perlu adanya perubahan jadwal secara
mendadak untuk menyanggupi permintaan konsumen. Menurut
Rachman (2018), peramalan permintaan digunakan untuk
menjadwalkan produksi. Selain itu penjadwalan produksi dapat
berubah akibat kehabisan bahan (stock out) sehingga perlu
adanya safety stock (Supriyadi dan Riskiyadi, 2016). Pemesanan
bahan baku yang berlebih akibat peramalan permintaan yang
tidak akurat juga berpengaruh langsung terhadap persediaan
bahan baku yang berlebih.
Kesalahan peramalan kebutuhan bahan baku (E2),
kesalahan penjadwalan pemesanan bahan baku (E3), dan
kesalahan jumlah bahan baku yang dipesan (E4) memiliki
korelasi yang kuat dengan catatan jumlah bahan baku di gudang
tidak sesuai (A4). Jadwal pemesanan bahan baku di UKM Sido
Luhur dibuat berdasarkan jumlah persediaan bahan baku dalam
catatan. Catatan jumlah bahan baku yang belum diperbaharui
akan menyebabkan terjadinya selisih antara catatan dengan
kondisi gudang sebenarnya. Hal ini menimbulkan
kesalahpahaman mengenai jumlah bahan baku sebenarnya yang
disimpan pada gudang. Menurut Sembiring (2019), selisih
persediaan yang ditimbulkan oleh pencatatan persediaan secara
manual akan mengakibatkan kesalahan dalam memesan jumlah
bahan baku.
Keterlambatan bahan baku dari pemasok (E5) memiliki
korelasi yang kuat dengan faktor alam atau cuaca (A6). Faktor
alam atau cuaca yang ekstrem menyebabkan penurunan
kuantitas hasil panen kopi. Penurunan kuantitas kopi membuat
pemasok harus menunggu lebih lama untuk mengirimkan bahan

73
baku ke UKM Sido Luhur. Menurut Sari et al (2018), faktor cuaca
ekstrem akan mempengaruhi panen ataupun penanaman kopi
Kualitas bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi (E6)
memiliki korelasi yang kuat dengan faktor alam atau cuaca (A6),
ketidaktelitian pemasok (A7), dan kesalahan penanganan pasca
panen. Ketidaktelitian pemasok dalam mensortir green beans
menyebabkan adanya ranting, tanah, dan kerikil dengan jumlah
yang banyak. Menurut Haslindah et al (2020), kualitas barang di
bawah standar dapat disebabkan oleh ketidaktelitian pemasok
dalam memilih barang yang akan dikirim. Kesalahan penanganan
pasca panen menyebabkan kadar air yang tinggi pada green
beans sehingga menyebabkan biji kopi berjamur. Cuaca yang
ekstrem serta kesalahan pasca panen akan mengakibatkan
kualitas bahan baku maupun mutu biji kopi menurun (Zuniyanto,
2019).
Kerusakan bahan baku pada penyimpanan di gudang
(E7) memiliki korelasi yang kuat dengan kesalahan perlakuan
penyimpanan bahan baku (A9). Kesalahan perlakuan
penyimpanan bahan baku seperti peletakan karung kopi tanpa
alas kayu berpengaruh secara langsung terhadap kualitas bahan
baku yang disimpan di gudang. Menurut Wijayanti dan Silvi
(2019), perusahaan harus memastikan kadar air biji kopi saat
penyimpanan dibawah 12,5%. Kadar air diatas 12,5% akan
menyebabkan tumbuhnya kapang.
Bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi dan benda
asing ikut tercampur saat penyangraian (E10) memiliki korelasi
yang kuat dengan ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12).
Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi sebelum melakukan
penyangraian secara langsung berpengaruh terhadap keadaan
bahan baku yang tercampur dengan benda asing saat proses
produksi. Menurut Desianti (2018), bahan baku di bawah standar
dapat tercampur karena sortasi masih dilakukan secara manual
sehingga memungkinkan adanya ketidaktelitian dari karyawan.
Terdapat kerusakan pada peralatan dan mesin (E12)
memiliki korelasi yang kuat dengan kurangnya perawatan pada
mesin roasting (A13), kurangnya perawatan mesin grinder (A14),
dan kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15). Kurangnya
perawatan pada mesin produksi akan secara langsung
berpengaruh terhadap usia pakai mesin. Menurut Firdausa et al
(2015), kesalahan perawatan peralatan dan mesin oleh karyawan
disebabkan oleh tidak adanya prosedur dalam tiap prosesnya.
Biji kopi belum tersangrai sempurna (E14) memiliki
korelasi yang kuat dengan kurangnya perawatan pada mesin
roasting (A13),biji kopi melebihi jumlah kapasitas mesin (A16),
dan waktu penyangraian terlalu cepat (A17). kurangnya
perawatan pada mesin roasting secara langsung mempengaruhi
proses penyangraian yang mengakibatkan hasil sangrai tidak
sesuai dengan standar UKM Sido Luhur. Menurut Afriliana
(2018), tingkatan sangrai kopi dipengaruhi oleh kapasitas, suhu
dan waktu penyangraian sehingga ketika biji kopi belum

75
tersangrai sempurna maka kapasitas, suhu dan waktu
penyangraian di bawah ketentuan yang ada.
Biji kopi terlalu gosong saat disangrai (E15) memiliki
korelasi yang kuat dengan kurangnya perawatan pada mesin
roasting (A13), biji kopi terlalu sedikit dari standar penyangraian
(A18), dan waktu penyangraian terlalu lama (A19). Kurangnya
perawatan pada mesin roasting dan waktu sangrai yang terlalu
lama berpengaruh secara langsung terhadap hasil sangrai green
beans. Menurut Suprihatin (2019), kurangnya perawatan dan
pemeliharaan mesin mengakibatkan hasil produksi tidak optimal.
Terdapat kerikil pada biji kopi yang telah disangrai (E16)
memiliki korelasi yang kuat dengan ketidaktelitian karyawan
dalam sortasi (A12). Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi saat
proses pendinginan berdampak secara langsung terhadap
kondisi biji kopi yang akan digiling. Menurut Desianti (2018),
bahan baku di bawah standar dapat tercampur karena sortasi
masih dilakukan secara manual sehingga memungkinkan adanya
ketidaktelitian dari karyawan.
Biji kopi belum sepenuhnya menjadi bubuk (E17) memiliki
korelasi yang kuat dengan biji kopi terlalu lama didiamkan setelah
disangrai (A20). Kualitas biji kopi akan menurun apabila dibiarkan
terlalu lama setelah disangrai. Hal tersebut menyebabkan biji kopi
sulit untuk digiling sehingga tidak sepenuhnya menjadi bubuk.
Menurut Suprihatin (2019), kurangnya perawatan dan
pemeliharaan mesin mengakibatkan hasil produksi tidak optimal.
Seal kemasan tidak rapat (E18) memiliki korelasi yang
kuat dengan kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15).
Kurangnya perawatan pada mesin sealer berpengaruh secara
langsung terhadap ketahanan kemasan. Menurut Silmiati et al
(2018), kurangnya perawatan pada mesin akan membuat hasil
sealer menjadi bocor.
Sebagian besar korelasi antara kejadian risiko dan agen
risiko memiliki hubungan yang kuat. Namun ada korelasi antara
kejadian risiko dan agen risiko yang memiliki hubungan lemah
yaitu antara kerusakan bahan baku pada penyimpanan di gudang
(E7) dengan ketidaktelitian karyawan dalam penyimpanan (A10).
Hal ini dikarenakan ketidaktelitian karyawan seperti pencatatan
jumlah bahan baku tidak akan berpengaruh langsung terhadap
kualitas bahan baku yang ada di gudang.
4.3.6 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP)
Hasil penilaian severity, occurrence, dan korelasi
dimasukan pada perhitungan aggregate risk potential (ARP)
untuk mengurutkan prioritas agen risikonya. Semakin tinggi nilai
ARP agen risiko maka agen risiko tersebut semakin di
prioritaskan. Hasil perhitungan ARP dapat dilihat pada Lampiran
11.
Pada Lampiran 11. menunjukan bahwa ARP tertinggi
dengan nilai 1566 terjadi pada agen risiko catatan jumlah bahan
baku di gudang tidak sesuai (A4). Agen risiko tersebut memiliki
occurrence bernilai 9 yang menyebabkan terjadinya 4 kejadian

77
risiko yaitu kesalahan peramalan kebutuhan bahan baku (E2)
dengan nilai severity 7, kesalahan penjadwalan pemesanan
bahan baku (E3) nilai severity 5, kesalahan jumlah bahan baku
yang dipesan (E4) nilai severity 5, dan persediaan bahan baku
tidak memenuhi kebutuhan produksi (E22) nilai severity 7.
Catatan jumlah bahan baku di gudang yang tidak sesuai dengan
jumlah sebenarnya akan mengakibatkan peramalan permintaan
yang tidak akurat. Dampak yang dihasilkan oleh kesalahan
peramalan bahan baku akan mempengaruhi jadwal pemesanan
dan jadwal produksi UKM Sido Luhur sehingga dapat
menyebabkan overproduction ataupun underproduction. Dengan
begitu, kejadian risiko kesalahan peramalan kebutuhan bahan
baku dianggap memiliki dampak yang tinggi (7) terhadap rantai
pasok UKM Sido Luhur. Menurut Pujadi (2014) catatan stok
bahan baku digunakan untuk menentukan jadwal dan kuantitas
pemesanan bahan baku.
Ketidaksesuaian jumlah catatan bahan baku dan kondisi
bahan baku di gudang menyebabkan kesalahpahaman bagian
pengadaan bahan baku. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
perubahan jadwal pemesanan baik lebih maju ataupun
sebaliknya yang akan berpengaruh pada proses produksi.
Dengan begitu perubahan jadwal pemesanan akibat catatan
jumlah bahan baku tidak sesuai memiliki dampak sedang (5)
terhadap rantai pasok UKM Sido Luhur.
Catatan bahan baku dan kondisi bahan baku di gudang
yang berbeda juga menyebabkan terjadinya kesalahan jumlah
bahan baku yang dipesan juga akan berdampak pada kapasitas
produksi UKM Sido Luhur. Hal ini dapat menganggu proses
produksi dan kemampuan UKM Sido Luhur dalam menghadapi
permintaan konsumen sehingga memiliki dampak sedang (5)
terhadap rantai pasok UKM Sido Luhur. Menurut Sembiring
(2019), selisih persediaan yang ditimbulkan oleh pencatatan
persediaan secara manual akan mengakibatkan kesalahan
dalam pemesanan bahan baku.
Catatan bahan baku yang tidak sesuai dengan kondisi
bahan baku di gudang akan menimbulkan kesalahan dalam
pemesanan sehingga mengakibatkan persediaan bahan baku
yang tidak memenuhi kebutuhan produksi. Oleh karena itu
kejadian risiko persediaan bahan baku tidak memenuhi
kebutuhan produksi dianggap memiliki dampak yang tinggi (7)
terhadap rantai pasok karena dapat mempengaruhi kegiatan
produksi pada UKM.
Agen risiko catatan jumlah bahan baku di gudang tidak
sesuai (A4) berkorelasi sangat kuat (9) dengan kesalahan
peramalan kebutuhan bahan baku (E2), kesalahan penjadwalan
pemesanan bahan baku (E3), dan kesalahan jumlah bahan baku
yang dipesan (E4). Hal ini dikarenakan pemesanan bahan baku
yang dilakukan oleh UKM Sido Luhur dibuat berdasarkan
peramalan dan catatan jumlah bahan baku. Apabila terdapat
ketidaksesuaian antara catatan dan kondisi sebenarnya maka
akan terjadi kesalahan – kesalahan dalam pemesanan seperti

79
kejadian risiko yang telah disebutkan. Namun, agen risiko catatan
jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4) memiliki korelasi
yang lemah (3) dengan kejadian risiko persediaan bahan baku
tidak memenuhi kebutuhan produksi (E22) dikarenakan UKM
Sido Luhur memiliki persediaan bahan baku yang cukup,
sehingga ketidaksesuaian catatan bahan baku tidak membuat
persediaan bahan baku kurang untuk produksi.
ARP terendah dengan nilai 21 terjadi pada agen risiko
jumlah bahan baku tidak memenuhi kapasitas produksi (A1).
Agen risiko tersebut memiliki occurrence bernilai 1 yang
menyebabkan terjadinya kejadian risiko perubahan dalam
penjadwalan produksi (E1) dengan nilai severity 7. Perubahan
yang mendadak dalam penjadwalan produksi menyebabkan
ketidakpastian dalam perencanaan produksi sehingga akan
menyebabkan biaya produksi meningkat. Selain itu perubahan
penjadwalan yang mendadak membuat UKM tidak dapat
memenuhi permintaan konsumen sehingga memiliki dampak
yang tinggi (7) terhadap rantai pasok UKM Sido Luhur.
Agen risiko jumlah bahan baku tidak memenuhi kapasitas
produksi (A1) memiliki hubungan yang lemah (3) dengan
kejadian risiko perubahan dalam penjadwalan produksi (E1).
UKM Sido Luhur terletak di perkebunan kopi Bangelan sehingga
kekurangan persediaan bahan baku untuk melakukan proses
produk sangat jarang terjadi. Selain itu UKM Sido Luhur juga
menerapkan strategi many supplier untuk pengadaan bahan
bakunya. Kondisi ini juga membuat UKM Sido Luhur mudah
menyesuaikan pemesanan bahan baku dengan kebutuhan
produksi. Penggunaan strategi many suppliers membuat para
pemasok bersaing untuk bisa memenuhi permintaan perusahaan
sehingga perusahaan memiliki kontrol atau kepemilikan atas
pemasok (Ruslim dan Ratih, 2015).
4.3.7 Evaluasi Risiko
Nilai yang didapatkan dari perhitungan ARP akan
digunakan untuk mengevaluasi risiko sehingga didapatkan
prioritas agen risiko yang perlu dilakukan mitigasi. Menurut
Cecchini et al (2021) diagram pareto memiliki fungsi untuk
mengevaluasi berbagai kejadian sehingga menghasilkan
prioritas permasalahan. Pembuatan diagram pareto dilakukan
dengan mengurutkan prioritas nilai ARP, menghitung nilai
kumulatif tiap agen risiko serta mencari nilai persentasenya.
Perhitungan nilai kumulatif dan persentase ARP dapat dilihat
pada Tabel 4.4.

Tabel 4. 4 Perhitungan Nilai Kumulatif dan Persentase ARP


Nilai
Prioritas Kode Agen Risiko Kumulatif % ARP
ARP
1 A4 1566 1566 16%
2 A15 1134 2700 28%
3 A13 945 3645 38%
4 A12 756 4401 46%
5 A22 630 5031 52%
6 A6 585 5616 59%
7 A9 567 6183 64%
8 A20 441 6624 69%

81
9 A24 441 7065 74%
10 A2 333 7398 77%
11 A14 306 7704 80%
12 A11 273 7977 83%
13 A7 225 8202 85%
Tabel 4.4 Perhitungan Nilai Kumulatif dan Persentase ARP
(Lanjutan)
Nilai
Prioritas Kode Agen Risiko Kumulatif % ARP
ARP
14 A8 225 8427 88%
15 A17 225 8652 90%
16 A18 189 8841 92%
17 A19 189 9030 94%
18 A21 135 9165 95%
19 A25 135 9300 97%
20 A23 81 9381 98%
21 A5 75 9456 99%
22 A3 49 9505 99%
23 A16 45 9550 99%
24 A10 27 9577 100%
25 A1 21 9598 100%

Hasil perhitungan nilai kumulatif dan persentase ARP


kemudian dibuat kedalam bentuk diagram yang disebut dengan

Gambar 4. 2 Diagram Pareto


diagram pareto. Diagram pareto agen risiko dapat dilihat pada
Gambar 4.2

83
Penggunaan diagram pareto menggunakan prinsip pareto
80/20 dimana 80% dari akumulasi penyebab risiko merupakan
penyebab dominan yang perlu diprioritaskan (Siswoyo dan Meutia,
2020). Diperoleh 11 agen risiko prioritas dengan %ARP kumulatif
sebesar 80% berdasarkan diagram pareto pada Gambar 4.2 yaitu
catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4) dengan
persentase kumulatif sebesar 16%, kurangnya perawatan pada
mesin sealer (A15) dengan persentase kumulatif sebesar 28%,
kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13) dengan
persentase kumulatif sebesar 38%, ketidaktelitian karyawan dalam
sortasi (A12) dengan persentase kumulatif sebesar 46%,
ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail pesanan (A22)
dengan persentase kumulatif sebesar 52%, faktor alam/cuaca (A6)
dengan persentase kumulatif sebesar 59%, kesalahan perlakuan
penyimpanan bahan baku (A9) dengan persentase kumulatif
sebesar 64%, biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai
(A20) dengan persentase kumulatif sebesar 69%, kualitas bahan
baku di bawah standar (A24) dengan persentase kumulatif sebesar
74%, peramalan permintaan yang tidak akurat (A2) dengan
persentase kumulatif sebesar 77%, dan kurangnya perawatan
pada mesin grinder (A14) dengan persentase kumulatif sebesar
80%. Dari 11 agen risiko prioritas, diambil 9 agen risiko prioritas
dengan ARP terbesar untuk dilakukan mitigasi.
UKM Sido Luhur menggunakan catatan jumlah bahan baku
di gudang untuk perencanaan produksi kopi bubuk robusta.
1
Catatan jumlah bahan baku di gudang yang belum diperbaharui
oleh karyawan (A4) mengakibatkan ketidaksesuaian antara
catatan dengan keadaan gudang yang sebenarnya yang akan
menyebabkan timbulnya beberapa risiko seperti kesalahan
peramalan kebutuhan bahan baku (E2), kesalahan penjadwalan
pemesanan bahan baku (E3), kesalahan jumlah bahan baku yang
dipesan (E4). Risiko-risiko tersebut mempengaruhi kondisi
persediaan bahan baku di UKM Sido Luhur seperti seperti
persediaan bahan baku tidak dapat memenuhi proses produksi.
Hal ini dapat menganggu proses produksi dan kemampuan UKM
Sido Luhur dalam menghadapi permintaan konsumen. Menurut
Sembiring (2019), selisih persediaan yang ditimbulkan oleh
pencatatan persediaan secara manual akan mengakibatkan
kesalahan dalam memesan jumlah bahan baku.
Kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15) dan mesin
roasting (A13) dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan dan
mesin (E12). Risiko kerusakan pada peralatan dan mesin akan
meningkatkan biaya perawatan untuk memperbaiki mesin. Selain
itu akan menghambat proses produksi dan pemenuhan permintaan
konsumen. Menurut Pangestu et al (2017), kerusakan mesin
roasting disebabkan oleh kurangnya pembersihan dan perawatan
mesin. Peralatan dan mesin yang rusak (E12) juga akan
menurunkan kualitas produk jadi UKM Sido Luhur seperti biji kopi
belum tersangrai sempurnya (E14), biji kopi terlalu gosong (E15),
serta kemasan yang tidak rapat (E18). Menurut Silmiati et al (2018),
kurangnya perawatan pada mesin akan membuat hasil sealer
menjadi bocor.
Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12) dapat
menyebabkan tercampurnya bahan baku tidak sesuai spesifikasi
dan benda asing saat penyangraian (E10) yang mengakibatkan
penuruan kualitas biji kopi setelah disangrai. Kerikil dan benda
asing yang ikut tersangrai (E16) juga akan menghambat proses
penggilingan serta merusak mata pisau grinder. Kerusakan mesin
tersebut akan meningkatkan biaya perawatan UKM. Selain itu juga
berdampak pada tertundanya proses penggilingan serta
penurunan kualitas pada produk jadi akibat terkontaminasi dengan
kerikil. Menurut Iskandar et al (2018), benda asing seperti kerikil
dan potongan kayu dapat merusak mesin.
Ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail pesanan
(A22) akan mengakibatkan risiko pada pengiriman seperti
keterlambatan pengiriman produk (E19) dan kesalahan produk
yang dikirim (E20). Kesalahan produk yang dikirim membuat UKM
perlu mengirimkan kembali produk sesuai dengan permintaan
konsumen sehingga dapat meningkatkan biaya pengiriman. Selain
itu keterlambatan pengiriman dapat berdampak pada penurunan
kepercayaan konsumen serta reputasi UKM yang menurun.
Menurut Windya dan Singgih (2019), keterlambatan yang terjadi
secara terus – menerus akan membuat rasa percaya pelanggan
berkurang.

