Ditulis oleh :
Tika Rahmadani Dalimunthe, dkk
ISBN : 978-623-114-141-5
vi + 169 hlm. ; 15,5x23 cm.
©Oktober 2023
PRAKATA
Prakata...................................................................................................................iii
Daftar Isi................................................................................................................. v
BAB I
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN........................ 1
Pengertian Belajar
dan Pembelajaran......................................................................................... 2
Perilaku Belajar........................................................................................... 22
Prestasi Belajar............................................................................................ 29
Minat belajar............................................................................................... 35
Hasil belajar................................................................................................. 48
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN ................................ 73
Model Pembelajaran
Discovery Learning ................................................................................... 74
Model Problem Based Learning .............................................................. 80
Model Pembelajaran Kooperatif............................................................... 85
Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)..................... 91
Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD).. 95
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match ......................... 98
BAB IV
PEMBELAJARAN ABAD 21 SOCIETY 5.0........ 111
Pengertian Pembelajaran Abad 21 Society 5.0..................................... 112
Kemampuan Pemecahan Masalah (high order thinking skill).......... 115
Penggunaan Reward dalam Pembelajaran Abad 21............................ 117
Pengembangan Three Tier Diagnostic Test.......................................... 120
Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)................................... 122
BAB V
KONSEP DASAR ALJABAR BOOLEAN........... 127
Sejarah Pengembangan Konsep Dasar Aljabar Boolean.................... 128
Aplikasi Konsep Dasar Al-Jabar Boolean............................................. 130
BAB VI
PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIKA
ABAD 21 SOCIETY 5.0.................................... 137
Pembelajaran Menggunakan Media Permainan Who Am I.............. 138
Program Aplikasi Maple pada Matematika.......................................... 140
Penggunaan Metode Fuzzy dalam Prediksi Awal Tahun Baru
Hijriyah...................................................................................................... 144
Praktikum Laboratorium Berbasis Green Chemistry......................... 147
Pembelajaran dengan Phet Simulation.................................................. 152
Rangkaian Listrik:
Seri, Paralel, dan Campuran................................................................... 156
1
PENGERTIAN BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN
Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses mental yang kompleks dan dinamis yang
melibatkan penerimaan, pemahaman, penyimpanan, dan penerapan
informasi, pengetahuan, keterampilan, atau pengalaman baru dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seseorang. Proses belajar
ini melibatkan interaksi antara individu dan lingkungan sekitarnya, serta
melibatkan berbagai faktor psikologis, sosial, dan fisik.
Secara harfiah, belajar adalah proses transformasi dari ketidaktahuan
menjadi pengetahuan. Dalam konteks ilmiah, belajar adalah tindakan kognitif
yang memerlukan kondisi tertentu yang membuka jalan bagi perubahan
perilaku atau disposisi untuk bertindak. Menurut definisi dalam kamus
bahasa Indonesia, belajar adalah upaya untuk memperoleh kepandaian atau
pengetahuan, melalui latihan, yang menghasilkan perubahan dalam tingkah
laku atau respons individu akibat pengalaman. Dengan kata lain, belajar
adalah proses internal yang mengubah tingkah laku individu, termasuk cara
berpikir, bersikap, dan bertindak (W. Gulo, 2002: 23).
Secara psikologis, belajar dapat diartikan sebagai transformasi tingkah
laku yang terjadi akibat dari interaksi individu dengan lingkungannya dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif lain, belajar
adalah upaya individu untuk mencapai perubahan total dalam tingkah laku
mereka, yang timbul dari pengalaman pribadi mereka saat berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya (Slameto, 2010: 2).
Belajar merupakan upaya yang dijalankan oleh individu untuk mencapai
perubahan total dalam tingkah laku mereka, yang muncul sebagai hasil dari
pengalaman pribadi mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar
(Aunurrahman, 2010: 35).
Proses belajar terdiri dari tiga fase, yaitu fase pemberian informasi,
fase transformasi, dan fase evaluasi. Tahap informasi merujuk pada proses
menjelaskan, memecah, atau mengarahkan individu tentang struktur
Pengertian Pembelajaran
1. Ciri belajar
Jika kita menganggap bahwa inti dari belajar adalah perubahan
perilaku, maka ada beberapa karakteristik perubahan khusus yang
dapat diidentifikasi sebagai bagian dari proses belajar.
a. Perubahan yang Terjadi Secara Sadar
Hal ini menandakan bahwa seseorang yang sedang belajar akan
memperhatikan perubahan tersebut, atau akan melihat adanya
perbedaan pada dirinya. Mereka mungkin menyadari, misalnya,
bahwa pengetahuan mereka bertambah, kemampuan mereka
meningkat, atau kebiasaan mereka berubah. Akibatnya, perubahan
perilaku individu yang disebabkan oleh keadaan seperti mabuk
atau tidak sadarkan diri tidak dapat dianggap sebagai bagian
dari proses pembelajaran karena orang tersebut tidak menyadari
perubahan tersebut.
b. Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional
Perubahan individu yang muncul sebagai konsekuensi proses
pembelajaran bersifat dinamis dan berkelanjutan, bukan
situasi permanen. Setiap perubahan menimbulkan perubahan
berikutnya, yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan
proses pembelajaran yang berkelanjutan.
