Anda di halaman 1dari 245

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335890606

RAJAWALI PERS

Book · September 2019

CITATION READS

1 5,332

2 authors, including:

Hayat Hayat
Universitas Islam Malang
77 PUBLICATIONS 254 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Hayat Hayat on 18 September 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


RAJAWALI PERS
Divisi Buku Perguruan Tinggi
PT RajaGrafindo Persada
JAKARTA
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Hayat
Manajemen Pelayanan Publik/Hayat
—Ed. 1,—Cet. 1.—Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
xviii, 226 hlm., 21 cm
Bibliografi: hlm. 203
ISBN 978-602-425-080-5

1. Pelayanan Publik — Manajemen I. Judul


352.630.68

Hak cipta 2017, pada Penulis


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

2017.1685 RAJ
Hayat, S.AP., M.Si.
Manajemen pelayanan publik
Cetakan ke-1, Januari 2017
Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Desain cover: octiviena@gmail.com
Dicetak di Kharisma Putra Utama Offset

PT RajaGrafindo PersadA
Kantor Pusat:
Jl. Raya Leuwinanggung, No.112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok 16956
Tel/Fax : (021) 84311162 – (021) 84311163
E-mail : rajapers@rajagrafindo.co.id http: // www.rajagrafindo.co.id

Perwakilan:
Jakarta-14240 Jl. Pelepah Asri I Blok QJ 2 No. 4, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara, Telp. (021) 4527823.
Bandung-40243 Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. (022) 5206202. Yogyakarta-Pondok Soragan
Indah Blok A-1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul, Telp. (0274) 625093. Surabaya-60118, Jl. Rungkut
Harapan Blok. A No. 9, Telp. (031) 8700819. Palembang-30137, Jl. Macan Kumbang III No. 10/4459 Rt. 78,
Kel. Demang Lebar Daun Telp. (0711) 445062. Pekanbaru-28294, Perum. De’Diandra Land Blok. C1/01 Jl.
Kartama, Marpoyan Damai, Telp. (0761) 65807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3A Blok A
Komplek Johor Residence Kec. Medan Johor, Telp. (061) 7871546. Makassar-90221, Jl. ST. Alauddin Blok
A 14/3, Komp. Perum. Bumi Permata Hijau, Telp. (0411) 861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 31 Rt. 05,
Telp. (0511) 3352060. Bali, Jl. Imam Bonjol g. 100/V No. 5B, Denpasar, Bali, Telp. (0361) 8607995, Bandar
Lampung-35115, Perum. Citra Persada Jl. H. Agus Salim Kel. Kelapa Tiga Blok B No. 12A Tanjung Karang
Pusat, Telp. 082181950029.
KATA PENGANTAR

PELAYANAN PUBLIK: INVESTASI CINTA


PEMERINTAH KEPADA RAKYAT
Oleh: Riant Nugroho1

Hanya ada dua tugas pemerintah: membangun kebijakan


publik unggul dan memberikan pelayanan publik yang
berkualitas. Saudara Hayat menulis hal yang kedua. Tulisan yang
penting karena sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disusul Peraturan
Pemerintah Nomor 96/2012, Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 15/2014 tentang
Pedoman Standar Pelayanan hingga Permenpan-RB No. 30/2014
tentang Pedoman Inovasi Pelayanan, rasanya pelayanan publik
masih “begitu-begitu saja”.

1
Pengajar program pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Indonesia, program pascasarjana FISIP Universitas Ahmad
Yani, Visiting Senor Lecturer University of Malaya, Kuala Lumpur; Adjunct
Professor, School of Political Science and Public Administration, University
of Electronic Science and Technology China [UESTC], Chengdu.

Kata Pengantar
v
Masyarakat seakan berhadapan dengan dinding terjal dan
keras ketika berhadapan dengan masalah keseharian. Jalanan
yang macet. Sarana angkutan kota yang buruk. Parkir liar.
Preman pasar. Pelayanan puskesmas yang buruk –sudah dengan
senyum, tetapi obatnya tetap seadanya. Peserta BPJS minta
rekomendasi untuk berobat ke rumah sakit yang selalu ditolak
oleh puskesmas rujukan. Mau mencari kerja diwajibkan untuk
punya surat kesehatan yang hanya dikeluarkan oleh rumah
sakit pemerintah dengan biaya Rp500.000 – 900.000 per jiwa.
Rekening listrik rumah yang dua tahun lalu rata-rata Rp 700.000
kini menjadi rata-rata Rp 2 juta. Pembangunan jalan layang di
Cileduk, Jakarta yang memakan waktu 2 tahun belum selesai yang
menyengsarakan lebih kurang 1,2 juta masyarakat di kawasan
tersebut yang terdampak setiap harinya. Hingga Tax Amnesty yang
ditujukan kepada warga Indonesia yang menyimpan uangnya di
luar negeri, karena gagal maka targetnya rakyat domestik. Karena
tidak bisa mengejar kaum kaya, maka yang dikejar kelompok
menengah ke bawah.
Dalam kondisi seperti itu, maka pejabat pemerintah punya
dua kiat: buat strategi pencitraan melalui sosial media dan
“bunuh karakter” warga masyarakat yang memprotes kebijakan
pemerintah –terutama Kepala Negara. Kita mendadak gagap.
Kebijakan pelayanan publik dan praktik pelayanan publik
baru berhenti di isu kecil-kecil. Kartu identitas, kartu keluarga,
surat mengemudi, akta lahir….. dan semua yang menjadi domain
pemerintah. Domain yang diserahkan pemerintah kepada pasar
dibiarkan. Diserahkan kepada ombudsman, tetapi lembaga ini
mengatakan banyak bekerja, tetapi tidak ada sentuhan yang
memadai. Padahal hanya “sentuhan”, belum lagi diminta
untuk “membelai”, apalagi membela. Ada Badan Perlindungan

Manajemen Pelayanan Publik


vi
Konsumen Nasional (BPKN), lembaga perlindungan pelat
merah, tetapi isinya yang para pencitra. Tidak seoperasional dan
segigih Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, LSM yang selalu
kekurangan dana karena dibenci oleh para pelaku usaha dan
tidak pernah mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah.
Jangankan diperhatikan, pemerintah malah membuat badan
tandingan –ya tadi, BPKN.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Tetapi besar
gombong, tidak bertenaga. Karena sebagian besar tenaganya
sudah dihisap pelayanan-pelayanan publik yang tidak bermutu
dan mahal lagi. Menyedihkan, karena pelayanan publik rasanya
menjadi “tugas tambahan” bagi pemerintah. Buktinya, ketika
disuruh memberikan layanan, banyak yang ogah-ogahan. Para
pejabatnya menyalahkan para anak buah.
Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura adalah
bangsa kecil yang kuat dan “sakti”, yang membuat bangsa-bangsa
berukuran besar secara jumlah di Asia menjadi keder. Mereka sakti
karena mereka mencintai pemerintahnya. Jadinya, pemerintah
dan rakyat kompak. Mereka cinta karena apa yang mereka perlukan
disediakan pemerintah dalam bentuk pelayanan publik yang
berkualitas dan terjangkau atau murah. Mereka benci jika ada
bangsa lain meremehkan apalagi menghina pemerintahnya.
Cinta kepada adalah sebuah pemberian. Tidak bisa dipaksa
ataupun diminta. Untuk itu, harus ada investasi cinta. Jika
pemerintah memberikan cintanya kepada rakyat, maka rakyat
akan memberikan cintanya kepada pemerintah. Cinta pemerintah
itu adalah pelayanan publik yang berkualitas dan terjangkau, yang
membuat rakyat hidup dengan efisien, manusia, dan produktif.
Mereka menjadi manusia yang sejati.

Kata Pengantar
vii
Pemerintah yang tidak mau atau malas memberikan cinta
dalam bentuk pelayanan publik yang seperti itu hanya menunggu
caci maki rakyatnya saja, entah yang tersurat maupun tersirat.
Hari ini, 71 tahun kemerdekaan RI, rakyat masih menunggu cinta
dari pemerintah. Semoga cinta itu datang, segera. Bukan sekedar
janji saja. Dan, Presiden Jokowi ditantang untuk mewujudkannya,
lebih dari sekedar ber-Nawa Cita dan ber-“kerja-kerja-kerja”. Karena
ini adalah masalah Cinta.

Manajemen Pelayanan Publik


viii
PRAKATA

Alhamdulillahirabbilalamin. Puji syukur kepada Allah Swt.,


atas segala nikmat, karunia dan inayah-Nya buku ini penulis
berhasil susun. Buku “Manajemen Pelayanan Publik” menjadi
penting untuk dipelajari dan dikembangkan sebagai bagian dari
ilmu pengetahuan. Baik dalam ranah akademisi maupun praktisi.
Hal ini mengingat, bahwa kebutuhan akan pelayanan publik yang
baik, berkualitas dan sesuai dengan kepentingan masyarakat
sangat diharapkan, terutama pada pelayanan dasar. Pelayanan
publik tidak hanya berbicara dalam aspek teknis, tetapi formulasi
atau konsepsi dasar, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan penting
untuk diaktualisasikan bagi aparatur negara.
Penuangan ide dan gagasan ke dalam bentuk buku memberikan
implikasi yang baik bagi keberlanjutan dan harapan pelayanan
publik di Indonesia. Berbagai paradigma tentang birokrasi
sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pelayanan publik
adalah aspek negatif sebagai warisan yang telah menggurita
puluhan tahun. Mindset yang melekat dalam diri masyarakat yang
ditujukan kepada aparat birokrasi adalah suatu kendala terbesar
bagi pemerintah dalam mengubah pola pikir itu. Oleh karena itu,

Prakata
ix
fokus perubahan itu dilakukan melalui reformasi birokrasi yang
kemudian akan mengubah sistem dan kompetensi aparatur serta
peningkatan sarana prasarana sebagai bagian dari kebutuhan
masyarakat untuk mencapai tujuan pemerintahan yang lebih baik.
Buku “Manajemen Pelayanan Publik” ini memberikan gambaran
secara global tentang teori dan konsep yang dibangun dalam rangka
memperbaiki kualitas kinerja pelayanan yang dilakukan oleh
aparatur negara. Penulis memberikan gambaran sebagai bentuk
refleksi mengenai perubahan-perubahan yang sudah terjadi, sedang
terjadi dan yang akan terjadi dalam pelaksanaan pelayanan publik
di instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Di sisi lain, reformasi birokrasi menjadi satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dalam proses manajemen pelayanan
publik. Sebagai bagian terpenting dalam pencapaian tujuan
pelayanan yang optimal, pelaksanaan reformasi birokrasi harus
terus dikawal dan dilaksanakan sesuai dengan Grand Design
Reformasi Birokrasi 2005-2025 untuk mencapai tujuan tatanan
pemerintahan yang baik (good governance).
Buku ini mengandung prinsip-prinsip untuk menciptakan
kualitas pelayanan publik yang prima, berkualitas dan profesional.
Dalam buku ini membahas tentang bagaimana merencanakan
dan melakukan evaluasi terhadap aparatur dalam menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai pelayanan bagi masyarakat. Proses
manajemen pelayanan publik memang tidak dapat dipisahkan
dari merencanakan, melakukan/mengimplementasi dan
mengevaluasi dalam buku ini. Fokus dalam buku ini mengarah
kepada bagaimana peningkatan pelayanan publik yang dilakukan
oleh aparatur sipil negara sebagai bentuk tugas dan tanggung
jawab yang melekat dalam dirinya.

Manajemen Pelayanan Publik


x
Di samping itu, aspek kualitas dan kompetensi pegawai
juga tidak bisa lepas dari pembahasan buku ini. Memberikan
penjelasan yang komprehensif tentang pentingnya pengembangan
dan pemberdayaan aparatur sipil negara untuk meningkatkan
kualitas kinerja pelayanan publik. Aparatur sipil negara
merupakan kunci utama dalam menghasilkan output pelayanan
publik. Sebagai bagian penting dalam pelayanan publik, tentunya
berhubungan secara langsung dengan kualitas kinerja dan
kualitas potensi yang dimilikinya. Aparatur sipil negara juga perlu
dikembangkan dengan berbagai pendidikan, pelatihan, dan hal
lainnya yang dapat mengembangkan potensi dirinya baik dalam
skala nasional maupun internasional.
Terkait dengan hal tersebut, langkah awal yang sudah
dilakukan oleh pemerintah adalah mengubah sistem penerimaan
atau rekrutmen aparatur sipil negara. Rekrutmen aparatur
menjadi pintu masuk tercapainya sumber daya aparatur yang
profesional. Rekrutmen aparatur harus dilakukan secara baik,
transparan dan berdasar pada konstitusional. Hanya aparatur
yang memenuhi syarat dan ketentuan yang akan masuk menjadi
abdi negara. Sehingga hasil rekrutmen yang profesional akan
menghasilkan sumber daya aparatur yang profesional pula.
Selain dalam aspek rekrutmen aparatur, evaluasi penilaian kinerja
juga menjadi hal yang sangat urgent untuk dilakukan secara
berkesinambungan. Penilaian kinerja menjadi “oli” pelumas atau
penggerak jalannya kinerja aparatur.
Penilaian kinerja sebagai pengendali dari kinerja aparatur
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Penilaian
kinerja berlaku bagi seluruh aparatur sipil negara untuk
memastikan kinerjanya berjalan dengan baik dan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Aparatur sipil negara bukan lagi hanya

Prakata
xi
bersifat kinerja formalitas atau rutinitas saja, tetapi bagaimana
meningkatkan kualitas kinerja dan memaksimalkan potensi yang
dimiliki untuk melayani masyarakat secara baik, cepat, mudah
dan murah.
Buku “Manajemen Pelayanan Publik” publik ini menjadi
preferensi yang baik untuk dijadikan sebagai rujukan bagi
pemerintah dalam melakukan proses manajemen pelayanan
publik pada instansinya. Menjadi rekomendasi untuk dipelajari
dan diterapkan dalam kehidupan birokrasi Indonesia. Menjadi
bahan pengayaan dalam menjalankan reformasi birokrasi,
peningkatan kualitas kinerja aparatur, melakukan penilaian
terhadap kinerja aparatur sipil negara dan mengakomodir prinsip-
prinsip good governance secara komprehensif.
Semoga buku ini memberikan inspirasi bagi khalayak ramai
seperti akademisi dan praktisi untuk mengamati, menganalisis
dan menuliskannya sebagai bagian dari kebutuhan pemerintah
dalam mencapai tujuan tatanan pemerintahan yang baik. Aspek
pelayanan publik menjadi hal terpenting dalam kehidupan
birokrasi Indonesia. Pelayanan publik menjadi unsur utama
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pemenuhan
terhadap kebutuhan masyarakat. Dari negara untuk masyarakat
melalui kinerja pelayanan publik yang profesional, akuntabel
dan transparansi. Buku ini juga menjadi buku pegangan bagi
mahasiswa yang mengambil konsentrasi administrasi publik,
ilmu pemerintahan atau ilmu politik.
Buku ini penulis persembahkan untuk ayahanda “H. Abdullah”
dan Ibunda tercinta “Almarhumah Hj. Rohmah” yang senantiasa
menjadi spirit dan motivasi bagi penulis dalam dinamika kehidupan
yang semakin kompleks, termasuk dalam penulisan buku ini yang
membutuhkan perjuangan dan menghadapi tantangan dengan

Manajemen Pelayanan Publik


xii
peneduhan yang abadi. Barakah dan ridhanya menjadi rujukan
batin bagi penulis untuk terus berkarya, berkontribusi dan
bermanfaat bagi masyarakat, agama, bangsa dan negara. Dukungan
moril dan materiil tak ternilai dan tak menjelma, mengakar dalam
bingkai semangat juang yang tinggi untuk terus bergerak, maju
dan berkembang. Tak lupa, untuk istri tercinta “Lia Rachmawati”
yang selalu setia mendampingi dan memberikan semangat
dan motivasi bagi penulis tak terhingga, melampaui waktu tak
tersisa, melampaui batas tanpa batas, tak bertepi dan meninggi
setinggi budi luhur dan cinta kasihnya. Menjadi cahaya dalam
kegelapan, menjadi tangga dalam ketinggian, menjadi jembatan
dalam tebing keterbatasan, menjadi perahu dalam ketenggelaman,
menjadi penyejuk dalam terik kepanasan, menjadi peneduh dalam
bara kehidupan, menjadi permata yang berkilau dalam bingkai
kaca, berharga dan tak ternilai serta menjadi pencerah dalam
keterbatasan ego. Terakhir, untuk ananda tercinta “Naufal Azzam
Muhammad Abdul Haqq Al Hayati”, semoga senantiasa menjadi
anak yang soleh, cerdas, berbakti, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Akhirnya, saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu terselesainya penulisan buku ini,
baik secara pribadi maupun kelembagaan/instansi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada penerbit PT RajaGrafindo
Persada atas kerja sama dan motivasinya dalam penyelesaian
penulisan buku ini. Semoga buku ini bisa menjadi inspirasi untuk
berkarya dan berkontribusi menjadi lebih baik.

Malang, 24 November 2016

Hayat

Prakata
xiii
[halaman ini sengaja dikosongkan]
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
Pelayanan Publik: Investasi Cinta Pemerintah Kepada Rakyat v
PRAKATA ix
DAFTAR ISI xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Manajemen dan Pelayanan 8
BAB II KONSEP, FUNGSI DAN TUJUAN
PELAYANAN PUBLIK 21
A. Pengertian Pelayanan Publik 21
B. Konsep Pelayanan Publik 23
C. Fungsi Pelayanan Publik 50
D. Tujuan Pelayanan Publik 52
BAB III KINERJA PELAYANAN PUBLIK 57
A. Pengertian Kinerja Pelayanan Publik 57
B. Sifat dan Bentuk Kinerja Pelayanan Publik 65

Daftar Isi
xv
C. Kualitas Kinerja Pelayanan Publik 69
D. Indikator Kinerja Pelayanan Publik 71
E. Penilaian Kinerja Pelayanan Publik 88
BAB IV SUMBER DAYA APARATUR PELAYANAN
PUBLIK 105
A. Pengertian Sumber Daya Aparatur 105
B. Rekrutmen dan Promosi Sumber
Daya Aparatur 108
C. Kompetensi Sumber Daya Aparatur 118
D. Profesionalitas dan Akuntabilitas 119
E. ASN Menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 124
BAB V REFORMASI BIROKASI PELAYANAN
PUBLIK 135
A. Reformasi Birokrasi Sebuah Kebutuhan 135
B. Konsep Reformasi Birokrasi 141
C. Kebijakan Reformasi Birokrasi 153
D. Reformasi Pelayanan Publik 157
BAB VI GOOD GOVERNANCE 165
A. Pengertian Good Governance 165
B. Konsep Good Governance 168
C. Aktualisasi Pelayanan Publik dalam
Good Governance 173

Manajemen Pelayanan Publik


xvi
D. Reorientasi Good Governance Melalui
Reformasi Birokrasi 179
E. Good Governance Sebagai Goals 193
DAFTAR PUSTAKA 203
GLOSARIUM 209
INDEKS 217
BIODATA PENULIS 223

Daftar Isi
xvii
[halaman ini sengaja dikosongkan]
1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan pelayanan dasar dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Pelayanan publik sebagai
indikator penting dalam penilaian kinerja pemerintah, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Penyelenggaraan pemerintahan
dikatakan baik jika pelayanan publik yang dilakukan berorientasi
pada kepentingan masyarakat. Pelayanan yang baik dan
berkualitas memberikan implikasi kepuasan kepada masyarakat,
karena masyarakat secara langsung menilai terhadap kinerja
pelayanan yang diberikan. Indikator kepuasan masyarakat
itulah yang menjadi tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan.
Ada korelasi dan kohesi yang saling berkaitan antara
penyelenggaraan pemerintahan dengan pelayanan yang
diberikan. Setiap lembaga publik pastinya bersentuhan dengan
aspek pelayanan publik atau berhubungan langsung dengan
masyarakat, sebagai bagian yang utama dalam penyelenggaraan
pemerintahan, selain pihak swasta. Pemerintah sebagai penyedia

Bab 1 | Pendahuluan
1
pelayanan mengatur proses dan tata cara pemberian pelayanan
yang baik sesuai dengan standar yang ditentukan, dalam hal ini
adalah maklumat pelayanan dan Standar Operasional Prosedur
(SOP). Ketentuan dan persyaratan penerima pelayanan tentunya
juga diatur sedemikian rupa, sehingga pelayanan yang dilakukan
sesuai dengan harapan bersama. Selain teknis pelayanan, aspek
nonteknis juga memengaruhi proses pelayanan. Termasuk di
dalamnya adalah kualitas sumber daya aparatur pelayanan.
Kualitas dan kompetensi aparatur pelayanan juga dapat
memengaruhi pelayanan yang diberikan.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa pelayanan publik adalah
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dipertegas
pula dalam ayat (7), bahwa standar pelayanan adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan
dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan
janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
Dari uraian dalam UU No. 25/2009 tersebut di atas
memberikan penegasan bahwa pemerintah berkewajiban
memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat
sebagai penerima pelayanan, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Yaitu pelayanan yang baik, mudah, murah,
cepat dan terukur adalah amanah yang harus dilakukan oleh
penyelenggara pelayanan dalam pemberian pelayanan. Hal itu
sebagai upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah dalam pelayanan publik. Tantangannya

Manajemen Pelayanan Publik


2
adalah pemerintah harus menyediakan sarana prasarana yang
memadai dan penyediaan sumber daya aparatur yang kompeten
dan berkualitas sebagai syarat untuk menjalankan pelayanan
publik yang prima.
Berkaitan dengan sumber daya aparatur pelayanan, selain
diatur dalam Undang-Undang Pelayanan Publik, penyelenggara
pelayanan publik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pengaturan atau
manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mencakup
Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) seperti disebutkan dalam Pasal (2) berasaskan
pada kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas,
keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif dan
efisien, keterbukaan, nondiskriminasi, persatuan dan kesatuan,
keadilan dan kesetaraan, dan kesejahteraan. Dengan memegang
teguh prinsip-prinsip: (a) nilai dasar berbangsa dan bernegara;
(b) kode etik dan kode perilaku; (c) komitmen, integritas moral,
dan tanggung jawab pada pelayanan publik; (d) kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (e) kualifikasi akademik;
(f) jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
(g) profesionalitas jabatan (Pasal 3).
Kompetensi dan kualitas pelayanan seperti diamanatkan
dalam UU ASN diharapkan dapat memberikan implikasi yang
lebih baik terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Kualitas
aparatur harus dimulai dari proses rekrutmen dan promosi
untuk memastikan ASN mempunyai komitmen yang tinggi
dalam pelayanan publik. Di samping itu, kompetensi dan
kualitas ASN mempunyai dampak perubahan yang signifikan
terhadap sistem birokrasi pemerintahan serta menghasilkan
output yang diharapkan, yaitu tata pemerintahan yang baik dan

Bab 1 | Pendahuluan
3
penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas, sehingga aspek
internal dalam pemerintahan juga mengalami perubahan, yang
lebih baik, yaitu pola pikir atau mindset, karakter, manajemen dan
sistem yang ada dalam birokrasi serta dalam aspek eksternalnya
yaitu kepuasan masyarakat terhadap penerimaan pelayanan.
Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara
PKP2A IV LAN Aceh (2014), juga mengungkapkan, bahwa tidak
mudah mengubah mindset, karakter, manajemen dan sistem yang
ada dalam pengelolaan sumber daya manusia aparatur. Persoalan
yang paling pokok adalah: Pertama, budaya kinerja dan pelayanan
yang belum tertanam dengan baik. Kinerja yang dilakukan masih
dianggap sebagai sebuah aktivitas atau rutinitas formalitas. Budaya
kinerja dan pelayanan menekankan pada aspek substantif tentang
kinerja pelayanan, yaitu kinerja pelayanan untuk kepentingan
masyarakat sebagai penerima pelayanan. Perlu ditanamkan juga
bahwa kinerja dan pelayanan adalah sebuah kewajiban yang
tidak hanya digugurkan dengan aktivitas dan rutinitas saja,
tetapi lebih mengedepankan prinsip kebaikan, kualitas kinerja
dan output yang sesuai dengan harapan masyarakat. Tentunya,
hal ini dibutuhkan sebuah evaluasi kinerja dan pelayanan yang
komprehensif untuk memastikan apakah kinerja dan pelayanan
berjalan sesuai dengan maklumat pelayanan dan sesuai dengan
standar minimalnya. Evaluasi kinerja aparatur saat ini belum
maksimal dalam aplikasinya. Kinerja pegawai berorientasi pada
kuantitas dengan mengedepankan terlaksananya tugas sesuai
dengan target yang sudah ditentukan.
Orientasi kualitas kinerja sumber daya aparatur masih
terlihat lemah. Orientasi pelayanan seharusnya bertumpu pada
aspek kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat. Menjadi
dasar utama bagi dalam penyelenggaraan pelayanan adalah tujuan

Manajemen Pelayanan Publik


4
pelayanan. Penegasan tentang pentingnya orientasi pelayanan
adalah karena orientasi yang dibangun dalam sistem itu akan
memengaruhi proses penyelenggaraannya. Proses pelayanan
tentunya akan memengaruhi hasil dari pelayanan itu sendiri,
jika orientasi pelayanan untuk kepentingan masyarakat, maka
proses dan tujuannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat. Selain itu, dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
dibutuhkan fleksibilitas kinerja dengan nilai-nilai kreativitas dan
inovasi untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik.
Orientasi dalam penyelenggaraan pelayanan akan melahirkan
budaya birokrasi. Budaya birokrasi mempunyai pengaruh terhadap
aspek penyelenggaraan pelayanan. Budaya merupakan kebiasaan
yang sudah melekat dalam sistem pelayanan, sehingga budaya
memengaruhi pelayanan. Budaya birokratik yang berorientasi
pada birokrasi atau aparatur pelayanan yang meminta dilayani
merupakan penyakit birokrasi yang sudah lama meracuni dalam
penyelenggaraan pelayanan. Budaya minta dilayani harus dikikis
dengan mengubah pada melayani. Aparatur adalah pelayan bagi
masyarakat dan memberikan sebaik-baiknya terhadap kebutuhan
masyarakat. Berlakukanlah layaknya pelayan yang memberikan
pelayanan kepada “rajanya”, karena sejatinya kinerja aparatur
adalah bentuk pengabdiannya kepada bangsa dan negara untuk
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pemberian pelayanan harus ditafsirkan secara detail dalam
pelaksanaannya mengacu pada aspek-aspek pemerintahan
yang baik. Masyarakat sebagai penerima pelayanan harus
diperlakukan sama dan adil serta setara. Ketentuan itu sudah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik yang meliputi: (a) pengertian dan batasan
penyelenggaraan pelayanan publik; (b) asas, tujuan, dan ruang

Bab 1 | Pendahuluan
5
lingkup penyelenggaraan pelayanan publik; (c) pembinaan dan
penataan pelayanan publik; (d) hak, kewajiban larangan bagi
seluruh pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pelayanan
publik; (e) aspek penyelenggaraan pelayanan, sistem informasi,
sarana dan prasarana, biaya pelayanan, pengelolaan pengaduan
dan penilaian kinerja; (f) peran serta masyarakat; (g) penyelesaian
pengaduan dalam penyelenggaraan pelayanan; dan (h) sanksi.
(Djumara, dkk., 2010).
UU Pelayanan Publik juga menekankan dan mengatur tentang
asas-asas umum pelayanan publik yang harus dilaksanakan
sebaik-baiknya oleh aparatur negara, antara lain asas kepentingan
umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak
dan kewajiban, keprofesionalan/profesionalisme, partisipatif,
persamaan perlakukan/tidak diskriminasi, keterbukaan,
akuntabilitas, perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan
waktu, dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Kedua, aparatur negara masih dipandang bukan sebagai
profesi. Perspektif aparatur negara adalah bukan sebuah
pekerjaan, tapi pengabdian. Mindset seperti ini berdampak pada
kinerja aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
pelayan publik. Passion dalam kinerja pelayanan tidak akan
ditemukan jika aparatur negara tidak memandang bahwa apa
yang dikerjakan adalah bagian dari pekerjaannya. Sebagai aparatur
negara, berarti bekerja melayani masyarakat, tentunya dengan
prinsip kenyamanan, kebaikan dan kesetaraan. Semua aparatur
negara mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan
kualitas kinerja berdasarkan ketentuan yang sudah berlaku. Pun
demikian, perlakuan yang sama terhadap aparatur negara adalah
dijamin oleh perundang-undangan yang berlaku.

Manajemen Pelayanan Publik


6
Ketiga, pengaruh politik dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dan aspek nepotisme dalam birokrasi masih bergejala.
Dalam sistem pemerintahan, intervensi politik sering kali
menjadi penghambat dalam kebijakan-kebijakan atau pelaksanaan
kebijakan publik. Hal ini berpengaruh terhadap aspek pelayanan
yang dilakukan. Sedangkan nepotisme terselip dalam kepentingan-
kepentingan politik. Misalnya dalam pelayanan publik, kolega dan
orang-orang terdekat lebih mempunyai pelayanan yang berbeda
dengan, biasanya lebih diprioritaskan. Tentunya, perilaku seperti
ini akan menghambat pelaksanaan pelayanan, ada kecemburuan
sosial dalam pelayanan, terjadi persepsi yang kurang baik dari
masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan publik.
Dalam praktiknya, memang pengaruh politik tidak bisa
dihindari dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan menjadi
tantangan kinerja bagi aparatur pelayanan. Aparatur negara
dilarang keras melakukan politik praktis dan menjadi partisipan
pendukung terhadap salah satu partai politik. Undang-undang
sudah mengatur secara jelas bahwa aparatur negara harus netral
terhadap berbagai intervensi politik. Tentunya hal itu dilakukan
dalam rangka memberikan ruang yang fokus bagi aparatur untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayanan
masyarakat. Dengan netralitas yang melekat, menjadikan aparatur
lebih bersikap adil, tidak diskriminasi dan profesional.
Begitu juga dengan kekerabatan dalam menjalankan tugas
dan fungsinya sering kali tidak dapat dihindari. Jika kerabat dekat
yang meminta layanan, maka dengan sigap dan cepat pelayanan
segera dilakukan dengan kadangkala abai terhadap standar
operasional pelayanan. Pun juga ketika orang lain yang meminta
pelayanan, perlakuan tidak adil kadang diterimanya. Kinerja
seperti ini memengaruhi filosofi pelayanan publik dan menyalahi

Bab 1 | Pendahuluan
7
standar pelayanan minimal. Menghindari hal demikian memang
tidak mudah, itulah tantangan bagi aparatur pelayanan publik
untuk bersikap adil dan tidak diskriminasi. Pelayanan publik
adalah milik masyarakat, maka berilah pelayanan sebaik-baiknya,
karena pelayanan yang baik yang diharapkan oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhannya.
Selain aspek pengaruh politik dan hubungan keluarga,
hubungan ekonomi dan relasi kadangkala juga memengaruhi
kinerja pelayanan aparatur negara. Reformasi birokrasi sudah
mengamanatkan bahwa kinerja pelayanan publik harus
mementingkan kebutuhan masyarakat banyak dan menghindari
nilai-nilai nepotisme. Peningkatan pemahaman dan kualitas
pelayanan kepada aparatur harus terus dilakukan untuk
menciptakan iklim kinerja yang sehat. Pembiaran terhadap
kinerja dengan pola pengaruh lingkungan atau relasi menjadikan
nilai-nilai pelayanan keluar dari garis yang sebenarnya. Sebaik
mungkin aparatur menghindari hal yang berkaitan dengan
“perkoncoan” yang mengakibatkan berdampaknya terhadap
layanan yang diberikan.

B. Manajemen dan Pelayanan


Setiap organisasi mempunyai kerangka dasar untuk
melakukan kegiatan organisasi sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Ada kepemimpinan, sarana prasarana, sumber daya
manusia, dan pendanaan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Kesemuanya berada pada posisi
yang seimbang dalam lingkaran manajamen dan sistem yang ada
sesuai dengan kebutuhan organisasi. Organisasi adalah batang
tubuhnya, sementara manajemen adalah penggerak dari batang

Manajemen Pelayanan Publik


8
tubuh organisasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan
terus berkembang serta semakin baik.
Seluruh komponen organisasi tersebut dijalankan
berdasarkan sistem yang dibangun. Organisasi merupakan wadah
yang mengorganisir seluruh komponen organisasi untuk bekerja
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dalam organisasi
ada sistem yang dijalankan oleh seorang pemimpin untuk
melakukan berbagai tindakan organisasi agar tercapai tujuan
yang diharapkan bersama. Pemimpin itulah yang mengatur dan
mengakomodasi seluruh sel-sel organisasi untuk berjalan sesuai
dengan aturan dan tujuan yang diharapkan dan bersandar pada
proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pemimpin yang
menjadi kendali utama dalam penyelenggaraan organisasi, mau
dibawa ke mana organisasi tersebut dengan pola dan metode
bagaimana, sehingga berjalan sesuai dengan ketentuan yang
sudah direncanakan.
Ada proses manajemen yang dijalankan dalam sebuah
organisasi. Organisasi publik erat kaitannya dengan proses
manajemen publik, baik secara teori maupun praktik. Organisasi
publik harus dikelola dengan manajemen publik, karena orientasi
yang dibangun adalah public service atau untuk kepentingan publik
dan masyarakat. Walaupun secara prinsip tidak ada bedanya
dengan manajemen lainnya, tetapi manajemen publik mempunyai
kerangka konsep yang berbeda. Karena orientasinya jelas berbeda.
Proses manajemen itu sendiri, menurut Safroni (2012)
adalah suatu siklus, apabila prosesnya berkualitas maka akan
menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan yang berimplikasi
kepada kinerja. Kinerja aparatur berdampak pada output yang
hasilkan menjadi lebih baik dan sesuai dengan harapan.

Bab 1 | Pendahuluan
9
Kinerja tentunya didukung oleh sumber daya aparatur yang
baik, kompeten dan berkualitas. Siklus manajemen inilah yang
menjadi “metabolisme” terhadap organisasi untuk menghasilkan
organisasi yang sehat.
Dari proses manajemen tersebut akan berdampak kepada
kinerja aparatur. Apakah manajemen yang dilakukan sudah
baik atau tidak. Hal itu kembali kepada pemimpinnya. Secara
prinsip manajemen dilakukan oleh pemimpin yang ditujukan
kepada aparatur dalam penyelenggaraan organisasi. Aparatur
menyelenggarakan proses manajemen sesuai dengan yang sudah
ditentukan. Kesemuanya berjalan secara berkesinambungan
sesuai dengan pekerjaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan
bersama. Suksesi organisasi tergantung dari pola kerja sama yang
dibangun melalui komunikasi dan koordinasi.
Oliver Sheldon (1930) juga mengemukakan bahwa
manajemen mempunyai kegunaan sebagai fungsi kajian industri
dalam pelaksanaan kebijakan, dipandang dalam batas-batas
kumpulan penyelenggaraan, dalam pekerjaan organisasi untuk
tujuan khusus yang akan datang. Di sisi lain, manajemen
dimaksudkan sebagai suatu proses khusus yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang
telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber daya lain (Goergo Terry,1964).
Manajemen secara umum banyak disebutkan oleh beberapa
ahli. Baik secara spesifik maupun secara umum. Ada yang
mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu pengetahuan
yang mandiri yang sebenarnya akan anda kerjakan, selanjutnya
mengkaji apakah sesuatu itu dikerjakan dengan cara terbaik serta
termudah (Frederik W. Taylor, 1974).

Manajemen Pelayanan Publik


10
Sementara, Bittle & Bittle (dalam Silalahi, 2011), bahwa
dalam tataran praktis pengertian manajemen dibagi ke dalam
beberapa definisi, antara lain bahwa manajemen menentukan
kerja tim, delegasi, dan hasil. Manajemen mengakui presensi
intuitif, keterampilan subjektif dalam proses manajemen dan
pertumbuhan pentingnya pengetahuan yang teruji sebagai satu
petunjuk untuk keputusan dan tindakan manajerial. Di sisi lain,
manajemen didefinisikan sebagai suatu badan pengetahuan yang
dapat diajarkan, diperlukan untuk pelajaran sekolah, lembaga, dan
institusi-institusi. Manajemen adalah apa yang manajer kerjakan
dalam pelaksanaan peranan mereka sebagai manajer.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian manajemen hampir mempunyai konsepsi yang sama.
Bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap organisasi yang dilakukan secara bekerja
sama untuk mencapai tujuan organisasi. Tidak berbeda secara
substansi tentang definisi manajemen, dalam ranah publik
maupun bisnis. Manajemen bisnis maupun manajemen publik
mempunyai substansi pengertian yang sama dalam memahami
manajemen. Tujuan dan orientasinya saja yang berbeda. Dalam
hal ini, hanya manajemen publik yang menjadi pembahasannya
karena berkaitannya dengan organisasi publik/lembaga
pemerintah.
Manajemen publik menurut Overman (dalam Keban, 2004;
Safroni, 2012), adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-
aspek umum organisasi dan merupakan gabungan antara fungsi
manajemen, yaitu planning, organizing, dan controlling dengan
sumber daya manusia, keuangan, fisik, informasi dan politik.
Tentunya manajemen publik berkaitan dengan fungsi sistem yang
dibangun dalam organisasi publik yang saling keterkaitan satu

Bab 1 | Pendahuluan
11
sama lainnya dalam kerangka membangun pola kerja sama yang
saling berhubungan untuk mencapai tujuan bersama.
Pembahasan yang paling mendasar dalam memahami
manajemen publik adalah manajemen yang dilakukan di
dalam organisasi pemerintahan yang berorientasi pada kinerja
pelayanan publik dan kualitas pelayanan. Manajemen publik
dalam organisasi pemerintahan sama halnya dengan manajemen
birokrasi.
Sementara Hellriegel and Slocum (dalam Silalahi, 2011),
memberikan penafsiran bahwa manajemen birokrasi adalah
suatu pendekatan manajemen ideal untuk organisasi besar
yang menekankan pada aturan-aturan seperangkat hierarki,
pembagian kerja yang jelas dan tuntas, mengikuti prosedur-
prosedur dan menitikberatkan pada struktur keorganisasian
secara menyeluruh. Organisasi mempunyai karakteristik dasar
yang diformulasikan sebagai berikut:
1. Pembagian kerja. Pembagian kerja berkaitan dengan tugas
pokok dan fungsi dari sumber daya manusia dalam organisasi
yang terbagi dalam bagian-bagian yang sudah ditentukan
untuk mencapai tujuan organisasi. Pembagian kerja juga
berdasarkan pada aspek efektivitas dan efisiensi, sehingga
organisasi berjalan secara seimbang dan baik. Pembagian
kerja mengacu kepada kompetensi, kemampuan, dan soft
skill. Hal ini bertujuan untuk menempatkan seseorang
pada tempat yang tepat dan sesuai dengan kemampuan dan
keterampilan yang dimilikinya. Penempatan personel yang
tidak tepat mengakibatkan kinerja yang tidak maksimal,
tentunya akan berakibat pada proses kinerja dan hasil
kerja yang diikuti oleh output yang dihasilkan. Pembagian

Manajemen Pelayanan Publik


12
pekerjaan dalam birokrasi harus menggunakan orang yang
tepat dan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya, yaitu
yang mempunyai spesialisasi pada posisi tertentu, sehingga
kualitas dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan
dan dapat bekerja secara efektif dan efisien.
2. Struktur hierarki. Struktur hierarki akan melahirkan struktur
otoritas, karena struktur hierarki adalah menentukan tingkat
jabatan menurut jumlah kekuasaan dan otoritas dalam
masing-masing jabatan. Struktur otoritas menentukan
siapa yang memiliki hak membuat keputusan menurut
kepentingan pada level yang berbeda dalam organisasi. Setiap
pejabat dalam jabatannya, bertanggung jawab secara hierarki
kepada atasannya langsung. Bertanggung jawab terhadap
keputusan-keputusan yang diambil dalam organisasi dan
menjalankannya sesuai dengan arahan atasan. Artinya
bahwa, setiap organisasi publik mempunyai struktur hierarki
yang dibangun untuk melakukan efektivitas dan efisiensi
program yang dapat diterjemahkan secara langsung oleh
bawahan yang dipertanggungjawabkan kepada atasannya.
Dari atasannya, akan dipertanggungjawabkan kepada
atasannya lagi, hingga sampai kepada pimpinan puncaknya.
Hal ini dilakukan dalam rangka kontrol penuh terhadap
bawahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kontrol
atasan menjadi bagian dari adanya struktur hierarki, sehingga
kontrol yang maksimal dalam kerangka kinerja pegawai
memberikan implikasi terhadap keluaran yang diharapkan,
yaitu kualits kinerja aparatur dan kualitas pelayanan publik
yang diberikan.
3. Aturan dan prosedur formal. Aturan adalah ketentuan-
ketentuan yang berhubungan dengan kegiatan dalam

Bab 1 | Pendahuluan
13
organisasi birokrasi untuk menjamin secara hukum kepada
semua stakeholders. Aturan itu mengikat sumber daya
manusia organisasi untuk patuh dan taat atas ketentuan dan
peraturan yang sudah dibuat. Aturan dan prosedur tertulis
merupakan petunjuk formal bagi aparatur dalam organisasi
dalam melakukan pekerjaannya. Aturan dan prosedur juga
memberikan batasan-batasan hierarki kepada pegawai dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Begitu juga terhadap
hak dan kewajiban yang setara dan adil, serta memberikan
jaminan kepada seluruh pegawai secara hukum. Aturan dan
prosedur itu mengikat dan dijalankan sebagaimana mestinya
dan bekerja sesuai dengan ketentuannya untuk mencapai
tujuan yang diharapkan bersama.
4. Impersonalitas. Setiap pegawai dalam birokrasi harus
bekerja satu sama lain sesuai dengan tanggungjawabnya.
Idealnya, aparatur birokrasi harus impersonalitas dalam
menjalankan tugasnya. Seluruh ketentuan dan peraturan
organisasi harus dijalankan sebagaimana mestinya dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Setiap pegawai
mempunyai hak yang sama di depan hukum dan menjalankan
kewajibannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Aturan dan sanksi hukum diterapkan secara seragam kepada
seluruh pegawai. Tidak ada perlakuan khusus terhadap
sebagian pegawai, semua harus diperlakukan sama, baik
dalam tugas dan tanggung jawabnya, terhadap sanksi yang
diberikan maupun kontrol dalam pekerjaannya.
5. Karir berdasarkan prestasi. Organisasi birokrasi adalah
tempat pekerjaan bagi pegawai. Setiap pegawai atau aparatur
mempunyai jenjang karier sesuai dengan kompetensinya.
Jenjang karier yang dibangun, tentunya sesuai dengan

Manajemen Pelayanan Publik


14
prestasi yang dilakukan, baik secara formal maupun
nonformal. Untuk mendapatkan karier yang qualified,
tentunya harus mempunyai prestasi yang bagus. Prestasi
adalah pencapaian maksimal yang dilakukan oleh pegawai
dalam rangka meningkatkan kualitas dan mendapatkan
penghargaan, baik secara personal maupun berkelompok.
Promosi karier menjadi bagian dari motivasi yang diberikan
kepada pegawai yang berprestasi untuk mendorong nilai-nilai
kreativitas dan inovasi pegawai dalam rangka meningkatkan
kualitas kinerja.
6. Rasionalitas. Pegawai birokrasi menggunakan rasional dalam
penggunaan sarana dan prasarana yang lebih efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Setiap organisasi,
aspek efektivitas dan efisiensi menjadi catatan penting yang
harus dilakukan oleh pegawai. Untuk mencapai tujuan
yang efektif dan efisien, setiap kegiatan organisasi harus
dilakukan secara rasional, yaitu logis dan ilmiah. Artinya
bahwa, seluruh program kegiatan pegawai harus didasarkan
pada aspek rasional, baik penggunaan sumber daya manusia,
sumber daya infrastruktur, maupun sumber daya dana.
Sehingga tujuan efektivitas dan efisiensi dapat dilakukan
dengan baik. Rasionalitas itu berbanding lurus dengan
efektivitas dan efisiensi.
Karakteristik ideal di atas memberikan gambaran
komprehensif tentang organisasi birokrasi. Secara prinsip,
bahwa organisasi birokrasi adalah organisasi yang dilakukan
oleh aparatur yang kompeten dan mempunyai keterampilan yang
memadai untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Aparatur
yang berkualitas akan menjamin tercapainya tujuan birokrasi,
yaitu meningkatkan kualitas kinerja aparatur dan meningkatkan

Bab 1 | Pendahuluan
15
kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik menjadi tujuan
penting dalam penyelenggaraan organisasi birokrasi. Pelayanan
publik menjadi indikator utama dalam pengukuran kinerja
aparatur. Dari pengukuran kinerja itulah, kualitas aparatur dapat
dikontrol secara baik, sehingga menghasilkan kualitas kinerja
yang efektif dan efisien yang diinterpretasikan dalam kualitas
pelayanan publik.
Kencana Syafiie dan Welasari (2015), memberikan
pemahaman tentang ketentuan sebuah pelayanan itu berkualitas,
sebagai berikut:
1. Adanya keandalan (reliability)
2. Adanya tanggapan baik (responsiveness)
3. Adanya kecakapan yang berwenang (competence)
4. Adanya jalan untuk memulai (acces)
5. Adanya sopan santun (courstesy)
6. Adanya hubungan baik (communication)
7. Adanya kepercayaan (security)
8. Adanya jaminan (credibility)
9. Adanya pengertian (understanding)
10. Adanya penampilan yang baik (appearance)
Pelayanan menjadi bagian tidak terpisahkan dari
penyelenggaraan pemerintahan. Pelayanan merupakan bentuk
konkret pemerintah dalam melayani masyarakatnya. Kebutuhan
masyarakat terhadap pemerintah adalah bersifat administratif
maupun pemenuhan terhadap barang atau jasa. Pemerintah
sebagai penyedia pelayanan tentunya harus melakukan pelayanan
publik secara optimal untuk menghasilkan pelayanan publik

Manajemen Pelayanan Publik


16
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun demikian, pelayanan
publik yang baik harus didukung oleh tingkat partisipasi yang baik
jua. Masyarakat sebagai penerima pelayanan juga harus bersifat
aktif dan partisipatif dalam penerimaan pelayanan, pemenuhan
terhadap standar pemenuhan pelayanan, mendukung program-
program pelayanan yang dilakukan sehingga keseimbangan dan
kerja sama pelayanan dapat dilakukan secara baik. Pemenuhan
pelayanan yang baik adalah dengan tidak ada ketimpangan antara
penerima dan pemberi pelayanan.
Oleh karena itu, Rahmayanty (2013) merekomendasikan
lima hal pokok dalam merancang pemberian pelayanan secara
prima, yaitu:
1. Regulasi layanan (service regulation). Untuk memudahkan
dalam pemberian pelayanan, setiap organisasi harus
membangun regulasi dalam bentuk sistem, aturan,
keputusan, prosedur dan tata cara lainnya dalam menerima
maupun mendapatkan pelayanan dalam standar pelayanan
yang ditentukan. Dasar hukum pelayanan, persyaratan,
prosedur, waktu pelayanan, dan lain sebagainya harus
dijelaskan secara lengkap dalam pembuatan regulasi
pelayanan. Regulasi yang tidak berbelit-belit tidak tumpang
tindih antara yang satu dengan yang lainnya, aturan yang
di atasnya maupun yang di bawahnya, akan memberikan
potensi pelayanan yang lebih baik. Regulasi itu mengatur
aturan dan jalannya pelayanan yang akan diberikan, dari
regulasi tersebut diharapkan pelayanan dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan, yaitu pelayanan yang berkualitas,
mudah, murah, baik, cepat, dan tepat.