3
Faktor alam/cuaca (A6) akan menyebabkan berbagai risiko
di rantai pasok UKM Sido Luhur seperti keterlambatan bahan baku
dari pemasok (E5), kualitas bahan baku tidak sesuai dengan
spesifikasi (E6), dan keterlambatan pengiriman produk (E19).
Keterlambatan bahan baku oleh pemasok dapat disebabkan oleh
faktor alam atau cuaca yang tidak mendukung sehingga
menyebabkan terjadinya gagal panen atau kuantitas bahan baku
yang tidak memenuhi permintaan UKM. Menurut Tobing et al
(2019), ketidakpastian pemasok dalam mengirimkan barang akan
mengakibatkan keterlambatan dalam proses produksi. Bahan
baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi akan dikembalikan pada
pemasok sehingga dapat berdampak pada kebutuhan bahan baku
yang tidak terpenuhi. Menurut Farida (2016), kualitas bahan baku
yang baik akan mengurangi terjadinya kesalahan proses produksi
sehingga kualitas produk jadi sangat dipengaruhi oleh kualitas
bahan baku.
Kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (A9) akan
mengakibatkan kerusakan bahan baku pada penyimpanan di
gudang. Risiko ini berkaitan dengan perlakuan penyimpanan
bahan baku oleh karyawan yang tidak sesuai dengan kondisi di
gudang seperti peletakan karung di gudang tanpa menggunakan
palet dan penumpukan karung kopi yang terlalu tinggi. Bahan baku
yang rusak pada saat penyimpanan tidak akan lolos sortasi proses
produksi sehingga akan terbuang yang akan mengakibatkan
pemborosan. Menurut Karyani et al (2017), penyimpanan biji kopi
dilakukan menggunakan karung dan dijaga agar kadar air biji kopi
tidak melebihi 12,5%.
Biji kopi yang terlalu lama didiamkan setelah disangrai
(A20) akan membuat kadar airnya meningkat. Hal ini akan
menyebabkan biji sulit untuk digiling sehingga menghasilkan kopi
yang belum sepenuhnya menjadi bubuk (E17). Biji kopi yang belum
sepenuhnya menjadi bubuk dalam jumlah yang cukup banyak akan
digiling ulang sehingga berdampak pada meningkatnya biaya
produksi dan waktu produksi akan semakin panjang. Penyimpanan
biji kopi setelah disangrai yang terlalu lama juga akan
meningkatkan biaya penyimpanan pada UKM Sido Luhur. Menurut
Nursanti dan Febriana (2017), penumpukan produk jadi yang
diakibatkan oleh over production akan meningkatkan biaya
penyimpanan serta memerlukan sumber daya tambahan untuk
menangani penumpukan.
Kualitas bahan baku di bawah standar (A24) akan
dikembalikan kepada pemasok. Hal ini akan menyebabkan
persediaan bahan baku tidak bisa memenuhi kebutuhan produksi
(E22). Risiko ini berdampak pada terhambatnya proses produksi
sehingga UKM tidak dapat memenuhi permintaan. Menurut
Chusminah et al (2019), kurangnya persediaan bahan baku akan
meningkatkan kerugian perusahaan sehingga perlu adanya safety
stock.
9 agen risiko yang telah dijabarkan merupakan agen risiko
prioritas berdasarkan nilai ARPnya. Agen risiko tersebut telah
5
diketahui dampak serta frekuensi kemunculannya namun belum
diketahui keterkaitan antar agen risikonya. Oleh karena itu
dilakukan analisis keterkaitan antar agen risiko menggunakan
metode Interpretive Structural Modelling (ISM).

4.4 Interpretive Structural Modelling (ISM)


4.4.1 Structural Self Interaction Matrix (SSIM)
Agen risiko (elemen) yang telah didapatkan berdasarkan
perhitungan HOR 1 akan dihubungkan secara kontekstual dalam
bentuk Structural Self Interaction Matrix (SSIM) yang dapat dilihat
pada Lampiran 12. Berdasarkan hasil SSIM yang telah diisi oleh
responden didapatkan bahwa elemen catatan jumlah bahan baku
di gudang tidak sesuai (a) memiliki simbol V terhadap elemen
kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (c) dan elemen
ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (d). Catatan jumlah bahan
baku di gudang yang belum diperbaharui dikarenakan
ketidaktelitian karyawan. Sistem pencatatan yang masih dilakukan
secara manual dapat menyebabkan kesalahan pada jumlah bahan
baku yang dipesan sehingga memungkinkan terjadinya
penumpukan bahan baku. Kesalahan perlakukan penyimpanan
bahan baku dapat terjadi akibat karyawan tidak memiliki
pengetahuan yang cukup untuk menangani bahan baku yang
berlebih pada kapasitas penyimpanannya seperti penumpukan
karung kopi yang terlalu tinggi. Penumpukan bahan baku yang
tinggi akan menyebabkan kerusakan pada biji kopi yang terletak di
bawah. Kerusakan yang dimaksud ialah biji kopi pada bagian
bawah akan pecah akibat menahan masa yang terlalu berat. Selain
itu penumpukan yang terlalu tinggi memiliki risiko terjatuh dan
menimpa karyawan (Putra, 2021).
Catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai juga akan
mempengaruhi elemen ketidaktelitian karyawan UKM Sido Luhur.
Karyawan UKM Sido Luhur melakukan sortasi bahan baku biji kopi
robusta secara manual. Sortasi dilakukan beberapa kali seperti
saat penerimaan ataupun saat persiapan menuju proses roasting.
Bahan baku yang dipesan secara berlebih akibat ketidaksesuaian
catatan dengan kondisi asli gudang akan meningkatkan
kemungkinan ketidaktelitian pada karyawan. Menurut
Anugrahandy et al (2013), sortasi manual dengan jumlah yang
besar dan waktu kerja yang lama akan menyebabkan tingginya
tingkat ketidaktelitian pada karyawan.
Berdasarkan hasil SSIM juga didapatkan bahwa elemen
faktor alam atau cuaca (b) memiliki simbol V terhadap elemen
kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (c), ketidaktelitian
karyawan dalam sortasi (d), dan kualitas bahan baku di bawah
standar (i). Faktor alam atau cuaca yang tidak mendukung
menyebakan bahan baku yang dipanen sebagain besar memiliki
kualitas di bawah standar seperti bentuknya pecah atau tidak utuh,
warna biji kopi beragam, dan berjamur. Selain itu pada saat
penyimpan, kualitas bahan baku pun dapat menurun seperti kadar
air yang tinggi pada biji kopi saat sedang musim hujan. Kadar air
yang tinggi pada biji kopi akan menyebabkan kopi berjamur.
7
Menurut Wijayanti dan Silvi (2019), perusahaan harus memastikan
kadar air biji kopi saat penyimpanan dibawah 12,5%. Kadar air
diatas 12,5% akan menyebabkan tumbuhnya kapang. Faktor alam
dan cuaca yang tidak mendukung mengakibatkan banyaknya
bahan baku di bawah standar. Banyaknya bahan baku dengan
kualitas di bawah standar akan meningkatkan ketidaktelitian pada
karyawan. Faktor alam atau cuaca seperti musim hujan,
menyebabkan udara di gudang menjadi lebih lembab. UKM tidak
memiliki perlakuan khusus untuk menjaga bahan baku dari kondisi
lembab di gudang. Gudang tidak di desain untuk menangani
kondisi gudang yang lembab. Menurut Choiron (2010),
kelembaban gudang disarankan sebesar 70%.
Elemen kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (c)
memiliki simbol V terhadap elemen ketidaktelitian karyawan dalam
sortasi (d) dan kualitas bahan baku di bawah standar (i). Kesalahan
perlakuan penyimpanan bahan baku akan mengakibatkan
penurunan kualitas pada biji kopi. Penurunan kualitas biji kopi yang
dimaksud ialah, bentuk biji kopi pecah, berjamur, dan memiliki
aroma asing. Risiko ini berkaitan dengan perlakuan penyimpanan
bahan baku oleh karyawan yang tidak sesuai dengan kondisi di
gudang seperti peletakan karung di gudang tanpa menggunakan
palet dan penumpukan karung kopi yang terlalu tinggi. Kesalahan
perlakuan penyimpanan bahan baku akan menimbulkan kerusakan
bahan baku. Semakin tinggi kuantitas bahan baku yang rusak
mengakibatkan karyawan bekerja lebih keras dalam proses sortasi
sehingga meningkatkan ketidaktelitian pada karyawan. Hal ini akan
meningkatkan jumlah bahan baku dengan kualitas di bawah
standar sehingga akan meningkatkan ketidaktelitian karyawan
dalam melakukan sortasi sebelum melakukan proses produksi
(Karyani et al., 2017).
Elemen ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (d) memiliki
simbol A terhadap elemen kurangnya perawatan pada mesin
roasting (e) dan kurangnya perawatan pada mesin sealer (f) juga
simbol V terhadap elemen kualitas bahan baku di bawah standar
(i). Kurangnya perawatan pada mesin roasting dapat meningkatkan
kegagalan produksi seperti biji kopi terlalu gosong ataupun tidak
tersangrai secara merata. Dengan meningkatnya jumlah biji kopi
tersangrai di bawah standar maka akan meningkatkan
ketidaktelitian karyawan dalam sortasi sebelum proses
penggilingan. Biji kopi yang terlalu lama disangrai sehingga
menghasilkan warna hitam legam tidak dianjurkan untuk lanjut ke
proses selanjutnya (Ramanda et al., 2016). Kurangnya perawatan
pada mesin sealer dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah
produk jadi dengan kemasan yang tidak rapat. Hal tersebut akan
meningkatkan ketidaktelitian karyawan dalam sortasi terakhir
sebelum disimpan pada gudang. Menurut Tejasari et al (2010),
kemasan kopi yang digunakan harus kedap udara untuk menjaga
kadar air kopi bubuk tetap pada standarnya yaitu maksimal 4%.
Elemen ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail
pesanan (g) memiliki simbol V terhadap elemen biji kopi terlalu
lama didiamkan setelah disangrai (h). Proses penggilingan
9
dilakukan mengikuti pesanan yang ada. Ketidaktelitian karyawan
dalam mencatat detail pesanan dapat mengakibatkan
berkurangnya frekuensi penggilingan sehingga biji kopi tersangrai
harus didiamkan terlalu lama. Menurut Prabowo (2020),
penyimpanan biji kopi sangrai perlu memperhatikan suhu yaitu
>23oC dan kelembaban <40%. Penyimpanan biji kopi sangrai
terlalu lama akan menurunkan kualitasnya.

4.4.2 Reachability Matrix (RM)


Hasil Structural Self Interaction Matrix (SSIM) kemudian
diubah kedalam bilangin biner pada Reachability Matrix (RM). Hasil
RM awal dapat dilihat pada Tabel 4.5. Hasil dari RM awal akan diuji
menggunakan aturan transitivity sehingga menghasilkan RM revisi.
Penggunaan aturan transitivity dilakukan untuk mengubah RM
menjadi matriks tertutup (Rimantho dan Hera, 2017). Hasil RM
revisi dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Structural Self Interaction
Matrix (SSIM) revisi pada Lampiran 11.

Tabel 4. 5 Reachability Matrix (RM) Awal


Elemen a b c d e f g h i
a 1 0 1 1 0 0 0 0 0
b 0 1 1 1 0 0 0 0 1
c 0 0 1 1 0 0 0 0 1
d 0 0 0 1 0 0 0 0 1
e 0 0 0 1 1 0 0 0 0
f 0 0 0 1 0 1 0 0 0
g 0 0 0 0 0 0 1 1 0
h 0 0 0 0 0 0 0 1 0
i 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Ket.: a: Catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4); b:
Faktor alam/cuaca (A6); c: Kesalahan perlakuan penyimpanan bahan
baku (A9); d: Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12); e: Kurangnya
perawatan pada mesin roasting (A13); f: Kurangnya perawatan pada
mesin sealer (A15); g: Ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail
pesanan (A22); h: Biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai
(A20); i: Kualitas bahan baku di bawah standar (A24).

Tabel 4. 6 Reachability Matrix Revisi


Elemen a b c d e f g h i
a 1 0 1 1 0 0 0 0 1*
b 1* 1 1 1 0 0 0 0 1
c 0 0 1 1 0 0 0 0 1
d 0 0 0 1 0 0 0 0 1
e 0 0 0 1 1 0 0 0 1*
f 0 0 0 1 0 1 0 0 1*
g 0 0 0 0 0 0 1 1 1*
h 0 0 0 0 0 0 0 1 1
i 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Reachability matrix yang telah direvisi akan dijumlahkan


untuk mengetahui Dependence (D) dan Driver powernya (DP). Nilai
dependence yang tinggi pada agen risiko menjelaskan bahwa
kemunculan agen risiko tersebut sangat dipengaruhi oleh agen
risiko lainnya. Nilai dependence yang rendah menjelaskan bahwa
kemunculan agen risiko tersebut tidak atau sedikit dipengaruhi oleh
agen risiko lainnya. Nilai driver power yang tinggi pada agen risiko

11
menjelaskan bahwa agen risiko tersebut mempengaruhi banyak
agen risiko lainnya. Nilai driver power yang rendah menjelaskan
bahwa agen risiko tersebut tidak atau sedikit mempengaruhi agen
risiko lainnya. Reachability matrix akhir atau RM dengan
perhitungan Dependence (D) dan Driver power (DP) dapat dilihat
pada Tabel 4.7.
Berdasarkan Dependence (D) dan Driver power (DP) yang
ada pada Tabel 4.7 didapatkan diagram model struktural. Diagram
Model Struktural dapat dilihat pada Gambar 4.3. Elemen dengan
nilai DP tertingi akan menempati level paling tinggi. Pada Gambar
4.3 dapat dilihat bahwa elemen faktor alam atau cuaca (A6) dengan
kode elemen (b) merupakan elemen kunci yaitu elemen yang
memiliki nilai driver power paling tinggi sehingga menempati level
5. Elemen faktor alam atau cuaca yang ekstrem mempengaruhi
beberapa elemen lain namun secara langsung mempengaruhi
elemen catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4)
dengan kode elemen (a). Faktor alam dan cuaca yang ekstrem
menyebabkan penurunan kualitas bahan baku yang disimpan di
gudang. UKM Sido Luhur perlu melakukan pemeriksaan untuk
memisahkan bahan baku yang masih baik dan bahan baku yang
mengalami penurunan kualitas. Dengan meningkatkannya
frekuensi UKM Sido Luhur dalam melakukan pemeriksaan maka
akan meningkatkan ketidaktelitian karyawan dalam
memperbaharui catatan jumlah bahan baku di gudang.
Tabel 4. 7 Reachability Matrix Akhir
Kode Driver
Elemen a b c d e f g h i Rank
Elemen power
a Catatan jumlah bahan
baku di gudang tidak 1 0 1 1 0 0 0 0 1 4 2
sesuai (A4)
b Faktor alam/cuaca
(A6) 1 1 1 1 0 0 0 0 1 5 1

c Kesalahan perlakuan
penyimpanan bahan 0 0 1 1 0 0 0 0 1 3 3
baku (A9)
d Ketidaktelitian
karyawan dalam 0 0 0 1 0 0 0 0 1 2 4
sortasi (A12)
e Kurangnya perawatan
pada mesin roasting 0 0 0 1 1 0 0 0 1 3 3
(A13)
f Kurangnya perawatan
pada mesin sealer 0 0 0 1 0 1 0 0 1 3 3
(A15)
g Ketidaktelitian
karyawan dalam
0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 3
mencatat detail
pesanan (A22)
h Biji kopi terlalu lama
didiamkan setelah 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 4
disangrai (A20)
i Kualitas bahan baku
di bawah standar 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5
(A24)
Dependence
2 1 3 6 1 1 1 2 9

13
Elemen catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai
(A4) dengan kode elemen (a) mempengaruhi elemen kesalahan
perlakuan penyimpanan bahan baku (A9) dengan kode elemen (c).
Sistem pencatatan yang masih dilakukan secara manual dapat
menyebabkan kesalahan pada jumlah bahan baku yang dipesan
sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan bahan baku.
Kesalahan perlakukan penyimpanan bahan baku dapat terjadi
akibat karyawan tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk
menangani bahan baku yang berlebih pada kapasitas
penyimpanannya seperti penumpukan karung kopi yang terlalu
tinggi.

Gambar 4. 3 Diagram Model Struktural


Elemen kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (A9)
dapat mempengaruhi elemen ketidaktelitian karyawan dalam
sortasi (A12) dengan kode elemen (d). Kesalahan perlakuan
penyimpanan bahan baku akan menyebabkan penurunan kualitas
bahan baku pada penyimpanan di gudang. Meningkatkan
penurunan kualitas bahan baku menyebabkan UKM perlu
meningkatkan frekuensi sortasi bahan baku. Hal ini menyebabkan
terjadinya ketidaktelitian karyawan dalam sortasi. Selain itu
ketidaktelitian karyawan dalam sortasi dapat terjadi karena elemen
kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13) dengan kode
elemen (e) dan elemen kurangnya perawatan pada mesin sealer
(A15) dengan kode elemen (f). Kurangnya perawatan pada mesin
roasting akan meningkatkan kegagalan produksi seperti biji kopi
terlalu gosong ataupun tidak tersangrai secara merata. Dengan
meningkatnya jumlah biji kopi tersangrai di bawah standar maka
akan meningkatkan ketidaktelitian karyawan dalam sortasi
sebelum proses penggilingan. Kurangnya perawatan pada mesin
sealer dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah produk jadi
dengan kemasan yang tidak rapat. Hal tersebut akan
meningkatkan ketidaktelitian karyawan dalam sortasi terakhir
sebelum disimpan pada gudang.
Proses penggilingan dilakukan mengikuti pesanan yang ada.
Ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail pesanan dapat
mengakibatkan berkurangnya frekuensi penggilingan sehingga biji
kopi tersangrai harus didiamkan terlalu lama. Hal tersebut akan
mempengaruhi kualitas biji kopi tersebut. Kualitas bahan baku
sangat berpengaruh untuk menentukan berhasil atau tidaknya
UKM dalam memenuhi permintaan pasar. Perusahaan perlu
15
memiliki kebijakan yang jelas mengenai kualitas produk
perusahaan sehingga mampu unggul dalam persaingan bisnis
(Resmi, 2011).
Nilai Dependence (D) dan Driver power (DP) yang telah
didapatkan disusun menjadi matriks DP-D yang dapat dilihat pada
Gambar 4.4. Elemen catatan jumlah bahan baku di gudang tidak
sesuai (A4), kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13),
kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15), kesalahan
perlakuan penyimpanan bahan baku (A9), ketidaktelitian karyawan
dalam mencatat detail pesanan (A22), dan biji kopi terlalu lama
didiamkan setelah disangrai (A20) dikategorikan dalam
autonomous. Elemen yang dikategorikan dalam sektor
autonomous memiliki daya penggerak dan daya ketergantungan
yang rendah. Elemen dalam sektor autonomous biasanya memiliki
hubungan yang kecil atau mungkin tidak berkaitan terhadap sistem
rantai pasok (Rusydiana, 2019). Elemen catatan jumlah bahan
baku di gudang tidak sesuai (A4) masuk ke sektor autonomous
karena hanya mempengaruhi 3 agen risiko yang lain yaitu
kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (A9),
ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12), dan kualitas bahan
baku di bawah standar (A24) dan tidak dipengaruhi apapun.
Elemen faktor alam/cuaca (A6) masuk ke sektor autonomous
karena hanya mempengaruhi 3 agen risiko yang lain yaitu
kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (A9),
ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12), dan kualitas bahan
baku di bawah standar (A24) dan tidak dipengaruhi apapun.
Elemen (A13) masuk ke sektor autonomous karena hanya
mempengaruhi 2 agen risiko lainnya yaitu ketidaktelitian karyawan
dalam sortasi (A12) dan kualitas bahan baku di bawah standar
(A24) dan tidak dipengaruhi apapun. Elemen (A15) masuk ke
sektor autonomous karena hanya mempengaruhi 2 agen risiko
lainnya yaitu ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12) dan
kualitas bahan baku di bawah standar (A24) dan tidak dipengaruhi
apapun. Elemen kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku
(A9) masuk ke sektor autonomous karena hanya mempengaruhi 2
agen risiko lainnya yaitu (A12), dan kualitas bahan baku di bawah
standar (A24) dan dipengaruhi oleh catatan jumlah bahan baku di
gudang tidak sesuai (A4) dan faktor alam/cuaca (A6). Elemen
ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail pesanan (A22)
masuk ke sektor autonomous karena hanya mempengaruhi biji
kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai (A20) dan tidak
dipengaruhi apapun. Elemen biji kopi terlalu lama didiamkan
setelah disangrai (A20) masuk ke sektor autonomous karena
hanya mempengaruhi kualitas bahan baku di bawah standar (A24)
dan tidak dipengaruhi apapun.

17
Matriks Driver Power-Dependence
9
8 INDEPENDENT LINKAGE
IV III
7
Driver Power

6
5 A6
4 A4
3 A13, A15,A22 A9
2 A20 A12
1 AUTONOMOUS DEPENDENT A24
I II
0
0 2 4 6 8 10
Dependence

Gambar 4. 4 Matriks DP-D


Elemen ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12) dan
kualitas bahan baku di bawah standar (A24) dikategorikan dalam
sektor dependent. Elemen ketidaktelitian karyawan dalam sortasi
(A12) masuk ke dependent karena hanya mempengaruhi kualitas
bahan baku di bawah standar (A24). Elemen kualitas bahan baku
di bawah standar (A24) masuk ke sektor dependent karena tidak
mempengaruhi elemen apapun dan dipengaruhi oleh beberapa
elemen atau agen risiko yaitu catatan jumlah bahan baku di gudang
tidak sesuai (A4), faktor alam/cuaca (A6), kesalahan perlakuan
penyimpanan bahan baku (A9), ketidaktelitian karyawan dalam
sortasi (A12), kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13),
kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15), biji kopi terlalu
lama didiamkan setelah disangrai (A20), ketidaktelitian karyawan
dalam mencatatan pesanan (A22), dan kualitas bahan baku di
bawah standar (A24). Artinya elemen yang ada dalam sektor ini
merupakan elemen yang tidak bebas dan tidak memiliki hubungan
yang kuat dalam sistem rantai pasok (Nedi, 2012).
Elemen faktor alam atau cuaca (A6) dikategorikan dalam
sektor independent. Elemen yang masuk dalam sektor
independent merupakan elemen dengan pengaruh yang besar dan
tidak dipengaruhi oleh elemen lainnya. Faktor alam atau cuaca
yang ekstrem dapat mempengaruhi 4 elemen atau agen risiko yang
ada yaitu catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4),
kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (A9),
ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12), dan kualitas bahan
baku di bawah standar (A24). Faktor alam atau cuaca yang ekstrem
akan meningkatkan kadar air pada kopi, meningkatkan
kemungkinan munculnya serangga ataupun kapang pada biji kopi
yang sedang disimpan. Hal ini mempengaruhi perlakuan
penyimpanan bahan baku. Perlakuan penyimpanan bahan baku
harus disesuaikan dengan kondisi alam atau cuaca seperti
penggunaan kemasan hermetik yang kedap udara sehingga tidak
terjadi penurunan mutu pada biji kopi. Perlakuan penyimpanan
bahan baku yang tidak sesuai dengan cuaca dapat menurunkan
kualitas bahan baku. Penurunan kualitas bahan baku pada saat
disimpan di gudang membuat ketidaktelitian karyawan dalam
sortasi meningkat.