Misalnya, ketika seorang anak belajar menulis, ia akan beralih
dari ketidakmampuan awalnya menulis menjadi mampu menulis.
Penyesuaian ini akan terus berlanjut, dan kemampuan menulisnya
akan meningkat dan semakin halus seiring berjalannya waktu. Ia
akan belajar menulis dengan menggunakan berbagai alat, seperti
kapur. Selain itu, ia juga dapat memperoleh bakat lain melalui
kemampuan menulisnya, seperti menulis surat, menyalin catatan,
memecahkan masalah, dan lain sebagainya.
c. Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif
Penyesuaian ini terus meningkat sepanjang proses pembelajaran,
dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih besar dari sebelumnya.
Oleh karena itu, semakin banyak upaya pembelajaran yang
dilakukan, maka perbaikan yang dicapai akan semakin banyak dan
lebih baik. Penting untuk dicatat bahwa perubahan-perubahan ini
bersifat aktif, yang berarti bahwa perubahan-perubahan tersebut
tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena upaya individu
Jenis-jenis belajar
Secara umum, kita dapat mengidentifikasi tiga jenis faktor yang memiliki
dampak pada proses pembelajaran siswa.
1. Faktor internal mengacu pada kondisi fisik dan mental siswa, yang
berasal dari dalam diri mereka sendiri dan mencakup dua aspek utama.
a. Aspek fisiologis
Derajat ketegangan otot yang menunjukkan tingkat kebugaran
organ tubuh dan persendian merupakan aspek penting yang
mempengaruhi kapasitas belajar seseorang. Kesehatan jasmani
mempunyai pengaruh terhadap proses pembelajaran. Oleh
karena itu, menjaga kesehatan jasmani sangatlah penting karena
mempengaruhi proses belajar, dan aktivitas seperti makan
makanan bergizi, sering berolahraga, dan istirahat yang cukup
merupakan salah satu cara untuk melakukannya.
b. Aspek psikologis
Ada beberapa unsur psikologis yang mungkin mempengaruhi
jumlah dan kualitas pembelajaran yang diterima siswa. Namun di
antara variabel psikologis yang seringkali dianggap lebih penting,
termasuk yang pertama, adalah derajat intelek atau kecerdasan
siswa, yang mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas
belajarnya. Selanjutnya sikap, kemampuan, minat, dan motivasi
siswa semuanya memegang peranan penting dalam proses belajar
siswa.
2. Pengaruh luar, yang berasal dari luar diri siswa, berhubungan dengan
situasi lingkungan sekitar. Variabel lingkungan yang mempengaruhi
P restasi adalah sebuah frasa yang terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan
belajar. Antar kedua kata ini memiliki makna yang berbeda. Oleh karena
itu, sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian ‘prestasi belajar’,
ada baiknya jika pembahasan ini lebih dahulu difokuskan pada pemahaman
kata prestasi dan belajar.
Kata prestasi berasal dari kata Belanda Prestatie, kemudian diadopsi
ke dalam bahasa Indonesia sebagai Prestasi, yang berarti hasil dari usaha.
Secara harfiah, prestasi diartikan sebagai hasil yang dapat dicapai atau
dilakukan (Mu’awanah, 2004: 243)
Prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil
yang memuaskan hati yang diperoleh dengan usaha gigih. Oleh karena
itu, prestasi dapat dipahami sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah
dilakukan, diciptakan, yang memuaskan hati, diperoleh dengan usaha
keras, baik secara individu maupun dalam kelompok dalam berbagai bidang
kegiatan.
Sementara itu, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku atau
penampilan melalui serangkaian kegiatan. Belajar yang paling efektif adalah
dengan pengalaman dan penggunaan panca indera. Belajar membawa
perubahan yang aktual dan potensial dalam keterampilan melalui upaya
yang disengaja. Definisi ini sering diterapkan di lingkungan sekolah, di mana
guru berupaya menyampaikan sebanyak mungkin pengetahuan, dan siswa
berupaya mengumpulkannya. Hilgard menjelaskan bahwa belajar adalah
proses yang menghasilkan atau mengubah aktivitas melalui latihan, yang
berbeda dari perubahan yang disebabkan oleh faktor-faktor selain latihan.
Dari berbagai pengertian di atas mengenai prestasi dan belajar, prestasi
belajar dapat didefinisikan sebagai apa yang telah dicapai oleh siswa setelah
menjalani kegiatan belajar. Menurut Nana Sudjana, prestasi belajar harus
mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Bloom menyatakan bahwa ada tiga bentuk prestasi, yaitu kognitif, efektif,
dan psikomotor. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menjelaskan maksudnya
dan apa yang akan dicapai dalam setiap bentuk prestasi ini:
1. Prestasi Belajar Aspek Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar berupa pengetahuan,
kemampuan dan kemahiran intelektual. Tipe-tipe prestasi belajar
bidang kognitif mencakaup:
a. Tipe prestasi belajar pengetahauan hafalan (Knowledge)
Pengetahuan didefinisikan sebagai kemampuan mengingat atau
mengenali informasi (materi pembelajaran) yang telah dipelajari
sebelumnya. Definisi pengetahuan ini merupakan terjemahan
dari kata ‘knowledge,’ yang menggunakan istilah yang diambil
dari Bloom. Pengetahuan ini mencakup aspek-aspek faktual dan
ingatan, seperti definisi, terminologi, pasal, hukum, bab, rumus,
dan sebagainya.