Bab 1 | Pendahuluan
17
2. Fasilitas-fasilitas lainnya (service fasilities). Fasilitas sebagai
sarana penunjang dalam pelaksanaan pelayanan menjadi
penting juga untuk diperhatikan. Fasillitas atau sarana
prasana pendukung adalah sebagai instrumen untuk
membantu meningkatkan kinerja pelayanan. Kualitas
sumber daya manusia yang kompeten dan sistem yang baik
membutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung untuk
menghasilkan pelayanan yang berkualitas.
3. Peranan tim pengarah (advisory team). Tim pengarah
sebagai kontrol penuh terhadap manajemen tertinggi
dalam organisasi. Perannya adalah memberikan pengarahan
terhadap penyelenggara pelayanan dalam membuat
perencanaan, melakukan monitoring, memberikan motivasi,
menjadi teladan, tergabung dalam asosia untuk meningkatkan
kualitas diri menjadi lebih baik, melaksanakan konsep plan,
do, check and action, memecahkan masalah, memberikan
masukan dan saran, memberikan kepercayaan terhadap
tugas dan tanggung jawabnya, menjadi ghost shopping, dan
melaksanakan analisis terhadap pelanggan yang beralih.
Dengan demikian, kinerja penyelenggara pelayanan dapat
terus terkontrol dengan arahan-arahan dari tim pengarah.
Tim pengarah selain sebagai pemberi arahan terhadap
jalannya organisasi, menjadi kontrol penting dan menjadi
pendamping bagi penyelenggara pelayanan, sehingga tidak
keluar dari garis yang sudah ditentukan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
4. Mudah, murah, cepat dan manfaat (simple, cheap, fast,
and benefit). Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Pelayanan Publik, bahwa kemudahan, kemurahan, kecepatan
dan kemanfaatan pelayanan adalah menjadi hak warga negara

Manajemen Pelayanan Publik


18
untuk penerimaan pelayanannya. Mudah berarti pelayanannya
tidak berbelit-belit, tidak harus direpotkan dengan proses
pelayanan dan tidak dipersulit. Aturan sesungguhnya
harus memberikan kemudahan, bukan berarti sebaliknya.
Kemudian murah adalah keterjangkauan masyarakat
dalam membayar terhadap proses penerimaan pelayanan.
Kecepatan pelayanan juga menjadi harapan bagi masyarakat
terhadap penerimaan pelayanan. Cepatnya pelayanan saat
ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat, meningkatnya
perkembangan teknologi dan informasi memberikan
dorongan kepada pemerintah untuk meningkatkan aspek
pelayanan secara cepat. Cepatnya pelayanan memberikan
implikasi yang baik bagi penyelenggaraan pelayanan, karena
kebutuhan masyarakat saat ini adalah pelayanan yang
cepat. Begitu juga kemanfaatan pelayanan. Artinya bahwa
setiap pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
5. Membudayakan pemberian pelayanan yang baik, melalui:
(a) self awareness. Kesadaran pribadi untuk memberikan
pelayanan sebaik mungkin kepada pelanggan; (b) anthusiasm.
Memberikan pelayanan dengan penuh antusias atau
gairah; (c) reform. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja
pelayanan; (d) value. Pelayanan harus memberikan nilai
tambah; (e) impressive. Pelayanan harus diberikan dengan
cara yang menarik dan mempunyai kesan yang baik; (f) care.
Memberikan perhatian dan kepedulian kepada pelanggan
secara optimal; dan (g) evaluation. Pelayanan yang telah
diberikan harus selalu dievaluasi secara rutin.
Dari berbagai penjelasan di atas, bahwa pelayanan publik
bisa dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan

Bab 1 | Pendahuluan
19
masyarakat jika seluruh komponen pelayanan memenuhi standar
pelayanan. Pelayanan publik itu tidak berdiri sendiri, faktor
lainnya juga memengaruhi terhadap pemberian pelayanan.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada aspek manajemen yang juga
memengaruhinya. Pelayanan dan manajemen menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam organisai, apalagi organisasi publik
seperti organisasi pemerintahan. Manajemen merupakan sistem
yang mengatur jalannya organisasi, sementara pelayanan adalah
pelaksanaan dari sistem yang dibangun di dalam organisasi
tersebut. Pelayanan yang baik atau prima, tentunya dimulai
dari sistem atau manajemennya. Sistem yang baik yang dikelola
atau dikerjakan oleh sumber daya manusia yang kompeten dan
akuntabel dapat melahirkan kinerja yang berkualitas. Kinerja
yang berkualitas akan melahirkan output yang berkualitas pula.
Output yang berkualitas dalam sebuah pelayanan ditandai dengan
kepuasan masyarakat dan kualitas kinerja yang dilakukan dengan
dibuktikan oleh nilai-nilai akuntabilitasnya.

Manajemen Pelayanan Publik


20
2
KONSEP, FUNGSI DAN
TUJUAN PELAYANAN
PUBLIK

A. Pengertian Pelayanan Publik


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik memberikan definisi pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
Menurut Lewis dan Gilman (2005), bahwa pelayanan publik
adalah kepercayaan publik. Pelayanan publik dilaksanakan secara
bertanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
yang ada. Nilai akuntabilitas pelayanan yang diberikan dapat
memberikan kepercayaan kepada masyarakat tentang pelayanan
yang diberikan. Pertanggungjawaban terhadap aspek yang dilayani
adalah bagian dari pemenuhan terhadap pelayanan publik
untuk menjunjung tinggi kepercayaannya kepada masyarakat.
Kepercayaan masyarakat yang adalah sebagai dasar untuk
mewujudkan tercapainya pemerintahan yang baik.

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


21
Jika dianalisis secara spesifik, bahwa pelayanan adalah
pemberian hak dasar kepada warga negara atau masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya yang diatur oleh
peraturan perundang-undangan. Pelayanan mempunyai makna
melayani orang yang dilayani. Jika melayani, maka sejatinya
adalah memberikan pelayanan/pengabdian secara profesional
dan proporsional. Bentuk dan cara pelayanan juga merupakan
bagian dari makna yang tidak terpisahkan dari pelayanan itu
sendiri. Pelayanan berarti melayani dengan sungguh-sungguh
kepada orang yang dilayani untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingannya dalam rangka memberikan kepuasan dan
kemanfaatan.
Sementara itu, dalam konteks pelayanan publik adalah
melayani kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Pelayanan publik adalah melayani secara keseluruhan aspek
pelayanan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dipenuhi
sesuai dengan ketentuannya. Pelayanan publik menjadi suatu
sistem yang dibangun dalam pemerintahan untuk memenuhi
unsur kepentingan rakyat. Pelayanan publik merupakan
pemberian layanan yang diberikan kepada warga negara secara
baik dan profesional baik jasa, barang atau administratif sebagai
bagian dari keperluan masyarakat. Pelayanan publik yang baik
memberikan kepuasan terhadap masyarakat atas pelayanan
tersebut. Dalam pemberian pelayanan, menjadi tugas dan
tanggung jawab pemerintah untuk menyediakannya secara
profesional, akuntabel dan optimal. Pelayanan yang optimal
adalah harapan semua masyarakat agar tercipta kualitas pelayanan
yang lebih baik.
Optimalisasi pelayanan publik menurut pendapat Indri dan
Hayat (2015), adalah memberikan pelayanan secara profesional

Manajemen Pelayanan Publik


22
dan berkualitas yang mempunyai implikasi positif terhadap
kepuasan masyarakat. Profesionalitas pelayanan ditunjang oleh
sikap dan perilaku dalam pemberian layanan. Sumber daya
manusia menjadi indikator penting dalam pelayanan publik.
Keberadaan sumber daya aparatur adalah unsur utama dalam
pemberian pelayanan. Aparaturlah yang bersentuhan secara
langsung dengan masyarakat sebagai penerima layanan. Oleh
karena itu, kompetensi dan akuntabilitas yang komprehensif
menjadi keniscayaan, karena hal itu terkait dengan tugas dan
fungsi yang melekat dalam dirinya. Aparatur negara adalah
kunci keberhasilan pelayanan publik pada instansi atau lembaga
pemerintah. Jika aparaturnya kompeten, maka pelayanan dapat
dijalankan sebagaimana mestinya, tentunya kualitas layanan yang
diberikan juga berpengaruh terhadap aspek yang dilayaninya.
Artinya bahwa, kualitas pelayanan publik ditentukan oleh siapa
yang memberikan pelayanan.

B. Konsep Pelayanan Publik


Amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 menjadi
acuan bagi penyelenggaraan negara untuk memberikan pelayanan
secara optimal dan maksimal. Pelayanan yang maksimal dan
optimal menjadi rujukan bagi masyarakat dalam menerima
pelayanan. Kesinambungan seperti itulah yang memberikan
dampak kepercayaan kepada masyarakat. Masyarakat akan
merasa puas dengan pelayanan yang diberikan jika pelayanan
yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kepuasan masyarakat terhadap pelayanan dasarnya adalah
tergantung dari bagaimana ia dilayani, seperti apa pelayanannya,
dan bagaimana pelayanan diberikan.

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


23
Pelayanan tidak ditafsirkan hanya dengan kontekstualitasnya
saja, tetapi harus diimplementasikan secara substantif.
Bahwa siapa yang melayani dan bagaimana pelayanannya
harus diaktualisasikan dengan penuh tanggung jawab dan
profesional. Sehingga keberadaan pemberi layanan dengan
berbagai cara dan metodenya dan penerima layanan dengan
berbagai syarat dan ketentuannya dapat diintegrasikan dalam
kerangka pemberian pelayanan publik yang prima. Sesuai dengan
kebutuhannya, pelayanan publik menjadi indikator penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan menjadi dasar untuk
menciptakan pemerintahan yang baik.
Pasal 5 UU No. 25/2009 menyebutkan, bahwa ruang lingkup
pelayanan publik adalah meliputi pelayanan barang publik dan
jasa serta pelayanan administratif yang diatur sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pemberian pelayanan dalam ruang
lingkup tersebut harus dipenuhi oleh pemerintah secara baik,
akuntabel dan maksimal, sehingga kepuasan masyarakat dalam
penerimaan pelayanan dapat terpenuhi. Pelayanan publik tidak
hanya memberikan pelayanan secara fisik, tetapi sikap, perilaku
dan penerimaan dari aparatur pemberi layanan menjadi titik
penting dalam pelayanan publik. Kepuasan masyarakat tidak
hanya bertumpu pada cepatnya pelayanan, mudahnya pelayanan,
dan lain sebagainya, tetapi pada aspek kebaikan dan etika dalam
pemberian pelayanannya. Dalam UU tersebut juga menjelaskan
bahwa standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian
kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat,
mudah terjangkau, dan terukur.

Manajemen Pelayanan Publik


24
Ruang lingkup pelayanan publik dalam bidang jasa seperti
dalam ayat (2) Pasal 5 menyebutkan bahwa pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi
dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata,
dan sektor strategis lainnya. (UU No. 25/2009). Pemenuhan
terhadap ruang lingkup pelayanan publik harus dipenuhi oleh
negara sebagai penyelenggara pelayanan terhadap masyarakat
sebagai penerima pelayanan. Keduanya saling berintegrasi
dalam menjalankan aturan dan ketentuan perundang-undangan
dalam berbangsa dan bernegara, sehingga kolaborasi tersebut
menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan bangsa untuk
masyarakat.
Sementara pelayanan barang publik seperti yang tercantum
dalam Pasal 5 ayat (3), yaitu meliputi:
a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan
oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruhnya
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. Pengadaan dan penyaluran barang milik publik yang
dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya
tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian
atau dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


25
ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, pada aspek pelayanan jasa publik, diatur
dalam ayat (4), yaitu:
a. Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran daerah;
b. Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagai atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan;
c. Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang
modal pendiriannya sebagai atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan,
tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, pelayanan publik dalam aspek administratifnya,
diatur dalam ayat (7), yaitu:
a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh
negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan
dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.
b. Tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah
yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan
perjanjian dengan penerima pelayanan.

Manajemen Pelayanan Publik


26
Ketiga aspek pelayanan publik tersebut di atas harus
diselenggarakan secara optimal dan berkualitas oleh pemerintah
dalam rangka menjalankan amanah masyarakat dalam penerimaan
terhadap pelayanan publik dan untuk pemenuhan terhadap
kepentingan masyarakat. Ketiga unsur tersebut menjadi kebutuhan
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya
sebagai warga negara yang baik, masyarakat juga tidak hanya
menuntut kepada pemerintah atas pelayanan yang prima. Tetapi
harus mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Oleh karena itu, sistem pelayanan menjadi pengaturan yang
ketat dalam pelaksanaan pelayanan pubik. Pelayanan publik
yang berkualitas hanya dapat diupayakan dengan pemberlakuan
sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat
sebagai penerima pelayanan. Kepentingan kepada masyarakat
sebagai penerima pelayanan adalah hal yang mutlak dilakukan
oleh penyelenggara pelayanan. Bukan siapa yang melakukan,
tetapi siapa yang membutuhkan. Sehingga dengan demikian,
pelayanan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dapat
dilakukan secara optimal.
Optimalisasi pelayanan publik adalah keniscayaan bagi
pemerintah dan menjadi cita-cita masyarakat. Tercapainya
reformasi birokrasi dan good governance salah satunya adalah
dipengaruhi oleh kualitas pelayanan publik yang diberikan
secara optimal. Ada beberapa faktor dalam mengoptimalkan
pelayanan publik, yaitu kepemimpinan (leadership), budaya
organisasi (organizational culture), kelembagaan, tata kerja (standar
operating procedural), standar pelayanan, pengelolaan pengaduan
masyarakat, pengendalian dan evaluasi, sarana prasarana,
penggunaan teknologi informasi, dan pengelolaan sumber daya
manusia (Lembaga Administrasi Negara, 2010).

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


27
1. Kepemimpinan (Leadership)
Pemimpin merupakan penggerak utama organisasi. Otoritas
organisasi berada di tangan pemimpin. Pemimpin juga menjadi
kunci keberhasilan dari suatu organisasi. Begitu juga kegagalan
organisasi juga tergantung bagaimana pemimpin melakukan
proses kepemimpinannya. Pemberian layanan dapat dilakukan
secara optimal jika sistem kepemimpinan dikelola secara baik
atas kendali pemimpin.
Seorang pemimpin tidak hanya sebagai pengambil kebijakan
dalam organisasi, tetapi harus menjadi agent of change dan pelaku
dalam organisasi. (Hayat, 2014). Sehingga secara pasti pemimpin
bisa melakukan kontrol penuh terhadap jalannya organisasi.
Pemimpin juga harus mempunyai keberanian dalam melakukan
kreativitas dan inovasi, mampu membuat terobosan dan
kebijakan populis serta mempunyai keterampilan yang inspiratif.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh pemimpin antara lain
keterampilan konseptual, kemanusiaan, administrasi dan teknis.
Dominasi keterampilan tersebut tergantung pada posisinya.
Posisi menentukan kondisi dan tanggung jawabnya. Misalnya
apakah ia berada pada kepemimpinan puncak. Maka yang
mendominasi adalah keterampilan konseptual.
Pemimpin puncak mempunyai kewenangan penuh terhadap
organisasi. Oleh karena itu, yang dibutuhkan oleh pemimpin
ini adalah dominasi kemampuan membuat konsepsi terhadap
perkembangan organisasinya. Dominasi kebijakan dalam
membuat konsep, merancang visi dan misi organisasi serta
strategi dalam pembangunan organisasi menjadi kunci dari
pola kerja kepemimpinan puncak. Menjadi aktor utama dalam

Manajemen Pelayanan Publik


28
organisasi membutuhkan kematangan dan kecerdasan lebih
dalam pengambilan kebijakan. Sebagai seorang konseptor
tentunya menjadi tumpuan dalam maju atau tidaknya organisasi
tersebut.
Kepemimpinan dalam organisasi menjadi ujung tombak
keberhasilan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hayat
(2014) mencontohkan kepemimpinan Bupati Jembrana yang
mengutip dari Hamidy (2010: 2), bahwa Kabupaten Jembrana
menjadi salah satu kabupaten yang berhasil melakukan
rekonstruksi birokrasi, anggaran, dan peningkatan kualitas
pelayanan publik dengan berbagai inovasi secara makro, misalnya
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan pengurangan angka
kemiskinan.
Kabupaten Jembrana salah satu contoh aktualisasi
kepemimpinan bupati dalam melakukan berbagai terobosan
dalam pengelolaan organisasi pemerintahan. Terobosan-
terobosan tersebut mempunyai implikasi yang signifikan
terhadap stakeholders yang ada di dalamnya, sehingga pergerakan
organisasi berjalan sesuai dengan konsep dasar yang dibangun di
atas prinsip-prinsip dasar kepentingan masyarakat. Rekonstruksi
kebijakan Bupati Jembrana memberikan motivasi terhadap sistem
organisasi yang berjalan di dalamnya.
Hal ini menunjukkan, bahwa keberadaan pemimpin
harus juga menjadi motivasi bagi pegawai bawahannya untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya.
Pemimpin juga harus mampu mentransformasikan kebaikan-
kebaikan dalam organisasi dan menanggalkan kebiasaan-kebiasaan
buruk dalam suatu organisasi. Misalnya tindakan korupsi, kolusi
dan nepotisme dalam organisasi harus diminimalisir, jika

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


29
memungkinkan dihilangkan. Kebiasaan-kebiasaan tidak baik
seperti KKN memberikan dampak negatif yang cukup besar bagi
keberlangsungan organisasi, terutama pada organisasi sektor
publik yang dituntut untuk transparan, akuntabel dan profesional.
Peran pemimpin menjadi aktor utama dalam melakukan berbagai
reformasi birokrasi. Komitmen dan keberanian dalam melakukan
langkah alternatif dan pengambilan kebijakan juga harus dimiliki
oleh seorang pemimpin. Mempunyai konsep dan berorientasi
pada masa depan terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik
serta mendorong untuk terus melakukan perubahan adalah
hal utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada penggunanya.
(LAN, 2010).
Setiap pemimpin harus mempunyai jiwa perubahan,
tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan ke
arah yang lebih baik adalah sebuah keniscayaan bagi siapa saja,
termasuk dalam organisasi. Begitu juga kepemimpinan dalam
organisasi memerlukan perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk
melakukan perubahan, tentunya tidak mudah. Ada 10 (sepuluh)
tahapan yang harus dilakukan oleh pemimpin perubahan
(Dessler, 2010: 304-305; Beer, Eisenstat and Spector, 1990: 158-
166; Kotter, 1995: 59-66; Kotter, 2012: 3-17; Kotter and Cohen,
2002: 3-5; Abrahamson, 2000: 75-79; Beer and Nohria, 2000:
133-141; LAN, 2014: 6-8), sebagai berikut:
a. Membangun rasa tentang pentingnya perubahan. Setiap
perubahan dimulai dari orientasi yang ingin dicapai, terutama
konsepsi dari seorang pemimpin. Kepedulian terhadap
organisasi harus dijadikan sebagai fondasi dalam melakukan
perubahan. Persamaan persepsi terhadap perubahan itu juga
harus dibangun berdasarkan kepada fakta dan realita. Semua

Manajemen Pelayanan Publik


30
stakeholders harus mengetahui tujuan akhir dari perubahan
itu sendiri. Tentunya untuk kebaikan dan kemanfaatan bagi
semua elemen organisasi. Tahap pembangunan pentingnya
perubahan harus dimulai dari nilai-nilai kreativitas dengan
inovasi dan terobosan yang transformatif. Kegiatan-kegiatan
yang bersifat mendukung dan mendorong untuk mengarah
kepada perubahan adalah hal yang perlu untuk dilakukan.
Komitmen dan konsistensi bagi semua elemen organisasi
adalah hal yang mutlak dilakukan untuk sebuah perubahan.
b. Melakukan mobilisasi komitmen melalui diagnosis
persoalan. Langkah selanjutnya dalam melakukan perubahan
adalah melakukan identifikasi persoalan yang akan timbul
jika perubahan dilakukan. Hal ini penting sebagai upaya
dalam melakukan mobilisasi komitmen dari setiap unsur
organisasi. Melakukan kunjungan ke setiap bidang atau divisi
sebagai penggerak untuk mengakomodir persoalan yang
ada di tingkat paling bawah, sehingga persoalan-persoalan
yang muncul dapat segera ditangani. Kemudian daripada
itu, dapat dicarikan solusi atas persoalan yang muncul dan
segera dilakukan perbaikan-perbaikan untuk menunjang
komitmen yang ada. Sehingga perubahan tidak harus dari
atasan secara langsung, tetapi dapat dibangun atas komitmen
dari bawah berdasarkan penyelesaian terhadap permasalahan
dan persoalan yang muncul.
c. Menciptakan koalisi terarah. Untuk melakukan perubahan
secara komprehensif, tidak bisa dilakukan secara mandiri
atau sendirian. Setiap perubahan membutuhkan koalisi dan
kerja sama yang kohesif. Membangun kerja sama saja tidak
cukup, karena akan terlena tanpa kontrol terhadap kinerja.
Koalisi saja juga dapat berbahaya, karena menimbulkan

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


31
ketidakkondusifan kinerja. Kerja sama yang kuat dan
koalisasi yang baik dapat memberikan keseimbangan kinerja,
sehingga menghasilkan kelompok kerja yang solid. Kelompok
kerja yang solid untuk sebuah perubahan dapat membawa
visi dan misi yang sama. Tentunya koalisasi dari orang-
orang yang berpengaruh dalam melaksanakan perubahan di
dalamnya, yang bekerja sama sebagai tim untuk bertindak
terhadap perubahan yang diharapkan. Sebuah transformasi
membutuhkan akan tercapai jika kerja sama yang dibangun
berbasis pada kepentingan bersama.
d. Mengembangkan visi bersama. Perubahan tidak serta
merta dilakukan begitu saja, atau oleh siapa saja. Tetapi
perubahan dapat dilakukan dengan persamaan persepsi dari
para pengemban kebijakan. Perubahan atas kepemimpinan
organisasi, tentunya mempunyai visi yang dibawa
berdasarkan harapan bersama. Visi baru kepemimpinan
harus ditransformasikan kepada seluruh elemen organisasi
agar dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Perlu adanya sosialisasi, pengorganisasian dan berbagai
media transformasi harus dibangun pada kehidupan
organisasi, agara tersampainya visi organisasi menjadi
rujukan utama dalam pengembangan organisasi menjadi
lebih baik.
e. Mengomunikasikan visi. Visi organisasi harus dikomunikasi
secara intens kepada seluruh lapisan organisasi. Baik secara
verbal maupun nonverbal maupun secara langsung atau tidak
langsung. Penerapan visi dalam kehidupan organisasi dapat
dilakukan dengan apa saja. Perilaku kepemimpinan, sikap
dan kebiasaan menjadi alternatif komunikasi yang efektif
dalam memberikan pemahaman secara konkret kepada

Manajemen Pelayanan Publik


32
stakeholders. Banyak sekali komunikasi-komunikasi yang
perlu terus untuk ditingkatkan dan dibangun oleh pemimpin
dalam menjalankan visinya. Tentunya pembiasaan visi
menjadi suatu konsep yang mendasar dalam mencapai tujuan
organisasi. Jadikan visi sebagai sebuah kebiasaan-kebiasaan
baik dalam organisasi sebagai pendorong dan motivasi bagi
seluruh anggota organisasi. Jika ingin aparaturnya taat dan
disiplin, maka harus dimulai dari pemimpinnya. Seorang
pemimpin harus mampu menjadi orang yang paling disiplin
dan menaati seluruh aturan dalam organisasi, sehingga
apa yang dilihat, didengar, maupun diucapkan mempunyai
implikasi yang signifikan dalam perubahan aparaturnya.
Sehingga feedback perilaku pemimpin dapat dengan
mudah dijadikan sebagai preferensi oleh bawahan untuk
melaksanakan pencapaian terhadap visi organisasi.
f. Membantu pegawai dalam melakukan perubahan. Pola
kerja sama tidak hanya berlaku pada aspek pencapaian
tujuan organisasi. Perubahan perilaku dan sikap juga dapat
dilakukan dengan pola kerja sama dan komunikasi. Banyak
media yang dapat dilakukan untuk membantu aparatur dalam
melakukan berbagai inovasi, kreativitas, maupun melakukan
perubahan yang lebih baik. Peran pemimpin adalah juga
membantu bawahan untuk melakukan berbagai perubahan
dalam dirinya atau terhadap tanggung jawabnya. Melalui
motivasi, support, reward dan lain sebagainya yang dapat
membantu pegawai untuk lebih baik.
g. Membangkitkan pemenang jangka pendek. Perubahan tidak
seperti membalikan tangan. Membutuhkan kerja keras, kerja
sama, dan target dari tujuan jangka pendek atas perubahan
yang diharapkan. Setiap tujuan jangka pendek menjadi titik

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


33
penting dalam melakukan perubahan. Perubahan yang besar
dimulai dari perubahan-perubahan jangka pendek, sehingga
menjadi indikator untuk melakukan perubahan yang lebih
baik.
h. Mengkonsolidasikan pencapaian dan penghasilan lebih
banyak perubahan. Setelah dilakukan target pencapaian jangka
pendek akan melahirkan trust, kredibilitas, akuntabilitas, dan
bergerak maju untuk melakukan perubahan yang lebih besar.
Sistem, struktur, budaya dan kebijakan-kebijakan yang tidak
sesuai dengan visi dan misi baru dari organisasi.
i. Menetapkan cara baru. Sebagai perubahan dalam organisasi,
tentunya komunikasi dan konsolidasi serta koordinasi
dari pemimpin menjadi sangat penting. Melakukan
berbagai pendekatan dengan mensosialisasikan berbagai
kebaharuan dalam organisasi penting untuk disampaikan,
kemudian dijalankan secara bersama. Pemimpin harus
menjadi contoh atas perubahan baik tersebut untuk ditiru
dan diaktualisasikan dalam kehidupan organisasi oleh
stakeholders.
j. Mengawasi kemajuan dan penyesuaian terhadap visi sesuai
dengan kebutuhan. Setelah perubahan dilakukan, tentunya
kontrol terhadap pelaksanaan perubahan harus terus
dipantau dan diawasi. Pengawasan secara intensif harus
dilakukan oleh pemimpin dalam rangka memaksimalkan dan
mengoptimalkan nilai-nilai pengawasan. Pengawasan harus
diarahkan pada aspek kemajuan terhadap perubahan tersebut.
Upaya ini dilakukan dengan melakukan perbandingan
terhadap aspek yang perlu diukur dengan ketentuan penilaian
yang telah ditentukan. Hal yang paling utama dari seorang

Manajemen Pelayanan Publik


34
pemimpin dalam melakukan perubahan adalah bagaimana
menjaga perubahan itu agar terus berkembang dan maju
mengikuti zamannya. Sehingga pada akhirnya, kebaikan
atas perubahan yang dilakukan adalah membentuk karakter
organisasi menjadi organizational culture.

2. Budaya Organisasi (Organizational Culture)


Prinsip pelayanan publik menjadi rentetan birokrasi dalam
pelaksanaannya. Pelayanan publik tergantung seperti apa budaya
organisasi yang dibangun di dalam organisasi itu sendiri. Budaya
organisasi bukanlah struktur yang membingkai organisasi, tetapi
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh organisasi dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Budaya organisasi berjalan
seiring dengan sistem yang dibangun dengan visi, misi, tujuan
atau strategi yang ada, sehingga membentuk karakter organisasi.
Untuk membentuk karakter yang sama dan pencapaian
terhadap prinsip pelayanan publik, semua stakeholders harus
memiliki persepsi yang sama dalam menjalankan budaya
organisasi. Budaya kerja yang disiplin, tertib, sopan, akuntabel,
berkarakter, transparan, profesional dan bentuk karakter budaya
lainnya. Budaya organisasi berkaitan pula dengan etika kerja.
Etika kerja harus dijunjung tinggi dan dapat dilaksanakan
sebaik-baiknya, hal itu akan membentuk karakter aparatur
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Etika pribadi
menjadi cermin bagi etika organisasi, walaupun juga tidak dapat
dibenarkan bahwa kesalahan pribadi menjadi representasi dari
sebuah organisasi. Tetapi organisasi menjadi pantulan bagi etika
pribadi untuk membentuk karakternya.

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


35
3. Faktor Kelembagaan
Kualitas pelayanan publik juga dipengaruhi oleh faktor
kelembagaan. Bagaimana aspek pelayanan yang diberikan oleh
lembaga akan memengaruhi aspek pelayanan yang diberikan.
Sumber daya aparatur yang berada dalam sebuah lembaga menjadi
bagian penting dalam proses pelayanan, tetapi pengaturan dan
penerapan standar pelayanan diberikan secara legal formal oleh
lembaga. Lembaga yang mempunyai otoriter penting dalam
pemberian layanan. Jika lembaga mempunyai sistem dan tata
kelola dengan baik serta pengaturan terhadap manajemen
organisasi dikelola secara profesional, maka pelayanan yang
diberikan juga akan menjadi baik. Kebaikan pelayanan tergantung
bagaimana lembaga menerapkan peraturan dan ketentuan yang
ada dalam organisasi.
Faktor kelembagaan dalam hal ini adalah menyangkut
kewenangan dan organisasi. Kewenangan dari para pengambil
kebijakan dalam sebuah lembaga mempunyai peran penting
dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Siapa yang
mempunyai kewenangan dan berwenang dalam bidang apa, ia
akan memengaruhi kebijakan dalam kelembagaan itu sendiri.
Kewenangan dalam sebuah lembaga dapat diartikan sebagai
pengendali proses pelayanan yang diberikan. Aparatur adalah
pelaksana teknis yang mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan
tugas dan fungsi yang melekat dalam dirinya, tetapi yang
mempunyai wewenanglah yang dapat memengaruhi perubahan
atau perbaikan pelayanan itu sendiri. Pada aspek kewenangan
yang harus diperhatikan adalah apa kewenangan yang akan
diberikan, siapa yang melakukan, bagaimana cara melakukannya,
apakah terjadi tumpang tindih kebijakan atau peraturan di
dalamnya, dan lain sebagainya (LAN, 2010).

Manajemen Pelayanan Publik


36
Organisasi merupakan bagian dari faktor kelembagaan dalam
pemberian pelayanan publik. Organisasi adalah suatu wadah yang
dikelola oleh dua orang atau lebih yang dilakukan secara bekerja
sama untuk mendapatkan tujuan yang diharapkan. Organisasi
merupakan suatu tempat proses pelayanan dilakukan. Organisasi
dapat memengaruhi aspek pelayanan yang diberikan. Di dalam
organisasi terdapat visi, misi, tujuan dan strategi dari organisasi
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Bagaimana visi dan misi
dibuat, apa tujuannya dan bagaimana strateginya. Tentunya dalam
proses itu yang lebih penting adalah bagaimana pelayanan yang
diberikan kepada penerima layananan. Pelayanan publik akan baik
jika organisasi yang dikelolanya menjadi baik. Kebaikan sebuah
pelayanan akan berdampak pada organisasi secara kelembagaan.
Begitu juga peran manajer atau pemimpin dalam pengambilan
keputusan organisasi untuk menjalankan pelayanna publik secara
berkualitas dan prima.

4. Tata Kerja (Standar Operasional Procedur)


Standar Operasional Procedur (SOP) adalah media utama
dalam sebuah organisasi. SOP atau tata kerja adalah “rel”
bagi organisasi dalam menjalankan seluruh aspek kegiatan
keorganisasian. Sebagai “pagar” dalam menjalankan aktivitasnya,
tentunya organisasi harus diukur dalam kinerjanya. SOP
diperlukan sebagai aspek terpenting untuk memberikan tata
kerja yang maksimal bagi siapa saja yang menerima outputnya.
Pelayanan publik akan menjadi lebih baik jika dalam organisasi
tersebut terdapat SOP di dalamnya.
SOP menjadi bagian terpenting untuk mengetahui seperti
apa manajemen dan pelayanan yang dilakukan dan diberikan

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


37
kepada penerima pelayanan. Pelayanan akan baik jika SOP
dilakukan secara baik. SOP mengatur jalannya proses pelayanan
sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi. SOP memberikan
ruang secara spesifik untuk bekerja sesuai dengan ketentuannya.
Pelanggaran terhadap SOP yang ada dapat memengaruhi
pelayanan yang diberikan. SOP secara prinsip bukan mengekang
aparatur dalam memberikan pelayanan, tetapi justru memberikan
kemudahan dan kenyamanan dalam bekerja.
Begitu juga dengan penerima pelayanan. Menjadi sebuah
keniscayaan bahwa pelayanan publik berlaku bagi siapa pun,
dengan cara yang sama dan ketentuan yang sama pula. Tidak ada
diskriminasi maupun keistimewaan yang diberikan organisasi
untuk sebuah pelayanan publik. Bagi penerima pelayanan,
sejatinya harus juga mematuhi SOP yang sudah dijalankan,
sehingga sistem yang dibangun dalam organisasi berjalan secara
baik dan profesional. Hal ini akan berimplikasi kepada pelayanan
publik yang prima dan optimal.
Tata kerja mengatur jalannya proses pelayanan secara
berkesinambungan dan terintegrasi ke instansi-instansi lainnya,
serta pengendaliannya sudah ditentukan dalam SOP-nya. Secara
internal, tata kerja juga mengatur standar prosedur dalam
organisasi penyelenggara pelayanan terpadu. Sehingga pola
kerja sama dalam organisasi dapat terbangun secara baik. Setiap
individu dalam organisasi tidak hanya mengetahui tugas dan
fungsi dirinya mengerjakan apa, tetapi mengetahuai tugas, pokok
dan fungsi dari sejawat dalam organisasinya untuk saling bekerja
sama dalam memberikan pelayanan secara baik dan profesional.
Dengan demikian, penataan terhadap pola kerja dalam organisasi
menjadi bagian penting dalam aspek pelayanan publik.

Manajemen Pelayanan Publik


38
5. Standar Pelayanan
Selain SOP atau tata kerja organisasi, standar pelayanan
menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan dalam aspek pelayanan
publik. Optimalisasi pelayanan publik juga dipengaruhi oleh
standar pelayanan yang diberikan. Standar pelayanan (LAN,
2010) meliputi standar waktu penyelesaian, standar biaya,
persyaratan, prosedur, dan dasar hukum pelayanan.
Waktu penyelesaian dalam pemberian pelayanan adalah
terkait dengan kecepatan layanan yang diberikan. Semakin
tinggi kebutuhan manusia dalam aspek pelayanan publik, maka
kecepatan waktu pelayanan menjadi utama dalam pemberian
pelayanan. Kecepatan pelayanan memberikan implikasi positif
terhadap penilaian masyarakat dalam pemberian pelayanan
tersebut. Waktu penyelesaian pelayanan memang seyogianya
harus distandardisasi. Hal ini diperlukan sebagai upaya
pemberian pelayanan yang optimal kepada masyarakat dalam
menerima layanan. Standar waktu pelayanan akan memberikan
kemudahan dan kenyamanan bagi penerima layanan.
Oleh karena itu, penting untuk dibangun budaya inovasi dan
kreativitas dalam sebuah organisasi atau lembaga publik yang
merupakan penyedia pelayanan publik. Pengembangan inovasi
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan penggunaan instrumen
pelayanan dalam rangka memberikan pelayanan terbaik. Inovasi
dan kreativitas pelayanan publik dapat mempermudah dan
mempercepat pelayanan yang diberikan. Sehingga memberikan
kesan kepuasan bagi penerima layanan. Jika dapat dikerjakan
dengan waktu 1 hari, kenapa harus 1 minggu.
Standar pelayanan dalam hal biaya, tentunya juga perlu diatur
dalam tatanan pelayanan publik. Standar biaya adalah menjadi

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


39
acuan bagi masyarakat dalam menerima pelayanan. Biaya yang
murah menjadi tumpuan dan harapan bagi penerima pelayanan.
Namun demikian, standar biaya bukan menjadi hal yang mutlak
dalam pemberian pelayanan. Sejatinya, jika pelayanan publik
dilakukan secara baik dan profesional, disertai dengan standar
pembiayaan yang rasional, itu menjadi bagian dari pengoptimalan
pelayanan. Jika memang harus membayar dengan harga yang
mahal dalam penerimaan pelayanan, maka sudah sepantasnya
pelayanan yang diberikan harus profesional. Profesionalitas
pelayanan publik harus sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Tetapi jika pelayanan itu harus dengan harga yang murah atau
bahkan gratis, tentunya pelayanan publik juga harus dilakukan
secara baik. Banyak kasus tentang pelayanan yang buruk karena
pembiayaan yang murah dan gratis. Jika pelayanan itu gratis,
maka aspek pemberian pelayanan tersebut cenderung kurang baik
dan menjadi tidak profesional, acapkali mengabaikan standar-
standar pelayanan yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, peran
pemimpin menjadi kunci penguatan terhadap aspek optimalisasi
pelayanan itu sendiri.
Standar persyaratan dan prosedur pelayanan juga harus
dilakukan secara baik dan benar. Persyaratan pelayanan menjadi
penentu diberikannya pelayanan. Jika syaratnya lengkap dan
memenuhi, kemudian prosedurnya dijalankan secara baik dan
sesuai ketentuan akan dapat mempermudah dalam menerima
pelayanan. Kecenderungan “lewat belakang” dalam penerimaan
layanan sudah harus dihindari, hal itu akan merusak sistem
yang dibangun dalam organisasi. Rusaknya sistem dengan
memberlakukan sistem yang tidak baik akan memperburuk
pelayanan dan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap
pelayanan publik.

