Anda di halaman 1dari 177

Penulis:

Tika Rahmadani Dalimunthe - Syafrilianto - Himsar - Ainatul Jannah - Rukiah Harahap


Natasyah Alifia - Miftahul Jannah Hasibuan - Aisyah Fitri Hidayani Sagala - Ita Margaretta Br Tarigan
Amanda Putri - Nadilla Febriana - Nurhikma Yanti - Tina - Annisatul Ahyar Batubara - Doria Amanah
Almira Amir - Aslamiah Hannum Siregar - Maida Tun Aslamiyah Ritonga - Selli Sinar Siregar
Zubaidah Hasibuan - Aminah Harahap - Sri Handayani Parinduri - Barinta Nur Respasari - Siti Domroh
Brigita Marieta - Elisa Lastarida Purba - Idhar Khaira - Fadhila Majid Siagian - Diana Kholilah
Yenni Khairani Lubis - Dhiena Safitri - Nur Imaniyanti - Fathul Jannah - Dini Adelia - Dini Safitri Al Karim
Indhi Kharisma - Nurul Aulia - Ulfy Rahmadani - Dwi Novia Rosna - Weni - Salmawati
Eliana Jenifer Marbun - Ade Irfan Ritonga - Aisyah Fitri Hidayani Sagala - Novi Srikandi Putri Nasution
Siti Nurjannah - Irdes Hidayana - Elisa Lastarida Purba - Idhar Khaira - Elsa Eka Putri Harahap
Ely Kurniawati - Soly Deo Hutagalung - Nadia Dio Alvionita - Feliza Paramitha Sinaga - Sri Wina Oktavia
Muhammad Musyadad - Khabib - Fitria Sari - Gemanudias Fajri - Gressina Magner - Surati
Rikzy Marjohan - Zakiah - Hafif Komarullah - Andi Julian Prakoso - Ina Damayanti
SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0

Ditulis oleh :
Tika Rahmadani Dalimunthe, dkk

Diterbitkan, dicetak, dan didistribusikan oleh


PT. Literasi Nusantara Abadi Grup
Perumahan Puncak Joyo Agung Residence Kav. B11 Merjosari
Kecamatan Lowokwaru Kota Malang 65144
Telp : +6285887254603, +6285841411519
Email: literasinusantaraofficial@gmail.com
Web: www.penerbitlitnus.co.id
Anggota IKAPI No. 340/JTI/2022

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip


atau memperbanyak baik sebagian ataupun keseluruhan isi buku
dengan cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetakan I, Oktober 2023

Editor: Syafrilianto, M.Pd.


Perancang sampul: Noufal Fahriza
Penata letak: Noufal Fahriza

ISBN : 978-623-114-141-5
vi + 169 hlm. ; 15,5x23 cm.

©Oktober 2023
PRAKATA

P endidikan merupakan salah satu aspek utama dalam menjembatani


perubahan masyarakat dari satu era ke era berikutnya. Dalam era digital
dan terkoneksi ini, yang dikenal sebagai Society 5.0, pendidikan memiliki
peran yang semakin penting dalam membekali generasi muda dengan
keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan tuntutan zaman.
Dalam ranah pendidikan, mata pelajaran Sains dan Matematika selalu
mendapatkan perhatian khusus. Mempersiapkan siswa untuk memahami
konsep-konsep ilmiah dan keterampilan matematika yang kuat adalah
fondasi utama dalam pembentukan generasi yang mampu bersaing dalam
era Society 5.0 yang menekankan pada digitalisasi, konektivitas, dan
kecerdasan buatan.
Menghadapi perubahan ini, pengajar dan pendidik harus senantiasa
berinovasi dalam metode pembelajaran dan penggunaan teknologi untuk
memaksimalkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, kami hadirkan buku
ini, yang bertujuan untuk memberikan panduan, wawasan, dan sumber daya
bagi para guru, pengajar, dan siapa pun yang terlibat dalam pembelajaran
Sains dan Matematika.
Buku ini akan membahas berbagai aspek penting dalam pembelajaran
Sains dan Matematika di era Society 5.0. Mulai dari strategi mengajar yang
inovatif hingga pemanfaatan teknologi terkini, kami berharap buku ini dapat
membantu menciptakan pengalaman belajar yang menarik dan bermanfaat
bagi siswa.
Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua penulis, pengajar,
dan tenaga pendidik yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini.
Semoga buku ini dapat menjadi panduan yang berharga dan memberikan
dampak positif dalam peningkatan kualitas pembelajaran Sains dan
Matematika di era Society 5.0.
Selamat membaca dan selamat mengembangkan pendidikan yang
lebih baik untuk masa depan yang cerah!

Editor: Syafrilianto, M.Pd. iii


iv SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0
DAFTAR ISI

Prakata...................................................................................................................iii
Daftar Isi................................................................................................................. v

BAB I
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN........................ 1
Pengertian Belajar
dan Pembelajaran......................................................................................... 2
Perilaku Belajar........................................................................................... 22
Prestasi Belajar............................................................................................ 29
Minat belajar............................................................................................... 35
Hasil belajar................................................................................................. 48

BAB II
MODEL PEMBELAJARAN ................................ 73
Model Pembelajaran
Discovery Learning ................................................................................... 74
Model Problem Based Learning .............................................................. 80
Model Pembelajaran Kooperatif............................................................... 85
Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)..................... 91
Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD).. 95
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match ......................... 98

Editor: Syafrilianto, M.Pd. v


BAB III
PENDEKATAN PEMBELAJARAN..................... 101
Pendekatan Kontekstual.......................................................................... 102
Pendekatan Matematika Realistik ......................................................... 107

BAB IV
PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0........ 111
Pengertian Pembelajaran Abad 21 Society 5.0..................................... 112
Kemampuan Pemecahan Masalah (high order thinking skill).......... 115
Penggunaan Reward dalam Pembelajaran Abad 21............................ 117
Pengembangan Three Tier Diagnostic Test.......................................... 120
Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)................................... 122

BAB V
KONSEP DASAR ALJABAR BOOLEAN........... 127
Sejarah Pengembangan Konsep Dasar Aljabar Boolean.................... 128
Aplikasi Konsep Dasar Al-Jabar Boolean............................................. 130

BAB VI
PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA
ABAD 21 SOCIETY 5.0.................................... 137
Pembelajaran Menggunakan Media Permainan Who Am I.............. 138
Program Aplikasi Maple pada Matematika.......................................... 140
Penggunaan Metode Fuzzy dalam Prediksi Awal Tahun Baru
Hijriyah...................................................................................................... 144
Praktikum Laboratorium Berbasis Green Chemistry......................... 147
Pembelajaran dengan Phet Simulation.................................................. 152
Rangkaian Listrik:
Seri, Paralel, dan Campuran................................................................... 156

Daftar Pustaka................................................................................................... 165

vi SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


BAB I
BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

1
PENGERTIAN BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN

Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses mental yang kompleks dan dinamis yang
melibatkan penerimaan, pemahaman, penyimpanan, dan penerapan
informasi, pengetahuan, keterampilan, atau pengalaman baru dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seseorang. Proses belajar
ini melibatkan interaksi antara individu dan lingkungan sekitarnya, serta
melibatkan berbagai faktor psikologis, sosial, dan fisik.
Secara harfiah, belajar adalah proses transformasi dari ketidaktahuan
menjadi pengetahuan. Dalam konteks ilmiah, belajar adalah tindakan kognitif
yang memerlukan kondisi tertentu yang membuka jalan bagi perubahan
perilaku atau disposisi untuk bertindak. Menurut definisi dalam kamus
bahasa Indonesia, belajar adalah upaya untuk memperoleh kepandaian atau
pengetahuan, melalui latihan, yang menghasilkan perubahan dalam tingkah
laku atau respons individu akibat pengalaman. Dengan kata lain, belajar
adalah proses internal yang mengubah tingkah laku individu, termasuk cara
berpikir, bersikap, dan bertindak (W. Gulo, 2002: 23).
Secara psikologis, belajar dapat diartikan sebagai transformasi tingkah
laku yang terjadi akibat dari interaksi individu dengan lingkungannya dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif lain, belajar
adalah upaya individu untuk mencapai perubahan total dalam tingkah laku
mereka, yang timbul dari pengalaman pribadi mereka saat berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya (Slameto, 2010: 2).
Belajar merupakan upaya yang dijalankan oleh individu untuk mencapai
perubahan total dalam tingkah laku mereka, yang muncul sebagai hasil dari
pengalaman pribadi mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar
(Aunurrahman, 2010: 35).
Proses belajar terdiri dari tiga fase, yaitu fase pemberian informasi,
fase transformasi, dan fase evaluasi. Tahap informasi merujuk pada proses
menjelaskan, memecah, atau mengarahkan individu tentang struktur

2 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tahap transformasi melibatkan
peralihan atau pemindahan struktur tersebut ke dalam diri peserta didik,
yang terjadi melalui proses informasi. Sementara itu, pembelajaran adalah
hasil dari interaksi antara peserta didik, pendidik, dan sumber belajar dalam
suatu lingkungan belajar (Makki & Aflahah, 2017: 2). Terdapat berbagai
definisi belajar menurut para ahli.
1. Belajar menurut Pandangan B. F. Skinner
Belajar menurut Skinner adalah menciptakan kondisi yang memberikan
peluang dengan menggunakan penguatan (reinforcement) sehingga
individu akan termotivasi dan lebih bersemangat dalam proses
pembelajaran berkat hadiah (rewards) dan pujian (reinforcement) yang
diberikan oleh guru atas prestasi belajarnya. Skinner memperinci lebih
lanjut dengan mengidentifikasi dua jenis respons.
Pertama, respons responden (respondent response), yang
merupakan reaksi yang dipicu oleh stimulus tertentu yang disebut
sebagai eliciting stimuli dan menghasilkan respons yang relatif tetap,
contohnya adalah respons air liur yang muncul setelah mendapatkan
makanan. Biasanya, stimulus seperti ini muncul sebelum respons yang
dihasilkannya.
Kedua, respons operan (operant response), yaitu respons yang
timbul dan berkembang sebagai akibat dari stimulus tertentu yang
disebut sebagai reinforcing stimuli atau penguat, karena stimulus-
stimulus tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh
individu. Dengan demikian, seseorang akan lebih termotivasi untuk
belajar dengan giat jika mereka diberi hadiah, sehingga respons yang
ditampilkan menjadi lebih intens dan kuat.
Menurut Skinner, belajar adalah situasi di mana peristiwa yang
terjadi memicu respons belajar, entah itu dalam bentuk hadiah atau
tindakan teguran atau hukuman. Oleh karena itu, pemilihan stimulus
yang dapat membedakan dan penggunaan penguatan dapat mendorong
individu untuk belajar dengan lebih bersemangat. Dengan kata lain,
belajar melibatkan kaitan antara stimulus dengan respons (S†R) yang
terjadi dalam konteks tertentu.
2. Belajar menurut Pandangan Robert M. Gagne
Menurut pandangan Gagne yang diacu oleh Sagala, belajar adalah
transformasi yang terjadi dalam kemampuan individu setelah mereka
mengalami proses pembelajaran berkelanjutan. Perubahan ini tidak

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 3


hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan semata. Belajar terjadi
ketika suatu situasi yang memunculkan stimulus bersama dengan
pengetahuan yang telah tersimpan dalam ingatan mempengaruhi
individu sedemikian rupa sehingga perilakunya mengalami perubahan
dari sebelum mengalami situasi tersebut ke setelah mengalami situasi
tersebut.
Pandangan Gagne mengindikasikan bahwa belajar melibatkan
stimulus yang bekerja bersamaan dengan pengetahuan yang tersimpan
dalam ingatan untuk menghasilkan perubahan dalam tingkah laku
seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, belajar dipengaruhi oleh dua
faktor, yakni faktor internal yang berupa pengetahuan yang tersimpan
dalam ingatan dan faktor eksternal yang berasal dari stimulus di luar
individu yang sedang belajar.
Gagne mengklasifikasikan segala hal yang dipelajari individu, yang
disebut sebagai domain pembelajaran, menjadi lima kategori. Pertama,
kategori keterampilan motorik, yang mencakup koordinasi berbagai
gerakan tubuh. Kedua, kategori informasi verbal, yang melibatkan
penyampaian informasi melalui bicara, tulisan, dan gambar. Ketiga,
kategori kemampuan intelektual, yang mengimplikasikan penggunaan
simbol-simbol untuk berinteraksi dengan dunia luar. Keempat, kategori
strategi kognitif, yang melibatkan keterampilan internal seperti
mengingat dan berpikir yang terorganisir. Kelima, kategori sikap, yang
menekankan pentingnya sikap belajar dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas, Gagne memahami bahwa
proses belajar dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan
eksternal dalam diri individu yang belajar. Dalam interaksi ini, kondisi
eksternal, seperti stimulus yang berasal dari lingkungan pembelajaran,
berkolaborasi dengan kondisi internal, seperti keadaan mental dan
proses kognitif individu. Hasil dari interaksi ini dapat diklasifikasikan
sebagai keterampilan motorik, informasi verbal, kemampuan
intelektual, strategi kognitif, dan sikap dalam konteks pembelajaran.
3. Belajar menurut Pandangan Jean Piaget
Piaget, seorang psikolog, memusatkan perhatiannya pada studi tentang
pemikiran anak-anak karena ia yakin bahwa melalui cara anak-anak
berpikir, pertanyaan-pertanyaan dalam epistemologi dapat dijawab.
Piaget mengajukan bahwa dalam perkembangan kognitif anak, terdapat
dua proses yang terjadi, yakni proses asimilasi dan akomodasi. Proses

4 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


asimilasi melibatkan penyesuaian atau penyesuaian informasi baru
dengan pengetahuan yang telah ada sebelumnya, dan jika diperlukan,
mengubahnya. Sementara itu, proses akomodasi melibatkan
penyusunan ulang atau modifikasi informasi yang telah ada sebelumnya
agar informasi baru dapat diintegrasikan dengan lebih baik.
Piaget mengembangkan teori kognitif ini dalam kerangka teori
keseimbangan yang disebut akomodasi. Teori ini menjelaskan bahwa
struktur fungsi kognitif akan mengalami perubahan ketika individu
dihadapkan pada informasi baru yang tidak dapat disatukan dengan
struktur yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi, menurut Piaget,
merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan dan pengalaman
yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan pemikiran yang sudah
ada. Piaget mengidentifikasi tiga cara di mana anak-anak memperoleh
pengetahuan, yaitu melalui interaksi sosial, pengalaman fisik, dan
pemikiran logis-matematis.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Piaget memandang
proses pembelajaran sebagai kombinasi antara asimilasi (menyatukan
informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada) dan akomodasi
(mengubah pengetahuan yang sudah ada untuk menyesuaikan dengan
informasi baru yang diperoleh).
4. Belajar menurut Pandangan Carl R. Rogers
Rogers mengedepankan aspek pengajaran daripada siswa yang belajar
dalam konteks pendidikan yang ditandai dengan peran guru yang
dominan dan siswa hanya menghafal pelajaran karena merasa bahwa
guru adalah yang paling penting. Rogers menggarisbawahi prinsip-
prinsip pendidikan dan pembelajaran sebagai berikut:
a. Individu secara alami memiliki kemampuan untuk belajar,
sehingga siswa tidak perlu mempelajari hal-hal yang tidak
bermakna
b. Siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap
materi pelajaran jika materi tersebut memiliki makna bagi mereka
c. Pengaturan materi pembelajaran harus mengintegrasikan bahan
dan ide baru agar menjadi signifikan bagi siswa
d. Pembelajaran yang relevan di era modern melibatkan pemahaman
tentang proses-proses belajar, keterbukaan terhadap pengalaman,
kerja sama, serta kemampuan untuk beradaptasi dan berkembang
secara berkelanjutan

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 5


e. Pembelajaran yang efektif terjadi ketika siswa aktif dan
bertanggung jawab dalam proses pembelajaran
f. Pembelajaran melalui pengalaman (experiential learning)
mungkin terjadi ketika siswa melakukan evaluasi terhadap diri
mereka sendiri
g. Untuk mencapai pembelajaran yang berarti, partisipasi penuh dan
berdedikasi dari siswa sangat penting.
Dalam pandangan Rogers, pembelajaran pada dasarnya didasarkan
pada prinsip kebebasan dan penghargaan terhadap perbedaan
individual dalam konteks pendidikan. Dengan pendekatan ini, peserta
didik akan lebih memahami diri mereka sendiri, menerima diri mereka
apa adanya, dan akhirnya merasa bebas untuk membuat pilihan dan
bertindak sesuai dengan kepribadian mereka dengan penuh tanggung
jawab.
5. Belajar menurut Pandangan Benjamin S. Bloom
Hasil penelitian Bloom dalam pemantauan perkembangan kecerdasan
anak selama periode tertentu menunjukkan bahwa pengukuran
kecerdasan anak pada usia 15 tahun merupakan hasil dari
perkembangan yang dimulai sejak usia dini. Bloom mengembangkan
sebuah taksonomi untuk tujuan pendidikan dengan menyusun
pengalaman dan pertanyaan yang berjenjang, mulai dari pemahaman
hingga penerapan, dengan keyakinan bahwa anak-anak memiliki
kapasitas untuk menguasai tugas-tugas sekolah yang diberikan kepada
mereka. Namun, Bloom juga mengakui bahwa ada anak-anak yang
mungkin memerlukan waktu lebih lama dan bimbingan yang lebih
intensif dibandingkan dengan teman sebaya mereka.
Taksonomi tujuan yang digarap oleh Bloom dikenal dengan istilah
Taxonomi Bloom, yang terdiri dari tiga domain utama: domain kognitif,
domain afektif, dan domain psikomotor. Ketiga domain ini mencakup
keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh peserta
didik setelah menyelesaikan proses pendidikan mereka.
a. Domain kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir
intelektual dan pemahaman lingkungan. Domain ini terdiri dari
enam tingkat kemampuan yang disusun secara hierarkis, mulai dari
yang paling dasar hingga yang lebih kompleks, yaitu pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

6 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


b. Domain afektif berkaitan dengan kemampuan emosional
dalam merasakan dan merenungkan berbagai hal. Domain ini
mencakup lima tingkat kemampuan emosional yang diatur secara
hierarkis, termasuk kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai,
pengorganisasian nilai, dan karakterisasi diri.
c. Domain psikomotor mencakup kemampuan motorik dalam
menggerakkan dan mengkoordinasikan aktivitas fisik. Domain
ini mencakup berbagai tingkat keterampilan, termasuk gerakan
refleks, gerakan dasar, persepsi motorik, kebugaran fisik,
keterampilan bergerak yang terlatih, dan komunikasi non-verbal.
Dengan demikian, Taxonomi Bloom mengorganisasikan beragam
keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dari peserta didik
dalam tiga domain yang berbeda sesuai dengan karakteristiknya
masing-masing.
Menurut pandangan Bloom, belajar pada intinya adalah
peningkatan mutu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik
dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup peserta didik, baik sebagai
individu dan anggota masyarakat, serta sebagai makhluk yang tunduk
pada Tuhan Yang Maha Esa.
6. Belajar menurut Pandangan Jerume S. Bruner
Bruner meyakini bahwa belajar melibatkan pengembangan kategori-
kategori yang saling terkait dengan cara yang menghasilkan model
unik tentang dunia dan pengembangan sistem pengkodean. Dalam
kerangka ini, belajar hanya terjadi ketika ada perubahan dalam model
tersebut, yang bisa berupa perubahan dalam kategori-kategori yang
ada, penghubungan kategori-kategori dengan cara yang baru, atau
penambahan kategori-kategori baru.
Pendekatan Bruner terhadap pendidikan menekankan
kompleksitas dalam mencocokkan budaya dengan kebutuhan anggota
masyarakat, serta menyelaraskan individu dengan cara mereka
memahami kebutuhan budaya tersebut. Pandangan Bruner tentang
belajar dapat disarikan sebagai pendekatan kategorisasi di mana semua
interaksi individu dengan dunia melibatkan penggunaan kategori-
kategori yang diperlukan untuk memahami dan berinteraksi dengan
lingkungan mereka. Kategorisasi ini membantu menyederhanakan
kompleksitas dalam lingkungan individu (Hanafi, 2014: 68-71)

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 7


Penjelasan mengenai pandangan para ahli dalam bidang
pendidikan dan psikologi terkait dengan belajar, dapat dipahami
bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang melibatkan aspek psikologis
dan fisik, dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, sikap,
dan keterampilan individu yang bersifat relatif konstan. Meskipun ada
kesepakatan bahwa inti dari belajar adalah perubahan dalam perilaku,
berbagai ahli memiliki beragam pandangan mengenai cara mencapai
perubahan tersebut. Oleh karena itu, setiap tindakan belajar memiliki
ciri khasnya sendiri sesuai dengan perspektif masing-masing ahli.
Dalam proses belajar, individu memulai dengan mengeksplorasi
informasi atau pengalaman baru, mengamati, mendengarkan, atau
merasakan hal-hal tersebut. Selanjutnya, informasi atau pengalaman
tersebut diolah dalam pikiran individu melalui berbagai proses kognitif
seperti perhatian, pemahaman, dan penafsiran. Setelah itu, informasi
tersebut disimpan dalam memori jangka pendek atau jangka panjang,
tergantung pada seberapa sering atau seberapa penting informasi
tersebut bagi individu.
Menurut komisi pendidikan untuk abad XXI menyatakan bahwa
hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Pendidikan
berdasarkan pada empat fondasi menurut definisi UNESCO (1996)
adalah seperti berikut.
a. Belajar untuk mengetahui, merupakan upaya memahami alat-alat
pengetahuan baik sebagai sarana maupun sebagai tujuan.
b. Belajar untuk bertindak, lebih menekankan pada cara mengajarkan
anak-anak untuk menerapkan pengetahuan yang telah mereka
pelajari dan mampu mengadaptasi pengetahuan tersebut dalam
pekerjaan di masa depan.
c. Belajar untuk hidup bersama, belajar untuk hidup dengan orang
lain, pada dasarnya melibatkan proses mengajarkan, melatih, dan
membimbing peserta didik agar mereka mampu membangun
hubungan positif melalui komunikasi yang efektif, menghindari
prasangka buruk terhadap orang lain, serta mencegah konflik dan
perselisihan.
d. Belajar untuk menjadi diri sendiri, seperti yang dijelaskan oleh
komisi pendidikan, prinsip dasar pendidikan adalah memberikan
kontribusi bagi perkembangan penuh individu, baik secara fisik,
intelektual, emosional, moral, maupun spiritual (Unesco 1996: 85)

8 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Namun, belajar tidak hanya sebatas pada penerimaan dan
penyimpanan informasi. Proses belajar juga mencakup kemampuan
untuk mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada,
mengembangkan pemahaman yang lebih dalam, dan mengaplikasikan
pengetahuan atau keterampilan tersebut dalam situasi-situasi praktis.
Hal ini dapat melibatkan penggunaan berbagai strategi pembelajaran,
seperti berdiskusi, berlatih, atau berinteraksi dengan orang lain.
Selain itu, belajar juga dapat dipengaruhi oleh motivasi, minat, dan
tujuan individu. Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan kemauan
individu untuk belajar, sementara minat pada suatu topik tertentu dapat
membuat belajar menjadi lebih menyenangkan dan efektif. Tujuan yang
jelas dan spesifik juga dapat memandu individu dalam merencanakan
dan mengatur proses belajar mereka.
Jadi, secara umum, belajar adalah suatu proses yang melibatkan
penerimaan, pemahaman, penyimpanan, dan aplikasi informasi atau
pengalaman baru dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, atau kemampuan individu dalam berbagai bidang
kehidupan. Proses ini sangat kompleks dan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor internal dan eksternal yang berperan dalam membentuk
cara individu belajar dan bagaimana mereka mengembangkan diri
mereka sepanjang hidup.

Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks dan dinamis di mana


individu, baik anak-anak maupun orang dewasa, terlibat dalam upaya untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, pemahaman, dan pengalaman
baru melalui interaksi dengan lingkungan belajar mereka, baik itu dalam
konteks formal seperti sekolah dan universitas, maupun melalui pengalaman
sehari-hari di kehidupan mereka.
Secara umum, belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilkan
perubahan dalam perilaku seseorang. Dengan konsep ini, pembelajaran
dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh seorang pengajar dengan
tujuan mengarahkan perubahan perilaku peserta didik menjadi lebih
positif (Darsono, 2000: 24). Sedangkan proses pembelajaran merujuk pada
metode dan alat yang digunakan dalam upaya pengajaran suatu generasi,
atau dengan kata lain, bagaimana sarana-sarana pembelajaran digunakan
dengan efektif. Ini jelas berbeda dari konsep proses belajar yang mengacu

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 9


pada cara para pelajar memiliki dan mengakses materi pelajaran itu sendiri
(Tilaar, 2002: 128).
Pembelajaran pada intinya adalah interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan, yang bertujuan untuk merubah perilaku menjadi lebih positif.
Peran guru adalah mengatur lingkungan agar mendukung perubahan
perilaku peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai upaya
sadar seorang pendidik untuk membantu peserta didik belajar sesuai
dengan kebutuhan dan minat mereka. Dalam hal ini, pendidik berperan
sebagai fasilitator yang menyediakan sarana dan menciptakan situasi yang
mendukung perkembangan kemampuan belajar peserta didik (Akhiruddin
dkk, 2019: 12).
Menurut UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang
terjadi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar dalam lingkungan
belajar tertentu. Secara nasional, pembelajaran dianggap sebagai suatu
proses interaksi yang melibatkan tiga komponen utama, yaitu peserta
didik, pendidik, dan sumber belajar, yang terjadi dalam suatu lingkungan
belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran adalah suatu sistem yang
terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait dan berinteraksi untuk
mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
dengan optimal.
Beberapa pakar telah memberikan definisi pembelajaran sebagai
berikut.
1. Winkel (1991) menyatakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian
tindakan yang disusun untuk mendukung proses belajar peserta didik,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang memengaruhi
serangkaian proses internal yang dialami. Ia mengartikan pembelajaran
sebagai pengaturan dan penciptaan kondisi eksternal yang mendukung
proses belajar peserta didik tanpa menghalanginya.
2. Gagne (1977) lebih mengklarifikasi arti dari pembelajaran: instruksi
sebagai serangkaian peristiwa eksternal yang dirancang untuk
mendukung beberapa proses belajar yang bersifat internal. Pembelajaran
merupakan serangkaian peristiwa eksternal yang dirancang untuk
mendukung berbagai proses belajar yang terjadi secara internal.
Selanjutnya, Gagne (1985) mengusulkan definisi pembelajaran yang
lebih komprehensif.

10 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


3. Smaldino (2008) mengatakan bahwa “Instruksi merujuk pada
segala usaha untuk merangsang pembelajaran melalui pengaturan
pengalaman-pengalaman dengan tujuan membantu peserta didik
mencapai perubahan kemampuan yang diinginkan secara sengaja.”
4. Menurut Sadiman, seperti yang dikutip dalam buku Teknologi
Pembelajaran, pembelajaran (instruction) adalah upaya untuk
mendorong peserta didik untuk belajar atau kegiatan yang bertujuan
untuk mengajarkan sesuatu kepada peserta didik (Warsita, 2008).
5. Miarso (1993) mengemukakan bahwa Pembelajaran adalah tindakan
pendidikan yang dilakukan secara sengaja, dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya sebelum prosesnya dimulai, dan prosesnya
dapat diawasi (Siregar & Widyaningrum, 2021: 34).
Proses pembelajaran melibatkan berbagai elemen penting seperti
pendidik atau guru yang bertindak sebagai fasilitator pengetahuan, peserta
didik yang aktif dalam menerima dan memproses informasi, serta sumber
belajar yang bisa berupa buku, materi online, maupun pengalaman langsung
di lapangan. Pembelajaran juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal
seperti budaya, lingkungan sosial, dan teknologi yang berkembang pesat.
Pentingnya pembelajaran tidak hanya terbatas pada akuisisi pengetahuan
dan keterampilan semata, tetapi juga mencakup pengembangan kemampuan
berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kreativitas. Selain itu, proses
pembelajaran juga dapat berlangsung sepanjang hidup seseorang, sehingga
menjadi pondasi utama dalam pengembangan individu, pengembangan
karir, dan kontribusi terhadap masyarakat dan dunia secara lebih luas.
Dalam era modern dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, pembelajaran semakin mendapatkan dimensi baru melalui
pembelajaran online, kursus daring, dan sumber-sumber belajar digital. Hal
ini mengubah cara kita mengakses, mengelola, dan berpartisipasi dalam
proses pembelajaran.
Pembelajaran juga memiliki dampak yang mendalam pada
perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya suatu masyarakat, karena
proses ini membentuk generasi yang lebih terdidik, berpengetahuan, dan
siap menghadapi tantangan masa depan. Oleh karena itu, pembelajaran
tidak hanya menjadi elemen penting dalam pendidikan formal, tetapi juga
dalam upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih cerdas, inklusif, dan
berkelanjutan.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 11


Karakteristik Belajar dan Pembelajaran

1. Ciri belajar
Jika kita menganggap bahwa inti dari belajar adalah perubahan
perilaku, maka ada beberapa karakteristik perubahan khusus yang
dapat diidentifikasi sebagai bagian dari proses belajar.
a. Perubahan yang Terjadi Secara Sadar
Hal ini menandakan bahwa seseorang yang sedang belajar akan
memperhatikan perubahan tersebut, atau akan melihat adanya
perbedaan pada dirinya. Mereka mungkin menyadari, misalnya,
bahwa pengetahuan mereka bertambah, kemampuan mereka
meningkat, atau kebiasaan mereka berubah. Akibatnya, perubahan
perilaku individu yang disebabkan oleh keadaan seperti mabuk
atau tidak sadarkan diri tidak dapat dianggap sebagai bagian
dari proses pembelajaran karena orang tersebut tidak menyadari
perubahan tersebut.
b. Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional
Perubahan individu yang muncul sebagai konsekuensi proses
pembelajaran bersifat dinamis dan berkelanjutan, bukan
situasi permanen. Setiap perubahan menimbulkan perubahan
berikutnya, yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan
proses pembelajaran yang berkelanjutan.
Misalnya, ketika seorang anak belajar menulis, ia akan beralih
dari ketidakmampuan awalnya menulis menjadi mampu menulis.
Penyesuaian ini akan terus berlanjut, dan kemampuan menulisnya
akan meningkat dan semakin halus seiring berjalannya waktu. Ia
akan belajar menulis dengan menggunakan berbagai alat, seperti
kapur. Selain itu, ia juga dapat memperoleh bakat lain melalui
kemampuan menulisnya, seperti menulis surat, menyalin catatan,
memecahkan masalah, dan lain sebagainya.
c. Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif
Penyesuaian ini terus meningkat sepanjang proses pembelajaran,
dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih besar dari sebelumnya.
Oleh karena itu, semakin banyak upaya pembelajaran yang
dilakukan, maka perbaikan yang dicapai akan semakin banyak dan
lebih baik. Penting untuk dicatat bahwa perubahan-perubahan ini
bersifat aktif, yang berarti bahwa perubahan-perubahan tersebut
tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena upaya individu

12 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


itu sendiri. Perubahan yang terjadi secara spontan sebagai akibat
dari proses pendewasaan tanpa adanya dorongan dari dalam diri
seseorang, seperti perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh
variabel internal, tidak dapat dianggap sebagai bagian dari gagasan
belajar.
d. Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara
Perubahan yang sifatnya sementara, seperti keringat, keluarnya
air mata, menangis, dan perubahan semacam itu yang hanya
berlangsung sesaat, tidak termasuk dalam kategori perubahan
dalam konteks pembelajaran. Perubahan yang terkait dengan
proses pembelajaran adalah perubahan yang permanen atau
langgeng. Artinya, perilaku yang mengalami perubahan setelah
proses pembelajaran akan tetap ada dan bahkan dapat terus
berkembang jika terus digunakan atau dilatih. Sebagai contoh,
kemampuan seorang anak dalam memainkan piano setelah
belajar tidak akan hilang, melainkan akan tetap ada dan bahkan
dapat berkembang lebih baik jika terus dipraktikkan atau dilatih.
e. Perubahan dalam Belajar Bertujuan dan Terarah
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku terjadi karena
adanya tujuan yang ingin dicapai. Modifikasi ini merupakan
konsekuensi dari upaya yang ditujukan pada perubahan perilaku
yang benar-benar disadari. Seseorang yang belajar mengetik,
misalnya, telah menentukan apa yang ingin mereka capai serta
tingkat keahlian yang ingin mereka peroleh. Alhasil, proses
pembelajaran yang mereka lalui selalu membuahkan hasil pada
pencapaian perilaku yang telah mereka pilih.
f. Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan yang terjadi pada individu setelah melewati proses
pembelajaran mencakup transformasi menyeluruh dalam perilaku
mereka. Ketika seseorang mempelajari sesuatu, hasilnya adalah
perubahan keseluruhan dalam berbagai aspek seperti sikap,
kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya. Sebagai
contoh, jika seorang anak mempelajari cara mengendarai sepeda,
perubahan yang paling mencolok adalah dalam keterampilan
mengendarai sepeda itu sendiri. Namun, ia juga mengalami
perubahan-perubahan lain seperti pemahaman tentang
bagaimana sepeda bekerja, pengetahuan tentang jenis-jenis

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 13


sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, mungkin memiliki
keinginan untuk memiliki sepeda yang lebih baik, kebiasaan
merawat sepeda, dan lain sebagainya. Dengan demikian, satu
aspek perubahan berkaitan erat dengan aspek lainnya.
2. Ciri Pembelajaran
a. Bertujuan untuk membimbing peserta didik dalam mencapai
perkembangan tertentu.
b. Melibatkan perencanaan dan desain mekanisme, prosedur,
langkah-langkah, metode, dan teknik untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
c. Materi ajar difokuskan, terarah, dan terencana dengan baik.
d. Peserta didik aktif terlibat sebagai syarat utama dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran.
e. Pendidik yang berperan dengan penuh kecermatan dan tepat.
f. Terdapat aturan yang diikuti oleh pendidik dan peserta didik
dalam proporsi yang sesuai.
g. Waktu yang ditentukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
h. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil
(Djamarah, 2011: 15-17).

Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran

Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran adalah seperangkat pedoman dan


aturan yang merujuk kepada prinsip-prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh
pendidik atau guru dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi
proses pembelajaran. Prinsip-prinsip ini mencakup berbagai aspek penting
dalam konteks pendidikan, termasuk pemahaman tentang bagaimana siswa
belajar, cara menyajikan materi pelajaran, penggunaan metode pembelajaran
yang efektif, serta cara mengevaluasi hasil pembelajaran.
Penerapan prinsip-prinsip ini menjadi kunci untuk menciptakan
lingkungan pembelajaran yang optimal dan membantu siswa mencapai
potensi mereka secara maksimal. Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran
memberikan kerangka kerja yang diperlukan bagi pendidik untuk
mengarahkan proses pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik individu siswa, sehingga mencapai hasil pembelajaran yang
diharapkan.