19
4.5 Analytic Network Process (ANP)
Perhitungan bobot agen risiko menggunakan metode
Analytic Network Process (ANP) dimulai dengan membuat jaringan
keputusan ANP pada Gambar 3.5 yang terdiri dari Goal (Tujuan
yang ingin dicapai), Criteria (Kriteria), Alternatives (Alternatif).
Jaringan keputusan ANP dibuat untuk mengidentifikasi serta
membantu dalam penyusun pairwise comparisons. Keterkaitan
nodes pada cluster alternatif didasari oleh diagram model struktural
yang dapat dilihat pada Gambar 4.3. Pengisian kuesioner matriks
perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) yang diiisi oleh
3 responden. Nilai matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat
pada Lampiran 12.
Hasil matriks perbandingan berpasangan dari 3 responden
perlu diuji nilai konsistensinya, rasio konsistensi (CR) harus
memiliki nilai < 0,1 yang artinya matriks perbandingan
berpasangan telah konsisten. Kemudian hasil matriks
perbandingan berpasangan disatukan menggunakan geometric
mean. Geometric mean digunakan untuk menyatukan pendapat
dari beberapa responden (Cahyono et al., 2020).
Tahapan selanjutnya ialah perhitungan Supermatriks Tak
Berbobot (Unweighted Supermatrix) yang dapat dilihat pada
Lampiran 13. Supermatriks tak berbobot didapat dari nilai vektor
prioritas tiap nodes. Kemudian Supermatriks tak berbobot dikali
dengan bobot prioritas tiap nodes sehingga menghasilkan
Supermatriks Berbobot (Weighted Supermatrix). Supermatriks
berbobot dapat dilihat pada Lampiran 14. Setelah itu supermatriks
berbobot dikalikan dengan supermatriks itu sendiri hingga
didapatkan nilai yang sama pada masing – masing kolom yang
disebut dengan Supermatriks Terbatas (Limit Supermatrix).
Supermatriks terbatas dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil dari
perhitungan supermatriks diatas akan menentukan urutan skala
prioritas. Skala prioritas dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4. 8 Prioritas ANP


Nama Bobot
Catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4) 0.187068
Faktor alam/cuaca (A6) 0.166932
Kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku (A9) 0.048376
Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12) 0.050020
Kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13) 0.029573
Kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15) 0.039268
Biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai (A20) 0.025622
Ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail
0.038331
pesanan (A22)
Kualitas bahan baku di bawah standar (A24) 0.039811

Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa agen risiko dengan nilai
tertinggi yang menjadi prioritas adalah (A4) yaitu 0,187068 dan nilai
terendah didapatkan oleh (A20) yaitu 0,025622. Catatan jumlah
bahan baku di gudang tidak sesuai (A4) memiliki bobot prioritas
tertinggi yang artinya memiliki keterkaitan paling kuat dengan 8
agen risiko lainnya. Catatan jumlah bahan baku di gudang yang
tidak sesuai sangat mempengaruhi risiko kesalahan perlakuan

21
penyimpanan bahan baku, ketidaktelitian karyawan dalam sortasi,
biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai. Risiko – risiko
tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas bahan
baku. Kualitas bahan baku sangat berpengaruh untuk menentukan
berhasil atau tidaknya UKM dalam memenuhi permintaan pasar.
Perusahaan perlu memiliki kebijakan yang jelas mengenai kualitas
produk perusahaan sehingga mampu unggul dalam persaingan
bisnis (Resmi, 2011).
Biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai (A20)
memiliki bobot prioritas terendah yang artinya tidak memiliki
keterkaitan yang kuat dengan agen risiko lainnya. Hal ini
dikarenakan agen risiko biji kopi terlalu lama didiamkan setelah
disangrai tidak dipengaruhi dan mempengaruhi agen risiko lainnya
secara langsung sehingga tidak menjadi prioritas untuk ditangani.
Mitigasi risiko dilakukan untuk mengurangi risiko yang dapat
mempengaruhi perusahaan (Citraresmi dan Arum, 2021). Semakin
berpengaruh suatu risiko maka akan semakin diprioritaskan
mitigasi risikonya (Octavia et al., 2019).

4.6 House of Risk (HOR) 2


4.6.1 Perancangan dan Penilaian Stategi Mitigasi serta
Korelasi dengan Agen Risiko
Perencanaan strategi mitigasi risiko dilakukan melalui
wawancara pada responden di UKM Sido Luhur. Perencanaan
strategi mitigasi ditujukan untuk mengatasi agen-agen risiko
terpilih. Tiap strategi mitigasi yang disusun memiliki derajat
kesulitan masing – masing yang diberikan oleh responden melalui
pengisian kuesioner. Penilaian responden terhadap strategi
mitigasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil
perencanaan dan penilaian strategi mitigasi dapat dilihat pada
Tabel 4.9.

Tabel 4. 9 Hasil Perencanaan dan Penilaian Strategi Mitigasi dan


Korelasi
Derajat
Agen Risiko Strategi Mitigasi Korelasi
Kesulitan
Catatan jumlah bahan Penggunaan sistem
baku di gudang tidak pencatatan berbasis
aplikasi/software
3 9
sesuai (A4)
(PA1)
Faktor alam/cuaca Penerapan SOP
perlakuan khusus 5 9
(A6)
penyimpanan (PA2)
Pemberian edukasi
terhadap pemasok
5 9
terkait proses pasca
panen (PA3)
Penambahan
armada pada divisi 5 9
pengiriman (PA4)
Kesalahan perlakuan Penerapan SOP
penyimpanan bahan perlakuan khusus 5 9
baku (A9) penyimpanan (PA2)
Ketidaktelitian Penambahan SDM
karyawan dalam quality control (PA5) 5 9
sortasi (A12)

23
Tabel 4.9 Hasil Perencanaan dan Penilaian Strategi Mitigasi dan
Korelasi (Lanjutan)
Agen Risiko Strategi Mitigasi Derajat
Korelasi
Kesulitan
Kurangnya perawatan Penerapan SOP
mesin roasting (A13) perawatan mesin 4 9
dan peralatan (PA6)
Kurangnya perawatan Penerapan SOP
mesin sealer (A15) perawatan mesin 4 9
dan peralatan (PA6)
Biji kopi terlalu lama Penerapan SOP
didiamkan setelah perlakuan khusus 5 9
disangrai (A20) penyimpanan (PA2)
Ketidaktelitian Penggunaan sistem
karyawan dalam pencatatan berbasis
aplikasi/software
3 9
mencatat detail
pesanan (A22) (PA1)
Kualitas bahan baku di Penerapan strategi
bawah standar (A24) spesialisasi produk
3 9
berdasarkan tingkat
kualitas (PA7)

Pada Tabel 4.9 disebutkan bahwa strategi mitigasi


penggunaan sistem pencatatan berbasis aplikasi atau software
(PA1) dapat mengatasi dua agen risiko yaitu catatan jumlah bahan
baku di gudang tidak sesuai (A4) dan ketidaktelitian karyawan
dalam mencatat detail pesanan (A22). Dengan menerapkan
strategi mitigasi tersebut, pencatatan baik penerimaan bahan baku
ataupun pesanan dari konsumen yang masuk ke perusahaan untuk
merekap data penjualan akan tersimpan dengan rapi (Ghozali dan
Iskendang, 2020). Strategi mitigasi penggunaan sistem pencatatan
berbasis aplikasi atau software memiliki nilai derajat kesulitan 3
atau mudah diterapkan. Hal ini dikarenakan penggunaan sistem
pencatatan berbasis aplikasi sudah banyak tersedia di berbagai
platform ponsel pintar dengan tampilan yang sederhana sehingga
dapat memudahkan UKM Sido Luhur dalam melakukan
pembukuan.
Strategi mitigasi penerapan SOP perlakuan khusus
penyimpanan (PA2) dapat mengatasi tiga agen risiko yaitu faktor
alam/cuaca (A6), kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku
(A9), dan biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai (A20).
SOP perlakuan khusus penyimpanan kopi dapat diterapkan yaitu
menentukan penanggung jawab penyimpanan kopi. Penanggung
jawab penyimpanan kopi bertugas untuk memastikan kualitas
green beans dalam keadaan baik hingga proses produksi
berlangsung (Meyliawati dan Erlian, 2020).
Kemudian membuat alur penyimpanan biji kopi secara
secara berurutan dimulai dari mengganti karung biji kopi dengan
kemasan hermetik. Kemasan hermetik bersifat kedap udara
sehingga bahan baku yang disimpan dapat terjaga kadar airnya
dari lingkungan sekitar dan terjaga dari hama. Menurut Destiana
(2017), kemasan hermetik dapat memiliki ketahanan terhadap
serangga.
Setelah itu melakukan pengaturan letak penyimpanan sesuai
dengan waktu proses produksi. Metode peletakan yang tepat untuk
digunakan pada UKM Sido Luhur ialah First In First Out (FIFO)
dimana bahan baku yang paling pertama masuk akan diletakan di
depan. Hal ini akan mempermudah karyawan dalam
25
mengklasifikasi bahan baku yang harus di proses terlebih dahulu.
Penerapan metode FIFO dapat menghindari bahan baku
menumpuk terlalu lama di gudang (Simatupang, 2017).
Kemudian meletakan tumpukan karung di atas palet kayu.
Menumpuk karung kopi maksimal 7 tumpuk. Peletakan karung
menggunakan alas palet kayu bertujuan untuk menjaga bahan
baku dari kelembaban lantai gudang. Pembatasan penumpukan
karung bertujuan menjaga bentuk fisik biji kopi agar tidak pecah.
Penggunaan palet untuk penyimpanan bertujuan untuk menjaga
bahan baku agar tidak bersentuhan langsung dengan lantai
sehingga tidak menimbulkan kontaminasi (Estiasih et al., 2018).
Setelah meletakan bahan baku, karyawan perlu
memperbaharui catatan jumlah bahan baku. Hal ini dilakukan
supaya UKM dapat mengetahui jumlah bahan baku pada gudang
tanpa perlu menghitung dari awal. Dengan begitu UKM dapat
bekerja lebih efektif. Kegiatan yang efektif dan efisien akan
membuat biaya produksi menjadi ekonomis (Mateus et al, 2018).
Gudang penyimpanan kopi harus memenuhi persyaratan
yaitu ventilasi yang cukup, suhu optimum 20o-25oC, dan jauh dari
bau asing (Christie et al., 2019). Dengan adanya SOP perlakuan
khusus penyimpanan kopi, maka UKM Sido Luhur dapat
mengantisipasi turunnya kualitas biji kopi yang disimpan akibat
faktor alam dan cuaca. Selain itu adanya SOP tertulis serta
penanggung jawab dapat mencegah terjadinya kesalahan
perlakuan penyimpanan bahan baku akibat ketidaktahuan
karyawan. SOP perlakuan khusus penyimpanan akan menjaga
kualitas bahan baku dari faktor alam ataupun cuaca ekstrem
(Choiron, 2010). Penerapan SOP perlakuan khusus penyimpanan
memiliki derajat kesulitan yang tinggi karena UKM Sido Luhur perlu
mengeluarkan biaya untuk menyesuaikan keadaan gudang
sehingga kelembaban dalam gudang dapat terjaga.
Strategi mitigasi pemberian edukasi terhadap pemasok
terkait proses pasca panen (PA3) dan penambahan armada pada
divisi pengiriman (PA4) akan mengurangi kemunculan agen risiko
faktor alam atau cuaca (A6). UKM Sido Luhur mendapatkan bahan
baku green beans dari pemasok yang merupakan petani kopi di
daerah Bangelan. Pengolahan pasca panen dilakukan dengan
proses kering (dry process). Pengolahan kering merupakan salah
satu proses pengolahan pada pasca panen kopi dimana kopi akan
dijemur selama 10-14 hari lalu akan ditumbuk untuk melepaskan
kulit arinya (Mawardi et al., 2020). Faktor alam dan cuaca yang
tidak menentu menyebabkan biji kopi belum kering walaupun telah
dijemur dengan waktu yang standar. Hal ini dikarenakan kurangnya
pemahaman petani mengenai proses pengeringan pasca panen.
Oleh karena itu perlu adanya pemberian edukasi terhadap
pemasok mengenai proses pasca panen seperti pengeringan
buatan. Pengeringan buatan atau mekanis menggunakan uap
panas untuk mengeringkan biji kopi pada ruang tertutup. Dengan
adanya pemberian edukasi kepada pemasok maka perusahaan
dapat memastikan bahwa bahan baku yang diterima adalah bahan
baku dengan kualitas yang baik. Faktor alam ataupun cuaca yang
27
ekstrem dapat diantisipasi melalui beberapa perlakuan khusus
(Mayrowani, 2013). Pemberian edukasi terhadap pemasok terkait
proses pasca panen memiliki derajat kesulitan yang tinggi. Hal ini
dikarenakan pemberian edukasi terhadap pemasok terkait proses
pasca panen dilakukan untuk mengantisipasi faktor alam yang
tidak terduga memerlukan edukator yang tepat sehingga petani
dengan berbagai latar belakang dapat menerima masukan
mengenai pasca panen.
Target pasar UKM Sido Luhur saat ini berada di pasar –
pasar Malang Raya. Saat ini UKM Sido Luhur hanya menggunakan
mobil untuk mengirimkan produknya. Faktor alam atau cuaca yang
ekstrem dapat menghambat mobilitas UKM Sido Luhur dalam
memasarkan produknya ke pasar. Dengan penambahan armada
seperti motor akan meningkatkan mobilitas UKM Sido Luhur untuk
melewati jalan yang tidak bisa dilewati oleh mobil. Menurut Windya
dan Singgih (2019), keterlambatan yang terjadi secara terus –
menerus akan membuat rasa percaya pelanggan berkurang.
Penambahan armada pada divisi pengiriman memiliki derajat
kesulitan yang tinggi. Penambahan armada pada divisi pengiriman
juga membutuhkan biaya yang besar sehingga sulit untuk
diterapkan.
Strategi mitigasi penambahan Sumber Daya Manusia (SDM)
bagian quality control (PA5) dapat mengatasi agen risiko
ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12). Penambahan SDM
bagian quality control dapat memastikan seluruh proses produksi
terinspeksi dengan baik sehingga meminimalisir ketidaktelitian
karyawan akibat terlalu banyak proses yang diamati (Setiawan dan
Ida, 2018). Penambahan SDM quality control memiliki derajat
kesulitan yang tinggi karena dibutuhkan SDM yang mengerti
proses produksi dan kualitas kopi sehingga mulai dari penerimaan
bahan baku hingga pengiriman produk jadi dapat diawasi dengan
baik.
Strategi mitigasi penerapan SOP perawatan mesin dan
peralatan (PA6) dapat mengatasi agen risiko kurangnya perawatan
mesin roasting (A13) dan kurangnya perawatan mesin sealer
(A15). Penerapan SOP perawatan mesin dan peralatan dapat
dilakukan dengan pemberian pelumas 1 bulan sekali sehingga alat
gerak motorik mesin tidak berkarat. Pengecekan heater pada
sealer juga dilakukan tiap 1 bulan untuk memastikan sealer tidak
overheat ataupun underheat. Kemudian pengecekan tuas kompor
roasting sebelum dilakukan proses produksi untuk memastikan
panas yang dihasilkan saat penyangraian merata. Penerapan SOP
perawatan mesin dan peralatan akan mengatasi kerusakan mesin
ditengah proses produksi (Kurniawati dan Muhammad, 2017).
Penerapan SOP perawatan mesin dan peralatan memiliki nilai
derajat kesulitan 4 atau agak sulit diterapkan. Hal ini dikarenakan
penerapan SOP perawatan akan menambah pengeluaran
perusahaan. Selain itu dibutuhkan konsistensi karyawan dalam
penerapan SOP perawatan mesin dan peralatan.
Stategi mitigasi penerapan strategi spesialisasi produk
berdasarkan tingkat kualitas (PA7) dapat mengatasi agen risiko
29
kualitas bahan baku di bawah standar (A24). Pengadaan beberapa
produk sejenis dengan tingkat kualitas yang beragam
menggunakan bahan baku di bawah standar sebagai bahan
utamanya akan memperluas segmentasi pasar UKM Sido Luhur.
Pengadaan spesialisasi produk berdasarkan tingkat kualitas
memiliki nilai derajat kesulitan 3 atau mudah untuk diterapkan
karena proses produksi yang dilakukan sama, hanya dibedakan
pada bahan baku.
4.6.2 Perhitungan House of Risk 2
Pada House of Risk 2 dilakukan perhitungan Total
Effectiveness (TE) dan Effective to Difficulty (ETD). Perhitungan TE
bertujuan untuk menilai keefektifan dari tiap strategi mitigasi yang
dirancang. Perhitungan ETD bertujuan untuk mengukur keefektian
derajat kesulitan tiap strategi mitigasi (Kristanto dan Ni, 2014).
Pada perhitungan ini dibutuhkan nilai adjusted ARP yang dapat
dihitung berdasarkan adjusted occurrence. Perhitungan adjusted
ARP dilakukan untuk nilai ARP baru berdasarkan keterkaitan antar
agen risiko sehingga dapat menggantikan nilai ARP biasa yang
tidak memperhatikan keterkaitan antar agen risikonya (Gutama dan
I, 2019). Rumus perhitungan adjusted ARP dapat dilihat pada
persamaan (3.6) dan (3.7). Hasil perhitungan adjusted ARP dapat
dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4. 10 Hasil Perhitungan Adjusted ARP
Risk Adjusted
Trigge Occurre Weigh Adjuste
Agen OxW Occuranc
r nce (O) t (W) d ARP
t e
A4 A9,
A12, 9 0.1870 1.6836 10 1740
A24
A6 A4,
A9,
5 0.1669 0.8346 8 936
A12,
A24
A9 A12,
7 0.0483 0.3386 8 648
A24
A12 A24 7 0.0500 0.3501 7 756
A13 A12,
5 0.0256 0.1281 6 1134
A24
A15 A12,
7 0.0295 0.2070 8 1296
A24
A20 A24 7 0.0398 0.2786 7 441
A22 A20,
5 0.0392 0.1963 6 756
A24
A24 - 7 0.0383 0.2683 7 441

TE dihitung untuk mengetahui seberapa berpengaruh


strategi mitigasi terhadap agen risiko yang diatasinya (Ulfah et al.,
2016). Perhitungan TE dilakukan dengan mengalikan nilai korelasi
terhadap adjusted ARP. Hasil perhitungan HOR 2 dapat dilihat
pada Tabel 4.11.