Manajemen Pelayanan Publik


40
Kemudian, daripada itu, persyaratan dan prosedur pelayanan
menjadi alur diberikannya pelayanan yang baik. Persyaratan harus
dengan mudah dapat dipenuhi dan mudah dilakukan. Pemenuhan
dan kemudahan dalam persyaratan dan prosedur pelayanan dapat
menghasilkan sebuah pelayanan yang baik. Standar persyaratan
yang baik dan prosedur yang teratur memberikan output
pelayanan yang profesional. Hal ini menjadi kunci tertatanya
dan teraturnya jalannya proses pelayanan tersebut. Pengaturan
ini menjadi rujukan bagi penerima layanan untuk mengikuti dan
mematuhinya, sehingga pemberian pelayanan berjalan seperti
yang diharapkan.
Dasar hukum dalam pemberian pelayanan publik juga
menjadi penting sebagai pengetahuan bagi masyarakat. Dasar
hukum pelayanan minimal harus mudah ditemui oleh masyarakat
dititik sentral pelayanan. Pemahaman dasar hukum dalam
aspek pemberian pelayanan adalah penting sebagai edukasi bagi
masyarakat. Pemahaman tentang dasar hukum pelayanan menjadi
bagian dari pemberian layanan yang optimal. Masyarakat yang
memahami tentang dasar hukum pelayanan lebih teratur, tertib,
dan patuh dalam penerimaan pelayanan. Hal ini bagian dari
bentuk partisipasi yang baik antara masyarakat dan pemerintah
untuk mencapai good governance.
LAN (2010), mendefinisikan bahwa standar pelayanan
adalah bentuk konkret dari akuntabilitas. Standar pelayanan
secara parsial seharusnya sudah dipenuhi pada lembaga-lembaga
negara. Sebagai bagian paling penting dalam pelayanan publik,
standar pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
mudah dipenuhi, dan rasional. Sebagai barometer tercapainya
tujuan pelayanan publik yang baik adalah adanya standardisasi
dari pelayanan yang diberikan. Standar tersebut adalah ukuran

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


41
minimal atau standar pelayanan minimal, bahwa penyelenggara
pelayanan dalam memberikan pelayanan harus memenuhi unsur-
unsur standar minimal yang ditentukan, jika dimungkinkan untuk
bisa memberikan pelayanan secara lebih adalah lebih baik.

6. Pengelolaan Pengaduan Masyarakat


Sebagai bentuk penguatan terhadap aspek pelayanan publik
dan bentuk kerja sama yang baik antara masyarakat dengan
pemerintah, pengaduan masyarakat harus difasilitasi secara
baik. Pengaduan merupakan bentuk laporan dari masyarakat
terhadap aspek pelayanan yang diberikan. Masyarakat sebagai
penerima layanan harus diberikan ruang yang seluas-luasnya
untuk melaporkan berbagai proses yang dilakukan dalam proses
pelayanan publik. Tentu, pengaduan masyarakat ini harus dikelola
secara baik dan transparan. Pengelolaan pengaduan masyarakat
bisa melalui online (SMS dan Website) yang difasilitasi oleh
pemerintah. Begitu juga pada tempat-tempat tertentu juga
diberikan kotak saran bagi masyarakat untuk menyampaikan
masukan, saran maupun kritikannya.
Hasil yang diharapkan dari pengelolaan pengaduan
masyarakat tidak hanya tersedianya fasilitas pengaduan itu
sendiri, tetapi tindak lanjut dan respons harus dilakukan, agar apa
yang dijadikan sebagai keluhan atau saran maupun kritik tidak
hanya menjadi formalitas belaka, tetapi ada tindakan konkret
untuk sebuah perbaikan atau perubahan yang lebih baik. Harus
ada aksi nyata terhadap saran, masukan dan kritikan tersebut.
Walaupun secara penuh, tidak mungkin memenuhi unsur yang
diharapkan oleh masyarakat. Namun demikian, harus ada
prioritas dari pengaduan tersebut. Pengaduan masyarakat adalah

Manajemen Pelayanan Publik


42
bentuk kontrol masyarakat kepada pemerintah untuk dievaluasi
dan dilakukan perbaikan agar pelayanan yang diberikan menjadi
lebih baik.

7. Pengendalian dan Evaluasi


Pelayanan publik bagian dari sebuah sistem yang dibangun
dalam organisasi. Penyelenggaraan pelayanan tentunya harus
melakukan pengendalian dan evaluasi untuk menjadi lebih
baik. Pengendalian dan evaluasi merupakan sebuah sistem yang
membangun organisasi. Artinya bahwa, setiap proses pelayanan
yang diberikan harus terus dilakukan evaluasi dan monitor.
Tujuannya adalah untuk memperbaiki segala bentuk kekurangan-
kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang terjadi. Begitu juga
untuk memperkuat kelebihan dan kemajuan yang sudah ada.
Bentuk pengendalian dan evaluasi dalam pelayanan publik
banyak sekali. Melakukan rapat secara insidental maupun
berkesinambungan. Rapat-rapat koordinasi secara berkala sangat
mempunyai peran penting dalam menjamin terselenggaranya
pelayanan publik yang baik (LAN, 2010). Peran pemimpin
dalam pengendalian dan evaluasi sangat mutlak dibutuhkan.
Penyelesaian terhadap persoalan yang muncul harus segera
ditangani dengan baik. Kapasitas kontrol yang dimiliki oleh
pimpinan merupakan bentuk komunikasi dan koordinasi
nonformal yang harus terus dibangun. Melalui terobosan dan
inovasi yang dimiliki harus menjadi sebuah solusi dan alternatif
yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Sebagai bentuk pengawasan terhadap aparatur, maka
pengendalian diharapkan mampu memberikan motivasi,
support dan semangat baru bagi pegawai. Pengendalian dan

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


43
pengawasan menjadi salah satu bagian penting dalam pengelolaan
dan manajemen administrasi publik. Dari pengendalian dan
pengawasan yang dibangun akan melahirkan nilai-nilai kreativitas
bagi pegawai untuk lebih baik dalam menjalankan tugas dan
fungsinya. Hal itu juga merupakan bentuk penunjang untuk
melakukan penyegaran oleh pemimpin kepada bawahan dalam
rangka menempatkan sumber daya manusia yang kompeten
sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga kegiatan
organisasi berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menempatkan sumber daya manusia sesuai dengan
kemampuannya adalah hal yang harus terus diupayakan oleh
pemimpin untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas.
Peningkatan kualitas pelayanan tergantung siapa melakukan apa,
dengan kemampuannya yang bagaimana. Kemampuan yang ada
didukung oleh tingkat pendidikan yang membentuk karakter
sumber daya manusia tersebut. Sumber daya manusia menjadi
pemeran utama dalam pelayanan publik. Sumber daya aparatur
berhubungan secara langsung dengan penerima layanan, apa yang
dilakukan, apa yang diberikan, apa yang disampaikan, apa yang
dikerjakan akan dinilai secara langsung oleh masyarakat selaku
penerima pelayanan. Baik dan buruknya pelayanan akan direkam
secara otomatis oleh masyarakat dan disimpulkan sebagai bentuk
dari penilaian yang objektif.
Penilaian masyarakat merupakan bagian dari bentuk
pengendalian dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pelayanan.
Apa yang dikeluhkan dan disampaikan oleh masyarakat dalam
aspek pelayanan terhadap lembaga publik, menjadi salah satu
indikator dalam melakukan pengendalian dan pengawasan.
Melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan kualitas
pelayanan adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada manusia yang

Manajemen Pelayanan Publik


44
sempurna, yang ada adalah selalu berusaha untuk menjadi
yang sempurna dengan melakukan perbaikan dan kebaikan.
Perbaikan dan selalu memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat adalah bentuk konkret dan komitmen aparatur
dalam menjalankan kewajibannya. Melalui pengendalian dan
pengawasan yang dilakukan akan berdampak pada kualitas
pelayanan publik yang lebih baik.

8. Sarana dan Prasarana


Pelayanan publik tidak serta merta yang berkaitan dengan apa
yang diberikan oleh aparatur kepada masyarakat yang menerima
pelayanan. Sarana dan prasarana merupakan salah satu bagian
penting dalam pemberian pelayanan. Gedung yang memadai
misalnya akan memberikan keleluasaan dan kenyamanan bagi
masyarakat yang akan meminta pelayanan. Kebersihan dan tata
ruang yang memadai adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam
melayani masyarakat. Kebersihan berpengaruh kepada rasa betah
masyarakat yang menunggu proses pelayanan. Walaupun lama
dan antri, karena kenyamanan ruang tunggunya dan bersihnya
lingkungannya akan membuat masyarakat menikmati berbagai
proses yang dilakukan.
Selain itu, bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus perlu
diberikan tempat khusus, misalnya penyandang cacat harus
diberikan ruang pelayanan yang khusus pula. Perlakuan khusus
kepada orang berkebutuhan khusus adalah sebuah keharusan bagi
penyedia pelayanan publik. Hal itu merupakan bentuk pemberian
pelayanan yang prima. Sudah selayaknya mereka diperlakukan
khusus dan diberi ruang yang khusus pula.

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


45
Begitu pula ibu hamil dan menyusui. Penyediaan ruang
bagi ibu hamil adalah sebuah kenyamanan yang didambakan
oleh masyarakat pengguna layanan. Sehingga tidak mengganggu
aktivitas masyarakat yang lain, dan memberikan ruang yang
nyaman bagi ibu menyusui ketika menyusui anaknya.
Ruang pelayanan publik sudah saatnya menjadi milik
masyarakat sebagai penerima pelayanan. Penyediaan kebutuhan
masyarakat harus dipenuhi secara baik. Sarana prasarana yang
diperlukan juga harus memadai. Sehingga ketika masyarakat
melakukan pelayanan akan merasa nyaman, aman dan tenteram.
Ruangan yang bersih dan fasilitas yang lengkap serta sarana
prasarana yang memadai membuat masyarakat betah. Hal itu
juga merupakan bentuk pelayanan publik yang prima. Salah
satu indikator penting dalam pemberian pelayanan publik yang
berkualitas.

9. Penggunaan Teknologi Informasi


Teknologi informasi saat ini menjadi kebutuhan masyarakat
secara umum. Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat
besar dalam penggunaan teknologi saat ini. Bahkan salah
satu masyarakat terbanyak yang menggunakan teknologi dan
informasi. Para investor mengincar pasar Indonesia sebagai
salah satu pasar yang sangat menjanjikan dalam pemakaian
teknologi. Perkembangan teknologi juga semakin pesat dan terus
mengalami peningkatan. Teknologi sudah menjadi kebutuhan
bagi masyarakat saat ini.
Semakin semaraknya teknologi yang berkembang saat ini
dan semakin tingginya penggunaan teknologi, sudah saatnya
teknologi masuk dan berkembang pada penyedia pelayanan

Manajemen Pelayanan Publik


46
publik. Pelayanan publik adalah dari masyarakat untuk
masyarakat dan oleh negara. Dari masyarakat, apa yang menjadi
kebutuhan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat
akan bentuk dan proses pelayanan adalah sebuah keharusan.
Kecepatan pelayanan adalah bagian dari yang diharapkan oleh
masyarakat dalam pemberian pelayanan. Untuk masyarakat,
tentu setiap pelayanan yang diberikan adalah untuk masyarakat
sebagai penerima pelayanan. Setiap pelayanan yang disediakan
adalah hanya untuk masyarakat. Pelayanan itu milik masyarakat.
Pemerintah menjadi fasilitator terhadap aspek seluruh pelayanan
tersebut. Negara harus menyediakan kebutuhan pelayanan
masyarakat, sehingga pelayanan bersifat baik dan memuaskan.
Untuk memenuhi unsur di atas, penyediaan teknologi
dan informasi merupakan bagian penting yang harus terus
dibangun oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Internet sudah menjadi kebutuhan masyarakat
modern saat ini. Teknologi sudah menjadi kebiasaan masyarakat
Indonesia saat ini. Oleh karena itu, penyelenggara pelayanan
publik jangan sampai ketinggalan terhadap teknologi dan
informasi yang dengan cepat berkembang saat ini. Penggunaan
teknologi dalam pelayanan publik adalah sebuah keharusan dan
keniscayaan.
Penggunaan teknologi juga dapat membantu penyelesaian
berbagai tugas administrasi maupun koneksivitas antar instansi.
Sehingga memberikan kemudahan bagi aparatur dalam mengatur
dan mengelola data base maupun administratif. Hal ini juga
harus terus dikembangkan terkait dengan penggunaan e-filing
maupun e-data dalam sebuah instansi. Informasi teknologi
sebagai peran utama dalam penyediaan kebutuhan data secara
sinkronisasi dan penggunaan secara optimal dapat membantu

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


47
aparatur negara meningkatkan kinerjanya. Kinerja yang cepat dan
berkualitas secara dominan akan berimplikasi kepada pelayanan
yang diberikan.
Kecepatan teknologi akan berpengaruh terhadap pelayanan
yang diberikan. Pelayanan publik sudah harus online dengan
berbasis pada teknologi informasi. Penggunaan teknologi menjadi
kewajiban bagi penyedia pelayanan. Penggunaan teknologi
merupakan salah satu aspek yang mendukung pelayanan
publik yang prima. Dengan teknologi, pelayanan publik dapat
diselesaikan secara cepat dan tepat, mudah dan murah. Begitu
juga cita-cita pemerintahan yang baik sudah mulai masuk pada
aspek e-Governance atau e-Government, hal ini perlu ditingkatkan
dan didukung dalam pelaksanaannya hingga pada pemerintahan
paling bawah.

10. Pengelolaan Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia dalam instansi pemerintahan
menjadi aktor utama dalam pemberian pelayanan. Kompetensi
dan kualitas sumber daya manusia menjadi taruhannya. Aspek
pendidikan menjadi salah satu indikator kompetensi dan
kualitas itu sendiri. Kompetensi yang dimiliki berdampak pada
pemberian pelayanan. Sumber daya manusia yang kompeten akan
memberikan pelayanan secara baik dan sesuai dengan standar
pelayanan yang sudah ditentukan. Begitu juga sebaliknya.
Keberadaan reformasi birokrasi yang terus digerakkan oleh
pemerintah dari tingkat yang paling bawah hingga pemerintah
pusat, salah satu unsur utamanya adalah peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Berkembangnya kebutuhan sumber
daya manusia yang andal dan berkualitas dalam pelayanan

Manajemen Pelayanan Publik


48
publik menjadikan pemerintah terus melakukan perbaikan dan
pembenahan dalam berbagai aspek. Oleh karena itu, Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
menjadi dasar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
aparatur..
Menurut UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tertuang
dalam Pasal 6 dan 7, bahwa aparatur sipil negara adalah Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK). PNS adalah pegawai yang diangkat sebagai pegawai
tetap oleh pejabat yang berwenang dan memiliki nomor induk
kepegawaian secara nasional. Sementara PPPK adalah pegawai
yang diangkat dengan perjanjian kerja oleh pejabat di atasnya
sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah dan kompetensi
yang dimiliki dalam isian jabatan negara.
Namun demikian, LAN (2010), bahwa instansi pemerintah
pada umumnya tidak mempunyai kewenangan dan keleluasaan
dalam merekrut pegawai. Pegawai biasanya disediakan secara
langsung oleh pemerintah daerah tanpa memperhatikan kebutuhan
yang diinginkan dan aspek kompetensi yang diharapkan, sehingga
menjadi persoalan ketika dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dalam suatu instansi. Hal ini masih terjadi sampai
sekarang, sehingga ini menjadi koreksi bagi pemerintah untuk
terus melakukan perbaikan dalam perekrutan pegawai.
Di samping itu, diberlakukannya UU ASN memberikan
ruang dan kesempatan yang sama kepada masyarakat untuk
mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara dengan menjadi
aparatur sipil negara. Aparatur sipil negara, PNS maupun PPPK
tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dalam hak dan
kewajibannya. Tugas dan fungsinya sama yaitu menjadi aparatur

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


49
negara dengan tanggung jawab yang melekat dalam dirinya.
Begitu juga dengan hak penggajiannya sama dengan PNS. Hanya
saja, yang membedakan adalah status yang melekat dalam dirinya
dan hak perlindungan pensiun yang tidak dapat diterimakan dan
tidak dibatasi oleh PPPK. PPPK tidak mendapatkan hak pensiun
dan masa kerjanya tidak dibatasi oleh waktu pensiun, tetapi
dibatasi oleh kontrak kerja yang dibuat secara bersama-sama
antara pemerintah dengan aparatur sipil negara (Hayat, 2014).
Oleh karena itu, penting untuk digarisbawahi bahwa
sumber daya aparatur dalam hal ini adalah aparatur sipil negara
merupakan indikator dan menjadi pemeran penting dalam
penyelenggaraan pelayanan publik pada instansi pemerintah.
Kompetensi dan kualitas aparatur harus menjadi perhatian
serius dalam melakukan rekrutmen. Aspek pendidikan juga
memengaruhi kompetensi yang dimilikinya. Sehingga bentuk
rekrutmen harus dibenahi secara keseluruhan. Ketentuan
rekrutmen harus mengacu kepada aspek kebutuhan, kompetensi
dan kualitas pendidikan, sehingga aspek pelayanan publik dalam
penyeleggaraan negara dapat berjalan dengan baik. Sumber daya
aparatur yang berkualitas yang berada pada tempat yang sesuai
dengan kompetensinya akan melahirkan inovasi dan terobosan
dalam pelayanan publik, baik secara komprehensif maupun
secara eksploratif.

C. Fungsi Pelayanan Publik


Setiap instansi pemerintah yang menerapkan pelayanan
publik secara baik dan berkualitas dipengaruhi oleh konsepsi
dasar yang dibangun dengan reformasi birokrasi menuju tatanan
dan sistem pengelolaan yang profesional. Profesionalitas kinerja

Manajemen Pelayanan Publik


50
dengan memaksimalkan potensi sumber daya manusia yang
kompeten dan berdaya saing, mempunyai implikasi yang positif
terhadap kualitas kinerja. Kualitas kinerja dengan kemampuan
dan soft skill yang dimiliki setiap aparatur, berpengaruh secara
komprehensif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik pada Pasal 2 disebutkan bahwa
pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian
hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara
dalam pelayanan publik. Kepastian hukum terhadap hak dan
kewajiban warga negara dalam penerimaan pelayanan publik.
Masyarakat mempunyai hak untuk menerima pelayanan secara
baik dan berkualitas, dengan pelayanan yang cepat, mudah,
murah, tepat waktu, dan baik.
Kepastian hukum dimaksudkan untuk menjamin kebutuhan
masyarakat akan terpenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelayanan publik. Pelayanan publik
sesungguhnya untuk masyarakat, apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat dalam hal pelayanan publik menjadi kewajiban bagi
aparatur untuk melayaninya. Tetapi, harus diperhatikan pula
oleh masyarakat, sistem dan cara menerima pelayanan publik.
Prinsipnya adalah saling mematuhi ketentuan dan peraturan yang
berlaku dalam penerapan pelayanan publik. Misalnya pembuatan
KTP, masyarakat harus tahu syarat dan ketentuan pembuatan KTP.
Begitu pula aparatur juga harus mengetahui tentang ketentuan
yang berlaku dalam pembuatan KTP, baik dalam segi waktu
penyelesaian maupun aspek biayanya. Sehingga jika ini dipenuhi
secara baik, pelayanan publik akan berjalan dengan baik sesuai
dengan asas-asas pelayanan publik.

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


51
Asas pelayanan publik terdiri yang tertuang dalam Pasal 4
UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa
penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan pada kepentingan
umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan
kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/
tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu; dan
kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

D. Tujuan Pelayanan Publik


Aspek yang menjadi dasar dalam pelayanan publik adalah
melayani masyarakat sebaik-baiknya dalam rangka membantu
terkait dengan urusan administrasi kepemerintahan dan/atau
kebutuhan barang atau jasa publik. Pelayanan publik yang baik,
tentunya menjadi harapan penting bagi masyarakat, mulai dari
sikap aparatur yang memberikan pelayanan, bentuk pelayanan
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
sampai kepada perilaku aparaturnya. Tujuan pelayanan publik
semata-mata untuk kepentingan masyarakat yang menerima
pelayanan. Jika pelayanannya baik, masyarakat akan merasa puas
atas diterimanya pelayanan yang diberikan. Kepuasan masyarakat
menjadi acuan baik atau buruknya pelayanan publik.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 menyebutkan
bahwa tujuan pelayanan publik antara lain:
a. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak
yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;

Manajemen Pelayanan Publik


52
b. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang
layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan
korporasi yang baik;
c. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
d. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Penekanan dalam pasal ini adalah memberikan kepastian
hukum kepada masyarakat yang menerima pelayanan. Dengan
mewujudkan prinsip-prinsip pelayanan publik sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan, memberikan konsekuensi
hukum kepada siapa yang memberikan pelayanan kepada siapa
yang menerima pelayanan. Hak dan kewajiban masyarakat dan
aparatur dalam penyelenggaraan pelayanan publik menjadi
koridor yang membatasi dan mengatur jalannya pelayanan publik
tersebut.
Namun demikian, tujuan pelayanan publik di Indonesia
masih mengalami berbagai kendala dan tantangan. Sofian
dalam Safroni (2012) mengemukakan 4 (empat) kendala yang
dihadapi oleh Indonesia dalam pembangunan pelayanan publik,
yaitu: Pertama, politik. Persoalan politik menjadi bagian tak
terpisahkan dalam menjalankan proses pemerintahan. Sistem
politik Indonesia dengan demokratisasinya memberikan ruang
yang luas bagi elemen politik untuk berkompetisi dalam jabatan
politik. Bentuk koalisi dalam perpolitikan, menimbulkan
ketidakstabilan dalam ruang-ruang publik. Hal itu berdampak
pada jalannya pemerintahan. Koalisi politik yang tidak permanen
mengakibatkan proses dalam administrasi pelayanan publik
terkendala dengan banyaknya kepentingan politik.

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


53
Kedua, lemahnya penggunaan teknologi. Teknologi menjadi
bagian tidak terpisahkan dengan penyelenggaraan pemerintahan,
terutama dalam pemberian pelayanan publik. Pemerintahan
melalui berbagai kebijakannya telah mengeluarkan kebijakan
publik yang berbasis pada teknologi informasi. Teknologi
informasi dalam pelayanan publik menjadi kebutuhan utama
sebagai bagian dari meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
Minimnya penggunaan teknologi dalam berbagai pelayanan
kepada masyarakat mengakibatkan ketidakefektifan dan
ketidakefisiennya pelayanan publik. Sistem manual yang masih
digunakan dalam pemberian pelayanan sudah tidak memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang cepat dan mudah.
Pemerintah harus terus memacu pengembangan dan peningkatan
teknologi informasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal
itu sudah menjadi kebutuhan masyarakat dalam pelayanan publik
dan kebutuhan pemerintahan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan secara prima.
Ketiga, rekrutmen pegawai. Rekrutmen pegawai yang tidak
efektif memberikan gerak yang tidak seimbang dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat. Ketidakefektifan rekrutmen
pegawai menjadikan berbagai aspek pelayanan terkendala,
baik secara langsung atau tidak langsung. Pelayanan publik
harus dilakukan oleh aparatur yang mempunyai kompetensi
yang tinggi, kualitas keterampilan yang memadai, dan sikap
dan perilaku yang baik sehingga pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan melalui pemberian pelayanan kepada publik
dapat dipertanggungjawabkan. Sudah menjadi keharusan bagi
pemerintah untuk terus melakukan berbagai langkah konkret
dalam mengatasi persoalan rekrutmen Aparatur Sipil Negara
(ASN).

Manajemen Pelayanan Publik


54
UU ASN telah mengamanatkan dalam Pasal 62 ayat (1)
bahwa penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS oleh instansi
pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan pada
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan
oleh jabatan. Kemudian dalam ayat (2) memberikan penegasan
bahwa penyelenggaraan seleksi PNS terdiri dari 3 (tiga) tahapan,
meliputi seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan
seleksi kompetensi bidang. Tetapi dalam pelaksanaannya
masih mengalami berbagai persoalan, misalnya terkait dengan
kebutuhan yang kurang proporsional, adanya KKN, intervensi
politik, dan lain sebagainya.
Pada tahun-tahun terakhir ini, pemerintah mengadakan
kebijakan moratorium terhadap pengadaan PNS. Banyaknya PNS
yang tidak memiliki persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang memberikan implikasi terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, terutama yang berhubungan langsung dengan
pemberian pelayanan kepada masyarakat. Kualifikasi PNS
yang rendah juga berdampak pada tujuan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik. Dengan dilaksanakannya UU ASN
memberikan harapan baru bagi pemerintah untuk terus
melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan pelayanan kepada
publik melalui rekrutmen yang lebih baik. Rekrutmen yang
dengan berdasar pada ketentuan dalam UU ASN memberikan
dampak yang lebih baik pada penyelenggaraan pelayanan publik,
mengingat kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks
terhadap aspek pelayanan publik.
Keempat, reward dan punishment. Salah satu lemahnya dalam
pelayanan publik adalah masih belum meratanya reward yang
diterima aparatur pelayanan publik yang berprestasi. Pemerintah
masih dinilai kurang memberikan perhatian secara penuh kepada

Bab 2 | Konsep, Fungsi dan Tujuan Pelayanan Publik


55
aparatur yang berprestasi. Reward merupakan penghargaan
pemerintah kepada aparatur yang berprestasi. Pemberian reward
merupakan bentuk motivasi bagi aparatur untuk memacu
semangat yang tinggi dalam bekerja dan meningkatkan kualitas
pelayanan yang diberikan. Pemberian reward sejatinya tidak
dipandang dengan sebelah mata, hal itu merupakan bagian dari
motivasi kepada aparatur yang lain untuk bekerja secara lebih
baik. Semangat dan motivasi melalui reward adalah cara efektif
untuk melahirkan nilai-nilai kreativitas dan inovasi di lingkungan
pemerintahan sehingga berimplikasi pada kinerja pelayanan yang
profesional dan berkualitas.
Unsur yang paling penting dalam mewujudkan pelayanan
publik yang baik dan berkualitas adalah kompetensi sumber
daya alam aparatur yang ditopang oleh intelektualitas yang tinggi
serta perilaku yang baik. Pemberian pelayanan bukan terletak
kepada apa yang diberikan dan apa yang diterimanya, tetapi
lebih kepada bagaimana cara memberikan pelayanan tersebut.
Jika cara pemberian yang baik dijadikan sebagai fundamen dalam
memberikan pelayanan publik, menjadi keniscayaan penerimaan
yang baik atau penilaian yang baik terhadap aparatur pelayanan
publik.

Manajemen Pelayanan Publik


56
3
KINERJA PELAYANAN PUBLIK

A. Pengertian Kinerja Pelayanan Publik


Bentuk pemberian yang dilakukan oleh aparatur pelayanan
kepada masyarakat sebagai pengguna pelayanan adalah bagian
dari pelayanan publik. Penerimaan oleh masyarakat menjadi
penilaian tersendiri atas apa yang telah diberikan oleh aparatur
pelayanan melalui pelayanannya. Setiap pelayanan yang diberikan
adalah bagian dari tugas dan tanggung jawabnya serta sudah
menjadi kewajiban penyelenggara pelayanan untuk memberikan
pelayanan secara baik. Baik atau buruknya penilaian terhadap
pelayanan publik tergantung sejauh mana pelayanan itu diberikan.
Demikian itu juga menjadi media kontrol masyarakat
terhadap penyelenggara pelayanan, kontrol untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Kontrol terhadap pelayanan tidak
terlepas dari kontrol terhadap kinerja aparatur pelayanan
yang melayani. Kinerja aparatur merupakan bagian terpenting
dalam peningkatan kualitas pelayanan, karena kinerja yang
melakukan proses terhadap pelayanan itu sendiri. Kinerja
yang baik, ditopang dengan kompetensi yang dimiliki aparatur

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


57
pelayanan akan menghasilkan sebuah pelayanan yang prima dan
profesional. Profesionalitas dan primanya pelayanan tentunya
akan berdampak pada keluaran yang dihasilkan, yaitu kepuasan
masyarakat dalam menerima pelayanannya.
Kinerja secara etimologi adalah berasal dari bahasa Inggris,
yaitu performance. Performance berasal dari kata “to perform” yang
mempunyai arti masukan (entries). Banyak sekali penjelasan
tentang makna entries ini dari berbagai pengertian tentang
masukan yang relevan dengan pengertian kinerja. Kesimpulannya
adalah bahwa kinerja merupakan pelaksanaan suatu pekerjaan
dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung
jawabnya, sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang
diharapkan (Sinambela, 2012).
Setiap pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki oleh seseorang, niscaya akan menghasilkan tujuan
yang diharapkan. Pekerjaan itu harus dikerjakan oleh ahlinya
yang memang mempunyai bidang dalam pekerjaan itu sendiri.
Bisa saja, pekerjaan dilakukan oleh seseorang yang tidak sesuai
dengan kemampuannya, tetapi tidak akan maksimal sekalipun
pekerjaan itu dapat diselesaikan serta tidak akan optimal dalam
pelaksanaannya, karena hal itu tidak hanya menyangkut tentang
penyelesaian terhadap pekerjaan itu sendiri, tetapi lebih kepada
passion dalam melaksanakan pekerjaannya dan ada kepuasan
terhadap pekerjaan yang dilakukan. Dengan demikian, tanggung
jawab yang melekat dalam dirinya menjadi amanah yang
dijalankan secara totalitas dan penuh dengan kesungguhan.
Sementara itu, Wibowo (2013), mengutip dari pendapatnya
Amstrong dan Baron (1985: 5), menyatakan bahwa kinerja
adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan

Manajemen Pelayanan Publik


58
tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi ekonomi. Pada perspektif yang lain, kinerja dapat
diartikan sebagai tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana
cara mengerjakannya serta bagaimana hasil yang didapat dari
pekerjaannya.
Sedangkan, Wibawa (2010) mengungkapkan bahwa
kinerja adalah hasil kerja dari suatu individu atau organisasi
dibandingkan dengan apa yang seharusnya dicapai oleh yang
bersangkutan. Hasil yang dicapai dimaksud adalah uraian yang
dapat ditemukan dalam aturan pembentukan organisasi melalui
visi, misi, tujuan dan strategi yang digunakan dan harapan yang
ingin dihasilkan. Kinerja bukan hal yang objektif, tetapi subjektif
dalam prinsipnya, yaitu tergantung dari ukurannya, standar
yang dipakai dan tergantung dari orang yang menilai, waktu dan
tempat penilaian.
Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab yang melekat dalam diri
masing-masing, dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral
dan etika yang ada. (Prawirosentono, 1992,2; Sinambela,
2012). Rumusan di atas memberikan gambaran bahwa kinerja
merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dengan nilai-nilai etika dan moral
yang tinggi. Kinerja adalah output yang dihasilkan untuk tujuan
tertentu sesuai dengan yang diharapkan bersama. Kinerja menjadi
bagian yang satu antara seseorang dengan pekerjaannya.
Oleh karena itu, kinerja adalah melekat dalam diri seseorang
atau organisasi dalam menjalankan dan menyelesaikan

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


59
pekerjaannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang menjadi
tanggung jawabnya. Kinerja berorientasi kepada sebuah hasil
yang diharapkan bersama sesuai dengan yang sudah direncanakan
untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung
jawab serta untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Di
samping itu, bentuk dari kinerja adalah adanya evaluasi terhadap
pekerjaan yang sudah dilakukan sebagai pengendali terhadap
pekerjaan berikutnya. Secara prinsip, kinerja adalah pekerjaan
yang berkesinambungan dan terus-menerus yang dilakukan oleh
seseorang dan/atau organisasi dengan capaian sesuai dengan yang
diharapkan bersama. Menjadikan kinerja yang berkualitas dan
memberikan kepuasan terhadap hasil dari kinerja yang dilakukan.
Bahwa dari rumusan di atas, Sinambela (2012)
mengemukakan, ada 4 (empat) poin penting untuk mengetahui
tingkat keberhasilan seseorang atau lembaga dalam menjalankan
pekerjaannya, yaitu:
1. Kinerja adalah hasil akhir dari pekerjaan yang dilakukan oleh
individu atau kelompok. Apakah pekerjaan yang dihasilkan
adalah baik atau tidak, dapat dipengaruhi dari dua faktor
penting, yaitu cara seseorang atau kelompok melakukan
pekerjaan dan kompetensi yang dimiliki seseorang atau
kelompok dalam melakukan pekerjaannya.
2. Setiap kinerja yang melekat pada diri kelompok atau individu
dalam melakukan pekerjaannya diikuti oleh wewenang dan
tanggung jawab. Setiap wewenang dan tanggung jawab diikuti
oleh hak dan kekuasaan yang dimilikinya untuk melakukan
sesuatu pekerjaan tersebut dengan baik. Dalam melakukan
pekerjaan, kontrol dan kendali terhadap pekerjaan tersebut
semestinya tetap dilakukan, sebagai upaya dan memastikan

Manajemen Pelayanan Publik


60
bahwa pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan ketentuan
dan tujuan yang diharapkan serta dikerjakan secara baik dan
dengan hasil akhir yang maksimal. Hak dan kekuasaan yang
dimiliki oleh individiu atau kelompok dalam menjalankan
kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap pekerjaannya
dipertanggungjawabkan oleh pemberi hak dan wewenang,
sehingga tidak menyalahgunakan hak dan wewenangnya.
3. Legalitas kinerja. Setiap pekerjaan harus dilakukan secara
legal dan sesuai dengan ketentuannya. Tugas dan tanggung
jawab yang melekat dalam diri seseorang atau kelompok
harus diikuti oleh aturan untuk mencapai sebuah tujuan
yang diharapkan. Aturan dan ketentuan tersebut, mengatur
cara kerja, metode menyelesaikan pekerjaan dengan
baik, dan mempertanggungjawabkan pekerjaan. Dengan
mengikuti ketentuan dan aturan yang telah disediakan, besar
kemungkinan keberhasilan kinerja akan tercapai dengan baik.
4. Etika dan moral menjadi bagian yang satu dengan kualitas
kinerja yang dihasilkan. Kinerja yang optimal harus diikuti
dengan sikap dan perilaku yang baik. Perilaku atau etika
dan moral dalam kinerja juga akan dipertanggungjawabkan
secara moral. Etika dan moral berbanding lurus dengan
kualitas kinerja seseorang atau kelompok. Artinya bahwa,
ketentuan yang ada dalam organisasi harus diikuti oleh
penguatan terhadap moral dan etika dalam diri. Bentuk etika
dan moral adalah sikap dan perilaku dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya. Kontrol emosi juga menjadi
bagian di dalamnya. Kinerja yang didukung dengan moral
dan etika yang baik akan membentuk performance yang lebih
baik. Performance yang baik dalam kinerja tentunya akan
menghasilkan kinerja yang baik pula.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


61
Di sisi lain, kinerja sumber daya manusia mempunyai
makna yang hampir sama dengan penjelasan di atas. Bambang
Kusriyanto (1991: 3) mengatakan bahwa kinerja sumber daya
manusia berasal dari kata job performance atau actual performance
merupakan perbanding hasil yang dicapai dengan peran serta
tenaga kerja persatuan waktu. Sementara itu, Gomes (1995:195)
memberikan definisi kinerja karyawan adalah ungkapan seperti
output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan
produktivitas. Mangkunegara (2000: 67) juga mengemukakan
bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(dalam Mangkunegara, 2005). Dari apa yang diungkapkan oleh
beberapa ahli di atas, memberikan pemahaman bahwa kinerja
karyawan/pegawai adalah hasil kerja yang dilakukan berdasarkan
pertanggungjawaban yang ditandai dengan output secara kualitas
maupun kuantitas sebagai sebuah prestasi yang dicapai untuk
tujuan yang diharapkan.
Pelayanan yang berkualitas tentunya dilakukan oleh
aparatur yang mempunyai kinerja yang baik dan profesional.
Profesionalitas kinerja dibangun berdasarkan kemampuan dan
soft skill yang dimiliki aparatur. Ketika profesionalitas dibangun
dalam diri aparatur pelayanan publik, yang diikuti oleh pemberian
pelayanan secara optimtimal dan prima, maka di situlah kinerja
pelayanan publik tampak optimal.
Kinerja pelayanan publik merupakan konsekuensi hukum
dari pemberian pelayanan yang baik yang dilakukan secara baik
pula. Namun demikian, ada indikator-indikator penting dalam
mengukur kinerja pelayanan publik. Indikator kinerja pelayanan
publik sebagai ukuran bagi penyelenggara pelayanan publik dalam
memberikan pelayanannya.

Manajemen Pelayanan Publik


62
Bastian (2006), mendefinisikan kinerja merupakan bentuk
prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Setiap
kinerja yang dihasilkan oleh aparatur merupakan penghargaan
bagi organisasi untuk mendapatkan reward (penghargaan). Begitu
juga dengan kinerja yang kurang baik harus mendapatkan reward
dalam bentuk pembinaan.
Secara substansi, kinerja pelayanan merupakan bentuk
hasil pekerjaan yang telah dilakukan oleh aparatur dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Tugas dan fungsi pelayanan
adalah memberikan pelayanan publik secara baik dan optimal.
Kinerja pelayanan menjadi salah satu indikator penting track
record pegawai terhadap tanggung jawabnya.
Bentuk pencapaian atas apa yang direncanakan terhadap
pekerjaan yang dilakukan oleh individu aparatur dalam
menjalankan tugasnya atau oleh organisasi yang merupakan
wadah bagi aparatur dalam pekerjaannya adalah dapat dikatakan
sebagai kinerja. Bahwa, kinerja pelayanan merupakan bentuk
tanggung jawab atas proses perencanaan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan. Setiap aparatur mempunyai target pencapaian
terhadap kinerja yang mereka lakukan. Target pencapaian
terhadap kinerja merupakan bentuk komitmen pegawai dalam
meningkatkan kinerja pelayananan.
Target tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi aparatur
dalam bekerja. Tercapainya target kinerja tergantung dari
seberapa komitmen aparatur dalam menjalankan tugasnya.
Komitmen tersebut yang akan menghantarkan aparatur kepada
sebuah kualitas kinerja dengan pencapaian kinerja yang lebih
baik. Tentunya, target yang menjadi tujuan pencapaian kualitas
kinerja diikuti oleh proses perencanaan. Dengan melakukan

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


63
proses perencanaan, aspek hambatan dan tantangan minimal
sudah dapat diantisipasi secara baik. Hambatan dari internal
maupun dari eksternal. Kesiapan untuk menghadapi segala
konsekuensi hukumnya adalah bentuk konkret dari komitmen
penyelenggaraan pelayanan yang lebih baik.
Baik dan buruknya pelayanan tergantung dari bagaimana
pelayanan itu diberikan dan siapa yang memberikan pelayanan.
Bagaimana memberikan pelayanan terbaik harus diikuti oleh
metode atau cara pelayanan yang baik pula. Ada aturan yang
mengikat di dalam setiap unsur pelayanan, ada teknik dalam
memberikan pelayanan, ada pula tata cara pelayanan itu dilakukan.
Unsur-unsr tersebut harus dipahami dan diterjemahkan secara
komprehensif untuk disampaikan kepada masyarakat. Sehingga
masyarakat mengetahui apa yang menjadi syarat dan ketentuan
untuk mendapatkan pelayanan tersebut.
Kinerja pelayanan publik menjadi substansi nilai yang
menjadi fokus utama penilaian dalam pelayanan publik. Kinerja
pelayanan publik menjadi sorotan utama dalam kerangka
memastikan apakah pelayanan publik berjalan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, termasuk perilaku dan sikap dari aparatur
pelayanan publik. Kinerja pelayanan publik merupakan bentuk
perbuatan yang berulang-ulang yang dilakukan oleh aparatur
negara dalam memberikan pelayanan.
Namun demikian, kinerja pelayanan tidak hanya berfokus
pada aspek yang dilayani. Tetapi aspek sikap dan perilaku dari
aparatur termasuk dalam kinerja pelayanan. Kinerja menunjukkan
sikap, perbuatan dan perilaku seseorang yang melakukan
sesuatu kepada orang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan
organisasi. Kinerja pelayanan publik merupakan bentuk perilaku
aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Manajemen Pelayanan Publik


64
Untuk memastikan pelayanan publik yang baik dan prima,
dapat dilihat dari assessment (penilaian) kinerja yang dimiliki oleh
masing-masing aparatur. Penilaian aparatur menjadi monitoring
pimpinan dalam memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi,
support maupun sanksi kepada aparatur negara. Reward akan
diberikan kepada aparatur yang mempunyai prestasi, sedangkan
punishment akan diberikan kepada aparatur yang melanggar
ketentuan. Hal itu dapat dilihat dari penilaian yang diberikan
kepada aparatur pelayanan setiap satu tahun sekali.
Melalui berbagai sistem dan aturan-aturan yang dibangun
oleh pemerintahan dalam rangka meningkatkan kualitas aparatur,
mulai dari sistem perekrutan dan persyaratannya yang ketat
serta aspek kompetensinya, bentuk pembinaan dengan standar
ketentuan yang tinggi, serta sistem penilaian kinerja pelayanan
publik yang maksimal, memberikan implikasi yang signifikan
terhadap tujuan good governance. Hal itu juga dapat mendorong
suksesnya reformasi birokrasi untuk menciptakan zona integritas
terhadap lembaga-lembaga negara sehingga tercipta kinerja
aparatur pelayanan publik yang berkualitas, profesional, mandiri
dan akuntabel.