14 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


1. Prinsip belajar
Seorang ahli pembelajaran Amerika Serikat bernama William Burton
menyusun kesimpulannya yang terperinci tentang prinsip-prinsip
pembelajaran, yang mencakup:
a. Belajar adalah pengalaman yang melibatkan tindakan, reaksi, dan
perkembangan.
b. Proses tersebut melibatkan berbagai jenis pengalaman dan materi
pelajaran yang terfokus pada tujuan tertentu.
c. Pengalaman belajar memiliki signifikansi maksimal dalam
kehidupan siswa.
d. Pengalaman belajar dipengaruhi oleh kebutuhan dan tujuan siswa
sendiri, yang menggerakkan motivasi yang berkelanjutan.
e. Proses belajar dan hasilnya dipengaruhi oleh faktor-faktor warisan
genetik dan pengaruh lingkungan.
f. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materi dipengaruhi
oleh perbedaan individu di antara siswa-siswa.
g. Proses belajar berlangsung efektif ketika pengalaman dan hasil
yang diinginkan disesuaikan dengan tingkat kematangan siswa
h. Proses belajar akan menjadi lebih efektif ketika siswa memiliki
pemahaman tentang status mereka dan perkembangan mereka.
i. Proses belajar adalah kombinasi terintegrasi dari berbagai
prosedur.
j. Hasil belajar adalah komponen yang saling berhubungan satu
sama lain secara fungsional, tetapi tetap dapat dibahas secara
terpisah.
k. Hasil belajar mencakup pola-pola perilaku, nilai-nilai, pemahaman,
sikap, apresiasi, keterampilan, dan kemampuan.
l. Siswa akan menerima hasil belajar jika hasil tersebut memenuhi
kebutuhan mereka, memiliki nilai, dan relevan bagi mereka.
m. Hasil belajar disempurnakan melalui serangkaian pengalaman
yang dapat disamakan dan dengan pertimbangan yang cermat.
n. Hasil belajar secara bertahap menjadi bagian dari kepribadian
individu dengan tingkat kecepatan yang berbeda-beda.
o. Hasil belajar yang telah dicapai memiliki tingkat kompleksitas dan
dapat berubah, sehingga tidak bersifat sederhana atau statis.
Guru seharusnya memaksimalkan potensi yang dimiliki siswa.
Sulit untuk mengukur kemajuan siswa dari waktu ke waktu dalam

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 15


upayanya untuk mengembangkannya. Pembelajaran harus didasarkan
pada ide-ide akurat yang tertanam dalam kebutuhan pembelajaran
internal siswa agar guru dapat memandu kegiatan belajarnya untuk
mengembangkan potensi siswa secara keseluruhan. Guru dapat
menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran untuk menciptakan proses
pembelajaran yang mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip-prinsip
pembelajaran menguraikan prosedur-prosedur yang harus diikuti oleh
instruktur agar siswa dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
2. Prinsip pembelajaran
Prinsip pembelajaran adalah dasar pemikiran yang menjadi
fondasi untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi proses
pembelajaran dengan tujuan agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara efektif. Prinsip-prinsip ini merupakan pijakan yang
diperlukan untuk memastikan bahwa pembelajaran berlangsung
secara dinamis dan terarah, yang memungkinkan siswa untuk tumbuh
dalam pengalaman belajar mereka. Dengan mendasarkan proses
pembelajaran pada prinsip-prinsip ini, pendidik dapat menciptakan
lingkungan pembelajaran yang mendukung eksplorasi, pemahaman,
dan perkembangan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.
Adapun penjelasan tentang prinsip-prinsip pembelajaran
diuraikan sebagai berikut.
a. Perhatian dan Motivasi
Perhatian memegang peran yang krusial dalam proses belajar.
Berdasarkan teori belajar pengolahan informasi, ditegaskan
bahwa belajar tidak mungkin terjadi tanpa adanya perhatian.
Siswa akan secara alami memberikan perhatian terhadap materi
pembelajaran jika itu relevan dengan kebutuhan mereka. Selain
perhatian, motivasi juga memiliki peran yang signifikan dalam
pembelajaran. Motivasi dapat dianggap sebagai kekuatan yang
mendorong dan mengarahkan aktivitas individu, serupa dengan
mesin dan kemudi dalam mobil. Motivasi dapat berfungsi sebagai
tujuan dan alat dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh,
seorang siswa mungkin belajar dengan tekun bukan karena ingin
memperoleh pengetahuan yang dia pelajari, melainkan karena
dorongan untuk naik ke tingkat berikutnya atau memperoleh
ijazah

16 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


b. Keaktifan
Belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain, dan juga tidak
dapat dialihkan kepada orang lain. Belajar hanya terjadi ketika
seseorang, dalam hal ini seorang siswa, secara aktif mengalami
prosesnya sendiri. Aktivitas siswa dalam belajar sejalan dengan
prinsip “Hukum Latihan” yang menyatakan bahwa latihan
adalah bagian penting dari proses belajar. McKeachie, dalam
pandangannya tentang prinsip keaktifan, menegaskan bahwa
individu secara alamiah adalah pembelajar yang aktif, selalu ingin
tahu, dan memiliki sifat sosial.
Premis panduan kegiatan ini didasarkan pada keyakinan
psikologis bahwa pengetahuan harus diperoleh melalui
pengamatan dan pengalaman pribadi. Jiwa individu memiliki
sumber energinya sendiri dan menjadi aktif sesuai dengan
kebutuhannya. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran,
siswa mengolah dan memahami informasi pelajaran berdasarkan
keinginan, keterampilan, bakat, dan latar belakangnya sendiri,
sedangkan tugas guru adalah mendorong dan membantu
keterlibatan siswa dengan menyampaikan materi pelajaran.
c. Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Gagasan keterlibatan langsung sangat penting dalam lingkungan
pembelajaran. Peran instruktur dan keterlibatan siswa sama-sama
penting dalam proses pembelajaran yang mencakup kegiatan
belajar mengajar. Gagasan keterlibatan langsung ini mencakup
keterlibatan langsung secara fisik dan non fisik. Tujuan dari
konsep ini adalah untuk membuat siswa merasa penting dan
dihormati di kelas sehingga mereka dapat lebih menikmati proses
pembelajaran.
Siswa harus merasakan, terlibat aktif dalam tindakan, dan
bertanggung jawab atas hasil sambil belajar melalui pengalaman
langsung
d. Pengulangan
Salah satu konsep yang mungkin sudah ada sejak lama adalah
prinsip pembelajaran yang menekankan perlunya pengulangan,
seperti yang dijelaskan dalam teori psikologi kekuatan. Gagasan
ini menyatakan bahwa pembelajaran memerlukan pelatihan dan
pengembangan beragam kapasitas manusia seperti kemampuan

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 17


mengamati, menangkap, mengingat, membayangkan, merasakan,
dan berpikir, dan lain-lain. Bakat-bakat ini dapat ditingkatkan
melalui pengulangan atau latihan. Hubungan antara stimulus
(rangkaian peristiwa yang mendorong pembelajaran) dan respons
(reaksi atau respons terhadap stimulus) semakin kuat jika sering,
dan melemah atau bahkan hilang jika digunakan jarang atau tidak
sama sekali. Oleh karena itu, pengulangan, latihan, dan pembiasaan
merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran.
e. Tantangan
Kuantzu dalam Azhar Arsyad menyampaikan ide: “if you give
a man fish, he will have a single meal. If you teach him how to
fish he will eat all his life” Pendapat Kuantzu ini sejalan dengan
prinsip pembelajaran menantang, karena siswa tidak akan merasa
terdorong jika hanya diberi jawaban langsung dan tidak perlu
mencari tahu sendiri, sehingga hanya menerima apa yang diajarkan
guru. Siswa mungkin merasa kurang terhubung dan kreatif dalam
proses pembelajaran jika tidak diberi tantangan, oleh karena itu
konten yang diperolehnya mungkin tidak memberikan pengaruh
yang signifikan. Untuk menginspirasi siswa untuk menaklukkan
tantangan dengan semangat dan antusiasme, materi pembelajaran
harus dikembangkan untuk menantang mereka dan mendorong
mereka untuk menghadapinya.
f. Balikan dan Penguatan
Prinsip pembelajaran yang terkait dengan umpan balik dan
penguatan, sebagaimana ditekankan dalam teori operant
conditioning, yaitu “hukum efek.” Menurut hukum ini, peserta
didik akan lebih termotivasi untuk belajar dengan semangat
jika mereka tahu dan meraih hasil yang positif. Hasil yang baik
akan dianggap sebagai umpan balik yang memuaskan dan akan
memiliki dampak positif pada usaha belajar mereka selanjutnya.
Namun, motivasi untuk belajar tidak hanya dipengaruhi oleh
umpan balik yang positif atau penguatan positif saja, melainkan
juga oleh penguatan negatif. Sebagai contoh, jika seorang peserta
didik mendapatkan nilai tinggi dalam ujian, itu akan memberikan
motivasi positif untuk belajar lebih keras agar meraih nilai yang
lebih baik di masa depan. Ini adalah contoh dari penguatan positif.

18 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Sebaliknya, jika peserta didik mendapatkan nilai rendah
dalam ujian, dia mungkin akan merasa khawatir tentang tidak
naik kelas, dan rasa takut ini akan mendorongnya untuk belajar
dengan lebih tekun. Ini adalah contoh dari penguatan negatif,
di mana peserta didik mencoba menghindari konsekuensi yang
tidak diinginkan dengan melakukan usaha yang lebih keras dalam
belajar.
Jenis presentasi yang memungkinkan adanya umpan balik
dan penguatan mencakup pertanyaan dan jawaban, eksperimen,
dialog, pendekatan penemuan, dan sebagainya. Siswa akan terpacu
untuk belajar lebih bersemangat jika mendapat feedback setelah
belajar dengan cara yang menarik.
g. Setiap siswa adalah individu, artinya mereka berbeda-beda dalam
hal kualitas psikologis, kepribadian, dan ciri-ciri lainnya. Penting
bagi pengajar untuk benar-benar memahami kesenjangan yang
ada di kalangan siswa agar dapat memberikan bantuan yang
tepat agar siswa dapat mengikuti pembelajaran yang diberikan
oleh guru. Selain itu, pengajar juga harus mampu merancang,
mengawasi, dan menilai keseluruhan proses pembelajaran agar
seluruh siswa dapat terlibat dalam pembelajaran secara efektif
tanpa terlalu menonjolkan disparitas latar belakang dan bakatnya
(Akhirudin, 2019: 19-21).

Jenis-jenis belajar

Terkait dengan proses pembelajaran yang terjadi pada siswa, Gagne


(1985) mengidentifikasi delapan kategori pembelajaran. Delapan kategori
pembelajaran ini adalah:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar melalui isyarat memerlukan bertindak atau tidak bertindak
sebagai respons terhadap instruksi atau sinyal. berhenti berbicara ketika
Anda memperhatikan tanda untuk tetap diam, seperti jari telunjuk di
depan bibir, atau menghentikan sepeda motor di persimpangan jalan
saat lampu merah menyala.
2. Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Pembelajaran stimulus-respons terjadi ketika orang bereaksi terhadap
rangsangan lingkungan. Individu, misalnya, menendang bola ketika
berada di depan kakinya, atau berbaris rapi untuk mematuhi arahan,

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 19


atau melarikan diri ketika mendengar anjing menggonggong di
belakangnya.
3. Belajar Rangkaian (Chaining Learning)
Pembelajaran berurutan terjadi melalui kombinasi proses stimulus-
respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya, sehingga menghasilkan
tindakan-tindakan yang timbul secara cepat atau spontan, seperti
asosiasi konsep merah-putih, panas-dingin, hubungan ibu-ayah,
perbandingan kaya-miskin dan sejenisnya.
4. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Pembelajaran asosiasi verbal terjadi ketika seseorang memahami makna
verbal dan memiliki pengetahuan tentang kata-kata. Perbandingan
seperti perahu yang berbadan bebek, kereta api yang menyerupai
keluang (kaki seribu), atau wajahnya yang menyerupai bulan yang
sedang tidur adalah contoh dari bentuk pembelajaran ini.
5. Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar diskriminasi terjadi ketika seseorang menghadapi berbagai
objek, situasi, atau pengalaman yang beragam dan berusaha untuk
mengidentifikasi perbedaan di antara banyak hal tersebut. Contoh-
contoh dari hal ini termasuk membedakan jenis tumbuhan berdasarkan
pola urat daunnya, mengklasifikasikan suku bangsa berdasarkan lokasi
tempat tinggal mereka, dan membedakan negara berdasarkan tingkat
perkembangannya.
6. Belajar Konsep (Concept Learning)
Pembelajaran konsep terjadi ketika orang menemukan kumpulan
fakta atau pengetahuan yang kemudian mereka terjemahkan ke
dalam pemahaman atau makna yang lebih abstrak. Misalnya saja
mengklasifikasikan hewan, tumbuhan, dan manusia sebagai makhluk
hidup. mendefinisikan negara maju sebagai negara maju atau maju; atau
menggambarkan norma-norma yang mengatur interaksi internasional
sebagai hukum internasional.
7. Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)
Mempelajari suatu peraturan atau hukum terjadi ketika seseorang
menerapkan atau menyimpulkan suatu peraturan dari serangkaian
peristiwa atau fakta yang sudah ada atau disediakan sebelumnya.
Contohnya adalah temuan bahwa benda memuai ketika dipanaskan,
bahwa iklim suatu wilayah ditentukan oleh elemen geografis dan

20 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


astronomi di Bumi, bahwa harga diatur oleh hukum penawaran dan
permintaan, dan seterusnya.
8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Pembelajaran pemecahan masalah terjadi ketika seseorang menerapkan
beberapa ide atau prinsip untuk memecahkan suatu topik atau masalah.
Misalnya, mencari alasan mengapa harga bensin naik atau mengapa
angka pendaftaran perguruan tinggi menurun. Proses pemecahan
masalah selalu melibatkan sejumlah faktor yang saling berhubungan
(Bunyamin, 2021: 28).
Urutan jenis-jenis belajar tersebut membentuk sebuah hierarki
dalam tahapan pembelajaran. Jenis belajar yang muncul pertama kali
menjadi fondasi yang diperlukan untuk kemudian melanjutkan ke jenis
belajar yang lebih kompleks. Dengan kata lain, seseorang tidak akan
dapat menguasai proses belajar pemecahan masalah jika mereka belum
memahami dasar-dasar dari belajar aturan, konsep, serta kemampuan
untuk membedakan dan sebagainya.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 21


PERILAKU BELAJAR
Gressina Magner, Surati, Rikzy Marjohan, Zakiah
Program Studi Tadris fisika, Institut Agama Islam Negeri
Padangsidimpuan,
Padangsidimpuan, Indonesia Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas
Jambi, Jambi, Indonesia
Email : Sinamagner@gmail.com

P erilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang diulang-ulang oleh


seseorang hingga menjadi refleks atau berkembang secara spontan.
Perilaku belajar tidak dipandang sebagai suatu kegiatan yang menantang,
melainkan sebagai suatu kebutuhan yang mendasar. Hal ini muncul sebagai
akibat dari pengulangan, pengarahan, pemantauan, dan keteladanan pada
seluruh unsur dan ciri kreativitas pendidikan. Selain itu juga terdapat
keadaan dan variabel pembelajaran yang secara khusus dimaksudkan untuk
mendorong berkembangnya kreativitas dan kegiatan belajar lainnya dalam
lingkungan pembelajaran (Wahyudi, 2012: 12).
Perilaku belajar adalah suatu reaksi yang diperlihatkan siswa ketika
dihadapkan dan bereaksi terhadap proses pembelajaran, menunjukkan
jika mereka bersemangat dan bertanggung jawab terhadap kemungkinan-
kemungkinan belajar yang diberikan kepadanya. Perilaku belajar dievaluasi
secara kualitatif; hal itu dapat diklasifikasikan sebagai sangat baik atau buruk
berdasarkan bagaimana orang tersebut bereaksi terhadapnya, apakah positif
atau negatif. Perilaku belajar juga mencerminkan metode pembelajaran
yang digunakan oleh siswa, oleh karena itu perilaku belajar dapat diartikan
sebagai metode atau tindakan yang melibatkan sikap terhadap pelaksanaan
strategi pembelajaran yang digunakan oleh orang-orang dalam skenario
pembelajaran tertentu (Soemanto, 2006: 6).
Perilaku belajar dapat mencakup aktivitas seperti mengikuti pelajaran,
membaca materi, berpartisipasi dalam diskusi kelas, menyelesaikan tugas,
dan merespons umpan balik dari guru atau sesama siswa. Selain itu, perilaku
belajar juga mencakup kemampuan untuk mengatur waktu, merencanakan
pembelajaran, mengatasi hambatan atau kesulitan, serta mengadopsi strategi
pembelajaran yang efektif.

22 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Individu berpartisipasi dalam berbagai tindakan mulai dari yang
mendasar hingga yang rumit sepanjang proses modifikasi perilaku.
Identifikasilah tipe-tipe perilaku berikut yang berkembang dari yang paling
sederhana hingga yang paling kompleks: (1) mengidentifikasi tanda-tanda
atau sinyal-sinyal, (2) menghubungkan suatu stimulus dengan suatu reaksi,
(3) menggabungkan dua atau lebih respons, (4) menciptakan hubungan-
hubungan linguistik , yaitu menghubungkan suatu label dengan suatu
stimulus tertentu, (5) membedakan, yaitu mengasosiasikan berbagai
tanggapan dengan stimulus yang sama (6) Mengenali gagasan, yaitu
mengelompokkan sejumlah rangsangan yang beragam ke dalam kategori
yang sama; (7) Mengenali prinsip, yaitu membentuk korelasi antara dua
konsep atau lebih; dan (8) Memecahkan masalah, yaitu menerapkan prinsip-
prinsip untuk menyusun suatu solusi.
Tidak hanya itu, tetapi perilaku belajar juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor psikologis, sosial, dan emosional. Ini termasuk tingkat motivasi siswa,
persepsi mereka tentang diri mereka sendiri sebagai pembelajar, tingkat
kepercayaan diri, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan teman sekelas
dan guru. Selain itu, faktor eksternal seperti lingkungan belajar, dukungan
keluarga, dan pengaruh budaya juga memainkan peran penting dalam
membentuk perilaku belajar seseorang.
Dalam konteks pendidikan, memahami perilaku belajar individu
adalah kunci untuk merancang strategi pengajaran yang efektif dan
menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung perkembangan
siswa. Hal ini memungkinkan pendidik untuk mengidentifikasi kebutuhan
dan preferensi belajar siswa serta mengembangkan pendekatan yang sesuai
dan memotivasi mereka untuk mencapai potensi belajar maksimal mereka.

Karakteristik Perilaku Belajar

Ciri-ciri khusus yang menjadi karakteristik perilaku belajar adalah.


1. Perubahan intensional
Perubahan dalam proses belajar terjadi sebagai akibat dari pengalaman
atau latihan yang disengaja dan disadari. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa menyadari perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya,
seperti perluasan pengetahuan, pembentukan kebiasaan, perubahan
sikap, pendapat, dan kemampuan.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 23


2. Perubahan positif dan aktif
Perubahan yang dihasilkan dari proses pembelajaran bersifat positif
dan proaktif. Perubahan positif diartikan menguntungkan, bermanfaat,
dan sesuai dengan harapan. Hal ini juga menyiratkan bahwa perubahan
selalu berarti penambahan, seperti menerima hal-hal yang relatif baru,
seperti peningkatan pengetahuan dan bakat. Perubahan proaktif
menunjukkan bahwa perubahan tidak terjadi secara alami atau sebagai
akibat dari pendewasaan.
3. Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan yang terjadi akibat proses pembelajaran efektif, artinya
mempunyai nilai yang cukup besar. Hal ini menandakan bahwa
perubahan mempunyai akibat, makna, dan manfaat bagi orang yang
belajar. Lebih jauh lagi, fakta bahwa perubahan bermanfaat berarti
bahwa perubahan tersebut cukup stabil dan dapat diubah serta
digunakan sesuai kebutuhan. Perubahan fungsional kemungkinan
besar mempunyai konsekuensi yang luas (Syah, 2013: 116).
Perubahan dalam proses belajar terjadi berkat pengalaman atau latihan
yang dijalani secara sengaja dan sadar, bukan karena kebetulan. Karakteristik
ini mencerminkan pemahaman bahwa siswa memiliki kesadaran yang aktif
terhadap perubahan yang terjadi pada diri mereka dalam konteks pembelajaran.
Ini mencakup peningkatan pengetahuan mereka, perkembangan kebiasaan
yang mendukung pembelajaran, perubahan dalam sikap dan pandangan
terhadap berbagai hal, serta peningkatan dalam keterampilan yang relevan
untuk bidang studi atau pelajaran yang mereka geluti.
Siswa yang menjalani proses belajar yang disengaja dan sadar biasanya
memiliki kemampuan untuk merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi
langkah-langkah mereka dalam mencapai tujuan pembelajaran
mereka. Mereka berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran,
mengidentifikasi area di mana mereka perlu meningkatkan diri, dan
mencari peluang untuk berlatih dan mengembangkan kemampuan mereka.
Kesadaran ini juga mencakup kemampuan untuk merespons umpan balik
dan refleksi pribadi, yang membantu mereka terus memperbaiki diri.
Selain itu, proses belajar yang disengaja dan sadar juga membantu siswa
untuk mengembangkan kebiasaan belajar yang efektif dan produktif, seperti
kebiasaan merencanakan waktu, fokus, dan berpikir kritis. Mereka juga dapat
mengembangkan keterampilan berpikir mandiri, memecahkan masalah,
dan berkolaborasi dengan rekan-rekan mereka dalam pembelajaran.

24 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Dengan demikian, penting bagi pendidik dan siswa untuk mengakui
bahwa pembelajaran yang efektif tidak hanya terjadi secara kebetulan, tetapi
memerlukan kesadaran, niat, dan usaha yang berkelanjutan dari siswa
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan dalam
proses pendidikan

Perwujudan Perilaku Belajar

Manifestasi perilaku belajar seringkali lebih terlihat dalam perubahan yang


terjadi seperti berikut ini.
1. Kebiasaan
Setiap orang (siswa) yang pernah mempunyai pengalaman belajar akan
melihat perubahan tingkah lakunya. Modifikasi ini muncul sebagai
akibat dari respons mereka yang berulang-ulang terhadap rangsangan
yang sama. Kebiasaan dalam proses pembelajaran dapat melibatkan
pengurangan perilaku yang tidak diinginkan. Proses reduksi ini
mengakibatkan terbentuknya pola perilaku yang cenderung menetap
dan terjadi secara otomatis.
2. Keterampilan
Tugas-tugas yang melibatkan sistem saraf dan otot yang sering
diamati dalam tugas-tugas fisik seperti menulis, mengetik, atau
atletik disebut sebagai keterampilan. Meski berkaitan dengan gerakan
fisik, kemampuan ini memerlukan pemeriksaan koordinasi gerakan
yang menyeluruh serta kesadaran tingkat tinggi. Menurut Rebber,
sebagaimana dijelaskan oleh Tohirin, kompetensi adalah kemampuan
untuk melakukan pola perilaku yang rumit secara teratur dan lancar
sebagai respons terhadap suatu keadaan tertentu guna mencapai
tujuan tertentu. Keterampilan mencakup ciri-ciri gerakan fisik serta
manifestasi aktivitas mental yang terkait dengan proses kognitif.
3. Pengamatan
Pengamatan adalah tahap dalam mana individu menerima, menafsirkan,
dan memberikan makna pada rangsangan yang diterima melalui indra-
indra seperti mata dan telinga. Dengan bantuan pengalaman belajar,
seorang siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk melakukan
pengamatan yang objektif sebelum mereka memahami suatu konsep.
Kesalahan dalam pengamatan dapat mengakibatkan kesalahpahaman
yang sama dalam pemahaman.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 25


4. Berpikir asosiatif dan daya ingat
Berpikir asosiatif adalah cara berpikir di mana satu gagasan atau item
dihubungkan dengan yang lain. Proses berpikir asosiatif ini berupaya
membangun hubungan antara masukan dan tanggapan. Tingkat
pemahaman atau informasi yang diperoleh melalui pembelajaran
mempunyai dampak yang signifikan terhadap kapasitas siswa untuk
membangun hubungan yang akurat. Memori, sebaliknya, merupakan
konsekuensi dari proses pembelajaran dan merupakan komponen
penting dari berpikir asosiatif. Hasilnya, siswa yang telah terlibat dalam
proses pembelajaran akan mempunyai kapasitas yang lebih besar untuk
menyeimbangkan informasi (pengetahuan dan pemahaman) dalam
ingatannya, serta kemampuan yang lebih besar untuk mengintegrasikan
informasi tersebut dengan peristiwa atau rangsangan yang mereka
hadapi.
5. Berpikir rasional dan kritis
Berpikir rasional dan kritis merupakan contoh perilaku belajar,
khususnya dalam konteks pemecahan masalah. Siswa yang berpikir
logis biasanya akan menggunakan konsep dan pengetahuan mendasar
untuk memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk memanfaatkan
logika (common sense) untuk mendeteksi hubungan sebab-akibat,
melakukan analisis, membuat kesimpulan, bahkan menciptakan
gagasan teoritis dan prediktif dalam berpikir rasional.
6. Sikap
Sikap seseorang adalah sudut pandang atau kecenderungan mentalnya.
Pada hakikatnya sikap adalah kecenderungan seseorang (siswa) untuk
berperilaku tertentu. Ketika siswa menunjukkan perilaku belajar, hal
itu ditunjukkan dalam perkembangan perubahan sikapnya terhadap
objek, nilai, peristiwa, dan hal-hal lain, yang mungkin menjadi lebih
canggih dan nyata.
7. Inhibisi
Inhibisi merupakan upaya untuk memperkecil atau menghindari
timbulnya suatu reaksi akibat terjadinya reaksi yang lain. Dalam
konteks pembelajaran, penghambatan mengacu pada kapasitas siswa
untuk menghentikan atau membatasi perilaku yang tidak diperlukan
ketika berinteraksi dengan lingkungannya, dan kemudian memilih
atau melakukan tindakan yang lebih baik.

26 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


8. Apresiasi
Apresiasi merupakan fenomena emosi yang sering dianggap berasal
dari karya seni dan budaya seperti seni sastra, musik, lukisan, dan
teater.
9. Tingkah laku afekif
Perilaku afektif adalah tindakan yang melibatkan berbagai jenis emosi
seperti ketakutan, kemarahan, kesedihan, kebahagiaan, kekecewaan,
kegembiraan, rasa benci, dan kecemasan. Tindakan-tindakan semacam
ini dipengaruhi oleh pengalaman belajar dan, oleh karena itu, dianggap
sebagai hasil dari proses pembelajaran (Syah, 2011: 120-125).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Belajar

Secara umum, kita dapat mengidentifikasi tiga jenis faktor yang memiliki
dampak pada proses pembelajaran siswa.
1. Faktor internal mengacu pada kondisi fisik dan mental siswa, yang
berasal dari dalam diri mereka sendiri dan mencakup dua aspek utama.
a. Aspek fisiologis
Derajat ketegangan otot yang menunjukkan tingkat kebugaran
organ tubuh dan persendian merupakan aspek penting yang
mempengaruhi kapasitas belajar seseorang. Kesehatan jasmani
mempunyai pengaruh terhadap proses pembelajaran. Oleh
karena itu, menjaga kesehatan jasmani sangatlah penting karena
mempengaruhi proses belajar, dan aktivitas seperti makan
makanan bergizi, sering berolahraga, dan istirahat yang cukup
merupakan salah satu cara untuk melakukannya.
b. Aspek psikologis
Ada beberapa unsur psikologis yang mungkin mempengaruhi
jumlah dan kualitas pembelajaran yang diterima siswa. Namun di
antara variabel psikologis yang seringkali dianggap lebih penting,
termasuk yang pertama, adalah derajat intelek atau kecerdasan
siswa, yang mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas
belajarnya. Selanjutnya sikap, kemampuan, minat, dan motivasi
siswa semuanya memegang peranan penting dalam proses belajar
siswa.
2. Pengaruh luar, yang berasal dari luar diri siswa, berhubungan dengan
situasi lingkungan sekitar. Variabel lingkungan yang mempengaruhi

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 27


pembelajaran dapat dibagi menjadi dua kategori: faktor lingkungan
nonsosial dan faktor lingkungan sosial. Hal ini mencakup komponen
lingkungan sosial dalam masyarakat dan lingkungan sosial dalam
keluarga.
3. Komponen pendekatan pembelajaran berkaitan dengan bagaimana
siswa mendekati pembelajaran materi pelajaran, termasuk taktik dan
pendekatan yang digunakannya. Pendekatan ini harus disesuaikan
dengan tahap perkembangan siswa, serta teknik mengajar guru, juga
harus disesuaikan dengan pertumbuhan siswa. Oleh karena itu, agar
pengajar dapat berkontribusi aktif terhadap proses pembelajaran siswa,
mereka harus memiliki pemahaman yang kuat tentang materi pelajaran
serta beragam strategi pengajaran. (Baharudin & Wahyuni, 2010: 21).

28 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


PRESTASI BELAJAR
Amanda Putri, Nadilla Febriana, Nurhikma Yanti, Tina
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia
SMA Islam Al-Falah Kota Jambi
Email: amandaputribulian@gmail.com

P restasi adalah sebuah frasa yang terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan
belajar. Antar kedua kata ini memiliki makna yang berbeda. Oleh karena
itu, sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian ‘prestasi belajar’,
ada baiknya jika pembahasan ini lebih dahulu difokuskan pada pemahaman
kata prestasi dan belajar.
Kata prestasi berasal dari kata Belanda Prestatie, kemudian diadopsi
ke dalam bahasa Indonesia sebagai Prestasi, yang berarti hasil dari usaha.
Secara harfiah, prestasi diartikan sebagai hasil yang dapat dicapai atau
dilakukan (Mu’awanah, 2004: 243)
Prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil
yang memuaskan hati yang diperoleh dengan usaha gigih. Oleh karena
itu, prestasi dapat dipahami sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah
dilakukan, diciptakan, yang memuaskan hati, diperoleh dengan usaha
keras, baik secara individu maupun dalam kelompok dalam berbagai bidang
kegiatan.
Sementara itu, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku atau
penampilan melalui serangkaian kegiatan. Belajar yang paling efektif adalah
dengan pengalaman dan penggunaan panca indera. Belajar membawa
perubahan yang aktual dan potensial dalam keterampilan melalui upaya
yang disengaja. Definisi ini sering diterapkan di lingkungan sekolah, di mana
guru berupaya menyampaikan sebanyak mungkin pengetahuan, dan siswa
berupaya mengumpulkannya. Hilgard menjelaskan bahwa belajar adalah
proses yang menghasilkan atau mengubah aktivitas melalui latihan, yang
berbeda dari perubahan yang disebabkan oleh faktor-faktor selain latihan.
Dari berbagai pengertian di atas mengenai prestasi dan belajar, prestasi
belajar dapat didefinisikan sebagai apa yang telah dicapai oleh siswa setelah
menjalani kegiatan belajar. Menurut Nana Sudjana, prestasi belajar harus
mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 29


Suatu prestasi belajar merupakan hasil akhir yang dicapai dan digunakan
sebagai ukuran keberhasilan seseorang. Prestasi belajar selalu terkait dengan
kurikulum dan standar kompetensi dalam proses pembelajaran. Kurikulum
adalah materi yang harus disampaikan kepada murid dalam bentuk
pembelajaran, sementara standar kompetensi adalah kemampuan yang
harus dicapai oleh siswa.
Prestasi belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan dalam proses
belajar. Prestasi ini diperoleh melalui evaluasi hasil belajar siswa, yang sering
kali diukur dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah penilaian usaha dalam kegiatan belajar yang diekspresikan dalam
bentuk angka, huruf, atau simbol, yang mencerminkan hasil yang dicapai
oleh siswa dalam periode tertentu.

Jenis-jenis Prestasi Belajar

Bloom menyatakan bahwa ada tiga bentuk prestasi, yaitu kognitif, efektif,
dan psikomotor. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menjelaskan maksudnya
dan apa yang akan dicapai dalam setiap bentuk prestasi ini:
1. Prestasi Belajar Aspek Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar berupa pengetahuan,
kemampuan dan kemahiran intelektual. Tipe-tipe prestasi belajar
bidang kognitif mencakaup:
a. Tipe prestasi belajar pengetahauan hafalan (Knowledge)
Pengetahuan didefinisikan sebagai kemampuan mengingat atau
mengenali informasi (materi pembelajaran) yang telah dipelajari
sebelumnya. Definisi pengetahuan ini merupakan terjemahan
dari kata ‘knowledge,’ yang menggunakan istilah yang diambil
dari Bloom. Pengetahuan ini mencakup aspek-aspek faktual dan
ingatan, seperti definisi, terminologi, pasal, hukum, bab, rumus,
dan sebagainya.
Tipe prestasi belajar pengetahuan merupakan tingkat prestasi
yang paling rendah. Meskipun demikian, tipe prestasi belajar ini
penting sebagai persyaratan untuk menguasai dan mempelajari
jenis-jenis pembelajaran yang lebih tinggi.
b. Tipe prestasi belajar pemahaman (Comprehention)
Tipe prestasi belajar pemahaman merupakan tingkat yang lebih
tinggi dari tipe prestasi belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman

30 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


membutuhkan kemampuan untuk menangkap makna atau arti
dari suatu konsep. Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan
untuk memahami materi pembelajaran dengan menggunakan
bahasa atau ungkapan sendiri.
Ada tiga jenis pemahaman, yaitu:
• Pemahaman terjemah, yang melibatkan pemahaman makna
yang terkandung dalam materi.
• Pemahaman penafsiran, yang berkaitan dengan kemampuan
untuk membedakan antara dua konsep yang berbeda.
• Pemahaman ekstrapolasi, yang melibatkan kemampuan
melihat di luar teks yang ada, menafsirkan pesan tersirat, dan
memperluas wawasan.
c. Tipe prestasi belajar penerapan (Aplikasi)
Tipe prestasi belajar penerapan (Aplikasi) merupakan
kesanggupan menerapkan dan mengabstrasikan suatu konsep, ide
rumus hukum dalam situasi yang baru.
d. Tipe prestasi belajar analisis
Tipe prestasi belajar analisis adalah kemampuan untuk memecah
dan menguraikan sebuah kesatuan menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian yang memiliki makna. Analisis merupakan jenis
pembelajaran yang kompleks yang memanfaatkan hasil belajar
sebelumnya, seperti pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
e. Tipe prestasi belajar sintesis
Sintesis merupakan kebalikan dari analisis, di mana sintesis adalah
kemampuan untuk menggabungkan unsur-unsur menjadi suatu
kesatuan utuh. Berpikir konvergen biasanya digunakan dalam
analisis, sedangkan berpikir divergen selalu digunakan dalam
proses berpikir sintesis. Sintesis mengacu pada kemampuan untuk
menggabungkan berbagai komponen guna membentuk struktur
yang baru.
f. Tipe prestasi belajar evaluasi
Tipe prestasi belajar evaluasi adalah kemampuan memberikan
keputusan mengenai nilai sesuatu berdasarkan penilaian yang
dimiliki dan kriteria yang digunakan. Penilaian mengacu pada
kemampuan menilai pendapat, gagasan, produk, metode, dan
sebagainya dengan menggunakan kriteria tertentu.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 31


2. Prestasi Belajar Aspek Efektif
Bidang efektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tingkatan bidang
efektif sebagai tujuan dan tipe prestasi dan tipe prestasi belajar
mencakup:
a. Penerimaan (Receiving /Attending)
Yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari
lingkungan eksternal yang diterima oleh siswa, entah berupa
masalah, situasi, atau gejala. ‘Receiving’ mengacu pada kesadaran,
kemauan, dan perhatian individu untuk menerima dan
memperhatikan berbagai stimulus dari lingkungannya.
b. Penanggapan (Responding)
Yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan eksternal. ‘Responding’ mengacu pada tingkat
ketaatan individu dalam mematuhi dan berpartisipasi dalam
gagasan, objek, atau sistem nilai tertentu.
c. Penghargaan terhadap nilai (Valuving)
Yakni berkaitan dengan penilaian dan keyakinan terhadap gejala
atau rangsangan. ‘Valuing’ terhadap nilai menunjukkan sikap
suka atau menghargai yang dimiliki oleh individu terhadap suatu
gagasan, pendapat, atau sistem nilai.
d. Perorganisasian (Organization)
Yakni mengembangkan nilai-nilai dalam suatu sistem organisasi,
termasuk menentukan hubungan antara satu nilai dengan nilai
lainnya, serta menjaga stabilitas dan prioritas nilai yang telah
ada. Pengorganisasian menunjukkan adanya keinginan untuk
membentuk sistem nilai dari berbagai nilai yang dipilih.
e. Karakteristik
Yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang dimiliki oleh
seseorang, yang memengaruhi pola kepribadian dan perilakunya
3. Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik
Prestasi belajar dalam aspek psikomotorik adalah kemampuan
dalam mengatasi keterampilan dan kemampuan bertindak. Ranah
psikomotorik mencakup kemampuan fisik seperti keterampilan
motorik, manipulasi objek, dan koordinasi saraf.

32 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Tingkatan keterampilan ini mencakup:
a. Gerakan refleks, yaitu keterampilan pada gerakan yang seringkali
tidak disadari karena sudah menjadi kebiasaan.
b. Keterampilan dalam gerakan dasar.
c. Kemampuan perseptual, termasuk kemampuan untuk
membedakan visual, auditif, motorik, dan lain-lain.
d. Kemampuan fisik seperti kekuatan, keseimbangan, dan ketepatan.
e. Gerakan yang berkaitan dengan keterampilan, mulai dari
keterampilan yang sederhana hingga yang kompleks (Tohirin,
2006: 155).
Ketiga jenis prestasi belajar ini akan lebih sempurna jika dimiliki oleh
setiap peserta didik. Oleh karena itu, hasil yang diharapkan adalah peserta
didik yang memiliki kecerdasan, jiwa yang bertaqwa, dan akhlak mulia.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil yang tak terpisahkan dari aktivitas belajar.
Seseorang akan menjalani proses panjang untuk mencapai pemahaman yang
diinginkan, dan prestasi belajar adalah penilaian akhir dari usaha belajar
tersebut. Ini umumnya diekspresikan dalam bentuk angka atau nilai, yang
melaporkan hasil belajar peserta didik kepada orang tua mereka. Namun,
penting untuk diingat bahwa jika prestasi belajar rendah, bukan berarti anak
tersebut memerlukan perhatian khusus dalam proses belajar. Kesimpulan
semacam itu sifatnya sementara dan keliru.
Prestasi belajar siswa yang rendah tidak selalu disebabkan oleh IQ
yang rendah. Ada banyak faktor, baik eksternal maupun internal, yang
memengaruhi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, pendidik seharusnya
tidak terus-menerus menyalahkan hasil belajar siswa yang kurang
memuaskan karena ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan
belajar mereka. Guru perlu memahami bahwa belajar adalah sistem
yang kompleks dengan banyak faktor saling terkait yang memengaruhi
keberhasilannya, dan mereka perlu bijak dalam menghadapinya.
Secara umum ada dua faktor yang memengaruhi dalam prestasi belajar
siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal merujuk pada faktor-faktor yang berasal dari diri siswa,
seperti faktor fisiologis (kesehatan dan kondisi tubuh), psikologis
(minat, bakat, kecerdasan, emosi, kelelahan, dan gaya belajar).

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 33


2. Faktor eksternal berasal dari luar diri siswa dan dipengaruhi oleh
berbagai aspek, termasuk lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
masyarakat sekitar, dan lingkungan alam
Semua faktor ini saling berhubungan dan berkontribusi terhadap
prestasi belajar siswa. Mereka berperan dalam membantu siswa mencapai
prestasi belajar terbaiknya. Faktor-faktor di atas memiliki pengaruh signifikan
dalam mencapai prestasi belajar seorang anak. Faktor internal, yang muncul
dalam diri siswa, mendorong mereka menuju kesuksesan, sedangkan faktor
eksternal, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, masyarakat, dan
alam, juga memiliki peran penting dalam mencapai prestasi belajar anak.
Kedua faktor ini dapat bersama-sama memengaruhi prestasi belajar siswa.

34 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


MINAT BELAJAR
Brigita Marieta, Elisa Lastarida Purba, Idhar Khaira
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Jambi, Jambi,
Indonesia
SMAN 12 Kota Jambi, Jambi, Indonesia
Email: brigitamarietha@gmail.com

M inat adalah keinginan atau dorongan untuk mengejar potensi


diri. Biasanya, minat seseorang sangat dipengaruhi oleh situasi di
sekitarnya atau tren yang sedang berlaku di lingkungan tertentu. Minat yang
dimiliki oleh seorang anak sebenarnya mencerminkan bakat yang mereka
miliki. Semakin dini usia seorang anak, semakin mudah bagi kita untuk
mengidentifikasi bakat mereka melalui minat mereka, karena bayangan
bakatnya masih jelas terlihat. Namun, semakin seseorang tumbuh dewasa,
semakin sulit bagi kita untuk mengenali bakat mereka, karena minat atau
motivasinya telah menjadi lebih rutin dan terbiasa. Secara esensial, minat
dan bakat memiliki peran yang sama dalam membantu kita mengidentifikasi
tujuan dan misi dalam hidup. Minat menunjukkan dinamika khusus
individu yang mengindikasikan keterlibatan mereka dalam tren yang ada di
sekitar mereka (Noviatri, 2014: 12—16).
Menurut Sukardi, minat adalah ketertarikan, kegemaran, atau
kesenangan seseorang terhadap suatu hal. Sementara menurut Sardiman,
minat adalah kondisi yang muncul saat seseorang melihat ciri-ciri atau
makna suatu situasi yang berkaitan dengan keinginan atau kebutuhan
pribadi mereka. Oleh karena itu, apa pun yang dilihat seseorang akan
membangkitkan minatnya jika hal tersebut relevan dengan kepentingannya
sendiri. Ini menunjukkan bahwa minat adalah kecenderungan batin
seseorang terhadap objek tertentu, yang seringkali disertai dengan perasaan
senang karena ada kaitan dengan kepentingan pribadi.
Minat belajar siswa adalah tingkat ketertarikan dan antusiasme yang
tinggi atau hasrat yang kuat terhadap suatu subjek. Ini mencerminkan bagian
dari kepribadian seseorang, yang mencirikan keinginan dan motivasi yang
berasal dari dalam diri individu untuk memilih topik yang serupa. Minat

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 35


belajar siswa adalah kecenderungan yang stabil untuk fokus dan mengingat
berbagai aktivitas (Priansa, 2014: 282).
Minat belajar siswa adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki siswa,
yang disertai dengan perhatian dan upaya aktif yang sengaja dilakukan, dan
akhirnya menghasilkan kebahagiaan dalam perubahan perilaku, termasuk
perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sedangkan
menurut Crow and Crow, yang dikutip dari Djaali dalam bukunya
Psikologi Pendidikan, minat belajar siswa berkaitan dengan dorongan yang
mendorong seseorang untuk menghadapi atau berinteraksi dengan orang,
aktivitas, objek, dan pengalaman yang muncul sebagai hasil dari aktivitas
tersebut (Djaali, 2012: 121).
Minat belajar adalah dorongan untuk memahami, mengeksplorasi,
menghargai, atau memiliki pengetahuan tentang suatu hal. Selain itu, minat
belajar juga merupakan dorongan batin yang kuat terhadap sesuatu. Penting
untuk dicatat bahwa minat tidak muncul secara terpisah; ada keterkaitan
dengan kebutuhan, seperti minat belajar dan faktor-faktor lainnya. Dalam
kata lain, minat belajar adalah keinginan untuk mengetahui, eksplorasi,
menghargai, atau memiliki pengetahuan tentang sesuatu, yang biasanya
disertai oleh dorongan batin yang kuat. Ini juga terhubung dengan faktor-
faktor lain seperti kebutuhan.
Minat belajar siswa adalah ekspresi dari hasrat dan antusiasme yang
tinggi atau keinginan yang kuat terhadap suatu hal. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Reber, yang dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya
tentang Psikologi Pendidikan, minat tidak sering disebut dalam psikologi
karena dipengaruhi oleh banyak faktor internal lainnya, seperti kemampuan
untuk fokus, rasa ingin tahu, motivasi, dan kebutuhan (Syah, 2013: 133).
Seorang siswa yang memiliki minat belajar cenderung menunjukkan
perilaku seperti ketekunan, dedikasi, dan keuletan dalam proses belajar,
bahkan jika itu memakan waktu yang lama. Mereka aktif dan kreatif dalam
menjalankan kegiatan belajar dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka
tidak merasa lelah atau bosan saat belajar, melainkan merasa senang dan
antusias. Aktivitas belajar bagi mereka bukan hanya kewajiban, tetapi juga
bisa dianggap sebagai hobi dan bagian integral dari kehidupan mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa minat belajar adalah dorongan batin yang kuat yang mencerminkan
ketertarikan, keinginan, dan antusiasme seseorang terhadap suatu subjek
atau aktivitas pembelajaran. Meskipun minat bisa dipengaruhi oleh faktor

36 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


lingkungan dan tren saat ini, pada dasarnya itu adalah ekspresi dari
bakat alami individu. Terutama pada anak-anak, minat belajar seringkali
menggambarkan potensi bakat yang sedang berkembang, dan pada usia
dini, bayangan dari bakat tersebut menjadi lebih jelas terlihat. Namun, minat
belajar tidak hanya sekadar refleksi dari bakat semata, ia juga memiliki
peran penting dalam membantu individu mengidentifikasi tujuan dan misi
dalam hidup mereka. Selain itu, minat belajar mencerminkan keterlibatan
individu dalam tren dan dinamika lingkungan sekitar mereka. Oleh karena
itu, pemahaman yang baik tentang minat belajar siswa menjadi kunci dalam
memotivasi mereka dalam proses pembelajaran serta dalam pengembangan
potensi mereka. Minat belajar dapat tumbuh dan berkembang seiring waktu,
tetapi perlu diperhatikan dan dikelola dengan baik agar dapat memberikan
manfaat yang optimal dalam perjalanan pendidikan seseorang.