Tabel 4. 11 Hasil Perhitungan HOR 2


Risk Preventive Action Adj
Agent PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7 ARP

31
A4 9 1740
A6 9 9 9 936
A9 9 648
A12 9 756
A13 9 1134
A15 9 1296
A20 9 441
A22 9 756
A24 9 441
DK 3 5 5 5 5 4 3
2246 1822 2187 396
TE 4 5 8424 8424 6804 0 9
1684. 1684. 1360. 5467. 132
ETD 7488 3645 8 8 8 5 3
Priorit
y 1 3 4 4 5 2 6
Pada Tabel 4.11 dijelaskan bahwa nilai TE tertinggi terjadi
pada stategi mitigasi penggunaan sistem pencatatan berbasis
aplikasi atau software (PA1) sebesar 22.464. Strategi ini dianggap
memiliki tingkat efektivitas yang tinggi karena mampu mengatasi
dua agen risiko dengan nilai adjusted ARP yang tinggi yaitu catatan
jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4) sebesar 1740 dan
ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail pesanan (A22)
sebesar 756. Semakin tinggi nilai TE pada strategi mitigasi maka
menunjukan semakin efektif untuk mengatasi agen risiko yang
muncul.
Hasil perhitungan TE akan digunakan untuk menghitung
ETD sehingga penilaia strategi mitigasi juga mempertimbangkan
derajat kesulitannya. Pada Tabel 4.11 dijelaskan bahwa nilai ETD
tertinggi didapatkan oleh stategi mitigasi penggunaan sistem
pencatatan berbasis aplikasi atau software (PA1) sebesar 7.488.
Dengan mempertimbangkan derajat kesulitan tiap strategi mitigasi,
penggunaan sistem pencatatan berbasis aplikasi atau software
(PA1) tetap dianggap paling efektif karena mudah untuk dilakukan
dibandingkan dengan strategi mitigasi yang lain. Contoh aplikasi
yang bisa digunakan adalah “MOKA”. Aplikasi “MOKA” berfungsi
untuk mencatat stok bahan baku tiap pembelian maupun
pemakaian bahan baku. Dengan penggunaan aplikasi, maka
pemasukan dan pengeluaran bahan baku akan otomatis
terbaharui. Selain itu, akan ada pemberitahuan dari aplikasi apabila
stok bahan baku sudah menipis. Hal ini akan mempermudah UKM
Sido Luhur dalam melakukan rekap data. Nilai ETD paling rendah
didapatkan oleh strategi mitigasi pengadaan spesialisasi produk
berdasarkan tingkat kualitas (PA7). Strategi mitigasi pengadaan
spesialisasi produk berdasarkan tingkat kualitas hanya dapat
mengatasi 1 agen risiko yaitu kualitas bahan baku di bawah standar
(A24). Kualitas bahan baku di bawah standar memiliki nilai ARP
terendah yaitu 441. Oleh karena itu strategi mitigasi pengadaan
spesialisasi produk berdasarkan tingkat kualitasnya memiliki nilai
ETD yang rendah.
Berdasarkan hasil pembahasan strategi mitigasi risiko
rantai pasok kopi bubuk robusta didapatkan beberapa strategi
mitigasi. Berikut merupakan urutan prioritas strategi mitigasi yang
dapat dilakukan oleh UKM Sido Luhur:

33
a. Penggunaan sistem pencatatan berbasis aplikasi atau
software (PA1) bertujuan untuk mencegah adanya catatan
belum terbaharui. Dengan penggunaan sistem pencatatan
berbasis aplikasi atau software juga membuat pembukuan
UKM dapat tersimpan dengan baik.
b. Penerapan SOP perawatan mesin dan peralatan (PA6)
bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada
mesin dan peralatan saat proses produksi berlangsung.
Dengan menerapkan SOP perawatan mesin dan peralatan
juga akan memperpanjang masa pakai.
c. Penerapan SOP perlakuan khusus penyimpanan (PA2)
bertujuan untuk menjaga kualitas bahan baku yang
disimpan di gudang sehingga dapat digunakan pada proses
produksi.
d. Pemberian edukasi terhadap pemasok terkait proses pasca
panen (PA3) dan penambahan armada pada divisi
pengiriman (PA4) memiliki nilai prioritas yang sama.
Pemberian edukasi terhadap pemasok terkait proses pasca
panen (PA3) bertujuan untuk mencegah adanya biji kopi
yang rusak karena proses pasca panen yang tidak tepat.
Penambahan armada pada divisi pengiriman (PA4)
bertujuan untuk
e. Penambahan Sumber Daya Manusia (SDM) bagian quality
control (PA5) bertujuan untuk menjaga selama proses
produksi sehingga kualitas produk akhir dapat terhindar dari
benda asing ataupun bahan baku dengan kualitas di bawah
standar.
f. Penerapan strategi spesialisasi produk berdasarkan tingkat
kualitas (PA7) bertujuan untuk memanfaatkan bahan baku
dengan kualitas di bawah standar sehingga tidak terbuang
begitu saja. Dengan penerapan strategi spesialisasi produk
berdasarkan tingkat kualitas maka akan memperluas
segmentasi pasar.
Dengan melakukan strategi mitigasi yang telah
direkomendasikan, maka UKM Sido Luhur dapat meminimalisir
agen risiko penyebab terjadinya berbagai kejadian risiko di rantai
pasok kopi bubuk robusta sehingga dapat meningkatkan
keuntungan serta menjaga nama baik UKM.

BAB V
PENUTUP

35
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan pada rantai
pasok kopi bubuk robusta UKM Sido Luhur didapatkan beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut:
a. Berdasarkan HOR 1 didapatkan 23 kejadian risiko
terindentifikasi yang disebabkan oleh 25 agen risiko.
Terdapat 11 agen risiko prioritas berdasarkan diagram
pareto dan diambil 9 agen risiko prioritas berdasarkan nilai
ARP tertinggi yaitu catatan jumlah bahan baku di gudang
tidak sesuai (A4) sebesar 1566, kurangnya perawatan pada
mesin sealer (A15) sebesar 1134, kurangnya perawatan
pada mesin roasting (A13) sebesar 945, ketidaktelitian
karyawan dalam sortasi (A12) sebesar 756, ketidaktelitian
karyawan dalam mencatat detail pesanan (A22) sebesar
630, faktor alam/cuaca (A6) sebesar 585, kesalahan
perlakuan penyimpanan bahan baku (A9) sebesar 567, biji
kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai (A20) sebesar
441, dan kualitas bahan baku di bawah standar (A24)
sebesar 441.
b. Keterkaitan antar agen risiko didapatkan menggunakan
metode ISM. Didapatkan keterkaitan bahwa elemen faktor
alam atau cuaca (A6) merupakan elemen kunci yang
menempati level 5 (bottom level). Elemen tersebut
mempengaruhi elemen pada level 4 yaitu elemen catatan
jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai (A4). Elemen
pada level 4 mempengaruhi elemen pada level 3 yaitu
elemen kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku
(A9), elemen kurangnya perawatan pada mesin roasting
(A13), elemen kurangnya perawatan pada mesin sealer
(A15), dan elemen ketidaktelitian karyawan dalam mencatat
detail pesanan (A22). Elemen pada level 3 mempengaruhi
elemen pada level 2 yaitu elemen ketidaktelitian karyawan
dalam sortasi (A12) dan elemen biji kopi terlalu lama
didiamkan setelah disangrai (A20). Elemen pada level 2
mempengaruhi elemen pada level 1 atau (top level) yaitu
elemen kualitas bahan baku di bawah standar (A24).
c. Keluaran metode ISM diolah untuk mendapatkan bobot
prioritas tiap agen risiko menggunakan metode ANP.
Didapatkan hasil bobot prioritas catatan jumlah bahan baku
di gudang tidak sesuai (A4) sebesar 0.187068, faktor
alam/cuaca (A6) sebesar 0.166932, ketidaktelitian
karyawan dalam sortasi (A12) sebesar 0.05002, kesalahan
perlakuan penyimpanan bahan baku (A9) sebesar
0.048376, kualitas bahan baku di bawah standar (A24)
sebesar 0.039811, kurangnya perawatan pada mesin
sealer (A15) sebesar 0.039268, ketidaktelitian karyawan
dalam mencatat detail pesanan (A22) sebesar 0.038331,
kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13) sebesar
0.029573, dan biji kopi terlalu lama didiamkan setelah
disangrai (A20) sebesar 0.025622.

37
d. Strategi mitigasi pada UKM Sido Luhur ditetapkan
berdasarkan agen risiko yang telah dihitung bobot
keterkaitannya. Urutan strategi mitigasi yang diusulkan
untuk UKM Sido Luhur dihitung menggunakan HOR 2
dengan adjusted ARP. Hasil perhitungan prioritas strategi
mitigasi tersebut ialah penggunaan sistem pencatatan
berbasis aplikasi atau software (PA1) dengan nilai ETD
sebesar 8532, penerapan SOP perawatan mesin dan
peralatan (PA6) dengan nilai ETD sebesar 6257.25,
penerapan SOP perlakuan khusus penyimpanan (PA2)
dengan nilai ETD sebesar 3531.6, pemberian edukasi
terhadap pemasok terkait proses pasca panen (PA3)
dengan nilai ETD sebesar 1684.8, penambahan armada
pada divisi pengiriman (PA4) dengan nilai ETD sebesar
1684.8, penambahan Sumber Daya Manusia (SDM) bagian
quality control (PA5) dengan nilai ETD sebesar 1555.2, dan
penerapan strategi spesialisasi produk berdasarkan tingkat
kualitas (PA7) dengan nilai ETD sebesar 1323.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat
beberapa saran sebagai berikut:
a. UKM Sido Luhur sebaiknya menerapkan usulan strategi
mitigasi risiko pada rantai pasoknya seperti penggunaan
sistem pencatatan berbasis aplikasi/software, penerapan
SOP perlakuan khusus penyimpanan, pemberian edukasi
pada pemasok terkait proses pasca panen, penambahan
armada pada divisi pengiriman, penambahan SDM bagian
quality control, penerapan SOP perawatan mesin dan
peralatan, dan penerapan strategi spesialisasi produk
berdasarkan tingkat kualitas.
b. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan
metode Forum Group Disscucion (FGD) sehingga
pengambilan data dapat lebih objektif.
c. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat
menambahkan variabel keuangan sehingga kerugian UKM
akibat suatu risiko dapat diketahui.
d. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneruskan
penelitian analisis strategi mitigasi risiko rantai pasok ini
dengan mengevaluasi implementasi mitigasi risiko pada
rantai pasok UKM Sido Luhur.

DAFTAR PUSTAKA

Adwiyah R. 2017. Aplikasi manajemen rantai pasokan (MRP) pada


produk hortikultura (brokoli organik) ke ritel modern. Jurnal
Manajemen Bisnis 14(2): 127-137
Afifah HN dan Muchamad S. 2021. Pengaruh corporate social
responsibility terhadap kinerja keuangan perusahaan dengan
39
risiko sebagai variabel mediasi. Diponegoro Journal of
Accounting 10(2): 1-14
Afriliana A. 2018. Teknologi Pengolahan Kopi Terkini. Deepublish.
Yogyakarta
Agriculture and Rural Development World Bank. 2011. Supply
Chain Risk Assessment Cocoa in Ghana. The World Bank.
Washington DC
Agromedia R. 2012. 19 Peluang Investasi Kayu, Tanaman
Perkebunan, dan Tanaman Buah. Agromedia Pustaka.
Jakarta
Aini H, Muhammad S, Alim S. 2014. Risiko rantai pasok kakao di
Indonesia dengan metode Analytic Nerwork Process dan
Failure Mode Effect Analysis terintegrasi. Jurnal Manajemen
dan Agribisnis 11(3): 209-2019
Aldiansyah GA. 2015. Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan
Telepon Seluler mengunakan Metode Analytic Network
Process (ANP). Skripsi Jurusan Teknik Informatika, Fakultas
Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro
Anugrahandy A, Bambang DA, Bambang S. 2013. Perancangan
alat sortasi otomatis buah apel Manalagi (Malus sylvestris
Mill) menggunakan mikrokontroler AVR ATMega 16. Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 1(1): 1-9
Astuti ES, Putra PA, Pipik L. 2017. Pengembangan sistem
informasi peramalan penjualan guna menentukan kebutuhan
bahan baku pupuk menggunakan metode Triple Exponential
Smoothing. Jurnal Informatika Polinema 4(1): 35-42
Attri R, Nikhil D, Vivek S. 2013. Interpretive Structural Modelling
(ISM) approach: an overview. Research Journal OF
Management Science 2(2): 3-8
Budiyanto, Toto I, Damres U. 2021. Karakteristik fisik kualitas biji
kopi dan kualitas Kopi Bubuk Sintaro 2 dan Sintaro 3 dengan
berbagai tingkat sangrai. Jurnal Agroindustri 11(1): 54-71
Cahyono DW, Rubiyantoro M, Udisubakti C. 2020. Implementasi
metode ANP dan BCA dalam pemilihan kapal Satrol
Lantamal I guna mendukung tugas F1QR di Selat Malaka.
Jurnal Ilmiah NERO 5(2): 109-117
Cecchini A, Grazia MPM, Sergio S. 2021. Evaluation and
optimization of CES Performances: application of the pareto
principle to KPIs. Journal Global Clinical Engineering 4(1):
14-21
Chandra D. 2016. Model bisnis pada perusahaan X menggunakan
business model canva. Jurnal Agora 4(1): 18-25
Chauhan A, Amol S, Sanjay J. 2018. An interpretive structural
modeling (ISM) and decision-making trail and evaluation
laboratory (DEMATEL) method approach for the analysis of
barriers of waste recycling in India. Journal of the Air & Waste
Management Association 68(2): 100-110
ChePa N, Bokolo AJ, Rozi NH, Masrah AAM. 2015. A review on
risk mitigation of IT governance. Information Technology
Journal 14(1): 1-9

41
Choiron M. 2010. Penerapan GMP pada penanganan pasca panen
kopi rakyat untuk menurunkan okratoksin produk kopi (studi
kasus di Sidomulyo, Jember). Jurnal Agrointek 4(2): 114-120
Christia dan Dadang S. 2017. Sistem informasi perencanaan dan
pengendalian persediaan bahan baku di PT X. Jurnal Teknik
Industri 7(3): 136-150
Chusminah SM, R Ati H, Fera N. 2019. Efektifitas pengelolaan
persediaan barang dengan sistem safety stock pada PT X di
Jakarta. Jurnal Economic Resources 2(1): 1-13
Citraresmi ADP dan F Azizah. 2019. Inventory control of raw
material on sweet bread production. IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science 230(1): 1-8
Citraresmi ADP dan F Rahmawati. 2020. Risk measurement of
supply chain for soy sauce product. IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science 475(1): 1-7
Citraresmi ADP dan VS Arum. Managing quality risk in a frozen
shrimp distribution process. IOP Conference Series: Earth
and Environmental Science 733(1): 1-7
Darmadi, Sunardi, Didi S. 2016. Pengukuran tingkat kinerja
supplier bahan baku pupuk organik dengan metode
Analitycal Hierarchi Process (AHP) di CV. ABC. Journal of
Industrial Engineering and Management 11(1): 94-104
Darmawan GA, Wayan C, Ni NY. 2015. Penerapan Economic
Order Quantity (EOQ) dalam pengelolaan persediaan bahan
baku tepung pada usaha Pia Ariawan di Desa Banyuning
tahun 2013. Journal Manajemen Indonesia 3(1): 1-10
Desianti NGN. 2018. Analisis pengendalian kualitas produk dengan
menggunakan Statistic Processing Control pada CV. Pusaka
Bali Persada. Jurnal Pendidikan Ekonomi 10(2): 636-645
Destiana ID. 2017. Ketahanan jenis kemasan benih kedelai
terhadap serangan hama Callosobruchus maculatus.
Edufortech 2(2): 68-76
Devani V dan Fitri W. 2016. Pengendalian kualitas kertas dengan
menggunakan Statistical Process Control di Paper Machine
3. Jurnal Ilmiah Teknik Industri 15(2): 87-93
Ekawati R, Dyah LT, Viki DA. 2018. Penilaian performa supplier
menggunakan pendekatan Analytic Network Process (ANP).
Journal industrial servicess 3(2): 151-158
Estiasih T, Kiagus A, Harijono. 2018. Implementasi penjamin mutu
pada proses produksi minuman jahe instan skala industri
kecil menengah. Jurnal Teknologi Pangan 9(2): 140-149
Farah A. 2012. Coffee : Emerging Health Effects and Disease
Prevention, First Edition. Wiley-Blackwell. USA
Farida N. 2016. Pengaruh kualitas bahan baku terhadap kualitas
hasil produksi (Studi pada CV.Mebem Bima Karya
Kabupaten Blitar). Jurnal Ilmiah Ilmu–Ilmu Ekonomi 9(2): 19-
26
Firdausa R, Nasir WS, Rahmi Y. 2015. Analisis risiko project alat
antrian C2000 menggunakan House of Risk (studi kasus di
PT. Cendana Teknika Utama). Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Sistem Industri 3(2): 431-442
43
Gani IM dan Marheni ES. 2015. Analisis peramalan dan
pengendalian persediaan bahan baku dengan metode EOQ
pada optimaliasai kayu di Perusahaan Purezentp. E-
Proceeding of Management 2(2): 2029-2041
George JP dan VR Pramod.2014. An interpretive Structural Model
(ISM) analysis approcach in Steel Re-Rolling Mills (SRRMs).
International Journal of Research in Engineering &
Technology 2(4): 161-174
Ghozali AL dan Iskendang. 2020. Penerapan aplikasi point of sales
(POS) untuk menentukan jasa anggota dalam transaksi
penjualan pada koperasi berbasis web. Jurnal Ilmiah Ilmu
Komputer 6(1): 27-30
Gustriansyah R. 2016. Sistem pendukung keputusan pemilihan
dosen berprestasi dengan metode ANP dan TOPSIS.
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi
Gutama LB dan I NP. 2019. Analysis and mitigation of strategic risk
business process by considering relationship between risks:
case study in Electricity Generation Companies. Jurnal Sosial
Humaniora 1: 94-107
Hallikas J, Iris K, Urho P, Veli MV, Markku T. 2004. Risk
management processes in supplier network. International
Journal of Production Economics 90(1): 47-58
Harsono AR. Sugih A, Fuady A. 2010. Usulan perbaikan untuk
pengurangan waste pada proses produksi dengan
menggunakan lean manufacturing (studi kasus di PT PLN
(Persero) Jasa dan Produksi, Unit Produksi Bandung).
Prosiding Seminar Nasional IV Manajemen dan Rekayasa
Kualitas
Haslindah, A Sri I, Muhammad A, Zulkifli. 2016. Penerapan
manajemen persediaan dalam mengantisipasi kerugian
barang dagangan di Toko Mega Jilbab. BANCO: Jurnal
Manajemen dan Perbankan Syariah 2(2): 57-68
Heizer JH dan Barry R. 2014. Operation Management:
Sustainability and Supply Chain Management. Pearson.
London
Heriansyah E dan Sawarni H. 2017. Implementasi metode
peramalan pada permintaan Bracket Side Stand K59A.
Jurnal PASTI 12(2): 209-223
Hulupi R dan Martini E. 2013. Pedoman Budi Daya dan
Pemeliharaan Tanaman Kopi di Kebun Campur. World
Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional
Program. Indonesia
Ihsanuddin M. 2015. Simulasi Metode Pengendalian Persediaan
Bahan Baku Biji Kopi. Skripsi Program Studi Agribisnis,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah.
Irawan JP, Imam S, Siti AM. 2017. Model analisis dan strategi
mitigasi risiko produksi keripik tempe. Jurnal Teknologi dan
Manajemen Agroindustri 6(2): 88-96
Iskandar S, Sisvaberti A, Evin H. 2018. Analisis tingkat keuntungan
dan kendala usaha industri rumah tangga (home industry)
45
kopi bubuk di Kelurahan Kelumpang Jaya Kecamatan Tebing
Tinggi Kabupaten Empat Lawang. Societa 7(2): 142-157
Jaya R, Machfud, Sapta R, Marimin. 2014. Analisis dan mitigasi
risiko rantai pasok kopi gayo berkelanjutan dengan
pendekatan fuzzy. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 24(1):
61-71
Kartikasari ED, Wike APD, Rizky LRS. 2015. Analisis elemen kunci
untuk pengembangan usaha dengan metode Interpretative
Structural Modelling (ISM) (studi kasus di KUD Dau, Malang).
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional
FKPT-TPI. ISBN: 978-602-7998-92-6
Karyani T, Endah D, Agriani H, Nurul RM, Erna H. 2017.
Peningkatan kemampuan kapasitas manajemen keuangan
Koperasi Produsen Kopi Margamulya (KPKM) berbasis
aplikasi. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 1(3): 154-
163
Kokangul A, Ulviye P, Cansu D. 2017. A New Approximation for
Risk Assessment Using The AHP and Fine Kinney
Methodologies. Safety science 91: 24-32.
Kristiana SPD, CW Oktavia, R Magdalena, MA Lilajati. 2020. Risk
Mitigation Strategies on Supply Chain PT. X. IOP Conference
Series: Materials Science and Engineering
DOI:10.1088/1757-899X/847/1/012052
Kumar N, Sanjay K, Abid H, Pardeep G. 2013. Implementing lean
manufacturing system: ISM approach. Journal of Industrial
Engineering and Management 6(4): 996-1012
Kurniawati D, Henry Y, Kuncoro HW. 2013. Kriteria pemilihan
pemasok menggunakan Analytical Network Process. Jurnal
Teknik Industri 15(1): 25-32
Kusdinah C, Yeni S, Rahmi Y. 2014. Pengelolaan risiko pada
supply chain dengan menggunakan metode House of Risk
(HOR) (Studi Kasus di PT. XYZ). Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Sistem Industri 2(3): 661-671
Labombang M. 2011. Manajemen risiko dalam proyek konstruksi.
Jurnal Sipil Mesin Arsitektur Elektro 9(1): 39-46
Lestari, I. 2017. Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Kadar
Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Kopi Like. Skripsi Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Li M dan Jay Y. 2014. Analysis of interrelationships between critical
waste factors in offive building retrofit projects using
Interpretive Structural Modelling. International Journal of
Construction Management 14(1): 20-36
Ling A. 2013. Pengelolaan dan pengembangan usaha pada usaha
mikro kecil menengah (studi deskriptif pada rumah makan
palem asri surabaya. Jurnal AGORA 1(1): 1-8
Lokobal A, Marthin DJS, Bonny FS. 2014. Manajamen risiko pada
perusahaan jasa pelaksana kontruksi di propinsi papua
(Study Kasus di Kabupaten Sarmi). Jurnal Ilmiah Media
Engineering 4(2): 109-118