B. Sifat dan Bentuk Kinerja Pelayanan Publik


Kinerja pelayanan publik sejatinya memang harus berjalan
sesuai dengan sifat dan bentuknya. Secara prinsip sifat kinerja
pelayanan publik adalah membantu masyarakat dalam menerima
hak dan kewajibannya, yaitu menerima pelayanan yang dibutuhkan
secara baik. Menjadi kewajiban bagi aparatur pelayanan untuk
memberikan pelayanan secara profesional. Penerimaan pelayanan
yang baik kepada masyarakat serta pemberian pelayanan yang

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


65
profesional akan membentuk karakter kerja sama yang baik antara
masyarakat dengan pemerintah dalam rangka menuju tatanan
pemerintahan yang lebih baik, tidak menutup kemungkinan good
governance akan terwujud.
Sementara itu, bentuk kinerja pelayanan publik didasari
pada ruang lingkup pelayanan publik. Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 25/2009 tentang Pelayanan
Publik, dijelaskan bahwa ruang lingkup pelayanan publik
meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan
administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kemudian dilanjutkan pada ayat (2) yang menyebutkan, bahwa
pelayanan publik tersebut antara lain pendidikan, pengajaran,
pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,
lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan,
perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis
lainnya.
Sementara itu, pada ayat (5) disebutkan bahwa pelayanan
publik harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan
pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan
jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk
dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik. Untuk
mengaktualisasikan pelayanan publik, diperlukan aspek saling
membutuhkan antara penerima layanan dan pemberi layanan.
Saling menopang satu sama lain dan mendukung program-
program pelayanan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
berlaku sehingga pelayanan dapat berjalan dengan baik.
Menjadi tanggung jawab aparatur penyelenggara negara dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Bentuk dan sifat yang melekat dalam diri aparatur pelayanan
publik harus profesional, akuntabel dan transparan. Hal ini

Manajemen Pelayanan Publik


66
menyangkut sistem dan tatanan yang dibangun oleh pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Begitu juga dalam
pelayanan jasa dan administratif yang merupakan bentuk dari
pelayanan publik.
Selain itu, bentuk kinerja adalah bersifat deskriptif. Deskripsi
jabatan dalam kinerja menjadi penting sebagai pemahaman
terhadap tugas dan pokok serta tanggung jawab aparatur
pelayanan publik. Oleh karena itu, Sinambela (2012) mengutip
pendapatnya Haynes, (1986: 63-64), menyatakan bahwa yang
menjadi landasan terhadap deskripsi jabatan terhadap tugas
pokok dan fungsi dari aparatur adalah sebagai berikut:
1. Penentuan gaji. Deskripsi jabatan menjadi dasar untuk
perbandingan pekerjaan dalam organisasi dan dapat dijadikan
sebagai acuan pemberian gaji yang adil serta sebagai data
pembanding dalam persaingan dalam perusahaan.
2. Seleksi pegawai. Pada penerimaan pegawai atau seleksi
pegawai merupakan bagian dari deskripsi jabatan. Jabatan
apa yang dibutuhkan dalam rekrutmen pegawai harus sesuai
dengan kompetensi dan akuntabilitas yang dimilikinya.
Kualifikasi dalam seleksi pegawai juga menjadi penting bagi
organisasi untuk menempatkan seseorang sesuai dengan
kemampuannya.
3. Orientasi. Deskripsi jabatan dapat mengenalkan tugas-tugas
pekerjaan yang baru kepada pegawai dengan cepat dan
efisien. Pengenalan terhadap tugas kepada pegawai lebih
memungkinkan untuk pencapaian tujuan secara efektif.
Pengetahuan dan pemahaman pegawai terhadap jabatannya
memberikan dorongan untuk bekerja secara efektif dan
efisien.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


67
4. Penilaian kinerja. Deskripsi jabatan menunjukkan
perbandingan bagaimana tugas dan tanggung jawab
pegawai dijalankan sebagaimana mestinya. Penilaian kinerja
merupakan bentuk pengendalian yang dilakukan kepada
pegawai untuk memastikan pekerjaan dikerjakan secara baik.
Selain itu, pegawai juga dapat mempertanggungjawabkan
pekerjaannya dengan menunjukkan kinerja yang maksimal.
Penilaian kinerja menjadi bagian pula dari kenaikan
jabatan atau lainnya yang dapat mendorong pegawai lebih
termotivasi.
5. Pelatihan dan pengembangan. Deskripsi jabatan memberikan
analisis yang akurat mengenai pelatihan dan pengembangan
karier. Melalui pelatihan dan pengembangan karier,
menjadi motivasi dan semangat bagi aparatut untuk terus
meningkatkan kualifikasi, kualitas kinerja dan kompetensi
personalnya. Pelatihan dapat meningkatkan kompetensi
sementara pengembangan dapat meningkatkan keterampilan.
Kompetensi dan keterampilan yang terus dibangun dapat
memengaruhi kualitas kinerja pegawai.
6. Uraian dan perencanaan organisasi. Perkembangan awal dari
deskripsi jabatan menunjukkan kelebihan dan kekurangan
dalam pertanggungjawaban. Deskripsi jabatan menjadi
penyeimbang antara tugas dan tanggung jawab pegawai.
Tugas adalah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh pegawai,
sedangkan tanggung jawab adalah hasil dari tugas yang sudah
dilakukan untuk kemudian dipertanggungjawabkan. Artinya
bahwa, tugas yang sudah dilakukan adalah sesuai dengan
harapan dan tujuan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan harapan.

Manajemen Pelayanan Publik


68
7. Uraian tanggung jawab. Deskripsi jabatan dapat membantu
aparatur dalam memahami beberapa tugas dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Ringkasan pekerjaan bagi
setiap individu berdasarkan pada jabatannya. Hal ini untuk
mempermudah bagi aparatur untuk bekerja sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya. Deskripsi diri juga menjadi
tuntutan pencapaian tujuan dalam suatu organisasi. Tuntutan
itu sebagai peta untuk sampai kepada tujuan yang diharapkan.
Deskripsi jabatan di atas merupakan bentuk pemetaan dan
penataan terhadap kinerja pegawai. Melalui deskripsi tersebut,
kinerja yang dilakukan lebih bersifat aktif, kreatif, inovatif dan
dapat dijalankan sesuai dengan fungsi dan peran jabatannya
masing-masing. Dengan demikian, kinerja yang menjadi sasaran
terhadap sumber daya manusia dapat dikontrol secara penuh dan
optimal. Secara spesifik, deskripsi jabatan memberikan ruang
gerak aparatur sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya serta
mengembangkan kemampuan personal pegawai untuk kualitas
kinerja yang lebih baik.

C. Kualitas Kinerja Pelayanan Publik


Kualitas pelayanan publik merupakan inti dari sebuah
kinerja pelayanan. Kinerja pelayanan menjadi poin penting dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Kualitas pelayanan publik
menjadi indikator keberhasilan pelayanan publik yang diberikan.
Kualitas pelayanan publik yang baik menjadi barometer bahwa
pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan perudang-
undangan yang berlaku. Hal itu juga mengindikasikan kualitas
sumber daya manusia yang baik, profesional dan bertanggung
jawab serta kompeten.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


69
Jika kualitas pelayanan publiknya baik, maka dapat
dipastikan bahwa kinerja pelayanan yang dilakukan oleh aparatur
pelayanan juga maksimal. Kualitas kinerja ditentukan sejauh
mana ia memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kualitas
kinerja bergerak seiring dengan kompetensi yang dimiliki oleh
penyelenggara pelayanan yang disertai dengan perilaku dan sikap
yang menjunjung tinggi nilai moralitas dan etika pelayanan, serta
mempunyai tanggung jawab dan profesionalitas yang tinggi dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa untuk menghasilkan kualitas
kinerja pelayanan publik tidak mudah. Banyak tantangan yang
dihadapi, baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi
yang menaunginya, terutama terkait hal komitmen dan
konsistensi serta orientasi yang menjadi tujuan utama dalam
pelayanan publik. Mulai dari aspek rekrutmen aparatur, penataan
dan pembinaan, sampai pengendalian dan evaluasi kinerja.
Struktur yang dibangun untuk memaksimalkan pelayanan adalah
melalui evaluasi kinerja pelayanan. Evaluasi kinerja pelayanan
menjadi catatan penting bagi pemerintah sebagai upaya untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik.
Evaluasi kinerja sebagai bentuk kontrol terhadap kinerja
pelayanan publik di semua sektor, baik kepada individu
ataupun lembaga negara. Dilakukannya kontrol sebagai bentuk
pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan agar berjalan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal itulah yang terus
dibangun oleh pemerintah untuk memaksimalkan potensi-
potensi yang dimiliki untuk kemaslahatan dan pemenuhan
terhadap kebutuhan masyarakat.

Manajemen Pelayanan Publik


70
Semakin tinggi kebutuhan masyarakat akan pelayanan
publik, harus diimbangi oleh semakin tingginya profesionalitas
dan kualitas yang diberikan. Pelayanan publik itu dinamis,
yang kebutuhannya menyesuaikan situasi dan kondisinya
serta membutuhkan kinerja yang dinamis pula terhadap
aparatur pelayanan dalam menjalankan tugasnya. Pelayanan
publik itu menjadi ujung tombak dari penyelenggaraan sistem
pemerintahan, baik dari tingkat bawah sampai tingkat pusat
karena pelayanan publik berhubungan dengan masyarakat.
Memberikan pelayanan yang terbaik adalah hal yang
tidak dapat ditawar lagi dalam pelaksanaan kinerja pelayanan
publik. Pelayanan publik yang prima adalah suatu kewajiban
bagi penyelenggara pelayanan untuk memenuhinya. Menerima
pelayanan yang berkualitas adalah harapan utama masyarakat.
Kolaborasi dan kerja sama melalui regulasi yang dibangun harus
terus dijalankan untuk memberikan implikasi peningkatan
terhadap kualitas pelayanan publik. Pelayanan publik yang
semakin baik memberikan dorongan terhadap kinerja pelayanan
publik. Tentunya, pengaturan terhadap kualitas kinerja pelayanan
publik diiringi oleh reward yang harus diterimanya kepada
penyelenggara pelayanan publik sebagai bentuk motivasi untuk
lebih baik dan menginspirasi bagi orang lain.

D. Indikator Kinerja Pelayanan Publik


Indikator kinerja menjadi bagian dari suatu kontrol terhadap
kinerja yang dilakukan oleh aparatur. Apakah kinerja yang
dilakukan sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau
belum. Ada unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam indikator
kinerja untuk mengukur kinerja aparatur. Indikator kinerja juga

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


71
menjadi bagian dari pengukuran kinerja. Indikator kinerja lebih
kepada aspek hal yang menjadi faktor penilaian, sementara
pengukuran kinerja lebih kepada objek penilaiannya.
Untuk memenuhi standar pelayanan publik, indikator kinerja
pelayanan harus memenuhi ketentuan dan persyaratan yang
baik. Menurut Bastian (2006), syarat yang harus dipenuhi dalam
penentuan indikator kinerja pelayanan publik adalah:
1. Spesifik, jelas, dan tidak ada kemungkinan kesalahan
interpretasi. Spesifikasi menjadi penting dalam kinerja
pelayanan publik. Untuk menentukan indikator apa
yang akan diuraikan dalam komponen pelayanan publik.
Spesifikasi memberikan ruang yang maksimal dalam kinerja
pelayanan. Kejelasan terhadap kinerja yang akan dijadikan
sebagai indikator dalam pelayanan adalah menjadi penting.
Jangan sampai dalam implementasi pelaksanaan, indikator
yang akan dijadikan sebagai preferensi tidak mempunyai
kejelasan. Hal ini bisa berakibat kurangnya maksimal kinerja
pelayanan publik. Kemudian, menghindari kemungkinan
kesalahan terhadap aspek yang akan dijadikan sebagai dasar
untuk menentukan indikator adalah mutlak. Tidak ada
pilihan untuk melakukan kesalahan dalam proses penentuan
indikator kinerja pelayanan publik. Apalagi menimbulkan
banyak tafsir terhadap indikator yang akan dibuat. Persepsi
yang harus dibangun dalam penentuan indikator adalah
kemudahan bahasa yang digunakan dengan penjelasan yang
lengkap.
2. Pengukuran dilakukan secara objektif. Sifatnya bisa
kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih yang
mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang

Manajemen Pelayanan Publik


72
sama. Objektivitas pengukuran menjadi dasar penilaian yang
baik. Kinerja pelayanan yang diukur atas dasar objektivitas
dengan mengedepankan prinsip keadilan dan kebaikan
sehingga diperoleh pengukuran yang lebih berorientasi pada
kinerja. Namun demikian, dari nilai objektivitas tersebut
dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif sebagai
sifat yang akan diukur.
3. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek objektif
yang relevan. Indikator yang akan dinilai harus mempunyai
nilai relevansi dengan objek yang akan dinilai. Relevansi
indikator kinerja terhadap objek menjadi satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan dalam kinerja aparatur. Hal ini
dilakukan untuk memberikan implikasi terhadap kinerja
pelayanan yang dilakukan berdasarkan indikator kinerja.
4. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk
menunjukkan keberhasilan masukan, proses keluaran,
hasil, manfaat, serta dampak yang ditimbulkan. Sebagai
persyaratan dalam merancang indikator kinerja pencapaian
terhadap tujuan kinerja harus jelas dan komprehensif serta
ada aspek kemanfaatan yang didapatkan dari indikator
tersebut. Indikator kinerja untuk mengukur kinerja dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Indikator kinerja juga
mempersyaratkan sebuah keluaran dan dampak yang
dihasilkan dari indikator yang dilakukan.
5. Fleksibel dan sensitif terhadap perubahan atau penyesuaian
pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan. Untuk
meningkatkan kinerja, kepekaan terhadap keadaan dan
lingkungan kerja serta terhadap perkembangan zaman
harus menjadi poin penting dalam menangkap kesempatan

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


73
dan prospek yang ada. Indikator yang akan dibangun harus
terus dilakukan perbaikan yang bersifat dinamis. Sensitivitas
terhadap perubahan dan keadaan juga harus menjadi
perhatian agar tidak ketinggalan serta dapat menyesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan saat ini.
6. Efektif. Efektivitas menjadi keharusan yang diprioritaskan
dalam membuat indikator kinerja. Nilai efektivitas menjadi
pertimbangan utama dalam rangka meningkatkan kualitas
kinerja. Melalui pendekatan efektivitas, diharapkan dalam
menentukan indikator kinerja harus dilakukan berdasarkan
data dan informasi yang dihimpun. Kemudian dilakukan
pengolahan dan menganalis yang dikaitkan dengan aspek
pembiayaan yang ada.
Persyaratan di atas memberikan pandangan bahwa dalam
menentukan indikator kinerja tidak serta merta membuat
instrumennya. Harus direncanakan sebaik mungkin untuk
mendapatkan hasil kinerja yang diharapkan dalam indikator
kinerja tersebut. Hal ini berlaku juga pada instansi atau lembaga
pemerintahan. Sebelum indikator kinerja pelayanan publik
dibuat, tentunya mempertimbangkan aspek syarat di atas sebagai
penunjuk dalam pembuatan indikator kinerja pelayanan publik.
Wibowo (2013) menekankan bahwa indikator kinerja
menganjurkan sudut pandang prospektif (harapan ke depan)
daripada retrospektif (melihat ke belakang). Lebih lanjut, ada
tujuh indikator kinerja yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Hal ini seperti yang digambarkan oleh
Hersey, Blanchard, dan Johnson.

Manajemen Pelayanan Publik


74
Competence Feedback

Motivate Goals

Means Opportunity Standard

Gambar 3.1 Indikator Kinerja


Sumber: Paul Hersey, Kenneth H. Blanchard, dan Dewey E. Johnson, Management
of Organizational Behavior (1996:386). Dalam Wibowo, Manajemen Kinerja
(2013:102).

Gambar di atas memberikan pemahaman bahwa, indikator


kinerja melakukan proses perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan dalam rangka meningkatkan kinerja dari pegawai.
Ketujuh indikator kinerja tersebut masing-masing memberikan
implikasi yang positif bagi aparatur sebagai upaya membangun
komitmen, konsistensi dan kebersamaan dalam mencapai tujuan
yang diharapkan. Penjelasan tentang indikator-indikator di atas,
seperti dijelaskan oleh Hersey, Blanchard, dan Johnson yang
dikutip Wibowo (2013) dalam bukunya, Manajemen Kinerja adalah
sebagai berikut.

1. Tujuan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, tujuan mempunyai arti
haluan yang dituju, arah yang dituju. Makna yang bisa juga dipakai
dalam pengertian tujuan adalah sebagai maksud atau keinginan.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa, tujuan itu tidak berdiri

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


75
sendiri. Tujuan harus dilakukan berdasarkan proses yang sesuai
dengan tujuan tersebut. Tujuan itu dihasilkan dari sebuah proses
yang berjalan dalam sebuah sistem yang dibangun atas dasar
keinginan, kebutuhan, atau persyaratan yang melekat.
Tujuan adalah konsekuensi logis yang didapatkan atau
diterima oleh suatu proses yang dilakukan melalui kinerja,
baik oleh individu maupun organisasi yang bekerja sama dalam
suatu prinsip dan komitmen yang kuat dalam pencapaiannya.
Tujuan biasanya mempunyai wujud dari sebuah proses yang
dilakukan. Perwujudan tersebut ditandai oleh kemanfaatan atau
kebergunaan dari sebuah tujuan itu sendiri.
Setiap lembaga atau instansi negara juga mempunyai
tujuan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan, tentunya
harus melibatkan seluruh stakeholders yang ada dengan berbagai
instrumen yang digunakan dan sumber dana yang memadai,
baik sumber daya manusia, sumber daya infrastruktur, maupun
sumber daya dana atau sumber daya lainnya yang mendukung
dalam pencapaian tujuan tersebut.
Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang
ingin dicapai di masa yang akan datang. Untuk mendapat tujuan
yang lebih baik pada masa yang akan datang dibutuhkan kinerja
yang lebih baik. Kinerja merupakan penunjuk arah bagi tujuan
yang akan dicapai yang dilakukan oleh organisasi, kelompok
maupun individu. Tujuan yang diperoleh secara baik, menjadi
indikator bahwa, kinerja yang dilakukan adalah sesuai dengan
arah tujuan yang ada dan dilakukan secara maksimal dan optimal.
Tujuan bisa bersifat tujuan pendek, menengah atau panjang
sesuai dengan strategi dan perencanaan yang digunakan dalam
organisasi. Dalam kinerja pelayanan publik, yang menjadi

Manajemen Pelayanan Publik


76
tujuannya adalah kualitas pelayanan publik. Kualitas pelayanan
publik harus diikuti oleh kualitas kinerja aparatur pelayanan
publik. Tidak serta merta hanya berfokus pada aspek tujuan
belaka, tanpa mempertimbangkan kompetensi dan kualitas
kinerjanya. Walaupun secara logis, tujuan yang dicapai dengan
baik dilakukan atas dasar kinerja yang baik pula. Kinerja yang
baik dilahirkan dari kualitas sumber daya manusia yang kompeten
dan kualifikatif.
Tetapi dalam aspek proses kinerja pelayanan publik harus
tetap diikuti oleh kontrol dan pengawasan yang makismal. Hal
itu sebagai bagian dari peningkatan kualitas kinerja pelayanan
publik. Pengawasan terhadap kinerja memberikan dorongan
untuk semangat dan motivasi bagi pegawai, merasa diperhatikan
dalam kinerja yang mengarah kepada tujuan tercapainya tujuan
yang diharapkan.

2. Standar
Standar merupakan ukuran pencapaian terhadap suatu
tujuan yang ingin dicapai. Setiap tujuan harus mempunyai
standar yang ingin dicapai untuk memastikan apakah kinerja
berjalan secara baik atau tidak. Standar tujuan menjadi penting
bagi organisasi untuk mengembangkan kinerja yang lebih baik.
Standar menunjukkan barometer terselesainya sebuah pekerjaan,
tercapainya sebuah tujuan, atau menjadi indikator bahwa kinerja
yang dilakukan sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.
Standar bersifat fleksibel dan dinamis. Standar juga dapat
digunakan terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun pada
evaluasi.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


77
Setiap organisasi maupun instansi pemerintah mempunyai
standar-standar tertentu dalam kinerja dan pencapaian tujuan
organisasi. Standar minimal atau standar maksimal untuk
mengukur sejauh mana kinerja sudah dilakukan. Standar kinerja
tentunya akan berkaitan dengan standar tujuannya.
Pada kinerja pelayanan publik, standar menjadi indikator
untuk mengukur sejauhmana pelaksanaan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat. Standar maksimal harus dilakukan
oleh setiap instansi maupun aparatur negara untuk mencapai
tujuan pelayanan yang prima. Standar pelayanan dimuat dalam
SOP pelayanan maupun maklumat pelayanan sebagai dasar bagi
aparatur kinerja pelayanan publik dalam menjalankan tugas dan
fungsinya.

3. Umpan Balik
Umpan balik adalah hasil atau feedback yang ditimbulkan
yang berbalik mengenai tujuan yang sudah dilakukan dan sebagai
rangsangan untuk bertindak lebih lanjut. Dapat pula berarti
sebagai bahan yang diperoleh kembali dari penerapan sesuatu
untuk unsur perbaikan dalam tindak lanjut. Umpan balik juga
mempunyai arti tanggapan langsung dari pengamatan sebagai
hasil kelakuan dari individu terhadap individu yang lain (Kamus
Terbaru Bahasa Indonesia, 2008).
Arti yang lebih luas, umpan balik merupakan masukan yang
dapat dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar
kinerja, dan pencapaian tujuan. Umpan balik merupakan satu
kesatuan dengan tujuan dan standar yang saling terkait sebagai
dasar untuk melakukan perbaikan dan peningkatan terhadap
kinerja yang sudah dilakukan.

Manajemen Pelayanan Publik


78
Umpan balik menjadi penting dalam meningkatkan kinerja
pelayanan publik. Sebagai bahan pertimbangan dari tujuan yang
sudah dilakukan dengan standar kinerja yang sudah berjalan
untuk mengambil kebijakan lebih lanjut terhadap peningkatan
kualitas kinerja pelayanan publik. Umpan balik bersifat individual
maupun kelompok yang berfungsi sebagai refleksi untuk
melakukan kinerja yang lebih baik.

4. Alat atau Sarana


Salah satu syarat dalam organisasi adalah adanya alat atau
sarana prasarana yang memadai. Organisasi tidak akan mencapai
tujuan yang diharapkan dengan mengabaikan aspek infrastruktur
sarana yang cukup. Alat atau sarana prasarana adalah instrumen
bagi seseorang untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya
dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
Tanpa alat atau sarana prasarana, kinerja tidak akan maksimal.
Sumber daya manusia tidak bisa bekerja tanpa sarana prasarana.
Apalagi kondisi sekarang dengan berbagai perkembangan zaman
yang semakin kompleks dan global. Kebutuhan sarana prasarana
menjadi amat sangat penting untuk menunjang kinerja.
Terutama dalam kinerja pelayanan publik yang kebutuhan
masyarakat semakin tinggi dalam penerimaan pelayanan.
Kebutuhan masyarakat akan pelayanan semakin tinggi dan
instan serta serba ingin cepat. Kecepatan sebuah pelayanan
tidak bisa dilakukan dengan cara manual, harus menggunakan
alat atau sarana mesin untuk mendukungnya. Alat atau sarana
adalah media untuk memberikan pelayanan secara maksimal dan
profesional. Sejatinya manusia hanya menjalani proses pelayanan,

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


79
sementara yang mendukung tercapainya kualitas pelayanan
adalah sarana prasarana yang digunakan.
Untuk kondisi saat ini, aspek pelayanan publik sudah
mengarah kepada penggunaan dan pemanfaatan internet.
Elektronic Governance (E-Governance) bukan menjadi suatu hal
yang tabu, tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap elemen
pemerintahan dan masyarakat. Pelayanan dengan menggunakan
atau berbasis pada instrumen elektronik sudah menjadi
kebutuhan masyarakat masa kini. Hal itu dikarenakan lebih
mudah, murah, cepat, baik dan mempunyai kualitas tinggi. Dari
aspek waktu pelayanan misalnya, pelayanan yang seharusnya
selesai 1 minggu, bisa selesai 1 jam dengan menggunakan alat
atau sarana elektronik.
Oleh karena itu, alat atau sarana yang memadai memberikan
dampak signifikan terhadap kinerja aparatur pelayanan. Pelayanan
lebih maksimal, kinerja aparatur menjadi lebih baik serta tujuan
pencapaian pelayanan yang berkualitas dapat dicapai secara
baik pula. Alat atau sarana merupakan penunjang utama bagi
aparatur dalam meningkatkan kinerjanya. Kinerja yang meningkat
berdampak pada tujuan yang optimal dan sesuai dengan harapan
bersama.

5. Kompetensi
Kompetensi menjadi syarat utama dalam kinerja, kompetensi
sumber daya manusia. Tanpa kompetensi, pekerjaan tidak akan
dapat diselesaikan secara baik. Kompetensi adalah kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang
diberikan kepadanya. Penyelesaian terhadap pekerjaan tidak bisa

Manajemen Pelayanan Publik


80
dilakukan oleh sembarangan orang, pekerjaan di bidang apa pun
dipastikan membutuhkan keahlian dari pekerjanya.
Pada bidang pelayanan publik, kompetensi aparatur
pelayanan harus menjadi dasar dalam rekrutmen. Kompetensi
menjadi hal utama dalam kinerja aparatur pelayanan publik. The
right man on the right place bukan hanya slogan saja, tetapi harus
diaplikasikan dalam kehidupan birokrasi. Siapa mengerjakan
apa harus sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Untuk
melakukan pekerjaan, kesesuaian dengan kemampuan yang
dimiliki adalah sebuah keniscayaan.
Terutama aparatur pelayanan publik yang berhubungan
secara langsung dengan masyarakat. Kompetensi kinerja menjadi
aspek yang paling berpengaruh terhadap kinerja yang dilakukan.
Kompetensi tentunya berbeda dengan keterampilan (soft skill).
Kompetensi lebih kepada kemampuan hard skill yang dimiliki
oleh seseorang untuk mengerjakan pekerjaan dasarnya. Namun
demikian, kompetensi perlu juga didukung oleh keterampilan
yang cukup sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan.
Keterampilan sebagai pendorong bagi kompetensi pegawai dalam
meningkatkan kinerja pelayanan publik, misalnya menciptakan
inovasi-inovasi baru, atau melakukan kreativitas yang dapat
memberikan dampak efektivitas dan efisiensi.
Melalui kompetensi yang dimiliki, aparatur dapat
mewujudkan kinerjanya secara baik dan mencapai tujuan yang
diharapkan. Kompetensi bagaikan sumbu kehidupan dalam
sebuah organisasi yang dimiliki oleh setiap aparatur dengan
berbagai tugas dan tanggung jawab yang berbeda tetapi dengan
tujuan yang sama. Tentunya kompetensi itu disesuaikan dengan
pekerjaan yang dilakukan, bukan sebaliknya.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


81
6. Peluang
Pegawai dalam dunia kerja mempunyai peluang yang sama
untuk meningkatkan kualitas personalnya. Peluang adalah
kesempatan bagi setiap pegawai untuk menunjukkan prestasinya.
Tergantung peluang apa yang ingin didapatkan, dan bagaimana
cara mendapatkannya. Hanya pegawai yang berprestasi tentunya
yang lebih banyak mendapatkan peluang. Ada dua faktor yang
memengaruhi kurangnya kesempatan dalam mendapatkan
peluang, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk
memenuhi syarat dalam pencapaian berprestasi.
Bagi aparatur pelayanan publik, ada peluang yang dapat
dikembangkan melalui prestasi dan promosi. Peluang dalam
kajian administrasi publik adalah kesempatan yang diberikan
kepada setiap aparatur dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai aparatur negara. Pelung terbuka lebar bagi
setiap aparatur, tergantung pada aparaturnya apakah mau
mengambil peluang yang disediakan atau tidak.
Kompetensi yang dimiliki oleh setiap aparatur yang
diimbangi oleh keterampilan yang baik, mempunyai peluang
untuk berprestasi maupun dipromosikan dalam kepangkatan atau
jabatan. Untuk mendapatkan peluang yang besar dalam kinerja
aparatur, dibutuhkan kompetensi yang baik, kualitas kinerja yang
maksimal, dan perilaku yang baik. Jika ketiga komponen tersebut
dimiliki oleh aparatur, peluang selalu menantinya.

7. Motif
Motif adalah awalan dari bahasa motivasi. Merupakan
pendorong dari apa yang sudah dan akan dilakukan oleh

Manajemen Pelayanan Publik


82
seseorang. Seseorang melakukan sesuatu pasti mempunyai motif
dibalik sesuatu itu. Pimpinan memberikan fasilitas motivasi
bagi pegawai dengan berbagai bentuk dan model. Motivasi yang
disediakan bagi aparatur adalah dalam rangka untuk mendorong
kinerja yang lebih baik dan berkualitas. Motivasi diberikan
sebagai bonus, insentif, penghargaan, dan pengakuan kepada
aparatur untuk mensupport agar bekerja lebih baik lagi, untuk
meningkatkan prestasi, dan meningkatkan kualitas kinerja yang
maksimal.
Indikator kinerja di atas menunjukkan bahwa kualitas
kinerja aparatur membutuhkan dorongan secara langsung
atau tidak langsung, baik dari internal maupun dari eksternal.
Pola kerja dari ketujuh indikator tersebut dapat berjalan secara
berkesinambungan dan mempunyai integrasi yang saling
berhubungan dan berkaitan satu sama lainnya. Hal tersebut dapat
pula dikatakan sebagai sebuah proses dalam pencapaian tujuan
organisasi. Untuk menjadi lembaga atau instansi negara yang
berkualitas, ketujuh indikator tersebut menjadi penting untuk
diimplementasikan.
Di instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, peningkatan kualitas kinerja pelayanan
publik dilakukan dengan regulasi dan peraturan yang mengikat.
Menjadi keniscayaan bahwa kualitas kinerja pelayanan publik
adalah harapan seluruh lapisan masyarakat dalam pelayanan
publik. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik memberikan indikator-
indikator penilaian sebagai berikut:

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


83
1. Pada visi, misi, dan motto pelayanan terdapat indikator
penilaian yang meliputi:
a. Adanya visi dan misi yang dijabarkan dalam perencanaan
(renstra, renja) mengacu UU No. 25/2009 tentang
Pelayanan Publik.
b. Penetapan motto pelayanan yang mampu memotivasi
pegawai untuk memberikan pelayanan terbaik.
c. Motto pelayanan diumumkan secara luas kepada
pengguna layanan.
2. Standar pelayanan dan maklumat pelayanan. Sebagai upaya
memberikan kepastian, meningkatkan kualitas, dan kinerja
pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras
dengan kemampuan penyelenggara sehingga mendapatkan
kepercayaan masyarakat, maka penyelenggara pelayanan
perlu menyusun, menetapkan, dan menerapkan standar
pelayanan. Indikator yang dinilai dalam standar pelayanan
dan maklumat pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan, penetapan, dan penerapan standar
pelayanan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
b. Maklumat pelayanan yang dipublikasikan.
3. Sistem, mekanisme, dan prosedur. Untuk memberikan
kepuasan kepada masyarakat melalui pelayanan yang
diberikan menggunakan sistem dan mekanisme pelayanan
yang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dilakukan dengan
prosedur dan standar operasional prosedur. Indikator yang
dinilai dalam komponen ini adalah:

Manajemen Pelayanan Publik


84
a. Memiliki sertifikat ISO 900:2008 dalam menyelenggarakan
pelayanan publik dengan ruang lingkup semua jenis yang
mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.
b. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM), namun
tidak memiliki sertifikat ISO 9001:2008.
c. Penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP).
d. Penetapan uraian tugas yang jelas.
4. Sumber daya manusia. Pada aspek sumber daya manusia
merupakan bentuk profesionalisme pegawai yang meliputi
sikap dan perilaku, keterampilan, kepekaan, dan kedisiplinan.
Indikator yang dinilai dalam komponen ini adalah meliputi:
a. Penetapan dan penerapan pedoman kode etik pegawai.
b. Sikap dan perilaku pegawai dalam memberikan
pelayanan kepada pengguna layanan.
c. Tingkat kedisiplinan pegawai dalam memberikan
pelayanan kepada pengguna layanan.
d. Tingkat kepekaan/respons pegawai dalam memberikan
pelayanan kepada pengguna layanan.
e. Tingkat keterampilan pegawai dalam memberikan
pelayanan kepada pengguna layanan.
f. Penetapan kebijakan pengembangan pegawai dalam
rangka peningkatan keterampilan/profesionalisme
pegawai dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan
kepada pengguna pelayanan.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


85
5. Sarana dan prasarana pelayanan. Sarana dan prasarana
sebagai media dan instrumen dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Indikator penilaiannya meliputi:
a. Sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk proses
pelayanan telah didayagunakan secara optimal.
b. Sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia
memberikan kenyamanan kepada pengguna layanan.
Kebersihan, kesederhanaan, kelayakan, dan kemanfaatan.
c. Sarana pengaduan, misalnya kotak pengaduan, loket
pengaduan, telepon, email dan lain sebagainya.
6. Penanganan pengaduan. Komponen ini berkaitan dengan
aspek penanganan pengaduan dan penyelesaian terhadap
pengaduan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Indikator
penilaian dalam komponen ini meliputi:
a. Sistem atau prosedur pengelolaan pengaduan pengguna
layanan.
b. Petugas khusus/unit yang menangani pengelolaan
pengaduan.
c. Persentase jumlah pengaduan yang dapat diselesaikan.
d. Pengelolaan pengaduan yang mengacu pada Peraturan
Menteri PAN-RB No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman
Peningkatan Kualitas Pelayanan dengan Partisipasi
Masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan.
7. Indeks kepuasan masyarakat. Komponen Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM) ini merujuk pada tingkat kepuasan
masyarakat dalam menerima pelayanan. Indikator
penilaiannya meliputi:

Manajemen Pelayanan Publik


86
a. Pelaksanaan survei IKM dalam periode penilaian.
b. Survei IKM yang dilakukan mengacu Kepmen Nomor
25 Tahun 2004 dalam periode penilaian.
c. Rata-rata skor IKM yang diperoleh.
d. Tindak lanjut dari hasil survei.
8. Sistem informasi pelayanan publik. Komponen ini tentang
pengelolaan sistem informasi publik dalam bentuk
penyampaian informasi dan keterbukaan informasi layanan
publik. Indikator penilaiannya meliputi:
a. Sistem informasi pelayanan secara elektronik.
b. Penyampaian informasi pelayanan publik kepada
pengguna layanan.
c. Tingkat keterbukaan informasi pelayanan kepada
pengguna layanan.
9. Produktivitas dalam pencapaian target pelayanan. Pada
komponen ini berkaitan dengan penentuan target pelayanan
yang ingin dicapai. Indikator penilaiannya adalah sebagai
berikut:
a. Penetapan target kinerja pelayanan.
b. Tingkat pencapaian target kinerja.
Dari komponen-komponen yang telah disebutkan di atas
merupakan bagian dari komponen peningkatan kualitas pelayanan
publik. Berbagai indikator penilaian kinerja di dalamnya adalah
dalam rangka untuk mendorong aparatur dan lembaga/instansi
pemerintah untuk terus memacu diri dalam rangka meningkatkan
kualitas yang lebih baik. Komponen-komponen tersebut adalah

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


87
bagian yang dinilai dalam kinerja pelayanan publik yang diikuti
oleh indikator-indikator penilaian di dalamnya.

E. Penilaian Kinerja Pelayanan Publik


Sebelum memahami secara komprehensif tentang penilaian
kinerja pelayanan publik, perlu dipahami dahulu tentang makna
penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan bentuk kontrol
yang dilakukan oleh pimpinan dalam rangka untuk memastikan
bahwa tujuan dari organisasi dapat dicapai secara baik, yang
dibuktikan dengan kinerja yang dilakukan oleh bawahan.
Penilaian kinerja merupakan bagian dari pengaturan terhadap
sumber daya manusia organisasi dengan penempatan kerja sesuai
dengan kompetensi dan kualifikasinya.
Sinambela (2012) dalam bukunya yang berjudul Kinerja
Pegawai: Teori Pengukuran dan Implikasi memberikan penjelasan
secara singkat tentang makna penilaian kinerja. Menurutnya,
penilaian kinerja adalah suatu metode untuk membandingkan
berbagai pekerjaan dengan menggunakan prosedur-prosedur
formal dan sistematis untuk menentukan suatu urutan tingkat
pekerjaan-pekerjaan itu melalui penentuan kedudukan dan
ratio satu pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan yang lain.
Sementara di dalam buku yang sama, (Rivai; Basri, 2005:1) bahwa
penilaian kinerja menitikberatkan pada suatu proses pengukuran
yang memberi perhatian pada teknik-teknik penilaian.
Keefektifannya tergantung dari validitas dan realibilitasnya.
Sudah menjadi klausul yang umum bahwa, setiap pekerjaan
harus mempunyai nilai. Nilai yang dilakukan oleh sumber
daya manusia yang bekerja. Terutama dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang notabene adalah berhubungan langsung

Manajemen Pelayanan Publik


88
dengan publik. Prinsip keterbukaan dan transparansi menjadi
penting dalam pelayanan publik.
Mangkunegara (2000), mengutip dari C. Mengginson
(1981:310) bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang
karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya. Kemudian, dilanjutkan dengan kutipan
berikutnya dari Andrew E. Sikula (1981:2005) mengemukakan
bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis
dari pekerjaa pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.
Bahwa penilaian kinerja itu tidak hanya berfokus pada aspek
yang dinilai, tetapi ada faktor yang ingin diketahui dari pekerjaan
dan tanggung jawab yang telah dilakukan, kemudian dilakukan
pembinaan dan pengembangan pegawai untuk meningkatkan
kualitas kinerja sebagai upaya mencapai tujuan yang lebih
baik. Penilaian kinerja juga merupakan bagian dari evaluasi
keberlanjutan dari setiap pegawai sebagai kontrol terhadap
pekerjaan yang dilakukan.
Sedangkan Wibowo (2013), menjelaskan bahwa pengukuran
kinerja adalah berfokus pada antara strategi pelanggan dan
tujuan dengan tindakan. Untuk melakukan pengukuran kinerja.
Pengukuran yang tepat menurutnya ada beberapa kriteria yang
harus dipenuhi, yaitu:
1. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan
telah terpenuhi. Pengukuran kinerja bukun hanya untuk
meningkatkan kualitas kinerja pegawai, tetapi menjadikan
salah satu unsur kemanfaatan yang dapat dirasakan oleh
pelanggan. Persyaratan yang ditentukan dalam suatu kinerja
adalah sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan. Pada

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


89
aspek kinerja pelayanan publik, apa yang diinginkan oleh
masyarakat dalam kinerja pelayanan publik sudah seharusnya
dipenuhi sebagai upaya untuk memberikan pelayanan yang
prima.
2. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan
perbandingan. Standar kinerja dalam sebuah organisasi
menjadi keharusan yang tidak dapat diabaikan dalam
pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja diikuti oleh berbagai
perbandingan yang memberikan preferensi apakah dengan
standar pengukuran kinerja yang dilakukan sudah baik atau
tidak. Apakah dengan standar kinerja yang ada memberikan
implikasi yang signifikan terhadap kualitas kinerja pegawai.
Pada kinerja pelayanan publik, tentunya standar pelayanan
publik menjadi indikator dan perbandingan antar instansi
sebagai upaya meningkatkan kualitas kinerja aparatur negara.
Berbagai instrumen dijadikan sebagai media perbandingan
dalam mengukur kinerja pegawai. Dari perbandingan
tersebut dapat diketahui, tingkat kualitas kinerja yang
dilakukan.
3. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat
kinerja. Penilaian kinerja memastikan bahwa setiap pegawai
dapat dinilai pekerjaannya. Dalam upaya melakukan
monitor terhadap seorang pegawai, diperlukan seseorang
untuk mengawasinya secara berkesinambungan tentang
kinerja yang dilakukan. Saling monitor satu sama lain
menjadi bagian terpenting dalam pengukuran kinerja untuk
memastikan bahwa apa yang dinilai tepat dan benar sesuai
dengan kinerja yang dilakukan.
4. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan
apa yang perlu prioritas perhatikan. Kualitas kinerja menjadi

Manajemen Pelayanan Publik


90
tujuan utama dalam pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja
melahirkan kualitas kinerja. kualias kinerja berdampak
pada hasil kerja yang berimplikasi pada kualitas lembaga.
Pada kinerja pelayanan publik, sebagai tujuan utama adalah
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan.
Kualitas pelayanan publik menjadi prioritas kinerja pegawai.
Orientasi public service menjadi satu kesatuan dan menjadi
paradigma bagi aparatur negara. Sangat pentingnya kualitas
kinerja pelayanan publik dalam kinerja menjadi pendorong
bagi aparatur untuk melakukan berbagai inovasi dan
kreativitas pelayanan yang prima. Prioritas dalam pelayanan
juga menjadi bagian yang menyatu dalam tujuan kinerja
pelayanan publik. Memberikan prioritas terhadap aspek
pelayanan yang dilayani adalah bagian dari peningkatan
kinerja pelayanan publik.
5. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas. Kinerja
pegawai berfokus pada aspek tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang diharapkan adalah peningkatan kualitas kinerja.
Apa yang melemahkan pada kinerja pegawai menjadi
bagian yang harus dihindari. Persoalan pegawai bertumpu
pada aspek kinerja. Kinerja yang baik dan maksimal akan
menghasilkan kualitas kinerja yang baik pula. Oleh karena
itu, sesuatu hal yang sekiranya menjadi penghambat
terhadap kualitas kinerja perlu dihindari. Kinerja pegawai
itu memberikan konsekuensi logis terhadap apa yang sudah
dilakukan, termasuk kinerja pegawai.
6. Mempertimbangkan penggunaan sumber daya. Untuk
memastikan bahwa kinerja pegawai akan berjalan secara
baik dan optimal, penggunaan sumber daya menjadi
perhatian yang serius. Sumber daya manusia, sumber daya

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


91
infrastruktur, dan sumber daya dana adalah bagian yang
menyatu dalam organisasi. Pada organisasi pemerintahan,
proses rekrutmen menjadi hal yang paling urgent dalam
rangka menghasilkan pegawai yang kompeten, mempunyai
kualifikasi dan akuntabel. Rekrutmen adalah pintu utama
untuk menghasilkan pegawai yang berkualitas, perlu
persyaratan dan ketentuan yang serius yang harus dilakukan
oleh pemerintah dalam melakukan rekrutmen aparatur sipil
negara. Sumber daya manusia menjadi indikator utama
dalam kinerja pelayanan publik. Sumber daya infrastruktur
atau sarana prasarana juga menjadi bagian yang harus
dipertimbangkan. Sebagai bagian dari instrumen yang
dibutuhkan oleh pegawai dalam bekerja, pengadaan sarana
prasarana harus dipertimbangkan aspek kebutuhan dan
kegunaannya. Sumber daya dana juga menjadi bagian
yang harus dipertimbangkan. Penggunaan dana dalam
penganggaran kinerja harus dihitung secara cermat dan
bijak. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pendanaan harus
diukur dan rasional, sebagai upaya melakukan perbaikan
dalam berbagai sektor yang mendukung terciptanya kualitas
kinerja yang lebih baik.
7. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha
perbaikan. Kinerja pegawai menjadi barometer organisasi
untuk mengukur kualitas kinerja. Pengukuran kinerja
pastinya mempunyai implikasi bagi organisasi dan bagi
pegawai itu sendiri. Dalam pengukuran kinerja, tentunya,
feedback atau umpan balik yang baik dan berimplikasi pada
peningkatan kinerja menjadi tujuan dari penilaian kinerja.
Dalam penilaian kinerja pelayanan publik, umpan balik
terhadap aspek yang dinilai kepada pegawai menjadi kunci

Manajemen Pelayanan Publik


92
keberhasilan pengukuran kinerja pelayanan publik. Dari
yang kurang baik, dengan pengukuran kinerja dapat diubah
menjadi lebih baik. Secara substansi, penilaian kinerja
adalah bagian dari pembinaan kepada aparatur untuk terus
memacu perbaikan dan kualitas kinerja, yaitu kualitas kinerja
pelayanan publik.
Strategi pengukuran kinerja di atas mempunyai implikasi
yang baik terhadap kinerja sumber daya manusia. Pengukuran
kinerja tidak hanya menilai kinerja aparatur dalam kinerjanya,
tetapi harus mempunyai implikasi yang baik terhadap aspek yang
dinilai. Misalnya, adanya perubahan yang baik terhadap kualias
kinerja sumber daya aparatur, adanya perbaikan disiplin yang
dilakukan oleh aparatur serta implikasi-implikasi yang lain yang
menjadi objek penilaian kinerja.
Oleh karena itu, ada 3 (tiga) komponen penting dalam
penilaian kinerja, antara lain perencanaan kinerja, pelaksanaan
kinerja dan evaluasi kinerja. Tiga komponen tersebut menjadi
satu kesatuan dengan aspek yang dinilai dalam penilaian kinerja,
terutama pada penilaian kinerja di sektor publik yang berfokus
pada penilaian kinerja pelayanan sebagai orientasinya.
Perencanaan kinerja menjadi landasan utama dalam
melaksanakan kinerjanya. Pelaksanaan kinerja tidak akan
berjalan secara baik, tanpa merencanakan sebelumnya.
Kegagalan terhadap tujuan yang diharapkan adalah salah
satunya dikarenakan perencanaan yang tidak baik, apalagi
tanpa dilakukan perencanaan. Perencanaan kinerja harus secara
matang dipersiapkan dan dijadikan sebagai bahan utama untuk
melaksanakan kinerja.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


93
Setelah perencanaan kinerja tersusun secara baik dan
sistematis, pelaksanaan kinerja harus dilakukan berdasarkan
perencanaan yang dibuat. Pelaksanaan kinerja tidak serta
merta seenaknya mengubah pola perencanaan yang dilakukan.
Pelaksanaan kinerja akan berhasil dan sukses apabila kinerjanya
berdasarkan pada apa yang sudah direncanakan. Bisa saja
pelaksanaannya berhasil dengan sedikit mengabaikan aspek yang
direncanakan, tetapi hasilnya tidak akan maksimal. Perencanaan
itu bagaikan peta yang harus diikuti dan dijalani sesuai dengan
arah petunjuk yang ada di dalamnya, jalan pintas dapat dilakukan
sebagai alternatif ketika mengalami kendala. Selain planning A,
harus ada planning B sebagai alternatif untuk mencapai tujuan
yang diharapkan.
Di sisi lain, komponen evaluasi kinerja menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari apa yang sudah dilakukan
dalam pelaksanaan kinerja. Evaluasi kinerja sebagai kontrol
untuk mengarahkan, mengevaluasi, maupun mengendalikan
kinerja agar tetap pada jalur yang sudah direncanakan. Kontrol
yang lemah dapat berakibat tidak tercapainya tujuan yang
diharapkan. Evaluasi dilakukan juga sebagai kendali kinerja untuk
memastikan apakah posisi kinerja menentukan kualitas kinerja,
atau sebaliknya, kualitas kinerja menentukan posisi kinerja.
Pada aspek kinerja pelayanan, ketiga komponen di atas saling
memengaruhi satu sama lain. Perencanaan kinerja, pelaksanaan
kinerja dan evaluasi kinerja menjadi bagian yang berkelanjutan
pada kinerja pelayanan. The right man on the right place masih
relevan untuk dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penilaian
terhadap kinerja aparatur pelayanan publik. Kualitas pelayanan
yang diberikan tergantung dari siapa yang memberikan pelayanan.