Tipe prestasi belajar pengetahuan merupakan tingkat prestasi
yang paling rendah. Meskipun demikian, tipe prestasi belajar ini
penting sebagai persyaratan untuk menguasai dan mempelajari
jenis-jenis pembelajaran yang lebih tinggi.
b. Tipe prestasi belajar pemahaman (Comprehention)
Tipe prestasi belajar pemahaman merupakan tingkat yang lebih
tinggi dari tipe prestasi belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman
Prestasi belajar adalah hasil yang tak terpisahkan dari aktivitas belajar.
Seseorang akan menjalani proses panjang untuk mencapai pemahaman yang
diinginkan, dan prestasi belajar adalah penilaian akhir dari usaha belajar
tersebut. Ini umumnya diekspresikan dalam bentuk angka atau nilai, yang
melaporkan hasil belajar peserta didik kepada orang tua mereka. Namun,
penting untuk diingat bahwa jika prestasi belajar rendah, bukan berarti anak
tersebut memerlukan perhatian khusus dalam proses belajar. Kesimpulan
semacam itu sifatnya sementara dan keliru.
Prestasi belajar siswa yang rendah tidak selalu disebabkan oleh IQ
yang rendah. Ada banyak faktor, baik eksternal maupun internal, yang
memengaruhi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, pendidik seharusnya
tidak terus-menerus menyalahkan hasil belajar siswa yang kurang
memuaskan karena ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan
belajar mereka. Guru perlu memahami bahwa belajar adalah sistem
yang kompleks dengan banyak faktor saling terkait yang memengaruhi
keberhasilannya, dan mereka perlu bijak dalam menghadapinya.
Secara umum ada dua faktor yang memengaruhi dalam prestasi belajar
siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal merujuk pada faktor-faktor yang berasal dari diri siswa,
seperti faktor fisiologis (kesehatan dan kondisi tubuh), psikologis
(minat, bakat, kecerdasan, emosi, kelelahan, dan gaya belajar).
Jenis-Jenis Minat
Minat adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Minat dapat dijelaskan sebagai perasaan atau ketertarikan yang
mendalam terhadap suatu hal atau aktivitas tertentu. Minat memainkan
peran yang krusial dalam membentuk kepribadian, memandu pilihan karir,
dan bahkan memengaruhi kebahagiaan seseorang dalam hidupnya. Dalam
konteks psikologi dan sosiologi, minat telah menjadi fokus penelitian
yang mendalam karena dampaknya yang signifikan dalam berbagai aspek
kehidupan manusia.
Jenis-jenis minat sangat bervariasi, dan mereka mencakup beragam
bidang, dari minat akademik hingga minat dalam hobi, olahraga, seni,
dan banyak lagi. Pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai
jenis minat dapat membantu individu untuk lebih memahami diri mereka
sendiri, mengambil keputusan yang lebih baik dalam karir, dan mengejar
kebahagiaan dalam kehidupan mereka.
1. Minat Situasional
Terdapat beberapa jenis minat yang dapat ditemukan pada individu,
dan salah satu di antaranya adalah minat situasional. Minat situasional
muncul sebagai respons terhadap stimulus dari sekitar kita yang dapat
mencakup elemen-elemen seperti kejutan, keunikan, tantangan,
dan intensitas emosi. Seringkali, minat situasional timbul ketika kita
terlibat dalam aktivitas yang menghadirkan tingkat ketegangan atau
kegembiraan yang tinggi. Selain itu, topik yang berkaitan dengan aspek
H asil belajar adalah suatu istilah yang memiliki makna dan konotasi
yang sangat penting dalam konteks pendidikan. Istilah ini merujuk
pada pencapaian atau prestasi akademik, pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan pemahaman yang dimiliki oleh individu setelah mengikuti proses
pendidikan atau pembelajaran. Dalam pendidikan formal, hasil belajar
sering kali diukur melalui berbagai metode evaluasi, seperti ujian, tugas,
proyek, atau penilaian lainnya, yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana
peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Namun, hasil belajar tidak hanya mencakup aspek pengetahuan atau
keterampilan semata. Hal ini juga mencakup perkembangan aspek sosial,
emosional, dan sikap peserta didik. Pendidikan tidak hanya tentang mengisi
pikiran dengan fakta-fakta dan teori, tetapi juga tentang membentuk
karakter, moral, dan nilai-nilai yang akan membantu individu menjadi
warga yang berkontribusi positif dalam masyarakat.