Jenis-Jenis Minat

Minat adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Minat dapat dijelaskan sebagai perasaan atau ketertarikan yang
mendalam terhadap suatu hal atau aktivitas tertentu. Minat memainkan
peran yang krusial dalam membentuk kepribadian, memandu pilihan karir,
dan bahkan memengaruhi kebahagiaan seseorang dalam hidupnya. Dalam
konteks psikologi dan sosiologi, minat telah menjadi fokus penelitian
yang mendalam karena dampaknya yang signifikan dalam berbagai aspek
kehidupan manusia.
Jenis-jenis minat sangat bervariasi, dan mereka mencakup beragam
bidang, dari minat akademik hingga minat dalam hobi, olahraga, seni,
dan banyak lagi. Pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai
jenis minat dapat membantu individu untuk lebih memahami diri mereka
sendiri, mengambil keputusan yang lebih baik dalam karir, dan mengejar
kebahagiaan dalam kehidupan mereka.
1. Minat Situasional
Terdapat beberapa jenis minat yang dapat ditemukan pada individu,
dan salah satu di antaranya adalah minat situasional. Minat situasional
muncul sebagai respons terhadap stimulus dari sekitar kita yang dapat
mencakup elemen-elemen seperti kejutan, keunikan, tantangan,
dan intensitas emosi. Seringkali, minat situasional timbul ketika kita
terlibat dalam aktivitas yang menghadirkan tingkat ketegangan atau
kegembiraan yang tinggi. Selain itu, topik yang berkaitan dengan aspek

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 37


manusia dan budaya, alam, serta peristiwa-peristiwa terkini juga dapat
membangkitkan minat situasional.
Ketika berbicara tentang minat situasional dalam konteks
pendidikan, penting bagi guru untuk memanfaatkan faktor-faktor ini.
Guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang menarik dan penuh
tantangan dengan menyajikan materi yang menarik serta tugas yang
mengundang rasa ingin tahu. Dalam karya fiksi seperti novel dan cerita
pendek, terdapat daya tarik yang lebih besar ketika mereka mengangkat
tema dan karakter yang bisa siswa identifikasi secara pribadi. Dengan
demikian, mengembangkan minat situasional pada peserta didik
bukan hanya tentang penyampaian informasi, tetapi juga tentang
menciptakan pengalaman belajar yang memicu rasa ingin tahu dan
keterlibatan emosional.
2. Minat Pribadi
Minat pribadi adalah jenis minat yang mencirikan ketertarikan
seseorang terhadap suatu topik atau aktivitas dalam jangka panjang.
Minat ini bersifat stabil dan konsisten seiring berjalannya waktu,
memengaruhi pilihan-pilihan yang dibuat oleh individu. Terdapat
hubungan saling menguatkan antara minat pribadi dan pengetahuan,
di mana ketertarikan yang mendalam terhadap suatu topik dapat
memotivasi seseorang untuk belajar lebih lanjut, dan pengetahuan
yang diperoleh melalui pembelajaran meningkatkan minat tersebut.
Minat pribadi memainkan peran penting dalam pembelajaran
karena memungkinkan individu untuk terlibat secara efektif dalam
proses kognitif dan mencapai peningkatan pengetahuan dalam jangka
panjang. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa minat pribadi
peserta didik perlu dirawat dan dijaga agar tidak terganggu oleh
kurangnya daya tarik dalam pembelajaran (Suralaga, 2021: 67—68).
Sedangkan menurut Djaali (2014: 122), minat dapat dikelompokkan ke
dalam enam kategori yang berbeda.
1. Tipe Minat Realistis
Individu dengan tipe minat realistis umumnya memiliki karakteristik
seperti stabilitas, ketangguhan fisik, kepraktisan, kemampuan fisik yang
kuat, dan sering berbakat dalam bidang olahraga. Mereka memiliki
koordinasi otot yang baik dan keahlian dalam tugas-tugas fisik. Namun,
mereka mungkin kurang mahir dalam berkomunikasi secara verbal
dan memiliki keterbatasan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain.

38 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


2. Tipe Minat Investigatif
Orang yang memiliki tipe minat investigatif cenderung berfokus
pada aspek ilmiah. Mereka lebih suka memikirkan masalah daripada
melaksanakannya, memiliki dorongan kuat untuk memahami dunia
dan fenomena di sekitar mereka. Mereka cenderung introspektif
dan tidak terlalu aktif secara sosial. Mereka selalu ingin tahu dan
memiliki hasrat untuk pengetahuan, tetapi mungkin kurang dalam hal
kepemimpinan dan interaksi sosial.
3. Tipe Minat Artistik
Individu dengan tipe minat artistik cenderung menyukai kreativitas,
kebebasan, dan ekspresi diri. Mereka merasa nyaman dalam lingkungan
yang tidak terstruktur dan dapat mengekspresikan diri secara individu.
Mereka sering memiliki bakat dalam seni dan musik, serta cenderung
menjadi sangat kreatif.
4. Tipe Minat Sosial
Orang dengan tipe minat sosial memiliki kemampuan sosial yang baik.
Mereka mudah bergaul, bertanggung jawab, dan memiliki kepedulian
terhadap orang lain. Mereka suka menjadi pusat perhatian dalam
kelompok, dan lebih suka menyelesaikan masalah dengan pendekatan
yang berbasis emosi daripada intelektual. Mereka sering terlibat dalam
melatih dan mengajar.
5. Tipe Minat Enterprising
Tipe minat ini cenderung memiliki kemampuan kepemimpinan
dan komunikasi verbal yang kuat. Mereka mampu memimpin dan
memengaruhi orang lain. Mereka juga memiliki keterampilan dalam
berdagang dan mencapai tujuan organisasi. Mereka bersifat agresif,
percaya diri, dan aktif secara umum.
6. Tipe Minat Konvensional
Individu dengan tipe minat konvensional memiliki preferensi terhadap
lingkungan yang terstruktur dan tertib. Mereka menyukai komunikasi
verbal dan cenderung efektif dalam menyelesaikan tugas-tugas yang
terstruktur. Mereka cenderung menghindari situasi yang tidak pasti dan
lebih mengidentifikasikan diri dengan kekuasaan dan materi. Mereka
dianggap sebagai individu yang setia, patuh, praktis, dan efisien.
Setiap individu atau anak pada dasarnya memiliki minat, dan minat ini
bisa berkembang atau pudar tergantung pada bagaimana seseorang merawat

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 39


dan menjaga minatnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, minat
seseorang dapat tumbuh dan menghilang, tergantung pada bagaimana
minat tersebut dijaga dan dipelihara

Aspek-Aspek Minat Belajar

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, minat bisa dijelaskan sebagai


ketertarikan terhadap suatu objek yang mendorong individu untuk
mempelajari dan mengejar semua hal yang terkait dengan minat tersebut.
Proses ini melibatkan penilaian objek yang akhirnya menghasilkan
penilaian tertentu terhadap objek tersebut, yang selanjutnya memengaruhi
minat belajar individu.
Ada tiga aspek utama dalam minat belajar, yaitu:
1. Minat yang diekspresikan
Salah satu aspek penting dalam minat belajar adalah yang disebut
sebagai minat yang diekspresikan atau ekspresed interest. Ekspresed
interest mengacu pada kemampuan individu untuk secara terbuka
mengungkapkan minat atau preferensi mereka, yang dapat tercermin
dalam kata-kata atau tindakan konkret.
Sebagai contoh, ekspresed interest dapat diamati ketika seorang
siswa dengan jelas menyatakan minatnya terhadap seorang guru
tertentu. Hal ini juga tercermin dalam tekad siswa untuk belajar dengan
tekun demi mencapai prestasi tinggi dalam pendidikan mereka. Selain
itu, ekspresed interest juga mencerminkan dorongan kuat siswa untuk
mengejar cita-cita mereka.
Aspek minat yang diekspresikan mencakup kemampuan individu
untuk dengan terbuka dan jujur menyatakan minat, preferensi, serta
hasrat mereka dalam konteks pembelajaran dan mencapai tujuan
pendidikan. Ini adalah salah satu indikator penting dalam memahami
sejauh mana seseorang terlibat dan berkomitmen dalam proses
pembelajaran.
2. Minat yang diwujudkan
Salah satu aspek penting dari minat belajar adalah apa yang disebut
sebagai minat yang diwujudkan atau "manifest interest." Dalam konteks
ini, manifest interest mengacu pada kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan minatnya bukan hanya melalui kata-kata, tetapi
melalui tindakan nyata yang mereka lakukan.

40 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Contohnya, manifest interest dapat tercermin ketika seorang
siswa secara aktif dan konsisten mengikuti pelajaran dengan penuh
konsentrasi. Hal ini mencerminkan minat yang kuat terhadap materi
pelajaran tersebut. Selain itu, manifest interest juga dapat dilihat dalam
kemauan siswa untuk belajar secara mandiri di rumah, menunjukkan
komitmen mereka terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
Kemauan siswa untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh
guru juga merupakan tanda manifest interest yang jelas.
Aspek minat yang diwujudkan mencakup kemampuan individu
untuk mengekspresikan minat mereka melalui tindakan dan perilaku
yang menunjukkan keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Ini
adalah indikator penting dalam menilai sejauh mana seseorang benar-
benar terlibat dalam usaha belajar mereka.
3. Minat yang diiventarisasikan
Salah satu cara untuk menilai minat seseorang adalah dengan
melakukan inventarisasi minat. Dalam proses ini, individu diminta
untuk menjawab sejumlah pertanyaan tertentu atau memilih opsi yang
paling sesuai dengan preferensi mereka terhadap berbagai aktivitas atau
bidang tertentu. Inventarisasi minat ini mencakup dua aspek utama,
yaitu minat yang diekspresikan dan minat yang diwujudkan.
Minat yang diekspresikan adalah ketertarikan yang dapat
seseorang ungkapkan dengan kata-kata. Sebagai contoh, seseorang
dapat mengungkapkan minat mereka dengan mengatakan bahwa
mereka selalu hadir dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn). Ini adalah cara mereka secara verbal menyatakan ketertarikan
mereka terhadap pelajaran tersebut.
Minat yang diwujudkan, di sisi lain, mencerminkan bagaimana
seseorang mengaktifkan minat mereka dalam tindakan nyata. Sebagai
contoh, jika seseorang secara aktif bertanya ketika mereka tidak
memahami sesuatu dalam pelajaran, itu menunjukkan bahwa minat
mereka diwujudkan dalam tindakan yang konkret. Mereka tidak
hanya mengungkapkan minat dengan kata-kata, tetapi juga mengambil
langkah-langkah untuk meningkatkan pemahaman mereka (Sukardi,
1988: 63).

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 41


Faktor-Faktor yang Memengaruhi Minat Belajar

Faktor-faktor yang memengaruhi minat belajar siswa dapat dibagi menjadi


dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor
yang memengaruhi minat belajar siswa sebagai berikut.
1. Faktor internal
Faktor internal mencakup aspek-aspek seperti faktor biologis,
psikologis, sosiologis, sikap, kebutuhan, dan motivasi. Ini adalah
elemen-elemen yang terkait dengan individu itu sendiri, yang ada di
dalam diri mereka
a. Sikap siswa
Sikap merupakan aspek internal yang mencerminkan
kecenderungan individu untuk merespons objek, orang, atau situasi
tertentu secara relatif konsisten. Dalam konteks pembelajaran,
sikap siswa memegang peran penting dalam menentukan
keberhasilan belajar mereka. Sikap yang positif siswa terhadap
mata pelajaran yang diajarkan oleh guru dapat dianggap sebagai
indikator awal yang menguntungkan untuk proses pembelajaran.
Siswa yang memiliki sikap yang positif terhadap suatu mata
pelajaran cenderung lebih termotivasi dan bersemangat dalam
mengikuti pelajaran tersebut. Mereka mungkin lebih terbuka
untuk menerima informasi baru dan lebih cenderung untuk
aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. Sikap positif juga dapat
memperkuat interaksi siswa dengan guru dan rekan-rekan
sekelasnya, menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif.
Sebaliknya, jika siswa memiliki sikap negatif terhadap suatu
mata pelajaran, hal ini dapat menyulitkan proses pembelajaran
mereka. Sikap negatif dapat mengurangi motivasi siswa untuk
belajar, dan mereka mungkin lebih cenderung merasa frustrasi
atau tidak tertarik pada materi pelajaran tersebut. Dalam situasi ini,
guru perlu berupaya ekstra untuk mengubah sikap siswa menjadi
lebih positif melalui pendekatan yang kreatif dan memotivasi
(Syah, 1999: 132).
b. Motivasi
Motivasi memegang peran krusial dalam proses pembelajaran,
karena tanpa motivasi, seseorang cenderung enggan untuk terlibat
dalam aktivitas belajar. Motivasi adalah faktor yang mendorong
dan menggerakkan individu untuk mencari pengetahuan dan

42 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


meningkatkan keterampilan mereka. Dalam konteks pendidikan,
motivasi juga memiliki dampak besar terhadap tingkat minat
belajar.
Minat belajar seseorang cenderung meningkat ketika ada
motivasi yang mendukungnya. Motivasi bisa bersumber dari
dalam diri individu atau dari faktor eksternal. Motivasi internal
adalah dorongan yang datang dari dalam diri seseorang, seperti
rasa ingin tahu, keinginan untuk berkembang, atau hasrat untuk
mencapai tujuan tertentu. Sedangkan motivasi eksternal berkaitan
dengan penghargaan, pujian, atau ganjaran yang dapat diperoleh
dari orang lain atau lingkungan sekitar (Tampubolon, 1993: 41).
Minat belajar sebenarnya merupakan kombinasi antara
keinginan dan kemauan untuk menggali pengetahuan. Minat ini
dapat tumbuh dan berkembang lebih baik ketika ada motivasi
yang mendukungnya. Ketika seseorang merasa termotivasi untuk
mencapai tujuan belajar mereka, mereka lebih cenderung untuk
mengatasi hambatan dan tantangan yang mungkin muncul selama
proses pembelajaran.
Penting bagi pendidik dan instruktur untuk memahami
peran penting motivasi dalam proses pembelajaran. Dengan
memahami faktor-faktor yang dapat meningkatkan motivasi
siswa, mereka dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih
inspiratif dan mendukung perkembangan minat belajar siswa.
Sebaliknya, kurangnya motivasi dapat menjadi penghambat dalam
pencapaian tujuan pembelajaran, sehingga perlu perhatian khusus
dalam merancang metode pengajaran yang dapat merangsang dan
memelihara motivasi siswa.
c. Bakat
Pandangan dari Ahmadi dan Supriyono menggambarkan betapa
pentingnya bakat dalam proses pembelajaran. Mereka berpendapat
bahwa seseorang akan lebih mudah memahami dan mengejar
sesuatu jika itu sesuai dengan bakat alaminya. Dalam konteks ini,
bakat dapat dianggap sebagai fondasi dari minat belajar (Ahmadi
dan Widodo, 2013: 82).
Jika seorang anak dihadapkan pada materi atau aktivitas
yang tidak sesuai dengan bakat alaminya, hal tersebut dapat
menimbulkan dampak negatif. Mereka mungkin merasa bosan,

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 43


putus asa, atau bahkan tidak senang dalam menjalani proses
pembelajaran. Contoh yang diberikan oleh penulis adalah ketika
seseorang memiliki bakat alami dalam menyanyi. Dalam hal ini,
bakat tersebut menjadi sumber motivasi untuk belajar lebih dalam
dan berkembang dalam bidang tersebut. Namun, jika seseorang
dipaksa untuk menyukai atau mengejar hal lain yang tidak sesuai
dengan bakatnya, kemungkinan besar ia akan merasa terbebani
atau bahkan membenci aktivitas tersebut.
Pandangan ini menyoroti pentingnya pengakuan dan
pengembangan bakat dalam pendidikan. Dalam mengambil
keputusan terkait sekolah atau aktivitas ekstrakurikuler, perlu
mempertimbangkan bakat dan minat siswa. Ketika individu dapat
mengejar apa yang sesuai dengan bakat alaminya, mereka akan
cenderung lebih termotivasi, senang, dan berhasil dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, pendekatan yang berorientasi
pada bakat dan minat dapat berperan penting dalam menciptakan
lingkungan pembelajaran yang lebih produktif dan memuaskan.
d. Hobi
Hobi memiliki peran yang signifikan dalam membentuk minat
belajar seseorang. Jika kita mengamati individu, seringkali dapat
melihat bahwa minat belajar mereka tercermin dari hobi yang
mereka nikmati. Misalnya, jika seseorang memiliki hobi dalam
matematika, maka kemungkinan besar mereka akan memiliki
minat belajar yang kuat terkait ilmu matematika.
Hobi bukan hanya sekadar aktivitas yang menghibur, tetapi
juga dapat menjadi pendorong yang memacu seseorang untuk
memperdalam pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang
mereka cintai. Ketika seseorang mengejar hobi mereka, mereka
cenderung secara otomatis termotivasi untuk belajar lebih lanjut
tentang subjek atau aktivitas tersebut.
Penting untuk memahami bahwa hobi dapat menjadi pintu
gerbang menuju minat belajar yang mendalam. Oleh karena itu,
pendidik dan orang tua dapat mendukung perkembangan minat
belajar anak dengan memberikan kesempatan untuk mengejar hobi
mereka. Dengan cara ini, individu dapat menghubungkan minat
dan kecintaan mereka dalam hobi dengan pelajaran di sekolah
atau kegiatan pembelajaran lainnya. Hal ini dapat menciptakan

44 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


pengalaman belajar yang lebih bermakna dan memotivasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang
mereka gemari.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu.
Beberapa contoh faktor eksternal yang dapat memengaruhi minat
belajar siswa sebagai berikut.
a. Lingkungan
Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Konsep
lingkungan mencakup berbagai aspek dalam kehidupan anak,
seperti keluarga, sekolah, masyarakat, serta lingkungan fisik
sekitarnya, termasuk kondisi alam, iklim, serta keberadaan flora
dan fauna. Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak dapat sangat signifikan, namun tingkat
pengaruh ini dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor
seperti kondisi anak, kesehatan fisik dan mentalnya.
Keluarga adalah salah satu elemen utama dalam lingkungan
anak, karena orang tua berperan dalam merawat dan membimbing
anak sejak kecil. Di sini, peran orang tua dalam memberikan
dukungan, cinta, dan pemahaman sangat krusial. Selain itu,
sekolah juga memiliki peran yang besar dalam membentuk
perkembangan anak, karena merupakan tempat di mana mereka
menerima pendidikan formal dan berinteraksi sosial yang penting.
Lingkungan masyarakat juga memainkan peran dalam
perkembangan anak, karena ini adalah tempat di mana mereka
berinteraksi dengan orang lain, memahami nilai-nilai sosial, dan
membangun keterampilan sosial. Dalam hal ini, lingkungan sosial
dapat memberikan pengaruh positif atau negatif tergantung pada
norma, nilai, dan pengalaman yang anak dapatkan.
b. Guru dan Strategi Pembelajarannya
Guru memegang peran sentral dalam sistem pendidikan di
sekolah. Mereka adalah pilar utama yang menjalankan proses
belajar-mengajar di lingkungan pendidikan. Seorang guru tidak
hanya memiliki tugas dalam mengajar di dalam kelas, tetapi juga
bertanggung jawab atas berbagai aspek lainnya di sekolah dan
dalam masyarakat.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 45


Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan, kompetensi pedagogik guru diuraikan dalam
subkompetensi dan indikator esensial. Artinya, guru harus
memiliki sejumlah kompetensi dan keterampilan dalam bidang
pedagogi yang sangat penting untuk memberikan pendidikan
yang berkualitas. Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari
kemampuan dalam merencanakan dan mengelola pembelajaran
hingga kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa
sebagai berikut (Aunurrahman, 2012: 192).
• Memahami Siswa: Ini mencakup kemampuan untuk
mengenal peserta didik dengan menggunakan prinsip-
prinsip perkembangan kognitif, memahami aspek-aspek
kepribadian mereka, dan mengidentifikasi pengetahuan awal
yang mereka miliki.
• Perencanaan Pembelajaran: Ini melibatkan penerapan teori-
teori pembelajaran dan penentuan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik peserta didik, tujuan kompetensi
yang ingin dicapai, serta materi pelajaran. Selain itu, ini juga
mencakup penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP).
• Pelaksanaan Pembelajaran: Ini termasuk dalam proses
mengatur lingkungan pembelajaran dan menjalankan
pembelajaran dengan suasana yang kondusif.
• Evaluasi Pembelajaran: Ini mencakup melakukan penilaian
secara berkala menggunakan berbagai metode, menganalisis
hasil evaluasi, dan melakukan perbaikan jika diperlukan.
• Pengembangan Potensi Siswa: Ini berkaitan dengan upaya
untuk membantu peserta didik mengaktualisasikan potensi
dan bakat yang mereka miliki
3. Keluarga
Keluarga memiliki peran penting sebagai lembaga pendidikan informal
yang diakui dalam dunia pendidikan. Keluarga bukan hanya tempat
tinggal, tetapi juga merupakan fondasi awal yang akan membentuk
karakter dan kepribadian anak. Pengaruh keluarga memiliki dampak
signifikan pada pola pikir serta proses belajar anak. Bahkan ketika anak
telah mulai bersekolah, harapan pendidikan masih sangat tergantung
pada keluarga, yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan

46 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


pendidikan informal dan menciptakan lingkungan yang mendukung
ketika anak belajar di rumah.
Ketegangan dalam lingkungan keluarga, sifat-sifat orang tua, lokasi
geografis rumah, manajemen keluarga, semuanya dapat memengaruhi
aktivitas belajar anak. Kondisi keluarga yang harmonis dan penuh
cinta cenderung menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif.
Sebaliknya, ketegangan dalam keluarga atau pola pengasuhan yang
tidak sehat dapat memengaruhi motivasi dan kesejahteraan anak.
Selain itu, faktor-faktor seperti letak rumah atau demografi
keluarga juga berdampak pada aktivitas belajar anak. Aksesibilitas ke
sumber daya pendidikan, seperti perpustakaan atau tempat belajar,
dapat dipengaruhi oleh lokasi geografis keluarga. Pengelolaan keluarga
yang baik juga memainkan peran penting dalam membentuk pola
belajar anak, termasuk pengaturan waktu, pengawasan, dan dukungan
dalam hal pekerjaan rumah atau tugas sekolah.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 47


HASIL BELAJAR
Elisa Lastarida Purba, Brigita Marieta, Idhar Khaira
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Jambi, Jambi,
Indonesia 3SMAN 12 Kota Jambi, Jambi, Indonesia
Email : elisapurba45@gmail.com

H asil belajar adalah suatu istilah yang memiliki makna dan konotasi
yang sangat penting dalam konteks pendidikan. Istilah ini merujuk
pada pencapaian atau prestasi akademik, pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan pemahaman yang dimiliki oleh individu setelah mengikuti proses
pendidikan atau pembelajaran. Dalam pendidikan formal, hasil belajar
sering kali diukur melalui berbagai metode evaluasi, seperti ujian, tugas,
proyek, atau penilaian lainnya, yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana
peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Namun, hasil belajar tidak hanya mencakup aspek pengetahuan atau
keterampilan semata. Hal ini juga mencakup perkembangan aspek sosial,
emosional, dan sikap peserta didik. Pendidikan tidak hanya tentang mengisi
pikiran dengan fakta-fakta dan teori, tetapi juga tentang membentuk
karakter, moral, dan nilai-nilai yang akan membantu individu menjadi
warga yang berkontribusi positif dalam masyarakat.
Secara etimologi, hasil belajar terdiri dari dua kata, yaitu hasil dan
belajar. Hasil merujuk pada pencapaian yang diperoleh oleh pembelajar
dalam proses belajarnya. Sementara itu, belajar adalah proses di mana
individu mengalami perubahan dalam perilaku atau memahami sesuatu
yang baru. Hasil belajar ini mencerminkan prestasi dalam jangka waktu
yang lebih lama, seperti satu semester, sebagai contohnya (Pelita, 2016: 155).
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran. Anak-anak dianggap berhasil
dalam belajar ketika mereka berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau
tujuan instruksional (Abdurrahman, 2013: 38). Menurut Usman, hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang terjadi karena interaksi
antara individu tersebut dengan individu lainnya dan dengan lingkungan
sekitarnya (Usman, 2012: 5).

48 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki individu setelah mereka
mengikuti proses pembelajaran, yang dapat mengakibatkan perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan siswa sehingga
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hasil belajar juga berfungsi sebagai
indikator dari proses pembelajaran, dan merupakan perubahan perilaku
yang dialami siswa setelah mereka terlibat dalam aktivitas belajar (Tri Anni,
2014: 4).
Hasil belajar siswa yang diinginkan adalah kemampuan yang mencakup
aspek kognitif dasar hingga pengetahuan dan sikap yang diharapkan. Hasil
belajar yang positif terlihat ketika siswa mampu menunjukkan peningkatan
kemampuan dalam menyelesaikan tugas dan menjawab soal ujian dengan
benar sesuai dengan petunjuk dan batas waktu yang telah ditentukan
(Tumulo, 2022: 438).
Hasil belajar mencerminkan sejauh mana pengetahuan, pemahaman,
dan kompleksitas materi yang telah dikuasai oleh individu, dan hal ini dapat
diukur secara terperinci dengan menggunakan metode penilaian khusus.
Perbedaan antara kompetensi dan hasil belajar terletak pada batasan dan
standar kinerja peserta didik yang dapat diukur. Indikator hasil belajar
berfungsi sebagai landasan untuk mengevaluasi pencapaian peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Megawati,
2009: 129).
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), hasil belajar dapat dilihat dari
dua perspektif, yaitu dari sudut pandang siswa dan guru. Dari perspektif
siswa, hasil belajar mencerminkan peningkatan dalam perkembangan
mental mereka jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Menurut Howard Kingsley seperti yang dijelaskan oleh Nana Sudjana
(2005: 85), hasil belajar dapat dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu:
1) Keterampilan dan kebiasaan; 2) Pengetahuan dan pemahaman; serta 3)
Sikap dan aspirasi. Pandangan Howard Kingsley ini menunjukkan bahwa
hasil belajar mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari
seluruh proses belajar. Hasil belajar ini akan tetap ada dalam diri siswa
karena telah menjadi bagian integral dari kehidupan mereka.
Secara keseluruhan, hasil belajar merujuk pada perubahan yang terjadi
pada individu setelah mereka mengalami proses pembelajaran. Hal ini
mencakup peningkatan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
sikap, dan aspirasi. Hasil belajar dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu
siswa dan guru, yang mencerminkan perkembangan mental siswa yang

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 49


lebih baik dibandingkan sebelum mereka belajar. Hasil belajar mencakup
berbagai aspek dan dapat berlanjut dalam kehidupan siswa karena telah
menjadi bagian integral dari pengalaman belajar mereka.
Dalam proses belajar mengajar, hasil belajar menjadi fokus utama
dan tujuan akhir dari upaya pendidikan. Guru dan lembaga pendidikan
bertanggung jawab untuk memberikan pengalaman pembelajaran yang
relevan dan efektif agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang
diharapkan. Pada saat yang sama, peserta didik juga memiliki peran penting
dalam proses ini, yakni dengan aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran,
bertanya, berdiskusi, dan berpikir kritis.
Hasil belajar memiliki banyak dimensi, dan mungkin mencakup hal-
hal seperti pemahaman konsep, kemampuan berpikir analitis, kreativitas,
keterampilan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama dalam tim, serta
sikap terhadap belajar dan tantangan. Hasil belajar juga dapat berubah
seiring waktu, dan proses pendidikan tidak berhenti setelah peserta didik
meninggalkan ruang kelas. Pendidikan berlanjut sepanjang kehidupan,
dan hasil belajar terus berkembang sejalan dengan pengalaman dan
pembelajaran sepanjang hayat.
Informasi mengenai hasil belajar sangat penting bagi guru dalam
mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah berlangsung. Data
hasil belajar juga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi
area-area di mana peserta didik mungkin mengalami kesulitan atau
tantangan. Salah satu cara untuk mengumpulkan data hasil belajar adalah
melalui berbagai tes yang diberikan oleh guru selama satu semester. Hasil
belajar dianggap positif jika terjadi peningkatan skor dari tes ke tes selama
semester tersebut, hingga mencapai hasil tes akhir semester.
Prestasi siswa juga dapat diukur dalam bentuk penilaian numerik yang
mencerminkan sejauh mana siswa telah berhasil. Penilaian ini memberikan
umpan balik yang berharga, baik bagi siswa maupun guru. Informasi ini
memberikan gambaran tentang prestasi siswa, mengidentifikasi area-area
di mana siswa dan guru mungkin menghadapi kesulitan atau tantangan.
Kesulitan ini mengindikasikan ketidakmampuan untuk mencapai beberapa
tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, ada beberapa
tujuan yang mungkin tidak tercapai sesuai yang diharapkan.
Dalam konteks evaluasi pendidikan, hasil belajar memberikan
gambaran tentang efektivitas metode pengajaran, keberhasilan program
pendidikan, dan kebutuhan untuk perbaikan dan peningkatan. Hasil belajar

50 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


juga menjadi dasar untuk mengukur kemajuan individu, menilai pencapaian
tujuan pembelajaran, dan merencanakan langkah-langkah selanjutnya
dalam perjalanan pendidikan

Manfaat Hasil Belajar

Manfaat hasil belajar adalah topik yang penting untuk diperdebatkan dan
dipahami, karena hasil belajar memiliki dampak yang signifikan tidak hanya
pada perkembangan individu, tetapi juga pada kemajuan masyarakat dan
bangsa secara keseluruhan. Manfaat hasil belajar dapat dilihat dari berbagai
perspektif, yang mencakup aspek individu, institusi pendidikan, dan
masyarakat secara lebih luas.
Dalam konteks individu, hasil belajar berperan sebagai alat ukur
pencapaian pribadi. Ini adalah cerminan dari upaya keras siswa, tingkat
pemahaman mereka, dan kemampuan mereka untuk mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari dalam kehidupan
sehari-hari. Hasil belajar yang baik dapat membuka pintu peluang baru bagi
individu, seperti peluang pendidikan lebih lanjut, pekerjaan yang lebih baik,
atau pengembangan karir yang lebih sukses. Sebaliknya, hasil belajar yang
kurang memuaskan mungkin menimbulkan tantangan dalam mencapai
tujuan-tujuan pribadi.
Manfaat hasil belajar sebenarnya adalah transformasi tingkah laku
individu, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang muncul
setelah mengikuti suatu proses pembelajaran tertentu. Keberhasilan
pendidikan dan pengajaran dapat diukur melalui perubahan yang terlihat
pada siswa, yang seharusnya merupakan hasil dari proses belajar yang
dijalani siswa melalui program dan kegiatan yang disusun dan dilaksanakan
oleh guru selama proses pengajaran (Sudjana dan Ibrahim, 2009: 3).
Dengan menganalisis hasil belajar siswa dapat mengidentifikasi
kemampuan dan perkembangan mereka, serta tingkat keberhasilan dalam
pendidikan. Hal ini memberikan wawasan yang sangat berharga bagi
pendidikan untuk memahami sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai.
Selain itu, hasil belajar juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengukur
efektivitas metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan oleh guru.
Ini memberikan informasi penting yang dapat membantu pendidikan
dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan mencapai tujuan pendidikan
yang lebih baik. Dengan kata lain, hasil belajar adalah ukuran konkrit dari
kesuksesan proses pendidikan.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 51


Manfaat dari hasil belajar sangat penting dan bervariasi. Pertama-
tama, hasil belajar seharusnya mencerminkan perubahan yang mengarah
pada peningkatan. Ini berarti hasil belajar dapat memberikan manfaat
dalam beberapa aspek, seperti peningkatan pengetahuan, pemahaman yang
lebih mendalam tentang suatu materi, pengembangan keterampilan, serta
membuka pandangan baru terhadap suatu subjek atau topik tertentu. Selain
itu, hasil belajar juga dapat mempengaruhi sikap individu terhadap sesuatu,
meningkatkan apresiasi terhadap hal yang sebelumnya tidak dihargai
sepenuhnya.
Hasil belajar memiliki peran yang sangat penting dalam membawa
perubahan positif pada siswa, yang akan membawa manfaat yang lebih
mendalam, antara lain:
1. Peningkatan Pengetahuan
Salah satu aspek paling fundamental dari hasil belajar adalah
peningkatan dalam pengetahuan. Ini berarti bahwa hasil belajar harus
menghasilkan tambahan informasi, fakta, dan konsep yang telah
dikuasai oleh siswa. Dengan demikian, siswa akan lebih berpengetahuan
setelah mengalami proses pembelajaran.
2. Pemahaman yang Lebih Mendalam
Selain hanya menambah pengetahuan, hasil belajar harus membantu
siswa untuk memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang materi
pembelajaran. Ini berarti bahwa siswa seharusnya tidak hanya memiliki
pengetahuan yang dangkal, tetapi juga pemahaman yang lebih
mendalam tentang konsep-konsep dan hubungan di antara mereka.
3. Pengembangan Keterampilan
Selain aspek pengetahuan, hasil belajar juga mencakup pengembangan
keterampilan. Siswa seharusnya dapat mengembangkan keterampilan
tertentu melalui proses pembelajaran, seperti kemampuan analitis,
pemecahan masalah, berkomunikasi, atau keterampilan praktis yang
relevan dengan mata pelajaran yang dipelajari.
4. Pandangan Baru
Salah satu manfaat besar dari hasil belajar adalah kemampuannya
untuk membuka pikiran siswa. Hasil belajar yang efektif akan
memberikan siswa pandangan baru atau sudut pandang yang berbeda
tentang topik atau masalah tertentu. Ini dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pola pikir yang lebih luas dan pemahaman yang lebih
mendalam.

52 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


5. Apresiasi yang Lebih Tinggi
Hasil belajar juga seharusnya menciptakan apresiasi yang lebih tinggi
terhadap berbagai aspek dalam kehidupan, termasuk budaya, seni,
sains, atau bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan kata lain, siswa
seharusnya dapat menghargai nilai-nilai dan kontribusi yang lebih
tinggi dalam masyarakat dan dunia (Sudjana dan Ibrahim, 2015: 3).
Dengan demikian, hasil belajar bukan hanya tentang menguasai
informasi, tetapi juga tentang pengembangan pemahaman yang lebih dalam,
keterampilan yang lebih kuat, pandangan yang lebih luas, dan apresiasi yang
lebih tinggi terhadap berbagai aspek kehidupan. Ini menciptakan landasan
yang kokoh untuk pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam dunia
pendidikan.
Dalam pandangan ini, penting untuk memahami bahwa manfaat
hasil belajar tidak terbatas pada prestasi akademis semata. Ini mencakup
perkembangan karakter, pemahaman nilai-nilai, kemampuan berpikir
kritis, dan keterampilan sosial yang juga memainkan peran penting dalam
membentuk individu yang berdaya dan berkontribusi pada masyarakat.
Oleh karena itu, penelitian dan perhatian terhadap hasil belajar adalah
esensial dalam upaya meningkatkan sistem pendidikan dan mencapai
tujuan pendidikan yang lebih luas, yaitu menciptakan masyarakat yang
cerdas, kompeten, dan berperan aktif dalam pembangunan bangsa

Kriteria hasil belajar

Mengevaluasi hasil belajar siswa adalah hal penting untuk mempertimbangkan


berbagai kriteria yang mencerminkan perubahan dalam berbagai aspek
psikologis siswa akibat pengalaman belajar mereka. Salah satu cara untuk
menilai keberhasilan seseorang dalam menguasai pengetahuan pada suatu
mata pelajaran adalah dengan melihat prestasi siswa. Prestasi siswa menjadi
indikator utama untuk menilai sejauh mana mereka telah berhasil dalam
pembelajaran tersebut.
Dalam konteks ini, berhasil atau tidaknya siswa dalam menguasai ilmu
pengetahuan sering kali diukur melalui prestasi akademik mereka. Ketika
seorang siswa mencapai prestasi tinggi dalam mata pelajaran tertentu, ini
menunjukkan keberhasilannya dalam pembelajaran tersebut. Sebaliknya,
jika prestasinya rendah, ini mengindikasikan bahwa pemahaman materi
pelajaran belum cukup.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 53


Meskipun prestasi siswa menjadi salah satu kriteria utama dalam menilai
hasil belajar, tidak boleh diabaikan bahwa hasil belajar juga mencakup
perubahan dalam pemahaman, keterampilan, dan sikap siswa. Oleh karena
itu, dalam mengevaluasi hasil belajar siswa, perlu mempertimbangkan
aspek-aspek ini secara holistik. Kriteria hasil belajar harus mencakup
peningkatan pemahaman konsep, pengembangan keterampilan yang
relevan, serta perubahan sikap positif yang mungkin timbul sebagai hasil
dari pembelajaran. Dengan cara ini, evaluasi hasil belajar menjadi lebih
komprehensif dan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang
pencapaian siswa dalam proses pendidikan.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
menyatakan bahwa pendidikan nasional memiliki peran penting
dalam mengembangkan kemampuan individu, membentuk karakter,
dan memajukan peradaban bagi bangsa Indonesia. Tujuannya adalah
meningkatkan potensi peserta didik sehingga mereka menjadi individu
yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak baik,
sehat, berpengetahuan, terampil, kreatif, mandiri, serta warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan diarahkan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai moral, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baik, membentuk
generasi yang bermartabat, dan berkontribusi positif pada masyarakat dan
negara.
Dengan menganalisis tujuan pendidikan yang disebutkan dalam
Undang-Undang di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa rumusan
tujuan pendidikan di Indonesia sesuai dengan klasifikasi hasil belajar yang
dikembangkan oleh Benyamin Bloom. Oleh karena itu, dalam berbagai
teori yang mengulas klasifikasi hasil belajar, penelitian ini memilih untuk
menggunakan klasifikasi hasil belajar yang dikenal dengan Teori Taksonomi
Bloom.