47
Magdalena R dan Vannie. 2019. Analisis risiko supply chain
dengan model House of Risk (HOR) pada PT Tatalogam
Lestari. Jurnal Teknik Industri 14(2): 53-62
Manurung ET, Paulina P, Arthur P, Levithia R. 2020. Evaluasi
pengendalian penjualan produk plastik untuk mengurangi
kerugian. Jurnal Riset Akuntansi Kontemporer 12(2): 72-80
Marimin M, Yandra A, Faqih U. 2011. Studi peningkatan kinerja
manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi di Jawa
Barat. Jurnal Agritech 31(1): 60-70
Martono RV. 2019. Dasar – Dasar Manajemen Rantai Pasok. Bumi
Aksara. Jakarta
Mateus E, Indrie DP, Jessy JP. 2018. Implementasi sistem
produksi pengolahan tepung kelapa (Studi Kasus Pada: PT.
Geilolo Coco Industry di Halmahera Utara). Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi 6(4): 1928-1937
Mawardi I, Hanif, Jannifar, Safaruddin. 2020. Penerapan mesin
sortasi dalam upaya efesiensi proses produksi kopi gayo
sebagai produk unggulan daerah Aceh Tengah. Jurnal Bakti
Masyarakat Indonesia 3(2): 476-485
Mayrowani H. 2013. Kebijakan penyediaan teknologi pascapanen
kopi dan masalah pengembangannya. Forum Penelitian Agro
Ekonomi 31(1): 31-49
Meliala PR, Arbian A, Asri N. 2020. Analisis penentuan strategi
pemasaran produk menggunakan metode analytical network
process (ANP) pada sentra kerajinan gerabah umkm satria
multi flora. Prosiding IENACO. ISSN : 2337 – 4349
Meyliawati M dan Erlian S. 2020. Tinjauan sistem prosedur
pengeluaran material C212 di gudang manajemen
persediaan PT. X. Jurnal Industri Elektro dan Penerbangan
6(1):
Mutakin A dan Musa H. 2011. Pengukuran kinerja manajemen
rantai pasokan dengan SCOR Model 9.0 (Studi kasus di PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk). Jurnal Manajemen dan
Organisasi 2(3): 89-103
Natalia C, Yulitari FTBH, Chendrasari O, Trifenaus PH. 2020.
Interpretive Structural Modeling and House of Risk
implementation for risk association analysis and
determination of risk mitigation strategy. Jurnal Ilmiah Teknik
Industri 19(1): 10-21.
Nedi S. 2012. Stakeholder yang berperan dalam pengendalian
pencemaran minyak di Selat Rupat. Jurnal Perikanan dan
Kelautan 17(1): 26-37
Noerfajr L dan Hery SI. 2016. Usulan perancang tata letak gudang
dengan menerapkan sistem management warehouse di PT.
Sandang Asia Maju Abadi. Industrial Engineering Online
Journal 5(4): 1-7
Noviantari K, Ali IH, Novi R. 2015. Analisis rantai pasok dan nilai
tambah agroindustri kopi luwak di provinsi Lampung. Jurnal
Ilmu – Ilmu Agribisnis 3(1): 10-17
Nugroho E. 2018. Prinsip – Prinsip Menyusun Kuesioner. UB
Press. Malang
49
Nursanti I dan Febriana M. 2017. Penerapan Lean Warehouse
pada gudang produk jadi CV. Bumi Makmur, Karang Tengah,
Wonogiri untuk meminimasi pemborosan. Jurnal Ilmiah
Teknik Industri 5(2): 129-138
Octavia CW, I NP, Imam B. 2013. Analisis dan Mitigasi Risiko pada
Proses Pengadaan Barang dan Jasa dengan Pendekatan
Metode Interpretive Structural Modelling (ISM), Analytic
Network Process (ANP), dan House of Risk (HOR). Prosiding
Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX
Octavia CW, Riana M, Wibawa P. 2019. Implementasi House of
Risk dalam strategi mitigasi penyebab risiko pada aktivitas di
bagian produksi PT. XYZ. Jurnal Metris 20(1): 58-70
Oktaviani A, Dahlia S, Agus P. 2018. Perancangan aplikasi
penjualan dengan metode waterfall pada koperasi karyawan
RSUD Pasar Rebo. Jurnal PETIR 11(1): 9-24
Pangestu DA, Dhaniel S, Tri WO. 2017. Analisis penentuan harga
pokok produksi dalam menentukan harga jual bubuk kopi
pada UMKM Ndatuk Kopi-Ogan Komering Ulu Selatan.
Jurnal Akuntasi Indonesia 13(2): 117-128
Panggabean E. 2011. Buku Pintar Kopi. Agromedia Pustaka.
Jakarta
Pongoh, MA. 2016. Analisis Penerapan Manajemen Rantai
Pasokan Pabrik Gula Aren Masarang. Jurnal EMBA 4(3):
695-704
Prabowo W. 2020. Desain dan Pembuatan Sistem Penyimpan Biji
Kopi Sangrai. Skripsi Program Studi Teknik Fisika, Teknologi
Teknik dan Sains, Universitas Nasional.
Pramana T. 2011. Manajemen Risiko Bisnis. Sinar Ilmu. Jakarta
Promentilla MAB, Lindley RB, Michael FDB, Anthony SFC, Krista
DSY, Raymond RT and Kathleen BA. 2016. Problematique
Approach to Analyse Barriers in Implementing Industrial
Ecology in Philippine Industrial Parks. Chemical Engineering
Transaction 52: 811-816
Pujadi T. 2014. Model pemesanan bahan baku menggunakan
peramalan Time Series dengan CB Predictor. Comtech 5(2):
954-962
Pujawan IN dan Laudine HG. 2009. House of risk: a model for
procative supply chain risk management. Business Process
Management Journal 15(6): 953-967
Pusat SBLI dan Gagas U. 2014. Sehat Alami dengan Herbal 250
Tanaman Herbal Berkasiat Obat + 60 Resep Menu
Kesehatan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Putra YADW. 2021. Identifikasi bahaya terhadap aktivitas forklift
menggunakan metode hirarc. Journal of Industrial and
System Optimization 4(1): 38-42
Rachman R. 2018. Penerapan metode moving average dan
exponential smoothing pada peramalan produksi industri
garment. Jurnal Informatika 5(1): 221-220
Rahardjo P. 2013. Kopi. Penebar Swadaya. Jakarta
51
Ramadhani GS, Yuciana, Suparti. 2014. Analisis pengendalian
kualitas menggunakan diagram kendali demerit (Studi Kasus
Produksi Air Minum Dalam Kemasan 240 ml di PT TIW).
Jurnal Gaussian 3(3): 401-410
Ramanda E, Ali IH, Dyah AHL. 2016. Analisis daya saing dan mutu
kopi di kecamatan Sumberjaya Kabuputen Lampung Barat.
Jurnal Ilmu Ilmu Agribisnis 4(3): 253-261
Resmi, NN. 2011. Strategi Meningkatkan Kualitas Produk Untuk
Menang dalam Kompetisi. Jurnal Sains dan Teknologi 10(3):
132-144
Rimantho D dan Hera R. 2017. Penentuan faktor kunci peningkatan
kualitas air limbah industri makanan menggunakan
Interpretative Structural Modelling. Jurnal Ilmu Lingkungan
15(2): 90-95
Ruslim FA dan Ratih I. 2013. Strategi Pengembangan Bisnis PT.
ABC. Jurnal AGORA 3(2): 439-446
Saptaria L. 2016. Peramalan permintaan produk cincau hitam
dalam memaksimalkan SCM (Supply Chain Management).
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 1(3): 247-256
Saputri ZR, Anzani NO, Lis SR, Acep S. 2019. Rancang bangun
sistem informasi pemesanan makanan berbasis web pada
café surabiku. Jurnal Teknologi dan Informasi 9(1): 66-77
Sembiring EA. 2019. Pengaruh metode pencatatan persediaan
dengan sistem periodik dan perpetual berbasis SIA terhadap
stock opname pada perusahaan dagang di PT. Jasum Jaya.
Accumulated Journal 1(1): 69-77
Sholeh MN. 2020. Manajemen Rantai Pasok Konstruksi. Pustaka
Pranala. Yogyakarta
Sianipar M. 2012. Penerapan Interpretative Structural Modelling
(ISM) dalam penentuan elemen pelaku dalam
pengembangan kelembagaan sistem bagi hasil petani kopi
dan agroindustri kopi. Jurnal Agrointek 6(1): 8-15
Silmiati, Yudiantri A, Maiyastri. 2018. Penerapan metode six sigma
pada PT. Amanah Insanillahia untuk mengurangi jumlah
produk cacat air mineral dalam kemasan. Jurnal Matematika
UNAND 7(4): 50-60
Simatupang J. 2017. Perancangan sistem inventori barang pada
Toko Nichos Jaya menggunakan metode FIFO. Jurnal Intra
Tech 1(1): 31-42
Sinaga R, Prastowo, Bintang CHS, Ariel L, Armansyah HT. 2019.
Analysis of Barriers in supplying electricity using
interpretative structural modelling. Energy Strategy Reviews
25: 11-17
Siswanti I, Conie NBS, Novita B, Edwin B, Rahmita S, Sudirman,
Mahyuddin, Luthfi P, Laura P. 2020. Manajemen Risiko
Perusahaan. Yayasan Kita Menulis. Medan
Siswoyo SD dan Meutia S. 2020. Manajemen Teknik. Deepublish.
Yogyakarta
Sitanggang JTN dan Syaad AS. 2013. Pengembangan potensi kopi
sebagai komoditas unggulan kawasan agropolitan
Kabupaten Dairi. Jurnal Ekonomi dan Keuangan 1(6): 33-48
53
Sloot RNF, Andreas H, JT Voordijk. 2019. Assessing usefulness of
4D BIM tools on risk mitigation strategies. Automation in
Construction 106
Somadi, Benowo SP, Putu RO. 2020. Evaluasi kerusakan barang
dalam proses pengiriman dengan menggunakan metode
seven tools. Jurnal INTECH Teknik Industri Universitas
Serang Raya 6(1): 1-11
Soputan GEM, Bonny FS, Robert JMM. 2014. Manajemen risiko
kesehatan dan kesellamatan kerja (K3) (Studi kasus pada
pembangunan gedung SMA Eben Haezar). Jurnal Ilmiah
Media Engineering 4(4): 229-238
Stiawan AD. 2017. Pengaruh Klon Terhadap Pertumbuhan dan
Keberhasilan Penyambungan Kopi Robusta (Coffea
canephora) sebagai Batang Atas dengan Kopi Robusta dan
Kopi Liberika (Coffea liberica) sebagai Batang Bawah di
Lampung Barat. Skripsi. Jurusan Agroteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
Sugiantoro B, YB Praharto, Sutarno, Nana S. 2020. Penerapan
teknologi Dry House dan Roasting berbasis ARDUINO kopi
arabika pada UKM di Desa Gondang, Karangreja,
Purbalingga. Iteks 12(2): 1-11
Suharjito. 2010. Identifikasi dan evaluasi risiko manajemen rantai
pasok komoditas jagung dengan pendekatan logika fuzzy.
Jurnal manajemen dan organisasi 1(2): 118-134
Suharto, Supriyono, Ampala K. 2014. Penerapan teknologi tepat
guna untuk usaha makanan tradisional di Dukuh Gedong Lor,
Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Jurnal Dianmas 3(1): 27-32
Suherman A dan Babay JC. 2019. Pengendalian Kualitas dengan
Metode Failure Mode Effect and Analysis dan Pendekatan
Kaizen untuk Mengurangi Jumlah Kecatatan dan
Penyebabnya. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Suprihatin NE. 2019. Analisis Efektivitas Mesin Produksi Beras
Jagung dengan Penerapan Total Productive Maintenance
(TPM) pada CV. Obor Inti Boga Jember. Skripsi Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Jember.
Supriyadi S dan Riskiyadi. 2016. Penjadwalan produksi IKS-Filler
pada proses Ground Calcium Carbonate menggunakan
metode MPS di perusahaan kertas. Sinergi 20(2): 157-164
Tejasari, Sulistyi\owati, Djumarti, Roro AAS. 2010. Mutu gizi dan
tingkat kesukaan minuman kopi dekafosin instan. Jurnal
Agrotek 4(1): 91-106
Tobing FAT, Muhammad ID, Ramzi FS. 2019. Penerapan metode
Fuzzy AHP untuk sistem pendukung keputusan pemilihan
pemasok terbaik. ULTIMA Computing 11(2): 90-94
Trenggonowati DL dan Nur AP. Analisis penyebab risiko dan
mitigasi risiko dengan menggunakan metode House of Risk
pada divisi pengadaan PT. XYZ. Journal Industrial Servicess
3(1): 1-7

55
Tumembow WY, Jermias T, Tisano TA. 2016. Analisis kontrak kerja
owner terhadap kontraktor (studi kasus: Perumahan Taman
Mapanget Raya). Jurnal Sipil Statik 4(5): 341-348
Ulfah M, Mohamad SM, Sukardi, Sapta R. 2016. Analisis dan
perbaikan manajemen risiko rantai pasok gula rafinasi
dengan pendekatan House of Risk. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian 26(1): 87-103
Ulfah M, Situ M, Nindy CS, Muhammad GMS, Fitri A. 2017. Analisis
dan perbaikan manajemen risiko rantai pasok batik krakatoa
dengan pendekatan House of Risk. Journal Industrial
Services 3(1): 156-161
Ummi N, Akbar G, Muhamad R. 2017. Identifikasi risiko pembuatan
kue gipang sebagai makanan tradisional khas banten dengan
metode House of Risk. Journal Industrial Services 3(1): 342-
350
Widiasih W, Putu DK, Udisubakti C. 2015. Development of
integrated model for managing risk in lean manufacturing
implementation: a case study in an Indonesian manufacturing
company. Industrial Engineering and Service Science 282-
290
Wijayanti F dan Silvi H. 2019. Pengaruh pengeringan biji kopi
dengan metode rumah kaca dan penyinaran sinar matahari
terhadap kadar air biji kopi robusta. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Terapan 2(1): 1-6
Windya V dan Singgih S. 2019. Pemilihan rute terpendek dalam
proses distribusi menggunakan metode Vrp dengan
algoritma genetika di PT. Tirta Investama Danone Aqua.
Industrial Engineering Online Journal 8(3): 1-7
Yuwono SS dan Elok W. 2017. Teknologi Pangan Hasil
Perkebunan. UB Press. Malang
Zuniyanto R. 2019. Analisis proses pasca panen kopi di
Kabupaten Batang terhadap uji cita rasa dan kwalitas kopi
standar Speciality Coffee Association America (SCAA).
Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Kabupaten Batang 3(2):
27-41

Lampiran 1. Kuesioner HOR 1

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI


PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
57
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Jl. Veteran, Malang 65145 Telp (0341) 551611

Kepada Responden Yth,

Saya Elsharah Fillioni Talentania, mahasiswa jurusan


Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya memohon
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner berikut.
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penelitian saya yang
berjudul “Analisis Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Kopi
Robusta menggunakan Integrasi House of Risk (HOR), Interpretive
Structural Modelling (ISM), dan Analytic Network Process (ANP) di
UKM Sido Luhur, Malang”. Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik strata satu (S1). Atas
kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/saudara/I saya ucapkan
terimakasih.

Hormat saya,

Elsharah Fillioni T
NIM. 175100307111044
Identitas Responden
Nama :
Jabatan :

Petunjuk Pengisian
1. Melihat kejadian risiko pada kolom risk event (Ei), kemudian
menilai tingkat keparahan risiko pada kolom severity of risk
event (Si) berdasarkan Tabel Nilai severity.
2. Melihat agen risiko pada kolom Risk Agent (Aj), kemudian
menilai tingkat kemunculan agen risiko pada kolom
Occurrence of Agent j berdasarkan Tabel Nilai Occurrence
3. Melihat kejadian risiko pada kolom risk event (Ei) dan agen
risiko pada kolom Risk Agent (Aj), kemudian menilai korelasi
atau besarnya hubungan antara risiko (risk events) dengan
agen risiko (Risk Agents) pada kolom tengah berdasarkan
Tabel Nilai Korelasi

Tabel Nilai Severity


Nilai Dampak
1 Tidak ada
3 Rendah
5 Sedang
7 Tinggi
9 Serius

Contoh Penilaian Tingkat Keparahan pada Kejadian Risiko


(Severity):
1. Apabila anda menganggap kejadian risiko E1 memiliki
tingkat keparahan yang tinggi, maka dapat memberikan nilai 7
pada kolom Severity.
Aktivitas Kode Kejadian Risiko (Risk Events) Severity
Plan E1 … 7

59
Tabel Penilaian Tingkat Keparahan pada Kejadian Risiko
(Severity)
No Faktor Kode Kejadian Risiko (Risk Severity
Events)
1 Perencanaan E1 Perubahan dalam
(Plan) penjadwalan produksi
E2 Kesalahan peramalan
kebutuhan bahan baku
E3 Kesalahan
penjadwalan
pemesanan bahan
baku
E5 Keterlambatan bahan
baku dari pemasok
2 Pengadaan E6 Kualitas bahan baku
(Source) tidak sesuai dengan
spesifikasi
E7 Kerusakan bahan
baku pada
penyimpanan di
gudang
E8 Bahan baku di gudang
melebihi kapasitas
3 Produksi E9 Kesalahan jumlah
(Make) bahan baku yang
diambil

Tabel Penilaian Tingkat Keparahan pada Kejadian Risiko


(Severity) (Lanjutan)
No Faktor Kode Kejadian Risiko Severity
(Risk Events)
3 Produksi E10 Bahan baku tidak
(Make) sesuai dengan
spesifikasi dan benda
asing ikut tercampur
saat penyangraian
E11 Peralatan dan mesin
yang digunakan tidak
bersih
E12 Terdapat kerusakan
pada peralatan dan
mesin
E13 Mesin roasting
kehabisan gas

E14 Biji kopi belum


tersangrai sempurna

E15 Biji kopi terlalu gosong


saat disangrai

E16 Terdapat kerikil pada


biji kopi yang telah
disangrai
E17 Biji kopi belum
sepenuhnya menjadi
bubuk
E18 Seal kemasan tidak
rapat

4 Pengiriman E19 Keterlambatan


(Deliver) pengiriman produk

Tabel Penilaian Tingkat Keparahan pada Kejadian Risiko


(Severity) (Lanjutan)
No Faktor Kode Kejadian Risiko Severity
(Risk Events)
4 Pengiriman E20 Kesalahan produk
(Deliver) yang dikirim

61
E21 Kerusakan produk
saat pengiriman

5 Pengembalian E22 Pasokan bahan baku


(Return) tidak memenuhi
proses produksi
E23 Kelebihan produk jadi
pada gudang
penyimpanan

Tabel Nilai Occurrence


Nilai Probabilitas
1 Sangat jarang
3 Jarang
5 Kadang-kadang
7 Cukup sering
9 Sangat sering

Contoh Penilaian Tingkat Kemunculan pada Agen Risiko


(Occurance):
1. Apabila anda menganggap agen risiko A1 memiliki tingkat
kemunculan yang sangat sering, maka dapat memberikan nilai 9
pada kolom Occurance.
Kode Agen Risiko (Risk Agents) Occurance
A1 … 9

Tabel Penilaian Tingkat Kemunculan pada Agen Risiko


(Occurance)
Kode Agen Risiko (Risk Agents) Occurance
A1 … …
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11

Tabel Nilai Korelasi


Nilai Kriteria
0 Tidak memiliki hubungan sama sekali
1 Memiliki hubungan yang lemah
3 Memiliki hubungan yang sedang
9 Memiliki hubungan yang kuat

Contoh Penilaian Korelasi antara Agen Risiko dan Kejadian


Risiko (Corelation):
1. Apabila anda menganggap kejadian risiko E1 memiliki
hubungan yang kuat dengan agen risiko A1, maka dapat
memberikan nilai 9 pada kolom A1
Risk Risk Agents Severity
Events A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
E1 9

63
Tabel Penilaian Korelasi antara Agen Risiko dan Kejadian Risiko (Corelation)
HOR 1
Risk Agents Severity
Risk Events
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15

E1

E2

E3

E4

E5

E6

E7

E8

En…

Occurence

ARP

Rank

59
Lampiran 2. Kuesioner Keterkaitan Antar Agen Risiko

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI


PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Jl. Veteran, Malang 65145 Telp (0341) 551611

Kepada Responden Yth,

Saya Elsharah Fillioni Talentania, mahasiswa jurusan


Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya memohon
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner berikut.
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penelitian saya yang
berjudul “Analisis Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Kopi
Robusta menggunakan Integrasi House of Risk (HOR), Interpretive
Structural Modelling (ISM), dan Analytic Network Process (ANP) di
UKM Sido Luhur, Malang”. Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik strata satu (S1). Atas
kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/saudara/I saya ucapkan
terimakasih.