Manajemen Pelayanan Publik


94
Kinerja pelayanan menjadi sebuah proses yang tidak dapat
dipisahkan dari tanggung jawab aparatur. Tujuannya adalah
untuk mengukur kualitas yang telah dilakukan oleh aparatur
terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Pengukuran kinerja
menjadi preferensi untuk mengetahui kualitas kinerja aparatur
yang disertai dengan barometer terhadap peningkatan kualitas
pelayanan publik.
Kualitas pelayanan publik dapat pula dilihat dari kinerja
aparatur. Kualitas yang baik, tentunya dikerjakan oleh aparatur
yang baik dan berkualitas pula, kompeten dan tentunya
profesional. Pengukuran kinerja menjadi indikator penting
dalam penilaian kinerja. Penilaian kinerja dalam pelayanan
publik bersifat objektif, sehingga penilaiannya konkret dan
komprehensif.
Penilaian kinerja terhadap seseorang dapat dipisahkan
menjadi bagian-bagian tersendiri. Penilaian pegawai dan penilaian
pekerjaan adalah berbeda dalam segi makna. Sinambela (2012)
menambahkan tentang pemahaman penilaian kinerja pegawai.
Dalam konteks ini, dibedakan antara penilaian pekerjaan dengan
penilaian pegawai. Penilaian pekerjaan menurutnya adalah suatu
aktivitas yang berhubungan mengenai pekerjaan dan tugas,
bukan mengenai orang. Sedangkan penilaian pegawai adalah
suatu aktivitas yang dilakukan berhubungan dengan kecakapan
dan prestasi pegawai.
Keduanya mempunyai pengaruh yang sama terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Penilaian pekerjaan dan penilaian
pegawai adalah bagian yang satu dengan penilaian kinerja
pegawai. Penilaian kinerja pegawai mengikat kualitas pekerjaan
yang dimiliki oleh aparatur dalam menjalankan tugas dan

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


95
fungsinya sebagai penyelenggara pemerintahan. Aparatur yang
mempunyai kompetensi dan kualifikasi dalam pelayanan publik,
ia harus cakap dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan
menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas dan baik,
sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
Di sisi lain, Sujana (2004) memberikan gambaran tentang
pengukuran kinerja aparatur harus disiapkan komponen
pengukurannya. Dibutuhkan konsep pengukuran kompetensi
sebagai dasar terhadap peningkatan kinerja aparatur. Komponen-
komponen tersebut adalah:
1. Jumlah komponen penilaian yang akan digunakan. Komponen
penilaian harus sama bagi setiap aparatur negara. Misalnya
untuk meningkatkan kinerja pegawai, dibutuhkan 3 (tiga)
kompetensi yang harus dimiliki, antara lain: (1) kompetensi
inti (core competency), yaitu kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap aparatur negara dengan menekankan pada unsur
motive, traits dan self concept; (2) kompetensi kepemimpinan
(leadership competency) yaitu kompetensi yang harus dimiliki
oleh jabatan tertentu; dan (3) kompetensi teknis (hard
competency), yaitu kompetensi yang harus dimiliki oleh unit
tertentu dengan menekankan pada aspek pengetahuan dan
keterampilan.
2. Unsur-unsur yang terdapat dalam kompetensi-kompetensi
tersebut. Misalnya, integritas, kejujuran, pembelajaran
berkelanjutan dan menekankan pada prinsip profesionalisme.
3. Diperlukan level kecakapan untuk mendorong unsur-unsur
dalam kompetensi. Setiap level tercantum uraian perilaku
dari setiap aparatur yang dapat diamati oleh atasan atau
sejawatnya.

Manajemen Pelayanan Publik


96
4. Menentukan makna dari setiap level yang dinilai.
5. Menentukan standar level kecakapan pada setiap uraian
kompetensi untuk setiap jabatan tertentu, baik yang jabatan
struktural maupun fungsional.
Formula di atas memberikan gambaran untuk menilai
kinerja aparatur berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Kompetensi seseorang dapat memengaruhi kinerjanya. Kinerja
yang ditunjukkan dengan kompetensi yang bersumber dari
penilaian perilaku pegawai memberikan pengamatan yang baik
yang dilakukan oleh atasan maupun rekan kerjanya. Hal ini
menunjukkan bahwa aspek penilaian kinerjanya berjalan secara
seimbang, antara sikap dan perilaku aparatur yang mengarah
pada kompetensi yang dimilikinya untuk kualitas kinerja yang
lebih baik dan berkualitas.
Selain itu, untuk memastikan bahwa penilaian kinerja
berjalan dengan baik dan maksimal, perlu dilakukan desain
ukuran kinerja, seperti pada pedoman di bawah ini, yaitu:
1. Pengukuran mendorong perilaku. Ini dapat bersifat baik
atau buruk. Perlu dipisahkan bahwa mengukur sesuatu
yang benar-benar membantu mencapai sasaran kinerja yang
diharapkan.
2. Mengukur hasil pekerjaan nyata dan pencapaian, serta
faktor dalam proses yang memengaruhi hasil kerja dan
penyelesaian.
3. Sistem pengukuran kinerja memerlukan biaya untuk
mengembangkan dan memelihara. Diperlukan fokus pada
beberapa pengukuran yang kritis.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


97
4. Untuk memastikan kegunaan dan relevansi, pengukuran
kinerja spesifik perlu dikaitkan pada penggunaan spesifik
berdasar nama atau jabatan. Setiap sistem pengukuran
kinerja harus mampu mengidentifikasi menurut nama, siapa
menggunakan informasi apa, dan bagaimana dipergunakan
untuk mencapai tujuan organisasi.
5. Mengembangkan ukuran dan sistem terkait yang memberikan
peringatan yang cukup atas perubahan negatif. Sistem
pengukuran kinerja yang baik memberikan macam informasi
yang benar kepada orang yang benar pada waktu yang benar
dan dalam format yang benar pula.
6. Penyajian pengukuran kinerja harus mudah dan cepat
dipahami. Penyajian harus dijaga agar sederhana, spesifik,
dan relevan (Harbour, 1997:67; Wibowo, 2013).
Pedoman kinerja di atas memberikan porsi yang ideal dalam
pengukuran kinerja. Pada pengukuran kinerja pelayanan publik,
tentunya di atas sudah cukup ideal untuk melakukan penilaian
terhadap aparatur negara. Namun di sisi lain, Widodo (2013),
mengatakan, bahwa sering kali pengukuran kinerja tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Pengukuran kinerja mengalami berbagai
kendala dalam praktiknya, antara lain terdapatnya banyak ukuran,
pengukuran tidak ada hubungannya dengan strategis, pengukuran
bersifat bias terhadap hasil dan memberitahu bagaimana hasil
dicapai, dan bagaimana sampai ke sana, sistem reward tidak
sejajar dengan ukuran kinerja dan pengukuran tidak mendukung
struktur manajemen berdasar tim.
Penilaian kinerja pelayanan publik merupakan bagian
terpenting dari kontrol terhadap aparatur dalam menjalankan
tugas dan fungsi pelayanan. Setiap aparatur mempunyai penilaian

Manajemen Pelayanan Publik


98
masing-masing sesuai dengan pola kerja yang dibangun dalam
pelayanan publik. Kinerja pelayanan publik dapat dilihat dari
penilaian yang diberikan melalui instrumen formal.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 Jo. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, dalam Pasal 20 dijelaskan bahwa untuk lebih
menjamin objektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan
dalam jabatan dan kenaikan pangkat, diadakan penilaian prestasi
kerja. Pada Pasal 12 juga ditambahkan bahwa penilaian prestasi
kerja PNS adalah untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS
yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem
karier yang diterbitkan pada sistem prestasi kerja.
UU Aparatur Sipil Negara mengamanatkan bahwa jaminan
terhadap kualitas kinerja aparatur pelayanan publik adalah dengan
melakukan kontrol secara penuh dan objektif terhadap kinerja
aparatur. Objektivitas kinerja aparatur dilakukan berdasarkan
penilaian kinerjanya. Penilaian kinerja menjadi indikator utama
bagi aparatur pelayanan publik sebagai pengukuran terhadap
prestasi yang dilakukan. Pengukuran kinerja juga menjadi bagian
penting dalam memberikan pertimbangan atau rekomendasi
kenaikan pangkat atau jabatan bagi aparatur.
Pengukuran kinerja menjadi penting untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Melalui penilaian terhadap kinerja
aparatur dapat memberikan implikasi yang baik terhadap kualitas
pelayanannya. Greiling (2005) mengungkapkan bahwa yang
menjadi salah satu kunci sukses terhadap pembaruan kinerja
dalam sektor publik adalah dengan melakukan pengukuran
terhadap kinerja. Pernyataan di atas memberikan penekanan

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


99
tentang pentingnya penilaian kinerja aparatur pelayanan publik.
Penilaian kinerja memberikan dampak perubahan yang lebih
baik terhadap pelayanan publik. Kinerja yang dinilai merupakan
gambaran konkret dari prestasi pegawai. Ketika pegawai diberikan
penilaian, secara tidak langsung semangat dan motivasinya akan
terpacu, mengingat pengukuran kinerja menjadi rapor bagi setiap
aparatur. Penilaian juga membuka ruang inovasi dan kreativitas
bagi pegawai dalam meningkatkan kinerjanya.
Penilaian kinerja atau pengukuran kinerja yang dilakukan
oleh instansi pemerintah saat ini menggunakan Sasaran Kinerja
Pegawai (SKP). Penilaian kinerja tersebut mengalami perubahan
secara substansif dari sebelumnya yang menggunakan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS (DP3). DP3 dianggap
sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang. Penggunaan
DP3 yang hanya dinilai dari atasan langsung tidak memberikan
implikasi secara langsung kepada pegawai. Begitu juga kadangkala
penggunaan DP3 tidak tepat sasaran. Kinerja aparatur dapat saja
dinilai tidak objektif.
Penggunaan penilaian dengan DP3 dalam instrumennya
cukup memadai, tetapi dalam praktiknya belum efektif (Sujana,
2004). Ketidakefektifannya dikarenakan:
1. Penilaian yang dilakukan pada umumnya belum objektif,
masih banyak penyimpangan, antara lain misalnya, antara
staf yang satu dengan yang lain mempunyai nilai yang
sama, padahal prestasinya berbeda, atau kualitas kinerjanya
juga berbeda. Begitu juga nilai yang diberikan kepada staf,
dari tahun ke tahun hampir semuanya sama, atau selalu
meningkat walaupun tidak diikuti oleh prestasinya.

Manajemen Pelayanan Publik


100
2. DP3 masih cenderung administratif, tidak substantif dan
kurang objektif. Hanya untuk kegunaan kenaikan pangkat
seseorang
Oleh karena itu, dengan berbagai kajian yang dilakukan oleh
pemerintah, penilaian kinerja menggunakan DP3 mengalami
perubahan seiring dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas kinerja aparatur,
tentunya aspek substansi yang dinilai harus dikedepankan dan
menjadi prioritas terhadap kinerja pegawai sebagai bentuk
objektivitas dari masing-masing aparatur.
Perubahan tentang pengukuran kinerja aparatur merujuk
pada dasar hukum Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
(BKN) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian
Prestasi Kerja PNS. Peraturan tersebut sebagai petunjuk dalam
pelaksanaan penilaian kinerja PNS secara teknis. Dasar hukum
yang lain dalam penilaian kinerja PNS adalah UU No. 43/2009
Jo. No. 8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Pengukuran kinerja menggunakan SKP dilakukan secara
objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan. Pada
penilaian kinerja ada ketentuan penilaian yang harus dipenuhi.
Terdapat dua unsur sasaran kerja pegawai dalam penilaiannya,
yaitu sasaran kerja dari penilaian kinerjanya dan sasaran kerja dari
perilakunya. Keduanya mempunyai bobot penilaian, penilaian
kinerja mempunyai bobot 60%, sedangkan untuk sasaran kerja
perilaku mempunyai bobot 40%. Pembobotan itu merupakan
penilaian keseimbangan antara kinerja yang sudah dilakukan
dengan sikap atau perilaku setiap pegawai. Keduanya mempunyai

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


101
pengaruh signifikan terhadap kualitas kinerja yang dihasilkan dan
kualitas terhadap pelayanan yang diberikan.
Penilaian kinerja aparatur, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 memberikan rumus tentang
penghitungan bobot terhadap aspek yang dinilai.
Rumus menghitung kuantitas:

RO
Penilaian SKP (kuant) = x 100
TO

Keterangan: RO = Realisasi Output


TO = Target Output
Rumus menghitung kualitas:

RK
Penilaian SKP (kual) = x 100
TK

Keterangan: RK = Realisasi Kualitas


TK = Target Kualitas
Rumus menilai waktu:

NT.TW­ – RW
Penilaian SKP (waktu) = x 100
TW

Keterangan: NT = Nilai Tertimbang = 1.76


TB = Target Biaya
RB = Realisasi Biaya

Manajemen Pelayanan Publik


102
Rumus penilaian biaya:

NT.TB – RB
Penilaian SKP (biaya) = x 100
TB

Keterangan: NT = Nilai Tertimbang = 1.76


TB = Target Biaya
RB = Realisasi Biaya
Sementara untuk penilaian terhadap perilaku PNS,
penilaiannya adalah dengan pembobotan yang meliputi angkat
91-100 sangat baik, 76-90 baik, 61-75 mempunyai nilai cukup,
51-60 kurang, sementara 50 ke bawah mempunyai nilai buruk.
Penilaian terhadap perilaku PNS berdasarkan pada aspek yang
dinilai, antara lain orientasi pelayanan, integritas, komitmen,
disiplin, kerja sama, dan kepemimpinan. Penilaian terhadap
perilaku PNS menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari penilaian kinerjanya. Perilaku PNS mempunyai pengaruh
terhadap kinerja PNS, sehingga perilaku menjadi bagian yang
harus dinilai dalam penilaian kinerja PNS. Dorongan perilaku
yang baik dapat berimplikasi terhadap kinerja pegawai.
Contoh pengukuran kinerja di atas dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas kinerja aparatur negara. Melalui penilaian
kinerja menggunakan SKP, diharapkan aparatur negara menjadi
lebih baik yang diikuti oleh kompetensi dan kualitas kinerja yang
dilakukan. Kualitas kinerja aparatur dapat dilihat dari aspek yang
dilayani. Kinerja aparatur menjadi barometer penting untuk
mengetahui kualitas kinerja aparatur. SKP merupakan instrumen
penilaian yang di dalamnya terdapat beberapa klasifikasi
penilaian. Di antaranya adalah produktivitas kinerja dan perilaku.

Bab 3 | Kinerja Pelayanan Publik


103
Penilaian kinerja pelayanan publik secara prinsip adalah
membentuk karakter aparatur negara menjadi lebih baik dan
berkualitas. Kompetensi dan keterampilan menjadi bagian yang
dinilai, termasuk sikap dan perilaku menjadi tidak terpisahkan.
Bentuk penilaian dengan instrumen yang dibuat adalah bentuk
kontrol pemerintah dan masyarakat dalam kinerja pelayanan
publik yang dilakukan oleh aparatur negara. Melalui penilaian
kinerja pelayanan publik, diharapkan aspek pelayanan publik
mengalami peningkatan secara kualitas dan dapat memberikan
dampak signifikan terhadap output yang dihasilkan.

Manajemen Pelayanan Publik


104
4
SUMBER DAYA APARATUR
PELAYANAN PUBLIK

A. Pengertian Sumber Daya Aparatur


Sumber daya manusia atau sumber daya aparatur merupakan
aspek utama dalam mencapai tujuan organisasi. Sebagai aspek
utama yang mengatur dan menjalankan sistem atau manajemen
dalam organisasi menjadi tumpuan utama organisasi terhadap
produktivitas atau output yang diharapkan bersama. Sumber daya
manusia mempunyai peran strategis terhadap tujuan organisasi,
bahkan menjadi sentral terhadap keberadaan organisasi. Begitu
juga sumber daya-sumber daya lain, dikelola dan dikembangkan
melalui sumber daya manusia organisasi.
Seluruh proses manajemen organisasi, tentunya dilakukan
oleh sumber daya manusia, dalam merencanakan, melaksanakan
maupun mengendalikan organisasi. Manusia yang mengatur
jalannya organisasi. Manusia pula yang melakukan manajerial
terhadap organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Sementara
lainnya, seperti infrastruktur/sarana prasarana maupun dana
merupakan penyempurna dari organisasi tersebut, sekalipun
kesemuanya saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain.

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


105
Sumarsono (2009) di dalam bukunya yang berjudul Teori
dan Kebijakan Publik Ekonomi Sumber Daya Manusia mengemukakan
bahwa, sumber daya manusia mempunyai dua pengertian
mendasar. Pengertian pertama, bahwa sumber daya manusia
adalah usaha kerja atau jasa yang dapat diperbaiki dalam proses
produksi. Memberikan pengertian bahwa, sumber daya aparatur
adalah usaha yang dilakukan oleh aparatur pelayanan publik
dalam memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan dalam
waktu tertentu untuk memberikan kepuasan terhadap jasa atau
layanan yang diberikan.
Pengertian kedua, bahwa sumber daya manusia adalah
manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau
usaha kerja tersebut. Mampu bekerja adalah mengetahui
dan mengerti cara bekerja dengan pekerjaan yang dilakukan
oleh seorang aparatur untuk memberikan kepuasan terhadap
pelayanan yang diberikan sebagai tugas dan tanggung
jawabnya. Kemampuan bekerja tersebut dapat pula dimaknai
sebagai kompetensi yang dimiliki oleh seorang aparatur dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Kompetensi yang dimiliki akan
memengaruhi proses kinerja sehingga menjadi ukuran bagi
aparatur apakah pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik atau
tidak, apakah hasilnya memuaskan, atau memberikan kepuasan
kepada masyarakat. Output dari produktivitas itu yang menjadi
ukurannya. Orang yang mempunyai produktivitas kerja tinggi
dianggap mampu bekerja.
Organisasi akan berjalan secara baik jika sumber daya
manusia di dalamnya mempunyai kompetensi dan kualitas yang
memadai untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Kompetensi
dan kualitas itu juga perlu ditopang dengan kemampuan
manajerial melalui soft skill yang tinggi dengan dukungan sarana

Manajemen Pelayanan Publik


106
prasarana atau infrastruktur yang memadai mendukung, disertai
dengan sumber dana yang cukup dan fungsional yang akuntabel.
Hal itu menjadi prasyarat untuk suksesi sebuah organisasi, yaitu
man (manusia), materiil (sarana prasarana), dan money (dana).
Ketiganya mempunyai peran penting dalam pencapaian
tujuan organisasi. Suatu organisasi akan berjalan dengan baik
dan sesuai dengan harapan jika sudah memenuhi unsur ketiganya
tersebut. Apalagi lembaga negara yang memiliki regulasi
yang terstruktur dan sistematik secara administratif maupun
implementatif dengan orientasi kepada kebutuhan masyarakat.
Lembaga negara atau pemerintahan merupakan organisasi milik
masyarakat yang berperan menyediakan pelayanan sebaik-baiknya
bagi masyarakatnya atas kebutuhan yang diharapkan. Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, lembaga pemerintah juga
memerhatikan peran sumber daya aparatur di dalamnya.
Paling berhubungan secara langsung dengan masyarakat
adalah aparatur pelayanan publik. Aparatur secara langsung
terlibat dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan,
menerima keluhan dan menjadi pusat kepuasan masyarakat
terhadap pelayanan yang diberikan. Aparatur yang menjadi ujung
tombak pelayanan dalam suatu lembaga pemerintahan.
Penting untuk menjadi catatan bagi setiap pemimpin
memerhatikan kualitas dan kompetensi sumber daya aparatur
dalam penyelenggaraan pelayanan. Aspek pendidikan dan
soft skill juga menjadi persyaratan penting untuk melakukan
rekrutmen aparatur. Di samping itu, kemampuan kepemimpinan
dan manajerial juga memengaruhi kinerja seseorang. Untuk
menghasilkan kualitas sumber daya aparatur yang baik, dimulai
dari proses rekrutmen yang dilakukan. Profesionalitas dan

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


107
proporsionalitas rekrutmen memengaruhi hasilnya. Hal ini
berkaitan dengan kualitas kinerja yang akan dihasilkan dan
kualitas kinerja serta aspek kualitas pelayanan yang menjadi
kunci pelaksanaan reformasi birokrasi yang sedang dilakukan.
Pelayanan publik menjadi indikator utama keberhasilan
reformasi birokrasi. Reformasi yang baik dan berjalan sesuai
dengan grand design yang sudah dicanangkan, maka tingkat
kepercayaan publik atau masyarakat kepada pemerintah akan
semakin tinggi. Selain itu, pelayanan publik yang baik dan
berkualitas akan diikuti oleh penyelenggara pelayanan yang
transparan, akuntabel, dan profesional. Dengan demikian,
birokrasi bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme serta
perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat. Indonesia
akan menjadi negara yang maju dan sejahtera.

B. Rekrutmen dan Promosi Sumber Daya Aparatur


Rekrutmen dan promosi menjadi aspek yang paling mendasar
dalam penerimaan dan pengembangan aparatur negara. Aparatur
negara sebagai sumber daya manusia mempunyai peran strategis
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk menghasilkan
aparatur yang baik dan berkualitas serta kompeten, harus
dilakukan secara transparan, profesional dan akuntabel.
Setiap tujuan akhir dari organisasi ditentukan oleh
siapa yang menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sejauh mana
pekerjaan itu dilakukan, tergantung seberapa baik kualitas yang
dimilikinya. Kualitas kinerja atau kualitas sumber daya yang
dimiliki, ditentukan bagaimana proses rekrutmen dan promosi
dilakukan. Objektivitas dan profesional rekrutmen dan promosi
membentuk kerangka manajemen yang baik tentang kinerja yang

Manajemen Pelayanan Publik


108
dilakukan oleh sumber daya manusia sesuai dengan kompetensi
dan kemampuannya.
Jika proses rekrutmen dan promosi aparatur dilakukan
secara asal-asalan dan sembarangan, dapat dipastikan sumber
daya aparatur yang akan menempati posisi strategis dalam
pelayanan publik menjadi boomerang bagi pemerintah terhadap
penyelenggaraan pelayanan. Hal itu juga dapat memengaruhi
lingkungan kerja di mana aparatur itu bertugas. Demikian pula
dengan sistem pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya
aparatur juga mengalami hambatan.
Citra boros, pelat merah, dan berkinerja rendah melekat
dalam diri aparatur birokrasi Indonesia. Persoalan birokratisasi di
Indonesia memberikan dampak yang dirasakan oleh masyarakat
melalui pelayanan yang kurang baik, terkesan lamban, kurang
cekatan dan penyelesaiannya lama. (Holidin, 2013). Namun
demikian, pemerintah melalui Badan Kepegawaian Negara terus
melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan terhadap kualitas
sumber daya aparatur, mengelola dan melakukan penataan
terhadap aparatur sipil negara. Begitu juga dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara adalah untuk mengatur dan mengelola aparatur sipil
negera menjadi lebih baik, profesional dan berkualitas.
Sistem rekrutmen harus menjadi perhatian serius dalam
penerimaan aparatur sipil negara. Rekrutmen menjadi
corong utama untuk menghasilkan aparatur yang hebat dan
berkualitas. Profesionalitas pelaksanaan rekrutmen menjadi
dasar penting untuk mengetahui kualitas secara akademik
maupun nonakademik atas calon aparatur sipil negara. Hasil dari
rekrutmen menjadi penentu diterima atau tidaknya calon aparatur

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


109
untuk menjadi aparatur. Hasil tes menunjukkan kemampuan dan
kualitasnya. Tentunya hal ini harus diikuti oleh sikap dan perilaku
yang sopan dan baik.
Aparatur sipil negara tidak hanya mengandalkan
intelektualitasnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tetapi
perilaku dan sikap juga menjadi aspek yang harus diperhatikan.
Namun demikian, sumber daya terdidik biasanya diikuti oleh
sikap dan perilaku yang terdidik pula, walaupun hal itu bukan
menjadi jaminan. Tetapi ada proses pendidikan dan pembinaan
terhadap aparatur untuk meningkatkan kualitas sumber
daya aparatur, baik secara formal yang berhubungan dengan
kompetensinya maupun secara informal yang berhubungan
dengan aspek kognitifnya. Oleh karena itu, proses rekrutmen
dan promosi aparatur sipil negara dilakukan secara profesional,
terbuka dan akuntabel.
Untuk merealisasikan birokrasi yang terbuka, menurut
Holidin (2013), ada langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1. Evaluasi kondisi terkini
Untuk mengetahui kinerja birokrasi atau kinerja individu,
harus mengetahui dulu keadaan saat ini. Kondisinya dan
keberadaannya harus dipastikan, kemudian dilakukan
evaluasi terhadap kondisi sekarang. Evaluasi terhadap
kondisi saat ini perlu dilakukan dengan menyasar:
a. Proporsi beban kerja pada level unit kerja dan level
perseorangan.
b. Identifikasi posisi yang masih kosong di masing-masing
unit kerja.
c. Rencana pensiun pegawai pada satu tahun mendatang.

Manajemen Pelayanan Publik


110
d. Analisis kesenjangan antara kebutuhan kinerja tertentu
pada masa kini dan mendatang dengan penguasaan
kompetensi pegawai yang sudah ada.
e. Rencana pengembangan fungsi, struktur, dan lokasi
organisasi yang berkemungkinan membutuhkan sumber
daya aparatur baru.
f. Jika kementerian/lembaga telah memiliki dan
mengoperasionalisasi assessment center, hasil penilaian
dan riwayat pengembangan yang sudah dimiliki
assessment center dapat menjadi masukan primer yang
dipadukan dengan hasil evaluasi sementara.
2. Pembenntukan tim rekrutmen dan promosi
Pembentukan tim dalam rekrutmen maupun promosi
menjadi bagian dari untuk menghasilkan aparatur sipil
negara yang berkualitas dan pejabat yang kompeten dan
visioner dalam kinerja. Pembentukan tim melakukan
perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengendalian
terhadap proses rekrutmen dan promosi yang dilakukan.
Dalam pembentukan rekrutmen dan promosi, perlu
memerhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Pimpinan kementerian/lembaga membentuk tim
rekrutmen dan promosi yang dilakukan oleh unit kerja
kepegawaian kementerian/lembaga yang bersangkutan.
Bentuknya bisa semacam task force.
b. Komposisinya melibatkan perwakilan dari masing-
masing unsur yang telah mendapatkan delegasi atau
wewenang dalam mengambil keputusan, terdiri
dari pimpinan; seorang perwakilan dari Badan
Kepegawaian Negara; seorang perwakilan dari

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


111
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi; dan dua orang tenaga ahli yang
masing-masing mempunyai kompetensi dalam bidang
manajemen sumber daya manusia dalam sektor publik
dan bidang keahlian yang sesuai dengan tupoksi suatu
jabatan terkait dengan promosi dan rekrutmen.
c. Pembentukan tim dilakukan dengan penunjukan secara
langsung atau dengan undangan atau penugasan yang
komposisinya diusulkan oleh unit kerja kepegawaian.
d. Periode tim dalam bertugas adalah selama tiga hingga
lima tahun anggaran untuk kemudian dilakukan
pembentukan kembali.
3. Membuat rekapitulasi dan klasifikasi
Rekapitulasi dan klasifikasi terhadap aparatur menjadi
bagian dari evaluasi untuk melakukan perekrutan dan/atau
melakukan promosi. Bentuk rekapitulasi dan klasifikasi
adalah sebagai berikut:
a. Hasil evaluasi masing-masing unit kerja direkapitulasi
secara keseluruhan sesuai dengan kebutuhan kuantitas
dan kualitas aparatur.
b. Rekapitulasi ditindaklanjuti dengan melakukan
klasifikasi terhadap kategori kebutuhan jumlah aparatur
tambahan yang bersifat sementara akibat penugasan
belajar dan yang bersifat permanen akibat pensiun,
pengunduran diri, atau pemindahan.
c. Kebutuhan kualifikasi aparatur secara objektif harus
tetap dimunculkan dalam rekapitulasi.

Manajemen Pelayanan Publik


112
d. Kompetensi aparatur negara diklasifikasikan sebagai
berikut: (1) kompetensi keahlian dan keterampilan.
Kompetensi ini berkaitan dengan pendidikan formal,
keterampilan teknis, pengalaman kerja, serta produk
tulisan atau karya publikasi yang dihasilkan sehingga
membentuk kepakaran dalam bidang tertentu; (2)
kompetensi kepemimpinan dan manajerial. Pada
kompetensi ini, dilihat dari latar belakang pengalaman,
perjalanan karier, riwayat penugasan khusus, kontribusi
dalam perancangan dan pelaksanaan progam-program
kerja prioritas, serta pengalaman negosiasi dalam
pengajuan usulan program; dan (3) kompetensi sosial.
Kompetensi ini dilihat dari interaksi sosial dengan rekan
kerja serta kehidupan keluarga, masyarakat maupun
lingkungannya.
e. Mengedepankan sumber daya yang ada saat ini dalam
pemenuhan kebutuhan dan kualitas aparatur untuk
pegawai tetap maupun pegawai dengan perjanjian kerja
(pegawai tidak tetap).
f. Ada peluang alternatif pemenuhan terhadap sumber
daya aparatur yang disiapkan. Melihat rotasi dan
pelimpahan pegawai antar lembaga.
g. Komunikasi dengan pimpinan atau pengelola
kepegawaian di lembaga pemerintahan lain terus
dilakukan untuk kebutuhan rotasi pegawai.
4. Publikasi perekrutan dan promosi
Pada ruang lingkup kolegial terbatas, rencana promosi
pegawai sebenarnya telah dilakukan sejak peer-reviewe.

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


113
Namun demikian, untuk menghasilkan promosi yang lebih
masif, dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Buatlah hasil penilaian kinerja aparatur yang akan
dipromosikan melalui forum-forum diskusi dalam
aplikasi e-ffice dan/atau media publikasi lain, misalnya
melalui website atau link lain yang dapat mendukung
promosi bagi aparatur negara sehingga penilaian kinerja
yang dihasilkan bersifat terbuka dan transparan.
b. Berikan kesempatan kepada semua aparatur untuk
memberikan catatan positif dan negatif secara tertutup
sebagai preferensi dan bahan pertimbangan bagi tim
rekrutmen dan promosi.
c. Publikasi terhadap rencana rekrutmen dapat dilakukan
melalui media massa nasional cetak maupun online
dalam kurun waktu yang ditentukan, beserta persyaratan
yang ditentukan sebagai bahan pertimbangan yang dapat
digunakan oleh tim rekrutmen dan promosi dalam
pengambilan keputusan. Hal ini menjadi bagian penting
dalam menjaring aparatur yang kompeten, berkualitas
dan mempunyai kualifikasi yang tinggi.
d. Penilaian yang dilakukan oleh tim, dapat disampaikan
kepada seluruh pelamar secara personal melalui surat,
baik yang bersifat positif maupun negatif. Penilaian
ini menjadi penting bagi pelamar dalam mengetahui
kemampuan dan kualitas dirinya. Penilaian yang
disampaikan secara langsung merupakan bentuk
penilaian secara objektif dan profesional, sehingga dapat
diterima secara baik oleh pelamar.

Manajemen Pelayanan Publik


114
e. Bagi yang terpilih, akan diumumkan secara langsung
melalui media komunikasi informasi di internal
kementerian/lembaga yang bersangkutan.
f. Publikasi di media massa, cetak maupun online dengan
durasi yang lebih singkat sebaiknya dilakukan.
5. Melakukan seleksi kandidat
Seleksi terhadap kandidat menjadi bagian yang penting
dalam proses rekrutmen maupun promosi pegawai.
Seleksi secara baik terhadap kandidat yang baik untuk
menghasilkan aparatur yang berkualitas dan profesional,
harus memerhatikan aspek di bawah ini:
a. Tim rekrutmen dan promosi meminta bantuan unit
kerja kepegawaian dan pengelola assessment center dan
membentuk tim seleksi.
b. Setiap pelamar diwajibkan menyertakan berkas yang
menunjukkan profil dirinya, antara lain: data diri
pokok yang dipersyaratkan dalam perekrutan pegawai
negeri sipil secara umum; biodata diri; sertifikat lain
yang menunjukkan kompetensi; pernyataan motivasi
pengajuan diri; dan makalah yang berisi analisisnya
terkait dengan isu yang ditangani dalam ruang lingkup
jabatan yang dituju.
c. Mekanisme seleksi dilakukan dengan tiga tahap, yaitu
seleksi berkas atau administratif, seleksi wawancara,
dan seleksi pelaksanaan pekerjaan langsung.
d. Seleksi administratif didasarkan pada kelengkapan
berkas yang dapat diverifikasi lebih lanjut.

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


115
e. Tes seleksi dapat ditindaklanjuti dengan tes seleksi awal
di Badan Kepegawaian Negara melalui computer assisted
test (CAT) atau lainnya untuk tes perekrutan.
f. Hasil seleksi tahap pertama, ditindaklanjuti dengan tes
wawancara secara langsung.
g. Hasil seleksi wawancara, dilibatkan secara langsung
dalam pelaksanaan pekerjaan rutin dalam kurun waktu
sebanyak-banyak 66 hari kerja yang dipantau secara
langsung oleh tim seleksi.
h. Hasil keseluruhan seleksi merupakan hasil final yang
kemudian diumumkan melalui media, baik media massa
cetak maupun online serta media komunikasi lembaga
pemerintah.
Di sisi lain, dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, bahwa
pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan
jabatan administrasi dan/atau jabatan fungsional dalam suatu
pemerintahan. Dijelaskan lebih rinci pada ayat (3) bahwa
pengadaan PNS melalui tahapan perencanaan, pengumuman
lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa
percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS.
Promosi aparatur, dalam UU ASN mengklasifikasikan dalam
Pasal 69 dengan sebutan pengembangan karier. Pengembangan
karier dalam ayat (1) dijelaskan bahwa pengembangan karier
PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian
kinerja, dan kebutuhan instansi pemerintah.
Proses rekrutmen dan promosi aparatur sesungguhnya
merupakan bagian dari proses peningkatan kualitas kinerja
pelayanan publik. Peningkatan terhadap kualitas kinerja pegawai

Manajemen Pelayanan Publik


116
bertujuan untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat
dalam penerimaan pelayanan. Masyarakat menjadi fokus utama
dalam kinerja aparatur. Melalui rekrutmen aparatur, memberikan
tambahan kepada instansi atau lembaga pemerintah atas pegawai
yang dapat bekerja lebih baik. Hal itu juga dapat dilakukan
berdasarkan kebutuhan dari instansi atau lembaga pemerintah
untuk melakukan penambahan terhadap pegawai, sehingga dapat
memenuhi pelayanan kepada masyarakat secara lebih baik.
Begitu juga dengan promosi menjadi bagian dari motivasi
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kualitas
kinerja pegawai menjadi prasyarat untuk naik jabatan sebagai
bagian dari penguatan kelembagaan. Dalam promosi jabatan,
pegawai yang akan dipromosikan dapat diharapkan membantu
mengembangkan kualitas kinerja pada posisi yang baru. Sehingga
memberikan ruang yang luas bagi aparatur dalam memacu
kualitas kinerjanya dan memberikan kesempatan kepada semua
aparatur untuk menjalankan tupoksinya dengan sebaik-baiknya.
Promosi juga mempunyai pemahaman yang komprehensif,
bahwa begitu pentingnya promosi dalam organisasi. Diadakannya
promosi dapat menunjukkan bahwa kestabilan organisasi dan
moral pegawai dapat terjamin. (Kadarisman, 2012). Promosi
menjadi bagian penting dalam melihat aspek kesehatan
organisasi. Pentingnya promosi menunjukkan bahwa organisasi
tersebut berjalan secara baik, manajemen yang ada di dalamnya
bisa memengaruhi kebijakan-kebijakan tentang promosi. Promosi
tidak hanya bersikap tentang kenaikan pangkat terhadap para
jabatan seseorang, tetapi lebih dari itu adalah bentuk konkret
terhadap pengembangan sumber daya manusia organisasi.
Rekrutmen dan promosi adalah bentuk fleksibilitas
dan dinamisasi instansi atau lembaga negara dalam rangka

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


117
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dengan berbagai
ketentuan yang ada dan semakin kompleksnya kebutuhan
masyarakat akan pelayanan publik, memacu pemerintah atau
instansi untuk terus melakukan pengembangan terhadap
aparatur pelayanan publik. Metabolisme organisasi akan berjalan
dengn baik apabila rekrutmen dan promosi berjalan secara baik,
sebagai bentuk dari pengembangan dan peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat, sebagai upaya melakukan
pendistribusian sumber daya pada bidang-bidang tertentu agar
tercipta profesionalitas dan proporsionalitas kinerja yang dapat
mengantarkan pada sebuah produktivitas kerja yang lebih baik.