Secara etimologi, hasil belajar terdiri dari dua kata, yaitu hasil dan
belajar. Hasil merujuk pada pencapaian yang diperoleh oleh pembelajar
dalam proses belajarnya. Sementara itu, belajar adalah proses di mana
individu mengalami perubahan dalam perilaku atau memahami sesuatu
yang baru. Hasil belajar ini mencerminkan prestasi dalam jangka waktu
yang lebih lama, seperti satu semester, sebagai contohnya (Pelita, 2016: 155).
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran. Anak-anak dianggap berhasil
dalam belajar ketika mereka berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau
tujuan instruksional (Abdurrahman, 2013: 38). Menurut Usman, hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang terjadi karena interaksi
antara individu tersebut dengan individu lainnya dan dengan lingkungan
sekitarnya (Usman, 2012: 5).
Manfaat hasil belajar adalah topik yang penting untuk diperdebatkan dan
dipahami, karena hasil belajar memiliki dampak yang signifikan tidak hanya
pada perkembangan individu, tetapi juga pada kemajuan masyarakat dan
bangsa secara keseluruhan. Manfaat hasil belajar dapat dilihat dari berbagai
perspektif, yang mencakup aspek individu, institusi pendidikan, dan
masyarakat secara lebih luas.
Dalam konteks individu, hasil belajar berperan sebagai alat ukur
pencapaian pribadi. Ini adalah cerminan dari upaya keras siswa, tingkat
pemahaman mereka, dan kemampuan mereka untuk mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari dalam kehidupan
sehari-hari. Hasil belajar yang baik dapat membuka pintu peluang baru bagi
individu, seperti peluang pendidikan lebih lanjut, pekerjaan yang lebih baik,
atau pengembangan karir yang lebih sukses. Sebaliknya, hasil belajar yang
kurang memuaskan mungkin menimbulkan tantangan dalam mencapai
tujuan-tujuan pribadi.
Manfaat hasil belajar sebenarnya adalah transformasi tingkah laku
individu, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang muncul
setelah mengikuti suatu proses pembelajaran tertentu. Keberhasilan
pendidikan dan pengajaran dapat diukur melalui perubahan yang terlihat
pada siswa, yang seharusnya merupakan hasil dari proses belajar yang
dijalani siswa melalui program dan kegiatan yang disusun dan dilaksanakan
oleh guru selama proses pengajaran (Sudjana dan Ibrahim, 2009: 3).
Dengan menganalisis hasil belajar siswa dapat mengidentifikasi
kemampuan dan perkembangan mereka, serta tingkat keberhasilan dalam
pendidikan. Hal ini memberikan wawasan yang sangat berharga bagi
pendidikan untuk memahami sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai.
Selain itu, hasil belajar juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengukur
efektivitas metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan oleh guru.
Ini memberikan informasi penting yang dapat membantu pendidikan
dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan mencapai tujuan pendidikan
yang lebih baik. Dengan kata lain, hasil belajar adalah ukuran konkrit dari
kesuksesan proses pendidikan.
73
MODEL PEMBELAJARAN
DISCOVERY LEARNING
Tika Rahmadani Dalimunthe, Syafrilianto, Himsar
Program Studi Tadris Fisika, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary
Padangsidimpuan, Indonesia
Email: tikarahmadani001@gmail.com
MODEL PEMBELAJARAN 75
No Sintak Kegiatan pembelajaran
1 Stimulation Pada tahap ini peserta didik diberikan permasalahan
(Pemberian yang belum ada solusinya sehingga memotivasi mereka
rangsangan) untuk menyelidiki dan menyelesaikan masalah tersebut.
Pada tahap ini, guru memfasilitasi mereka dengan
memberikan pertanyaan, arahan untuk membaca
buku atau teks, dan kegiatan belajar yang mengarah
pada kegiatan discovery sebagai persiapan identifikasi
masalah
2 Problem statement Peserta didik diberikan kesempatan untuk
(Identifikasi mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang
masalah) berkaitan dengan bahan ajar, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis atau
jawaban sementara untuk masalah yang ditetapkan.
3 Data collection Selanjutnya, peserta didik melakukan eksplorasi untuk
(Pengumpulan Data) mengumpulkan data atau informasi yang relevan
dengan cara membaca literatur, mengamati objek,
mewawancarai nara sumber, melakukan uji coba sendiri
dan lainnya. Peserta didik juga berusaha menjawab
pertanyaan atau membuktikan kebenaran hipotesis.
4 Data Processing Peserta didik melakukan kegiatan mengolah data atau
(Pengolahan Data) informasi yang mereka peroleh pada tahap sebelumnya
lalu dianalisis dan diinterpretasi. Semua informasi baik
dari hasil bacaan, wawancara, dan observasi, diolah,
diklasifikasi, ditabulasi, bahkan jika dibutuhkan dapat
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu.
5 Verification Pembuktian
Pembuktian Peserta didik melakukan verifikasi secara cermat untuk
menguji hipotesis yang ditetapkan dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
Tahapan ini bertujuan agar proses belajar berjalan
dengan baik dan peserta didik menjadi aktif dan kreatif
dalam memecahkan masalah.