Hormat saya,

Elsharah Fillioni T
NIM. 175100307111044
Identitas Responden
Nama :
Jabatan :

Petunjuk Pengisian
Pada Tabel SSIM, anda diminta untuk mengidentifikasi hubungan
keterkaitan antar agen risiko pada masing-masing kolom
menggunakan simbol V, A, X, O dengan keterangan:
V : Adanya elemen i mempengaruhi/memicu adanya elemen
j
A : Adanya elemen j dipengaruhi/dipicu adanya elemeni
X : Elemen i dan elemen j saling memicu/mempengaruhi
untuk terjadi
O : Elemen i dan elemen j tidak saling mempengaruhi

Contoh pengisian tabel SSIM:


1. Apabila anda menganggap risiko No. 1 mempengaruhi
adanya risiko No. 14 tapi tidak sebaliknya, maka dapat memberikan
huruf V pada kolom 14
Var 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 j
1 V

Tabel Daftar Agen Risiko

61
No Agen Risiko
1 …
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Tabel SSIM
Var 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 j
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
i
63
Lampiran 3. Kuesioner Perbandingan Berpasangan

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI


PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Jl. Veteran, Malang 65145 Telp (0341) 551611

Kepada Responden Yth,

Saya Elsharah Fillioni Talentania, mahasiswa jurusan


Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya memohon
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner berikut.
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penelitian saya yang
berjudul “Analisis Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Kopi
Robusta menggunakan Integrasi House of Risk (HOR), Interpretive
Structural Modelling (ISM), dan Analytic Network Process (ANP) di
UKM Sido Luhur, Malang”. Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik strata satu (S1). Atas
kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/saudara/I saya ucapkan
terimakasih.

Hormat saya,

Elsharah Fillioni T
NIM. 175100307111044
Identitas Responden
Nama :
Jabatan :

Petunjuk Pengisian
Memberikan bobot kepentingan dengan memberikan tanda silang
pada kolom skala telah yang disediakan.
Tingkat Definisi Keterangan
Kepentingan
1 Sama Kedua elemen mempunyai pengaruh
penting yang sama
3 Sedikit Pengalaman dan penilaian sedikit
lebih memihak satu elemen dibanding lainnya
penting
5 Lebih Pengalaman dan penilaian dengan kuat
penting memihak satu elemen dibanding lainnya
7 Sangat Satu elemen sangat disukai dan secara
penting praktis terlihat dominasinya
9 Mutlak Satu elemen terbukti mutlak lebih
sangat disukai dibanding lainnya
penting

Contoh Pengisian Perbandingan Berpasangan:


1. Apabila anda menganggap deliver lebih penting daripada
make, maka dapat memberikan tanda silang (X) pada nilai 5
sebelah kiri.

65
Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster

Deliver Make

1. Perbandingan “PLAN” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

2. Perbandingan “SOURCE” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

3. Perbandingan “MAKE” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

4. Perbandingan “DELIVER” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE

67
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

5. Perbandingan “RETURN” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

6. Perbandingan “A4” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

7. Perbandingan “A6” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

8. Perbandingan “A9” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE

69
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

9. Perbandingan “A12” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

10. Perbandingan “A12” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

11. Perbandingan “A13” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

12. Perbandingan “A15” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN

71
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

13. Perbandingan “A20” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

14. Perbandingan “A22” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

15. Perbandingan “A24” di cluster “CRITERIA”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

16. Perbandingan “RA PLG BERPENGARUH” di cluster


“CRITERIA”
Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
DELIVER MAKE
DELIVER PLAN
DELIVER RETURN
DELIVER SOURCE
MAKE PLAN

73
MAKE RETURN
MAKE SOURCE
PLAN RETURN
PLAN SOURCE
RETURN SOURCE

17. Perbandingan “PLAN” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A12
A4 A13
A4 A15
A4 A20
A4 A22
A4 A24
A6 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A6 A24
A9 A12
A9 A13
A9 A15
A9 A20
A9 A22
A9 A24
A12 A13
A12 A15
A12 A20
A12 A22
A12 A24
A13 A15
A13 A20
A13 A22
A13 A24
A15 A20
A15 A22
A15 A24
A20 A22
A20 A24
A22 A24

18. Perbandingan “SOURCE” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A12
A4 A13
A4 A15

75
A4 A20
A4 A22
A4 A24
A6 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A6 A24
A9 A12
A9 A13
A9 A15
A9 A20
A9 A22
A9 A24
A12 A13
A12 A15
A12 A20
A12 A22
A12 A24
A13 A15
A13 A20
A13 A22
A13 A24
A15 A20
A15 A22
A15 A24
A20 A22
A20 A24
A22 A24

19. Perbandingan “MAKE” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A12
A4 A13
A4 A15
A4 A20
A4 A22
A4 A24
A6 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A6 A24
A9 A12
A9 A13
A9 A15

77
A9 A20
A9 A22
A9 A24
A12 A13
A12 A15
A12 A20
A12 A22
A12 A24
A13 A15
A13 A20
A13 A22
A13 A24
A15 A20
A15 A22
A15 A24
A20 A22
A20 A24
A22 A24

20. Perbandingan “DELIVER” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A12
A4 A13
A4 A15
A4 A20
A4 A22
A4 A24
A6 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A6 A24
A9 A12
A9 A13
A9 A15
A9 A20
A9 A22
A9 A24
A12 A13
A12 A15
A12 A20
A12 A22
A12 A24
A13 A15
A13 A20
A13 A22
A13 A24

79
A15 A20
A15 A22
A15 A24
A20 A22
A20 A24
A22 A24

21. Perbandingan “SOURCE” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A12
A4 A13
A4 A15
A4 A20
A4 A22
A4 A24
A6 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A6 A24
A9 A12
A9 A13
A9 A15
A9 A20
A9 A22
A9 A24
A12 A13
A12 A15
A12 A20
A12 A22
A12 A24
A13 A15
A13 A20
A13 A22
A13 A24
A15 A20
A15 A22
A15 A24
A20 A22
A20 A24
A22 A24

22. Perbandingan “RETURN” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9

81
A4 A12
A4 A13
A4 A15
A4 A20
A4 A22
A4 A24
A6 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A6 A24
A9 A12
A9 A13
A9 A15
A9 A20
A9 A22
A9 A24
A12 A13
A12 A15
A12 A20
A12 A22
A12 A24
A13 A15
A13 A20
A13 A22
A13 A24
A15 A20
A15 A22
A15 A24
A20 A22
A20 A24
A22 A24

23. Perbandingan “SOURCE” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A13
A4 A15
A6 A13
A6 A15
A13 A15
24. Perbandingan “RETURN” di cluster “ALTERNATIVE”
Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A13
A4 A15
A4 A20
A4 A22
A6 A9
83
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A9 A13
A9 A15
A9 A20
A9 A22
A13 A15
A13 A20
A13 A22
A15 A20
A15 A22
A20 A22

25. Perbandingan “A13” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A13
A4 A15
A6 A13
A6 A15
A13 A15
26. Perbandingan “A20” di cluster “ALTERNATIVE”
Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A13
A4 A15
A6 A13
A6 A15
A13 A15

27. Perbandingan “RETURN” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A12
A4 A13
A4 A15
A4 A20
A4 A22
A4 A24
A6 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A6 A24
A9 A12
A9 A13
A9 A15
A9 A20

85
A9 A22
A9 A24

28. Perbandingan “A22” di cluster “ALTERNATIVE”


Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A12
A4 A13
A4 A15
Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A20
A6 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A9 A12
A9 A13
A9 A15
A9 A20
A12 A13
A12 A15
A12 A20
A13 A15
A13 A20
A15 A20
29. Perbandingan “A22” di cluster “ALTERNATIVE”
Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A4 A6
A4 A9
A4 A12
A4 A13
A4 A15
A4 A20
A4 A22
A4 A9
A6 A12
A6 A13
A6 A15
A6 A20
A6 A22
A6 A12
A9 A13
A9 A15
A9 A20
A9 A22
A9 A13
A12 A15
Cluster 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Cluster
A12 A20
A12 A22

87
A12 A15
A13 A20
A13 A22
A13 A20
A15 A22
A15 A22

Lampiran 4. Kuesioner HOR 2

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI


PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Jl. Veteran, Malang 65145 Telp (0341) 551611

Kepada Responden Yth,


Saya Elsharah Fillioni Talentania, mahasiswa jurusan
Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya memohon
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner berikut.
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penelitian saya yang
berjudul “Analisis Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Kopi
Robusta menggunakan Integrasi House of Risk (HOR), Interpretive
Structural Modelling (ISM), dan Analytic Network Process (ANP) di
UKM Sido Luhur, Malang”. Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik strata satu (S1). Atas
kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/saudara/I saya ucapkan
terimakasih.

Hormat saya,

Elsharah Fillioni T
NIM. 175100307111044
Identitas Responden
Nama :
Jabatan :

Petunjuk Pengisian
1. Menentukan tingkat kesulitan suatu penanganan penyebab
risiko dilakukan pada kolom Degree of Difficult (Dk)
berdasarkan Tabel Nilai Degree of Difficulty

89
2. Pada Penilaian Korelasi, Anda diminta untuk menilai
besarnya hubungan antara penyebab risiko dengan strategi
penanganan berdasarkan Tabel Nilai Korelasi pada kolom
tengah. Penyebab risiko dapat dilihat pada kolom to be
Treated Risk Agent (Aj). Strategi penanganan dapat dilihat
pada kolom preventive Action (PAk).

Tabel Nilai Degree of Difficulty


Bobot Keterangan
3 Tidakan mitigasi mudah untuk diterapkan
4 Tindakan mitigasi agak sulit untuk diterapkan
5 Tindakan mitigasi sulit untuk diterapkan

Tabel Nilai Korelasi


Nilai Kriteria
0 Tidak memiliki hubungan sama sekali
1 Memiliki hubungan yang lemah
3 Memiliki hubungan yang sedang
9 Memiliki hubungan yang kuat

Contoh Penilaian Tingkat Kesulitan pada Tindakan Mitigasi


(Degree of Difficulty):
1. Apabila anda menganggap tindakan mitigasi PA1 sulit
untuk diterapkan, maka dapat memberikan nilai 5 pada kolom
Degree of Difficulty.
Kode Tindakan Mitigasi (Preventive Action) Degree of
Difficulty
PA1 … 5

Contoh Penilaian Korelasi antara Agen Risiko dan Tindakan


Mitigasi (Corelation):
1. Apabila anda menganggap agen risiko A1 memiliki
hubungan yang kuat dengan tindakan mitigasi PA1, maka dapat
memberikan nilai 9 pada kolom PA1.
Treated Risk Preventive Action (PA)
Agent PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7
A1 9

Tabel Penilaian Tingkat Kesulitan pada Tindakan Mitigasi


(Degree of Difficulty)
Kode Tindakan Mitigasi (Preventive Action) Degree of
Difficulty
PA1 … …
PA2
PA3
PA4
PA5
PA6

91

Tabel Penilaian Korelasi antara Agen Risiko dan Tindakan
Mitigasi (Corelation)
Treated Risk Preventive Action (PA)
Agent PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7
A1
A2
A3
A5
A8
A9
Keterangan:
A1, A2, A3…An : Risk Agents yang terpilih untuk dilakukan
penanganan
PA1, PA2, PA3 …PAk : Tindakan mitigasi yang akan dilakukan
E11, E12, …Ejk : Korelasi antara tindakan mitigasi dan Risk
Agents
Lampiran 5. Peta Proses Operasi

93
Lampiran 6. Hasil Identifikasi Kejadian Risiko

No Aktivitas Sub-aktivitas Risiko


1 Perencanaan Perencanaan produksi Perubahan dalam
(Plan) kopi robusta bubuk penjadwalan produksi
Peramalan kebutuhan Kesalahan peramalan
bahan baku kebutuhan bahan
baku
perencanaan Kesalahan
pembelian bahan baku penjadwalan
pemesanan bahan
baku
Kesalahan jumlah
bahan baku yang
dipesan
Keterlambatan bahan
baku dari pemasok
2 Pengadaan Pemeriksaan kualitas Kualitas bahan baku
(Source) bahan baku dari tidak sesuai dengan
pemasok spesifikasi
Penyimpanan bahan Kerusakan bahan
baku di gudang baku pada
penyimpanan di
gudang
Bahan baku di gudang
melebihi kapasitas

Lampiran 6. Hasil Identifikasi Kejadian Risiko (Lanjutan)


No
3 Aktivitas
Produksi Sub-aktivitas
Proses pengemasan Risiko
Seal kemasan tidak
3 (Make)
Produksi Penyiapan bahan baku rapat
Kesalahan jumlah
4 (Make)
Pengiriman untuk
Pengiriman
proseskopi bubuk bahan
Keterlambatan
baku yang
(Deliver) penyangraian
robusta diambil
pengiriman produk
Bahan
Kesalahan
bakuproduk
dengan
kualitas
yang dikirim
di bawah
standar ikut produk
Kerusakan tercampur
Proses penyangraian Peralatan
saat dikirim
dan mesin
5 Pengembalian Pengembalian bahan yang digunakan
Pasokan bahan tidak
baku
(Return) baku ke pemasok bersih
tidak memenuhi
Terdapat
proses produksi
kerusakan
Pengembalian bahan pada peralatan
Kelebihan danjadi
produk
baku dari konsumen mesin
pada gudang
Mesin roasting
penyimpanan
kehabisan gas
Biji kopi belum
tersangrai sempurna
Biji kopi terlalu gosong
saat disangrai
Proses pendinginan Terdapat kerikil pada
dan sortasi biji kopi yang telah
disangrai
Proses penggilingan Biji kopi belum
sepenuhnya menjadi
bubuk
Lampiran 6. Hasil Identifikasi Kejadian Risiko (Lanjutan)
95
Lampiran 7. Hasil Identifikasi Agen Risiko
No Aktivitas Kejadian Risiko Agen Risiko
1 Perencanaan Perubahan dalam Jumlah bahan baku tidak
(Plan)
penjadwalan memenuhi kapasitas
produksi (E1) produksi (A1)
Peramalan permintaan
tidak akurat (A2)
Kesalahan Permintaan konsumen
peramalan yang tidak pasti (A3)
kebutuhan bahan Catatan jumlah bahan baku
baku (E2) di gudang tidak sesuai (A4)
Kesalahan Catatan jumlah bahan
penjadwalan baku di gudang tidak
pemesanan bahan sesuai (A4)
baku (E3)
Kesalahan jumlah Catatan jumlah bahan
bahan baku yang baku di gudang tidak
dipesan (E4) sesuai (A4)
Komunikasi dengan
pemasok berjalan kurang
baik (A5)
Keterlambatan Faktor alam/cuaca (A6)
bahan baku dari
pemasok (E5)
Lampiran 7. Hasil Identifikasi Agen Risiko (Lanjutan)
No Aktivitas Kejadian Risiko Agen Risiko
2 Pengadaan Kualitas bahan baku Faktor alam/cuaca (A6)
(Source)
tidak sesuai dengan Ketidaktelitian pemasok
spesifikasi (E6) (A7)
Kesalahan penanganan
pasca panen (A8)
Kerusakan bahan Kesalahan perlakuan
baku pada penyimpanan bahan baku
penyimpanan di (A9)
gudang (E7) Ketidaktelitian karyawan
dalam penyimpanan (A10)
Bahan baku di Peramalan permintaan
gudang melebihi tidak akurat (A2)
kapasitas (E8)
3 Produksi Kesalahan jumlah Ketidaktelitian karyawan
(Make)
bahan baku yang dalam persiapan produksi
diambil (E9) (A11)
Bahan baku tidak Ketidaktelitian karyawan
sesuai dengan dalam sortasi (A12)
spesifikasi dan
benda asing ikut
tercampur saat
penyangraian (E10)
Peralatan dan mesin Ketidaktelitian karyawan
yang digunakan tidak dalam persiapan produksi
bersih (E11) (A11)
97
Lampiran 7. Hasil Identifikasi Agen Risiko (Lanjutan)
No Aktivitas Kejadian Risiko Agen Risiko
3 Produksi Terdapat kerusakan pada Kurangnya
(Make) peralatan dan mesin (E12) perawatan mesin
roasting (A13)
Kurangnya
perawatan mesin
grinder (A14)
Terdapat kerusakan pada Kurangnya
peralatan dan mesin (E12) perawatan mesin
sealer (A15)
Mesin roasting kehabisan Ketidaktelitian
gas (E13) karyawan dalam
persiapan produksi
(A11)
Biji kopi belum tersangrai Kurangnya
sempurna (E14) perawatan pada
mesin roasting (A13)
Biji kopi melebihi
jumlah kapasitas
mesin (A16)
Waktu penyangraian
terlalu cepat (A17)
Biji kopi terlalu gosong saat Kurangnya
disangrai (E15) perawatan pada
mesin roasting (A13)
Biji kopi terlalu
sedikit dari standar
penyangraian (A18)
Waktu penyangraian
terlalu lama (A19)
Terdapat kerikil pada biji kopi Ketidaktelitian
yang telah disangrai (E16) karyawan dalam
sortasi (A12)
Biji kopi belum sepenuhnya Biji kopi terlalu lama
menjadi bubuk (E17) didiamkan setelah
disangrai (A20)
Lampiran 7. Hasil Identifikasi Agen Risiko (Lanjutan)

No Aktivitas Kejadian Risiko Agen Risiko


3 Produksi (Make) Biji kopi belum Biji kopi terlalu lama
sepenuhnya menjadi didiamkan setelah
bubuk (E17) disangrai (A20)
Kurangnya
perawatan pada
mesin grinder (A14)
Seal kemasan tidak Ketidaktelitian
rapat (E18) karyawan pada
proses pengemasan
(A21)
Kurangnya
perawatan pada
mesin sealer (A15)
4 Pengiriman Keterlambatan Faktor alam/cuaca
(deliver)
pengiriman produk (A6)
(E19) Ketidaktelitian
karyawan dalam
mencatat detail
pesanan (A22)
Kesalahan produk Ketidaktelitian
yang dikirim (E20) karyawan dalam
mencatat detail
pesanan (A22)

99
Lampiran 7. Hasil Identifikasi Agen Risiko (Lanjutan)
No Aktivitas Kejadian Risiko Agen Risiko
4 Pengiriman Kerusakan produk UKM tidak memiliki
(deliver)
saat pengiriman SOP pengiriman
(E21) (A23)
5 Pengembalian Persediaan bahan Catatan jumlah
(Return)
baku tidak memenuhi bahan baku di
kebutuhan produksi gudang tidak sesuai
(E22) (A4)
Kualitas bahan baku
di bawah standar
(A24)
Kelebihan produk Kualitas produk jadi
jadi pada gudang di bawah standar
penyimpanan (E23) (A25)
Lampiran 8. Penilaian Responden terhadap Kejadian Risiko
Nilai

Kejadian Risiko Responden Geomean Severity


1 2 3
Perubahan dalam
7 7 7 7 7
penjadwalan produksi (E1)
Kesalahan peramalan
7 5 7 6.25 7
kebutuhan bahan baku (E2)
Kesalahan penjadwalan
5 5 3 4.21 5
pemesanan bahan baku (E3)
Kesalahan jumlah bahan baku
3 5 5 4.21 5
yang dipesan (E4)
Keterlambatan bahan baku
3 3 3 3 3
dari pemasok (E5)
Kualitas bahan baku tidak
5 3 5 4.21 5
sesuai dengan spesifikasi (E6)
Kerusakan bahan baku pada
9 9 7 8.27 9
penyimpanan di gudang (E7)
Bahan baku di gudang
3 3 3 3 3
melebihi kapasitas (E8)
Kesalahan jumlah bahan baku
3 3 3 3 3
yang diambil (E9)
Bahan baku tidak sesuai
dengan spesifikasi dan benda 5 5 5 5 5
asing ikut tercampur (E10)
Peralatan dan mesin yang
7 5 7 6.25 7
digunakan tidak bersih (E11)

101
Terdapat kerusakan pada
7 7 9 7.61 9
peralatan dan mesin (E12)
Mesin roasting kehabisan gas
3 1 3 2.08 3
(E13)
Biji kopi belum tersangrai
5 5 3 4.21 5
sempurna (E14)
Biji kopi terlalu gosong saat
7 7 7 7 7
disangrai (E15)
Terdapat kerikil pada biji kopi
7 7 7 7 7
yang telah disangrai (E16)
Biji kopi belum sepenuhnya
7 7 7 7 7
menjadi bubuk (E17)
Seal kemasan tidak rapat
9 9 9 9 9
(E18)
Keterlambatan pengiriman
5 5 5 5 5
produk (E19)
Kesalahan produk yang
9 9 9 9 9
dikirim (E20)
Kerusakan produk saat
9 9 7 8.27 9
pengiriman (E21)
Persediaan bahan baku tidak
memenuhi proses produksi 7 7 7 7 7
(E22)
Kelebihan produk jadi pada
1 3 3 2.08 3
gudang penyimpanan (E23)
Lampiran 9. Penilaian Responden terhadap Agen Risiko

Nilai

Agen Risiko Responden Geomean Occurrence


1 2 3

Jumlah bahan baku tidak 1 1 1 1 1


memenuhi kapasitas
produksi (A1)
Peramalan permintaan 1 3 3 2.08 3
tidak akurat (A2)
Permintaan konsumen 7 7 7 7 7
yang tidak pasti (A3)
Catatan jumlah bahan 9 9 9 9 9
baku di gudang tidak
sesuai (A4)
Komunikasi dengan 3 5 5 4.21 5
pemasok berjalan kurang
baik (A5)
Faktor alam/cuaca (A6) 3 5 5 4.21 5

Ketidaktelitian pemasok 3 7 5 4.71 5


(A7)
Kesalahan penanganan 5 5 3 4.21 5
pasca panen (A8)
Kesalahan perlakuan 7 7 7 7 7
penyimpanan bahan baku
(A9)