C. Kompetensi Sumber Daya Aparatur


Persaingan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
yang hari ini sedang berjalan memberikan implikasi yang
cukup signifikan terhadap berbagai aspek penyelenggaraan
pemerintahan. Berlakunya MEA menjadi tantangan tersendiri
bagi bangsa Indonesia untuk terus melakukan berbagai perbaikan-
perbaikan, inovasi-inovasi baru, dan terobosan yang dapat
memberikan nilai efektivitas dan efisiensi serta mengandung
peluang yang cukup signifikan dan kompetitif untuk dapatnya
berdaya saing dan mengembangkan potensi-potensi yang
dimilikinya.
Menghadapi MEA, dalam aspek organisasi publik juga
dituntut untuk terus mengembangkan potensi dan kualitas
kinerja pelayanan publik. Dalam sektor publik, hal yang paling
mendasar kebutuhannya adalah pelayanan publik. Bagaimana
memberikan pelayanan yang prima di tengah arus global yang

Manajemen Pelayanan Publik


118
semakin kuat, persaingan semakin kentara serta mobilitas
masyarakat semakin tinggi akan pelayanan yang diharapkan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, tentunya pemerintah
sudah menyediakan dan menyiapkan berbagai kebijakan dan
strategi untuk terus melakukan upaya peningkatan terhadap
kualitas pelayanan publik. Peningkatan kualitas pelayanan publik
terus didorong sebagai fondasi dan fundamen bagi instansi
pemerintah dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
kepada masyarakat. Kualitas pelayanan publik tidak dapat ditawar
lagi mengingat tingginya kebutuhan masyarakat terhadap aspek
pelayanan publik.
Oleh karena itu, hal yang paling mendasar untuk memenuhi
kualitas pelayanan publik adalah dengan memberikan penekanan
terhadap kualitas sumber daya manusia aparatur melalui kualitas
kinerja pelayanan publik. Kualitas kinerja menjadi indikator
utama dalam pemberian layanan. Kualitas kinerja mengandung
unsur siapa melakukan apa dengan cara bagaimana. Siapa yang
melakukan mengarah kepada sumber daya manusianya dengan
kemampuan yang dimilikinya untuk dapatnya bekerja pada
bidang pekerjaannya. Dari hasil pekerjaannya itulah kinerja
mengikutinya. Kualitas kinerja ditentukan sebagai produktif
aparatur pelayanan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai pelayan masyarakat.

D. Profesionalitas dan Akuntabilitas


Profesionalitas adalah berkaitan dengan profesi atau
pekerjaan seseorang yang dilakukan secara profesional. Pekerjaan
atau profesi adalah suatu hal yang harus diselesaikan atau
dikerjakan sesuai dengan ketentuan penyelesaian pekerjaan

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


119
tersebut. Pekerjaan tersebut dikatakan profesional jika dikerjakan
dengan sungguh-sungguh, disiplin, berkualitas dan sesuai dengan
harapan atau tujuan yang diharapkan. Orang yang melakukan
pekerjaan tersebut dikatakan sebagai seorang yang profesional.
Sementara itu, akuntabilitas adalah kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban tentang kinerja dan tindakan
seseorang, badan hukum, pimpinan suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut. Oleh karena itu, setiap instansi atau lembaga
pemerintahan harus mempertanggungjawabkan kinerjanya
berdasarkan tindakan dan keputusan yang dilakukan. (Adisasmita,
2011).
Akuntabilitas dapat ditinjau dari aspek historis dan teoritik.
Pada aspek historis, menurut Adisasmita (2011), akuntabilitas
sebagai suatu sistem pertanggungjawaban yang sudah ada sejak
zaman Mesopotamia tahun 4000 Sebelum Masehi (SM). Pada
masa itu, hukum Hammurabi mewajibkan seorang raja harus
bertanggung jawab kepada pihak yang memberi wewenang dalam
setiap tindakannya.
Sistem pertanggungjawaban terhadap apa yang dilakukan
kepada yang memberikan mandat merupakan bentuk pengawasan
dan pengembangan terhadap keberlangsungan organisasi
tersebut. Akuntabilitas sebagai bagian dari proses pencapaian
tujuan organisasi yang dibangun atas dasar pertanggungjawaban
terhadap tindakan atau perbuatan yang sudah dilakukan
dengan menjadikan indikator hasil kinerja sebagai output dari
akuntabilitas tersebut.
Secara teoritik, akuntabilitas adalah pengendalian tindakan
terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja

Manajemen Pelayanan Publik


120
setiap individu harus dipertanggungjawabkan kepada atasan
sebagai bentuk penyelesaian terhadap tugas dan tanggung
jawabnya. Sebagai bentuk kewajiban yang melekat dalam diri
individu, sejatinya akuntabilitas dapat menggairahkan kinerja
dan mengembangkan potensi aparatur dalam melaksanakan
kinerjanya. Dalam hal ini, media pertanggungjawabannya tidak
hanya berbentuk laporan tahunan, tetapi mencakup semua aspek
kinerja yang sudah dilakukan.
Untuk memahami lebih akuntabilitas, ada lima prinsip
dalam pelaksanaan akuntabilitas pemerintahan, yaitu: (1)
ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk
melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel;
(2) harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin
penggunaan sumber daya secara konsisten dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; (3) dapat menunjukkan
tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; (4)
berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat
yang diperoleh; dan (5) jujur, objektif, transparan, dan inovatif
sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah
dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran
kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas (Sasmita, 2011).
Nilai-nilai yang terkandung dalam akuntabilitas mempunyai
pengaruh yang cukup signifikan terhadap kualitas pelayanan.
Sebaik apa pun penyelenggaraan pelayanan, tanpa diikuti oleh
akuntabilitas kinerja aparatur, maka pelayanan tersebut tidak
akan membuahkan produktivitas dan kualitas kinerja. Baik
bagi diri aparatur belum tentu berdampak baik pula terhadap
pelayanan. Akuntabilitas berkaitan dengan ketentuan atau
peraturan perundang-undangan. Pelayanan yang menabrak aturan
sekalipun dilakukan secara baik akan berdampak buruk terhadap

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


121
kinerja pegawai, kualitas pelayanan dan terdapat tindakan korupsi
di dalamnya.
Akuntabilitas berhubungan erat dengan sumber daya
aparatur. Setiap kinerja aparatur ada unsur akuntabilitas di
dalamnya yang harus dipertanggungjawabkan dan dijalankan
dengan sebaik-baiknya. Aparatur yang akuntabel biasanya
mempunyai komitmen dan konsistensi yang tinggi dalam
pekerjaannya, melakukan pekerjaan sesuai dengan arahan,
tuntutan, dan bersandar ada nilai-nilai keadilan dan kebaikan.
Kepentingan masyarakat menjadi orientasi pekerjaannya sehingga
kinerjanya terarah dan berlaku adil serta profesional.
Persoalan akuntabilitas sumber daya aparatur banyak
faktor yang memengaruhinya. Di instansi pemerintahan daerah
maupun pemerintah pusat melakukan komunikasi terkait dengan
kebutuhan sumber daya manusia. Aspek akuntabilitas kinerja
aparatur menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam
meningkatkan kualitas kinerja aparatur. Pemerintah daerah
berhubungan langsung dengan masyarakat dalam pelayanan
publik, sehingga membutuhkan strategi dan cara yang efektif
dan efisien dalam meningkatkan kualitas sumber daya aparatur.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan sumber daya aparatur
di setiap daerah, menurut Tjiptoherijanto (1999), hal yang perlu
diperhatikan oleh aparat perencana dan pelaksana pembangunan
dearah adalah sebagai berikut:
1. Mampu memberikan masukan kepada pemerintah pusat
dalam menyusun perencanaan makro. Pemerintah daerah
lebih banyak mengetahui persoalan dearahnya, sehingga
kebutuhan dan realitas di lapangan harus dijadikan sebagai
barometer untuk pemenuhan kebutuhan daerah tersebut.

Manajemen Pelayanan Publik


122
2. Mampu membuat perencanaan yang lebih baik terkait dengan
pengembangan sumber daya manusia berdasarkan pada
analisis SWOT. Hal ini penting untuk dilakukan sebagai
upaya peningkatan kualitas dan kompetensinya. Analisis
SWOT diperlukan untuk mengetahui kondisi, kekuatan
maupun kelemahannya dan dijadikan sebagai dasar dalam
pengambilan kebijakan.
3. Implementasi perencanaan makro dapat dilaksanakan secara
baik dan komprehensif yang telah disusun secara rasional
dan berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutannya.
4. Menjalin hubungan yang lebih baik dengan unsur-unsur
nonpemerintahan, yaitu masyarakat dan pihak swasta sebagai
mitra dalam membangun daerah menjadi lebih baik. Kedua
unsur di luar pemerintahan tersebut menjadi pendorong
tercapainya tujuan pemerintahan, yaitu good governance.
Partisipasi masyarakat dan pihak swasta menjadi penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai kolaborasi
yang efektif dalam pembangunan dan pengembangan sumber
daya manusianya.
5. Mengembangkan secara sistematis, testruktur dan
terencana terhadap sistem pemantauan, pengawasan serta
evaluasi sumber daya manusia. Pemantauan, evaluasi dan
pengawasan merupakan hal yang paling penting dalam
sebuah organisasi. Sebagai kontrol terhadap kinerja aparatur,
sistem pengawasan, evaluasi dan pemantauan menjadi
indikator terhadap kinerja aparatur.
Pengembangan sumber daya aparatur merupakan bagian
penting yang ada dalam organisasi. Produktivitas setiap sumber

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


123
daya aparatur dipengaruhi banyak faktor, sehingga kontrol
terhadap ketersediaan sumber daya aparatur menjadi penting
untuk dilakukan secara periodik. Faktor rendahnya kualitas
pelayanan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan, salah
satunya adalah profesionalitas dan akuntabilitas kinerja aparatur.
Profesionalitas dan akuntabilitas menjadi komponen penting
bagi penyelenggara negara dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.

E. ASN Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun


2014
Sebuah instansi pemerintahan akan berjalan secara baik
dan berkualitas jika semua stakeholder menjalankan fungsi dan
tanggung jawabnya. Sistem yang dibangun dalam lembaga
pemerintahan diatur sedemikian rupa untuk menghasilkan
kualitas kinerja yang maksimal dan sesuai dengan harapan
masyarakat. Pembangunan sistem harus satu arah jarum jam,
tidak boleh ada yang melawan arus, seimbang dan sejajar,
mematuhi segala bentuk peraturan dan tatanan agar terus
bergerak dan dinamis. Dinamisasi pergerakan harus didukung
oleh soft skill dan tujuan yang pasti dan jelas. Tentunya hal itu
harus dilakukan oleh sumber daya aparatur sebagai satu kesatuan
yang menyatu dengan sistem yang bergerak di dalamnya.
Pergerakan dan dinamisasi sumber daya aparatur dalam
organisasi dibangun atas dasar tujuan yang ingin dicapai.
Dalam konteks ini, sistem dalam tatanan instansi pemerintahan
adalah reformasi birokrasi. Hayat (2013: 24-25), menjelaskan
bahwa reformasi birokrasi memberikan ruang gerak bagi setiap
masyarakat dalam menerima pelayanan sebaik-baiknya dari

Manajemen Pelayanan Publik


124
pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas lembaga
pemerintahan dalam aspek kebijakan publik, pelayanan, sarana
dan prasarana dan kemanfaatan pelayanan bagi pengguna
pelayanan. Di samping itu, pemerintah selalu mengusahakan
pemberian pelayanan terbaik melalui penetapan-penetapan untuk
diimplementasikan sebagai instrumen pengambilan kebijakan
yang harus ditaati dan diseminasi.
Keberadaan reformasi birokrasi saat ini harus mengakar
dalam kehidupan aparatur sipil negara. Bukan lagi menjadi
alat atau instrumen untuk melakukan berbagai perubahan,
tetapi harus menjadi inspirasi dan motivasi dalam membangun
dan mengembangkan lembaga di setiap instansi pemerintah.
Reformasi bukan lagi sebagai wacana yang terus disosialisasikan,
tetapi harus menjadi realitas yang terus dipraktikkan dalam
pengabdian kepada bangsa dan bernegara dengan meningkatkan
kualitas kinerja aparatur. Reformasi juga bukan lagi opini yang
terus diperbincangkan dan dibahas, tetapi menjadi pembiasaan-
pembiasaan bagi setiap aparatur untuk membentuk karakter dan
mental aparatur yang bersih, sehat, kuat, dan profesional.
Untuk mencapai tujuan reformasi birokrasi dengan
menyatunya sebuah sistem dalam instansi pemerintah yang dapat
melahirkan profesionalitas kinerja aparatur, harus didukung
oleh proporsionalitas yang diterimakannya. Profesionalitas
aparatur mempunyai korelasi yang signifikan terhadap
proporsionalitasnya. Profesionalitas berkaitan dengan kinerja
yang dijalankan, sedangkan proporsionalitas adalah berhubungan
dengan kesejahteraan yang diterima aparatur. Keseimbangan dan
kesetaraan hak dan kewajiban aparatur dapat berimplikasi kepada
pencapaian tujuan organisasi.

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


125
Walaupun secara prinsip, proporsionalitas yang diterima
aparatur bukan menjadi jaminan aparatur bebas dari korupsi,
berkinerja dengan baik atau bekerja secara profesional. Problem
tentang aparatur sipil negara menjadi dalam peningkatan
terhadap pelayanan publik masih menjadi persoalan pemerintah.
Kasus kurang lebih 54.000 PNS yang tidak jelas yang dirilis oleh
Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia akhir-akhir ini
menjadi contoh masih terus berlangsungnya persoalan aparatur
sipil negara. Belum lagi dengan persoalan honorer guru K2 yang
sampai dengan sekarang masih belum tuntas dan belum ada
solusi alternatif penyelesaiannya, dan berbagai persoalan lain
yang berhubungan dengan kondisi dan keberadaan aparatur
sipil negara.
Terkait dengan hal tersebut, tindak pidana korupsi yang
melibatkan aparatur masih sering kali menjadi tontonan di media-
media nasional, cetak maupun online. Gaji yang tinggi juga tidak
menjamin aparatur bersih dari korupsi. Fasilitas yang memadai
tidak menjamin berkinerja secara baik dan akuntabel. Banyaknya
ditemukan kompetensi aparatur yang lemah serta masih minimnya
soft skill yang dimiliki oleh aparatur. Hal tersebut tentunya akan
sangat berpengaruh terhadap kinerja pelayanan publik.
Persoalan kinerja pelayanan publik memang tidak serta merta
ditimbulkan dari aparatur sipil negara saja, tetapi aspek lain dapat
memengaruhi kinerja yang buruk. Tetapi aspek paling penting
dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat adalah sumber
daya aparatur atau aparatur sipil negara. Sebagai pelayan yang
bersentuhan secara langsung dengan penerima layanan, maka
sudah sepantasnya berlaku adil dan bijaksana serta arif. Perilaku
yang baik, sikap yang sopan dan penyampaian yang santun dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat adalah sebuah tindakan

Manajemen Pelayanan Publik


126
terpuji. Secara komunikatif, hal itu sudah dapat memberikan
kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat.
Pada aspek substansinya, tinggal menjalankan sistem
dan ketentuan yang ada pada pemberian layanannya. Standar
Operasional Prosedur (SOP) harus dijalani dengan sebaik-baiknya
serta ketentuan lain yang mendukung dari proses pelayanan tidak
boleh ditinggalkan. Peraturan dan tatanan yang ada jika dilakukan
sesuai dengan ketentuannya. Masyarakat akan secara otomatis
menilai bahwa pelayanan yang diberikan adalah baik, mudah,
dan menyenangkan. Itulah sesungguhnya kinerja pelayanan
publik yang diharapkan oleh masyarakat. Pelayanan diberikan
berdasarkan kebutuhan masyarakat dan harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan standar pelayanan yang maksimal.
Namun demikian, upaya pemerintah daerah dalam
meningkatkan kualitas pelayanan masih terdapat tantangan
yang sulit, karena tuntutan pelayanan publik semakin kompleks
dengan berbagai jenis dan tuntutan kualitas pelayanan masyarakat
semakin meningkat. Pada bagian lain, lembaga pelayanan
publik dihadapkan pada pelbagai keterbatasan, terutama dalam
hal kompetensi dan relevansi pegawai (lack of competencies)
dan kemampuan anggaran daerah untuk memenuhi tuntutan
tersebut. Selain itu, gerak lembaga pelayanan publik di daerah
dalam upaya pemberian pelayanan kepada masyarakat juga
sangat dipengaruhi oleh “kondisi makro” yang disebabkan oleh
belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat
dan daerah. Hal itu menjadi tantangan yang harus dihadapi
dan carikan alternatif penyelesaian dan penyesuaian mengingat
pelayanan publik merupakan aspek penilaian kinerja bagi
pemerintah untuk mengukur sebagai keberhasilan pemerintahan
yang baik (good governance). (Asropi, 2007: 2; Hayat, 2013:25).

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


127
Di sisi lain, sumber daya aparatur yang kompeten dan
berkualifikasi menjadi faktor pendukung dari meningkatnya
kualitas pelayanan publik. Serta menjadi indikator penting
dalam kinerja pelayanan publik. Kemampuan yang dimiliki oleh
aparatur dapat melahirkan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi
dasar pelayanan publik melalui inovasi dan inspirasi. Penting
itu dilakukan sebagai upaya menjawab tantangan zaman yang
semakin berkembang dan menghadapi dinamika globalisasi.
Aparatur sipil negara harus memberikan solusi terhadap
persoalan-persoalan yang muncul seiring dengan kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan layanan masyarakat harus menjadi
prioritas utama dalam pemberian pelayanan.
Untuk menjawab berbagai tantangan global, pemerintah
melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk menjadi aparatur sipil negara. Dijelaskan dalam
Pasal 6 dan 7 UU tersebut bahwa ASN adalah PNS dan PPPT
dengan berbagai tugas, pokok dan fungsinya yang sama. ASN
dalam UU ini diharapkan lebih kompetitif dan mempunyai daya
saing tinggi dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin
kompleks. Aparatur sipil negara harus menjadi pemeran utama
dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat secara prima,
sehingga kesan buruk terhadap aparatur sipil negara akan terkikis
oleh kinerja, kompetensi, kualitas, dan optimalisasi layanan yang
diberikan.
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara memberikan
penjelasan dan pengertian tentang ASN, mulai dari pengertian
dasar, fungsi, sifat dan berbagai hal berkaitan dengan ASN
dijelaskan secara rinci dan komprehensif. Hal itu terdapat dalam
Pasal 1, yaitu:

Manajemen Pelayanan Publik


128
1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah
profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi
pemerintah.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut
Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh
pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh
pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan.
4. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya
disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan
perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintahan.
5. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan
pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika
profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
6. Sistem informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data
mengenai pegawai ASN yang disusun secara sistematis,
menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi.
7. Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi
pada instansi pemerintah.

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


129
8. Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang
menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi.
9. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi
fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan.
10. Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki
Jabatan Administrasi pada instansi pemerintah.
11. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi
fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang
berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
12. Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki
Jabatan Fungsional pada instansi pemerintah.
13. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan melaksanakan proses pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan
pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi
daerah.
16. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan
kesekretariatan lembaga nonstruktural.
17. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan
perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat

Manajemen Pelayanan Publik


130
daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas
daerah, dan lembaga teknis daerah.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
19. Komisi ASN yang selanjutnya disingkat KASN adalah lembaga
nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik.
20. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat
LAN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang
diberi kewenangan melakukan pengkajian dan pendidikan
dan pelatihan ASN sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini.
21. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN
adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi
kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan
Manajemen ASN secara nasional sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
22. Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara
adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang
politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin,
status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Penjelasan di atas memberikan pemahaman tentang
makna yang berhubungan dengan ASN. ASN berbeda dengan
pemahaman pegawai sebelumnya. Walaupun secara hakikat
sama, yaitu pegawai pemerintah. Jika pemahaman sebelumnya
bahwa pegawai adalah PNS, tetapi melalui UU ASN, pegawai itu
adalah PNS dan PPPK yang dalam hal ini penyebutannya adalah
Aparatur Sipil Negara.

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


131
Seperti dalam Pasal 6 dan 7 disebutkan bahwa ASN adalah
PNS dan PPPK. PNS adalah pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki
nomor induk kepegawaian secara nasional. Sendangkan dalam
ayat (2) menjelaskan bahwa PPPK adalah pegawai ASN yang
diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan instansi
pemerintahan dan ketentuan undang-undang.
PNS dan PPPK tidak ada bedanya dalam kacamata
pemerintah. Penyebutannya sama-sama pegawai pemerintah
yang melekat dalam dirinya hak dan kewajiban. Tentunya, dalam
kinerja juga harus kompetitif. Siapa yang berprestasi, ia yang
mendapatkan promosi. Kompetisi dalam kinerja antara PNS
dan PPPK adalah setara dan mempunyai kekuatan hukum yang
sama. Instansi pemerintah berfokus kepada siapa yang kompeten,
siapa yang berkualitas, mampu bersaing secara sehat dan adil
adalah sebuah keniscayaan. Kesamaan fungsi tersebut seperti
yang termaktub dalam Pasal 10 bahwasanya ASN mempunyai
fungsi pelaksana kebijakan publik, pelayan publik dan perekat
dan pemersatu bangsa.
Sementara itu, hak dan kewajiban ASN sesuai dengan
Pasal 21 mengenai hak dan kewajibannya. Hak PNS adalah gaji,
tunjangan, dan fasilitas, cuti, jaminan pensiun dan jaminan hari
tua, perlindungan dan pengembanan kompetensi. Sementara
PPPK dijelaskan dalam Pasal 22 tentang haknya, antara lain
gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan dan pengembangan
kompetensi.
PNS dan PPPK dibedakan dalam hak pensiun atau tunjangan
hari tua. PNS diberikan tunjangan hari tua atau pensiun,

Manajemen Pelayanan Publik


132
sementara PPPK tidak diberikan tunjangan hari tua. Hal ini
berdasarkan pada aspek yang melekat dalam diri PPPK itu
sendiri. PPPK dibatasi oleh kontrak dalam kinerjanya. Misalnya
kontrak kerja PPPK 10 tahun, jika habis masa kontrak kerjanya,
secara otomatis tidak bisa dikatakan ASN lagi. Tentunya
dibutuhkan surat kontrak lagi untuk melakukan perpanjangan.
Sementara PNS, statusnya dibatasi oleh umur atau hal lain yang
dipersyaratkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga PNS mendapatkan hak untuk jaminan hari tua.
Tetapi, dalam aspek pengembangan kompetensi, PNS
maupun PPPK diberikan kesempatan yang sama oleh undang-
undang. Pengembangan kompetensi ini menjadi kompetisi
yang sehat antara PPPK dan PNS. Kompetisi di sini yang akan
melahirkan nilai-nilai kreativitas dari aparatur sipil negara.
Soft skill dan inspirasi dalam pengembangan pelayanan publik
sangat dibutuhkan. Siapa yang mempunyai kinerja yang baik dan
berkualitas, pasti dia yang mengunggulinya dan menjadi dambaan
instansinya. Bukan lagi status yang dipersoalkan, tetapi menjawab
tantangan zaman bagi setiap aparatur sipil negara adalah sebuah
keharusan dan menjadi kebutuhan untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik dan berkualitas.
ASN adalah tumpuan dan harapan masyarakat dalam
urusan pelayanan publik. Semakin kompleksnya kebutuhan dan
urusan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
pengelolaan dan manajemen ASN juga harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya. Pemerintah saat ini sudah melakukan berbagai
terobosan dan inovasi-inovasi baru dalam pelayanan publik.
Kekuatan ASN berada pada nilai kualitas dan kompetensi dirinya
untuk diaplikasikan dalam pelayanan yang lebih baik, profesional
dan akuntabel. Dengan demikian, ASN yang baik, profesional,

Bab 4 | Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik


133
dan akuntabel akan mewujudkan tatanan pemerintahan, sehingga
melahirkan kepercayaan tinggi dari masyarakat. Kepercayaan
tersebut menjadi pintu utama bagi bangsa dan negara untuk
terwujudnya negara yang maju.

Manajemen Pelayanan Publik


134
5
REFORMASI BIROKRASI
PELAYANAN PUBLIK

A. Reformasi Birokrasi Sebuah Kebutuhan


Menurut Kamus Terbaru Bahasa Indonesia (2008),
reformasi adalah perubahan untuk perbaikan suatu masyarakat
atau pemerintahan (biasanya di bidang politik, agama, sosial,
dan lain-lain). Sedang birokrasi adalah sistem pemerintahan
yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena berpegang
pada hierarki dan jenjang jabatan. Reformasi birokrasi dapat
disimpulkan sebagai perubahan terhadap sistem pemerintahan
menuju pemerintahan yang baik.
Gelombang dan gerakan reformasi muncul pasca turunnya
era Orde Baru pada tahun 1998 yang dimulai dari pemilihan
umum pada tahun 1997. Gerakan reformasi terus berkembang
dengan berbagai perubahan dan pembaruan yang diharapkan
oleh elemen masyarakat. Reformasi politik, ekonomi, sosial
dan budaya terus mengalami perubahan dan pengembanan, tak
ketinggalan birokrasi juga mengalami perubahan sesuai dengan
prinsip kebutuhan masyarakat. Reformasi birokrasi dilakukan
dalam rangka “menyapu debu kotor yang melekat dan sulit untuk

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


135
dibersihkan dalam kehidupan birokrasi” yang dikotori oleh sistem
birokrasi zaman era Orde Baru. Pada masa Orde Baru, birokrat
menjadi bagian dari instrumen pemerintah dalam melanggengkan
kedudukan dan jabatan atau kedudukan. Birokrasi menjadi alat
kekuasaan untuk mempertahankan jabatannya melalui birokrat-
birokrat di tingkat pusat hingga daerah.
Bahkan budaya birokrasi ala Orde Baru masih melekat dalam
sistem birokrasi Indonesia sampai hari ini. Budaya minta dilayani
masih sering kali terjadi di beberapa lembaga atau instansi.
Paradigma aparatur tidak menempatkan posisi dan tanggung
jawabnya sesuai dengan proporsinya. Mindset yang masih
terbelenggu oleh sekadar menjalankan aktivitas pekerjaan, tanpa
memerhatikan aspek inovasi dan kreativitas untuk meningkatkan
kualitas kinerja. Aspek pelayanan untuk kepentingan umum
masih sering kali terabaikan oleh kepentingan-kepentingan
pribadi maupun golongan. KKN masih tumbuh subur dalam
bingkai-bingkai birokrasi, sekalipun dalam bentuk dan format
yang berbeda.
Persoalan-persoalan yang “menggerogoti” birokrasi
Indonesia sampai hari ini masih sering kali terjadi. Oleh karena
itu, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
birokrasi, pemerintah membentuk kementerian yang khusus
menangani persoalan birokratisasi di Indonesia. Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
adalah jembatan untuk mengembangkan sistem birokrasi dan
pengelolaan aparatur negara menjadi lebih baik dan berkualitas.
Untuk memaksimalkan pelaksanaan reformasi birokrasi, seluruh
elemen pemerintahan bekerja sama secara berkesinambungan
dengan berbagai regulasi yang mendukung satu sama lain
serta menciptakan zona aman terhadap praktik-praktik korupsi

Manajemen Pelayanan Publik


136
dan penguatan terhadap kualitas sumber daya aparatur yang
kompetitif dan profesional.
Persoalan birokrasi seperti yang dikutip dalam Lampiran
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025 mengungkap persoalan-persoalan
yang dihadapi oleh birokrasi, yaitu organisasi, peraturan
perundang-undangan, SDM aparatur, kewenangan, pelayanan
publik, dan pola pikir.
Pada persoalan organisasi, birokrasi masih belum secara
efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Gemuknya struktur
birokrasi menjadi salah satu persoalan dalam sistem birokrasi,
karena berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi dari setiap
aparatur negara. Gemuknya struktur dapat mengakibatkan
tumpang tindihnya kinerja antara satu pegawai dengan pegawai
yang lain, sehingga ada benturan kebijakan dalam pelaksanaannya.
Hal itu dinilai kurang efektif dan efisien dalam hal kinerja dan
output yang dihasilkan.
Sekalipun, reformasi birokrasi tidak hanya berkutat pada
aspek gemuk atau kurusnya birokrasi. Tetapi lebih kepada aspek
pelaksanaan dan output yang dihasilkan. Reformasi birokrasi
lebih kepada organisasi yang efektif dalam penggunaan sumber
daya aparatur maupun biaya, tetapi efisien dalam produktivitas
dan output, yaitu sesuai dengan harapan masyarakat dan sesuai
dengan apa yang dibutuhkan.
Pada aspek kedua adalah persoalan peraturan perundang-
undangan. Peraturan perundang-undangan menjadi tolok ukur
atau indikator pelaksanaan kebijakan birokrasi. Aturan dan
ketentuan menjadi fundamen bagi aparatur untuk melaksanakan
tugas dan fungsi serta tanggung jawabnya. Namun, tidak sedikit

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


137
peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih satu sama
lainnya, baik yang satu derajat maupun dengan yang paling tinggi
atau peraturan di bawahnya. Peraturan perundang-undangan
seharusnya mengalami keseimbangan antara peraturan yang ada
dengan peraturan yang di atasnya dan mengalirkan peraturan
yang di bawahnya, karena peraturan itu sejatinya adalah siklus
yang mengatur jalannya birokrasi menjadi lebih baik dan lebih
teratur sehingga dalam pelaksanaannya menjadi satu kesatuan
yang saling mendukung antara peraturan yang di atas dengan
yang di bawahnya. Ada garis koordinatif yang saling berhubungan
dalam suatu pengaturan untuk dapat dilaksanakan pada tempat
dan kondisi yang sesuai dengan berlakunya peraturan tersebut.
Sementara pada persoalan sumber daya aparatur,
pemerintahan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan tentang
pengembangan sumber daya aparatur secara kompeten dan
akuntabel. Tetapi persoalan kuantitas maupun kualitas SDM
aparatur masih menyisakan banyak persoalan. Kualitas sumber
daya aparatur menjadi kendala yang paling utama dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Kualitas aparatur menjadi
persoalan yang harus segera ditangani oleh pemerintah dengan
berbagai kebijakan-kebijakan yang mendukung, misalnya terkait
dengan proses rekrutmen aparatur yang harus sudah menerapkan
aspek profesionalitas, akuntabilitas dan kompetitif serta daya
saing yang tinggi. Dengan demikian, dapat menghasilkan kualitas
aparatur yang mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan
masyarakat yang semakin kompleks.
Begitu juga pada pengembangan pendidikan dan kesejahteraan
harus menjadi perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan yang lebih baik. Evaluasi aparatur juga harus

Manajemen Pelayanan Publik


138
dikelola secara baik dan dijalankan sesuai dengan peraturan yang
ada dengan memfokuskan kepada evaluasi kinerja berbasis merrit
system untuk menciptakan pola pikir yang lebih kritis dan dinamis.
Persoalan reward juga harus menjadi perhatian serius untuk
memberikan penghargaan kepada aparatur yang berprestasi,
sehingga memacu aparatur yang lain untuk meningkatkan
kualitasnya dan berlomba-lomba untuk dapatnya meningkatkan
prestasinya sehingga terjadi peningkatan kinerja yang lebih baik.
Persoalan birokrasi berikutnya adalah terkait dengan
kewenangan. Persoalan kewenangan sampai hari ini masih
menjadi kendala yang sering dialami oleh instansi atau lembaga
pemerintah. Penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan
pribadi atau kelompok masih menghiasi wajah birokrasi kita.
Masih banyak ditemukan para birokrat yang tersangkut korupsi
dengan faktor penyalahgunaan wewenangnya. Menjadi pekerjaan
rumah pemerintah untuk terus memerangi perilaku pejabat-
pejabat yang koruptif, tentunya pencegahan-pencegahan yang
mendasar perlu juga diterapkan dalam kehidupan birokrasi saat
ini. Aspek pencegahan lebih mempunyai peran meminimalisir
terhadap tindakan korupsi bagi pejabat publik. Reformasi
birokrasi juga dapat mengembangkan electronic governance yang
dapat menekan angka penyalahgunaan wewenang yang mengarah
pada tindakan korupsi, karena kontrol terhadap kebijakan dan
penganggaran dapat secara langsung disampaikan kepada publik.
Pelayanan publik juga tidak kalah serius terhadap persoalan
birokrasi. Persoalan pelayanan publik yang masih belum optimal,
kualitas yang masih rendah dengan banyaknya pengaduan dari
masyarakat. Tingkat kepuasan masyarakat juga masih rendah
dan output kinerja yang masih berorientasi pada organisasi atau
birokrasi, bukan kepada kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


139
Berbelit-belitnya pelaksanaan birokrasi dan regulasi yang
belum jelas bahkan terkesan tumpang tindih satu sama lainnya,
sehingga pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik. Persoalan
pelayanan publik memang menjadi persoalan yang urgent dalam
penerapan reformasi birokrasi, karena pelayanan publik sebagai
indikator keberhasilan dari tercapainya reformasi birokrasi dan
terwujudnya good governance. Dengan demikian, sistem birokrasi,
sumber daya birokrasi dan sarana prasarana birokrasi menjadi
persoalan lemahnya pelayanan publik.
Terakhir adalah permasalahan pola pikir dan budaya kerja
dalam birokrasi. Pola pikir yang tidak baik dapat menimbulkan
budaya kerja yang tidak baik pula. Keduanya saling berpengaruh
dan memengaruhi satu sama lainnya, tentunya berdampak pada
aspek kinerja dan output kerja birokrasi. Mindset atau pola pikir
birokrasi harus mampu diterjemahkan kepada sumber daya
aparatur untuk dilaksanakan secara tepat, baik dan terukur.
Pola pikir yang masih terkungkung oleh sistem yang kaku dan
mengekang, dapat membredeli kompetensi yang dimiliki oleh
sumber daya manusia yang ada.
Pola pikir dapat disebabkan oleh budaya birokrasi yang
sudah mengakar, dapat pula disebabkan oleh kompetensi yang
dimilikinya. Budaya kerja merupakan bentuk sistem yang
tertulis atau tidak tertulis yang sudah menjadi kebiasaan dalam
birokrasi. Budaya kerja yang tidak baik, masih menghinggapi
dalam sistem birokrasi kita, sehingga sebaik apa pun sumber
daya yang ada dengan sarana prasarana yang mencukupi,
tidak dapat menghasilkan output yang maksimal, jika budaya
birokrasi masih berfokus pada budaya birokrasi yang kurang
baik. Budaya birokrasi harus diputus melalui pemutusan regulasi
yang menghambat lahirnya inovasi dan kreativitas sumber daya

Manajemen Pelayanan Publik


140
aparatur untuk mendorong dan meningkatkan pelayanan publik.
Birokrasi harus berorientasi pada public service, bukan pada profit.

B. Konsep Reformasi Birokrasi


Secara konseptual, pelaksanaan reformasi birokrasi
adalah dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Sejak awal reformasi
berlangsung, reformasi birokrasi mengalami ketertinggalan
dari reformasi yang lain, misalnya reformasi di bidang politik,
ekonomi dan lainnya sudah bergerak melakukan berbagai
perbaikan dengan berbagai perubahan yang dilakukan. Pada tahun
2004 pemerintah memberikan penegasan bahwa birokrasi sudah
saatnya melakukan revitalisasi dengan reformasi birokrasi untuk
tujuan good government sebagai kebutuhan bagi masyarakat.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, bahwa reformasi
birokrasi adalah sebagai bagian dari perubahan bangsa menuju
abad ke-25 menjadi lebih baik. Tujuan yang diharapkan dalam
reformasi birokrasi adalah: (1) mengurangi dan akhirnya
menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik
oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; (2) menjadikan
negara memiliki most-improved bureaucracy; (3) meningkatkan
mutu pelayanan kepada masyarakat; (4) meningkatkan mutu
perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; (5)
meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan
semua segi tugas organisasi; dan (6) menjadikan birokrasi
Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi
globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategi.

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


141
Namun demikian, reformasi birokrasi tidak sekadar
menyederhanakan struktur birokrasi, tetapi reformasi birokrasi
harus mampu mengubah pola pikir dan pola budaya yang sudah
ada menjadi lebih baik untuk berbagi peran dalam tata kelola
pemerintahan. Reformasi birokrasi harus mengembalikan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah melalui kinerja
pelayanan yang maksimal dan mengedepankan kepentingan
masyarakat (Mariana, Paskarina dan Nurasa, 2010).
Sementara itu, Prasojo (2013) dalam buku Pemimpin
Reformasi dan Birokrasi, mengatakan bahwa reformasi birokrasi
itu bukan urusan gemuk atau tidaknya tubuh birokrasi, tetapi
bagaimana mengoptimalkan kinerja pemerintahan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya. Bahkan dianalogikan bahwa,
inti persoalannya bukan terletak pada ukuran mesinnya, tetapi
bagaimana membuat mesin itu dapat dijalankan secara optimal
untuk menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan, baik
secara kuantitas maupun kualitas.
Konsep reformasi birokrasi perlu untuk terus ditingkatkan
dalam rangka membangun kualitas birokrasi menjadi lebih
baik. Membangun birokrasi dengan membangun kepercayaan
masyarakat terhadap birokratisasi di semua lembaga atau instansi
pemerintah. Untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat
terhadap birokrasi kita, diperlukan sebuah fondasi yang kuat
dalam menjalankan sistem pemerintahan, terutama dalam
komitmen dan konsistensi terhadap pemberantasan korupsi,
kolusi dan nepotissme. Oleh karena itu, perlu pencegahan dini
terhadap tindak pidana korupsi dalam birokrasi melalui zona
integritas yang efektif.