6 Generalization Tahap terakhir adalah proses menarik kesimpulan
(Menarik yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
kesimpulan) semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi
MODEL PEMBELAJARAN 77
Sementara itu, Kementrian pendidikan dan kebudayaan tahun 2013
menyatakan bahwa kekuatan pembelajaran discovery adalah seperti berikut:
1. Metode ini dapat membantu peserta didik memperbaiki dan
meningkatkan keterampilan dan proses kognitif mereka.
2. Metode ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
3. Karena adanya kegiatan diskusi, siswa jadi lebih saling menghargai.
4. Memberikan rasa senang dan bahagia bila peserta didik berhasil
melakukan penelitian
5. Kegiatan pembelajaran menumbuhkan optimisme karena hasil belajar
atau temuan mengarah pada kebenaran yang final dan lebih pasti
Kekurangan Pembelajaran Discovery Learning
“No single method is considered perfect” Pernyataan seperti ini sering terdengar
bila ada pembicaraan tentang startegi ataupun metode mengajar, termasuk
juga Discovery Learning. Meskipun mempunyai banyak keunggulan, tetap
saja terdapat beberapa kelemahan dalam penerapan metode ini.
Westwood (2008), mengemukakan beberapa kekurangan metode ini
yang antara lain:
1. Penggunaan metode ini menghabiskan banyak waktu;
2. Penerapan metode ini membutuhkan lingkungan belajar yang kaya
sumber daya:
3. Kualitas dan keterampilan peserta didik menentukan hasil atau
efektifitas metode ini;
4. Kemampuan memahami dan mengenali konsep tidak bisa diukur
hanya dari keaktifan siswa di kelas;
5. Peserta didik sering mengalami kesulitan dalam membentuk opini,
membuat prediksi, atau menarik kesimpulan;
6. Sebagian guru belum tentu mahir mengelola pembelajaran Discovery;
7. Tidak semua guru mampu memantau kegiatan belajar secara efektif.
Sementara itu, Kemendikbud (2013) menambah beberapa kelemahan
lainnya seperti.
1. Metode ini mengharuskan peserta didik memiliki pemahaman
awal terhadap konsep yang dibelajarkan, bila tidak maka mereka
MODEL PEMBELAJARAN 79
MODEL PROBLEM BASED LEARNING
Zubaidah Hasibuan, Aminah Harahap, Sri Handayani Parinduri
Program Studi Tadris Fisika, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary
Padangsidimpuan, Indonesia
Email: zubaidahhasibuan85@gmail.com
MODEL PEMBELAJARAN 81
mencatat, dan menghafal materi pelajaran, tetapi juga diharapkan
untuk berpikir aktif, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, serta
akhirnya menyimpulkan. Akibatnya, peserta didik menjadi terbiasa
aktif dan berpartisipasi, bukan hanya diam dan menunggu hasil dari
orang lain. Ini berarti bahwa pembelajaran berbasis masalah selalu
mempromosikan aktivitas berpikir untuk sampai pada kesimpulan
dalam pemecahan masalah
2. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran dapat
dilaksanakan hanya setelah masalah ditemukan; tanpa masalah,
proses pembelajaran menjadi tidak mungkin. Pendidik diharapkan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
masalah sendiri. Dianjurkan agar masalah-masalah tersebut dekat
dengan lingkungan dan sesuai dengan permasalahan aktual. Tentu saja,
hal ini harus sesuai dengan kurikulum dan harus konsisten dengan
tujuan pembelajaran.
3. Pembelajaran berbasis masalah tetap berada dalam kerangka
pendekatan ilmiah dan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir deduktif dan induktif (Jujun, S., 2010). Proses berpikir ini
dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis berarti berpikir
ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris
berarti bahwa proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan
fakta yang jelas
Selain ciri-ciri, model PBM juga memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari model pembelajaran lainnya. Karakteristik tersebut
sebagai berikut:
Pertama, pembelajaran berpusat pada siswa, yang berarti bahwa proses
pembelajaran dalam PBL lebih berorientasi pada siswa sebagai pelajar.
Oleh karena itu, PBL didasarkan pada teori konstruktivisme, di mana siswa
didorong untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Kedua, permasalahan autentik menjadi fokus utama pembelajaran. Ini
berarti bahwa masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang nyata
sehingga siswa dapat dengan mudah memahami dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan profesional mereka di masa depan. Keaslian (otentik)
menjadi penting, karena ini merupakan prasyarat bagi kerangka konsep
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang objektif, bukan
sesuatu yang fiktif, oleh karena itu, ilmu pengetahuan harus melewati proses
MODEL PEMBELAJARAN 83
3. Merumuskan hipotesis: Peserta didik merumuskan berbagai
kemungkinan solusi sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
4. Mengumpulkan data: Peserta didik mencari dan menggumpulkan
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
5. Pengujian hipotesis: Peserta didik menguji dan mengevaluasi hipotesis
yang mereka rumuskan, kemudian membuat kesimpulan berdasarkan
penerimaan atau penolakan hipotesis tersebut.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah: Peserta didik
merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan
kesimpulan yang mereka hasilkan.