103
Ketidaktelitian karyawan 3 3 3 3 3
dalam penyimpanan
(A10)
Ketidaktelitian karyawan 7 7 7 7 7
dalam persiapan produksi
(A11)
Ketidaktelitian karyawan 7 5 7 6.25 7
dalam sortasi (A12)
Kurangnya perawatan 3 5 5 4.21 5
pada mesin roasting
(A13)
Kurangnya perawatan 1 3 3 2.08 3
pada mesin grinder (A14)
Kurangnya perawatan 7 7 7 7 7
pada mesin sealer (A15)
Biji kopi melebihi jumlah 1 1 1 1 1
kapasitas mesin (A16)
Waktu penyangraian 5 5 3 4.21 5
terlalu cepat (A17)
Biji kopi terlalu sedikit dari 3 5 3 3.55 3
standar penyangraian
(A18)
Waktu penyangraian 3 3 3 3 3
terlalu lama (A19)
Biji kopi terlalu lama 7 5 7 6.25 7
didiamkan setelah
disangrai (A20)
Ketidaktelitian karyawan 5 5 5 5 5
dalam mencatat detail
pesanan (A22)
UKM tidak memiliki SOP 5 3 1 2.46 3
pengiriman (A23)
Kualitas bahan baku di 7 5 7 6.25 7
bawah standar (A24)
Kualitas produk jadi di 5 5 5 5 5
bawah standar (A25)

105
Lampiran 10. Penilaian Korelasi Kejadian Risiko dan Agen Risiko
Nilai
Kor
Kejadian Risiko Agen Risiko Responden
elasi
1 2 3
Perubahan dalam Jumlah bahan baku tidak 3 3 3 3
penjadwalan memenuhi kapasitas
produksi (E1) produksi (A1)
Peramalan permintaan 9 9 9 9
tidak akurat (A2)
Kesalahan Permintaan konsumen 1 1 1 1
peramalan yang tidak pasti (A3)
kebutuhan bahan Catatan jumlah bahan 9 9 9 9
baku (E2) baku di gudang tidak
sesuai (A4)
Kesalahan Catatan jumlah bahan 9 9 9 9
penjadwalan baku di gudang tidak
pemesanan sesuai (A4)
bahan baku (E3)
Kesalahan jumlah Catatan jumlah bahan 9 9 9 9
bahan baku yang baku di gudang tidak
dipesan (E4) sesuai (A4)
Keterlambatan Faktor alam/cuaca (A6) 9 9 9 9
bahan baku dari
pemasok (E5)
Kualitas bahan Faktor alam/cuaca (A6) 9 9 9 9
baku tidak sesuai Ketidaktelitian pemasok 9 9 9 9
(A7)
dengan Kesalahan penanganan 9 9 9 9
spesifikasi (E6) pasca panen (A8)
Kerusakan bahan Kesalahan perlakuan 9 9 9 9
baku pada penyimpanan bahan baku
penyimpanan di (A9)
gudang (E7) Ketidaktelitian karyawan 1 1 1 1
dalam penyimpanan (A10)
Bahan baku di Peramalan permintaan 9 9 9 9
gudang melebihi tidak akurat (A2)
kapasitas (E8)
Kesalahan jumlah Ketidaktelitian karyawan 3 3 3 3
bahan baku yang dalam persiapan produksi
diambil (E9) (A11)
Bahan baku tidak Ketidaktelitian karyawan 9 9 9 9
sesuai dengan dalam sortasi (A12)
spesifikasi dan
benda asing ikut
tercampur saat
penyangraian
(E10)
Peralatan dan Ketidaktelitian karyawan 3 3 3 3
mesin yang dalam persiapan produksi
digunakan tidak (A11)
bersih (E11)

107
Lampiran 10. Penilaian Korelasi Kejadian Risiko dan Agen Risiko
(Lanjutan)
Nilai
Kor
Kejadian Risiko Agen Risiko Responden
elasi
1 2 3
Terdapat Kurangnya perawatan 9 9 9 9
kerusakan pada mesin roasting (A13)
peralatan dan Kurangnya perawatan 9 9 9 9
mesin (E12) mesin grinder (A14)
Kurangnya perawatan 9 9 9 9
mesin sealer (A15)
Mesin roasting Ketidaktelitian karyawan 3 3 3 3
kehabisan gas dalam persiapan produksi
(E13) (A11)
Biji kopi belum Kurangnya perawatan 9 9 9 9
tersangrai pada mesin roasting
sempurna (E14) (A13)
Biji kopi melebihi jumlah 9 9 9 9
kapasitas mesin (A16)
Waktu penyangraian 9 9 9 9
terlalu cepat (A17)
Biji kopi terlalu Kurangnya perawatan 9 9 9 9
gosong saat pada mesin roasting
disangrai (E15) (A13)
Biji kopi terlalu sedikit dari 9 9 9 9
standar penyangraian
(A18)
Waktu penyangraian 9 9 9 9
terlalu lama (A19)
Terdapat kerikil Ketidaktelitian karyawan 9 9 9 9
pada biji kopi dalam sortasi (A12)
yang telah
disangrai (E16)
Biji kopi belum Biji kopi terlalu lama 9 9 9 9
sepenuhnya didiamkan setelah
menjadi bubuk disangrai (A20)
(E17) Kurangnya perawatan 3 3 3 3
pada mesin grinder (A14)
Seal kemasan Kurangnya perawatan 9 9 9 9
tidak rapat (E18) pada mesin sealer (A15)
Ketidaktelitian karyawan 3 3 3 3
pada proses pengemasan
(A21)
Keterlambatan Faktor alam/cuaca (A6) 9 9 9 9
pengiriman
produk (E19) Ketidaktelitian karyawan 9 9 9 9
dalam mencatat detail
pesanan (A22)

Lampiran 10. Penilaian Korelasi Kejadian Risiko dan Agen Risiko


(Lanjutan)

109
Nilai
Kejadian Korel
Agen Risiko Responden
Risiko asi
1 2 3
Kesalahan Ketidaktelitian karyawan 9 9 9 9
produk yang dalam mencatat detail
dikirim (E20) pesanan (A22)
Kerusakan UKM tidak memiliki SOP 3 3 3 3
produk saat pengiriman (A23)
pengiriman
(E21)
Persediaan Kualitas bahan baku di 9 9 9 9
bahan baku bawah standar (A24)
tidak Catatan jumlah bahan baku 3 3 3 3
memenuhi di gudang tidak sesuai (A4)
kebutuhan
produksi
(E22)
Kelebihan Kualitas produk jadi di bawah 9 9 9 9
produk jadi standar (A25)
pada gudang
penyimpana
n (E23)
Lampiran 11. Hasil Perhitungan ARP

Se
Risk Agent veri
Risk
ty
Even
A A A A A A A A A A A A A A A A
t A A A A A A A A A
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5
E1 3 9 7

E2 1 9 7

E3 9 5

E4 9 3 5

E5 9 3

E6 9 9 9 5

E7 9 1 9

E8 9 3

E9 3 3

E10 9 5

E11 3 7

E12 9 9 9 9

111
E13 3 3

E14 9 9 9 5

E15 9 9 9 7

E16 9 7

E17 3 9 7

E18 9 3 9

E19 9 9 5

E20 9 9

E21 3 9

E22 3 9 7

E23 9 3
Occu
rrenc 1 3 7 9 5 5 5 5 7 3 7 7 5 3 7 1 5 3 3 7 5 5 3 7 5
e
1 1
2 5 2 2 5 2 7 9 3 2 1 1 4 1 6 4 1
2 4 5 7 2 1 4 8
ARP 7 8 2 2 6 7 5 4 0 2 8 8 4 3 3 4 3
1 9 6 5 7 3 5 1
0 5 5 5 7 3 6 5 6 5 9 9 1 5 0 1 5
6 4
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rank 1 6 7 4 3 9 2 8 5 8
0 1 7 6 2 2 9 0 8 2 3 3 4 5 4
Lampiran 12. Structural Self Interaction Matrix (SSIM)

Kode
Elemen i h g f e d c b a
Elemen
a Catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai
O O O O O V V O
(A4)
b Faktor alam/cuaca (A6)
V O O O O V V

c Kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku


V O O O O V
(A9)
d Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12)
V O O A A

e Kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13)


O O O O

f Kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15)


O O O

g Ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail


O V
pesanan (A22)
h Biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai
O
(A20)
i Kualitas bahan baku di bawah standar (A24)

113
Lampiran 13. Structural Self Interaction Matrix (SSIM) Revisi

Kode
Elemen i h g f e d c b a
Elemen
a Catatan jumlah bahan baku di gudang tidak sesuai
V* O O O O V V A*
(A4)
b Faktor alam/cuaca (A6)
V O O O O V V

c Kesalahan perlakuan penyimpanan bahan baku


V O O O O V
(A9)
d Ketidaktelitian karyawan dalam sortasi (A12)
V O O A A

e Kurangnya perawatan pada mesin roasting (A13)


V* O O O

f Kurangnya perawatan pada mesin sealer (A15)


V* O O

g Ketidaktelitian karyawan dalam mencatat detail


V* V
pesanan (A22)
h Biji kopi terlalu lama didiamkan setelah disangrai
V*
(A20)
i Kualitas bahan baku di bawah standar (A24)
Lampiran 14. Hasil Kuesioner Perbandingan Berpasangan
MATRIKS PERBANDINGAN PLAN PADA CRITERIA
EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 0.33 0.33 0.33 0.33 MAKE
2 DELIVER 0.11 0.11 0.11 0.11 PLAN
3 DELIVER 1 1 1 1 RETURN
4 DELIVER 0.33 0.33 0.33 0.33 SOURCE
5 MAKE 0.2 0.2 0.2 0.2 PLAN
6 MAKE 5 5 5 5 RETURN
7 MAKE 0.33 0.33 0.33 0.33 SOURCE
8 PLAN 9 7 9 8.276773 RETURN
9 PLAN 7 5 5 5.593445 SOURCE
10 RETURN 0.142 0.142 0.142 0.142 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN SOURCE PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 1 1 1 1 MAKE
2 DELIVER 0.2 0.2 0.2 0.2 PLAN
3 DELIVER 3 3 3 3 RETURN
4 DELIVER 0.142 0.142 0.142 0.142 SOURCE
5 MAKE 0.142 0.2 0.2 0.178422 PLAN
6 MAKE 3 3 3 3 RETURN
7 MAKE 0.11 0.11 0.142 0.119773 SOURCE
8 PLAN 7 7 7 7 RETURN
9 PLAN 0.33 0.33 0.33 0.33 SOURCE
10 RETURN 0.142 0.142 0.142 0.142 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN MAKE PADA CRITERIA


NO CRITERIA EXPERT GEOMEAN CRITERIA
115
1 2 3
1 DELIVER 0.33 0.33 0.33 0.33 MAKE
2 DELIVER 3 3 3 3 PLAN
3 DELIVER 5 3 5 4.217163 RETURN
4 DELIVER 0.33 0.33 1 0.477539 SOURCE
5 MAKE 5 5 5 5 PLAN
6 MAKE 7 7 7 7 RETURN
7 MAKE 3 3 3 3 SOURCE
8 PLAN 5 5 5 5 RETURN
9 PLAN 0.33 0.33 0.33 0.33 SOURCE
10 RETURN 0.2 0.2 0.2 0.2 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN DELIVER PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 5 5 5 5 MAKE
2 DELIVER 7 7 7 7 PLAN
3 DELIVER 1 1 1 1 RETURN
4 DELIVER 3 3 3 3 SOURCE
5 MAKE 5 3 3 3.556893 PLAN
6 MAKE 1 1 1 1 RETURN
7 MAKE 3 3 3 3 SOURCE
8 PLAN 0.2 0.2 0.2 0.2 RETURN
9 PLAN 1 1 1 1 SOURCE
10 RETURN 7 7 5 6.257325 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN RETURN PADA CRITERIA


NO CRITERIA EXPERT GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 5 3 3 3.556893 MAKE
2 DELIVER 5 5 5 5 PLAN
3 DELIVER 1 1 1 1 RETURN
4 DELIVER 7 7 5 6.257325 SOURCE
5 MAKE 5 5 3 4.217163 PLAN
6 MAKE 1 1 1 1 RETURN
7 MAKE 5 5 5 5 SOURCE
8 PLAN 0.11 0.11 0.11 0.11 RETURN
9 PLAN 1 1 1 1 SOURCE
10 RETURN 3 3 3 3 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A4 PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 1 1 1 1 MAKE
2 DELIVER 0.11 0.11 0.11 0.11 PLAN
3 DELIVER 0.142 0.142 0.2 0.159173 RETURN
4 DELIVER 1 1 1 1 SOURCE
5 MAKE 0.11 0.11 0.11 0.11 PLAN
6 MAKE 0.142 0.142 0.2 0.159173 RETURN
7 MAKE 3 3 3 3 SOURCE
8 PLAN 5 5 5 5 RETURN
9 PLAN 9 7 7 7.611663 SOURCE
10 RETURN 7 5 5 5.593445 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A6 PADA CRITERIA


NO CRITERIA EXPERT GEOMEAN CRITERIA

117
1 2 3
1 DELIVER 5 5 5 5 MAKE
2 DELIVER 1 3 1 1.44225 PLAN
3 DELIVER 3 3 1 2.080084 RETURN
4 DELIVER 1 1 1 1 SOURCE
5 MAKE 0.142 0.142 0.142 0.142 PLAN
6 MAKE 1 1 1 1 RETURN
7 MAKE 0.142 0.142 0.142 0.142 SOURCE
8 PLAN 7 7 7 7 RETURN
9 PLAN 1 1 1 1 SOURCE
10 RETURN 0.142 0.142 0.142 0.142 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A9 PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 0.33 0.2 0.33 0.279267 MAKE
2 DELIVER 1 1 1 1 PLAN
3 DELIVER 1 1 1 1 RETURN
4 DELIVER 0.11 0.142 0.11 0.119773 SOURCE
5 MAKE 3 3 5 3.556893 PLAN
6 MAKE 3 3 5 3.556893 RETURN
7 MAKE 0.142 0.142 0.142 0.142 SOURCE
8 PLAN 1 1 1 1 RETURN
9 PLAN 0.11 0.11 0.11 0.11 SOURCE
10 RETURN 0.11 0.11 0.11 0.11 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A12 PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 0.11 0.142 0.142 0.130414 MAKE
2 DELIVER 1 1 1 1 PLAN
3 DELIVER 0.142 0.2 0.2 0.178422 RETURN
4 DELIVER 1 1 1 1 SOURCE
5 MAKE 9 9 7 8.276773 PLAN
6 MAKE 7 7 5 6.257325 RETURN
7 MAKE 9 9 7 8.276773 SOURCE
8 PLAN 0.142 0.2 0.142 0.159173 RETURN
9 PLAN 1 1 1 1 SOURCE
10 RETURN 7 7 5 6.257325 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A13 PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 0.11 0.11 0.11 0.11 MAKE
2 DELIVER 1 1 1 1 PLAN
3 DELIVER 0.142 0.142 0.142 0.142 RETURN
4 DELIVER 1 1 1 1 SOURCE
5 MAKE 9 7 9 8.276773 PLAN
6 MAKE 7 5 5 5.593445 RETURN
7 MAKE 9 7 9 8.276773 SOURCE
8 PLAN 0.142 0.142 0.142 0.142 RETURN
9 PLAN 1 1 1 1 SOURCE
10 RETURN 7 7 7 7 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A15 PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
119
1 DELIVER 0.2 0.2 0.142 0.178422 MAKE
2 DELIVER 5 3 3 3.556893 PLAN
3 DELIVER 0.33 0.33 0.2 0.279267 RETURN
4 DELIVER 5 3 3 3.556893 SOURCE
5 MAKE 9 9 9 9 PLAN
6 MAKE 7 7 7 7 RETURN
7 MAKE 9 9 9 9 SOURCE
8 PLAN 0.2 0.2 5 0.584804 RETURN
9 PLAN 1 1 1 1 SOURCE
10 RETURN 5 5 3 4.217163 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A20 PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 0.2 0.142 0.2 0.178422 MAKE
2 DELIVER 3 3 3 3 PLAN
3 DELIVER 3 3 3 3 RETURN
4 DELIVER 3 3 3 3 SOURCE
5 MAKE 9 9 9 9 PLAN
6 MAKE 7 7 7 7 RETURN
7 MAKE 9 9 9 9 SOURCE
8 PLAN 1 1 1 1 RETURN
9 PLAN 1 1 1 1 SOURCE
10 RETURN 3 3 3 3 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A22 PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 9 9 9 9 MAKE
2 DELIVER 9 9 9 9 PLAN
3 DELIVER 9 9 9 9 RETURN
4 DELIVER 9 9 9 9 SOURCE
5 MAKE 0.33 0.33 0.33 0.33 PLAN
6 MAKE 0.2 0.2 0.33 0.236333 RETURN
7 MAKE 0.33 1 1 0.691042 SOURCE
8 PLAN 1 1 1 1 RETURN
9 PLAN 1 1 1 1 SOURCE
10 RETURN 1 1 1 1 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN A24 PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 0.33 0.33 0.33 0.33 MAKE
2 DELIVER 1 1 1 1 PLAN
3 DELIVER 0.11 0.11 0.11 0.11 RETURN
4 DELIVER 0.33 0.33 0.33 0.33 SOURCE
5 MAKE 3 3 3 3 PLAN
6 MAKE 0.142 0.142 0.142 0.142 RETURN
7 MAKE 1 1 1 1 SOURCE
8 PLAN 0.11 0.11 0.11 0.11 RETURN
9 PLAN 0.33 0.33 0.33 0.33 SOURCE
10 RETURN 7 7 7 7 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN RA PLG BERPENGARUH PADA CRITERIA


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 DELIVER 0.33 0.33 0.33 0.33 MAKE
121
2 DELIVER 0.142 0.33 0.2 0.210836 PLAN
3 DELIVER 5 5 5 5 RETURN
4 DELIVER 3 3 3 3 SOURCE
5 MAKE 0.33 0.33 0.33 0.33 PLAN
6 MAKE 3 5 5 4.217163 RETURN
7 MAKE 3 5 5 4.217163 SOURCE
8 PLAN 9 9 9 9 RETURN
9 PLAN 7 5 7 6.257325 SOURCE
10 RETURN 0.33 0.33 0.33 0.33 SOURCE

MATRIKS PERBANDINGAN PLAN PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
7 2 3
1 A4 7 7 7 7 A6
2 A4 5 5 5 5 A9
3 A4 9 9 9 9 A12
4 A4 9 9 9 9 A13
5 A4 9 9 9 9 A15
6 A4 9 9 9 9 A20
7 A4 9 9 9 9 A22
8 A4 5 5 5 5 A24
9 A6 1 1 1 1 A9
10 A6 3 3 3 3 A12
11 A6 5 5 5 5 A13
12 A6 5 5 5 5 A15
13 A6 5 5 5 5 A20
14 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A22
15 A6 1 1 1 1 A24
16 A9 1 1 1 1 A12
17 A9 5 5 5 5 A13
18 A9 5 7 5 5.593445 A15
19 A9 5 5 5 5 A20
20 A9 5 3 5 4.217163 A22
21 A9 1 1 1 1 A24
22 A12 1 1 1 1 A13
23 A12 1 1 1 1 A15
24 A12 1 1 1 1 A20
25 A12 1 1 1 1 A22
26 A12 0.33 0.33 0.33 0.33 A24
27 A13 3 3 3 3 A15
28 A13 1 1 1 1 A20
29 A13 1 1 1 1 A22
30 A13 0.33 0.33 0.33 0.33 A24
31 A15 1 1 1 1 A20
32 A15 1 1 1 1 A22
33 A15 0.2 0.2 0.2 0.2 A24
34 A20 1 1 1 1 A22
35 A20 0.33 0.33 0.2 0.279267 A24
36 A22 0.33 0.33 0.33 0.33 A24

MATRIKS PERBANDINGAN SOURCE PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 1 1 1 1 A6
2 A4 3 3 3 3 A9
3 A4 1 1 1 1 A12
4 A4 5 5 5 5 A13
5 A4 5 5 5 5 A15
6 A4 5 5 5 5 A20
7 A4 3 3 3 3 A22
8 A4 1 1 1 1 A24
9 A6 3 3 3 3 A9
10 A6 1 1 1 1 A12

123
11 A6 5 5 5 5 A13
12 A6 5 7 5 5.593445 A15
13 A6 5 5 5 5 A20
14 A6 1 1 1 1 A22
15 A6 1 1 1 1 A24
16 A9 0.33 0,3 0,3 0.33 A12
17 A9 5 5 5 5 A13
18 A9 5 5 5 5 A15
19 A9 5 5 5 5 A20
20 A9 0.2 0.2 0.2 0.2 A22
21 A9 1 1 1 1 A24
22 A12 7 7 7 7 A13
23 A12 7 7 7 7 A15
24 A12 7 7 7 7 A20
25 A12 5 5 5 5 A22
26 A12 1 1 1 1 A24
27 A13 1 1 1 1 A15
28 A13 1 1 1 1 A20
29 A13 1 1 1 1 A22
30 A13 0.2 0.2 0.2 0.2 A24
31 A15 1 1 1 1 A20
32 A15 0.33 1 1 0.691042 A22
33 A15 0.2 0.2 0.2 0.2 A24
34 A20 1 0.33 0.33 0.477539 A22
35 A20 0.2 0,124 0,124 0.2 A24
36 A22 0.2 0.2 0.2 0.2 A24