Manajemen Pelayanan Publik


142
Menurut Grand Design Reformasi Birokrasi yang dijelaskan
dalam lampiran Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Dijelaskan bahwa, grand design merupakan induk kebijakan
berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi secara
nasional yang dicanangkan tahun 2010-2025, yang diharapkan
dalam pencapaiannya adalah dibagi dengan pencapaian 5 (lima)
tahunan.
Pada tahun 2010-2014 sasaran yang ingin dicapai adalah:
(1) terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN;
(2) terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat; dan (3) meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas
kinerja birokrasi. Area perubahan yang diharapkan adalah di
bidang organisasi, tata laksana, peraturan perundang-undangan,
sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas,
pelayanan publik, pola pikir dan budaya kerja.
Pada tahun 2014, penguatan terhadap hal-hal berikut
sudah tercapai, yaitu: (1) penyelenggaraan pemerintahan yang
baik, bersih, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme; (2) kualitas
pelayanan publik; (3) kapasitas dan akuntabilitas kinerja
birokrasi; dan (4) profesionalisme SDM aparatur yang didukung
oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur yang berbasis pada
kompetensi, transparansi, dan mampu mendorong mobilitas
aparatur antar daerah, antar pusat, dan antar pusat dengan
daerah, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan
yang sepadan.
Pada tahun 2019, perwujudan yang diharapkan adalah
bebas KKN, pelayanan publik yang sesuai dengan harapan dan
kebutuhan masyarakat, harapan bangsa Indonesia yang semakin

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


143
maju dan berdaya saing dalam arus globalisasi, semakin baik
akuntabilitas dan kapasitas kinerja birokrasi, sumber daya
aparatur yang profesional, serta mindset dan culture-set yang
mencerminkan integritas dan kinerja semakin tinggi.
Sedangkan pada tahun 2025, diharapkan sudah terwujud
tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang
profesional, berintegrasi tinggi, dan menjadi pelayanan bagi
masyarakat. Sehingga pada tahun 2025, tata pemerintahan sudah
baik dengan sistem pemerintahan yang sesuai dengan harapan
dan kebutuhan masyarakat serta didukung oleh kompetensi
dan kualitas aparatur negara. Menjadikan birokrasi mempunyai
kepercayaan dari masyarakat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama
dalam pelayanan publik.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah melalui berbagai
kesempatan menyatakan “perang” melawan korupsi. Untuk itu,
pelaksanaan zona integritas dapat mencegah terjadinya korupsi
di dalam birokrasi melalui berbagai desain dan kebijakan publik
yang berorientasi pada pencegahannya. Langkah-langkah yang
perlu dilakukan dalam pelaksanaan zona integritas secara efektif
adalah seperti disampaikan oleh Holidi (2013), sebagai berikut:
1. Sepakati nilai-nilai bersama. Untuk membangun kesepakatan
nilai-nilai bersama, perlu tahapan yang harus dilakukan,
yaitu:
a. Brainstorming. Adakan kegiatan brainstorming tentang
upaya pemberantasan dan pencegahan terhadap tindak
pidana korupsi pada setiap lembaga masing-masing.
Bisa melalui pertemuan antar pimpinan puncak, antar
pimpinan lembaga dan para pejabat eselon, dan lain

Manajemen Pelayanan Publik


144
sebagainya. Hal-hal yang perlu disamakan dalam
persepsinya adalah misalnya tentang tanggung jawab,
komitmen anti korupsi, menjadikan lembaga bebas
dari korupsi, dan lain sebagainya. Diskusi seperti
jika dilakukan secara insidental dapat memberikan
nilai kesadaran kepada setiap aparatur dan menjadi
pengetahuan yang dapat mencegah terjadinya korupsi
pada lembaga birokrasi tersebut.
b. Pakta integritas. Setiap lembaga atau instansi harus
membuat pakta integritas sebagai bentuk komitmen
penyelenggara pemerintah terhadap pencegahan dan
pemberantasan korupsi serta meningkatkan kualitas
kinerja pelayanan yang berdasarkan pada kepentingan
umum.
c. Sosialisasi pakta integritas. Pakta integritas harus
disosialisasikan agar diketahui oleh aparatur yang lain
sebagai bentuk konkret dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai penyelenggara pemerintahan. Sebagai
penyelenggara negara, tentunya menjadikan korupsi
sebagai musuh bersama dan melakukan pencegahan
melalui dari diri sendiri, dari hal yang paling kecil dan
dari sekarang.
d. Publikasi komitmen. Kesiapan menjalankan zona
integritas sebagai pencegahan dan pemberantasan
terhadap tindak pidana korupsi harus diikuti oleh
komitmen yang kuat. Oleh karena itu, untuk mendukung
percepatan zona integritas, perlu dilakukan publikasi
melalui media massa, baik cetak maupun online. Begitu
juga instansi-instansi pemerintah diinformasikan secara

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


145
resmi sebagai bagian dari pelaksanaan zona integritas
dan menjadi bagian dari menjalankan reformasi
birokrasi.
2. M e n g e m b a n g ka n m a n a j e m e n i n t e g r i t a s . D a l a m
mengembangkan manajemen integritas terdapat beberapa
hal, yaitu menata ulang kelembagaan secara profesional dan
proporsional, mekanisme proses dan instrumen yang lebih
baik, dukungan terhadap pengendalian integritas secara
maksimal dan optimal, dan melakukan integritas yang
berkesinambungan.
3. Membangun kerja sama pelaksanaan integritas. Penerapan
kerja sama dalam pelaksanaan zona integritas ini harus
dilakukan sebagai upaya penguatan terhadap lembaga negara
dengan kontrol langsung melalui kerja sama dengan penegak
hukum.
Ketiga tahapan dalam pelaksanaan zona integritas di atas
memberikan gambaran bahwa, tidak serta merta lembaga atau
instansi yang menerapkan zona integritas dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Pelaksanaan zona integritas membutuhkan
komitmen dan konsistensi dari lembaga atau instansi serta
sumber daya manusia di dalamnya. Diskusi-diskusi tentang
tindak pidana korupsi antara unit lembaga menjadi bagian dari
pengetahuan dan pencegahan yang dapat dilakukan di dalam
birokrasi.
Begitu juga dengan membangun jejaring kerja sama dengan
penegak hukum, terutama yang berhubungan dengan penegakan
korupsi menjadi penting sebagai kontrol antar lembaga dengan
membuat berbagai peraturan dan ketentuan secara formal
maupun nonformal dalam optimalisasi pelaksanaan zona

Manajemen Pelayanan Publik


146
integritas. Berupa SOP, peraturan, maupun ketentuan-ketentuan
yang lain yang dapat dilakukan dalam pencegahan tindak pidana
korupsi. Sehingga dengan demikian, pelaksanaan zona integritas
dapat berjalan secara efektif dan memberikan implikasi yang
positif terhadap aparatur negara.
Untuk pencapaian tujuan reformasi birokrasi secara optimal,
tentunya peran pemimpin dalam berbagai instansi menjadi
penting dan strategis. Kepemimpinan dalam birokrasi menjadi
tolok ukur keberhasilan dari reformasi birokrasi. Perubahan
terhadap budaya yang ada dalam birokrasi menjadi tantangan
tersendiri bagi pengambil kebijakan. Dibutuhkan kepemimpinan
yang visioner dan penuh tanggung jawab terhadap pelaksanaan
reformasi birokrasinya. Tidak mudah memang, tetapi bisa
dilakukan jika pemimpin birokrasinya mempunyai persepsi yang
sama dan kemampuan serta kemauan yang kuat untuk mengubah
budaya atau pola birokrasi menjadi lebih baik.
Menurut Baswedan (2013), bahwa dalam implementasi
reformasi birokrasi, peran pemimpin sangat penting dan
signifikan dalam pencapaiannya. Ada tujuh kekuatan yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin dalam menerapkan reformasi
birokrasi, yaitu:
1. Memiliki potret keadaan birokrasi setelah reformasi
dilakukan.
Seorang pemimpin harus mempunyai konsepsi dasar
tentang apa yang akan dilakukan dengan perencanaan
secara matang. Gambaran tentang perubahan yang akan
dilakukan juga perlu dikonsepkan dalam pemikirannya untuk
kemudian dituangkan dalam berbagai aksi nyata. Pemimpin
harus mengetahui tentang keadaan birokrasi saat ini, dan

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


147
perubahan apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki
citra birokrasi tersebut. Dari pengetahuan tentang keadaan
birokrasi saat ini, tentunya harus menyusun konsep yang
akan digunakan dalam perubahan itu. Dengan adanya konsep
yang dibuat, pemimpin mempunyai arah kebijakan terhadap
perubahan yang akan dilakukan. Pemimpin itu harus visioner
dan menjadi konseptor dalam perbaikan-perbaikan yang
diinginkan, sehingga perubahan yang diinginkan terarah
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Menurutnya, pemimpin itu harus kreatif memikirkan sendiri
dan komparatif. Pemimpin itu harus mempunyai imajinasi
yang kuat dan selalu memikirkan tentang inovasi apa dalam
perubahannya. Imajinatif dalam kepemimpinan adalah
sebagai upaya untuk mengeksplorasi segala kemampuannya
dalam menerapkan perubahan yang akan dilakukan.
Pemimpin juga dapat melihat terhadap pembanding dari
model perubahan yang pernah ada dan yang akan dilakukan,
sehingga penerapannya dapat berjalan secara efektif dan
efisien. Pemimpin itu harus mempunyai mimpi, mimpi
yang tinggi untuk sebuah perubahan yang lebih baik dan
berkualitas.
2. Adanya kecenderungan dalam kepemimpinan, budaya
kompromisme, saling melindungi dan lain sebagainya masih
sering kali terjadi.
Menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pemimpin dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Unsur-unsur
yang merusak birokrasi memang sering kali muncul dari
lingkungan pemimpin. Yang tidak dapat dihindari adalah
ketika berhadapan dengan keluarga ataupun kolega yang

Manajemen Pelayanan Publik


148
secara tidak langsung telah “merecoki” kepemimpinannya,
disadari atau tidak hal itu masih serin gkali terjadi. Di sisi
lain, kadangkala hal itu dapat memengaruhi kebijakannya.
Dengan demikian, sebagai seorang pemimpin harus bersikap
arif dan bijaksana. Birokrasi adalah organisasi pemerintah
yang diamanatkan oleh masyarakat untuk menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya dalam melayani masyarakat secara
baik. Hal tersebut menjadi prasyarat utama yang harus
dipenuhi oleh seorang pemimpin. Harus menyadari bahwa
dirinya adalah diamanahi untuk kepentingan masyarakat
dan disarankan untuk menghindari hal-hal yang bersifat
nepotisme.
Kedekatan kolega atau keluarga menjadi ujian bagi seorang
pemimpin dalam mengendalikan kepemimpinannya. Sulit
memang, tetapi harus dilatih dan harus dilakukan untuk
tidak melakukan tindakan tersebut. Jika hal ini masih
menimpa diri pemimpin, maka harapan untuk perubahan
dan perbaikan terhadap birokrasi sulit untuk dipenuhi. Posisi
pemimpin dalam proses reformasi birokrasi sangat berat,
bahkan dikatakan pemimpinan reformasi birokrasi itu harus
siap untuk bertarung atau bertentangan dengan kultur yang
selama ini ada dalam birokrasi.
3. Pemimpin harus memiliki kemampuan dalam tafsir yang
sederhana.
Sebagai seorang pemimpin, tentunya harus dapat menafsirkan
berbagai kerumitan yang ada dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi. Bagaimana memberikan pemahaman kepada
bawahan dengan bahasa yang lebih simpel dan dapat
dimengerti. Memberikan penjelasan secara komprehensif jika

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


149
belum ada yang mengerti tentang apa yang akan dilakukan.
Pemimpin memang harus telaten, ulet dan sabar.
Tidak mudah memang dalam melakukan perubahan,
apalagi perubahan terhadap budaya yang sudah melekat
dalam diri aparatur birokrasi. Perubahan di atas adalah
perubahan terhadap sistem yang sudah lama berjalan.
Membutuhkan penerapan secara sederhana dan dapat
dipahami serta dijalankan oleh semua aparatur. Konsepsi
dasarnya sebenarnya terletak pada kematangan perencanaan,
kemudahan pelaksanaan, dan kesinambungan kontrolnya.
Sehingga seluruh stakeholders dalam birokrasi mempunyai
persepsi yang sama dengan tujuan yang sama. Oleh karena
itu, pencapaian tujuan reformasi birokrasi dapat tercapai
dengan baik.
4. Pemimpin harus peka dan mempunyai kemampuan untuk
dapat menghargai bawahan.
Seorang pemimpin harus peka terhadap kondisi dan
lingkungan. Kondisi apa pun dalam birokrasi, terutama dalam
pemenuhan kebutuhan birokrasi. Selain itu, kemampuan
untuk menghargai bawahan juga harus dimiliki oleh seorang
pemimpin. Pemimpin yang menghargai capaian bawahan
adalah sebuah kebanggaan bagi bawahan untuk memacu
semangat dan motivasinya. Penghargaan atau pengakuan
yang diberikan pemimpin merupakan penghormatan yang
besar bagi bawahan untuk terus semangat dan berkembang.
Semangat dan motivasi melalui pemberian penghargaan
oleh pemimpin adalah sebagai upaya untuk meningkatkan
kinerja aparatur dan sebagai inspirasi bagi aparatur yang lain
untuk terus memacu semangat bekerjanya. Sehingga dalam

Manajemen Pelayanan Publik


150
kehidupan organisasi terjalin kompetisi yang sehat. Setiap
pegawai mempunyai kesempatan yang sama mendapatkan
penghargaan dari atas sehingga, kompetisi yang terjadi dapat
mempercepat tercapainya tujuan reformasi birokrasi. Para
aparatur berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas
kinerjanya masing-masing.
5. Harus mampu memosisikan dukungan asset bagi pencapain
sebuah perubahan.
Kecenderungan pemimpin adalah condong mendukung
dan memerhatikan yang menentang dalam birokrasi. Ada
perubahan paradigma yang harus dibangun oleh seorang
pemimpin dalam reformasi birokrasi. Kecenderungan yang
ada saat ini harus diubah polanya, yaitu pemimpin harus
memerhatikan kepada para pendukung dan yang mau
mendengarkan atas berbagai kebijakan dan instruksinya.
Seorang pemimpin harus menjadikan dukungan yang
diterimanya sebagai asset untuk meningkatkan kinerjanya
melalui perubahan yang akan dilakukan. Dengan dukungan
tersebut, diharapkan kebijakan dan keputusan pemimpin
dapat dikawal hingga pelaksanaan kebijakan mengarah pada
tercapainya tujuan reformasi birokrasi.
6. Pemimpin harus terus belajar dan terbuka terhadap keberadaan
gagasan-gagasan baru, sekalipun dari bawahannya.
Pemimpin itu adalah pembelajar ulung. Bukan seorang yang
sok tahu dalam kepemimpinannya. Pemimpin itu harus
belajar bagaimana menghargai bawahan, agar dihormati
oleh bawahan. Bagaimana menerima kritik dari mana saja,
agar dapat melakukan perbaikan yang lebih baik. Bagaimana
mendengar keluhan bawahan, agar dapat semakin tahu

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


151
kondisi lingkungan. Bagaimana mengomunikasikan yang
baik, agar terjalin hubungan yang harmonis antara bawahan
dan atasan.
Dengan demikian, pembelajaran yang dilakukan oleh seorang
pemimpin tentunya untuk perbaikan dan peningkatan
kualitas organisasi dan birokrasi itu sendiri. Seorang
pemimpin yang mau belajar kepada siapa pun dan terbuka
dalam berbagai kebijakannya, memberikan dorongan yang
kuat untuk melakukan reformasi birokrasi. Setiap perubahan
menginginkan pemimpin yang pembelajar dan transparan
dalam hal apa pun, kecuali yang bukan untuk dipublikasikan.
7. Menjadi teladan dalam kepemilikan, dalam kerangka
reformasi birokrasi.
Pelaksanaan reformasi birokrasi akan berjalan dengan baik,
jika elemen yang ada di dalam birokrasi mempunyai rasa
kepemilikan. Seorang pemimpin harus mampu memberikan
motivasi kepada seluruh bawahan untuk mempunyai rasa
kepemilikan terhadap organisasi, sehingga mempunyai
kebanggaan bagi setiap individu aparatur. Kebanggaan yang
dimiliki mempunyai konektivitas yang signifikan dengan
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan reformasi birokrasi.
Jika seluruh stakeholder dalam birokrasi mempunyai rasa
kepemilikan yang tinggi terhadap organisasi, maka seluruh
kebijakan organisasi akan dilaksanakan secara maksimal,
kinerja dapat berjalan secara optimal, dan pencapaian tujuan
reformasi birokrasi dapat diraih dengan baik. Karena hal itu
membentuk kerja sama yang solid untuk sebuah tujuan yang
diharapkan.

Manajemen Pelayanan Publik


152
Ketujuh kekuatan di atas menjadi inspirasi yang berguna
dan bermanfaat jika diterapkan bagi para pemimpin negeri
dalam melakukan reformasi birokrasi. Pencapaian tujuan good
governance adalah harapan bersama, terutama kepada para
pemimpin yang mempunyai peran sangat strategis dalam tujuan
itu. Pemimpin menjadi kunci keberhasilan reformasi birokrasi.
Pemimpin mempunyai peran penting untuk meningkatkan
kualitas kinerja aparatur, kinerja birokrasi dan kualitas output
birokrasi. Kepemimpinanlah yang menentukan arah jalannya
reformasi birokrasi untuk kualitas pelayanan publik yang lebih
baik, profesional dan akuntabel.

C. Kebijakan Reformasi Birokrasi


Kebijakan reformasi birokrasi pada seluruh unsur di
pemerintahan, baik di pemerintah pusat sampai pemerintah
daerah memberikan peluang cukup signifikan untuk meningkatkan
dan mengembangkan aparatur negara lebih baik dan berkualitas.
Peningkatan kualitas aparatur, tidak hanya bersifat vertikal, tetapi
aspek horizontalnya juga menjadi bagian dari pengembangan
sumber daya aparatur. Berbagai instrumen untuk mengefektifkan
reformasi biokrasi melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur
dan Reformasi Birokrasi sudah dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan capaian reformasi birokrasi. Berbagai sistem dan
bentuk kebijakan sudah dilakukan secara terintegrasi, sehingga
memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya.
Reformasi birokrasi saat ini sudah banyak mengalami
peningkatan. Secara kuantitas, seluruh instansi pemerintah
sudah melaksanakan refomasi birokrasi dengan berbagai
indikator-indikator yang diterapkan dalam pelaksanaannya.

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


153
Secara kualitas juga sudah mulai tampak perubahan-perubahan
yang ada pada beberapa instansi pemerintah, misalnya sumber
daya aparatur sudah berfokus pada aspek kompetensi dan
kualitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Terutama dalam
rekrutmen sumber daya aparatur dilakukan secara profesional
dan akuntabilitas, sehingga memberikan implikasi yang baik
terhadap peningkatan kualitas aparatur di dalamnya.
Kualitas aparatur dalam setiap instansi memberikan dampak
yang lebih baik terhadap peningkatan kualitas birokrasinya. Tentu
saja, kinerja yang dilakukan juga akan mengalami peningkatan.
Kompetensi aparatur akan memengaruhi kinerja yang dilakukan.
Kinerja aparatur secara berkesinambungan mempunyai dampak
signifikan teradap output yang dihasilkan dari kinerja pegawai.
Kualitas kinerja itulah yang menjadikan harapan dari masyarakat
dalam pelayanan publik. Pelayanan publik yang baik, salah satu
indikatornya adalah kepuasan masyarakat yang ditandai dengan
kinerja kualitas pelayanan yang baik yang diberikan oleh aparatur.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya, reformasi
birokrasi banyak mengalami berbagai tantangan. Termasuk
dalam pelaksanaan di pemerintahan daerah yang mempunyai
budaya dan dinamika yang berbeda-beda, antara daerah yang
satu dengan yang lainnya. Tentunya tantangan dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi semakin kompleks mengingat kebutuhan
masyarakat yang semakin banyak. Tetapi, apa pun kondisinya
reformasi birokrasi harus dilaksanakan semaksimal mungkin
dalam rangka menjamin pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Mengingat semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan
pelayanan yang diharapkan dari pemerintah. Menjadi kewajiban
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut, apalagi saat

Manajemen Pelayanan Publik


154
ini sudah berlangsung Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang
berimplikasi kepada aspek pelayanan yang semakin cepat.
Idealnya, menurut Islamy (1997), yang dikutip oleh Triyono,
dkk. (2013) bahwa reformasi dalam tataran konseptual diarahkan
untuk mengakomodasi karakter dasar birokrasi, yaitu:
1. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan
tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat dan dapat menghindari kesan pendekatan
kekuasaan dan kewenangan. Profesionalitas birokrasi menjadi
tumpuan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang baik. Birokrasi yang dibangun harus menghindari dari
unsur nepotisme yang masih sering kali terjadi di beberapa
instansi atau lembaga pemerintahan. Pendekatan yang
dibangun seharusnya lebih kepada aspek profesionalisme dan
proporsionalitasnya sebagai upaya meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Pendekatan terhadap tugas
dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan
harus dibangun dalam birokrasi kita saat ini. Birokrasi harus
bersih dari unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
yang menjadi musuh bersama. Birokrasi yang bersih akan
mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan.
2. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang
bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efisien
yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu
ditangani dan yang tidak perlu ditangani, termasuk membagi
tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat.
Organisasi modern sebagai ciri dari perbaikan terhadap
birokrasi menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


155
pemerintahan. Modernisasi birokrasi merupakan bagian
perbaikan terhadap aspek penyelenggaraan pemerintahan,
terutama dalam aspek pelayanan publik. Pelayanan publik
harus menyesuaikan dengan kebutuahn masyarakat dan
perkembangan zaman. Masyarakat saat ini sudah familiar
dengan teknologi dan informasi, sudah sejatinya, pelayanan
publik dan penyelenggaraan pemerintahan harus berbasis
pada penggunaan teknologi informasi. Hal itu sebagai bagian
dari peningkatan kualitas pelayanan, efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan serta memberikan kepuasan
kepada masyarakat melalui pelayanan yang cepat, akurat,
tepat dan mudah.
3. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan
sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada
ciri-ciri organisasi modern, yakni pelayanan yang cepat, tepat,
akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas,
efisiensi biaya dan ketepatan waktu. Dari penggunaan
teknologi dan informasi yang disampaikan di atas,
memberikan implikasi pelayanan yang lebih baik. Perubahan
terhadap penyelenggaraan dengan perubahan yang signifikan
melalui instrumen yang dipakai, media yang digunakan dan
kompetensi kinerja yang ada. Sehingga tujuan dari reformasi
birokrasi menuju pemerintahan yang baik dapat tercapai
yang berorientasi pada kualitas pelayanan publik yang
dirasakan oleh masyarakat.
4. Birokrasi harus memosisikan diri sebagai fasilitator
pelayanan publik daripada sebagai agen pembaruan
pembangunan. Saat ini, birokrasi bukan berorientasi pada
birokratnya, tetapi lebih kepada pelayanan publik yang
diberikan kepada masyarakat. Pembangunan birokrasi bukan

Manajemen Pelayanan Publik


156
lagi menjadi agen pembangunan pada sistem birokrasinya,
bukan pula meminta untuk dilayani kepada masyarakat,
tetapi sudah lebih kepada menjadi penyedia pelayanan dan
memberikan pelayanan itu dengan sebaik-baiknya kepada
masyarakat. Persepsi ini harus terus disosialisasikan kepada
penyelenggara pemerintah hingga unsur yang paling bawah.
Mindset birokrat sudah harus bertumpu pada aspek pelayanan
publik yang menjadikan aparatur negara sebagai pelayanan
bagi kebutuhan masyarakat.
5. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi
diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku-rigid dengan menjadi
organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralisasi,
inovatif, fleksibel dan responsif. Dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi, peraturan menjadi ketentuan yang
harus diikuti oleh seluruh stakeholders. Tetapi, dalam aspek
yang lain, birokrasi selalu fleksibel menyesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat dan kondisinya. Birokrasi juga harus
mampu menciptakan inovasi-inovasi baru dengan kreativitas
yang dibangun. Melalui kreativitas dan inovasi-inovasi yang
ada, diharapkan birokrasi semakin baik dan berkualitas,
baik terhadap sistem birokrasinya maupun sumber daya
manusia, sehingga perubahan ke arah yang lebih baik dalam
penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan harapan
masyarakat dan menjadikan tatanan pemerintahan menjadi
lebih baik.

D. Reformasi Pelayanan Publik


Perspektif masyarakat terhadap kondisi birokrasi saat
ini masih sangat rendah. Berbagai aspek dan faktor banyak

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


157
disebutkan dalam beberapa literatur dan hasil penelitian. Mulai
dari pelayanan yang berbelit-belit sampai pada masalah korupsi.
Persoalan dan permasalahan birokrasi seakan-akan sudah menjadi
budaya yang tidak baik yang dilakukan secara terorganisir dan
terstruktur. Tidak heran, jika banyak yang mengatakan bahwa
mental para birokrat masih lemah. Formalitas kinerja dalam
birokrasi masih melekat dalam diri aparatur yang ditandai dengan
aktivitas kinerja hanya sebagai rutinitas belaka.
Birokrasi yang seperti ini digambarkan oleh Pramuka
(2010) yang mengutip dari hasil penelitian Burn and Stalker
(1981) dan Kast, Fremont E. Rosenzweing, James E. (1970),
mereka menemukan dua struktur organisasi yang berbeda, yaitu
organisasi mekanistik dan organisasi organik, yang dicirikan
dalam tabel berikut.
Tabel 5.1 Jenis Struktur Organisasi
No. Organisasi Mekanistik Organisasi Organik

1. Tingkat pembagian dan spesialisasi Lebih banyak saling ketergantungan


tugas sangat tinggi, hanya sedikit antara tugas penekanan pada kaitan
perhatian ditujukan untuk tugas dengan sasaran organisasi.
menjelaskan hubungan antara
tugas dengan sasaran organisasi.
2. Tugas-tugas cenderung tetap Tugas terus-menerus disesuaikan
didefinisikan secara kaku, kecuali dan didefinisikan kembali melalui
jika diubah secara resmi oleh interaksi para anggota organisasi.
manajemen puncak.
3. Definisi peranan yang terinci (hak- Definisi peranan bersifat umum
hak, kewajiban dan metode teknis (para anggota menerima tanggung
sudah ditentukan bagi setiap jawab umum untuk penyelesaian
anggota organisasi). tugas melampaui definisi dan
ketentuan peranan individu).

Manajemen Pelayanan Publik


158
4. Mempunyai struktur hierarki Mempunyai struktur jaringan kerja
dalam pengendalian wewenang dalam pengendalian, wewenang
dan komunikasi, kekuasaan, dan komunikasi. Pengesahan lebih
pengesahan berdasarkan kontrak banyak berdasarkan kebersamaan
kerja antara pekerjaan dan kepentingan daripada berdasarkan
organisasi. hubungan kontrak.

5. Informasi yang relevan bagi situasi Pimpinan tidak dianggap serba


dan operasi organisasi secara mengetahui, pusat-pusat keterangan
resminya dianggap tanggung diakui di mana saja dapat ditemui di
jawab eksekutif. seluruh organisasi.

6. Komunikasi terutama bersifat Komunikasi bersifat vertikal dan


vertikal antara atasan dengan horizontal, bergantung pada tempat
bawahan. informasi yang diperlukan.

7. Komunikasi terutama berbentuk Komunikasi kebanyakan berbentuk


instruksi dan keputusan dari para informasi dan saran.
atasan, berdasarkan informasi
dan permohonan keputusan yang
berasal dari bawahan.
8. Menekankan kesetiaan pada Keikatan pada tugas dan tujuan
organisasi dan ketaatan pada organisasi lebih dihargai daripada
atasan. kesetiaan dan ketaatan.

9. Kepentingan dan prestasi Kepentingan dan prestasi


dihubungkan dengan identifikasi dihubungkan dengan afiliasi dan
dengan organisasi dan seluruh pengalaman di lingkungan luar.
anggota.

Perkembangan organisasi yang saat ini sedang berkembang


lebih menekankan pada aspek organisasi organik, daripada
organisasi mekanik. Organisasi organik memberikan keleluasaan
dan ruang yang cukup luas bagi aparatur negara dalam
meningkatkan kualitas kinerjanya dengan berbagai metode
dan cara serta peluang yang ada. Dinamisasi dan fleksibilitas

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


159
organisasi organik lebih mudah diterapkan pada era demokratisasi
seperti saat ini. Begitu juga dalam praktiknya, penyelenggara
negara atau aparatur negara dalam memberikan pelayanan bukan
lagi berpatokan kepada instruksi atasan, tetapi lebih kepada
ketentuan dan peraturan yang berlaku. Aspek profesionalitas
dan proporsionalitas lebih terjamin pada organisasi organik. Pada
era reformasi birokrasi juga lebih banyak dibutuhkan organisasi
organik, baik dalam struktur kelembagaan, pelaksanaan kebijakan
sampai kepada evaluasi kebijakan. Terutama dalam aspek
pelayanan publik yang menjadi kunci dari keberhasilan reformasi
birokrasi.
Namun demikian, USAID-Local Governance Support Program
(LGSP) (2009), memberikan konsepsi gagasan terhadap
pembaruan pelayanan publik yang harus terus didorong dan
dikembangkan ke arah yang lebih baik dan maju, melalui hal-hal
berikut ini.
Pertama. Bahwa penyelenggaraan reformasi pelayanan
publik tidak harus membutuhkan dana yang besar, tetapi lebih
berfokus pada orientasi penerimaan pelayanan yang diberikan
dan keberpihakan terhadap masyarakat miskin, hal ini diakui
oleh beberapa pemerintah daerah dan kelompok masyarakat.
Pelaksanaan perbaikan terhadap pelayanan publik harus bertumpu
pada output pelayanan. Output pelayanan dilakukan berdasarkan
kinerja aparatur pelayanan publik. Kinerja aparatur berorientasi
pada kepentingan umum atau kepentingan masyarakat. Orientasi
menjadi kunci dalam pelayanan publik yang baik. Keberpihakan
terhadap masyarakat miskin juga dapat memberikan dampak
perubahan yang lebih baik terhadap pelayanan publik. Apabila
pelaksanaan pelayanan dilakukan secara baik dengan orientasi

Manajemen Pelayanan Publik


160
seperti disebutkan sebelumnya, maka kualitas pelayanan publik
di daerah tersebut dapat berjalan secara signifikan.
Kedua. Adanya konvergensi gagasan. Manajemen tata kelola
pemerintahan yang baik dan pelayanan publik adalah sebuah
keniscayaan yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Pengelolaan
terhadap sistem pemerintahan menjadi keharusan yang tidak
dapat ditawar. Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
semakin tinggi, mengingat diberlakukannya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) juga memberikan implikasi tersendiri terhadap
tuntutan manajemen tata kelola pemerintahan yang baik, yang
ditandai dengan profesionalitas dan akuntabilitas.
Pelayanan publik juga bukan lagi sebagai slogan pemerintah
terhadap tuntutan masyarakat, tetapi harus sudah masuk ke
dalam aspek dari pelayanan yang paling rendah. Pelayanan publik
yang baik menjadi kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan
atas kebutuhan kepada negara. Pemerintah sebagai penyedia
pelayanan harus menjadikan sebagai orientasi yang harus
dicapai dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga dengan
orientasi kepada kepentingan dan kebutuhan masyarakat dalam
pemberian pelayanan, kinerja aparatur mendapatkan reward
yang seimbang dari masyarakat, yaitu kepuasan terhadap
pelayanannya. Kepuasan masyarakat menjadi indikator penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Ketiga. Semakin adanya kesinambungan. Berbagai persoalan
pelayanan publik, terutama pada masyarakat miskin sudah mulai
dapat diakses secara baik. Masyarakat dengan keterbukaan yang
ada saat ini, dapat mengontrol secara penuh berbagai kebijakan
pemerintah yang secara langsung atau tidak langsung. Hal ini
tentu mempunyai implikasi bagi kehidupan masyarakat sebagai

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


161
penerima pelayanan. Ketersediaan teknologi informasi yang
semakin berkembang, memberikan dampak positif terhadap
peningkatan partisipasi masyarakat dalam berbagai keputusan
pemerintah, terutama dalam hal pelayanan publik yang menjadi
kebutuhan masyarakat.
Masyarakat juga dapat mengontrol kinerja pemerintahan
serta dapat pula mengkritisi dan menyampaikan aspirasinya
dalam rangka memberikan masukan dan pendapat yang
membangun bagi pemerintah. Kesinambungan pemerintah
dan masyarakat dalam kinerja pelayanan publik sudah menjadi
kebutuhan masing-masing yang saling mendukung satu sama
lain untuk kesejahteraan masyarakat. Hal itu sebagai bagian dari
capaian reformasi birokrasi yang dicita-citakan bersama untuk
mencapai tujuan good governance.
Keempat, publisitas dari terbukanya media. Media saat
ini mempunyai ruang yang sangat luas dalam memberitakan
berbagai aspek. Media menjadi pengawal kebijakan pemerintah,
terutama pada pemerintah daerah dengan berbagai agenda kajian
publik yang dilakukan oleh media massa. Seperti misalnya yang
dilakukan oleh Jawa Pos dalam memberikan penghargaan kepada
pemerintah daerah yang mendorong efektivitas dan efisiensi
dalam pelaksanaan otonomi daerah dengan otonomi daerah award.
Berbagai kajian dilakukan dalam rangka melakukan monitoring
terhadap kinerja pemerintah daerah. Daerah berlomba-lomba
untuk menciptakan inovasi-inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan melakukan berbagai perbaikan-perbaikan yang
mendorong terciptanya masyarakat yang sejahtera dan menjadi
lebih baik.

Manajemen Pelayanan Publik


162
Untuk mewujudkan birokrasi yang berorientasi pada
pelayanan publik, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi.
(Mohammad, 2003; Bapenas, 2004; Safroni, 2012), yaitu:
1. Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui
berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya
kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat.
2. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat,
sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi
terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun.
3. Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan
pelayanan publik tertentu, sehingga masyarakat memperoleh
pelayanan yang berkualitas.
4. Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran
yang berorientasi pada hasil sesuai dengan masukan yang
digunakan.
5. Mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat.
6. Pemerintah berperan untuk mendapatkan masukan dari
masyarakat terkait pelayanan publik.
7. Melakukan antisipasi terhadap persoalan pelayanan publik.
8. Mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.
9. Menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.
Di samping itu, reformasi dalam pelayanan publik menjadi
harapan utama masyarakat terhadap pemerintah. Penggunaan
teknologi informasi yang cukup berkembang saat ini menjadi
tumpuan pemerintah untuk memberikan pelayanan yang lebih
efektif dan efisien. Perkembangan teknologi yang semakin pesat
menjadi harapan masyarakat pula terhadap pelayanan yang

Bab 5 | Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik


163
lebih baik. Penggunaan teknologi sudah menjadi kebutuhan
dalam kehidupan masyarakat, tentunya menjadi pendukung bagi
pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan melalui
pelayanan berbasis elektronik.
Pelayanan dengan mengoptimalkan teknologi merupakan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan good governance yang
melahirkan konsep e-Governance. E-Governance, menurut Suaedi
(2010) sebagai aplikasi dari alat-alat elektronik terkait dengan
interaksi antara pemerintah dengan masyarakat dan pemerintah
dengan kalangan pengusaha serta menjadi kegiatan operasional
internal pemerintah.
Penggunaan media tersebut dalam rangka untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip
kemudahan, kecepatan, ketepatan dan keterbukaan. Dengan
media elektronik, masyarakat juga dapat melihat secara langsung
berbagai kebijakan maupun anggaran yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Kontrol terhadap kebijakan juga dapat dilaksanakan
secara langsung oleh masyarakat dan secara langsung dapat pula
disampaikan melalui konten yang sudah disediakan.
Suaedi (2010), menyebutkan bahwa keunggulan dari
e-Governance sesungguhnya adalah untuk efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas mempunyai makna bahwa pemerintah harus mampu
menyelenggarakan pelayanan dengan lebih murah, mampu
menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat, dan mampu
bekerja lebih cepat. Sedangkan dalam aspek efisien memberikan
penjelasan bahwa pemerintah harus mampu bekerja lebih baik
dan lebih inovatif. Bagaimana pemerintah dapat mendapatkan
output yang lebih baik dengan biaya dan waktu yang relatif
terjangkau, namun hasilnya maksimal dan memuaskan.

Manajemen Pelayanan Publik


164
6
GOOD GOVERNANCE

A. Pengertian Good Governance


UNDP mendefinisikan, bahwa good governance adalah “the
exercise of political, economic, and administrative authority a nation’s
affair at all level” (penerapan kekuasaan politik, ekonomi, dan
administratif untuk mengelola urusan suatu bangsa pada semua
tingkat). Sementara Bank Dunia mendefinisikan adalah sebagai
“the way state power is used in managing economic and social resources for
development of society” (artinya adalah cara kewenangan pemerintah
digunakan dalam mengelola sumber daya ekonomi dan sosial
untuk pembangunan masyarakat) (Adisasmita, 2011).
Prinsip penting dalam penyelenggaraan pemerintahan
adalah good governance (pemerintahan yang baik). Good governance
sebagai tujuan utama dalam penyelenggaraan pelayanan kepada
masyarakat. Sebagai goals, tentunya good governance membutuhkan
sebuah proses penyelenggaraan pemerintahan yang berkualitas,
profesional dan akuntabel.
Seluruh komponen organisasi harus mendukung pencapaian
tujuan good governance. Sistem pemerintahan yang dibangun

Bab 6 | Good Governance


165
harus berdasarkan pada kebutuhan masyarakat dan kepentingan
umum. Aspek kebutuhan masyarakat adalah orientasi dari
penyelenggaraan pemerintahan sebagai penerima pelayanan.
Masyarakat menjadi objek pelayanan karena pemerintah sebagai
penyedia layanan harus berfokus pada pola kebutuhan yang
diharapkan oleh masyarakat.
Di samping itu, pengembangan sumber daya aparatur sebagai
pemeran strategis dalam penyelenggaraan pelayanan harus
menjadi perhatian utama, baik dari aspek pendidikan, pelatihan
maupun dari peningkatan kualitasnya. Sumber daya manusia
harus mempunyai kompetensi yang tinggi sesuai dengan bidang
pekerjaannya, sehingga tujuan good governance tercapai secara baik.
Begitu juga sarana prasarana penunjang, harus mendukung
tercapainya tatanan pemerintahan yang baik. Sarana dan
prasarana sebagai penunjang terhadap tercapainya good governance
yang menjadi instrumen bagi sumber daya aparatur untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab aparatur pelayanan
publik. Melalui sarana dan prasarana, aparatur dapat bekerja
secara maksimal dan profesional karena keterkaitan keduanya
saling membutuhkan. Apalagi saat ini, teknologi informasi
semakin cepat dan berkembang, sehingga penyediaannya tidak
bisa dihindari dan menjadi kebutuhan bagi aparatur dalam
menyediakan pelayanan kepada masyarakat.
Saling keterkaitan semua struktur pemerintahan memberikan
ruang terbuka tercapainya good governance. Dengan sistem
pemerintahan yang presidensial, didukung oleh sistem politik
yang demokratis, memberikan peluang dan kesempatan yang
sangat besar bagi pemerintah dan masyarakat dalam mencapai
tujuan pemerintahan yang baik. Good governance bukan hanya

Manajemen Pelayanan Publik


166
menjadi tujuan pemerintah, partisipasi masyarakat juga
mempunyai peran strategis dalam pencapaian itu.
Good governance adalah kaidah dasar yang menjadi tujuan
utama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tata pemerintahan
yang baik bersumber dari proses dan sistem yang baik. Sistem
yang baik dibangun dan dijalankan oleh sumber daya aparatur
yang baik pula. Baik dalam konteks aparatur adalah secara
psikologi maupun akademik mempunyai kompetensi dan
kemampuan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Di
samping itu, teknologi informasi dan sarana pendukung lainnya
juga mempunyai peran penting dalam penyelesaian sebuah
tanggung jawab secara efektif dan efisien.
Efektivitas dan efisiensi itulah sesungguhnya yang menjadi
titik penting dari good governacne melalui sebuah proses yang
baik dan berkualitas, sehingga menghasilkan sebuah pelayanan
yang baik, mudah, cepat, dan terjangkau, yang dilakukan secara
akuntabel dan profesional. Jika hal itu sudah dimiliki oleh
setiap lembaga negara, masyarakat dengan sendirinya merasa
nyaman, aman, dilayani dan dihormati dalam setiap penerimaan
pelayanan. Masyarakat tidak canggung lagi berada di tempat-
tempat pelayanan, sehingga setiap pelayanan yang diterimanya
memberikan kepuasan dan kenyamanan.
Kepuasan yang diterima oleh masyarakat dalam pemberian
pelayanan, dapat mendorong dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam berbagai aspek bentuk kebijakan pemerintah
sehingga, tercapainya pemberian pelayanan dan penerimaan
pelayanan secara baik akan membentuk pola kebijakan yang
lebih baik pula. Kebijakan yang akan mendorong optimalisasi
penyelenggaraan pemerintahan sebagai saluran utama dalam
pencapaian tujuan good governance.

Bab 6 | Good Governance


167
B. Konsep Good Governance
Good governance adalah salah satu tujuan penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Setiap lembaga atau instansi
pemerintah saat ini berlomba-lomba dalam melaksanakan
penyelenggaraan pelayanan untuk menjadi yang terbaik dengan
capaian good governance. Menjalankan program kerja sesuai
dengan visi dan misi pemerintah. Melaksanakan pelayanan secara
profesional dan lain sebagainya. Pemerintah pusat, dalam rangka
pencapaian good governance melakukan berbagai langkah konkret
dalam penyelenggaraan negara. Berbagai kebijakan infrastruktur
dilakukan sebagai langkah cepat untuk melakukan peningkatan
pembangunan nasional. Peningkatan ekonomi juga menjadi
perhatian serius pemerintah untuk mendorong masyarakat lebih
sejahtera dan lebih baik dalam kehidupan ekonominya.
Berbagai kebijakan yang secara langsung bersentuhan dengan
masyarakat terus dibangun atas dasar kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Tidak kalah penting adalah program-program
kemasyarakatan juga terus dikembangkan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kemaslahatan bagi masyarakat Indonesia.
Aspek pelayanan publik di semua sektor terus ditingkatkan, baik
melalui kebijakan secara top-down maupun yang bersifat buttom-up.
Secara implisit Safroni (2012), mengutip pendapat Sofian
Effendi dalam Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi yang
diselenggarakan di Kantor Menteri PAN pada tanggal 22
September 2005, bahwa:
1. Istilah government dan governance acapkali ditafsirkan secara
sama dan dianggap mempunyai pengertian yang sama, yaitu
cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga,
atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama

Manajemen Pelayanan Publik


168
yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
2. Governance sejatinya sudah lama dikenal dalam ilmu
administrasi atau ilmu politik. Hampir 120 tahun
perkembangan governance diperbincangkan, sejak Woodrow
Wilson memperkenalkan bidang ilmu administrasi sekitar
125 tahun lamanya. Namun, governance hanya dipakai
pada aspek pengelolaan organisasi korporat dan lembaga
pendidikan tinggi. Governance banyak diperbincangkan sekitar
15 tahun yang lalu dengan pemahaman dan penafsiran bahwa
governance sebagai tata pemerintahan, penyelenggaraan
pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan. Hal
itu berkaitan dengan ketika pembiayaan internasional
mempersyaratkan good governance dalam berbagai program
bantuan yang akan diberikan. Good governance menjadi
indikator utama dalam persyaratan tersebut. Kemudian, oleh
para praktisi dan teoretis administrasi negara Indonesia,
istilah good governance telah diterjemahkan menjadi
penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro
Tjokroamidjojo), tata pemerintahan yang baik (UNDP),
pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab
(LAN), dan ada yang memberikan pengertian secara sempit,
yaitu pemerintahan yang bersih.
3. Sementara istilah pemerintah (government) lebih dimaknai
sebagai lembaga yang mengemban fungsi memerintah dan
mengemban fungsi mengelola administrasi pemerintahan.
Sedangkan tata pemerintahan (governance), lebih pada pola
hubungan yang sebaik-baiknya antar elemen, yaitu pola
hubungan antara pemerintahan, partai politik, kelembagaan
ekonomi, dan kelembagaan sosial dalam upaya menciptakan

Bab 6 | Good Governance


169
kesepakatan bersama menyangkut pengaturan proses
pemerintahan. Idealnya adalah hubungan yang seimbang
dan proporsional antara empat lembaga tersebut, yaitu
pemerintah, lembaga politik, lembaga ekonomi, dan lembaga
sosial.
4. Cakupan tata pemerintahan (governance) lebih luas
dibandingkan dengan government (pemerintah), karena
unsur yang ada di dalamnya yaitu bahwa tata pemerintahan
mencakup semua kelembagaan yang ada, termasuk
pemerintah (government) itu sendiri, sementara government
hanya mencakup aspek yang ada di dalam pemerintah saja.
5. Hubungan antara pemerintahan (government) dengan tata
pemerintahan (governance), dikatakan seperti hubungan
antara rumput dan padi. Jika menanam rumput, tidak
mungkin akan tumbuh padi, tetapi jika kita menanam padi,
pastinya rumput juga tumbuh. Jika hanya ingin menciptakan
pemerintah (government) yang baik, maka tata good governance
(tata pemerintahan) yang baik belum tentu bisa dihasilkan,
tetapi jika kita menciptakan tata pemerintahan (good
governance) yang baik, maka pemerintah (government) yang
baik akan mengikutinya.
Konsep yang dipaparkan di atas memberikan pengertian yang
jelas antara government dan governance yang acapkali disamakan
dalam konteks penafsiran maupun substansinya. Jelas keduanya
mempunyai pengertian yang tidak sama dan mempunyai
substansi yang berbeda pula. Governance adalah tata pemerintahan
yang menyangkut berbagai aspek lembaga secara keseluruhan,
termasuk pemerintah (government) serta aspek lainnya, seperti
lembaga politik, sosial, dan ekonomi.