Secara umum langkah-langkah model pembelajaran ini adalah:
1. Menyadari Masalah: Dimulai dengan kesadaran akan masalah yang
perlu dipecahkan. Peserta didik diharapkan dapat mengidentifikasi
kesenjangan yang ada antara manusia dan lingkungan sosial, serta
memahami kebutuhan untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Merumuskan Masalah: Rumusan masalah berkaitan dengan
kejelasan dan kesamaan persepsi mengenai masalah, serta melibatkan
pengumpulan data yang diperlukan. Peserta didik diharapkan dapat
menetapkan prioritas dalam menyelesaikan masalah.
3. Merumuskan Hipotesis: Peserta didik diharapkan dapat
mengidentifikasi sebab-akibat dari masalah yang ingin dipecahkan dan
menghasilkan berbagai kemungkinan solusi.
4. Mengumpulkan Data: Peserta didik didorong untuk mengumpulkan
data yang relevan dan kemudian memetakan serta menyajikannya
dalam berbagai format sehingga dapat dipahami.
5. Menguji Hipotesis: Peserta didik diharapkan memiliki kemampuan
untuk mengevaluasi hubungan antara hipotesis dan masalah yang diuji.
6. Menentukan Pilihan Penyelesaian: Peserta didik diharapkan
mampu memilih alternatif solusi yang memungkinkan, dan dapat
mempertimbangkan kemungkinan yang terkait dengan alternatif yang
mereka pilih (Syamsidah & Suryani, 2018: 17).
MODEL PEMBELAJARAN 85
sama lain, sehingga menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna
dan berkesan.
MODEL PEMBELAJARAN 87
2. Tanggung Jawab perseorangan
Prinsip ini merupakan hasil logis dari prinsip pertama. Oleh karena
itu, kesuksesan kelompok bergantung pada setiap anggota, sehingga
masing-masing anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab
sesuai dengan peran mereka. Setiap anggota harus berkontribusi sebaik
mungkin untuk mencapai kesuksesan kelompoknya. Untuk mencapai
hal ini, guru perlu melakukan penilaian terhadap kinerja individu
dan juga kelompok secara keseluruhan. Penilaian individu mungkin
berbeda, tetapi penilaian terhadap kelompok harus seragam.
3. Interaksi tatap muka
Pembelajaran kooperatif memberikan anggota kelompok peluang yang
besar untuk berinteraksi secara langsung dan saling berbagi informasi
serta belajar bersama. Melalui interaksi tatap muka ini, setiap anggota
kelompok dapat mengalami pengalaman berharga dalam bekerja sama,
menghargai keragaman, memanfaatkan keunggulan individu, dan
mengatasi kelemahan masing-masing anggota.
4. Partisipasi dan komunikasi
Pembelajaran kooperatif melatih siswa agar dapat berpartisipasi aktif
dan berkomunikasi, keterampilan ini memiliki nilai penting sebagai
persiapan mereka untuk berinteraksi dalam masyarakat di masa depan.
Oleh karena itu, sebelum menerapkan metode pembelajaran kooperatif,
guru perlu mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa. Ini
termasuk keterampilan seperti mendengarkan dengan baik, berbicara
dengan sopan, mengungkapkan ketidaksetujuan atau berdebat secara
rapi, dan menyampaikan gagasan dan ide dengan jelas serta efektif
(Hasanah & Himami, 2021: 5).
MODEL PEMBELAJARAN 89
2. Guru juga dapat meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan
hasil kerja mereka.
Fase-6: Pemberian Penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk memberikan penghargaan baik kepada
individu maupun kelompok sebagai bentuk apresiasi terhadap usaha dan
hasil belajar mereka (Sani, 2003: 132).
MODEL PEMBELAJARAN 91
saling bantu antaranggota kelompok, yang pada akhirnya dapat memperkuat
pemahaman dan pencapaian peserta didik dalam proses pembelajaran
(Hikmah, 2018: 48).
Salah satu perbedaan yang mencolok antara pembelajaran kooperatif
tipe TGT dan model pembelajaran kooperatif lainnya adalah kehadiran
turnamen. Penggunaan turnamen dalam TGT bertujuan untuk
menginspirasi semangat sportivitas di kalangan siswa dan sekaligus
memberikan dorongan ekstra bagi mereka untuk meningkatkan performa,
baik bagi diri sendiri maupun anggota kelompok mereka. Dalam kerangka
turnamen ini, tujuan lainnya adalah membantu siswa membangun
rasa percaya diri dalam menghadapi persaingan. Oleh karena itu, siswa
cenderung termotivasi untuk selalu berada dalam posisi unggul karena
mereka merasakan dorongan untuk bersaing dengan semangat kompetitif
yang tinggi. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran Team Game
Tournament bertujuan untuk merangsang partisipasi aktif siswa dalam
proses pembelajaran serta meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa
melalui pendekatan yang mendorong semangat kompetisi dan sportivitas.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki struktur yang terdiri dari
lima komponen utama, yang masing-masing memiliki peran penting dalam
proses pembelajaran. Komponen tersebut adalah presentasi di kelas, tim,
game dan turnamen, dan rekognisi tim.