Aspek-aspek hasil belajar

Aspek-Aspek Hasil Belajar mencakup sejumlah elemen penting yang


saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Dalam diskusi ini, kita
akan menjelajahi beberapa aspek utama hasil belajar, termasuk pencapaian
akademik, keterampilan sosial dan keterampilan hidup, aspek emosional
dan psikologis, serta peran penting evaluasi dan pengukuran dalam proses
pendidikan.

54 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Pengungkapan hasil belajar yang ideal pada dasarnya mencakup
perubahan dalam seluruh ranah psikologis siswa sebagai hasil dari
pengalaman dan proses belajar. Untuk memperoleh ukuran dan data tentang
hasil belajar siswa, penting memahami indikator utama yang terkait dengan
jenis prestasi yang ingin dicapai, dievaluasi, atau diukur. Benjamin S. Bloom,
dengan Taxonomy of Education Objectives, membagi tujuan pendidikan
menjadi tiga ranah yang berbeda: ranah kognitif, yang mencakup aspek otak
dan intelektual; afektif, yang melibatkan aspek sikap; dan psikomotorik.
Proses belajar adalah tindakan yang dilakukan oleh murid untuk
mencapai sasaran pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan
yang dimiliki oleh murid setelah mereka mengalami pengalaman belajar.
Dalam sistem pendidikan nasional, penentuan tujuan pendidikan, baik yang
terkait dengan kurikulum maupun yang terkait dengan instruksi, mengikuti
klasifikasi hasil belajar yang diperkenalkan oleh Benjamin Bloom. Klasifikasi
ini umumnya dibagi menjadi tiga ranah utama, yaitu ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Penting untuk dicatat bahwa pengukuran hasil belajar harus mencakup
ketiga ranah ini agar dapat memberikan gambaran lengkap tentang
prestasi siswa. Dengan demikian, penerapan indikator hasil belajar yang
komprehensif akan memungkinkan penilaian yang lebih baik terhadap
kemajuan siswa dalam berbagai aspek pembelajaran.
1. Aspek kognitif
Bagian pertama dari aspek ini adalah fokus pada perilaku yang
menekankan dimensi intelektual. Ini mencakup pengembangan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan berpikir siswa dalam
ranah kognitif. Ranah kognitif mencakup berbagai tujuan pembelajaran
yang melibatkan proses mental, dimulai dari tingkat pengetahuan
dasar hingga mencapai tingkat yang lebih tinggi, seperti kemampuan
evaluasi. Dengan kata lain, aspek kognitif berfokus pada perkembangan
kapasitas intelektual siswa (Rupani, 2011: 120).
Selama proses ini, siswa diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan mereka tentang berbagai konsep, memahami hubungan
antara konsep-konsep tersebut, dan mengembangkan keterampilan
berpikir yang lebih tinggi, seperti analisis dan evaluasi. Ini merupakan
bagian integral dari pendidikan yang bertujuan untuk memperluas
wawasan siswa dan meningkatkan kemampuan mereka dalam
pemecahan masalah serta pengambilan keputusan yang didasarkan

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 55


pada pengetahuan. Dengan demikian, aspek kognitif adalah salah
satu komponen utama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Nasional.
Aspek kognitif mencakup beberapa dimensi penting dalam hasil
belajar:
a. Pengetahuan
Ini melibatkan kemampuan siswa untuk mengingat informasi
yang telah mereka pelajari dan disimpan dalam ingatan mereka.
Pengetahuan ini bisa berkaitan dengan berbagai hal, seperti fakta,
peristiwa, pengertian, aturan, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman
Aspek ini mencakup kemampuan siswa untuk menangkap esensi
dan makna dari materi yang mereka pelajari. Ini berarti siswa
tidak hanya mengingat informasi, tetapi juga dapat memahami
signifikansinya.
c. Penerapan
Mencakup kemampuan siswa untuk menggunakan metode dan
aturan yang mereka pelajari untuk menghadapi masalah yang
nyata dan baru. Kemampuan ini tampak dalam bagaimana siswa
menerapkan prinsip-prinsip yang telah mereka pelajari.
d. Analisis
Ini melibatkan kemampuan siswa untuk memecah suatu konsep
atau kesatuan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sehingga
struktur keseluruhan dapat dipahami dengan lebih baik.
e. Sintesis
Aspek ini mencakup kemampuan siswa untuk menggabungkan
berbagai elemen atau informasi yang mereka miliki untuk
membentuk pola baru atau konsep yang lebih kompleks. Misalnya,
ini dapat terlihat dalam kemampuan siswa untuk menyusun
program kerja atau merancang solusi kreatif.
f. Evaluasi
Mencakup kemampuan siswa untuk membentuk pendapat atau
penilaian tentang berbagai hal berdasarkan kriteria tertentu. Ini
mencakup kemampuan siswa untuk menilai dan menganalisis
hasil karya atau informasi dengan kritis.
Dengan mengembangkan semua dimensi ini dalam aspek kognitif,
pendidikan bertujuan untuk menciptakan siswa yang memiliki

56 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


pengetahuan yang kuat, pemahaman yang mendalam, kemampuan
praktis yang baik, serta kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi yang
berkualitas.
Dalam konteks aspek kognitif, dua pertama dari enam aspek
tersebut sering disebut sebagai kognitif tingkat rendah atau Low Order
Thinking Skills. Ini mencakup kemampuan siswa untuk mengingat
informasi (misalnya, fakta atau definisi) dan memahaminya. Kognitif
tingkat tinggi, atau High Order Thinking Skills, melibatkan empat aspek
berikutnya, yang memerlukan kemampuan analisis, sintesis, evaluasi,
dan kreativitas.
Penting untuk dicatat bahwa seiring perkembangan teori
pendidikan, Taksonomi Bloom dalam aspek kognitif mengalami revisi
yang dilakukan oleh muridnya, yaitu Lorin W. Anderson dan David
R. Krathwohl. Revisi ini menciptakan enam kategori dimensi proses
kognitif dalam taksonomi yang lebih modern, yaitu: mengingat,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta. Setiap kategori ini mencerminkan tingkat kompleksitas yang
berbeda dalam pemrosesan informasi oleh siswa.
Mengingat perubahan ini, revisi taksonomi memberikan
pandangan yang lebih komprehensif tentang cara siswa memproses
informasi dan bagaimana mereka dapat mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Dengan pemahaman yang lebih mendalam
tentang dimensi ini, pendidik dapat merancang pembelajaran yang
lebih efektif dan mengevaluasi prestasi siswa dengan lebih cermat.
Pembagian ranah kognitif yang telah dijelaskan sebelumnya
menggambarkan bahwa proses pembelajaran adalah perjalanan
menuju perubahan internal dalam diri individu. Proses ini dimulai dari
kemampuan yang lebih rendah yang dimiliki individu sebelum memulai
pembelajaran, dan kemudian berkembang menuju kemampuan yang
lebih tinggi seiring dengan perjalanan pembelajaran. Proses ini bersifat
dinamis, artinya terjadi perubahan yang berkelanjutan, dan siswa
berperan aktif dalam mengembangkan kemampuannya.
Ketika siswa terlibat dalam pembelajaran, mereka secara aktif
menggali dan memperluas pemahaman mereka, memanfaatkan
kemampuan yang mereka miliki pada awalnya, dan melangkah menuju
tingkatan kemampuan yang lebih tinggi. Dalam proses ini, siswa terus
menerus mengembangkan kemampuan kognitif mereka, sehingga

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 57


mereka dapat mencapai tingkat kemampuan yang lebih tinggi seiring
dengan berjalannya waktu dan pengalaman.
Proses ini menekankan pentingnya peran siswa dalam
pembelajaran, di mana siswa bukan hanya penerima pasif informasi,
tetapi juga aktor utama yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Dengan begitu, siswa dapat mencapai pencapaian tingkat kemampuan
yang lebih tinggi dalam proses pembelajaran yang mereka jalani.
2. Aspek psikomotorik
Aspek Psikomotorik adalah bagian dari pembelajaran yang berkaitan
dengan keterampilan atau kemampuan bertindak yang muncul setelah
peserta didik menerima pelajaran tertentu (Rosa, 2015: 25). Simpson
dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Friska menjelaskan bahwa
keberhasilan belajar dalam bentuk keterampilan dapat diamati ketika
siswa mampu mengaplikasikan hasil belajar mereka dalam tindakan
nyata yang dapat dilihat, seperti (Arifin, 2013: 22):
a. Persepsi (Perception)
Persepsi adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami
sesuatu secara khusus serta menyadari perbedaan antara objek
yang berbeda. Misalnya, kemampuan untuk memilih warna,
membedakan angka 6 dan 9, atau mengidentifikasi perbedaan
antara huruf “b” dan “d”. Dalam konteks pembelajaran, ada
sejumlah kata kerja yang digunakan oleh pendidik dalam mengajar
siswa tentang persepsi. Ini termasuk tindakan seperti pemilihan,
pengklasifikasian, persiapan, pemilahan, penunjukan, identifikasi,
dan penghubungan.
Dalam konteks pendidikan, persepsi melibatkan kemampuan
siswa untuk mengenali dan memahami informasi atau objek secara
spesifik. Ini mencakup kemampuan siswa untuk membedakan
detail, mengidentifikasi pola, atau menyisihkan informasi yang
tidak relevan. Para pendidik menggunakan kata kerja ini dalam
proses pembelajaran untuk membantu siswa mengembangkan
pemahaman yang lebih baik tentang materi yang diajarkan.
b. Kesiapan (set)
Kesiapan (set) adalah kemampuan untuk bersiap-siap dalam
melakukan tindakan tertentu. Ini mencakup kesiapan mental,
kesiapan fisik, dan kemampuan bertindak yang diperlukan
untuk tugas atau kegiatan yang akan dilakukan. Dalam konteks

58 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


pembelajaran, konsep kesiapan ini melibatkan sejumlah kata
kerja yang digunakan oleh pendidik untuk membantu siswa
mempersiapkan diri.
Kemampuan kesiapan meliputi kemampuan siswa untuk
memulai tugas atau kegiatan, mengawali sesuatu, bereaksi
terhadap situasi tertentu, mempersiapkan diri untuk tindakan,
memprakarsai tindakan, menanggapi instruksi atau situasi, dan
mempertunjukkan kemampuan yang diperlukan dalam tugas atau
kegiatan tersebut. Para pendidik menggunakan kata kerja ini dalam
konteks pembelajaran untuk membantu siswa mengembangkan
kesiapan mental dan fisik yang diperlukan untuk berhasil dalam
tugas-tugas yang diberikan.
c. Respon terbimbing (Guided respons)
Respon terbimbing (Guided response) adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan gerakan atau tindakan sesuai
dengan contoh atau instruksi yang diberikan. Ini mencakup
kemampuan menirukan, melakukan spekulasi, mencoba dan
error, serta melakukan tindakan peniruan lainnya. Pada tahap ini,
individu belajar dengan mempraktekkan, memainkan, mengikuti
petunjuk, melaksanakan instruksi, membuat sesuatu, mencoba,
atau memperlihatkan kemampuan yang diperlukan.
Sebagai contoh, seseorang mungkin belajar menari dengan
cara meniru gerakan tari yang telah diberikan sebagai contoh.
Mereka akan mencoba mengikuti langkah-langkah yang telah
ditunjukkan untuk mempraktekkan gerakan tari tersebut.
Ini adalah bagian dari proses pembelajaran di mana individu
mengembangkan kemampuan mereka melalui tindakan respon
terbimbing.
d. Gerakan terbiasa
Gerakan tebiasa adalah kemampuan seseorang untuk melakukan
gerakan atau tindakan tanpa adanya contoh atau petunjuk yang
spesifik. Ini mencakup tindakan seperti melempar peluru atau
melompat tinggi dengan tepat tanpa mengikuti instruksi yang
detail. Dalam tahap ini, individu belajar dengan melaksanakan
tindakan nyata, mengoperasikan alat atau benda, membangun
atau merakit sesuatu, memainkan peran, atau menangani situasi
tanpa perlu instruksi yang terperinci.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 59


Sebagai contoh, pada tahap ini peserta didik dapat dibimbing
dan dilatih untuk melaksanakan adzan tanpa adanya contoh
yang spesifik. Mereka mempelajari gerakan dan prosedur yang
diperlukan untuk melakukan adzan dengan benar melalui
tindakan langsung.
e. Respon
Respon kompleks merujuk pada kemampuan seseorang untuk
melakukan gerakan atau keterampilan yang melibatkan banyak
tahap atau langkah secara lancar, efisien, dan tepat. Ini mencakup
tindakan yang kompleks dan melibatkan pemahaman yang
mendalam tentang serangkaian prosedur atau langkah-langkah
yang harus diikuti.
Kata kerja yang digunakan dalam tahap ini dalam konteks
pembelajaran mencakup mengoperasikan, membangun, mema-
sang, membongkar, memperbaiki, melaksanakan, mengerjakan,
menyusun, menggunakan, mengatur, mendemonstrasikan, mema-
inkan, dan menangani. Pada tahap ini, individu memiliki kemam-
puan untuk mengatasi tugas atau situasi yang memerlukan pema-
haman dan keterampilan yang tinggi dalam melaksanakannya.
f. Penyesuaian pola gerakan
Penyesuaian pola gerakan merujuk pada keterampilan individu
untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap pola
gerakan atau perilaku mereka sesuai dengan persyaratan khusus
yang diberlakukan dalam suatu situasi atau tugas tertentu.
Ini mencakup kemampuan untuk mengubah, mengadaptasi,
mengatur kembali, dan membuat variasi dalam pola gerakan atau
tindakan mereka.
Kata kerja yang relevan dalam konteks pembelajaran pada
tahap ini mencakup tindakan seperti mengubah, mengadaptasi,
mengatur kembali, dan membuat variasi dalam pola gerakan atau
perilaku sesuai dengan kebutuhan atau persyaratan yang diberikan.
Dengan demikian, individu dapat menyesuaikan respons mereka
dengan situasi yang berbeda secara efektif.
g. Kreativitas
Kreativitas merujuk pada kemampuan individu untuk menciptakan
pola gerakan atau tindakan yang baru berdasarkan inisiatif mereka
sendiri. Ini melibatkan kemampuan untuk merancang, menyusun,

60 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


menciptakan, mendesain, mengkombinasikan, mengatur, dan
merencanakan pola gerakan atau perilaku yang tidak hanya
mengikuti pola yang sudah ada, tetapi juga melibatkan aspek
inovasi dan keberanian untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Dalam konteks pembelajaran, kata kerja yang relevan yang
digunakan untuk menggambarkan aktivitas pada tahap ini
termasuk merancang, menyusun, menciptakan, mendesain,
mengkombinasikan, mengatur, dan merencanakan pola gerakan
atau perilaku yang menunjukkan tingkat kreativitas yang tinggi

Tipe-Tipe Hasil Belajar

Pendidikan adalah salah satu fondasi utama dalam pembentukan individu


dan masyarakat yang berdaya saing. Bagi setiap lembaga pendidikan,
pemahaman mendalam mengenai hasil belajar merupakan kunci dalam
menjaga dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Nana Sudjana (1990: 23), seorang pakar pendidikan terkemuka,
memberikan wawasan berharga tentang tipe-tipe hasil belajar dalam
bukunya yang berjudul “Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.” Ia
mengungkapkan bahwa hasil belajar melibatkan beragam aspek yang perlu
dipahami dan dinilai secara komprehensif.
Pernyataan tersebut membuka pintu menuju pemahaman yang lebih
mendalam tentang dinamika proses belajar. Hasil belajar tidak hanya
mencakup pencapaian akademik semata, melainkan juga mencerminkan
sejauh mana seseorang telah menginternalisasi pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai yang diperoleh selama proses pendidikan. Memahami
tipe-tipe hasil belajar adalah langkah pertama dalam merancang metode
pengajaran yang efektif dan sistem evaluasi yang adil.
Pemahaman tentang tipe-tipe hasil belajar memberikan landasan yang
kokoh bagi pendidik dan penilai untuk merancang kurikulum yang holistik
dan metode pengajaran yang beragam. Dengan cara ini, pendidikan dapat
mencapai tujuan yang lebih luas, yaitu membentuk individu yang tidak hanya
cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas moral, kepekaan
sosial, dan keterampilan praktis yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Selain itu, pemahaman yang lebih baik tentang tipe-tipe hasil belajar juga
dapat membantu peserta didik untuk mengenali potensi mereka sendiri dan
mengarahkan perkembangan pribadi mereka ke arah yang lebih baik.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 61


Tipe-tipe hasil belajar akan diuraikan dibawah ini
1. Tipe pengetahuan
Salah satu tipe hasil belajar yang perlu kita pahami pertama adalah
hasil belajar pengetahuan, yang sering dianggap sebagai tingkat paling
dasar dalam proses belajar dan berada pada tingkat kognitif yang paling
rendah. Meskipun begitu, hasil belajar pengetahuan ini sebenarnya
merupakan fondasi atau prasyarat esensial untuk mencapai tipe hasil
belajar yang lebih kompleks.
Dalam dunia pendidikan, konsep hafalan sering terkait dengan
hasil belajar pengetahuan. Hafalan adalah proses mengingat informasi
secara tepat tanpa perlu pemahaman mendalam. Meskipun sering
dianggap sebagai proses belajar yang sederhana, tipe hasil belajar
pengetahuan tetap memiliki peran penting dalam pembentukan dasar
pengetahuan. Sebagai contoh, dalam berbagai bidang studi seperti
matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, dan bahasa, pemahaman
dasar terhadap fakta-fakta atau konsep-konsep dasar adalah langkah
awal penting sebelum memahami dengan lebih mendalam.
Meskipun tipe hasil belajar pengetahuan dianggap sebagai
langkah awal yang sederhana dalam proses belajar, pengertian dasar
ini adalah fondasi yang diperlukan untuk kemajuan selanjutnya
dalam pendidikan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan yang efektif
harus memperhatikan dan memadukan dengan baik hasil belajar
pengetahuan dengan tipe hasil belajar yang lebih kompleks guna
mencapai pemahaman yang lebih mendalam dan penguasaan konsep
yang lebih baik dalam berbagai bidang studi.
2. Tipe pemahaman
Tipe hasil belajar selanjutnya yang perlu kita pertimbangkan adalah
hasil belajar pemahaman. Dalam hierarki hasil belajar, pemahaman
dianggap sebagai tingkat yang lebih tinggi daripada pengetahuan. Ini
mencerminkan kemampuan seseorang untuk tidak hanya mengingat
fakta atau konsep, tetapi juga mampu menjelaskannya dengan
menggunakan kata-kata atau bahasanya sendiri.
Pemahaman mencakup kemampuan merangkai informasi yang
telah dibaca atau didengar menjadi kalimat atau penjelasan yang koheren.
Seseorang yang telah mencapai tipe hasil belajar pemahaman juga dapat
memberikan contoh tambahan atau alternatif untuk mendukung apa

62 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


yang telah diajarkan. Mereka mampu menghubungkan konsep-konsep
yang telah dipelajari dengan situasi atau kasus yang berbeda.
Ini menunjukkan bahwa pemahaman bukan hanya tentang
mengingat informasi, tetapi juga tentang kemampuan mengaplikasikan
dan mengintegrasikan pengetahuan dalam konteks yang lebih luas.
Sebagai contoh, dalam pelajaran matematika, pemahaman berarti
tidak hanya bisa menjawab soal-soal dengan benar, tetapi juga
dapat menjelaskan langkah-langkahnya dengan jelas menggunakan
bahasa yang dimengerti. Di bidang bahasa, pemahaman mencakup
kemampuan untuk mengartikan teks, menafsirkan makna, dan
merangkai kalimat dengan benar.
Dengan demikian, tipe hasil belajar pemahaman membawa
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, di mana peserta didik tidak
hanya mengingat informasi, tetapi juga menguasai konsep dan dapat
mengaplikasikannya dalam berbagai situasi.
3. Tipe aplikasi
Tipe hasil belajar berikutnya yang perlu diperhatikan adalah hasil
belajar aplikasi, yang dalam konteks pembelajaran mencerminkan
kemampuan seseorang untuk mengambil konsep atau abstraksi yang
telah dipelajari dan menerapkannya dalam situasi konkret atau spesifik.
Abstraksi ini bisa berupa ide-ide, teori, atau panduan teknis yang
sebelumnya telah dikuasai.
Salah satu ciri khas dari tipe hasil belajar aplikasi adalah
kemampuan seseorang untuk menerapkan abstraksi ini dalam situasi
yang berbeda atau baru. Ini berarti seseorang memiliki kemampuan
untuk mengambil pengetahuan yang dimilikinya dan menggunakannya
dalam konteks yang praktis. Dengan kemampuan ini, mereka dapat
mengaitkan konsep-konsep abstrak dengan situasi dunia nyata
yang berbeda, memperlihatkan kemampuan untuk memahami dan
menggunakan pengetahuan secara lebih mendalam.
Namun, perlu diingat bahwa aplikasi yang berlebihan pada situasi
yang sama dapat mengarah pada pengulangan, yang kemudian akan
menjadi lebih mirip dengan pengetahuan hafalan atau keterampilan.
Oleh karena itu, tipe hasil belajar ini menekankan pentingnya
kemampuan beradaptasi dan mengaplikasikan pengetahuan dalam
berbagai konteks yang relevan. Hal ini memungkinkan peserta didik
untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep-

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 63


konsep yang mereka pelajari dan membuatnya bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari serta dalam pemecahan masalah yang kompleks.
4. Tipe analisis
Tipe hasil belajar selanjutnya adalah hasil belajar analisis, yang dalam
konteks pembelajaran mencerminkan kemampuan untuk memecah
suatu kesatuan atau konsep menjadi elemen-elemen atau bagian-
bagian yang lebih kecil, sehingga hubungan hierarki dan strukturnya
menjadi jelas. Analisis ini merupakan kemampuan yang kompleks dan
seringkali melibatkan pemanfaatan kemampuan dari tipe-tipe hasil
belajar sebelumnya, yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
Melalui analisis, diharapkan individu memiliki pemahaman yang
mendalam dan mampu mengurai suatu konsep atau kesatuan menjadi
komponen-komponen yang tetap terintegrasi. Ini berarti individu
dapat memahami proses di balik konsep tersebut, memahami cara
kerjanya, serta memahami sistematisasinya. Analisis ini tidak hanya
tentang memahami konsep secara menyeluruh, tetapi juga tentang
kemampuan mengidentifikasi dan menganalisis bagian-bagian yang
membangunnya.
Dalam banyak kasus, hasil belajar analisis melibatkan pemecahan
masalah yang kompleks, di mana individu harus menguraikan masalah
menjadi komponen-komponen yang dapat diatasi secara lebih efektif.
Oleh karena itu, tipe hasil belajar ini mencerminkan tingkat pemahaman
yang tinggi dan kemampuan berpikir kritis. Melalui analisis, peserta
didik dapat mengembangkan wawasan yang lebih dalam tentang
konsep-konsep yang mereka pelajari dan mampu mengaplikasikan
pemahaman mereka dalam konteks yang lebih luas.
5. Tipe sintesis
Salah satu tipe hasil belajar yang perlu diperhatikan adalah hasil belajar
sintesis, yang mengacu pada kemampuan untuk menggabungkan
unsur-unsur atau komponen-komponen yang terpisah menjadi suatu
kesatuan yang lebih menyeluruh. Ini adalah tindakan menyatukan
berbagai elemen yang telah dikenal menjadi suatu bentuk yang lebih
komprehensif.
Dalam konteks berpikir, sintesis merupakan proses berfikir
divergen, di mana pemecahan atau jawaban belum pasti atau
terdefinisikan. Sintesis adalah tahap berfikir yang lebih tinggi daripada
konvergensi, yang melibatkan pemecahan masalah atau penemuan

64 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


jawaban yang sudah ada berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Sementara itu, berfikir sintesis adalah tentang menciptakan sesuatu
yang baru, di mana solusi atau pemahaman yang ditemukan belum
tentu ada sebelumnya.
Perlu diingat bahwa sintesis bukan sekadar pengumpulan unit-
unit yang tersebar menjadi satu kelompok besar. Ini lebih tentang
menggabungkan elemen-elemen yang berbeda menjadi suatu kesatuan
yang memiliki makna dan nilai tambah. Dalam pemahaman tipe hasil
belajar ini, analisis melibatkan proses memecah suatu integritas menjadi
bagian-bagian, sementara sintesis melibatkan proses menyatukan
unsur-unsur menjadi suatu kesatuan yang baru.
Hasil belajar sintesis mencerminkan tingkat berpikir kreatif dan
inovatif, di mana individu mampu mengintegrasikan pengetahuan dan
konsep-konsep yang berbeda untuk menciptakan solusi yang baru dan
orisinal. Ini adalah kemampuan berpikir yang sangat berharga dalam
berbagai konteks, terutama dalam pemecahan masalah yang kompleks
dan dalam pengembangan ide-ide baru.
6. Tipe evaluasi
Salah satu tipe hasil belajar yang perlu ditekankan adalah hasil
belajar evaluasi. Evaluasi dalam konteks pembelajaran adalah proses
memberikan penilaian atau keputusan tentang nilai suatu hal, yang
mencakup berbagai aspek seperti tujuan, konsep, metode, dan
lain sebagainya. Kemampuan untuk melakukan evaluasi adalah
keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa. Ini tidak hanya terbatas pada penilaian dalam konteks
pembelajaran, tetapi juga relevan dalam mengambil keputusan tentang
peluang pendidikan, peluang kerja, serta dalam partisipasi dan
tanggung jawab sebagai warga negara.
Pengembangan kemampuan evaluasi yang kuat adalah hal
yang penting karena membantu individu membuat penilaian
yang baik dan rasional tentang berbagai aspek kehidupan mereka.
Kemampuan evaluasi yang baik didasarkan pada pemahaman yang
mendalam, kemampuan aplikasi, analisis yang cermat, dan sintesis
yang tepat. Dengan demikian, hasil belajar evaluasi yang berkualitas
tinggi memerlukan pemahaman komprehensif tentang subjek yang
dievaluasi, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip evaluasi dengan

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 65


benar, kemampuan menganalisis data dengan cermat, dan kemampuan
untuk menyusun evaluasi secara menyeluruh.
Kemampuan evaluasi yang baik juga berkontribusi pada
peningkatan mutu evaluasi itu sendiri. Ini berarti bahwa dengan
pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis informasi yang relevan,
individu dapat memberikan penilaian yang lebih akurat dan bermakna
tentang berbagai hal. Oleh karena itu, tipe hasil belajar evaluasi adalah
keterampilan yang bernilai tinggi dan membantu individu membuat
keputusan yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

Pencapaian prestasi belajar oleh siswa bersifat beragam, menunjukkan


adanya variasi dalam hasil antara satu siswa dengan siswa lainnya. Perbedaan
ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk faktor internal yang terkait
dengan siswa itu sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan
atau kondisi di luar diri siswa (Slameto, 2010: 54).
Hasil belajar di kelas, sebagai salah satu penunjuk pencapaian tujuan
pembelajaran, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sugihartono (2007: 76—77)
mengidentifikasi sejumlah faktor yang memiliki dampak pada hasil belajar.
Ada beberapa faktor yang memiliki dampak pada hasil belajar, dan faktor-
faktor ini dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan internal. Kami
akan menjelaskan kedua kelompok faktor ini secara lebih rinci.
1. Faktor Eksternal
Faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian hasil belajar dapat
dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal melibatkan aspek-aspek di luar siswa yang dapat memengaruhi
pembelajaran, dengan dua sub divisi utama: faktor lingkungan dan
faktor instrumen.
a. Lingkungan
Faktor Lingkungan memiliki dua aspek utama, yaitu lingkungan
alami dan lingkungan sosial, yang dapat berpengaruh signifikan
pada hasil belajar. Lingkungan alami mencakup faktor-faktor
seperti suhu, yang dapat memiliki dampak langsung pada
pembelajaran siswa. Misalnya, belajar dalam udara segar
cenderung menghasilkan pencapaian belajar yang lebih baik
daripada ketika belajar dalam kondisi panas dan lembab.

66 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Sementara itu, lingkungan sosial mencakup interaksi dengan
orang lain dan elemen-elemen lainnya yang memengaruhi
pembelajaran. Ini mencakup interaksi dengan sesama siswa, guru,
serta elemen-elemen lain yang ada dalam lingkungan belajar.
Lingkungan sosial ini memiliki pengaruh yang kuat pada proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Selain itu, perlu juga mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan yang berasal dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Ketiganya sering disebut sebagai “tripusat pendidikan,” sebuah
konsep yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara. Menurut
konsep ini, keluarga, sekolah, dan masyarakat memiliki peran yang
sama pentingnya dalam pendidikan, baik dalam konteks formal
maupun non-formal atau informal. Setiap tempat ini memiliki
pengaruh dan tanggung jawabnya sendiri dalam pendidikan, dan
jika muncul masalah dalam pendidikan, pendekatan yang paling
efektif adalah melibatkan kolaborasi dari ketiga pusat pendidikan
ini dalam menanganinya. Dengan begitu, masalah dapat diatasi
secara lebih holistik dan efektif.
b. Instrumental
Faktor instrumental adalah elemen-elemen yang dirancang dan
digunakan untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Faktor-
faktor ini berperan sebagai alat atau sarana yang mendukung
pencapaian tujuan pembelajaran. Ada empat jenis faktor
instrumental yang penting untuk dipertimbangkan (Nasution
dkk, 1991: 5):
1) Kurikulum
Kurikulum merujuk pada rangkaian kegiatan yang disusun
untuk diberikan kepada siswa. Tujuan utamanya adalah
menyajikan materi pelajaran kepada siswa agar mereka dapat
menerima, menguasai, dan mengembangkannya. Namun,
seringkali kurikulum yang diterapkan di Sekolah Dasar tidak
dapat diwujudkan sesuai dengan harapan. Sebagai contoh,
penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
mungkin tidak sesuai dengan cita-cita yang diharapkan.
2) Program
Program atau rencana dan jadwal merupakan perincian lebih
lanjut dari kurikulum. Ini bertujuan untuk memudahkan

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 67


siswa dalam memahami, menguasai, dan mengembangkan
materi yang diajarkan untuk mencapai hasil belajar yang
maksimal. Oleh karena itu, penting untuk memiliki program
yang terarah dan didukung oleh panduan yang jelas untuk
mencapai hasil belajar yang optimal.
3) Sarana dan Fasilitas
Sarana dan fasilitas merujuk pada tempat dan perlengkapan
yang mendukung proses belajar mengajar. Upaya perlu
dilakukan agar kondisi ini optimal untuk mendukung
pembelajaran. Misalnya, gedung sekolah harus dirancang
sedemikian rupa sehingga nyaman untuk proses pembelajaran
dan berlokasi di tempat yang bebas dari gangguan. Tata
ruangan yang baik dan efisien juga penting. Fasilitas
pendidikan, seperti buku di perpustakaan, laboratorium,
media visual elektronik, dan sumber daya lainnya, harus
memadai. Sayangnya, banyak sekolah menghadapi
kekurangan fasilitas, terutama karena tuntutan modernisasi
yang pesat. Banyak yang masih kekurangan fasilitas dalam hal
jumlah maupun kualitasnya, seperti buku perpustakaan yang
kurang, kelengkapan laboratorium, alat visual elektronik, dan
sumber daya lainnya.
4) Guru (pendidik)
Guru adalah individu yang memiliki tanggung jawab utama
dalam mengembangkan potensi lengkap anak didiknya,
termasuk aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tanggung
jawab ini mencakup pengembangan potensi secara seimbang
hingga mencapai tingkat tertinggi yang mungkin. Dalam
konteks ini, guru harus menjalankan peran mereka dengan
profesionalisme yang tinggi. Terkait dengan profesi ini, guru
memiliki kedudukan, tugas, syarat, dan sifat-sifat tertentu
yang harus dipatuhi.
a) Kedudukan Guru
Dalam perspektif ajaran Islam, guru menduduki
posisi yang sangat tinggi, sebagian karena guru adalah
perantara dalam penyampaian ilmu pengetahuan, yang
pada akhirnya berasal dari Allah. Dengan kata lain, guru
adalah “penerus” pengetahuan dari Allah kepada siswa.

68 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Oleh karena itu, kedudukan guru dalam Islam sangat
dihormati dan dianggap tinggi, dan hubungan antara
guru dan siswa seharusnya bersifat keagamaan yang
memiliki nilai-nilai yang transendental. Namun, seiring
berjalannya waktu, hubungan ini dapat terdistorsi
dengan masuknya nilai-nilai ekonomi. Sekarang,
kadang-kadang terjadi penurunan penghormatan siswa
terhadap guru, dan hubungan guru-siswa menjadi
kurang bersifat transendental, sementara imbalan
finansial bagi guru menjadi semakin dominan.
b) Tugas Guru
Tugas utama guru adalah menciptakan lingkungan
belajar yang efektif melalui pengajaran, memberikan
dorongan, memberikan contoh, memberi pujian, dan
membantu siswa dalam membangun kebiasaan yang
baik.
c) Syarat-syarat Guru
Untuk menjadi seorang guru yang efektif, seseorang
harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan
mampu berinteraksi secara efektif dan efisien dengan
siswa, sesama guru, orang tua atau wali siswa, serta
masyarakat.
d) Sifat-sifat Guru
Beberapa sifat yang penting bagi seorang guru meliputi
kasih sayang terhadap siswa, kelembutan, rendah hati,
penghormatan terhadap ilmu pengetahuan yang bukan
bidangnya, keadilan dan kejujuran, antusiasme terhadap
upaya pemikiran, konsistensi, perhatian yang sesuai
dengan tindakan, dan kesederhanaan dalam tindakan
dan perilaku sehari-hari.
2. Faktor Internal
Faktor Internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam
individu yang tengah melakukan proses pembelajaran. Faktor Internal
ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu faktor fisik dan
faktor mental.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 69


a. Faktor Fisiologis
Masa akhir anak-anak, yang berlangsung sekitar usia 6-13 tahun,
sering disebut sebagai masa usia sekolah dasar karena pada periode
ini, anak-anak sudah berada di tingkat pendidikan dasar. Periode
ini ditandai oleh pertumbuhan fisik yang relatif lebih lambat
dibandingkan dengan periode sebelumnya, dan pertumbuhan
ini cenderung seragam dalam berbagai aspek. Keadaan ini
memberikan peluang bagi anak-anak untuk memperoleh dan
meningkatkan berbagai keterampilan, termasuk kemampuan
berbicara yang penting untuk penyesuaian sosial dan pribadi.
Pertumbuhan fisik yang terjadi selama masa ini memiliki dampak
signifikan pada perkembangan keterampilan fisik, mental, dan
sosial anak-anak.
1) Keterampilan Menolong Diri Sendiri (Self-Help Skill): Ini
merujuk pada kemampuan anak untuk melakukan aktivitas
sehari-hari seperti mandi, makan, dan berpakaian dengan
mandiri.
2) Keterampilan Membantu Orang Lain dalam Konteks Sosial
(Social-Help Skill): Ini adalah keterampilan yang diperlukan
anak untuk membantu orang lain dalam kehidupan sehari-
hari dalam masyarakat, menunjukkan kerja sama dan empati.
3) Keterampilan Sekolah (School Skill): Ini melibatkan berbagai
keterampilan yang diperlukan anak untuk menyelesaikan
tugas-tugas sekolah, termasuk kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung.
4) Keterampilan Bermain (Play Skill): Ini adalah keterampilan
yang dibutuhkan anak untuk bermain baik secara mandiri
maupun berkolaborasi dengan teman-teman mereka. Ini
mencakup kemampuan bekerja sama, disiplin, dan saling
membantu dalam interaksi sosial saat bermain.
Di samping itu, pertumbuhan fisik yang terjadi juga memiliki
dampak signifikan pada perkembangan kepribadian anak.
Kondisi fisik anak dapat berhubungan erat dengan manifestasi
berbagai karakteristik kepribadian tertentu. Sebenarnya, ciri-
ciri kepribadian yang terkait dengan pertumbuhan fisik berasal
dari cara anak menginterpretasikan kondisi fisik mereka sendiri.
Konsep diri fisik, yang mencerminkan cara anak memberikan

70 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


makna terhadap fisik mereka, memiliki peran sentral dalam
pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu, sangat penting
untuk membimbing anak-anak agar mereka memiliki konsep diri
fisik yang akurat dan sehat.
Anak-anak perlu diberikan bimbingan untuk dapat
memahami dan menerima kondisi fisik mereka secara objektif.
Selanjutnya, mereka harus didorong dan dibimbing untuk
mengembangkan perilaku dan identitas diri yang sesuai
dengan kondisi fisik mereka. Ini akan membantu mereka dalam
membangun kepercayaan diri dan memperoleh keseimbangan
dalam perkembangan kepribadian mereka.
Tiga karakteristik utama yang muncul selama masa akhir
anak-anak adalah sebagai berikut:
• Dorongan anak untuk meninggalkan lingkungan rumah dan
bergabung dengan teman sebaya (peer group).
• Perubahan dalam kondisi fisik yang merangsang anak untuk
terlibat dalam permainan dan aktivitas yang memerlukan
penggunaan keterampilan otot.
• Pertumbuhan mental yang mendorong anak untuk memasuki
dunia konsep, logika, simbol, dan komunikasi yang lebih
matang dan dewasa.
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis mencakup beberapa aspek penting yang
memengaruhi hasil belajar individu. Aspek-aspek ini melibatkan
domain kognitif, bahasa, emosional, dan sosial. Setiap aspek
memiliki peran unik dalam pengembangan seseorang.
1) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif melibatkan kemampuan berpikir,
memproses informasi, dan menyelesaikan masalah.
Ini mencakup kemampuan untuk memahami konsep,
merencanakan, dan berpikir kritis.
2) Bahasa
Aspek bahasa adalah kunci dalam proses pembelajaran.
Kemampuan berkomunikasi secara efektif, pemahaman
membaca, menulis, dan berbicara adalah bagian penting dari
faktor psikologis ini.

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 71


3) Emosional
Kesejahteraan emosional seseorang dapat memengaruhi hasil
belajar. Kondisi emosional yang stabil dapat meningkatkan
konsentrasi dan motivasi belajar, sedangkan masalah
emosional dapat menghambat proses pembelajaran.
4) Sosial
Aspek sosial mencakup kemampuan individu dalam
berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan ini sangat relevan
dalam lingkungan pembelajaran yang melibatkan interaksi
sosial, seperti dalam kerja kelompok dan berkolaborasi
dengan teman sebaya.