MATRIKS PERBANDINGAN MAKE PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
7 2 3
1 A4 3 3 3 3 A6
2 A4 1 1 1 1 A9
3 A4 1 1 1 1 A12
4 A4 1 1 1 1 A13
5 A4 1 1 1 1 A15
6 A4 1 1 1 1 A20
7 A4 3 3 3 3 A22
8 A4 1 1 1 1 A24
9 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A9
10 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A12
11 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A13
12 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A15
13 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A20
14 A6 1 1 1 1 A22
15 A6 3 3 3 3 A24
16 A9 1 1 1 1 A12
17 A9 1 1 1 1 A13
18 A9 1 1 1 1 A15
19 A9 1 1 1 1 A20
20 A9 7 7 7 7 A22
21 A9 1 1 1 1 A24
22 A12 1 3 3 2.080084 A13
23 A12 1 1 1 1 A15
24 A12 1 3 3 2.080084 A20
25 A12 7 7 7 7 A22
26 A12 1 1 1 1 A24
27 A13 1 1 1 1 A15
28 A13 1 1 1 1 A20
29 A13 7 7 5 6.257325 A22
30 A13 1 1 1 1 A24
31 A15 1 1 1 1 A20
32 A15 7 5 5 5.593445 A22
33 A15 1 1 1 1 A24

125
34 A20 7 7 5 6.257325 A22
35 A20 0,124 0,124 0.2 0.2 A24
36 A22 1 1 1 1 A24

MATRIKS PERBANDINGAN DELIVER PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 0.142 0.2 0.142 0.159173 A6
2 A4 7 5 7 6.257325 A9
3 A4 0.2 0.2 0.2 0.2 A12
4 A4 1 1 1 1 A13
5 A4 0.2 0.2 0.2 0.2 A15
6 A4 1 1 1 1 A20
7 A4 0.11 0.11 0.11 0.11 A22
8 A4 1 1 1 1 A24
9 A6 7 7 7 7 A9
10 A6 5 5 5 5 A12
11 A6 7 7 7 7 A13
12 A6 3 1 3 2.080084 A15
13 A6 9 9 9 9 A20
14 A6 1 1 1 1 A22
15 A6 7 7 7 7 A24
16 A9 0.2 0.2 0.2 0.2 A12
17 A9 1 1 1 1 A13
18 A9 0.2 0.2 0.2 0.2 A15
19 A9 1 1 1 1 A20
20 A9 0.142 0.142 0.142 0.142 A22
21 A9 1 1 1 1 A24
22 A12 1 1 3 1.44225 A13
23 A12 1 1 3 1.44225 A15
24 A12 3 3 5 3.556893 A20
25 A12 1 1 1 1 A22
26 A12 7 7 7 7 A24
27 A13 0.33 0.33 0.33 0.33 A15
28 A13 1 1 1 1 A20
29 A13 0.142 0.142 0.142 0.142 A22
30 A13 1 1 1 1 A24
31 A15 5 5 5 5 A20
32 A15 0.33 0.33 0.33 0.33 A22
33 A15 5 5 5 5 A24
34 A20 0.142 0.142 0.142 0.142 A22
35 A20 1 1 1 1 A24
36 A22 7 7 7 7 A24

MATRIKS PERBANDINGAN RETURN PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 5 5 1 2.924018 A6
2 A4 5 5 5 5 A9
3 A4 0.33 0.33 0.33 0.33 A12
4 A4 5 5 7 5.593445 A13
5 A4 1 1 1 1 A15
6 A4 1 1 1 1 A20
7 A4 0.2 0.2 0.2 0.2 A22
8 A4 1 1 1 1 A24
9 A6 7 7 7 7 A9
10 A6 1 1 1 1 A12
11 A6 7 7 7 7 A13
12 A6 1 1 1 1 A15
13 A6 3 3 3 3 A20
14 A6 1 1 1 1 A22
15 A6 1 1 1 1 A24
16 A9 0.142 0.142 0.142 0.142 A12

127
17 A9 1 1 1 1 A13
18 A9 0.142 0.142 0.142 0.142 A15
19 A9 1 1 1 1 A20
20 A9 0.11 0.11 0.11 0.11 A22
21 A9 0.11 0.11 0.11 0.11 A24
22 A12 9 9 9 9 A13
23 A12 3 1 1 1.44225 A15
24 A12 7 7 5 6.257325 A20
25 A12 1 1 1 1 A22
26 A12 1 1 1 1 A24
27 A13 0.142 0.142 0.142 0.142 A15
28 A13 0.33 0.33 0.33 0.33 A20
29 A13 0.11 0.11 0.11 0.11 A22
30 A13 0.11 0.11 0.11 0.11 A24
31 A15 7 7 5 6.257325 A20
32 A15 1 1 1 1 A22
33 A15 1 1 1 1 A24
34 A20 0.142 0.142 0.142 0.142 A22
35 A20 0.142 0.142 0.142 0.142 A24
36 A22 1 1 1 1 A24

MATRIKS PERBANDINGAN A9 PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 3 3 3 3 A6
2 A4 3 1 1.732051 A13
3 A4 1 3 3 2.080084 A15
4 A6 1 3 3 2.080084 A13
5 A6 3 3 3 3 A15
6 A13 1 1 1 1 A15

MATRIKS PERBANDINGAN A12 PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 0.142 0.142 0.142 0.142 A6
2 A4 0.2 0.2 0.2 0.2 A9
3 A4 1 1 1 1 A13
4 A4 0.33 0.33 0.33 0.33 A15
5 A4 3 3 3 3 A20
6 A4 5 5 5 5 A22
7 A6 3 7 5 4.717694 A9
8 A6 5 5 5 5 A13
9 A6 7 7 7 7 A15
10 A6 7 7 7 7 A20
11 A6 7 5 7 6.257325 A22
12 A9 5 5 5 5 A13
13 A9 5 5 5 5 A15
14 A9 3 5 5 4.217163 A20
15 A9 5 5 5 5 A22
16 A13 1 1 1 1 A15
17 A13 1 1 1 1 A20
18 A13 3 3 3 3 A22
19 A15 1 1 1 1 A20
20 A15 3 3 3 3 A22
21 A20 3 3 3 3 A22

MATRIKS PERBANDINGAN A13 PADA ALTERNATIVE


NO CRITERIA EXPERT GEOMEAN CRITERIA

129
1 2 3
1 A4 7 5 5 5.593445 A6
2 A4 5 5 5 5 A9
3 A4 3 3 3 3 A15
4 A6 1 1 1 1 A9
5 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A15
6 A6 0.2 0.33 0.2 0.236333 A15

MATRIKS PERBANDINGAN A15 PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 5 5 3 4.217163 A6
2 A4 5 5 5 5 A9
3 A4 3 3 3 3 A13
4 A6 3 1 1 1.44225 A9
5 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A13
6 A9 0.2 0.2 0.2 0.2 A13

MATRIKS PERBANDINGAN A20 PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 1 1 1 1 A6
2 A4 1 1 1 1 A9
3 A4 3 3 3 3 A12
4 A4 3 3 7 3.979057 A13
5 A4 3 3 3 3 A15
6 A4 1 1 1 1 A22
7 A6 0.2 0.33 1 0.404124 A9
8 A6 1 1 1 1 A12
9 A6 1 1 1 1 A13
10 A6 1 1 1 1 A15
11 A6 0.33 0.33 0.33 0.33 A22
12 A9 3 3 3 3 A12
13 A9 3 3 3 3 A13
14 A9 3 3 3 3 A15
15 A9 0.33 0.33 0.33 0.33 A22
16 A12 1 1 1 1 A13
17 A12 1 1 1 1 A15
18 A12 0.33 0.33 0.33 0.33 A22
19 A13 1 1 1 1 A15
20 A13 0.33 0.33 0.33 0.33 A22
21 A15 0.33 0.33 0.33 0.33 A22

MATRIKS PERBANDINGAN A22 PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 3 1 1 1.44225 A6
2 A4 1 1 1 1 A9
3 A4 0.33 0.2 0.33 0.279267 A12
4 A4 1 1 1 1 A13
5 A4 1 1 1 1 A15
6 A4 0.2 0.2 0.2 0.2 A20
7 A6 1 1 1 1 A9
8 A6 0.142 0.142 0.2 0.159173 A12
9 A6 1 1 1 1 A13
10 A6 1 1 3 1.44225 A15
11 A6 0.2 0.2 0.2 0.2 A20
12 A9 1 0.33 3 0.996655 A12
13 A9 1 1 1 1 A13
14 A9 1 1 1 1 A15
15 A9 0.33 0.2 0.2 0.236333 A20
16 A12 1 1 1 1 A13
17 A12 1 1 3 1.44225 A15

131
18 A12 0.2 0.2 0.2 0.2 A20
19 A13 1 1 1 1 A15
20 A13 0.2 0.2 0.2 0.2 A20
21 A15 0.2 0.2 0.2 0.2 A20

MATRIKS PERBANDINGAN A24 PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
1 A4 0.33 0.33 0.33 0.33 A6
2 A4 0.33 0.33 0.33 0.33 A9
3 A4 0.33 0.33 0.33 0.33 A12
4 A4 3 3 3 3 A13
5 A4 3 3 3 3 A15
6 A4 3 3 3 3 A20
7 A4 3 3 5 3.556893 A22
8 A6 3 1 3 2.080084 A9
9 A6 1 1 1 1 A12
10 A6 5 5 5 5 A13
11 A6 3 5 5 4.217163 A15
12 A6 3 5 5 4.217163 A20
13 A6 3 5 5 4.217163 A22
14 A9 3 3 3 3 A12
15 A9 3 3 3 3 A13
16 A9 3 3 3 3 A15
17 A9 3 3 3 3 A20
18 A9 3 3 3 3 A22

MATRIKS PERBANDINGAN A24 PADA ALTERNATIVE


EXPERT
NO CRITERIA GEOMEAN CRITERIA
1 2 3
19 A12 3 3 3 3 A13
20 A12 3 3 3 3 A15
21 A12 3 3 3 3 A20
22 A12 3 3 3 3 A22
23 A13 1 1 0.33 0.691042 A15
24 A13 1 1 0.33 0.691042 A20
25 A13 1 1 1 1 A22
26 A15 1 1 1 1 A20
27 A15 1 1 1 1 A22
28 A20 1 1 1 1 A22

133
Lampiran 15. Supermatriks Tak Berbobot (Unweighted Supermatrix)
UNWEIGHT RA PLG
DELIV MAK RETU SOUR
ED SUPER A4 A6 A9 A12 A13 A15 A20 A22 A24 PLAN BERPENGA
ER E RN CE
MATRIX RUH
0.142 0.142 0.142 0.0482 0.113 0.441 0.1668
A4 0 1 0.25 0.25 0.25 0.125 0.1334 0
86 86 86 5 87 54 5
0.142 0.142 0.142 0.3011 0.037 0.118 0.1183
A6 1 0 0.25 0.25 0.25 0.125 0.1604 0
86 86 86 6 96 01 9
0.142 0.142 0.142 0.128 0.129 0.0201
A9 0 0 0 0.25 0.25 0.125 0.0279 0.1604 0
86 86 86 74 3 9
0.142 0.142 0.1335 0.172 0.046 0.1737 0.2005
A12 0 0 0 0 0 0 0.125 0
86 86 5 37 95 9 1
0.142 0.142 0.142 0.0446 0.117 0.040 0.0171 0.0344
A13 0 0 0.25 0 0.25 0.125 0
86 86 86 8 37 85 6 1
0.142 0.142 0.142 0.1301 0.121 0.030 0.0344
A15 0 0 0.25 0.25 0 0.125 0.1439 0
86 86 86 1 3 19 1
0.142 0.142 0.0329 0.103 0.034 0.0375 0.0305
A20 0 0 0 0 0 0 0.125 0
86 86 3 16 59 5 5
0.142 0.142 0.2501 0.037 0.044 0.2042 0.0520
A22 0 0 0 0 0 0 0.125 0
86 86 1 58 38 9 8
0.0313 0.167 0.114 0.1513
A24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.1604 0
2 66 18 2
0.047 0.256 0.060 0.051 0.046 0.103 0.177 0.675 0.050 0.4025 0.161 0.049 0.3800 0.0736
DELIVER 0.13208
74 94 17 76 46 89 87 24 06 3 73 94 6 2
0.064 0.048 0.155 0.631 0.601 0.616 0.615 0.046 0.126 0.1722 0.452 0.123 0.2242 0.0701
MAKE 0.25172
6 55 65 29 8 65 55 89 08 5 12 54 3 4
0.586 0.319 0.060 0.045 0.046 0.043 0.064 0.092 0.050 0.095 0.575 0.0496 0.2781
PLAN 0.0556 0.51482
73 61 17 64 46 05 57 62 06 23 78 2 1
0.255 0.055 0.060 0.225 0.258 0.193 0.088 0.110 0.647 0.3029 0.037 0.039 0.2883 0.0301
RETURN 0.03644
01 3 17 67 82 36 88 22 71 4 93 23 9 4
0.045 0.319 0.663 0.045 0.046 0.043 0.053 0.075 0.126 0.0666 0.211 0.5479
SOURCE 0.253 0.0577 0.06494
92 61 85 64 46 05 13 03 08 8 51 8
RA PLG
BERPENGA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RUH
Lampiran 16. Supermatriks Berbobot (Weighted Supermatrix)
WEIGHTED RA PLG
DELIV MAK RETU SOUR
SUPER A4 A6 A9 A12 A13 A15 A20 A22 A24 PLAN BERPENGA
ER E RN CE
MATRIX RUH
0.071 0.071 0.071 0.062 0.0402 0.094 0.367 0.1111 0.1390
A4 0 0.5 0.125 0.125 0.125 0
43 43 43 5 1 89 95 7 4
0.071 0.071 0.071 0.062 0.2509 0.031 0.098 0.0986 0.1336
A6 0.5 0 0.125 0.125 0.125 0
43 43 43 5 6 63 34 6 6
0.071 0.071 0.071 0.062 0.0232 0.107 0.107 0.0168 0.1336
A9 0 0 0 0.125 0.125 0
43 43 43 5 5 28 75 3 6
0.071 0.071 0.062 0.143 0.039 0.1448 0.1670
A12 0 0 0 0 0 0 0.1113
43 43 5 64 12 3 9 0
0.071 0.071 0.071 0.062 0.0372 0.097 0.034 0.0286
A13 0 0 0.125 0 0.125 0.0143 0
43 43 43 5 3 81 04 8
0.071 0.071 0.071 0.062 0.1084 0.101 0.025 0.1199 0.0286
A15 0 0 0.125 0.125 0 0
43 43 43 5 2 09 16 2 8
0.071 0.071 0.062 0.0274 0.085 0.028 0.0254
A20 0 0 0 0 0 0 0.0313 0
43 43 5 4 96 83 6
0.071 0.071 0.062 0.2084 0.031 0.036 0.1702
A22 0 0 0 0 0 0 0.0434 0
43 43 5 2 32 98 4
0.139 0.095 0.1336
A24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0261 0.1261 0
72 16 6
0.023 0.128 0.030 0.025 0.023 0.051 0.088 0.337 0.025 0.0670 0.026 0.008 0.0633 0.0122
DELIVER 0.13208
87 47 08 88 23 94 93 62 03 9 96 32 4 7
0.032 0.024 0.077 0.315 0.300 0.308 0.307 0.023 0.063 0.0287 0.075 0.020 0.0373 0.0116
MAKE 0.25172
3 28 82 64 9 32 78 45 04 1 35 59 7 9
0.293 0.159 0.030 0.022 0.023 0.021 0.032 0.046 0.025 0.0092 0.015 0.095 0.0082 0.0463
PLAN 0.51482
36 81 08 82 23 53 29 31 03 7 87 96 7 5
0.127 0.027 0.030 0.112 0.129 0.096 0.044 0.055 0.323 0.0504 0.006 0.006 0.0480 0.0050
RETURN 0.03644
51 65 08 84 41 68 44 11 86 9 32 54 6 2
0.022 0.159 0.331 0.022 0.023 0.021 0.026 0.037 0.063 0.0111 0.042 0.035 0.0096 0.0913
SOURCE 0.06494
96 81 93 82 23 53 56 51 04 1 17 25 2 3
RA PLG
BERPENGA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RUH

135
Lampiran 17. Matriks Terbatas (Limit Matrix)
RA PLG
LIMIT DELIV MAK RETU SOUR
A4 A6 A9 A12 A13 A15 A20 A22 A24 PLAN BERPENGA
MATRIX ER E RN CE
RUH
0.170 0.170 0.170 0.170 0.170 0.170 0.170 0.170 0.170 0.1702 0.170 0.170 0.1702 0.1702
A4
27 27 27 27 27 27 27 27 27 7 27 27 7 7 0.17027
0.156 0.156 0.156 0.156 0.156 0.156 0.156 0.156 0.156 0.1567 0.156 0.156 0.1567 0.1567
A6
74 74 74 74 74 74 74 74 74 4 74 74 4 4 0.15674
0.052 0.052 0.052 0.052 0.052 0.052 0.052 0.052 0.052 0.0529 0.052 0.052 0.0529 0.0529
A9
93 93 93 93 93 93 93 93 93 3 93 93 3 3 0.05293
0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.0504 0.050 0.050 0.0504 0.0504
A12
49 49 49 49 49 49 49 49 49 9 49 49 9 9 0.05049
0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.0399 0.039 0.039 0.0399 0.0399
A13
97 97 97 97 97 97 97 97 97 7 97 97 7 7 0.03997
0.049 0.049 0.049 0.049 0.049 0.049 0.049 0.049 0.049 0.0495 0.049 0.049 0.0495 0.0495
A15
52 52 52 52 52 52 52 52 52 2 52 52 2 2 0.04952
0.024 0.024 0.024 0.024 0.024 0.024 0.024 0.024 0.024 0.024 0.024
A20
3 3 3 3 3 3 3 3 3 0.0243 3 3 0.0243 0.0243 0.0243
0.040 0.040 0.040 0.040 0.040 0.040 0.040 0.040 0.040 0.0408 0.040 0.040 0.0408 0.0408
A22
88 88 88 88 88 88 88 88 88 8 88 88 8 8 0.04088
0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.0398 0.039 0.039 0.0398 0.0398
A24
89 89 89 89 89 89 89 89 89 9 89 89 9 9 0.03989
0.059 0.059 0.059 0.059 0.059 0.059 0.059 0.059 0.059 0.0596 0.059 0.059 0.0596 0.0596
DELIVER
67 67 67 67 67 67 67 67 67 7 67 67 7 7 0.05967
0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.080 0.0807 0.080 0.080 0.0807 0.0807
MAKE
75 75 75 75 75 75 75 75 75 5 75 75 5 5 0.08075
0.098 0.098 0.098 0.098 0.098 0.098 0.098 0.098 0.098 0.0984 0.098 0.098 0.0984 0.0984
PLAN
44 44 44 44 44 44 44 44 44 4 44 44 4 4 0.09844
0.067 0.067 0.067 0.067 0.067 0.067 0.067 0.067 0.067 0.0672 0.067 0.067 0.0672 0.0672
RETURN
29 29 29 29 29 29 29 29 29 9 29 29 9 9 0.06729
0.068 0.068 0.068 0.068 0.068 0.068 0.068 0.068 0.068 0.0688 0.068 0.068 0.0688 0.0688
SOURCE
84 84 84 84 84 84 84 84 84 4 84 84 4 4 0.06884
RA PLG
BERPENGA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RUH
Lampiran 18. Penilaian Responden terhadap Strategi Mitigasi
Nilai Deraj Nilai

Agen Strategi Respon at Respon Korel


Risiko Mitigasi den Kesul den asi
1 2 3 itan 1 2 3

Catatan Penggunaan
jumlah sistem
bahan baku pencatatan
3 3 3 3 9 9 9 9
di gudang berbasis
tidak sesuai aplikasi/software
(A4) (PA1)
Faktor Penerapan SOP
alam/cuaca perlakuan
(A6) khusus 5 5 5 5 9 9 9 9
penyimpanan
(PA2)
Pemberian
edukasi
terhadap
5 5 5 5 9 9 9 9
pemasok terkait
proses pasca
panen (PA3)
Penambahan
armada pada
5 5 4 5 9 9 9 9
divisi pengiriman
(PA4)

137
Kesalahan Penerapan SOP
perlakuan perlakuan
penyimpana khusus 5 5 5 5 9 9 9 9
n bahan penyimpanan
baku (A9) (PA2)
Ketidakteliti Penambahan
an SDM quality
karyawan control (PA5)
5 5 5 5 9 9 9 9
dalam
sortasi
(A12)
Kurangnya Penerapan SOP
perawatan perawatan
mesin mesin dan 4 4 4 4 9 9 9 9
roasting peralatan (PA6)
(A13)
Kurangnya Penerapan SOP
perawatan perawatan
5 4 4 4 9 9 9 9
mesin mesin dan
sealer (A15) peralatan (PA6)
Biji kopi Penerapan SOP
terlalu lama perlakuan
didiamkan khusus
5 5 5 5 9 9 9 9
setelah penyimpanan
disangrai (PA2)
(A20)
Ketidakteliti Penggunaan
an sistem
karyawan pencatatan
dalam berbasis
3 3 3 3 9 9 9 9
mencatat aplikasi/software
detail (PA1)
pesanan
(A22)
Kualitas Penerapan
bahan baku strategi
di bawah spesialisasi
standar produk 3 3 3 3 9 9 9 9
(A24) berdasarkan
tingkat kualitas
(PA7)

139

Anda mungkin juga menyukai