1. Presentasi di kelas berfungsi sebagai tahap awal di mana guru
memberikan informasi atau konsep yang akan dipelajari kepada
seluruh kelas.
2. Tim mengacu pada kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari
beberapa peserta didik yang bekerja sama dalam menggali pemahaman
lebih dalam terkait materi yang telah dipresentasikan.
3. Game dan turnamen adalah dua tahap berikutnya dalam pembelajaran
TGT, di mana peserta didik berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan
bersaing, yang bertujuan untuk menguji pemahaman mereka serta
memotivasi mereka untuk belajar dengan lebih intens.
4. Rekognisi tim merupakan tahap akhir di mana prestasi kelompok
diakui dan dihargai, yang memberikan penghargaan positif kepada
peserta didik untuk pencapaan hasil belajar mereka dalam kelompok
mereka (Slavin, 2016).
MODEL PEMBELAJARAN 93
3. Memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam dalam waktu yang
relatif singkat, karena siswa berbagi dan menjelaskan konsep kepada
sesama anggota kelompok.
4. Mengalihkan peran aktif dari guru ke siswa, sehingga proses belajar
mengajar menjadi lebih berpusat pada keterlibatan dan keaktifan siswa.
5. Mendorong siswa untuk berlatih berinteraksi dan bersosialisasi dengan
orang lain dalam konteks pembelajaran kelompok.
6. Memotivasi peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang lebih
tinggi melalui kompetisi sehat dengan kelompoknya.
7. Meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa secara keseluruhan,
karena adanya kerjasama dalam memecahkan tugas dan membagi
pengetahuan.
8. Membentuk sikap kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi terhadap
perbedaan dalam kerja sama tim, yang memiliki manfaat jangka
panjang dalam pembentukan karakter siswa.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TGT meliputi:
1. Kesulitan bagi guru dalam mengelompokkan siswa dengan tingkat
kemampuan akademik yang sangat beragam secara heterogen.
2. Siswa berpengetahuan tinggi mungkin tidak terbiasa atau merasa sulit
memberikan penjelasan kepada rekan-rekannya, sehingga komunikasi
antarsiswa mungkin terhambat.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan model TGT mungkin
lebih lama dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional,
karena melibatkan proses kelompok yang memerlukan lebih banyak
waktu untuk koordinasi dan diskusi (Ariani, 2018: 71).
MODEL PEMBELAJARAN 95
baru mengenalkan diri pada pendekatan kooperatif, sebagaimana dijelaskan
oleh Slavin.
Menurut Rusman, Student Team Achievement Division (STAD)
merupakan suatu metode generik yang berkaitan dengan pengaturan kelas
dan bukan sebuah metode pengajaran komprehensif untuk subjek tertentu.
Dalam STAD, guru dapat menggunakan pelajaran dan materi yang mereka
miliki sendiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa STAD adalah
metode generik yang berfokus pada pengaturan kelas dan memungkinkan
guru untuk menggunakan materi ajaran mereka sendiri (Rusman, 2011).
Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
2. Menyajikan/ menyampaikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan
atau lewat bahan bacaan
3. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok
kelompok belajar Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
5. Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6. Memberikan penghargaan
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok (Ariani, 2018: 67).
Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran STAD (Student
Team Achievement Division) meliputi:
1. Siswa bekerja secara kolaboratif dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran sambil mematuhi norma-norma dan aturan kelompok,
yang menggambarkan semangat kerja sama yang kuat.
MODEL PEMBELAJARAN 97
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE MAKE A MATCH
Dini Safitri Al Karim, Indhi Kharisma, Nurul Aulia, Ulfy
Rahmadani
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan, Medan,
Indonesia
Email: dsafitrialkarim98@gmail.com, indhikharisma@gmail.com,
aulianurul947@gmail.com, ulfy.rahmadani14@gmail.com
MODEL PEMBELAJARAN 99
1. Guru menyiapkan sejumlah kartu yang berisi konsep atau topik yang
sesuai untuk sesi review. Kartu-kartu ini dibagi menjadi dua bagian,
satu berisi soal dan yang lainnya berisi jawaban.
2. Setiap siswa menerima satu kartu yang berisi soal atau jawaban.
3. Tiap siswa mempertimbangkan pertanyaan atau jawaban pada kartu
yang mereka pegang.
4. Setiap siswa mencoba mencari pasangan kartu yang cocok dengan
kartu yang mereka miliki.
5. Siswa yang berhasil mencocokkan kartu mereka sebelum batas waktu
diberi poin sebagai penghargaan.
6. Jika seorang siswa tidak berhasil mencocokkan kartunya dengan kartu
teman sekelasnya, yang artinya ia tidak dapat menemukan pasangan
yang cocok (entah kartu soal atau kartu jawaban), maka akan ada
sanksi atau hukuman yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu putaran permainan selesai, kartu-kartu dikocok kembali
agar setiap siswa mendapatkan kartu yang berbeda dari sebelumnya,
dan proses ini dilanjutkan secara berulang.