72 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


BAB II
MODEL
PEMBELAJARAN

73
MODEL PEMBELAJARAN
DISCOVERY LEARNING
Tika Rahmadani Dalimunthe, Syafrilianto, Himsar
Program Studi Tadris Fisika, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary
Padangsidimpuan, Indonesia
Email: tikarahmadani001@gmail.com

M odel pembelajaran Discovery Learning adalah salah satu model


pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran yang
mampu meningkatkan pola berfikir siswa melalui pengalaman yang
dialaminya sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang sebelumnya
belum diketahuinya atau guru belum menyampaikannya secara tidak
langsung. Model pembelajaran Discovery Learning merupakan suatu cara
untuk mengembangkan belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang akan diperoleh akan tahan lama dalam
ingatan.
Discovery Learning Method adalah gaya belajar aktif dan langsung yang
dikembangkan oleh Jerome Bruner pada tahun 1960-an. Bruner menekankan
bahwa belajar itu harus sambil melakukan atau learning by doing. Dengan
metode ini, pesrta didik secara aktif berpartisipasi, bukan hanya menerima
pengetahuan secara pasif. Discovery Learning menunjukkan pendekatan
instruksional umum yang mewakili pengembangan pembelajaran
konstruktivis untuk lingkungan belajar berbasis sekolah. Bruner (1961)
mengembangkan pembelajaran penemuan dari studi kontemporer dalam
psikologi kognitif, dan merangsang pengembangan metode instruksional
yang lebih spesifik. Meskipun Bruner sering disebut sebagai pengembang
pembelajaran Discovery Learning pada 1960-an, tetapi ide terkait metode
pembelajaran ini diperoleh dari beberapa pemikiran dan teori yang telah
lebih dahulu dikembangkan oleh beberapa ahli lain seperti John Dewey,
Jean Piaget, dan Seymour Papert. Bruner (1961) berpendapat bahwa,
praktik menemukan sendiri mengajarkan seseorang untuk memperoleh
informasi dengan cara yang membuat informasi itu lebih siap digunakan
dalam pemecahan masalah (Khasinah, 2021: 404).

74 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Pembelajaran penemuan ini seringkali terjadi melalui pengamatan
langsung, percobaan, penelitian, dan eksplorasi mandiri dalam konteks
yang relevan bagi siswa. Sebagai contoh, dalam pelajaran ilmu pengetahuan,
siswa mungkin diberikan bahan-bahan, instrumen, atau eksperimen
untuk menjawab pertanyaan atau menguji hipotesis mereka sendiri. Ini
memungkinkan siswa untuk merasakan kegembiraan menemukan sesuatu
sendiri dan merasakan pengalaman langsung dalam menggali pengetahuan.
Pendekatan discovery learning ini seringkali digunakan dalam
pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana guru berperan sebagai
fasilitator yang mendukung dan membimbing siswa dalam proses
pembelajaran mereka. Metode ini juga mempromosikan motivasi intrinsik,
karena siswa merasa memiliki kendali atas pembelajaran mereka dan merasa
lebih terlibat dalam prosesnya.

Langkah-Langkah Pembelajaran Discovery Learning

Kementerian pendidikan dan kebudayaan tahun 2013 menetapkan 2


tahapan umum dalam pelaksanaan Discovery learning:
1. persiapan.
Tahapan ini dilaksanakan sebelum pembelajaran berlangsung, yaitu
pada saat merencanakan pembelajaran meliputi kegiatan
a. menentukan tujuan pembelajaran
b. melakukan identifikasi karakteristik peserta didik
c. memilih materi pelajaran
d. menentukan topik yang harus dipelajari peserta didik secara
induktif
e. mengembangkan bahan ajar
f. mengatur topik pembelajaran dari yang sederhana ke yang sulit,
dari yang kongkrit ke yang abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik
ke simbolik
g. menyiapkan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
2. pelaksanaan.
Tahapan ini dilakukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran
dengan mengikuti langkah-langkah discovery learning sebagaima
dijelaskan di atas.
Untuk lebih jelas lagi tentang sintak dalam penerapan Discovery
Learning, maka dapat dilihat pada tabel berikut (Kemendikbud 2013)

MODEL PEMBELAJARAN 75
No Sintak Kegiatan pembelajaran
1 Stimulation Pada tahap ini peserta didik diberikan permasalahan
(Pemberian yang belum ada solusinya sehingga memotivasi mereka
rangsangan) untuk menyelidiki dan menyelesaikan masalah tersebut.
Pada tahap ini, guru memfasilitasi mereka dengan
memberikan pertanyaan, arahan untuk membaca
buku atau teks, dan kegiatan belajar yang mengarah
pada kegiatan discovery sebagai persiapan identifikasi
masalah
2 Problem statement Peserta didik diberikan kesempatan untuk
(Identifikasi mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang
masalah) berkaitan dengan bahan ajar, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis atau
jawaban sementara untuk masalah yang ditetapkan.
3 Data collection Selanjutnya, peserta didik melakukan eksplorasi untuk
(Pengumpulan Data) mengumpulkan data atau informasi yang relevan
dengan cara membaca literatur, mengamati objek,
mewawancarai nara sumber, melakukan uji coba sendiri
dan lainnya. Peserta didik juga berusaha menjawab
pertanyaan atau membuktikan kebenaran hipotesis.
4 Data Processing Peserta didik melakukan kegiatan mengolah data atau
(Pengolahan Data) informasi yang mereka peroleh pada tahap sebelumnya
lalu dianalisis dan diinterpretasi. Semua informasi baik
dari hasil bacaan, wawancara, dan observasi, diolah,
diklasifikasi, ditabulasi, bahkan jika dibutuhkan dapat
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu.
5 Verification Pembuktian
Pembuktian Peserta didik melakukan verifikasi secara cermat untuk
menguji hipotesis yang ditetapkan dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
Tahapan ini bertujuan agar proses belajar berjalan
dengan baik dan peserta didik menjadi aktif dan kreatif
dalam memecahkan masalah.
6 Generalization Tahap terakhir adalah proses menarik kesimpulan
(Menarik yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
kesimpulan) semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi

76 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Sedikit berbeda dengan ulasan di atas, menurut Ahmad Rohani (2004),
terdapat lima tahapan dalam Discovery Learning yang mencakup:
1. merumuskan permasalahan yang harus dipecahkan oleh peserta didik;
2. memberikan jawaban sementara atau menyajikan hipotesis;
3. mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab
hipotesis, menyelesaikan permasalahan, dan menguji hipotesis;
4. membuat kesimpulan dari jawaban atau membuat generalisasi;
5. menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi (Rohani, 2004).

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Discovery


Learning

kelebihan Pembelajaran Discovery Learning


Metode Discovery Learning memiliki beberapa kelebihan yang menyebabkan
metode ini dianggap unggul. Di antara keunggulan pembelajaran Discovery
adalah.
1. Keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran bersifat proaktif,
dan biasanya topik pembelajaran mendorong motivasi intrinsik.
2. Kegiatan pembelajaran dalam pendekatan Discovery Learning
seringkali memiliki makna yang lebih dalam daripada latihan di dalam
kelas atau sekadar mempelajari buku teks.
3. Peserta didik mengembangkan keterampilan investigatif dan reflektif
yang dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks lain.
4. Peserta didik memperoleh pengetahuan tentang keterampilan dan
strategi yang baru.
5. Pendekatan ini membangun pada pengetahuan awal dan pengalaman
yang dimiliki oleh peserta didik.
6. Metode ini mendorong peserta didik untuk menjadi lebih mandiri
dalam proses belajar mereka.
7. Metode ini diyakini dapat meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk mengingat konsep, data, atau informasi saat mereka
menemukannya sendiri.
8. Pendekatan ini mendukung peningkatan kerja sama dalam kelompok
(Westwood, 2008).

MODEL PEMBELAJARAN 77
Sementara itu, Kementrian pendidikan dan kebudayaan tahun 2013
menyatakan bahwa kekuatan pembelajaran discovery adalah seperti berikut:
1. Metode ini dapat membantu peserta didik memperbaiki dan
meningkatkan keterampilan dan proses kognitif mereka.
2. Metode ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
3. Karena adanya kegiatan diskusi, siswa jadi lebih saling menghargai.
4. Memberikan rasa senang dan bahagia bila peserta didik berhasil
melakukan penelitian
5. Kegiatan pembelajaran menumbuhkan optimisme karena hasil belajar
atau temuan mengarah pada kebenaran yang final dan lebih pasti
Kekurangan Pembelajaran Discovery Learning
“No single method is considered perfect” Pernyataan seperti ini sering terdengar
bila ada pembicaraan tentang startegi ataupun metode mengajar, termasuk
juga Discovery Learning. Meskipun mempunyai banyak keunggulan, tetap
saja terdapat beberapa kelemahan dalam penerapan metode ini.
Westwood (2008), mengemukakan beberapa kekurangan metode ini
yang antara lain:
1. Penggunaan metode ini menghabiskan banyak waktu;
2. Penerapan metode ini membutuhkan lingkungan belajar yang kaya
sumber daya:
3. Kualitas dan keterampilan peserta didik menentukan hasil atau
efektifitas metode ini;
4. Kemampuan memahami dan mengenali konsep tidak bisa diukur
hanya dari keaktifan siswa di kelas;
5. Peserta didik sering mengalami kesulitan dalam membentuk opini,
membuat prediksi, atau menarik kesimpulan;
6. Sebagian guru belum tentu mahir mengelola pembelajaran Discovery;
7. Tidak semua guru mampu memantau kegiatan belajar secara efektif.
Sementara itu, Kemendikbud (2013) menambah beberapa kelemahan
lainnya seperti.
1. Metode ini mengharuskan peserta didik memiliki pemahaman
awal terhadap konsep yang dibelajarkan, bila tidak maka mereka

78 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


akan mengalami kesulitan dalam belajar penemuan, bahkan bisa
menyebabkan mereka merasa kecewa;
2. Penerapan metode ini membutuhkan waktu yang lama, sehingga
kurang sesuai untuk pembelajaran dengan durasi waktu pendek dan
juga kelas dengan peserta didik yang besar;
3. Guru dan peserta didik harus terbiasa dengan metode ini dan harus
konsisten dalam pelaksanaannya;
4. Metode ini lebih sesuai digunakan untuk membelajarkan konsep dan
pemahaman (kognitif), dibandingkan aspek lainnya

MODEL PEMBELAJARAN 79
MODEL PROBLEM BASED LEARNING
Zubaidah Hasibuan, Aminah Harahap, Sri Handayani Parinduri
Program Studi Tadris Fisika, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary
Padangsidimpuan, Indonesia
Email: zubaidahhasibuan85@gmail.com

P roblem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah


merupakan pendekatan revolusioner dalam dunia pendidikan yang telah
mengubah cara kita melihat proses belajar dan mengajar. PBL memajukan
gagasan bahwa pembelajaran seharusnya lebih dari sekadar pengajaran. Ia
mengajak peserta didik untuk aktif terlibat dalam pemecahan masalah dunia
nyata sebagai sarana utama dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan pemahaman yang mendalam.
Dalam PBL, masalah adalah kunci. Peserta didik dihadapkan pada
situasi atau masalah yang kompleks dan relevan dengan konteks dunia
nyata. Mereka tidak hanya diberi jawaban, tetapi harus mengidentifikasi
pertanyaan, mengumpulkan informasi, berkolaborasi dengan sesama, dan
merumuskan solusi. Pendekatan ini menjadikan peserta didik sebagai agen
pembelajaran yang aktif, yang berperan dalam menggali pengetahuan dan
mengembangkan keterampilan kritis.
PBL telah memperoleh pengakuan sebagai metode pembelajaran yang
efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi,
berkolaborasi, dan memecahkan masalah. Ia telah diterapkan di berbagai
tingkatan pendidikan, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, serta
dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam pendahuluan ini, kita akan menjelajahi
esensi PBL, mengidentifikasi bagaimana pendekatan ini mengubah
paradigma pembelajaran, dan melihat bagaimana ia dapat membantu
peserta didik menjadi pembelajar yang lebih mandiri dan kompeten dalam
menghadapi tantangan dunia nyata.
Menurut Joyce dan Weil model PBL merujuk pada suatu rencana atau
pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum jangka panjang,
merancang materi pembelajaran, dan mengarahkan proses pembelajaran
di dalam kelas atau lingkungan belajar lainnya. Model pembelajaran ini
merupakan konsep kerangka kerja yang menggambarkan tata cara yang

80 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


terstruktur dalam mengorganisasi pengalaman belajar dengan tujuan
pencapaian pembelajaran tertentu. Ia berfungsi sebagai panduan bagi
perancang kurikulum dan pendidik dalam perencanaan kegiatan belajar
mengajar (Trianto, 2010: 15).
Tujuan dari strategi pembelajaran ini adalah agar siswa tidak hanya
memperoleh pengetahuan yang relevan dengan masalah yang dihadapi,
tetapi juga mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah
tersebut.
PBL memfokuskan pada penerapan masalah yang relevan dengan dunia
nyata sebagai konteks pembelajaran. Dalam proses ini, peserta didik diajak
untuk berlatih berpikir kritis dan mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi kehidupan. Model
pembelajaran ini memberikan siswa kesempatan untuk aktif terlibat dalam
proses pembelajaran, yang berbeda dari metode konvensional yang lebih
bersifat pasif.
Dalam PBL, siswa diberikan peran aktif dalam mengidentifikasi,
menganalisis, dan mencari solusi terhadap masalah yang diberikan. Mereka
belajar melalui penelitian independen, diskusi kelompok, dan pemecahan
masalah secara kolaboratif. Hal ini tidak hanya meningkatkan pemahaman
mereka terhadap materi pelajaran, tetapi juga mengembangkan kemampuan
berpikir kritis, komunikasi, dan kerja sama tim (Ibrahim, dan Nur, 2010).
Dengan demikian, PBL bukan sekadar model pembelajaran, tetapi juga
pendekatan yang mendukung pengembangan siswa secara holistik. Melalui
PBL, siswa tidak hanya belajar apa yang perlu mereka ketahui, tetapi juga
bagaimana mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Model ini menciptakan lingkungan pembelajaran
yang merangsang siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri dan
pemecah masalah yang kompeten dalam masa depan.

Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based


Learning)

Ada berbagai jenis model pembelajaran, oleh karena itu untuk


membedakannya, kita perlu melihat ciri-ciri tertentu. Misalnya, model
pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri berikut:
1. Problem Based Learning adalah rangkaian kegiatan yang dimulai
dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Dalam proses
pembelajaran PBL, peserta didik tidak hanya mendengarkan,

MODEL PEMBELAJARAN 81
mencatat, dan menghafal materi pelajaran, tetapi juga diharapkan
untuk berpikir aktif, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, serta
akhirnya menyimpulkan. Akibatnya, peserta didik menjadi terbiasa
aktif dan berpartisipasi, bukan hanya diam dan menunggu hasil dari
orang lain. Ini berarti bahwa pembelajaran berbasis masalah selalu
mempromosikan aktivitas berpikir untuk sampai pada kesimpulan
dalam pemecahan masalah
2. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran dapat
dilaksanakan hanya setelah masalah ditemukan; tanpa masalah,
proses pembelajaran menjadi tidak mungkin. Pendidik diharapkan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
masalah sendiri. Dianjurkan agar masalah-masalah tersebut dekat
dengan lingkungan dan sesuai dengan permasalahan aktual. Tentu saja,
hal ini harus sesuai dengan kurikulum dan harus konsisten dengan
tujuan pembelajaran.
3. Pembelajaran berbasis masalah tetap berada dalam kerangka
pendekatan ilmiah dan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir deduktif dan induktif (Jujun, S., 2010). Proses berpikir ini
dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis berarti berpikir
ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris
berarti bahwa proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan
fakta yang jelas
Selain ciri-ciri, model PBM juga memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari model pembelajaran lainnya. Karakteristik tersebut
sebagai berikut:
Pertama, pembelajaran berpusat pada siswa, yang berarti bahwa proses
pembelajaran dalam PBL lebih berorientasi pada siswa sebagai pelajar.
Oleh karena itu, PBL didasarkan pada teori konstruktivisme, di mana siswa
didorong untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Kedua, permasalahan autentik menjadi fokus utama pembelajaran. Ini
berarti bahwa masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang nyata
sehingga siswa dapat dengan mudah memahami dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan profesional mereka di masa depan. Keaslian (otentik)
menjadi penting, karena ini merupakan prasyarat bagi kerangka konsep
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang objektif, bukan
sesuatu yang fiktif, oleh karena itu, ilmu pengetahuan harus melewati proses

82 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


yang disebut sebagai ‘logis, hipotesis, dan verifikasi’. Ini berarti bahwa ilmu
pengetahuan tidak hanya harus masuk dalam kerangka pemikiran dan akal
manusia, tetapi selalu memiliki unsur pertanyaan mengenai kebenaran dan
kesalahan, sehingga penelitian diperlukan.
Ketiga, informasi baru diperoleh melalui pembelajaran yang bersifat
mandiri. Dalam proses pemecahan masalah, sering kali siswa belum
mengetahui atau memahami seluruh pengetahuan prasyaratnya. Oleh
karena itu, siswa berusaha untuk mencari informasi sendiri melalui
berbagai sumber, seperti buku atau informasi lainnya. Ini merupakan proses
pembelajaran tambahan, karena siswa diharuskan untuk memecahkan
masalah dan berusaha untuk mencari referensi yang relevan dalam kerangka
ilmiah dengan langkah-langkah tertentu.
Keempat, pembelajaran terjadi dalam kelompok kecil. Ini bertujuan
untuk mendorong interaksi ilmiah dan pertukaran gagasan dalam upaya
membangun pengetahuan secara kolaboratif. Pembentukan kelompok
memerlukan pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang
terdefinisi.
Kelima, guru berperan sebagai fasilitator. Ini berarti dalam pelaksanaan
PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun demikian, guru
harus tetap memantau perkembangan aktivitas siswa dan memberikan
dukungan agar siswa dapat mencapai tujuan yang ditetapkan (Syamsidah &
Suryani, 2018: 15).

Langkah-langkah Model Problem Based Learning

Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah harus diperlakukan dengan


serius, karena model ini memiliki ciri-ciri yang unik dan berbeda dari model
pembelajaran lainnya. Kesalahan dalam tahap awal dapat mempengaruhi
langkah-langkah selanjutnya. Berikut adalah langkah-langkah dalam Model
Pembelajaran Berbasis Masalah, seperti yang diuraikan oleh John Dewey,
seorang ahli pendidikan Amerika. Beliau menyajikan enam langkah dalam
pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut
1. Merumuskan masalah: Guru membimbing peserta didik dalam
menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses
pembelajaran, meskipun sebenarnya guru telah menentukan masalah
tersebut.
2. Menganalisis masalah: Peserta didik mengevaluasi masalah secara
kritis dari berbagai sudut pandang.

MODEL PEMBELAJARAN 83
3. Merumuskan hipotesis: Peserta didik merumuskan berbagai
kemungkinan solusi sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
4. Mengumpulkan data: Peserta didik mencari dan menggumpulkan
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
5. Pengujian hipotesis: Peserta didik menguji dan mengevaluasi hipotesis
yang mereka rumuskan, kemudian membuat kesimpulan berdasarkan
penerimaan atau penolakan hipotesis tersebut.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah: Peserta didik
merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan
kesimpulan yang mereka hasilkan.
Secara umum langkah-langkah model pembelajaran ini adalah:
1. Menyadari Masalah: Dimulai dengan kesadaran akan masalah yang
perlu dipecahkan. Peserta didik diharapkan dapat mengidentifikasi
kesenjangan yang ada antara manusia dan lingkungan sosial, serta
memahami kebutuhan untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Merumuskan Masalah: Rumusan masalah berkaitan dengan
kejelasan dan kesamaan persepsi mengenai masalah, serta melibatkan
pengumpulan data yang diperlukan. Peserta didik diharapkan dapat
menetapkan prioritas dalam menyelesaikan masalah.
3. Merumuskan Hipotesis: Peserta didik diharapkan dapat
mengidentifikasi sebab-akibat dari masalah yang ingin dipecahkan dan
menghasilkan berbagai kemungkinan solusi.
4. Mengumpulkan Data: Peserta didik didorong untuk mengumpulkan
data yang relevan dan kemudian memetakan serta menyajikannya
dalam berbagai format sehingga dapat dipahami.
5. Menguji Hipotesis: Peserta didik diharapkan memiliki kemampuan
untuk mengevaluasi hubungan antara hipotesis dan masalah yang diuji.
6. Menentukan Pilihan Penyelesaian: Peserta didik diharapkan
mampu memilih alternatif solusi yang memungkinkan, dan dapat
mempertimbangkan kemungkinan yang terkait dengan alternatif yang
mereka pilih (Syamsidah & Suryani, 2018: 17).

84 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

C ooperative learning adalah suatu pendekatan dalam proses pendidikan


yang berfokus pada kerja sama antara siswa dalam kelompok-kelompok
kecil, di mana mereka bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Dalam konteks ini, pembelajaran tidak lagi hanya ditinjau dari
perspektif individual, melainkan ditekankan pada upaya kolaboratif antara
peserta didik. Metode ini mengharuskan siswa untuk berinteraksi aktif,
berbagi pemahaman, dan saling mendukung dalam memahami materi
pembelajaran, memecahkan masalah, atau menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan.
Istilah kooperatif mencerminkan keseluruhan proses sosial yang
terjadi dalam pembelajaran. Sistem pengajaran yang memberi anak didik
kesempatan untuk bekerja sama dengan teman sekelas dalam tugas-tugas
yang terstruktur dikenal sebagai “sistem pembelajaran gotong royong” atau
cooperative learning (Thobroni, 2013: 286).
Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran di mana
siswa terlibat dalam kelompok kecil untuk berinteraksi bersama. Dalam
pembelajaran kooperatif, siswa berbagi informasi satu sama lain, sehingga
menciptakan pemahaman bersama (Rusman, 2012: 203).
Dalam cooperative learning, setiap anggota kelompok memiliki
peran yang berbeda, dan mereka saling membutuhkan untuk mencapai
kesuksesan bersama. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman akademis, tetapi juga untuk mengembangkan keterampilan
sosial, komunikasi, dan kemampuan bekerja dalam tim. Cooperative
learning juga mendorong kesetaraan, karena anggota kelompok memiliki
tanggung jawab bersama untuk mencapai hasil yang optimal.
Pentingnya cooperative learning dalam pendidikan terletak pada
kemampuannya untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif
dan mendukung semua siswa, termasuk yang mungkin memiliki tingkat
kemampuan yang beragam. Dengan merangsang interaksi sosial positif
dan pembagian peran yang bijaksana, cooperative learning memberikan
peluang bagi siswa untuk belajar tidak hanya dari guru tetapi juga dari satu

MODEL PEMBELAJARAN 85
sama lain, sehingga menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna
dan berkesan.

Macam-Macam Model Cooperative Learning

Penerapan model pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa,


mengingat bahwa setiap model pembelajaran memiliki tujuan dan prinsip
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran,
perlu dilakukan dengan tepat, karena model pembelajaran yang sesuai
dan efisien memiliki potensi untuk memudahkan pencapaian tujuan
pembelajaran dengan lebih baik. Model pembelajaran cooperative learning
dibagi menjadi beberapa tipe, antara lain
1. Student Teams Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran
yang cukup sederhana dan telah mengalami banyak pengembangan.
Fokus utama dari model pembelajaran ini adalah memberikan
penghargaan kepada kelompok yang mencapai skor yang sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
2. Jigsaw
Model pembelajaran jigsaw, yang sering dikembangkan, mendorong
siswa untuk aktif dan saling membantu dalam memahami materi
pelajaran demi mencapai prestasi maksimal. Penerapan model ini
efektif jika siswa sudah memiliki keterampilan dasar dalam membaca,
memahami, dan berkolaborasi dalam kelompok. Materi berbentuk
narasi cocok untuk model ini. Salah satu tantangan utama bagi
guru dalam mengimplementasikan model jigsaw adalah bagaimana
memotivasi siswa, karena seringkali guru lebih fokus pada kompetensi
individu dan mengabaikan aspek kerjasama dan motivasi dari teman
sebaya dalam proses belajar.
3. Group Investigation (GI)
Model pembelajaran ini melibatkan pembentukan kelompok investigasi
yang terdiri dari 4-5 siswa. Dalam model ini, siswa memiliki kebebasan
untuk memilih topik yang diminati, dan bersama guru, mereka
merencanakan tujuan serta langkah-langkah pembelajaran yang relevan
dengan topik yang telah dipilih. Setelah melakukan pembelajaran
dengan berbagai sumber belajar, siswa diharapkan mampu melakukan

86 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


analisis, menyimpulkan temuannya, dan mempresentasikannya kepada
seluruh kelas.
4. Rotating Trio Exchange
Dalam model pembelajaran ini, kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok yang terdiri dari 3 siswa. Tata letak kelas diubah sehingga
setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya. Setiap siswa diberikan
nomor 1, 2, atau 3 oleh guru. Siswa yang nomornya 1 tetap berada di
tempatnya, siswa dengan nomor 2 pindah ke kelompok sebelah kiri dari
kelompoknya, sementara siswa dengan nomor 3 pindah ke kelompok
sebelah kanan dari kelompoknya. Guru kemudian memberikan soal
kedua untuk dibahas. Proses rotasi dan pemberian soal dilakukan
berulang-ulang hingga siswa kembali ke kelompok awalnya.
5. Group Resume
Model pembelajaran ini meningkatkan interaksi antara siswa. Kelas
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dengan setiap kelompok
terdiri dari 3-6 siswa. Setiap kelompok membuat kesimpulan yang
mencakup data tentang pendidikan, status sosial, keterampilan, bakat,
dan sebagainya dari anggotanya. Setiap kelompok diminta untuk
mempresentasikan kesimpulan yang telah mereka buat (Isjoni, 2009:
51-60).

Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Cooperative Learning

Empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif dijelaskan sebagai berikut:


1. Prinsip ketergantungan positif
Dalam rangka menciptakan sebuah kelompok kerja yang efisien,
setiap anggota di dalamnya perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan
kelompok mereka. Tentunya, pembagian tugas harus disesuaikan
dengan kemampuan individu masing-masing anggota kelompok. Ini
mencerminkan prinsip ketergantungan positif, yang berarti bahwa
tugas kelompok tidak dapat diselesaikan jika ada anggota yang tidak
mampu menyelesaikan tugasnya. Semua ini menekankan pentingnya
kerjasama yang solid di antara semua anggota kelompok. Anggota
yang memiliki kemampuan lebih diharapkan bersedia dan mampu
membantu rekan-rekannya dalam menyelesaikan tugas mereka.

MODEL PEMBELAJARAN 87
2. Tanggung Jawab perseorangan
Prinsip ini merupakan hasil logis dari prinsip pertama. Oleh karena
itu, kesuksesan kelompok bergantung pada setiap anggota, sehingga
masing-masing anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab
sesuai dengan peran mereka. Setiap anggota harus berkontribusi sebaik
mungkin untuk mencapai kesuksesan kelompoknya. Untuk mencapai
hal ini, guru perlu melakukan penilaian terhadap kinerja individu
dan juga kelompok secara keseluruhan. Penilaian individu mungkin
berbeda, tetapi penilaian terhadap kelompok harus seragam.
3. Interaksi tatap muka
Pembelajaran kooperatif memberikan anggota kelompok peluang yang
besar untuk berinteraksi secara langsung dan saling berbagi informasi
serta belajar bersama. Melalui interaksi tatap muka ini, setiap anggota
kelompok dapat mengalami pengalaman berharga dalam bekerja sama,
menghargai keragaman, memanfaatkan keunggulan individu, dan
mengatasi kelemahan masing-masing anggota.
4. Partisipasi dan komunikasi
Pembelajaran kooperatif melatih siswa agar dapat berpartisipasi aktif
dan berkomunikasi, keterampilan ini memiliki nilai penting sebagai
persiapan mereka untuk berinteraksi dalam masyarakat di masa depan.
Oleh karena itu, sebelum menerapkan metode pembelajaran kooperatif,
guru perlu mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa. Ini
termasuk keterampilan seperti mendengarkan dengan baik, berbicara
dengan sopan, mengungkapkan ketidaksetujuan atau berdebat secara
rapi, dan menyampaikan gagasan dan ide dengan jelas serta efektif
(Hasanah & Himami, 2021: 5).

Ciri-Ciri Pembelajaran Cooperative

Dalam pembelajaran kooperatif, terdapat beberapa karakteristik yang akan


dijelaskan sebagai berikut:
1. Siswa dalam kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan materi
pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dicapai.
2. Kelompok terdiri dari siswa dengan beragam tingkat kemampuan,
termasuk yang memiliki tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah. Jika memungkinkan, anggota kelompok berasal dari latar

88 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


belakang ras, budaya, suku yang berbeda, dengan memperhatikan
kesetaraan gender.
3. Penghargaan lebih ditekankan pada kelompok daripada pada individu.
Pembelajaran kooperatif tidak hanya mengajarkan peserta didik
untuk bekerja sama, tetapi juga mengajarkan mereka untuk mampu
menyelesaikan materi secara mandiri. Selain itu, pembelajaran ini
tidak membedakan berdasarkan aspek sosial seperti ras, suku, budaya,
dan memberikan penghargaan tinggi terhadap kerja sama dalam
kelompok-kelompok tersebut (Raharjo & Solihatin, 2007: 242).

Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative

Terdapat enam tahapan utama dalam pembelajaran yang menggunakan


metode pembelajaran kooperatif. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai
berikut:
Fase-1: Penyampaian Tujuan dan Motivasi
1. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
dalam pelajaran tersebut.
2. Guru juga melakukan upaya untuk memotivasi siswa agar bersemangat
dalam belajar.
Fase-2: Penyajian Informasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan menggunakan
berbagai metode seperti demonstrasi atau menyediakan bahan bacaan.
Fase-3: Pengorganisasian Siswa ke dalam Kelompok Kooperatif
1. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok
belajar yang kooperatif.
2. Guru juga memberikan panduan tentang cara membentuk setiap
kelompok dengan efisien.
Fase-4: Bimbingan Guru pada Kelompok Belajar
Guru memberikan bimbingan kepada kelompok belajar ketika mereka
sedang mengerjakan tugas-tugas pembelajaran.
Fase-5: Evaluasi
1. Guru melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa terkait dengan
materi yang telah dipelajari.

MODEL PEMBELAJARAN 89
2. Guru juga dapat meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan
hasil kerja mereka.
Fase-6: Pemberian Penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk memberikan penghargaan baik kepada
individu maupun kelompok sebagai bentuk apresiasi terhadap usaha dan
hasil belajar mereka (Sani, 2003: 132).

90 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES
TOURNAMENT (TGT)
Dwi Novia Rosna, Weni, Salmawati, S.Pd
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia
SMA Negeri 6 Kota Jambi
Email: dwinoviarosna02@gmail.com

S alah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam


proses pendidikan adalah model pembelajaran Team Games Tournament
(TGT). Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran
di mana siswa bekerja bersama-sama secara kolaboratif untuk mencapai
tujuan bersama. Pendekatan pembelajaran kooperatif didesain dengan
tujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi pengalaman
kepemimpinan dan pengambilan keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan bagi siswa dengan beragam latar belakang untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama. Sementara itu, model pembelajaran
Teams Games Tournament (TGT) adalah metode berkelompok yang mudah
diterapkan, melibatkan seluruh siswa dalam aktivitas tanpa membedakan
status. Menurut Slavin (2005), Teams Games Tournament (TGT) pertama
kali dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards di Johns Hopkins.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan model
pembelajaran TGT telah menyimpulkan bahwa terdapat dampak positif
dari penerapan model pembelajaran TGT terhadap pencapaian hasil belajar
peserta didik. TGT merupakan pendekatan pembelajaran, melibatkan
pembagian peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar yang
terdiri dari sekitar 5 hingga 6 individu yang memiliki perbedaan dalam
kemampuan, jenis kelamin, ras, atau etnis. Dalam kerangka kelompok-
kelompok heterogen ini, peserta didik diizinkan untuk berdiskusi, belajar,
dan bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh
guru. Hal ini memungkinkan anggota kelompok untuk membantu satu
sama lain ketika ada anggota kelompok yang menghadapi kesulitan dalam
memahami atau menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Dengan
demikian, model pembelajaran TGT membuka peluang bagi kolaborasi dan

MODEL PEMBELAJARAN 91
saling bantu antaranggota kelompok, yang pada akhirnya dapat memperkuat
pemahaman dan pencapaian peserta didik dalam proses pembelajaran
(Hikmah, 2018: 48).
Salah satu perbedaan yang mencolok antara pembelajaran kooperatif
tipe TGT dan model pembelajaran kooperatif lainnya adalah kehadiran
turnamen. Penggunaan turnamen dalam TGT bertujuan untuk
menginspirasi semangat sportivitas di kalangan siswa dan sekaligus
memberikan dorongan ekstra bagi mereka untuk meningkatkan performa,
baik bagi diri sendiri maupun anggota kelompok mereka. Dalam kerangka
turnamen ini, tujuan lainnya adalah membantu siswa membangun
rasa percaya diri dalam menghadapi persaingan. Oleh karena itu, siswa
cenderung termotivasi untuk selalu berada dalam posisi unggul karena
mereka merasakan dorongan untuk bersaing dengan semangat kompetitif
yang tinggi. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran Team Game
Tournament bertujuan untuk merangsang partisipasi aktif siswa dalam
proses pembelajaran serta meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa
melalui pendekatan yang mendorong semangat kompetisi dan sportivitas.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki struktur yang terdiri dari
lima komponen utama, yang masing-masing memiliki peran penting dalam
proses pembelajaran. Komponen tersebut adalah presentasi di kelas, tim,
game dan turnamen, dan rekognisi tim.
1. Presentasi di kelas berfungsi sebagai tahap awal di mana guru
memberikan informasi atau konsep yang akan dipelajari kepada
seluruh kelas.
2. Tim mengacu pada kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari
beberapa peserta didik yang bekerja sama dalam menggali pemahaman
lebih dalam terkait materi yang telah dipresentasikan.
3. Game dan turnamen adalah dua tahap berikutnya dalam pembelajaran
TGT, di mana peserta didik berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan
bersaing, yang bertujuan untuk menguji pemahaman mereka serta
memotivasi mereka untuk belajar dengan lebih intens.
4. Rekognisi tim merupakan tahap akhir di mana prestasi kelompok
diakui dan dihargai, yang memberikan penghargaan positif kepada
peserta didik untuk pencapaan hasil belajar mereka dalam kelompok
mereka (Slavin, 2016).

92 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Keseluruhan struktur ini memberikan kerangka kerja yang
komprehensif untuk pembelajaran kooperatif tipe TGT yang dapat
meningkatkan motivasi dan pencapaian peserta didik.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran TGT (Student Team Achievement
Division) secara umum mengikuti serangkaian langkah-langkah yang
dirancang untuk mencapai efektivitas pembelajaran kooperatif.
1. Guru harus memilih topik pembelajaran yang akan disampaikan
kepada peserta didik, memastikan topik ini relevan dan sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
2. guru mengembangkan daftar pertanyaan terkait dengan topik tersebut.
Setiap pertanyaan diberi nomor dan dipotong menjadi potongan-
potongan kecil. Tujuan dari langkah ini adalah untuk mempersiapkan
materi yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
3. guru melakukan pengelompokkan peserta didik secara heterogen
berdasarkan kemampuan mereka dalam beberapa kelompok. Hal ini
bertujuan untuk menciptakan kelompok-kelompok yang beragam
dalam hal kompetensi, sehingga setiap kelompok memiliki berbagai
tingkat kemampuan yang berbeda.
4. Guru kemudian menempatkan peserta didik dalam kelompok-
kelompok baru yang memiliki anggota dengan kompetensi yang serupa
atau setara. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap kelompok
memiliki tingkat kesetaraan dalam hal kemampuan.
5. Peserta didik kembali ke meja kelompok awal mereka (kelompok awal)
dan melaporkan perolehan nilai mereka sebagai hasil dari kegiatan
pembelajaran tersebut. Keseluruhan prosedur ini dirancang untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang kooperatif, mendorong
kompetisi sehat, dan memaksimalkan pencapaian hasil belajar peserta
didik (Ariani, 2018: 67).
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TGT melibatkan
sejumlah aspek positif sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan efisiensi waktu untuk menyelesaikan tugas,
memungkinkan lebih banyak materi yang dapat dicakup dalam waktu
yang terbatas.
2. Memanfaatkan perbedaan individu dalam kelompok sebagai sumber
kekayaan, memungkinkan siswa untuk saling belajar dan mendukung
satu sama lain.

MODEL PEMBELAJARAN 93
3. Memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam dalam waktu yang
relatif singkat, karena siswa berbagi dan menjelaskan konsep kepada
sesama anggota kelompok.
4. Mengalihkan peran aktif dari guru ke siswa, sehingga proses belajar
mengajar menjadi lebih berpusat pada keterlibatan dan keaktifan siswa.
5. Mendorong siswa untuk berlatih berinteraksi dan bersosialisasi dengan
orang lain dalam konteks pembelajaran kelompok.
6. Memotivasi peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang lebih
tinggi melalui kompetisi sehat dengan kelompoknya.
7. Meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa secara keseluruhan,
karena adanya kerjasama dalam memecahkan tugas dan membagi
pengetahuan.
8. Membentuk sikap kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi terhadap
perbedaan dalam kerja sama tim, yang memiliki manfaat jangka
panjang dalam pembentukan karakter siswa.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TGT meliputi:
1. Kesulitan bagi guru dalam mengelompokkan siswa dengan tingkat
kemampuan akademik yang sangat beragam secara heterogen.
2. Siswa berpengetahuan tinggi mungkin tidak terbiasa atau merasa sulit
memberikan penjelasan kepada rekan-rekannya, sehingga komunikasi
antarsiswa mungkin terhambat.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan model TGT mungkin
lebih lama dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional,
karena melibatkan proses kelompok yang memerlukan lebih banyak
waktu untuk koordinasi dan diskusi (Ariani, 2018: 71).

94 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAM
ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
Eliana Jenifer Marbun, Ade Irfan Ritonga, Aisyah Fitri Hidayani
Sagala
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan, Medan,
Indonesia
Email: melianajenifer@gmail.com, adeirfanrtionga@gmail.com,
aisyahfhs@gmail.com

P embelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan


kerja sama antara siswa dalam kelompok sebagai bagian integral
dari rangkaian kegiatan pembelajaran. Dalam konteks ini, siswa bekerja
bersama, berkolaborasi, berbagi pemikiran, dan memiliki tanggung jawab
bersama terhadap pencapaian hasil pembelajaran. Salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif yang efektif dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa adalah Student Team Achievement Division
(STAD), yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan timnya di Universitas
John Hopkins pada tahun 1995. Model ini memberikan siswa peluang untuk
berbagi ide-ide mereka dan bersama-sama mempertimbangkan jawaban
yang paling tepat. Di samping itu, model STAD juga mendorong semangat
kerja sama siswa, menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran
yang kooperatif dan efektif.
Model pembelajaran STAD adalah salah satu metode pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan model ini sangat cocok untuk
guru yang baru pertama kali menerapkan pendekatan kooperatif. Dengan
demikian, model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah metode yang
sangat baik untuk guru pemula, dan menjadi salah satu pilihan terbaik
karena kesederhanaannya.
Model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD),
yang dikembangkan oleh R. Slavin, adalah salah satu metode pembelajaran
kooperatif yang sangat sederhana dan ideal untuk para guru pemula yang

MODEL PEMBELAJARAN 95
baru mengenalkan diri pada pendekatan kooperatif, sebagaimana dijelaskan
oleh Slavin.
Menurut Rusman, Student Team Achievement Division (STAD)
merupakan suatu metode generik yang berkaitan dengan pengaturan kelas
dan bukan sebuah metode pengajaran komprehensif untuk subjek tertentu.
Dalam STAD, guru dapat menggunakan pelajaran dan materi yang mereka
miliki sendiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa STAD adalah
metode generik yang berfokus pada pengaturan kelas dan memungkinkan
guru untuk menggunakan materi ajaran mereka sendiri (Rusman, 2011).
Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
2. Menyajikan/ menyampaikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan
atau lewat bahan bacaan
3. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok
kelompok belajar Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
5. Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6. Memberikan penghargaan
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok (Ariani, 2018: 67).
Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran STAD (Student
Team Achievement Division) meliputi:
1. Siswa bekerja secara kolaboratif dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran sambil mematuhi norma-norma dan aturan kelompok,
yang menggambarkan semangat kerja sama yang kuat.

96 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


2. Siswa secara aktif mendukung satu sama lain dan memotivasi
rekan-rekan mereka untuk mencapai kesuksesan bersama. Hal ini
menciptakan atmosfer positif di kelas yang mempromosikan semangat
kerja tim.
3. Siswa memiliki peran aktif sebagai tutor sebaya, yang membantu
meningkatkan pemahaman dan kinerja kelompok secara keseluruhan.
4. Interaksi antar siswa semakin meningkat seiring dengan perkembangan
kemampuan mereka dalam menyampaikan pendapat dan ide, yang
berkontribusi pada perkembangan keterampilan berkomunikasi
mereka.
Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran STAD (Student
Team Achievement Division) meliputi:
1. Beberapa siswa mungkin merasa bingung karena mereka tidak terbiasa
dengan pendekatan pembelajaran yang memerlukan tingkat kerjasama
seperti ini.
2. Model STAD memerlukan lebih banyak waktu untuk implementasinya,
yang dapat menghambat kemampuan siswa untuk mencapai target
kurikulum yang ditentukan.
3. Implementasi model STAD juga memerlukan lebih banyak waktu
dan persiapan dari pihak guru, yang pada umumnya dapat membuat
beberapa guru enggan untuk menggunakan pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
4. Model STAD memerlukan kemampuan khusus dari guru dalam
mengorganisasi dan mengelola pembelajaran kooperatif, sehingga
tidak semua guru memiliki kemampuan ini.
5. Model STAD menuntut sifat tertentu dari siswa, seperti sifat suka
bekerja sama, yang mungkin tidak dimiliki oleh semua siswa (Ariani,
2018: 70).

MODEL PEMBELAJARAN 97
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE MAKE A MATCH
Dini Safitri Al Karim, Indhi Kharisma, Nurul Aulia, Ulfy
Rahmadani
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan, Medan,
Indonesia
Email: dsafitrialkarim98@gmail.com, indhikharisma@gmail.com,
aulianurul947@gmail.com, ulfy.rahmadani14@gmail.com

M atematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan hampir


di setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah
menengah, bahkan di sekolah kejuruan. Matematika dianggap sebagai ilmu
penunjang yang mendasari pemahaman dalam berbagai ilmu pengetahuan
lainnya. Namun, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya
hasil pembelajaran terutama pada materi bangun datar segi empat. Faktor-
faktor ini dapat berasal dari peran guru, pengaruh lingkungan belajar,
kualitas sarana prasarana, termasuk strategi pembelajaran yang diterapkan,
dan juga faktor dari peserta didik itu sendiri. Kesulitan dalam pemahaman
materi tersebut menunjukkan adanya rendahnya daya serap peserta didik
terhadap konsep tersebut.
Kenyataannya, proses belajar mengajar yang dijalankan oleh sebagian
guru masih belum optimal. Peserta didik seringkali hanya menjadi
pendengar dalam kegiatan ceramah guru. Selain itu, faktor-faktor seperti
keengganan peserta didik untuk belajar, sikap pasif, dan ketidakberanian
dalam berpartisipasi serta mengemukakan pendapat dalam pembelajaran
matematika dapat berdampak negatif pada hasil belajar.
Matematika memiliki peran penting karena ia merupakan dasar yang
digunakan secara luas dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk mengatasi
masalah ini, model pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pendekatan
yang diadopsi. Model pembelajaran kooperatif melibatkan siswa dalam
kerja kelompok, memungkinkan mereka untuk bersama-sama memahami

98 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


konsep, menyelesaikan permasalahan dengan cara berdiskusi dan berbagi
pemikiran.
Prinsip utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa
bekerja sama untuk mencapai pemahaman dan bertanggung jawab terhadap
perkembangan belajar rekan mereka. Salah satu model pembelajaran
kooperatif yang digunakan adalah Make a Match, yang merupakan salah
satu model yang sangat sederhana dan cocok digunakan oleh guru pemula
yang baru mengenal pendekatan pembelajaran kooperatif.
Model Make a Match pertama kali dikembangkan oleh Lorna Curran,
dan model ini menjadi salah satu model yang sangat penting dalam
konteks pembelajaran. Tujuan dari strategi ini meliputi pendalaman materi,
penggalian materi, dan memberikan unsur edutainment. Dalam model
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, siswa memiliki kesempatan
untuk mendalami materi dengan menggunakan pengetahuan yang
mereka miliki, sambil meningkatkan pemahaman tentang materi melalui
pembelajaran yang menyenangkan.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match melibatkan siswa
dalam berbagai kegiatan pembelajaran, baik secara individu maupun dalam
kelompok, dengan tujuan mengembangkan pemahaman dan kemampuan
belajar mereka melalui pengalaman praktik yang berfokus pada tindakan
dan aktivitas. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match mendorong
siswa untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan atau mencocokkan
pasangan konsep melalui permainan pasangan.
Dalam model Make a Match, siswa diberikan kartu yang memiliki
pasangan jawaban atau pertanyaan terkait suatu konsep. Mereka kemudian
diberi batas waktu untuk mencocokkan kartu yang sesuai. Siswa yang
berhasil mencocokkan kartu dengan benar akan mendapatkan poin. Salah
satu keunggulan pendekatan ini adalah bahwa siswa dapat belajar tentang
suatu konsep atau topik sambil mencari pasangan kartu dalam suasana yang
menyenangkan.
Selain itu, model pembelajaran kooperatif dalam Make a Match
juga dapat melatih kemandirian siswa dalam proses pembelajaran serta
mendorong kerjasama antara peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran (Kuslaila, 2017).
Langkah-langkah penerapan model pembelajaran tipe Make a Match
adalah sebagai berikut:

MODEL PEMBELAJARAN 99
1. Guru menyiapkan sejumlah kartu yang berisi konsep atau topik yang
sesuai untuk sesi review. Kartu-kartu ini dibagi menjadi dua bagian,
satu berisi soal dan yang lainnya berisi jawaban.
2. Setiap siswa menerima satu kartu yang berisi soal atau jawaban.
3. Tiap siswa mempertimbangkan pertanyaan atau jawaban pada kartu
yang mereka pegang.
4. Setiap siswa mencoba mencari pasangan kartu yang cocok dengan
kartu yang mereka miliki.
5. Siswa yang berhasil mencocokkan kartu mereka sebelum batas waktu
diberi poin sebagai penghargaan.
6. Jika seorang siswa tidak berhasil mencocokkan kartunya dengan kartu
teman sekelasnya, yang artinya ia tidak dapat menemukan pasangan
yang cocok (entah kartu soal atau kartu jawaban), maka akan ada
sanksi atau hukuman yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu putaran permainan selesai, kartu-kartu dikocok kembali
agar setiap siswa mendapatkan kartu yang berbeda dari sebelumnya,
dan proses ini dilanjutkan secara berulang.
8. Guru, bersama dengan siswa, membuat kesimpulan dan mengulas
materi pelajaran setelah sesi permainan selesai (Rusman, 2010: 223).

100 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


BAB III
PENDEKATAN
PEMBELAJARAN

101
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Ely Kurniawati, Soly Deo Hutagalung, Nadia Dio Alvionita
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia
SMAN 3 Kota Jambi, Indonesia
Email: elykurniawati492@gmail.com

CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah strategi pembelajaran yang


menitikberatkan pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam
CTL, siswa secara aktif terlibat dalam mengeksplorasi materi pelajaran dan
mengaitkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong mereka
untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan
situasi dunia nyata siswa. Hal ini mendorong siswa untuk membuat
hubungan antara pengetahuan yang mereka miliki dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, pembelajaran dan pengajaran
kontekstual melibatkan siswa dalam aktivitas penting yang membantu
mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata
yang mereka alami (Hidayat, 2012: 235).
Pendekatan CTL berfokus pada proses pembelajaran yang lebih alami,
di mana siswa tidak hanya menerima pengetahuan dari guru, melainkan
juga aktif terlibat dalam kegiatan yang memungkinkan mereka bekerja dan
mengalami materi pelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran
CTL, siswa diharapkan dapat belajar melalui pengalaman, bukan hanya
menghafal informasi.
Depatemen Pendidikan Nasional (2002) menyampaikan bahwa
pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang
mengakui dan memanfaatkan alamiahnya pengetahuan. Melalui interaksi
yang terjadi dalam dan di luar ruang kelas, pendekatan pembelajaran
kontekstual memastikan bahwa pengalaman siswa menjadi lebih relevan

102 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


dan bermakna dalam proses membangun pengetahuan yang dapat mereka
terapkan sepanjang kehidupan. Dalam pembelajaran kontekstual, penekanan
diberikan pada keterkaitan antara materi pelajaran yang diajarkan kepada
siswa dengan konteks di mana materi tersebut akan digunakan. Selain itu,
juga dipahami bagaimana siswa belajar.
Dalam upaya membuat proses belajar lebih mudah, sederhana,
bermakna, dan menyenangkan, siswa diharapkan dapat dengan mudah
menerima ide dan gagasan, memahami permasalahan, serta mengonstruksi
pengetahuan baru secara aktif, kreatif, dan produktif. Untuk mencapai
tujuan ini, semua komponen pembelajaran harus diperhitungkan, termasuk
pendekatan kontekstual.
terdapat tiga poin penting yang harus dipahami terkait dengan
pendekatan pembelajaran kontekstual. Pertama, CTL menekankan pada
proses keterlibatan siswa dalam menemukan materi pelajaran, yang berarti
bahwa proses belajar ditekankan pada pengalaman langsung siswa. Siswa
tidak hanya menerima pengetahuan, melainkan mereka terlibat aktif dalam
proses pembelajaran.
Kedua, CTL mendorong siswa untuk menjalin hubungan antara materi
pelajaran dan kehidupan nyata, mengharuskan mereka untuk mengaitkan
pengalaman belajar di sekolah dengan situasi sehari-hari. Ini penting karena
keterkaitan ini membuat materi lebih bermakna dan meningkatkan retensi
pengetahuan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran tidak hanya berfokus pada
pemahaman materi, tetapi juga pada penerapan konsep dalam kehidupan
mereka. Dengan demikian, CTL berusaha untuk membuat pengetahuan
yang dipelajari siswa memiliki dampak nyata dalam perilaku sehari-hari
mereka (Sanjaya, 2008: 255-256).

Ciri-Ciri Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran bisa dikatakan berbasis kontekstual apabila terdapat ciri-ciri


yang ada dibawah ini:
1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran;
2. Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling
mengoreksi;

PENDEKATAN PEMBELAJARAN 103


3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah
yang disimulasikan;
4. Perilaku dibangun atas kesadaran diri;
5. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman;
6. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri,
7. Siswa mengunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh
dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran efektif, ikut
ber tanggungjawab atas terjadinya pembelajaran yang efektif, dan
membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran
(Hidayat, 2012: 242).

Komponen dalam Pembelajaran Kontekstual

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, pembelajaran kontekstual (Contextual


Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang mereka
miliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan
ini melibatkan tujuh komponen utama dalam menciptakan pembelajaran
efektif, yaitu:
1. Kontruktivisme (Constructivism)
Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL.
Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman
sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan
terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan
bukanlah serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan,
melainkan harus dkonstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna
melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,
dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang
bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa
untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan
kemampuan berfikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan me nunjukkan
bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari ber
tanya.

104 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


3. Menemukan (Inquiry)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan
ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan
dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan
yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat
seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang
dihadapinya.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Komponen ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh
dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar bisa diperoleh dengan
sharing antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada
yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu
pembelajaran yang dikemas dalam diskusi kelompok dengan anggota
heterogen dan jumlah yang bervariasi sangat mendukung kom ponen
learning community.
5. Pemodelan (Modelling)
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran
keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang
bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh,
misal nya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya,
memper tontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam
ini akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau
memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya
atau contohnya.
6. Refleksi (Reflection)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran
dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan
yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari,
menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman
yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau
saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang
baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari
penge tahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini
penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pe
ngetahuan-pengetahuan baru.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN 105


7. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar
siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui
guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar
siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses
meng amati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul
ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan
semata-mata pada hasil pembelajaran (Hidayat, 2012: 237).

106 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
Dhiena Safitri, Nur Imaniyanti, Fathul Jannah
Magister Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan
Email: Dhienasaf03@gmail.com, nurimaniyanti@gmail.com,
fathulljannah2707@gmail.com

R ealistic Mathematics Education (Pendidikan Matematika Realistik,


PMR), sebuah pendekatan belajar matematika yang pertama kali
dikembangkan pada tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari
Freudenthal Institute, Universitas Utrecht di Belanda, berakar pada
keyakinan Hans Freudenthal (1905-1990) bahwa matematika adalah sebuah
aktivitas yang sangat manusiawi. Menurut pendekatan ini, kelas matematika
bukanlah sekadar tempat di mana guru mentransfer matematika kepada
siswa; sebaliknya, itu adalah tempat di mana siswa berkesempatan untuk
menemukan kembali ide-ide dan konsep matematika melalui eksplorasi
masalah-masalah dunia nyata.
Dalam perspektif pendekatan ini, matematika dilihat sebagai suatu
aktivitas manusia yang bermula dari pemecahan masalah. Oleh karena
itu, siswa tidak diperlakukan sebagai penerima pasif, melainkan mereka
harus diberi peluang untuk secara aktif menemukan kembali ide-ide dan
konsep matematika, yang tentunya berada di bawah bimbingan guru.
Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui eksplorasi berbagai
permasalahan dunia nyata.
Dalam konteks PMR, dunia nyata merujuk pada segala sesuatu di luar
domain matematika, termasuk kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar,
atau bahkan mata pelajaran lain. Dunia nyata dianggap sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Dalam pendekatan ini, proses pembelajaran
matematika lebih diutamakan daripada hasil akhirnya. Untuk menekankan
pentingnya proses ini, istilah matematisasi digunakan, yang mengacu pada
proses mengubah konsep dunia nyata menjadi konsep matematika.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN 107


Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik

Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik sebagai berikut:


1. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems)
digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada
siswa.
2. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, serta model
matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik,
dengan bantuan guru atau rekan sekelas.
3. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian masalah yang
mereka temukan, yang seringkali berbeda, baik dalam cara penemuan
maupun hasil akhirnya.
4. Siswa merefleksikan hasil kerja mereka, baik yang dikerjakan secara
mandiri maupun hasil diskusi dengan teman.
5. Siswa dibantu dalam menghubungkan berbagai isi pelajaran
matematika yang relevan.
6. Siswa didorong untuk mengembangkan, memperluas, atau
meningkatkan hasil pekerjaan mereka, sehingga mereka dapat
menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih kompleks.
7. Matematika dianggap sebagai suatu kegiatan, bukan hanya sebagai
produk jadi atau pengetahuan yang sudah jadi. Pembelajaran
matematika yang efektif terutama dilakukan melalui pendekatan
learning by doing (belajar sambil melakukan) (Hartono, 2007: 7)

Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Secara umum langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat


dijelaskan sebagai berikut.
1. Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar
memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang
mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran
yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata.
Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan
cara mereka sendiri.

108 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


3. Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah
sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan
maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain
dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil
kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi
kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk
mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip
yang bersifat lebih umum.
4. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi
kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada
akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam
bentuk matematika formal (Zukardi, 2002).

PENDEKATAN PEMBELAJARAN 109


110 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0
BAB IV
PEMBELAJARAN
ABAD 21 SOCIETY
5.0
111
PENGERTIAN PEMBELAJARAN ABAD 21
SOCIETY 5.0
Elsa Eka Putri Harahap
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Medan, Medan,
Indonesia
Email: elsacha010@gmail.com

P erkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberi dampak


pengaruh globalisasi yang mengakibatkan perubahan yang pesat di
dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan manusia-manusia yang
memiliki keterampilan yang dapat menghadapi tantangan tersebut salah
satunya melalui peningkatan kualitas pendidikan berkualifikasi global.
Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan
kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, keterampilan dan sikap,
serta penguasaan terhadap teknologi, khususnya teknologi komunikasi
dan informasi. Untuk itu pendidikan harus mempersiapkan peserta didik
dalam mengembangkan karakter dan kecakapan-kecakapan hidup serta
penguasaan teknologi. (Chairunnisak, 2020).
Society 5.0 adalah sebuah konsep yang diusulkan oleh pemerintah
Jepang bertujuan untuk menciptakan masyarakat berbasis teknologi
yang manusiawi. Society 5.0 mengusung ide untuk menciptakan sebuah
masyarakat yang terintegrasi dengan teknologi canggih seperti kecerdasan
buatan, robotika, dan IoT (Internet of Things) untuk mengatasi berbagai
masalah sosial dan mencapai pembangunan berkelanjutan.
Konsep ini memandang manusia sebagai pusat perhatian dan fokus
pada pengembangan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia,
mengurangi ketimpangan sosial, dan menjawab tantangan global seperti
perubahan iklim dan krisis kesehatan (Carayannis & Morawska-Jancelewicz,
2022). Society 5.0 juga menekankan pada pentingnya pemanfaatan teknologi
yang human-centric, yaitu teknologi yang dirancang untuk melayani
kebutuhan manusia dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam Society 5.0, pendidikan juga dianggap sangat penting,
dengan penekanan pada pembelajaran sepanjang hayat, pengembangan

112 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan empati, serta pemanfaatan
teknologi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Konsep ini
diharapkan dapat membawa perubahan positif dan memberikan solusi
untuk mengatasi berbagai tantangan sosial yang dihadapi oleh masyarakat
di masa depan.
Society 5.0 adalah sarana bagi komunitas cerdas. Komunitas yang
memiliki fokus tujuan pada pengembangan inovasi ilmu pengetahuan
serta teknologi untuk mendukung pembangunan ekonomi sebuah negara.
Komunitas ini memiliki ciri khusus seperti:
1. Pengembangan teknologi berpusat untuk masyarakat luas.
2. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dilakukan secara
menyeluruh.
3. Penggunaan teknologi akan melibatkan partisipasi masyarakat luas.
4. Pengembangan teknologi memiliki nilai keberlanjutan.
Manfaat teknologi dalam dunia pendidikan terbukti antara lain:
1. Akses ke sumber belajar lebih mudah, teknologi memungkinkan guru
maupun siswa dapat mengakses ke sumber-sumber belajar seperti
jurnal, video pembelajaran, buku, dan dari mana saja dalam waktu
yang tak terbatas kapan saja.
2. Teknologi mampu meningkatkan interaksi dan kolaborasi, yang
artinya teknologi memungkinkan siswa dan guru berinteraksi dan
berkolaborasi dalam platform digital, seperti forum online WhatsApp,
Zoom, Google Meet, email dan masih banyak lain video conference yang
dapat digunakan.
3. Mengembangkan keterampilan digital, teknologi dalam pendidikan
dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan digital yang
sangat penting untuk masa depan.
4. Teknologi meningkatkan efisiensi pembelajaran, karena teknologi
dapat membantu guru meningkatkan efisiensi dalam memberikan
umpan balik, mengelola kelas, dan menilai tugas-tugas siswa.
5. Teknologi mampu meningkatkan fleksibilitas, teknologi
memungkinkan pengajaran yang lebih fleksibel, seperti pembelajaran
jarak jauh, pembelajaran berbasis games yang menarik dan menantang
siswa untuk belajar.

PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0 113


Penerapan konsep Society 5.0 di dunia pendidikan terhitung masih
dalam tahap awal bagi negara Indonesia, dan banyak sekolah serta lembaga
pendidikan di Indonesia masih harus beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi ini. Beberapa perguruan tinggi serta sekolah-sekolah di Indonesia
telah mulai menerapkan teknologi canggih dalam pembelajaran, seperti
sistem pembelajaran berbasis Artificial Intelligence (AI) dan penggunaan
media pembelajaran interaktif.
Namun demikian, masih ada tantangan dan hambatan yang perlu
diatasi, seperti infrastruktur pendidikan yang kurang memadai di beberapa
daerah, kesenjangan akses ke teknologi yang berpotensi memperburuk
ketimpangan sosial dan ekonomi, dan kurangnya tenaga pendidik yang
terlatih dalam pemanfaatan teknologi canggih. Jadi, meskipun ada beberapa
upaya dan kemajuan yang terjadi di Indonesia, masih perlu dilakukan lebih
banyak kerja untuk mempersiapkan sistem pendidikan Indonesia untuk
menghadapi era Society 5.0 secara komprehensif dan terintegrasi.

114 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
(HIGH ORDER THINKING SKILL)
Feliza Paramitha Sinaga, Sri Wina Oktavia, Muhammad Musyadad,
Khabib
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Jambi, Indonesia
SMA Negeri Titian Teras, Indonesia
Email: felizasinagafis@gmail.com

K emampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan seseorang dalam


mengolah informasi untuk memunculkan gagasan baru. HOTS (High
Order Thinking Skill) atau biasa juga disebut kemampuan berpikir tingkat
tinggi yang melibatkan proses berpikir lebih kompleks dan mendalam,
memungkinkan siswa untuk menganalisis, mengevaluasi, memecahkan
masalah, dan berpikir kreatif (Rahmi & Azrul, 2022).
Salah satu yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi
yaitu kemampuan dalam pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan
masalah merujuk pada kemampuan individu untuk mengidentifikasi,
menganalisis, dan menyelesaikan masalah dengan menggunakan pemikiran
kritis dan kreatif (Hasyim & Andreina, 2019).
Jika siswa dilatih untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah,
siswa akan dengan baik dalam menyimak, mencari sumber dalam
menyelesaikan masalah tersebut dan mampu mengerti pelajaran lebih
lama karena penemuannya sendiri. Menerapkan kemampuan pemecahan
masalah pada siswa memiliki sejumlah keuntungan yang signifikan. Berikut
adalah beberapa di antaranya:
1. Pengembangan keterampilan berpikir kritis
Kemampuan pemecahan masalah melibatkan pemikiran kritis, yang
merupakan keterampilan penting dalam menghadapi tantangan
intelektual dan pengambilan keputusan yang baik. Siswa yang terampil
dalam pemecahan masalah cenderung memiliki kemampuan analitis
yang kuat dan mampu mempertanyakan asumsi, mengevaluasi bukti,
dan mengembangkan argumen yang logis.

PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0 115


2. Peningkatan kreativitas
Pemecahan masalah yang efektif sering melibatkan pemikiran kreatif
dan penghasilan ide-ide baru. Ketika siswa diberi kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, mereka diajak
untuk berpikir di luar kotak dan mencari solusi yang inovatif. Ini
merangsang kreativitas mereka dan membantu mengembangkan pola
pikir yang fleksibel dan orisinal.
3. Kemampuan adaptasi
Menghadapi masalah dalam kehidupan adalah hal yang tak
terhindarkan. Dengan menerapkan kemampuan pemecahan masalah,
siswa akan menjadi lebih terampil dalam mengatasi situasi yang
menantang dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitar
mereka. Mereka akan belajar untuk tidak terjebak dalam kebuntuan,
tetapi mencari cara untuk menemukan solusi yang tepat.
4. Peningkatan rasa percaya diri
Ketika siswa berhasil memecahkan masalah yang kompleks, mereka
merasa terpenuhi dan memiliki rasa percaya diri yang meningkat.
Mereka menyadari bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
mengatasi tantangan yang sulit dan merasa lebih siap untuk menghadapi
masalah di masa depan.
5. Peningkatan keterampilan sosial
Pemecahan masalah sering melibatkan kerja sama dan komunikasi
dengan orang lain. Siswa akan belajar bekerja dalam tim, berbagi
ide, dan mendengarkan pendapat orang lain. Ini akan meningkatkan
keterampilan sosial mereka dan mempersiapkan mereka untuk
berinteraksi dengan baik dalam berbagai konteks.
6. Persiapan untuk dunia kerja
Kemampuan pemecahan masalah merupakan keterampilan yang
sangat dihargai di dunia kerja. Perusahaan dan organisasi mencari
individu yang mampu menghadapi masalah dengan kreativitas dan
efektivitas. Dengan memperoleh kemampuan ini sejak dini, siswa akan
lebih siap untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan masa
depan (Khairunnisa dkk, 2023).

116 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


PENGGUNAAN REWARD DALAM
PEMBELAJARAN ABAD 21
Fitria Sari
Program Pascasarjana Pendidikan Kimia, Universitas Riau, Riau, Indonesia
Email: fitria.sari7436@grad.unri.ac.id

P ada hakekatnya, pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta


didik dengan lingkungannya, yang bertujuan untuk menghasilkan
perubahan perilaku yang lebih baik. Menurut Abdul Majid dan Dian
Andayani, pendidikan agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan
oleh pendidik untuk mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat
meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui berbagai
kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam konteks kegiatan belajar mengajar, pemberian reward adalah
bagian dari modifikasi tingkah laku peserta didik yang bertujuan untuk
meningkatkan disiplin, motivasi, dan memberikan umpan balik (feedback)
kepada peserta didik sebagai dorongan atau koreksi atas perilaku mereka.
Pemberian reward adalah respons terhadap perilaku tertentu yang dapat
meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut terulang. Reward dapat
diberikan baik secara verbal maupun non-verbal dengan prinsip yang penuh
kehangatan, antusiasme, dan menghindari respons yang negatif. Pemberian
reward dapat ditujukan kepada individu tertentu atau kepada seluruh kelas.
Penting untuk bervariasi dalam pemberian reward agar dapat memotivasi
siswa untuk belajar.
Lebih lanjut, pemberian reward dapat meningkatkan perhatian siswa
terhadap pembelajaran, memotivasi mereka, meningkatkan partisipasi dalam
kegiatan belajar, dan membentuk perilaku yang produktif. Studi psikologi,
seperti yang dilakukan oleh Hidi, menunjukkan bahwa pemberian reward
perlu dikombinasikan dengan berbagai model pendekatan, termasuk aspek
sosial, pendidikan, dan studi neuroscience. Dengan pendekatan ini, dampak
negatif dapat diminimalisir sambil mengoptimalkan dampak positif dari
pemberian reward.

PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0 117


Hurlock menganggap reward sebagai salah satu pilar disiplin, di mana
reward merujuk pada penghargaan atas hasil yang baik. Penghargaan ini
tidak selalu harus berbentuk materi, bisa berupa pujian, senyuman, atau
tepukan di punggung. Pandangan ini juga diperkuat oleh Thomson, yang
mengatakan bahwa penguatan positif, atau reward, bisa diberikan dalam
dua bentuk. Pertama, melalui pemberian hadiah dalam bentuk kata-kata
pujian, seperti ucapan terima kasih, pujian, tepukan punggung, atau gestur
kasih sayang. Menurut Hewet dan Conway, memberikan reward secara
verbal secara konsisten sehari-hari memiliki dampak positif yang signifikan
terhadap motivasi siswa, yang terkadang dianggap sepele.
Kedua, reward dapat berbentuk hadiah materi, seperti memberikan
uang, pergi ke restoran untuk makan es krim, memberi permen atau coklat,
memberikan waktu tambahan untuk menonton TV, mengizinkan menonton
acara khusus, atau membawa mereka berpiknik. Bahkan memberikan
insentif berbentuk uang dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
menetapkan tujuan akademik mereka sendiri dan meningkatkan performa
akademik.
Studi lain menunjukkan bahwa pemberian insentif berbentuk uang
dapat memberikan efek positif terutama pada siswa yang memiliki
kemampuan akademik tinggi, tetapi dapat berdampak negatif pada siswa
dengan kemampuan akademik rendah.
Di sisi lain, Durkheim menganggap bahwa reward harus berbentuk
pujian dan penghargaan terbuka sebagai ungkapan rasa hormat dan
kepercayaan terhadap seseorang yang telah melakukan sesuatu yang baik
secara istimewa. Namun, Durkheim juga menegaskan bahwa reward
memiliki peran yang sangat kecil dalam pengembangan kesadaran moral,
karena reward lebih bersifat instrumen budaya intelektual daripada budaya
moral.
Ketika anak sering menerima reward, terutama dalam lingkungan
sekolah, dan kemudian hidup dalam masyarakat yang tidak memahami
penghargaan atas perilaku yang baik secepat atau secermat yang mereka
alami di sekolah, anak tersebut mungkin harus membangun pemahaman
moralnya sendiri. Meskipun reward memiliki manfaat, ada risiko bahwa
penerimaannya dapat menjadi terlalu berlebihan dan dianggap sebagai suap.
Oleh karena itu, reward seharusnya tetap terkait dengan budaya
intelektual yang menekankan pentingnya ilmu pengetahuan yang selaras
dengan moralitas. Ilmu pengetahuan harus selalu sesuai dengan nilai-nilai

118 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


kemanusiaan tanpa melawan nilai-nilai moral. Dengan kata lain, reward
memiliki peran dalam membentuk moralitas itu sendiri.
Reward memiliki berbagai konotasi dan tidak selalu terkait dengan
pemberian materi. Reward harus sesuai dengan perkembangan anak.
Sebagai contoh, pujian memiliki makna yang berbeda tergantung pada usia
anak. Pujian menjadi lebih efektif jika disertai dengan gestur non-verbal
seperti senyuman atau pelukan untuk anak yang lebih kecil, sementara anak
yang lebih besar mungkin lebih responsif terhadap pujian verbal.
Hadiah, baik berupa materi maupun non-materi, dapat digunakan
sebagai penghargaan untuk perilaku yang baik. Hadiah bisa mencerminkan
tanda kasih sayang, penghargaan atas kemampuan dan prestasi, dorongan,
atau tanda kepercayaan. Hadiah juga dapat meningkatkan rasa harga diri
anak dan memberikan perlakuan istimewa, seperti izin menonton TV atau
mengajak mereka berpiknik.
Dalam konteks perkembangan siswa, reward dapat diartikan sebagai
penghargaan untuk mendorong, memotivasi, dan memperkuat perilaku
positif. Reward mencakup segala sesuatu yang bersifat positif dan
memberikan kesan baik terhadap perilaku yang diinginkan. Reward dapat
berupa materi, seperti barang-barang fisik, piagam, atau piala. Selain itu,
reward juga bisa berupa tindakan atau tindakan non-materi yang bertujuan
memberi motivasi kepada siswa.
Menurut Rasimin dan Imam Subqi, reward memiliki kelebihan dalam
mempengaruhi perilaku positif siswa dan memberikan dorongan kepada
siswa lain untuk mengikuti contoh yang baik. Proses ini berkontribusi
besar dalam mencapai tujuan pendidikan. Namun, reward juga memiliki
kelemahan, terutama jika digunakan secara berlebihan. Pemberian reward
yang berlebihan dapat membuat siswa merasa superior dibandingkan
teman-temannya. Selain itu, penggunaan reward juga memerlukan biaya
tambahan.
Terdapat beragam pendapat dari para ahli pendidikan tentang penggunaan
reward sebagai alat pendidikan. Beberapa mendukung penggunaan reward
untuk membentuk kata hati siswa, sementara yang lain menentangnya karena
bisa menimbulkan persaingan yang tidak sehat di antara siswa. Ada pula yang
berpendapat bahwa pendidik seharusnya menyadari bahwa siswa masih lemah
dalam kemauan dan belum memiliki kata hati seperti orang dewasa. Oleh
karena itu, reward dapat bermanfaat dalam membentuk karakter dan kemauan
siswa (Akmal & Susanti, 2019: 160).

PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0 119


PENGEMBANGAN THREE TIER
DIAGNOSTIC TEST
Gemanudias Fajri
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Medan
Email : gemaa4514@gmail.com

F isika merupakan ilmu yang erat kaitannya dengan fenomena alam dan
terdiri dari berbagai konsep. Banyak siswa mengalami kesulitan dalam
memahami konsep-konsep Fisika terutama karena banyak konsep Fisika
bersifat abstrak. Penguasaan konsep-konsep abstrak ini memiliki tingkat
kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsep-konsep yang
bersifat konkrit.
Dalam upaya mengatasi kesulitan belajar ini, siswa seringkali membuat
penafsiran sendiri terhadap suatu konsep yang sedang dipelajarinya. Namun,
hasil penafsiran siswa ini terkadang tidak selaras dengan konsep yang telah
disepakati oleh para ahli. Akibatnya, siswa sering mengalami miskonsepsi
dalam pemahaman konsep-konsep Fisika.
Miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi melalui tes diagnostik, yang
bertujuan untuk menilai pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kunci
dalam topik tertentu. Tes diagnostik dapat dilakukan dengan berbagai
metode, termasuk wawancara, tes pilihan ganda, two-tier test, dan three-tier
test. Tes pilihan ganda adalah alat yang mudah digunakan dan dinilai, tetapi
hasilnya mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan miskonsepsi siswa.
Two-tier multiple-choice test, di sisi lain, merupakan alat tes yang cukup
berhasil dalam mendeteksi miskonsepsi siswa dan mudah dinilai. Namun,
Two-tier Test tidak mampu membedakan antara miskonsepsi dengan
kurangnya pengetahuan siswa.
Three-tier test adalah cara yang sederhana dan efektif untuk
mengidentifikasi miskonsepsi serta membedakannya dengan kurangnya
pengetahuan (lack of knowledge). Cara ini melibatkan penambahan tingkat
keyakinan pada jawaban yang dipilih oleh siswa (Hakim dkk, 2012).
Siswa yang menjawab dengan benar dan yakin pada two-tier test
menunjukkan pemahaman yang tepat terhadap konsep tertentu. Siswa

120 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


yang yakin dengan jawaban mereka meskipun jawaban tersebut salah
mengindikasikan adanya miskonsepsi. Namun, siswa yang menjawab
dengan salah dan tidak yakin atas jawaban mereka bukan berarti mengalami
miskonsepsi, melainkan lebih kepada kurangnya pengetahuan.
Tes diagnostik bertujuan untuk mengidentifikasi elemen-elemen dalam
suatu mata pelajaran yang memiliki kelemahan khusus dan memberikan
petunjuk untuk menemukan penyebab kekurangan tersebut. Tes diagnostik
yang efektif harus didasarkan pada analisis yang mendalam yang dapat
menunjukkan dengan tepat di mana kesulitan atau kekurangan berada
dalam elemen-elemen tersebut.
Menurut Djamarah (2002), tes diagnostik bertujuan untuk
mengidentifikasi kesulitan belajar siswa berdasarkan hasil tes formatif
sebelumnya. Diagnosis kesulitan belajar siswa melibatkan penelusuran
jenis, sumber, serta penyebab kesalahan siswa, dan tidak hanya terbatas
pada pelaksanaan tes.
Tes diagnostik yang baik mampu memberikan gambaran yang
akurat tentang miskonsepsi yang dimiliki siswa berdasarkan informasi
kesalahan yang mereka buat. Tes diagnostik digunakan untuk mengevaluasi
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kunci pada topik tertentu,
terutama konsep-konsep yang seringkali salah dipahami.
Dengan demikian, ciri-ciri tes diagnostik yang efektif termasuk
kemampuannya untuk:
1. Mendiagnosis kelemahan dalam pemahaman konsep siswa melalui
analisis jawaban siswa.
2. Memberikan umpan balik secara cepat dan individual sesuai dengan
penguasaan konsep siswa pada setiap butir soal.
3. Membantu siswa meningkatkan pemahaman terhadap konsep tertentu.

PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0 121


PROYEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR
PANCASILA (P5)
Barinta Nur Respasari, Siti Domroh, S.Pd.
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Mataram, Mataram,
Indonesia 2SMAN 1 Gerung, Gerung, Indonesia
Email: barintanr30@gmail.com

K urikulum merdeka adalah kurikulum terbaru yang dicetuskan oleh


kementerian pendidikan dan kebudayaan yang bentuk evaluasi dari
kurikulum 2013. Dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di
mana konten yang ditampilkan akan lebih optimal agar peserta didik
memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan
kompetensi. Konsep yang dimiliki kurikulum merdeka belajar pun yaitu
pembelajaran berbasis proyek yang bertujuan untuk mengembangkan soft
skill serta karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila, fokus pada materi
yang esensial, sehingga ada waktu untuk pembelajaran mendalam mengenai
kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi, dan guru memiliki kebebasan
dalam melakukan pembelajaran berdasarkan kemampuan peserta didik.
Projek penguatan profil pelajar Pancasila atau yang biasa disingkat
dengan P5 merupakan pembelajaran lintas disiplin ilmu untuk mengamati
dan memikirkan solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitar.
Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project
based learning) yang berbeda dengan pembelajaran berbasis proyek dalam
program intrakurikuler di dalam kelas.

Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar


Pancasila

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah pendekatan pembelajaran


lintas disiplin ilmu yang bertujuan untuk mengamati dan merumuskan
solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini
berbeda dengan pembelajaran berbasis projek yang biasanya dilakukan
dalam program intrakurikuler di dalam kelas. Projek Penguatan Profil

122 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Pelajar Pancasila memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
belajar dalam situasi yang tidak terlalu formal, dengan struktur belajar yang
fleksibel, kegiatan yang lebih interaktif, dan keterlibatan langsung dengan
lingkungan sekitarnya guna memperkuat berbagai kompetensi dalam Profil
Pelajar Pancasila.
Sebuah projek adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
mencapai tujuan tertentu dengan cara menelaah suatu tema yang
menantang. Projek dirancang agar peserta didik dapat melakukan investigasi,
memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Mereka bekerja dalam
periode waktu yang telah dijadwalkan untuk menghasilkan produk atau aksi
tertentu.
Dalam kontrast dengan program intrakurikuler yang berbasis mata
pelajaran dan terikat pada jadwal pelajaran rutin yang telah ditetapkan
untuk satu semester atau bahkan satu tahun ajaran, pembelajaran di luar
kelas memerlukan pendekatan yang lebih fleksibel dan suasana yang tidak
terlalu formal. Pembelajaran di luar kelas juga menekankan penggunaan
pendekatan berpusat pada murid, di mana guru tidak mengendalikan
seluruh proses pembelajaran.
Mengubah program intrakurikuler yang sudah menjadi kebiasaan di
sebagian besar sekolah di Indonesia bukanlah tugas yang mudah. Selain
meningkatkan kompetensi guru, implementasi Profil Pelajar Pancasila
dalam kurikulum juga perlu menggunakan pendekatan yang berbeda. Oleh
karena itu, selain upaya peningkatan kompetensi guru, program kokurikuler
juga diperkenalkan. Program kokurikuler, yang biasanya dirancang
untuk mendukung program intrakurikuler, memiliki potensi besar untuk
memperkuat karakter dan kompetensi yang tercantum dalam Profil Pelajar
Pancasila.
Program kokurikuler biasanya tidak terlalu formal dan tidak terikat
pada jadwal kegiatan yang ketat. Dalam mendukung program intrakurikuler,
program kokurikuler tidak perlu terbatas pada mata pelajaran tertentu.
Sebaliknya, program kokurikuler dapat dirancang sebagai pembelajaran
berbasis projek lintas mata pelajaran yang bertujuan mengembangkan
karakter dan kompetensi umum seperti kolaborasi, penyelesaian masalah,
kepekaan lingkungan, dan kemandirian dalam proses pembelajaran. Semua
ini relevan dengan Profil Pelajar Pancasila.
Namun, perancangan pembelajaran berbasis projek bukanlah hal
yang sederhana. Oleh karena itu, pemerintah perlu membantu satuan

PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0 123


pendidikan melalui pelatihan, pendampingan, dan penyediaan berbagai
perangkat (toolkit) yang dapat digunakan oleh guru untuk memfasilitasi
pembelajaran berbasis projek. Projek-projek yang dikerjakan harus selalu
mempertimbangkan konteks dan budaya lokal serta relevansi dengan
lingkungan sekitarnya.