8. Guru, bersama dengan siswa, membuat kesimpulan dan mengulas
materi pelajaran setelah sesi permainan selesai (Rusman, 2010: 223).
101
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Ely Kurniawati, Soly Deo Hutagalung, Nadia Dio Alvionita
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia
SMAN 3 Kota Jambi, Indonesia
Email: elykurniawati492@gmail.com
F isika merupakan ilmu yang erat kaitannya dengan fenomena alam dan
terdiri dari berbagai konsep. Banyak siswa mengalami kesulitan dalam
memahami konsep-konsep Fisika terutama karena banyak konsep Fisika
bersifat abstrak. Penguasaan konsep-konsep abstrak ini memiliki tingkat
kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsep-konsep yang
bersifat konkrit.
Dalam upaya mengatasi kesulitan belajar ini, siswa seringkali membuat
penafsiran sendiri terhadap suatu konsep yang sedang dipelajarinya. Namun,
hasil penafsiran siswa ini terkadang tidak selaras dengan konsep yang telah
disepakati oleh para ahli. Akibatnya, siswa sering mengalami miskonsepsi
dalam pemahaman konsep-konsep Fisika.
Miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi melalui tes diagnostik, yang
bertujuan untuk menilai pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kunci
dalam topik tertentu. Tes diagnostik dapat dilakukan dengan berbagai
metode, termasuk wawancara, tes pilihan ganda, two-tier test, dan three-tier
test. Tes pilihan ganda adalah alat yang mudah digunakan dan dinilai, tetapi
hasilnya mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan miskonsepsi siswa.
Two-tier multiple-choice test, di sisi lain, merupakan alat tes yang cukup
berhasil dalam mendeteksi miskonsepsi siswa dan mudah dinilai. Namun,
Two-tier Test tidak mampu membedakan antara miskonsepsi dengan
kurangnya pengetahuan siswa.
Three-tier test adalah cara yang sederhana dan efektif untuk
mengidentifikasi miskonsepsi serta membedakannya dengan kurangnya
pengetahuan (lack of knowledge). Cara ini melibatkan penambahan tingkat
keyakinan pada jawaban yang dipilih oleh siswa (Hakim dkk, 2012).
Siswa yang menjawab dengan benar dan yakin pada two-tier test
menunjukkan pemahaman yang tepat terhadap konsep tertentu. Siswa
127
SEJARAH PENGEMBANGAN KONSEP
DASAR ALJABAR BOOLEAN
Ainatul Jannah, Rukiah Harahap, Natasyah Alifia, Miftahul Jannah
Hasibuan , Almira Amir
Program Studi Tadris Matematika, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan
Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary
Email: Ainatuljannah2003@gmail.com, rukiahharahap83737@gmail.com,
natasyahahr@gmail.com, Miftahhsb8@gmail.com
Aljabar Boolean yang terkenal dan memiliki terapan yang luas adalah
aljabar Boolean dua nilai (two-valued Boolean algebra). Aljabar Boolean
duanilai didefenisikan pada sebuah himpunan B dengan dua buah elemen 0
dan 1 (sering dinamakan bit atau singkatan dari binary digit), yaitu B={0,1},
operator biner, + dan operator uner.
Kaidah untuk operator biner dan operator uner ditunjukkan pada tabel:
Software Maple
Rangkaian Seri
Rangkaian seri adalah salah satu jenis rangkaian elektronik atau listrik
yang dalam proses penyusunannya mengikuti susunan berurutan, artinya
Rs = R1+R2+R2+ …
Keterangan
Rs = Hambatan Total Rangkaian Seri (Ω atau Ohm)
R1 = Hambatan Pertama (Ω atau Ohm)
R2 = Hambatan Kedua (Ω atau Ohm)
R3 = Hambatan Ketiga (Ω atau Ohm)
Rangkaian listrik seri memiliki sejumlah ciri khas yang membedakannya
dari jenis rangkaian lainnya, dan pemahaman akan karakteristik-
karakteristik ini sangat penting dalam analisis dan perancangan sirkuit.
Pertama-tama, rangkaian seri dikenal karena kesederhanaannya, di mana
hanya terdapat satu jalur tunggal yang menghubungkan seluruh komponen.
Semua komponen dalam rangkaian disusun secara berurutan dalam satu
baris atau satu deret, tanpa adanya percabangan.
Ciri penting lainnya adalah bahwa dalam rangkaian seri, arus listrik
yang mengalir pada tiap komponen memiliki nilai yang sama. Artinya,
setiap resistor, lampu, atau komponen lain dalam rangkaian menerima arus
listrik yang setara dengan arus total dalam rangkaian. Selain itu, tegangan
pada tiap komponen bergantung pada nilai resistornya. Komponen dengan
hambatan yang lebih tinggi akan memiliki tegangan yang lebih besar jatuh
di atasnya.
Yang tak kalah pentingnya adalah bahwa rangkaian seri menghasilkan
hambatan pengganti yang lebih besar daripada nilai resistor terbesar yang
terdapat dalam rangkaian. Ini berarti bahwa total hambatan dalam rangkaian
Rangkaian Paralel
Rangkaian Campuran