Dimensi Profil Pelajar Pancasila

Profil Pelajar Pancasila memiliki enam kompetensi yang dirumuskan sebagai


dimensi kunci. Keenam dimensi ini saling berkaitan dan saling menguatkan,
sehingga upaya untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang utuh
memerlukan perkembangan keenam dimensi ini secara bersamaan, dan
tidak boleh dilakukan secara parsial. Keenam dimensi tersebut adalah:
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia.
2. Mandiri.
3. Bernalar Kritis.
4. Kreatif.
5. Bergotong-royong.
6. Berkebinekaan global.
Semua keenam dimensi ini perlu tumbuh bersama-sama, sehingga
pendidik tidak seharusnya hanya fokus pada satu atau dua dimensi saja.
Mengabaikan salah satunya akan menghambat perkembangan dimensi
lainnya.
Sebagai contoh, sikap cinta tanah air merupakan hasil dari
perkembangan dimensi “beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dan berakhlak mulia” karena salah satu elemennya adalah akhlak
bernegara. Sikap cinta tanah air tidak hanya terbentuk melalui akhlak yang
beriman, tetapi juga melalui rasa peduli pada sesama, peduli dan tanggap
pada lingkungan, yang merupakan elemen dari dimensi bergotong-royong.
Selain itu, dimensi berkebinekaan Global berkaitan dengan perkembangan
identitas dan kemampuan untuk merefleksikan diri sebagai bagian dari
kelompok budaya dan bangsa Indonesia serta warga dunia. Perkembangan
dimensi berkebinekaan Global akan memunculkan sikap cinta tanah air
yang proporsional, karena individu mampu melihat bahwa dirinya juga
merupakan bagian dari masyarakat dunia.

124 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Berkaitan dengan pengembangan karakter Pancasila, karakter tersebut
berkembang seperti spiral, yang disebut sebagai Spiral Karakter. Proses
perkembangan karakter ini dimulai dengan keyakinan (believe) sebagai
landasan untuk kesadaran (awareness), yang selanjutnya memengaruhi
sikap (attitude) atau pandangan hidup, dan akhirnya tindakan atau
perilaku (action). Hasil dari tindakan tersebut akan kembali memengaruhi
keyakinan individu, yang selanjutnya akan mempengaruhi kesadaran, sikap,
dan perilaku mereka. Proses ini berulang dan berkembang secara terus-
menerus, mirip dengan spiral.
Pemahaman bahwa karakter Pancasila berkembang seperti spiral
menunjukkan bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam
menguatkan dan mengembangkan karakter yang sama sejak usia dini hingga
anak memasuki usia dewasa. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan
yang dijelaskan dalam UU Sisdiknas Pasal 3, yaitu untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak, termasuk kompetensi dan karakter.
Karakter dan kompetensi yang terdapat dalam Profil Pelajar Pancasila
diharapkan dapat dibangun dalam institusi pendidikan sejak usia dini
dan terus dikembangkan hingga setiap individu menyelesaikan sekolah
menengah dan siap memasuki perguruan tinggi atau bergabung dalam
masyarakat dan dunia industri yang lebih luas. Bahkan, perkembangan
karakter dan kompetensi ini diharapkan dapat terus berlanjut sepanjang
hidup individu.

PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0 125


126 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0
BAB V
KONSEP DASAR
ALJABAR BOOLEAN

127
SEJARAH PENGEMBANGAN KONSEP
DASAR ALJABAR BOOLEAN
Ainatul Jannah, Rukiah Harahap, Natasyah Alifia, Miftahul Jannah
Hasibuan , Almira Amir
Program Studi Tadris Matematika, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan
Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary
Email: Ainatuljannah2003@gmail.com, rukiahharahap83737@gmail.com,
natasyahahr@gmail.com, Miftahhsb8@gmail.com

K etika berbicara tentang konsep dasar al-jabar boolean, penting untuk


melihat sejarahnya yang tidak terlepas dari kontribusi George Boole,
seorang matematikawan Inggris pada pertengahan abad ke-19. Pada tahun
1854, George Boole menerbitkan buku berjudul «An Investigation of the
Laws of Thought,» yang memperkenalkan simbol-simbol logika dan
aturan-aturan operasional yang digunakan untuk memanipulasi ekspresi
logika. Prinsip-prinsip yang diperkenalkan oleh Boole ini menjadi dasar
pengembangan aljabar boolean, yang kemudian diterapkan dalam bidang-
bidang seperti elektronika digital, komputasi, dan desain sirkuit logika.
Pada awal abad ke-20, aljabar boolean menjadi dasar teori komputasi
modern. Selama beberapa dekade, konsep-konsep aljabar boolean terus
berkembang dan diadopsi dalam teknologi komputer. Pada tahun 1938,
seorang insinyur elektro Amerika Serikat bernama Claude Shannon
mempublikasikan tesis doktoral yang menjelaskan bagaimana sirkuit listrik
dapat direpresentasikan menggunakan aljabar boolean. Kontribusi Shannon
ini memperkuat hubungan antara aljabar boolean dan implementasi fisik
dalam bentuk sirkuit elektronik.
Sejak saat itu, aljabar boolean terus digunakan dalam desain dan analisis
sirkuit digital, pemrograman komputer, optimasi algoritma, dan bidang-
bidang terkait lainnya. Dengan perkembangan teknologi informasi, aljabar
boolean juga menjadi fundamental dalam pengembangan sistem komputer
modern dan pengolahan informasi digital. Sejarah aljabar boolean adalah

128 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


cerminan penting dalam perkembangan ilmu komputer dan teknologi
modern yang kita nikmati hari ini.

KONSEP DASAR ALJABAR BOOLEAN 129


APLIKASI KONSEP DASAR AL-JABAR
BOOLEAN
Aslamiah Hannum Siregar, Maida Tun Aslamiyah Ritonga, Selli
Sinar Siregar
Fakultas Tabiyah Dan Ilmu Keguruan, Universitas SyekhAli Hasan Ahmad
Addary Padangsidimpuan, Indonesia
E-mail: maida.ritonga28@gmail.com, aslamiahhannumsiregar@gmail.com,
sellisinar2211@gmail.com

P ada awal perkembangannya matematika bertujuan untuk memenuhi


kebutuhan manusia dalam mengatasi setiap permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari seperti menghitung dan membilang. Namun seiring
dengan berkembangnya waktu, permasalahan yang dialami oleh manusia
akan semakin kompleks. Semakin berkembang cara berpikir seseorang,
akan semakin bertambah permasalahan yang ada dan akan diikuti oleh
penyelesaian-penyelesaian dari setiap permasalahan tersebut. Dan pada saat
ini, prosedur dan materi pada matematika sangat banyak diterapkan dalam
berbagai cabang ilmu, seperti fisika, kimia, biologi, kedokteran, ekonomi
dan teknik.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini dengan berkembangnya
teknologi, semakin menunjukan bahwa ilmu matematika sangat
berpengaruh dalam setiap bidang. Namun pada kenyataannya matematika
mempunyai hukum-hukum tertentu yang membatasi matematikawan
dalam menciptakan ide-ide baru. Hukum-hukum ini adalah hukum tentang
cara menalar yang benar, yaitu hukum-hukum logika, yang menjadi asas
proses berpikir, karena tanpa hukum-hukum logika kita tidak dapat menalar
dengan benar.
Logika matematika atau yang merupakan terjemahan dari symbolic
logic yang dapat diartikan sebagai tata cara berpikir atau pola pikir
matematika. Pendidik matematika perlu mengetahui sebenarnya untuk apa
matematika diajarkan pada siswa. Tentu bukan hanya untuk mengetahui
seluruh materi yang ada didalamnya. Tapi fungsi matematika yang paling

130 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


harus dipahami oleh siswa adalah untuk membantu siswa agar tertata
nalarnya terbentuk kepribadian nya serta terampil menggunakan ilmu-
ilmu matematika dan penalarannya dalam kehidupannya kelak. Logika
matematika merupakan satu bagian dalam matematika yang penting,
dengan maksud diajarkannya antara lain agar kita lebih cermat, lebih teliti
dalam membahas dan memecahkan soal-soal matematika, dan diharapkan
lebih disiplin dalam pemakaian bahasa matematika, agar lebih kritis dalam
membuat pernyataan-pernyataan matematika. Maksud dan tujuan tersebut
adalah untuk membangun manusia yang berkualitas dan lebih kreatif dalam
berfikir.
Logika akan dapat membantu mengatur pemikiran kita untuk
memisahkan hal yang benar dari yang salah. Seringkali kita menyalahkan
maksud dari orang lain hanya karena kita salah menafsirkan pernyataan
orang tersebut. Pengertian tentang bagaimana menggunakan logika, dapat
membantu kita menghindari salah penafsiran dan meningkatkan keahlian
dalam berpikir analitis (Theresia M.H. Tirta Seputro, 1992). Dengan
demikian pemakaian logika matematika akan sangat dibutuhkan dalam
kehidupan kita. Logika matematika yang dibahas di sini adalah Logika
Aljabar Boolean.
Aljabar Boolean yakni suatu cara baru untuk berpikir dan menjelaskan
berbagai hal. Sejauh ini penilaian masyarakat terhadap matematika sangat
bergantung pada kegunaannya untuk memecahkan problem-problem nyata.
Oleh karena itu, hubungan antara matematika dengan dunia nyata menjadi
cukup penting. Maka dalam hal ini, aljabar Boole pun dapat diterapkan
dalam kehidupan nyata, yakni dalam bidang komputerisasi. Aljabar boole
merupakan dasar – dasar dalam system pemrograman.
Aljabar boolean merupakan aljabar yang berhubungan dengan
variabelvariabel biner dan operasi-operasi logik. Variabel-variabel
diperlihatkan dengan huruf-huruf alfabet, dan tiga operasi dasar
dengan AND, OR dan NOT (komplemen). Fungsi boolean terdiri dari
variabelvariabel biner yang menunjukkan fungsi, suatu tanda sama dengan,
dan suatu ekspresi aljabar yang dibentuk dengan menggunakan variabel-
variabel biner, konstanta- konstanta 0 dan Aljabar Boolean pertama kali
ditemukan pertama kali ditemukan 1854 oleh seorang ahli matematika
berkebangsaan inggris bernama George boole (18151864). Boole dalam
penelitiannya memaparkan beberapa aturan dasarlogika manusia dalam
aturan nilai-nilai matematis pada bukunya yang berjudul An investigation of

KONSEP DASAR ALJABAR BOOLEAN 131


the laws of thougt, onwich are founded the mathematical theorities of logic and
probabilities, yang dalam bukunya disebut sebagai logika Boolean. Logika
Boolean ini secara system matematika dikenal sebagai aljabar booolean yang
kemudian menjadi salah satu dasar perancangan rangakaian dari teknologi
computer digit.
Logika Boolean didasari pada penerapan aturan hubungan antara
nilainilai matematis yang dibatasi pada dua nilaiyaitutrue dan false yang
kemudian disimbolkan sebagai angka 1 dan 0 dimana 0 disebut elemen
zero,sedangkan 1 disebut elemen unit. Aljabar Boolean adalah aljabar
yang terdiri atas himpunan B yang memiliki dua operator biner yaitu:
+ (penjumlahan) dan (perkalian) sehingga untuk setiap x,y,z € B berlaku
aksioma atau potulat sebagai berikut:
1. Identitas
(i) terdapat elemen tunggal yaitu 0 € B sehingga berlaku : x + 0 = 0 +x
= x (ii) terdapat elemen tunggal 0 € B sehingga berlaku: x . 1 = 1 . x = 1
komutatif: (i) x + y = y + x (ii) x . y = y . x
2. distributif
(i) x .( y+z) = (x.y) + (x.z) (ii) x + (y.z) = (x+y) . (x+z) (iii) (x.y) + z =
(x+z) . (y+z) komplemen : setiap x € B terdapat elemen tunggal x’ € B
sehingga berlaku: x + x’ = 1

Aljabar Boolean Dua Nilai

Aljabar Boolean yang terkenal dan memiliki terapan yang luas adalah
aljabar Boolean dua nilai (two-valued Boolean algebra). Aljabar Boolean
duanilai didefenisikan pada sebuah himpunan B dengan dua buah elemen 0
dan 1 (sering dinamakan bit atau singkatan dari binary digit), yaitu B={0,1},
operator biner, + dan operator uner.
Kaidah untuk operator biner dan operator uner ditunjukkan pada tabel:

132 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Ekspresi Boolean, Prinsip Dualitas Dan Hukum-Hukum
Aljabar Boolean

Ekspresi Boolean dibentuk dari elemen-elemen B dan / atau peubah-peubah


yang dapat dikombinasikan satu sama lain dengan operator + , . , dan ‘.
1. Setiap elemen didalam B
2. Setiap peubah
3. Jika e1 dan e2 adalah ekspresi boolean, maka e1 + e2, e1.e2, e1’ adalah
ekspresi boolean.

KONSEP DASAR ALJABAR BOOLEAN 133


Sedangkan dalam prinsip dualitas, dalam sistem Aljabar Boolean
dengan himpunan S dengan 0, 1 pada S serta operasi (+)dan (.). Ada
himpunan S’ dengan mengganti 0 dengan 1, 1 dengan 0, (+) dengan (.), dan
(.) dengan (+) berlaku semua aksioma Aljabar Boolean maka S’ disebut Dual
dari dari s. Teorema Untuk setiap elemen a pada S berlaku :
1. 1.a + a = a dan a . a = a
2. a + 1 = 1 dan a . 0 = 0
3. a + a.b = a dan a . ( a + b ) = a
4. ( a . b )’ = a’ + b ‘ dan ( a + b )’ = a’ . b ‘ 5. 0’ = 1 dan 1’ = 0
Hukum-hukum aljabar Boolean sendiri, akan dijelaskan dalam tabel
berikut.

Aljabar Boolean mempelajari operasi logika pada nilai kebenaran,


yaitu nilai benar (true) dan nilai salah (false). Aljabar Boolean sering

134 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


digunakan dalam rangkaian logika, komputer, dan pemrograman. Dalam
rangkaian digital, komponen seperti gerbang logika menggunakan operasi
aljabar Boolean untuk mengontrol aliran sinyal dan menghasilkan output
berdasarkan input yang diberikan. Aljabar Boolean memiliki sifat-sifat
khusus seperti hukum komutatif, asosiatif, distributif, dan identitas. Sifat-
sifat ini membantu dalam menyederhanakan dan memanipulasi ekspresi
logika. Aljabar Boolean memiliki aplikasi yang luas dalam bidang-bidang
seperti desain rangkaian digital, pemrograman, analisis logika, sistem
kecerdasan buatan, dan lain-lain.

KONSEP DASAR ALJABAR BOOLEAN 135


136 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0
BAB VI
PEMBELAJARAN SAINS
DAN MATEMATIKA
ABAD 21 SOCIETY 5.0
137
PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA
PERMAINAN WHO AM I
Hafif Komarullah, Andi Julian Prakoso, Ina Damayanti
SMKS Al-Ishaqi, Jalan Merapi No. 46, Jember, Indonesia
Program Studi Matematika, Universitas Jember, Jember, Indonesia
SMAN Jenggawah No.76, Jember, Indonesia
Email: hafififa4@gmail.com, andiprakoso0077@gmail.com,
inadamayanti364@gmail.com

P ermainan Who I am adalah permainan berpasangan yang bertujuan


untuk merangsang kreativitas dan pola pikir siswa. Dalam permainan
ini, siswa diuji dalam kemampuan mereka untuk menebak pertanyaan lawan
dengan berpikir kritis, sambil juga mengenal karakteristik suatu bilangan.
Biasanya, permainan Who I am melibatkan menebak kata yang ditempel
pada kartu. Namun, peneliti telah mengembangkan versi permainan ini
dengan menggunakan media papan tiga dimensi dan kartu-kartu berisi
angka yang menarik.
Permainan Who I am merupakan permainan berpasangan yang
digunakan untuk mengasah kreativitas pola pikir siswa karena siswa
diminta untuk dapat menebak pertanyaan lawan dengan berpikir kritis
serta mengenal karakter suatu bilangan. Permainan Who I am biasanya
hanya menebak kata yang ditempel. Peneliti mengembangkan permainan
Who I am menggunakan media seperti papan tiga dimensi serta berbagai
pilihan kartu yang menarik berisi angka dengan ketentuan pemain
harus menyebutkan karakteristik bilangan tersebut sesuai dengan materi
keterbagian. Sehingga diharapkan pemain yang dalam hal ini adalah siswa
harus berusaha mengingat karakteristik suatu bilangan karena merupakan
kunci memenangkan permainan ini. Jika seorang siswa memiliki keinginan
untuk mengingat suatu hal tanpa melibatkan hal yang lain maka reaksi
ataupun hasil pembelajaran nya masih biasa
Kartu-kartu tersebut memiliki karakteristik bilangan tertentu, dan
pemain harus dapat menyebutkan karakteristik tersebut sesuai dengan
materi keterbagian. Hal ini membutuhkan pemain, yang dalam konteks

138 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


ini adalah siswa, untuk berusaha mengingat karakteristik bilangan dengan
cermat, karena pemahaman tentang karakteristik bilangan ini merupakan
kunci keberhasilan dalam permainan. Dengan demikian, permainan ini
dirancang untuk mendorong siswa agar mampu mengingat dan menerapkan
pengetahuan tentang bilangan dengan lebih baik. Kesimpulannya,
permainan Who I am memiliki potensi untuk meningkatkan efektivitas
pembelajaran siswa dalam mengingat dan memahami materi pelajaran.

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 139


PROGRAM APLIKASI MAPLE PADA
MATEMATIKA
Aisyah Fitri Hidayani Sagala, Ita Margaretta Br Tarigan.
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan,
Indonesia Email: aisyahfhs@gmail.com, itamargaretta1997@gmail.com

Sejarah Singkat Maple

Maple adalah program komputer yang pertama kali dikembangkan pada


tahun 1980 oleh Grup Symbolic Computation di University of Waterloo,
Ontario, Kanada, untuk keperluan bidang matematika, statistika, dan
komputasi aljabar. Program ini merupakan aplikasi komputer untuk
matematika yang diproduksi oleh Waterloo Maple Inc., Ontario, Kanada.
Program ini awalnya dikembangkan oleh anggota komunitas University
of Waterloo, Kanada, pada tahun 1988. Maple adalah sistem komputasi
simbolik (Symbolic Computation System) yang interaktif dan sangat kuat.
Program ini telah banyak digunakan oleh pelajar, pendidik, matematikawan,
statistikawan, ilmuwan, dan insinyur untuk melakukan komputasi numerik
dan simbolik. Selain itu, beberapa produsen industri terkemuka di dunia,
seperti Boeing, Daimler Chrysler, Nortel, dan Raytheon, juga menggunakan
program ini.
Konsep pertama dari Maple muncul pada pertemuan pada November
1980 di University of Waterloo. Para peneliti di universitas ingin membeli
komputer untuk menjalankan Macsyma. Sebaliknya, diputuskan bahwa
mereka akan mengembangkan komputer dengan sistem aljabar yang dapat
berjalan di komputer yang lebih wajar dalam hal harga. Versi terbatas
pertama muncul pada Desember 1980, dan Maple ditampilkan untuk
pertama kalinya di awal konferensi pada tahun 1982. Nama “Maple”
merujuk pada warisan Kanada.
Pada akhir tahun 1983, lebih dari 50 universitas memiliki salinan
dari Maple yang diinstal pada mesin mereka. Pada tahun 1984, kelompok
penelitian mengatur dengan Watcom Produk Inc. untuk lisensi dan
mendistribusikan Maple. Pada tahun 1988, Waterloo Maple Inc. didirikan.

140 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Tujuan awal perusahaan ini adalah untuk mengelola distribusi perangkat
lunak. Akhirnya, perusahaan tersebut berkembang untuk memiliki
departemen R&D di mana banyak perkembangan Maple dilakukan saat
ini. Namun, perkembangan yang signifikan dari Maple dilakukan di
laboratorium penelitian universitas, termasuk Laboratorium Komputasi
Simbolik di University of Waterloo, Research Ontario Pusat Aljabar
Komputer di University Western Ontario, dan laboratorium di universitas-
universitas lain di seluruh dunia.
Pada tahun 1989, pengguna grafis pertama untuk Maple dikembangkan
dan disertakan dengan versi 4.3 untuk Macintosh. Versi X11 dan Windows
baru diikuti pada tahun 1990 dengan Maple V. Maple digunakan dalam
sejumlah aplikasi penting dalam ilmu pengetahuan dan matematika, mulai
dari demonstrasi hingga Teorema terakhir Fermat dalam teori bilangan,
hingga solusi dalam Relativitas Umum dan mekanika kuantum. Ini
dipamerkan dalam edisi khusus yang dibuat oleh pengembang Maple yang
disebut MapleTech.
Pada tahun 1999, dengan rilis Maple 6, termasuk beberapa dari
Perpustakaan NAG Numerik, membuat perbaikan untuk aritmatika presisi.
Pada tahun 2003, antarmuka standar diperkenalkan dengan Maple 9.
Antarmuka ini terutama ditulis dalam Java (meskipun beberapa bagian,
seperti aturan untuk rumus matematika, ditulis dalam bahasa Maple).
Antarmuka Java dikritik karena lambat; perbaikan telah dibuat dalam
versi selanjutnya, meskipun dokumentasi Maple 11 merekomendasikan
antarmuka sebelumnya (klasik) untuk pengguna dengan kurang dari 500
MB memori fisik.
Antara pertengahan tahun 1995 dan 2005, Maple kehilangan pangsa
pasar yang signifikan kepada pesaing karena antarmuka pengguna yang lebih
lemah. Pada tahun 2005, Maple 10 memperkenalkan modus dokumen baru
sebagai bagian dari antarmuka standar. Fitur utama dari mode ini adalah
kemampuan memasukkan matematika dengan menggunakan masukan dua
dimensi, sehingga mirip dengan rumus dalam sebuah buku.
Pada tahun 2008, Maple 12 menambahkan fitur antarmuka pengguna
tambahan yang ditemukan di Mathematica, termasuk style sheet tujuan
khusus, pengendalian header dan footer, pencocokan tanda kurung, daerah
eksekusi otomatis, template perintah penyelesaian, pemeriksaan sintaksis, dan
otomatisasi inisialisasi daerah. Fitur tambahan tersebut ditambahkan untuk
membuat Maple lebih mudah digunakan sebagai kotak peralatan matlab.

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 141


Pada bulan September 2009, Maple dan MAPLESOFT diakuisisi oleh
pengecer perangkat lunak Sistem Jepang Cybernet. Versi utama saat ini
adalah versi 15 yang dirilis pada April 2011.

Software Maple

Maple adalah perangkat lunak matematika berbasis komputer, yang


merupakan sistem aljabar komputer dari Waterloo MapleSoftware
(WMS) (Tung, 2003:3). Program ini dikembangkan untuk mendukung
berbagai topik operasi matematika, termasuk analisis numerik, aljabar
simbolik, kalkulus, persamaan differensial, aljabar linier, dan grafik untuk
menggambarkan peristiwa yang sulit diamati atau bersifat abstrak. Maple
bersifat simbolik dan mampu memanipulasi solusi aljabar dengan berbagai
mode tampilan plot dan grafik dua dimensi, tiga dimensi, serta animasi.
Komputasi yang ditawarkan terdapat dalam lingkungan Maple Worksheet
yang menyediakan berbagai solusi terkait aritmatika dasar, teori grup, dan
analisis tensor.
Salah satu alasan mengapa Maple lebih digemari daripada Matlab,
Mathemania, atau Matematica adalah karena selain sifat simboliknya, Maple
juga menyajikan animasi-animasi grafik. Dalam penggunaan fungsi standar
dalam Maple, pada dasarnya selalu dapat merujuk ke fungsi bantuan dari
menu jika ada fungsi yang perlu ditanyakan. Selain itu, terdapat tutorial di
Maple dengan panduan yang tersedia dalam menu.
Maple adalah sistem penghitungan simbolik atau sistem komputer
aljabar. Keduanya merujuk pada kemampuan Maple untuk memanipulasi
informasi secara simbolik atau aljabar. Kemampuan simbolik digunakan
untuk mendapatkan solusi analitik yang eksak dalam banyak masalah
matematika, seperti integral, sistem persamaan, persamaan diferensial,
dan masalah aljabar linear. Maple sangat cocok untuk merumuskan,
menyelesaikan, dan memeriksa model matematika.
Antarmuka grafiknya merupakan fasilitas yang sangat diharapkan
dalam perangkat lunak aplikasi modern. Grafik memiliki kemampuan
untuk menyajikan banyak informasi, dan para ilmuwan berpendapat
bahwa membuat grafik adalah salah satu cara untuk menemukan hubungan
antara variabel satu dengan yang lain. Grafik memungkinkan para ilmuwan
menggunakan pola visual yang kuat untuk melihat kecenderungan dan
perbedaan yang sulit dideteksi. Dengan demikian, kemampuan bekerja
dengan grafik merupakan kemampuan dasar bagi ilmuwan.

142 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Maple adalah Sistem Komputasi Simbolik (Symbolic Computation
System) interaktif yang sangat kuat. Program ini telah banyak digunakan oleh
berbagai kalangan, termasuk pelajar, pendidik, matematikawan, fisikawan,
statistikawan, ilmuwan, dan insinyur, untuk melakukan komputasi numerik
dan simbolik.

Kegunaan Maple dalam Pembelajaran Matematika

Ada beberapa manfaat dari program Mapledalam matematika yaitu sebagai


berikut.
1. Dapat mengerjakan komputasi bilangan secara exact.
2. Dapat mengerjakan komputasi numerik yang sangat besar.
3. Dapat mengerjakan komputasi simbolik dengan baik.
4. Mempunyai perintah-perintah bawaan dalam library dan untuk
menyelesaikan permasalahan dalam bentuk .matematika.
5. Mempunyai fasilitas pengeplotan dan animasi untuk grafik baik
dimensi dua maupun dimensi tiga.
6. Mempunyai antarmuka berbasis worksheet.
7. Mempunyai fasilitas untuk membuat dokumen dalam berbagai format.
8. Mempunyai fasilitas bahasa pemrograman yang dapat menuliskan
fungsi, paket dan sebagainya.
9. Maplemempunyai fungsi-fungsi matematika yangstandart, seperti:
a. Fungsi-fungsi trigonometri [sin (x), cos (x) , tan (x)].
b. Fungsi-fungsi trigonometri hiperbolik [sinh (x), cosh (x), tanh(x)].
c. Invers fungsi-fungsi trigonometri [arcsin (x), arcos (x), arctan(x)].
d. Fungsi eksponensial (exp).
e. Fungsi logaritma natural (ln).
f. Fungsi logaritma basis 10 (log[10]).
g. Fungsi akar pangkat dua (sqrt).
h. Pembulatan kebilangan bulat terdekat (round).
i. Bagian pecah (frac) (Junaidi, 2016: 199).

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 143


PENGGUNAAN METODE FUZZY DALAM
PREDIKSI AWAL TAHUN BARU HIJRIYAH
Annisatul Ahyar Batubara, Doria Amanah, Almira Amir
Program Studi Tadris Matematika, Universitas Negeri Syekh Ali Hasan
Ahmad addary, Padangsidimpuan, Sumatera Utara, Indonesia Email:
annisatulahyar10@gmail.com doriaamanahs@gmail.com

K alender Hijriyah adalah penanggalan yang dimulai saat nabi Muhammad


hijrah dari Mekkah ke Madinah, sedangkan perhitungannya
didasarkan pada bulan mengelilingi bumi dan awal bulannya menggunakan
penampakan bulat sabit saat matahari terbenam. Kalender Hijriyah
didasarkan atas pergerakan sinodis bulan, yaitu selama 29,5309 hari atau
dapat diperhitungkan selama 29 hari 2 jam 44 menit. Sehingga dalam waktu
12 bulan akan mencapai sekitar 354, 367 hari atau dibulatkan selama 354
hari 8 jam.
Pada awal pekembangan sistem kalender hijriyah, yaitu pada masa
Nabi Muhammad saw., metode yang digunakan dalam penentuan awal
bulan cukup sederhana yaitu dengan melihat bulan sabit. Apabila bulan sabit
terlihat disaat terbenamnya matahari, maka keesokan harinya ditetapkan
sebagai bulan baru, dan jika bulan tidak terlihat dikarenakan cuaca mendung
atau tertutup awan maka ditetapkan bulan baru dalam 2 hari kedepan.
Metode yang digunakan mengalami sedikit perubahan pada masa Khalifah
Umar bin Khattab, pada masa ini Umar dan timnya menentukan datangnya
bulan baru dengan perhitungan matematis yang berpatokan pada umur
rata- rata bulan Qamariyah yaitu 29-30 hari1, kalender ini disebut dengan
nama kalender hisab adadi.
Penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan hijriyah terus
berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang dicetuskan
oleh ilmuwan islam dan berinteraksi dengan ilmuwan barat khususnya
ilmu yang berasal dari Yunani, seiring perkembangan tersebut lahirlah
ilmu falak (astronomi) yang semakin dikenal di dunia islam. Tak sampai
disitu saja, bukan hanya ilmu astronomi yang dapat menentukan prediksi
tahun baru hijriah, tetapi dapat juga dilakukan hisab matematis yang tidak

144 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


menggunakan pergerakan benda-benda langit sebagai objek perhitungan,
melainkan umur rata-rata bulan Qamariyyah. Metode yang biasa digunakan
dalam menetapkan masuknya bulan baru hijriah adalah dengan Rukhyatul
Hilal dan Hisab. Hisab adalah metode penentuan awal bulan hijriah dengan
menggunakan pendekatan matematis astronomi.
Melakukan Rukhyatul Hilal dengan mata telanjang lebih membutuhkan
effort tinggi dibandingkan dengan hisab. Bukan hanya ketika bulan tertutup
awan, tetapi juga faktor polusi sehingga dapat menyesatkan mata. Oleh
karena itu, perlu alternatif lain untuk memudahkan dalam penentuan Tahu
Baru Hijriah. Dengan melakukan hisab matematis kita dapat memanfaatkan
metode kecerdasan buatan dalam menentukan masuknya Tahun Baru
Hijriah yaitu Logika Fuzzy. Logika Fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan
suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Di antara keduanya terdapat
kotak hitam yang harus memetakan input kedalam output yang sesuai.
Logika Fuzzy atau sering dikatakan logika kabur, merupakan logika
yang dikenal kan sejak tahun 1965 ketika Zadeh merasa bahwa sistem
analisis matematika tradisional bersifat terlalu eksak sehingga tidak
dapat berfungsi dalam banyak masalah dunia nyata yang sering kali amat
kompleks, karena penggunaan himpunan crisp untuk menyatakan suatu
keanggotaan terkadang sangat tidak adil, adanya perubahan kecil saja
pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan.
Zadeh memublikasikan karya ilmiah nya yang berjudul Fuzzy Sets untuk
mengantisipasi hal tersebut, berapa besar eksistensi suatu himpunan dapat
dilihat dari fungsi keanggotaan nya. Terobosan baru ini dikenal kan dalam
memperluas konsep himpunan klasik menjadi himpunan modern (Fuzzy
Set), dalam arti himpunan klasik (Crisp Set) merupakan kejadian khusus dari
himpunan kabur (Fuzzy Set). Sehingga himpunan kabur sering dikatakan
sebagai himpunan modern dan sampai sekarang banyak digunakan dalam
berbagai bidang, salah satunya dalam kecerdasan buatan dan teknologi.
Dalam logika Fuzzy, terdapat tiga metode fuzzy, yaitu metode
Tsukamoto, metode Mamdani dan metode Sugeno. Pada kasus ini akan
digunakan metode Tsukamoto, dikarenakan Fuzzy Tsukamoto memiliki
penalaran Fuzzy yang mudah dipahami dan penggunaannya lebih humanis,
control. Sedangkan, Fuzzy Mamdani lebih bersifat humanis dan Fuzzy
Sugeno lebih kepada control. Pada metode Tsukamoto, implikasi pada setiap
aturan berbentuk implikasi IF/ THEN atau implikasi OUTPUT dimana
antara anteseden dan konsekuen ada hubungannya.5 Kelebihan dari metode

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 145


Tsukamoto adalah lebih toleransi terhadap data-data yang kurang tepat.
Dalam metode ini, setiap aturan di presentasikan menggunakana himpunan
Fuzzy dengan keanggotaan yang monoton.

146 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


PRAKTIKUM LABORATORIUM BERBASIS
GREEN CHEMISTRY
Dini Adelia
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Kimia Universitas Riau, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Riau, Indonesia
E-mail :diniadelia.hk@gmail.com

Abad ke-21 ditandai oleh perkembangan pesat di bidang teknologi


telekomunikasi dan transportasi, yang berdampak pada peningkatan
percepatan mobilitas produk dan sumber daya manusia. Perkembangan
ini menuntut SDM yang berkualitas, sehingga meningkatkan kualitas SDM
menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Pendidikan memainkan
peran strategis dalam upaya meningkatkan kualitas SDM. Pemerintah terus
menerapkan kebijakan untuk meningkatkan mutu, relevansi, dan efisiensi
dalam sistem pendidikan nasional.
Dalam konteks sistem pendidikan nasional, peningkatan kualitas guru
sangat relevan. Guru memiliki peran penting dalam proses pembelajaran
di sekolah, dan pembelajaran dapat menjadi efisien dan efektif jika guru
memahami materi ajar dengan baik dan memiliki kemampuan mentransfer
pengetahuan dengan baik menggunakan metode dan pendekatan yang
sesuai. Saat ini, berbagai pendekatan pembelajaran inovatif sedang
dikembangkan untuk memastikan siswa dapat belajar secara optimal,
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Green Chemistry adalah sebuah falsafah atau konsep yang mendorong
desain produk dan proses untuk mengurangi atau mengeliminasi
penggunaan serta pembentukan zat berbahaya (Mitarlis, 2016). Aspek
Green Chemistry mencakup:
1. Meminimalkan penggunaan zat berbahaya.
2. Menggunakan katalis reaksi dan proses kimia.
3. Menggunakan reagen yang tidak beracun.
4. Memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbaharui.

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 147


5. Meningkatkan efisiensi atom.
6. Menggunakan pelarut yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
Tujuan utama Green Chemistry adalah mengembangkan proses kimia
dan produk kimia yang ramah lingkungan serta sejalan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Mengingat konsep dan pendekatan Green Chemistry sebagai cara untuk
mencegah pencemaran akibat bahan kimia yang dapat merusak lingkungan
dan kesehatan, perlu dipertimbangkan bagaimana mengimplementasikan
konsep dan gagasan Green Chemistry ini dalam pembelajaran kimia di
sekolah.
Pendidikan kimia saat ini fokus pada dampak produksi senyawa kimia
terhadap lingkungan. Terdapat perkiraan bahwa banyak produk kimia yang
sebelumnya dianggap ramah lingkungan akhirnya dibatasi penggunaannya
karena berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Meskipun penanganan
limbah industri telah lama menjadi konsep pembangunan berkelanjutan
yang diadopsi oleh banyak negara, mulai tahun 1980-an, Green Chemistry
telah berkembang. Green Chemistry berkaitan dengan penerapan 12 prinsip
yang bertujuan untuk mengurangi aktivitas industri kimia dan dampak
produk-produknya pada kesehatan manusia dan kondisi lingkungan.
Prinsip-prinsip Green Chemistry dapat diadaptasi dalam sikap dan
tindakan manusia untuk melestarikan lingkungan, dan dapat diterapkan
dalam konteks pendidikan kimia.
Penerapan proses industri berbasis Green Chemistry akan menciptakan
keseimbangan antara aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Industri yang
mengadopsi Green Chemistry akan menjalankan 12 prinsip berikut:
1. Pencegahan terbentuknya limbah.
2. Ekonomi atom.
3. Sintesis kimia yang tidak berbahaya.
4. Perancangan produk kimia yang aman.
5. Penggunaan bahan pelarut dan pembantu yang aman.
6. Perancangan efisiensi energi.
7. Penggunaan bahan baku terbarukan.
8. Pengurangan langkah proses.
9. Penggunaan katalis untuk mempercepat proses.
10. Perancangan produk terbarukan yang ramah lingkungan.

148 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


11. Analisis real-time untuk pencegahan polusi.
12. Menghindari penggunaan bahan kimia yang berbahaya, toksis, dan
tidak ramah lingkungan.
Dengan menerapkan ke-12 prinsip ini, Green Chemistry menjadi
langkah penting dalam mencapai kelestarian lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan.
Keterampilan dalam kerja ilmiah yang baik dapat mengembangkan
dan mewujudkan keterampilan yang berimplikasi pada bahan kimia, sesuai
dengan prinsip-prinsip Green Chemistry. Prinsip-prinsip Green Chemistry
mengedepankan penggunaan bahan kimia secara bijaksana, dengan dampak
positif pada penyelamatan dan konservasi lingkungan. Dalam pembelajaran
kimia, konsep kelestarian bumi dapat ditanamkan melalui integrasi prinsip-
prinsip Green Chemistry. Pembelajaran kimia yang berorientasi pada
Green Chemistry melibatkan peserta didik dalam aktivitas pembelajaran
yang berhubungan langsung dengan lingkungan, yang pada gilirannya
meningkatkan nilai-nilai konservasi peserta didik.
Upaya untuk memperbaiki lingkungan dan menyelesaikan masalah
lingkungan yang diajukan dalam Green Chemistry sangat bervariasi,
terutama pada tahap perencanaan. Ini disebabkan oleh variasi jenis
bahan kimia dan transformasinya. Namun, pemecahan masalah tersebut
dapat dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu pemecahan masalah
yang berhubungan dengan bahan mentah (feedstock) dan pemecahan
masalah yang berhubungan dengan kondisi reaksi. Sebagai contoh, dalam
perancangan sintesis, fokus bukan hanya pada molekul akhir yang dihasilkan,
melainkan pada jalur sintesis yang digunakan untuk mencapai molekul akhir
tersebut. Dengan memodifikasi jalur sintesis, dapat diperoleh produk akhir
yang sama dengan cara konvensional, tetapi dengan mengurangi toksisitas
bahan dasar, produk, dan limbahnya.
Menurut Anastas & Warner, hal-hal penting dalam Green Chemistry
mencakup: 1) Mencegah terjadinya limbah pada awalnya. 2) Menggunakan
pereaksi dan pelarut yang aman. 3) Melakukan perubahan reaksi secara
selektif dan efisien. 4) Menghindari produk dan reaksi kimia yang tidak
diperlukan.
Anastas & Warner mengusulkan 12 prinsip Green Chemistry yang
perlu dipertimbangkan:
1. Pencegahan terbentuknya bahan buangan beracun lebih baik daripada
menangani atau membersihkan bahan buangan tersebut.

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 149


2. Mengekonomiskan atom dalam merancang metode sintesis.
3. Sintesis bahan kimia yang tidak atau kurang berbahaya bagi kesehatan
manusia dan lingkungannya.
4. Merancang produk bahan kimia yang lebih aman, dengan sifat racun
yang dikurangi tetapi tetap efektif.
5. Menggunakan pelarut dan bahan pendukung yang lebih aman dan
tidak berbahaya.
6. Merancang untuk efisiensi energi.
7. Penggunaan bahan dasar yang dapat diperbaharui.
8. Mengurangi turunan (derivatives) yang tidak penting.
9. Menggunakan katalis untuk meningkatkan selektivitas dan mengurangi
konsumsi energi.
10. Merancang produk kimia yang dapat terdegradasi menjadi produk
yang tidak berbahaya.
11. Analisis real-time untuk mencegah polusi.
12. Memilih bahan kimia yang lebih aman dalam proses kimia untuk
mencegah kecelakaan.
Prinsip-prinsip Green Chemistry bertujuan mengurangi atau
menghilangkan penggunaan bahan kimia yang berbahaya dengan
mendesain produk kimia dan prosesnya. Oleh karena itu, penerapan 12
prinsip ini akan digunakan dalam pembelajaran kimia yang berfokus pada
lingkungan, baik dalam teori maupun praktikum di laboratorium.
Dalam penggunaan bahan kimia di laboratorium, akan menghasilkan
limbah. Beberapa limbah bersifat mencemari dan bahkan termasuk dalam
limbah beracun berbahaya (B3), yang memerlukan penanganan khusus. Jika
tidak dikelola dengan baik, ini dapat membahayakan makhluk hidup dan
merusak lingkungan sekitarnya. Salah satu solusi adalah mengganti bahan
berbahaya dengan alternatif yang sesuai dan membuangnya dengan aman.
Mahasiswa kimia, sebagai calon pendidik, perlu memahami dan
menganalisis penerapan prinsip Green Chemistry dalam konsep Pengetahuan
Lingkungan. Mereka harus memahami bahwa Green Chemistry adalah
tentang mencegah polusi, bahkan hingga tingkat molekuler melalui desain
sintesis. Hal ini mendukung pencarian proses kimia yang lebih ramah
lingkungan, yang tidak hanya mengurangi limbah beracun, tetapi juga
menghilangkan substansi yang berpotensi racun dan berbahaya.

150 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Beberapa metode sintesis yang berbasis Green Chemistry telah
dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir, seperti reaksi kondensasi
Claisen-Schmidt tanpa pelarut. Metode ini dikategorikan sebagai Green
Chemistry karena mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya, memiliki
waktu reaksi yang singkat, dan aman bagi lingkungan (Putri, 2019: 68).

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 151


PEMBELAJARAN DENGAN PHET
SIMULATION
Novi Srikandi Putri Nasution, Siti Nurjannah, Irdes Hidayana
Program Studi Tadris Fisika, Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan
Ahmad Addary Padangsidimpuan, Indonesia
Email: putri18sep2018@gmail.com; sitiurjannah88226@gmail.com

P embelajaran menggunakan PhET merupakan pendekatan modern


yang memanfaatkan media simulasi interaktif untuk mengajar konsep-
konsep fisika secara efektif. PhET adalah aplikasi berbasis website yang
memungkinkan siswa dan pendidik untuk mengakses berbagai simulasi
fisika dengan beragam konsep, mulai dari mekanika, termodinamika,
listrik, hingga optik. Keunggulan utama PhET adalah fleksibilitasnya, yang
memungkinkan integrasi dengan berbagai strategi pembelajaran, yang
masing-masing dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai.
Pemanfaatan media simulasi PhET membuka pintu untuk pembelajaran
berorientasi pada siswa, di mana siswa dapat menjadi aktif dalam eksplorasi
dan pemahaman konsep fisika. Mereka dapat menciptakan pengetahuan
secara mandiri, mendorong rasa ingin tahu, dan berkolaborasi dengan
sesama siswa. Selain itu, PhET dapat diakses secara daring oleh pendidik
dan peserta didik, menjadikannya alat yang sangat relevan dalam konteks
pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran hibrida.
PhET juga memungkinkan para pendidik untuk menyajikan konsep
fisika yang mungkin sulit dipahami jika diajarkan secara konvensional.
Dengan simulasi interaktif ini, fenomena fisika yang kompleks atau abstrak
dapat divisualisasikan dengan jitera yang memudahkan pemahaman
siswa. Dalam era pandemi Covid-19, ketika pembelajaran secara daring
menjadi kebijakan umum, PhET telah membuktikan diri sebagai alat yang
sangat efektif untuk menggantikan eksperimen fisika di laboratorium dan
menyediakan cara yang berarti untuk menjembatani pemahaman siswa
terhadap konsep fisika

152 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


PhET adalah aplikasi berbasis website yang menyediakan simulasi
untuk berbagai konsep fisika. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk
melakukan eksperimen yang tidak dapat dilakukan secara fisik. Simulasi
PhET dapat diakses secara gratis melalui situs web resmi mereka di https://
phet.colorado.edu oleh pendidik dan peserta didik. PhET dapat diakses
melalui komputer atau peramban (browser) Android, dan dapat juga
diintegrasikan ke dalam berbagai aplikasi lain seperti PowerPoint, Aplikasi
Android, dan Nearpod. Hal ini dimungkinkan karena PhET berbasis HTML.
PhET memiliki antarmuka pengguna yang sederhana, sehingga
pengguna hanya perlu membuka situs web PhET melalui komputer atau
smartphone mereka, memilih materi yang ingin disimulasikan, dan
mengoperasikannya sesuai dengan materi simulasi yang dipilih. Kelebihan
kemudahan ini membuat PhET menjadi alternatif yang populer bagi mereka
yang memiliki akses terbatas ke peralatan laboratorium fisika.
Media simulasi PhET membantu guru dalam menyampaikan berbagai
konsep fisika melalui simulasi interaktif. Dengan kemampuannya untuk
menampilkan fenomena yang tidak dapat diamati secara langsung, PhET
meningkatkan ketertarikan dan rasa ingin tahu siswa. Pendekatan inkuiri
terbimbing digunakan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan PhET.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizaturredha, Fatmawati, & Yuliani
(2019) menunjukkan bahwa menggunakan PhET dan model pembelajaran
inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar, keterampilan proses
sains, dan minat belajar siswa. Ini disebabkan oleh kemampuan pembelajaran
inkuiri terbimbing untuk membangun pengetahuan siswa berdasarkan
pengalaman langsung menggunakan media simulasi PhET.
Media simulasi PhET memiliki ilustrasi yang menarik dan
menyenangkan, yang juga meningkatkan minat belajar siswa. Selain
pendekatan inkuiri terbimbing, PhET dapat digunakan dalam berbagai
model pembelajaran lainnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa
pendekatan Scaffolding berbantuan simulasi PhET dapat meningkatkan
kemandirian siswa dalam belajar, dengan siswa yang lebih aktif mencari
ilmu dan berinteraksi dengan sesama siswa selama proses pembelajaran.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa penerapan laboratorium
virtual berbasis STEM dengan menggunakan media simulasi PhET dapat
meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah siswa. Kemampuan
siswa dalam menemukan solusi dengan mengumpulkan dan mengorganisir
informasi melalui laboratorium virtual tersebut ditingkatkan.

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 153


Terakhir, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan media
virtual PhET dalam pembelajaran jarak jauh melalui Zoom dapat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) siswa SMA
dalam kategori sedang.
Pembelajaran menggunakan media PhET lebih efektif dalam praktek
daripada mengandalkan praktikum nyata. Media visual memungkinkan
siswa untuk aktif merepresentasikan materi yang dipelajarinya dan
mempermudah guru dalam memberikan makna dan bentuk pembelajaran.
Simulasi PhET membuat siswa lebih aktif dan antusias dalam
pembelajaran karena memiliki tampilan yang unik dan menarik. Hasil
penelitian menunjukkan peningkatan belajar yang lebih tinggi dan peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan simulasi PhET.
Pembelajaran dengan media PhET dan demonstrasi sederhana lebih
efektif daripada pembelajaran konvensional dengan papan tulis. Respons
siswa menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis media PhET membantu
siswa memvisualisasikan materi, menciptakan pemahaman yang lebih
mendalam, dan meningkatkan motivasi belajar. Efektivitas ini terutama
disebabkan oleh pengaruhnya terhadap minat belajar dan hasil belajar yang
signifikan. Oleh karena itu, pemilihan media dan teknik pengajaran harus
sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran dengan


Menggunakan PhET

Setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan.


Oleh karena itu, pengembangan media tersebut sangat penting untuk
menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan menyempurnakan
kekurangan yang dimilikinya. PhET juga tidak terkecuali, memiliki
kelebihan dan kekurangan yang saling melengkapi.
Kelebihan penggunaan PhET termasuk akses gratis yang memungkinkan
siapa pun untuk menggunakannya, basis website yang mempermudah akses
melalui berbagai perangkat, dan antarmuka pengguna yang sederhana,
sehingga guru dan siswa dapat dengan mudah mengoperasikan simulasi.
PhET juga merupakan media pembelajaran efektif yang dapat meningkatkan
kemampuan literasi TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) siswa
karena kemudahan penggunaannya, sehingga dapat digunakan secara
mandiri tanpa pengawasan guru.

154 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Kelebihan lain penggunaan PhET adalah kemampuannya untuk
memberikan gambaran fenomena abstrak dalam fisika yang sulit diamati
langsung oleh indera manusia. Simulasi PhET juga memperhatikan aspek
kognitif yang penting dalam pembelajaran, sehingga konsep dan aplikasinya
sesuai, menghindari terjadinya miskonsepsi dalam pembelajaran.
Namun, PhET juga memiliki keterbatasan, seperti kebutuhan akan
perangkat elektronik seperti smartphone dan komputer. Selain itu, guru
perlu meningkatkan kemampuan mereka dalam menjalankan simulasi PhET
dalam pembelajaran kelas. Ketika tantangan ini dapat diatasi, pembelajaran
yang aktif, kondusif, dan menyenangkan dalam kelas dapat terwujud.
Pemanfaatan media simulasi PhET yang fleksibel memberikan
kemungkinan untuk mengintegrasikan berbagai strategi pembelajaran,
yang masing-masing dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai. Kelebihan utama dari media simulasi PhET adalah akses
yang dapat diberikan kepada siswa secara mandiri, yang menjadi landasan
kuat untuk menggabungkannya dengan strategi pembelajaran berorientasi
pada siswa. Dengan cara ini, siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran
mereka, mendorong rasa ingin tahu, dan memungkinkan mereka untuk
mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri. Pembelajaran berorientasi
pada siswa juga mempromosikan komunikasi yang baik antara sesama
siswa, meningkatkan kolaborasi, dan memperkuat pemahaman konsep.
Keunggulan lainnya dari media simulasi PhET adalah kemampuan
untuk diakses secara daring oleh pendidik dan peserta didik, sehingga tidak
hanya cocok untuk pembelajaran kelas konvensional tetapi juga pembelajaran
secara daring. Walaupun berbasis website, PhET memungkinkan unduhan
simulasi, yang berguna terutama selama pandemi Covid-19 ketika
pembelajaran secara daring menjadi norma. Dengan fitur ini, guru dapat
memanfaatkan PhET untuk memvisualisasikan fenomena fisika yang sulit
diperlihatkan secara langsung dalam lingkungan virtual pembelajaran.
Dengan demikian, penggunaan simulasi PhET dalam pembelajaran fisika
telah terbukti efektif dalam menyajikan konsep-konsep abstrak melalui
simulasi, memberikan nuansa pembelajaran yang lebih interaktif dan
menyenangkan (Verdian dkk, 2021: 40).

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 155


RANGKAIAN LISTRIK:
SERI, PARALEL, DAN CAMPURAN
Fadhila Majid Siagian, Diana Kholilah, Yenni Khairani Lubis
Program Studi Tadris Fisika, Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan
Ahmad Addary Padangsidimpuan, Indonesia
Email : fadhilas222@gmail.com, kholilahdiana57@gmail.com

A danya rangkaian listrik disebut sebagai jalur transmisi yang berisi


perangkat elektronik dengan membentuk arus listrik. Dalam hal ini
terdapat dua jenis rangkaian dasar listrik, yaitu rangkaian seri dan paralel.
Rangkaian seri menghubungkan perangkat elektronik secara berurutan,
sehingga arus listrik mengalir melalui satu jalur tunggal, sedangkan
rangkaian paralel menghubungkan perangkat elektronik secara terpisah,
sehingga arus listrik dapat mengalir melalui jalur-jalur yang berbeda secara
bersamaan.
Dalam materi ini, para siswa dan siswi akan memulai mempelajari
perbedaan mendasar antara kedua jenis rangkaian ini melalui penjelasan
yang mendalam. Kedua jenis rangkaian listrik atau elektronik memiliki
fungsi yang berbeda, yang dapat diilustrasikan dengan contoh sederhana
dalam rumah tangga. Misalnya, apabila salah satu lampu dalam rangkaian
paralel di rumah sengaja dipadamkan, lampu-lampu lainnya akan tetap
menyala karena setiap lampu memiliki jalur listrik tersendiri. Namun,
dalam rangkaian seri, apabila salah satu lampu padam, maka lampu-
lampu lainnya secara otomatis ikut dipadamkan dalam satu waktu karena
mereka terhubung dalam satu aliran listrik yang sama. Dengan pemahaman
yang mendalam tentang perbedaan ini, siswa dan siswi akan mampu
mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam situasi praktis dan memahami
prinsip-prinsip dasar rangkaian listrik dengan lebih baik.

Rangkaian Seri

Rangkaian seri adalah salah satu jenis rangkaian elektronik atau listrik
yang dalam proses penyusunannya mengikuti susunan berurutan, artinya

156 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


komponen-komponen dalam rangkaian ini dihubungkan secara berderetan.
Sebagai hasilnya, semua komponen dalam rangkaian tersebut terletak pada
satu jalur tunggal yang sama, sehingga arus listrik mengalir melalui setiap
komponen secara berurutan sebelum mencapai ujung rangkaian. Dalam
rangkaian seri, penambahan hambatan dari masing-masing komponen akan
mengakibatkan penurunan total arus listrik yang mengalir dalam seluruh
rangkaian. Oleh karena itu, rumus untuk menghitung hambatan total
dalam rangkaian seri adalah menjumlahkan hambatan-hambatan individu
dari setiap komponen. Pemahaman tentang prinsip dasar ini penting untuk
menganalisis dan merancang rangkaian seri dengan tepat, sehingga arus
listrik dapat mengalir dengan benar dan efisien melalui seluruh komponen
dalam rangkaian tersebut.
Rumus dalam rangkaian ini adalah

Rs = R1+R2+R2+ …
Keterangan
Rs = Hambatan Total Rangkaian Seri (Ω atau Ohm)
R1 = Hambatan Pertama (Ω atau Ohm)
R2 = Hambatan Kedua (Ω atau Ohm)
R3 = Hambatan Ketiga (Ω atau Ohm)
Rangkaian listrik seri memiliki sejumlah ciri khas yang membedakannya
dari jenis rangkaian lainnya, dan pemahaman akan karakteristik-
karakteristik ini sangat penting dalam analisis dan perancangan sirkuit.
Pertama-tama, rangkaian seri dikenal karena kesederhanaannya, di mana
hanya terdapat satu jalur tunggal yang menghubungkan seluruh komponen.
Semua komponen dalam rangkaian disusun secara berurutan dalam satu
baris atau satu deret, tanpa adanya percabangan.
Ciri penting lainnya adalah bahwa dalam rangkaian seri, arus listrik
yang mengalir pada tiap komponen memiliki nilai yang sama. Artinya,
setiap resistor, lampu, atau komponen lain dalam rangkaian menerima arus
listrik yang setara dengan arus total dalam rangkaian. Selain itu, tegangan
pada tiap komponen bergantung pada nilai resistornya. Komponen dengan
hambatan yang lebih tinggi akan memiliki tegangan yang lebih besar jatuh
di atasnya.
Yang tak kalah pentingnya adalah bahwa rangkaian seri menghasilkan
hambatan pengganti yang lebih besar daripada nilai resistor terbesar yang
terdapat dalam rangkaian. Ini berarti bahwa total hambatan dalam rangkaian

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 157


seri akan selalu lebih tinggi daripada hambatan terbesar di dalamnya. Oleh
karena itu, penggunaan rangkaian seri seringkali diterapkan dalam situasi
di mana kita ingin mengatur aliran arus listrik atau memperoleh total
hambatan yang lebih besar dalam suatu sirkuit.

Kelebihan dan Kekurangan Rangkaian Seri

Rangkaian seri memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya menjadi


pilihan yang menarik dalam berbagai situasi. Salah satu kelebihan utamanya
adalah bahwa proses pembuatan rangkaian seri cukup mudah karena
memiliki bentuk yang sederhana. Keterhubungan komponen-komponen
dalam satu jalur tunggal membuat perakitan sirkuit menjadi lebih langsung
dan terstruktur, sehingga cocok untuk penggunaan dalam situasi di mana
kesederhanaan dan keteraturan dalam penyusunan komponen menjadi
prioritas.
Kelebihan lainnya adalah aspek ekonomis, di mana rangkaian seri
dapat membantu menghemat biaya. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa
dalam rangkaian seri, komponen-komponen disusun berurutan tanpa
percabangan, sehingga tidak membutuhkan banyak komponen tambahan.
Ini mengurangi jumlah komponen yang perlu dibeli dan digunakan,
sehingga secara otomatis mengurangi biaya produksi atau pengembangan
sirkuit.
Selain itu, dalam hal pemeliharaan dan perbaikan, rangkaian seri
memiliki keunggulan. Ketika terjadi kerusakan dalam rangkaian seri, proses
pemeriksaan dan perbaikan menjadi lebih sederhana dan kurang rumit
karena hanya ada sedikit komponen yang perlu diperiksa. Karena semua
komponen terhubung secara berurutan, pencarian sumber masalah menjadi
lebih langsung dan mudah ditemukan. Hal ini sangat menguntungkan dalam
pengaturan di mana pemeliharaan dan perbaikan yang cepat diperlukan,
seperti dalam sistem elektronik yang memerlukan uptime maksimum.
Mengingat sejumlah kelebihan ini, rangkaian seri tetap menjadi pilihan
yang relevan dalam dunia elektronika dan listrik, terutama dalam konteks
penggunaan yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti kepraktisan,
efisiensi biaya, dan kemudahan perawatan.
Meskipun rangkaian seri memiliki sejumlah kelebihan, tidak bisa
dipungkiri bahwa terdapat kekurangan yang perlu diperhatikan. Salah satu
kekurangan yang mungkin paling mencolok adalah bahwa jika salah satu
komponen dalam rangkaian seri mengalami kerusakan atau mati, maka

158 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


komponen lain dalam rangkaian tersebut juga akan terpengaruh, bahkan
bisa mati atau tidak berfungsi. Hal ini merupakan konsekuensi langsung
dari konfigurasi rangkaian yang memaksa arus listrik mengalir melalui
setiap komponen secara berurutan. Kondisi ini dapat menjadi masalah
serius, terutama dalam aplikasi di mana keandalan dan kelangsungan
operasi menjadi sangat penting.
Kekurangan lainnya adalah ketidakseragaman daya yang diterima oleh
komponen dalam rangkaian seri ketika ditambahkan beberapa komponen.
Karena arus listrik harus melewati setiap komponen sebelum mencapai
komponen berikutnya, daya yang diterima oleh komponen terakhir dalam
rangkaian mungkin lebih rendah dibandingkan dengan komponen pertama.
Ini dapat mengakibatkan perbedaan dalam kinerja komponen-komponen
dalam rangkaian, yang bisa menjadi masalah dalam pengaturan yang
memerlukan daya seragam atau respons seragam dari semua komponen.
Kekurangan lain yang perlu diperhatikan adalah efisiensi penggunaan
arus listrik. Rangkaian seri seringkali memiliki hambatan total yang besar,
yang berarti arus listrik harus melalui hambatan ini sebelum mencapai
komponen akhir. Ini dapat mengakibatkan penggunaan arus listrik yang
tidak efisien dan penurunan daya yang disediakan oleh sumber daya,
terutama jika sirkuit memiliki hambatan yang tinggi.
Dalam pengembangan dan penggunaan rangkaian seri, pemahaman
akan kekurangan-kekurangan ini sangat penting agar dapat mengambil
keputusan yang bijaksana tentang kapan dan bagaimana menggunakannya
dalam berbagai aplikasi elektronik dan listrik. Keputusan ini harus
mempertimbangkan kompromi antara kelebihan dan kekurangan rangkaian
seri sesuai dengan kebutuhan khusus sirkuit yang sedang dirancang atau
digunakan.

Rangkaian Paralel

Rangkaian paralel adalah salah satu jenis rangkaian elektronik atau


listrik yang membedakan dirinya dengan rangkaian seri karena proses
penyusunannya dilakukan secara sejajar atau bersusun. Dalam pengertian
yang lebih sederhana, rangkaian paralel adalah sebuah susunan komponen
yang terhubung secara berderet, namun memiliki keunikan dalam cara
penyusunannya. Dalam rangkaian paralel, sumber arus listrik yang
terdapat di dalamnya bercabang-cabang, yang berarti bahwa arus listrik

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 159


dapat mengalir melalui setiap komponen secara independen, tanpa harus
melewati komponen sebelumnya.
Karena arus listrik dalam rangkaian paralel memiliki kemampuan
untuk bercabang-cabang, total arus dalam rangkaian ini merupakan hasil
penjumlahan dari arus-arus yang mengalir melalui setiap komponen.
Untuk menghitung total hambatan dalam rangkaian paralel, rumus yang
umumnya digunakan adalah 1/Rs = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3 + ... , di mana Rs
adalah hambatan total dalam rangkaian paralel, sedangkan R1, R2, R3,
dan seterusnya adalah hambatan individu dari setiap komponen dalam
rangkaian.
Pemahaman terhadap rumus-rumus ini penting untuk merancang dan
menganalisis rangkaian paralel dengan akurat, serta memahami bagaimana
arus listrik mengalir melalui komponen-komponen yang terhubung
secara paralel dalam sebuah sirkuit listrik. Ini juga memungkinkan kita
untuk mengoptimalkan kinerja rangkaian paralel dalam berbagai aplikasi
elektronik dan listrik.
Rumus dalam rangkaian ini adalah
Rp = Hambatan Total Rangkaian Paralel (Ω atau Ohm)
R1 = Hambatan Pertama (Ω atau Ohm)
R2 = Hambatan Kedua (Ω atau Ohm)
R3 = Hambatan Ketiga (Ω atau Ohm)
Ciri-ciri dari rangkaian paralel mencerminkan karakteristik khusus
yang membedakan jenis rangkaian ini dari yang lainnya. Pertama-tama,
dalam rangkaian paralel, proses penyusunan semua komponen yang ada
dilakukan dengan cara yang bersusun, di mana komponen-komponen ini
terhubung secara sejajar atau paralel. Ini berarti bahwa tidak ada komponen
yang terletak secara berurutan seperti dalam rangkaian seri, melainkan
komponen-komponen ini terhubung secara terpisah.
Ciri berikutnya adalah bahwa dalam rangkaian paralel, semua cabang
rangkaian paralel dialiri arus listrik yang besaran arusnya bisa berbeda
antara satu cabang dan cabang lainnya. Setiap cabang rangkaian memiliki
kemampuan untuk mengatur arus listrik sesuai dengan hambatan dan
karakteristiknya sendiri. Hal ini menghasilkan situasi di mana setiap
komponen dalam rangkaian paralel dikaitkan langsung dengan sumber
tegangan yang sama, sehingga tegangan yang diterima oleh setiap komponen
memiliki besaran yang seragam.

160 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Hal ini berarti bahwa untuk ciri ketiga, baik kutub negatif maupun
kutub positif dalam sumber tegangan terhubung ke setiap komponen dalam
rangkaian paralel, sehingga setiap komponen dapat memperoleh tegangan
dengan besaran yang sama. Ini menciptakan keunggulan dalam rangkaian
paralel karena kendala atau kegagalan pada satu komponen tidak akan
memengaruhi komponen lainnya secara signifikan.
Meskipun rangkaian paralel memiliki kelebihan, seperti
ketidakberpengaruhannya terhadap komponen lain jika salah satu
mengalami masalah, namun ada juga kekurangannya, seperti perlu
pemahaman mendalam dalam mengelola arus listrik dan pemakaian daya.
Kesemua ini perlu diperhitungkan dalam merancang dan menggunakan
rangkaian paralel, serta mempertimbangkan situasi dan kebutuhan spesifik
dari proyek atau aplikasi yang bersangkutan.

Kelebihan dan Kekurangan Rangkaian Paralel

Rangkaian paralel memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya menjadi


pilihan yang menarik dalam berbagai aplikasi listrik. Salah satu kelebihan
utama adalah bahwa jika salah satu komponen atau cabang listrik yang
terdapat di dalamnya mengalami kerusakan atau terputus, komponen lain
yang terdapat dalam rangkaian itu masih tetap berfungsi. Ini merupakan
keunggulan besar dalam hal keandalan dan kelangsungan operasi, karena
tidak seperti rangkaian seri di mana satu kegagalan dapat mengganggu
seluruh rangkaian, rangkaian paralel memungkinkan komponen yang
masih berfungsi untuk tetap beroperasi secara independen.
Kelebihan lainnya adalah bahwa semua komponen dalam rangkaian
paralel yang saling berkaitan dan berhubungan dengan saklar tidak akan
memiliki pengaruh yang kuat terhadap komponen yang lain. Sebagai
contoh, ketika salah satu saklar yang terhubung dengan lampu rumah
sengaja dimatikan, lampu lain yang saklarnya tidak dimatikan tetap akan
berfungsi normal. Ini memberikan fleksibilitas dan kontrol yang tinggi
dalam mengelola sirkuit listrik.
Meskipun memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, rangkaian paralel
juga memiliki kekurangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah
bahwa rangkaian paralel memerlukan penghantar listrik atau kabel yang
lebih banyak dalam merangkai semua komponen listrik yang ada. Hal ini
dapat mengakibatkan penggunaan kabel yang lebih besar dan kompleks

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 161


dalam pengaturan fisik sirkuit, yang mungkin menjadi masalah dalam
situasi di mana ruang terbatas atau pemasangan yang rumit diperlukan.
Kekurangan lainnya adalah bahwa untuk menggunakan rangkaian
paralel biasanya memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis rangkaian lainnya. Ini disebabkan oleh penggunaan komponen
tambahan, seperti saklar dan penghubung, serta penggunaan kabel yang
lebih banyak. Meskipun biaya tambahan ini dapat menjadi faktor pembatas
dalam penggunaan rangkaian paralel, keandalan dan fleksibilitas yang
ditawarkannya sering kali membuatnya menjadi pilihan yang sangat
baik dalam aplikasi listrik yang memerlukan kinerja yang konsisten dan
ketahanan terhadap kegagalan.

Rangkaian Campuran

Rangkaian campuran, yang merupakan gabungan dari rangkaian seri dan


rangkaian paralel, merupakan suatu jenis sirkuit yang menggabungkan
karakteristik khas dari keduanya. Secara umum, karakteristik dan hukum
yang berlaku pada rangkaian campuran juga mengikuti prinsip-prinsip
dari rangkaian seri dan paralel, tetapi dengan tambahan fleksibilitas yang
signifikan.
Dalam rangkaian campuran, elemen-elemen dalam sirkuit dapat diatur
sedemikian rupa sehingga memiliki beban yang berbeda, dan beban satu
komponen tidak akan mempengaruhi beban komponen lainnya. Sebagai
contoh, ketika sebuah komponen dalam rangkaian campuran mati atau
mengalami kerusakan, komponen lain dalam rangkaian tetap beroperasi
dengan normal. Namun, jika beberapa komponen dalam rangkaian
campuran diatur secara seri, maka kegagalan pada salah satu komponen
dapat mengganggu kinerja keseluruhan rangkaian tersebut.
Karakteristik ini menjadikan rangkaian campuran sangat fleksibel dan
berguna dalam berbagai aplikasi listrik, seperti instalasi listrik rumahan
yang memerlukan beragam komponen yang bekerja secara bersamaan.
Meskipun rangkaian campuran memiliki beragam kelebihan, seperti
fleksibilitas dalam pengaturan komponen dan keandalan terhadap kegagalan
komponen individu, tetapi juga memiliki kekurangan, seperti kebutuhan
akan penggunaan kabel yang lebih banyak, yang dapat mengakibatkan biaya
tambahan dan konsumsi daya yang lebih besar. Gambar rangkaian listrik
campuran diberikan seperti berikut.

162 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip rangkaian
campuran sangat penting dalam pemilihan dan penggunaan sirkuit ini
sesuai dengan kebutuhan spesifik serta anggaran yang tersedia, agar dapat
memaksimalkan manfaat yang ditawarkan sambil mempertimbangkan
konsekuensi biaya dan daya yang mungkin terkait dengan implementasinya.

Kelebihan dan Kekurangan Rangkaian Campuran

Kelebihan dari rangkaian listrik campuran sangat menonjol. Salah satunya


adalah bahwa rangkaian campuran memiliki beberapa kelebihan yang
juga dimiliki oleh rangkaian seri dan rangkaian paralel. Kelebihan ini
mengakibatkan rangkaian campuran memiliki variasi yang lebih banyak,
yang membuatnya sangat fleksibel dan dapat digunakan untuk berbagai
macam keperluan, seperti instalasi listrik rumahan dan sebagainya.
Keunggulan lainnya adalah bahwa dalam rangkaian campuran, beban satu
komponen tidak mempengaruhi beban komponen lainnya. Sebagai contoh,
ketika satu lampu dalam rumah mati, lampu-lampu lainnya tidak ikut mati,
kecuali jika lampu-lampu tersebut dipasang secara seri, di mana jika salah
satu mati, yang lain juga akan ikut mati.
Namun, ada beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan rangkaian listrik campuran. Salah satu kekurangan yang paling
mencolok adalah bahwa karena rangkaian campuran disusun dari rangkaian
seri dan paralel, hal ini mengakibatkan penggunaan kabel yang lebih banyak
dibandingkan dengan rangkaian murni seri atau paralel. Penggunaan kabel
tambahan ini tidak hanya dapat memperumit instalasi fisik sirkuit, tetapi
juga mengakibatkan biaya atau ongkos yang lebih tinggi dalam membangun
rangkaian campuran. Selain itu, jika rangkaian campuran menggunakan

PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA ABAD 21 SOCIETY 5.0 163


daya dari baterai, daya tersebut mungkin akan lebih cepat habis dibandingkan
dengan rangkaian murni seri atau paralel, karena beban yang beragam dan
kompleksitas sirkuit dapat membutuhkan daya lebih banyak untuk menjaga
kinerja sirkuit.
Dalam pemilihan penggunaan rangkaian listrik campuran, perlu
mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan ini sesuai dengan kebutuhan
dan anggaran yang tersedia. Dengan pemahaman yang baik tentang
karakteristik sirkuit campuran, pengguna dapat memaksimalkan potensi
fleksibilitas dan keandalan rangkaian ini, sambil juga mempertimbangkan
konsekuensi biaya dan daya yang mungkin terkait dengan penggunaannya.

164 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Widodo Supriyono. 2013. Psikologi Belajar, Jakarta: PT


Rineka Cipta.
Akmal, Saiful. Evi Susanti. 2019. “Analisis Dampak Penggunaan
Reward Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sma
Muhammadiyah Aceh Singkil”. Jurnal Ilmiah Didaktika
Akhiruddin dkk, 2019. Belajar Dan Pembelajaran. Cv. Cahaya Bintang
Cemerlang: Gowa
Azizaturredha, M., Fatmawati, S., & Yuliani, H. 2019. “Penerapan Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dengan Media Laboratorium
Virtual (Phet) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar, Keterampilan
Proses Sains Dan Minat Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan
Elastisitas”. EduFisika
Baharuddin & Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar & Pembelajaran. Ar-
Ruzz Media: Jogjakarta
Carayannis, E. G., & Morawska-Jancelewicz, J. 2022. “The Futures of
Europe: Society 5.0 and Industry 5.0 as Driving Forces of Future
Universities”. Journal of the Knowledge Economy
Chairunnisak. 2020. Implementasi Pembelajaran Abad 21 Di Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pendidikan Pascasarjana
UNIMED
Dahar, Mas’ud Hasan Abdul. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
CV Pustaka Setia
Djaali. 2012. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Djamarah, S.B., 2002. Psikologi Belajar. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Editor: Syafrilianto, M.Pd. 165


Hakim, A., Liliasari, & adarohman, A. 2012. “Student Concept
Understanding of Natural Products Chemistry in Primary and
Secondary Metabolites Using the Data Collecting Technique of
Modified CRI”. International Online Journal of Educational Sciences
Hartono, Y. 2007. Pendekatan matematika realistik. Pembelajaran
Matematika Sekolah Dasar.
Hasanah, Z., & Himami, A. S. 2021. “Model pembelajaran kooperatif dalam
menumbuhkan keaktifan belajar siswa”. Irsyaduna: Jurnal Studi
Kemahasiswaaan
Hasyim, M., & Andreina, F. K. 2019. Analisis High Order Thinking Skill
(Hots) Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Open Ended Matematika.
FIBONACCI: Jurnal Pendidikan Matematika Dan Matematika
Hidayat, M. S. 2012. Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran.
INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan
Hikmah, Msy. Yenny Anwar. Riyanto. 2018. “Penerapan Model
Pembelajaran Team Games Tournament (Tgt) Terhadap Motivasi
Dan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi Dunia Hewan Kelas X
Di Sma Unggul Negeri 8 Palembang”. Jurnal Pembelajaran Biologi
Isjoni, 2009. Cooperative learning efektivitas pembelajaran kelompok.
Alfabeta: Bandung
Junaidi, 2016. Penggunaan Software Maple dalam Pembelajaran
Matematika pada Materi Integral”. Prodi Pendidikan Matematika
FKIP Universitas Jabal Ghafur Sigli
Khairunnisa, Ansori, H., & Suryaningsih, Y. 2023. “Pengembangan Media
Pembelajaran Interaktif Berbasis Hotsmateri Bangun Ruang Sisi
Datar Untuk Siswa Smp Kelas VIII”. Jurnal Inovasi Vokasional Dan
Teknologi
Khasinah, Siti. 2021. “Discovery Learning: Definisi, Sintaksis, Keunggulan
Dan Kelemahan”. Jurnal Mudarrisuna: Media Kajian Pendidikan
Agama Islam
M. Kuslaila, E. F. Ningsih, and W. Kusumaningtyas, 2017. “Eksperimentasi
Model Pembelajaran Pair Checks Pada Materi Pokok Segitiga
Ditinjau Dari Gaya Belajar Peserta Didik,” JIPMat,

166 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Megawati. 2009. “Penerapan Model Belajar the Power of Two Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran
Aqidah Akhlak di Kelas VIII. 1 MTs Negeri Campang Tiga Kabupaten
OKU Timur”, QUANTUM, Jurnal Pendidikan
Mitarlis,. Bertha Yonata,. dan Rusly Hidayah. 2016. Rancangan Pembelajaran
Karakter Sains Berwawasan Green Chemistry pada Perkuliahan
Kimia Dasar Di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya.
Nasution, Noehi dkk. 1991. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Dirjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Noviatri. Nurma 2014. “Kontribusi Keteladanan Guru dan Pola asuh Orang
Tua Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Se-Kecamatan
Mantrijeron Kota Yogyakarta Tahun 2013/2014”.
Pelita. Susi. 2016. “Penerapan Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode
Simulasi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Sejarah Siswa Kelas
VII MTs Paradigma Palembang”, QUANTUM, Jurnal Pendidikan,
IV
Priansa, Donni Juni. 2014. Kinerja dan Profesionalisme Guru, Bandung:
CV Alfabeta
Putri, Adhina Choiri. 2019. “Pengaplikasian Prinsip-Prinsip Green
Chemistry dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kimia sebagai
Pendekatan untuk Pencegahan Pencemaran Akibat Bahan-Bahan
Kimia dalam Kegiatan Praktikum di Laboratorium”. Journal of
Creativity Student
Raharjo, & Solihatin, E. 2007. Cooperative Learning: Analisis Model
Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara
Rahmi, U., & Azrul. 2022. “Optimizing The Discussion Methods In Blended
Learning To Improve Student’s High Order Thinking Skills”. Pegem
Journal Of Education And Instruction
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta. Rineka Cipta
Rupani, Chaman Mansha. 2011. “Evaluation of Existing Teaching Learning
Process on Bloom’s Taxonomy”, International Journal of Academic
Research in Business and Social Sciences, Vol.1 (August, 2011).

Editor: Syafrilianto, M.Pd. 167


Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan
Profesionalisme guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Rusman. 2011. Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Model-Model
Pembelajaran. Mengembangkan Propesionalisme Guru. Jakarta:
Rajawali Pers.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan
Profesionalisme Guru, Bandung : CV. Alfabeta
Sani, A. R. 2003. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Slameto. 2010. Belajar & Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi, Jakarta:
Rineka Cipta
Slavin, R.E. 2016. Cooperative Learning:Teori, Riset, dan Praktik
(Terjemahan). Bandung: Nusa Media
Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT
Remaja Rosdikarya
Sudjana, Nana. Ibrahim. 2015. Penelitian dan Penilaian Pendidikan,
Bandung: Sinar Baru Algesino
Sugihartono, dkk, 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pers
Sukardi, D. K. 1988. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Bina Aksara
Suralaga, F. 2021. Psikologi Pendidikan: Implikasi dalam Pembelajaran.
Depok: Rajawali Pers
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Belajar. Rajawali Pers: Jakarta
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Syamsidah, Hamidah Suryani. 2018. Buku Model Problem Based Learning
(Pbl). Sleman: Penerbit Deepublish
Tampubolon, D.P. 1993. Mengembangkan Minat Membaca Pada Anak,
Bandung: Angkasa.

168 SAINS DAN MATEMATIKA DI ERA SOCIETY 5.0


Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2013. Belajar dan Pembelajaran
(Pengembangan Wacan dan Praktik Pembelajaran dalam
pembangunan Nasional). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Tohirin. 2006. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada
Tri Anni, Chatrina. 2014. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Tumulo, T. I. 2022. “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan
Inquiry Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kelas XII SMA Negeri 4
Gorontalo”. Dikmas: Jurnal Pendidikan Masyarakat dan Pengabdian
Usman, Muhammad Uzer. 2012. Menjadi Guru Profesional. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Verdian, F. . M.A. Jadid, M.N. Rahmani. 2021. “Studi Penggunaan Media
Simulasi Phet Dalam Pembelajaran Fisika”. Jurnal Pendidikan dan
Ilmu Fisika
Wahyudi, Ayub. 2012. “Pengaruh Sikap Belajar dan Keaktifan Mahasiswa
dalam Proses Pembelajaran terhadap Prestasi Belajar”. Naskah
Publikasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Westwood, Petter. 2008. What Teacher Need to Now about Teaching
Methods. Australia: Ligare
Zulkardi. 2002. Developing a Learning Environment on Realistic
Mathamatics Education for Indonesian Student Teachers. Ph.D
Thesis University of Twente, Enschede, the Netherlands.

Editor: Syafrilianto, M.Pd. 169

Anda mungkin juga menyukai