Manajemen Pelayanan Publik


170
Sementara itu, Adisasmita (2011), menjelaskan tentang
pengertian good dalam good governance adalah mempunyai dua
makna. Pertama, bermakna bahwa good mempunyai nilai-nilai yang
menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai
yang dapat meningkatkan kemampuan rakya dalam pencapaian
tujuan kemandirian, pengembangan berkelanjutan dan keadilan
sosial. Kedua, adalah menyangkut aspek-aspek fungsional dari
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugas
dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, dari penjelasan di atas,
good govenance berorientasi pada ideal negara yang diarahkan pada
pencapaian tujuan yang rasional dan pemerintahan yang berfungsi
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembangunan
secara nasional.
Sofian Effendi dalam kutipan Safroni (2012), juga
menekankan perbedaan yang paling pokok antara government dan
governance adalah terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan
otoritas politik, ekonomi, dan administrasi dalam pengelolaan
urusan negara.
Sementara itu, good governance harus bertumpu pada
tiga aspek, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam
pelaksanaannya. UNDP, seperti dikutip oleh Sasmita (2011),
mengajukan beberapa karakteristik good governance adalah sebagai
berikut:
1. Participation. Setiap warga negara memiliki partisipasi
dalam pengambilan keputusan, secara langsung atau tidak
langsung. Partisipasi menjadi kunci keberhasilan masyarakat
dalam komunikasi secara konstruktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu. Hukum harus kuat dan tajam. Hukum

Bab 6 | Good Governance


171
tidak boleh melakukan diskriminasi untuk kepentingan
individu atau kelompok. Hukum harus dijadikan sebagai
fundamen penegakannya untuk sebuah keadilan dan
kemaslahatan.
3. Transparency. Transparansi untuk keterbukaan informasi.
Setiap warga negara mempunyai hak mengetahui segala
bentuk informasi yang menjadi konsumsi publik. Informasi
harus diberikan oleh lembaga publik kepada masyarakat
dengan berbagai media sebagai bentuk pengawasan dan
kontrol dari masyarakat terhadap tindakan dan keputusan
penyelenggara negara.
4. Responsiveness. Peka terhadap kebutuhan dan kondisi yang
ada sebagai bentuk pemberian pelayanan yang baik dan
berkualitas. Pemerintah harus responsif terhadap apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat. Setiap pelayanan sejatinya
adalah memenuhi kebutuhan masyarakat.
5. Concensus orientation. Good governance menjadi perantara
kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan yang
terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, dalam kebijakan
maupun prosedur.
6. Equity. Setia warga negara diberikan kewenangan untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 27 ayat (2) bahwa tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
7. Effectiveness dan efficiency. Proses dan lembaga menghasilkan
sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan
sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. Memanfaatkan

Manajemen Pelayanan Publik


172
sebaik-baiknya terhadap sumber daya yang ada untuk hasil
yang maksimal dalam penyelenggaraan negara.
8. Accountability. Setiap keputusan dan kebijakan publik harus
dipertanggungjawabkan secara penuh kepada masyarakat
atau tindakan lembaga atau instansi kepada atasannya.
Aspek akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban
kepada pihak yang berwenang sebagai bentuk kontrol
terhadap kinerja yang sudah dilakukan.
9. Strategic vision. Perspektif good governance harus dimaknai
secara luas dan komprehensif serta global. Pencapaian
terhadap good governance harus dilakukan secara visioner oleh
pemimpin maupun aparatur penyelenggara negara.
Oleh karena itu, bahwa good governance adalah penyelenggaraan
negara yang mempunyai kepastian hukum yang jelas sesuai
dengan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang
berlaku, dikerjakan secara berkesinambungan dan bersama-sama
antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan bagi masyarakat.
Efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan negara bertumpu pada
nilai-nilai akuntabilitas, profesionalitas dan proporsionalitas yang
sesuai dengan tujuan pemerintahan.

C. Aktualisasi Pelayanan Publik dalam Good


Governance
Good governance dalam pencapaiannya harus didukung oleh
public service sebagai orientasi dalam penyelenggaraan pelayanan.
Pelayanan publik menjadi bagian penting dalam pencapaian
tujuan pemerintahan yang baik. Bahkan, pelayanan publik

Bab 6 | Good Governance


173
menjadi indikator penting dalam rangka good governance. Butuh
aktualisasi pelayanan publik sebagai salah satu aspek mendasar
untuk pencapaian tujuan pemerintahan yang baik.
Pelayanan publik berhubungan langsung dengan masyarakat
sebagai penerima pelayanan. Bagaimana pelayanan itu dilakukan,
secara langsung masyarakat sudah dapat menilai. Jika pelayanan
yang diberikan bersifat baik dan memuaskan, maka penilaian
terhadap kinerja pelayanan adalah menjadi lebih baik. Ukuran
sederhananya adalah seluruh aspek pelayanan publik bertumpu
aspek kepuasan masyarakat.
Pernyataan di atas sebagai bentuk aktualisasi dan
implementasi dari pelayanan publik yang bersifat fleksibel dan
dinamis. Pelayanan seperti apa yang diberikan, akan menjadi
penilaian yang tersimpan dalam memori masyarakat, dan akan
menjadi record bagi penyelenggaraan pelayanan. Dalam aspek
pelayanan, undang-undang sudah mengatur tentang bentuk
pelayanan yang harus dilayani, yaitu pelayanan terhadap barang,
jasa atau di bidang administratif. Tentunya, dalam pemberian
pelayanan harus dilakukan secara profesional dan dikerjakan oleh
orang-orang yang mempunyai keterampilan dan intelektualitas
yang tinggi.
Pelayanan publik memberikan implikasi jangka panjang
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan menjadi barometer
terwujudnya pemerintahan yang baik. Pelayanan yang diberikan
bersifat jangka panjang dan terus-menerus sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Selama masyarakat masih membutuhkan
pelayanan, maka di situlah peran pelayanan publik oleh aparatur
terus dilakukan. Artinya bahwa pelayanan yang diberikan harus
sesuai dengan standar pelayanan maksimal. Suatu saat misalnya

Manajemen Pelayanan Publik


174
membutuhkan pelayanan yang sama, tidak mempunyai penilaian
yang negatif terhadap pelayanan yang diberikan.
Menurut Safroni (2012), bahwa ciri-ciri pelayanan birokrasi
yang berkualitas adalah pelayanan yang bersifat anti birokrasi,
distribusi pelayanan, dan desentralisasi dan berorientasi
pada klien. Penekannya adalah dengan cara: (1) pemerintah
menciptakan suasana kompetitif dalam pemberian pelayanan;
(2) pemerintah berorientasi kepada kebutuhan pasar, bukan
birokrasi; (3) pemerintahan desentralisasi dan lebih proaktif.
Namun demikian, kecenderungan yang ada adalah bahwa
jika pelayanan dalam suatu lembaga negara diberikan dengan cara
yang kurang baik, maka menjadi stempel bagi lembaga negara
tersebut. Apalagi jika hal itu berulang dilakukan dan kepada
hampir semua penerima pelayanan, akan memberikan preseden
buruk bagi lembaga penyelenggara pemerintahan tersebut.
Menjadi aparatur pelayanan pun tidak hanya sekadar
melayani, tetapi kemampuan melayani memberikan dorongan
untuk melakukan pekerjaan secara baik, dengan memberikan
pelayanan semaksimal mungkin. Aparatur yang memberikan
pelayanan langsung berhubungan dengan masyarakat secara
langsung. Tentunya dapat dinilai secara langsung pula. Penilaian
terhadap personal aparatur biasanya menyangkut tentang
kemampuannya dalam memberikan pelayanan.
Ada tujuh aspek mendasar pelayanan publik yang paling
signifikan untuk diterapkan pada instansi atau lembaga
pemerintah, yaitu:
1. Function
Aparatur pelayanan publik dengan tugas pokok dan fungsi
yang melekat dalam dirinya harus melakukan kinerja sebaik-

Bab 6 | Good Governance


175
baiknya sebagai bagian dari tanggung jawabnya. Kinjer primer
bagi aparatur adalah tuntutan yang harus tuntas dalam
waktu tertentu. Jika setiap aparatur sadar dan mempunyai
tanggung jawab yang kuat terhadap tugas pokoknya, sesuai
dengan fungsi masing-masing, sesuai dengan tanggung jawab
yang melekat, sesuai dengan ketentuannya, maka pelayanan
dapat berjalan secara baik. Penerapan tentang bagaimana
memahami dan menjalani pekerjaan sesuai dengan fungsinya
adalah dilakukan berdasarkan kemampuan dan kompetensi
yang dimilikinya. Setiap pegawai bertanggung jawab terhadap
setiap pekerjaannya dengan kualitas dan kompetensi yang
dimilikinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
2. Confirmance
Kepuasan pelayanan publik adalah terletak kepada
kepuasan yang diterima oleh penerima pelayanan. Kualitas
pelayanan ditentukan oleh kebutuhan penerima pelayanan,
dalam hal ini adalah kebutuhan masyarakat. Bukan
kebutuhan organisasi, instansi atau birokrasi. Aspek
yang paling mendasar dalam pelayanan publik adalah
kebutuhan masyarakat dan penerimaan atau kepuasannya.
Ketentuan yang dipersyaratkan dalam penerimaan pelayanan
publik mempunyai koridor dan tata aturan yang ada di
dalamnya, kesadaran dan partisipasi masyarakat juga dapat
memengaruhi terhadap pemenuhan kualitas pelayanan
tersebut, sehingga efektivitas dan efisiensi pelayanan dapat
tercapai.
3. Reliability
Trust (kepercayaan) menjadi bagian yang paling utama
dalam pelayanan publik. Kepercayaan masyarakat terhadap

Manajemen Pelayanan Publik


176
lembaga atau instansi pemerintah menjadi kunci utama
dalam pelayanan. Pelayanan yang baik, tetapi tidak didasari
pada kepercayaan masyarakatnya, maka akan menjadi fitnah
dan pergunjingan. Sebaik-baiknya pelayanan adalah dengan
memberikan kepuasan terhadap aspek yang dilayani dan
berorientasi pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat
serta memberikan kepercayaan secara penuh kepada
masyarakat.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga negara
akan menghambat tercapainya good governance, reformasi
birokrasi dan tata kelembagaan secara baik. Karena apa yang
ada dalam mindset masyarakat tentang lembaga tersebut
akan selalu buruk dan terkesan jelek. Sehingga hal itu
dapat berpengaruh terhadap kinerja dan kualitas pelayanan
yang diberikan. Masyarakat saat ini sudah paham dan sadar
tentang sistem dan proses dalam penyelenggaraan pelayanan.
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pelayanan adalah dengan melakukan
pelayanan secara baik dan profesional sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang ada.
Penting untuk terus dibangun kepercayaan kepada
masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah. Eksistensi birokrasi yang baik
adalah hubungan yang saling percaya antara pemberi dan
penerima pelayanan. Pemerintah melalui birokrasinya,
terus mengupayakan berbagai terobosan dan alternatif-
alternatif untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
dan berkualitas. Sementara masyarakat juga memberikan
feedback yang baik pula terhadap pelaksanaan pelayanan dan
mendukung serta mendorong peningkatan terhadap kualitas

Bab 6 | Good Governance


177
pelayanan yang diberikan berdasarkan pada hubungan yang
dibangun.
4. Serviceability
Memberikan jaminan terhadap aspek pelayanan yang
diberikan adalah bentuk dari pelayanan yang prima. Penyedia
pelayanan tentunya harus menjamin bahwa pelayanan yang
diberikan adalah berdasarkan pada ketentuan perundang-
undangan dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Aspek etika dan moral pemberi layanan juga berpengaruh
terhadap pelayanan yang diberikan. Cara, sikap, perilaku,
maupun penyampaian yang baik dapat berdampak terhadap
pemberian pelayanan yang dilakukan. Menjamin terhadap
pelayanan yang diberikan adalah memberikan garansi secara
penuh terhadap pelayanannya.
Berpacu untuk terus melakukan yang terbaik adalah cara
ampuh untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Orang yang
paling baik adalah orang yang selalu merasa dirinya rendah.
Dengan kerendahan diri, apabila terjadi kesalahan atau
kekeliruan, maka dengan menyegerakan untuk diperbaiki.
Menjadikan diri tetap rendah hati dapat membantu untuk
terus meningkatkan kinerja menjadi lebih baik. Sejatinya,
penyelenggara pelayanan atau aparatur pelayanan publik
harus bersikap rendah hati dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya. Perilaku ini dapat membentuk karakter
aparatur dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
5. Adanya assurance
Yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan
sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki oleh staf, bebas dari
bahaya, risiko atau keragu-raguan (Safroni, 2012).

Manajemen Pelayanan Publik


178
D. Reorientasi Good Governance Melalui Reformasi
Birokrasi
Tujuan good governance yang menjadi harapan masyarakat
Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan harus didukung
secara penuh dari semua stakeholders yang bekerja sama dalam
tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Dari pimpinan
sampai bawahan berkolaborasi membangun bangsa melalui
peran masing-masing. Begitu pula partisipasi masyarakat dalam
menciptakan dan mendukung pelayanan publik juga menjadi
bagian yang tidak dapat dipisahkan.
Disadari bahwa, kondisi birokrasi di Indonesia masih belum
sepenuhnya bersih dan baik. Banyak persoalan yang muncul di
dalamnya. Korupsi birokrasi masih menjadi permasalahan besar
dalam kehidupan birokrasi di Indonesia. Pelayanan yang lemah
juga masih menjadi persoalan serius dalam birokrasi. Lemahnya
sumber daya manusia yang ada serta sarana prasarana yang belum
memadai menjadi bagian dari faktor lemahnya sistem birokrasi.
Selain itu, Safroni (2012) mengemukakan tentang faktor-
faktor yang memengaruhi lemahnya birokrasi, yaitu:
1. Lemahnya kesadaran dan kemampuan untuk melakukan
prinsip-prinsip good governance
Lemah dalam semua aspek menjadi kendala dalam penerapan
birokrasi. Kondisi aparatur negara yang lemah dengan
kompetensi yang rendah dapat menimbulkan persoalan
pelayanan publik. Sumber daya aparatur sebagai pilar utama
dalam pelayanan publik jika kurang memenuhi standar
kualitas akan berpengaruh terhadap tujuan good governance.

Bab 6 | Good Governance


179
Kesadaran terhadap tujuan good governance harus dilakukan
dengan prinsip-prinsip pelayanan yang baik. Konsep
pelayanan publik tidak hanya menjadi tontonan yang dipajang
pada banner-banner yang terpasang. Tidak pula hanya menjadi
slogan semata. Tetapi implementasi untuk mencapai good
governance harus dilakukan dan dipertanggungjawabkan, yang
kemudian dapat dirasakan oleh masyarakat. Semua elemen
birokrasi harus tahu kondisi birokrasi di dalamnya sebagai
bentuk kontrol dan pengendalian dalam pelaksanaannya.
Begitu pula, peran serta masyarakat sebagai penerima
pelayanan dapat menjadi kontrol terhadap pelayanan yang
diberikan. Kekurangan dalam pemberian pelayanan yang
diberikan aparatur menjadi masukan atau saran yang
membangun, sehingga dapat dijadikan sebagai preferensi
untuk perubahan yang lebih baik. Peran serta masyarakat
juga dapat dilakukan dengan partisipasi aktif melalui
kesadaran dan pemahamannya tentang pentingnya kualitas
pelayanan publik sebagai upaya perbaikan dan peningkatan
terhadap fungsi birokrasi, sehingga birokrasi terus
mengalami peningkatan dan perbaikan-perbaikan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
2. Sistem pemerintahan desentralisasi dalam birokrasi daerah
Otonomi daerah yang lahir dari sistem reformasi yang
digulirkan sejak tahun 1998 bersamaan dengan ketidakpuasan
masyarakat terhadap sistem sentralisasi yang dibangun sejak
Orde Baru memberikan konsepsi dasar dalam pembangunan
otonomi daerah. Sentralisasi menjadikan daerah-daerah tidak
berkembang dan berjalan secara stagnan dan tersentral. Pola
pembangunan daerah juga dilakukan secara merata yang

Manajemen Pelayanan Publik


180
dilakukan oleh pemerintah pusat dengan tidak berdasarkan
pada kebutuhan daerah dan tidak dipertimbangkan aspek
geografis, geologis maupun aspek-aspek lain yang tentunya
setiap daerah mempunyai kekurangan dan kelebihannya
masing-masing.
Begulirnya otonomi daerah melahirkan bentuk pemerintahan
desentralisasi. Setiap daerah diberikan kewenangan dalam
mengelola rumah tangga daerahnya secara luas sesuai
dengan kebutuhan daerah itu sendiri. Pembangunan dan
pengelolaan daerah dikuasai oleh daerah untuk kepentingan
dan kesejahteraan masyarakatnya. Hanya ada 6 (enam)
aspek yang dikelola oleh pemerintah pusat sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yaitu politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter, fiscal, dan agama.
Keberadaan otonomi daerah, menurut J. Kaloh (2007)
memberikan suatu harapan baru bagi terciptanya dan
terlaksananya keadilan, demokratisasi, dan transparansi
dalam kehidupan di sektor publik. Sejak dilaksanakannya
otonomi daerah, setiap daerah melakukan berbagai perbaikan
secara menyeluruh, baik perbaikan fisik maupun nonfisik.
Otonomi daerah juga menjadi paradigma baru dalam tatanan
pemerintahan Indonesia yang terus berkembang sesuai
dengan kebutuhan zamannya. Dalam birokrasi pemerintahan,
otonomi daerah menjadi pintu untuk perbaikan dan kualitas
birokrasi di Indonesia menjadi lebih baik.
Namun demikian, harapan dan cita-cita otonomi daerah tidak
mudah dalam penerapannya, banyak kendala dan tantangan
yang harus dihadapinya. Tafsir yang beragam tentang

Bab 6 | Good Governance


181
desentralisasi menjadi tidak seragam dalam pelaksanaannya.
Banyak daerah-daerah mengajukan pemekaran untuk
membentuk daerah yang terpisah. Otonomi daerah juga
memunculkan raja-raja kecil di daerah, serta persoalan
birokrasi yang salah tafsir maupun yang berbeda tafsir
dalam menjalankan undang-undang maupun peraturan dari
pemerintah pusat. Visi dan misi pembangunan nasional juga
sering kali tidak ditafsirkan secara sama antara daerah yang
satu dengan yang lainnya. Pun demikian yang berkaitan
dengan reformasi birokrasi yang sampai sekarang mengalami
banyak kendala dan tantangan.
3. Sumber daya aparatur yang tidak kompeten
Di beberapa daerah menjadi salah satu hambatan dalam
tujuan good governance. Kualifikasi aparatur negara banyak
diisi oleh orang-orang yang tidak sesuai. Kesalahpahaman
akan tafsir undang-undang dan peraturan di daerah
menimbulkan efek yang kurang baik dalam tatanan birokrasi
di Indonesia. Hal itu juga berpengaruh terhadap pelaksanaan
reformasi birokrasi yang saat ini sedang gencar-gencarnya
digalakkan oleh pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
Kualifikasi dan kualitas sumber daya aparatur menjadi
garda terdepan dalam pencapaian tatanan pemerintahan
yang baik. Aparatur adalah ujung tombak dari birokrasi
pemerintahan. Pelayanan yang baik yang diberikan oleh
aparatur kepada masyarakat menjadi indikator utama
terhadap kepuasan masyarakat. Masyarakat menilai siapa
yang melayani, melayani dengan apa dan bagaimana dilayani.
Untuk itu, kualitas pelayanan publik, tidak bisa dipisahkan
dari kualitas sumber daya aparatur. Kualitas sumber daya

Manajemen Pelayanan Publik


182
aparatur ditandai dengan kompetensi dan kualifikasi pada
diri aparatur tersebut.
Birokrasi yang diisi oleh aparatur yang tidak kompeten
berpengaruh secara signifikan terhadap pelayanan yang
diberikan serta menjadi kendala dari tercapainya reformasi
birokrasi untuk pemerintahan yang baik. Oleh karena itu,
aparatur pelayanan publik harus kompeten dan akuntabel
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Penempatan
aparatur yang tidak tepat dapat pula menjadi hambatan
dalam pelaksanaan pelayanan. Tergantung dari bagaimana
kepemimpinan dalam birokrasi pemerintah mengatur sumber
daya manusia yang ada dan bagaimana memanfaatkan
potensi yang dimiliki oleh setiap aparatur dalam manajemen
sumber daya aparaturnya.
4. Inefisiensi institusi birokrasi
Sebelum reformasi, birokrasi Indonesia dalam keadaan yang
tidak terkontrol. Sistem sentralisasi menjadikan kebutuhan
birokrasi yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Setelah
reformasi birokrasi, keberadaan birokrasi tidak begitu
signifikan mengalami perubahan. Gemuknya birokrasi
menjadi salah satu kendala efisiensi dan efektivitas kinerja.
Praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang
masih marak dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab, menjadi tantangan bagi pemerintah
daerah untuk terus melakukan berbagai upaya pencegahan.
KKN menjadi sumber dari segala sumber persoalan birokrasi
serta yang mengakibatkan ketidakefisiensinya sistem
birokrasi pemerintahan. KKN juga menjadi sumber persoalan
yang paling besar dalam pemerintahan. Oknum birokrat

Bab 6 | Good Governance


183
yang KKN jangankan paham akan substansi reformasi
birokrasi, ia sudah menutup mata terhadap tujuan reformasi
birokrasi, sudah tidak peduli bagaimana caranya mendukung
pemerintah untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang
lebih baik. Hanya kepentingan diri dan kelompoknya yang
diutamakan dalam kinerjanya.
Paradigma aparatur terhadap tujuan birokrasi juga masih
dinilai lemah. Reformasi birokrasi tidak hanya sebagai
slogan semata. Reformasi birokrasi harus dijadikan sebagai
tumpuan utama bagi aparatur negara dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya. Melalui penguatan dan
pemahaman diri terhadap prinsip-prinsip reformasi birokrasi
yang diikuti oleh pelaksanaannya secara bertanggung jawab,
profesional dan berkualitas dapat mengantarkan pencapaian
tujuan reformasi birokrasi ke pintu gerbang good governance.
5. Implikasi pengukuran kinerja pelayanan publik
Pengukuran terhadap kinerja pelayanan publik yang masih
belum memberikan dampak perbaikan signifikan terhadap
kualitas kinerja pegawai. Pelayanan publik masih dimaknai
sebagai rutinitas kerja yang dijalani. Kinerja pegawai hanya
menjadi formalitas kinerja saja, tanpa adanya nilai-nilai
kreativitas dan inovasi yang dapat dikembangkan dalam
rangka mencapai tujuan birokrasi.
Pengukuran kinerja menjadi barometer terhadap kinerja
aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pengukuran
kinerja juga menjadi bagian dari kontrol pemerintah
terhadap aparatur negara. Dari kontrol tersebut dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk terus memacu
peningkatan terhadap pegawai. Tidak cukup sampai pada

Manajemen Pelayanan Publik


184
reward dan punishment saja, tetapi pola pendidikan, pelatihan,
workshop, pengembangan dan peningkatan keterampilan
aparatur terus digenjot.
Melalui sistem penilaian berdasarkan sistem merit yang
sedang dilakukan oleh pemerintah diharapkan mampu
menembus kebuntuan-kebuntuan dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi. Beberapa kajian tentang sistem penilaian
yang berdasarkan pada kemampuan diri sendiri pegawai
dapat melahirkan aparatur yang jujur, profesional, dan
bertanggung jawab.
6. Pengawasan
Pengawasan menjadi kontrol terhadap kinerja aparatur.
Dengan sistem penilaian kinerja terhadap aparatur, menjadi
bagian dari pengawasan di birokrasi. Sistem pengawasan
masih bersifat administratif dan formalitas saja. Pengawasan
masih belum dijalankan secara maksimal. Kontrol terhadap
sanksi bagi yang melanggar belum sepenuhnya dilakukan
tindakan secara komprehensif.
Pola pengawasan yang belum dilakukan secara maksimal,
memberikan ruang gerak kepada aparatur untuk tidak
mematuhi aturan yang berlaku. Lemahnya pengawasan
juga dapat menimbulkan kekurangseriusan pegawai dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Terutama bagi aparatur
pelayanan publik yang berhubungan secara langsung dengan
masyarakat yaitu yang berada pada level pelayanan dasar
kepada masyarakat.
Pengawasan secara kontrol penuh sebenarnya dapat
dilahirkan dari setiap individu aparatur. Pengawasan dalam
birokrasi tidak hanya yang bersifat pemaksaan melalui

Bab 6 | Good Governance


185
peraturan atau ketentuan yang ada. Tetapi bentuk dan
sistem pengawasan sesungguhnya sudah dapat diterapkan
dengan sistem otomatis yang melekat dalam diri aparatur.
Pengawasan untuk mengawasi diri sendiri adalah perlu
ditanamkan dalam diri pegawai. Pegawai tidak perlu takut
akan kinerja yang dilakukannya, ekspresi pelayanan yang
diberikan pegawai jika sudah tumbuh rasa kesadaran dan
pemahamannya tentang kinerja yang dilakukannya akan
melahirkan inovasi-inovasi baru.
7. Lemahnya penggunaan teknologi informasi
Melek teknologi memang sudah menggeliat pada masyarakat
Indonesia akhir-akhir ini. Hampir separuh masyarakat
Indonesia sudah menggunakan teknologi masa kini. Setiap
individu dapat dipastikan berhubungan secara langsung
dengan namanya teknologi informasi. Contohnya, setiap
individu dapat dipastikan mempunyai handphone, bahkan
ada yang punya 2 sampai 3 buah satu orang. Masyarakat
Indonesia sudah familiar dengan teknologi informasi.
Secara otomatis, masyarakat yang sudah biasa dengan
teknologi berpengaruh terhadap kebutuhan-kebutuhan
dirinya yang berhubungan dengan teknologi informasi.
Kebutuhan pelayanan dengan teknologi menjadi salah satu
kebutuhan yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia kini. Pengaruh penggunaan teknologi
yang begitu cepat dan berkembang pesat dalam kehidupan
masyarakat tersebut, secara tidak langsung berdampak
terhadap aspek kebutuhan pada bidang pelayanan publik.
Oleh karena itu, pemerintah harus mampu menyediakan
kebutuhan tersebut dalam pelayanannya.

Manajemen Pelayanan Publik


186
Sejatinya, pelayanan adalah untuk kepentingan masyarakat.
Pemerintah harus menyediakan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Hal ini yang masih menjadi kendala dalam
pencapaian tujuan birokrasi yang bersih dan berkualitas.
Aspek penggunaan teknologi yang belum maksimal yang
dilakukan oleh pemerintah, terutama di pemerintahan
daerah dengan beragam persoalan yang ada di dalamnya.
Begitu juga penguasaan aparatur terhadap teknologi
informasi menjadikan birokrasi semakin lamban, padahal
kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang cepat dan mudah
sudah lama diimpikan.
Birokrasi tidak dapat lagi mengandalkan aspek sumber
daya manusia semata dalam pemberian layanan kepada
masyarakat. Teknologi informasi saat ini menjadi kebutuhan
dasar masyarakat dalam penerimaan pelayanan. E-government
harus terus dikembangkan oleh pemerintah dan dapat
diterapkan dalam semua aspek kehidupan birokrasi.
Penggunaan teknologi yang maksimal dapat memberikan
dampak kemudahan, kelancaran, kecepatan dan optimalisasi
pelayanan kepada masyarakat secara langsung. Profesionalitas
dan kompetensi aparatur adalah salah satu bagian yang
tidak dapat dihindari dalam penerimaan pegawai untuk
menciptakan sistem pelayanan yang lebih baik dan prima.
8. Hubungan dan komunikasi yang kurang terbuka
Keterbukaan hubungan dan komunikasi di antara aparatur
dapat membawa implikasi yang kurang baik terhadap jalannya
birokrasi. Aspek ketidakpercayaan akan bermunculan di
antara mereka. Ketidakterbukaan dapat pula berpengaruh
terhadap tidak seimbangnya peran dan serta partisipasi

Bab 6 | Good Governance


187
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Tanggung
jawab terkesan sebatas dikerjakan seadanya jika hubungannya
tertutup. Saling menyalahkan jika ada persoalan pasti
bermunculan. Fitnah antar aparatur menjadi tidak dapat
dihindari. Tertutupnya hubungan juga berdampak pada
kesalahan komunikasi atau salah tafsir atas informasi
yang berkembang. Sehingga mengakibatkan penyelesaian
terhadap tugas dan tanggung jawab yang kurang maksimal.
Di samping itu pula, hubungan dan komunikasi tertutup
berpengaruh pula pada hierarki tugas dan tanggung
jawabnya. Bukan lagi kompetisi jika hubungan dan
komunikasi tertutup, tetapi saling menjatuhkan satu sama
lain dalam prestasi. Fukuyama (1999), mengingatkan bahwa
hubungan dan komunikasi yang kurang terbuka di antara
aparatur birokrasi berdampak pada ketidakpercayaan (dalam
Safroni, 2012).
Oleh karena itu, ketertutupan hubungan dan komunikasi
harus dicairkan dalam birokrasi pemerintahan. Antara
pegawai membawa misi yang sama dalam menjalankan
fungsinya. Birokrasi bagaikan keluarga yang harus dibangun
berdasarkan pada kebutuhan bersama untuk kesejahteraan
dan kemaslahatan. Sehingga dengan terciptanya hubungan
dan komunikasi yang terbuka, birokrasi dapat berjalan secara
baik, kebutuhan dan informasi dapat diterima secara adil dan
merata.
9. Rendahnya kualitas sumber daya aparatur
Kualitas sumber daya manusia aparatur memang menjadi
persoalan yang paling kompleks. Lemahnya aparatur dalam
sebuah birokrasi akan berdampak sangat besar terhadap

Manajemen Pelayanan Publik


188
kualitas birokrasinya. Aparatur negara yang menjadi
indikator penting apakah birokrasi itu baik atau buruk. Di
beberapa daerah, kondisi ini masih sering kali ditemukan
dan banyak. Misalnya pendidikannya, pengalamannya,
kemampuan dasarnya maupun soft skill yang dimilikinya.
Sumber daya aparatur yang lemah secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan,
kualitas kinerja yang dilakukan, dan output yang dihasilkan.
Jika ini terjadi, maka reformasi birokrasi yang menjadi
harapan besar masyarakat dan bangsa sulit tercapai.
Reformasi birokrasi hanya menjadi tontonan yang tidak
dapat dilakukan sebagaimana mestinya.
Rendahnya aparatur dapat dilihat dari kondisi kesejahteraan
pegawai, rekrutmen dan pembinaan karier, budaya kerja, dan
profesionalisme sumber daya aparatur. Kondisi ini menjadi
tantangan bagi pemerintah untuk terus melakukan perbaikan
dan peningkatan. Kesejahteraan pegawai yang dinilai masih
jauh dari harapan juga menjadi pemicu lemahnya kualitas
kinerja pegawai. Bekerja apa adanya dan sebagai bentuk
formalitas menjadi hal yang biasa.
Rekrutmen pegawai juga menjadi bagian dari lemahnya
sumber daya aparatur. Rekrutmen seharusnya berdasarkan
pada kompetensi dan kualifikasi calon pegawai, bukan karena
keturunan, kolega atau hal lainnya yang dapat memengaruhi
proses rekrutmen aparatur. Di samping itu, rekrutmen
menjadi poros penting dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang profesional dan berkualitas. Selain rekrutmen,
pembinaan karier juga masih menjadi kendala yang harus
terus dikembangkan, misalnya prinsip reward dan kompetensi

Bab 6 | Good Governance


189
dalam aspek pembinaan lebih dilihat dari peningkatan
kualitas kinerja.
Budaya kerja sebagai kondisi turunan memberikan batasan-
batasan aturan di dalamnya. Budaya kerja yang kurang baik,
seperti prinsip pelayanan adalah minta dilayani, masih
melekat dalam diri sebagian aparatur pelayanan. Sebagai
pelayan masyarakat tentunya bagaimana cara melayani
dengan baik. Bukan memperlakukan masyarakat seperti
pelayan, yang seolah-oleh dirinya yang minta dilayani.
Budaya ini masih sering kali kita temui di beberapa lembaga
atau instansi pemerintahan dalam memberikan pelayanan.
Budaya kerja koruptif juga masih menghantui sistem
birokrasi kita, sehingga perlu dilakukan berbagai tindakan-
tindakan pencegahan yang lebih agresif.
Ketidakprofesionalan aparatur juga menjadi kendala yang
masih sering ditemui dalam birokrasi. Profesionalitas
termasuk dalam kategori kinerja yang dilakukan oleh
aparatur. Aparatur dituntut untuk profesionalitas dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Baik perilakunya,
bagus pelayanannya, dan sopan tutur katanya. Itulah
kira-kira gambaran profesionalitas. Bekerja sesuai dengan
ketentuan dan standar pelayanan dengan perlakuan yang
baik dan tindakan yang sigap kepada masyarakat dalam
memberikan pelayanan. Masalah profesionalitas aparatur
juga masih sering kali kita temui dalam berbagai pelayanan
publik, aparatur yang bekerja tidak sesuai dengan ketentuan
dan SOP masih menjadi pemandangan yang tampak biasa,
aparatur juga kadangkala tidak mau disalahkan dari tindakan
tersebut.

Manajemen Pelayanan Publik


190
Persoalan-persoalan tersebut tentunya tidak muncul begitu
saja, banyak faktor yang memengaruhinya, salah satunya
adalah yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan.
Tingkat kesejahteraan biasanya menjadi pemicu atas kinerja
aparatur. Tidak heran sampai hari ini, persoalan korupsi
dalam sistem birokrasi masih marak terjadi, salah satu
pemicunya adalah kesejahteraan.
10. Mentalitas dan budaya kekuasaan
Mental dan budaya kekuasaan dalam diri birokrat masih
terlihat kental. Seolah-olah ia berkuasa atas pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat. Aparatur masih sering
kali minta dihormati atas jabatannya. Birokrat lebih suka
jika dirinya dilayani. Mentalitas dan budaya kekuasaan
seperti itu masih ada di sebagian lembaga atau instansi
pemerintahan. Perilaku tersebut antara lain kurang disiplin
dalam kinerja, tidak tepat waktu karena ditunda, menunda-
nunda pekerjaan serta koordinasi dan komunikasi yang lemah
di antara sejawat. Safroni (2012) mencontohkan misalnya
ketika pengurusan perizinan yang tidak tepat waktu akibat
penundaan suatu pekerjaan, di samping kurang adanya kerja
sama di antara aparatur untuk menyelesaikan surat izin
tersebut dengan tepat waktu.
Namun demikian, untuk menciptakan arah birokrasi
menjadi lebih baik dan pencapaian tujuan good governance,
perlu dikemukakan kembali tentang aksi reformasi
birokrasi menurut Tjokroamidjojo (1999), yaitu: Pertama,
upaya perubahan terlebih dahulu ke arah sistem politik
yang demokratis, partisipatif dan egalitarian. Dengan
perubahan mendasar dalam sistem politik, maka peran

Bab 6 | Good Governance


191
dalam birokrasinya juga bisa berubah. Birokrasi adalah
aparatur negara, aparatur pemerintah bukan aparatur partai.
Hal ini yang harus dipahami dalam kerangka mewujudkan
pemerintahan yang baik, aparatur negara wajib netral dalam
kegiatan partai politik maupun lainnya yang berhubungan
dengan kepartaian.
Kedua, birokrasi sipil maupun birokrasi militer. Birokrasi
militer merupakan bagian dari pengelolaan reformasi
birokrasi pemerintahan. Birokrasi militer atau TNI harus
bebas dari urusan partai politik. Artinya bahwa aparat TNI
wajib netral karena termasuk dalam penyelenggara negara
yang masuk dalam kategori birokrasi militer. Birokrasi
militer mempunyai aspek pengabdian sendiri dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Ketiga, meningkatkan bentuk pengabdian pemerintah yang
berorientasi pada kepentingan masyarakat, pengayoman dan
pelayanan publik. Profesionalisme birokrasi harus sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya yang melekat dalam
diri aparatur birokrasi, namun hal ini harus ditopang oleh
sistem karier yang menunjang prestasi kerja yang jujur dan
adil.
Keempat, sistem desentralisasi untuk memberikan
kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur urusan
daerahnya. Diharapkan, otonomi daerah menjadi pintu
penting dalam memperbaiki sistem birorkasi pada tataran
pemerintahan daerah yang notabene mempunyai kondisi
dan budaya yang berbeda-beda, sehingga penyelesaian
dan pelaksanaan reformasi birokrasinya sesuai dengan
kebutuhan daerah itu sendiri. Keberadaan otonomi daerah

Manajemen Pelayanan Publik


192
dapat pula meningkatkan gairah ekonomi masyarakat daerah,
pengembangkan potensi daerah dengan berbagai sumber
daya yang dimiliki, dan manajemen sumber daya manusia
daerah lebih mengetahui kondisi daerahnya serta mempunyai
rasa kepemilikan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas
pemerintahan daerahnya, dengan demikian terwujudnya good
governance lebih efektif dan efisien.
Kelima, pelaksanaan clean government harus dilakukan dalam
rangka untuk mewujudkan good governance. Dalam pelaksanaan
clean government harus diikuti dengan pemerintahan yang
bersih dari KKN dan melakukan pencegahan terhadapnya,
penggunaan anggaran secara efektif dan efisien serta sistem
transparansi anggaran yang lebih baik, dan penguatan
terhadap fungsi pengawasan yang dilakukan.

E. Good Governance Sebagai Goals


Tatanan pemerintahan yang baik adalah memberikan
kepuasan dalam bidang pelayanan publik; bersih dari korupsi,
kolusi dan nepotisme; penyelenggaraan pemerintahan yang
baik sesuai dengan kepentingan masyarakat dan sistem
pengelolaan yang profesional. Good governance sebagai goals
dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan berbagai
konsepsi dasar dalam pengembangan sistem manajerial
instansi pemerintahan, pengelolaan sumber daya manusia yang
komprehensif, kualitas sarana prasarana yang memadai sebagai
penunjang terhadap kinerja aparatur serta aspek kepemimpinan
yang visioner. Tujuan akhir dari sistem pemerintahan adalah good
governance, yaitu tatanan pemerintahan yang baik dalam segala
aspek.

Bab 6 | Good Governance


193
Pencapaian tujuan good governance, dalam Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur
tentang asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang
baik, yaitu:
1. Asas kepastian hukum
Setiap tindakan yang dilakukan oleh para pemangku
kepentingan harus berdasarkan pada kepastian hukum.
Adanya kepastian hukum menunjukkan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Mengatur seluruh elemen
kinerja aparatur maupun pemangku kebijakan dengan
batasan-batasan hukum yang harus dilakukan. Dalam
pengambilan keputusan, haruslah berdasarkan pada
ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan yang mengikat.
Kebijakan atau keputusan harus bersumber pada hukum yang
ada. Tindakan di luar ketentuan, dianggap melanggar aturan
dan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan aturannya. Setiap
aspek kinerja juga harus bersumber dari hukum atau aturan
yang ada. Sehingga sistem yang dijalankan sesuai dengan
peraturannya dan tidak keluar dari arah tujuan kebijakan.
2. Asas tertib penyelenggaraan pemerintahan
Setiap penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada
ketentuan visi, misi, tujuan dan strategi yang ingin
dicapai. Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan pada
ketentuan yang sudah disepakati bersama agar tujuan
yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Ketentuan
dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah mengatur
jalannya pemerintahan sesuai dengan aturan mainnya.
Aspek ketertiban dalam penyelenggaraan pemerintahan
adalah merupakan langkah konkret untuk mencapai tujuan

Manajemen Pelayanan Publik


194
pemerintahan. Untuk mencapai tujuan tersebut, seluruh
aparatur penyelenggara negara bekerja sesuai dengan tugas
dan fungsinya masing-masing. Hal ini berkaitan dengan
tanggung jawab dan kinerja yang melekat dalam diri setiap
pegawai.
3. Asas kepentingan umum
Aspek mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan
adalah memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat
atau kepentingan umum. Kualitas pelayanan publik secara
prinsip adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya bagi
masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan adalah bentuk
pengabdian kepada bangsa dan negara yang diinterpretasikan
untuk kepentingan bersama.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik harus menda­
hulukan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok,
individu atau organisasi. Kepentingan umum harus
ditanamkan pada diri setiap aparatur penyelenggara negara.
Pelayanan publik harus disadari dan dikerjakan secara baik
untuk kepuasan masyarakat. Aparatur penyelenggara negara
bukan lagi meminta untuk dilayani, tetapi harus ditanamkan
bahwa aparatur itu adalah pelayan bagi masyarakat. Sebagai
pelayan, tentunya pelayanannya berdasarkan pada kebutuhan
dan kepentingan masyarakat.
Paradigma yang masih berkembang dalam birokrasi kita
adalah masih lemahnya pengakuan bahwa aparatur adalah
pelayan bagi masyarakat. Perilaku seperti ini masih sering
kali ditemukan dalam berbagai instansi. Perlu ditanamkan
secara berkelanjutan tentang prinsip dasar penyelenggaraan
pemerintahan kepada seluruh aparatur pelayanan publik.

Bab 6 | Good Governance


195
Kepentingan umum menjadi salah satu unsur penitng dalam
pencapaian tujuan pemerintahan yang baik.
4. Asas keterbukaan
Asas keterbukaan atau asas transparansi menjadi bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan.
Setiap kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh
pemerintahan merupakan konsumsi publik yang harus
diketahui oleh masyarakat. Hal ini di luar unsur yang
memang harus dirahasiakan dan tidak untuk konsumsi
publik. Asas transparansi atau asas keterbukaan sudah
menjadi tuntutan masyarakat dalam mengetahui maupun
menerima informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan.
B e r ka i t a n d e n g a n p e n g a m b i l a n ke p u t u s a n d a n
pelaksanaannya, menjadi sebuah keniscayaan masyarakat
perlu tahu, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Setiap masyarakat mempunyai hak yang sama untuk
mengetahui tindakan atau penyelenggaraan pemerintahan
yang dilakukan oleh pemerintah. Tidak ada yang harus
dirahasiakan atau ditutup-tutupi dalam pelaksanaannya.
Apalagi yang berkaitan dengan pembiayaan dan sumber
biayanya. Pemerintah juga harus menyediakan instrumen
keterbukaan informasi melalui berbagai media yang dapat
diakses secara luas oleh masyarakat.
Asas keterbukaan penting untuk terus didorong sebagai
upaya penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik.
Keterbukaan dapat memberikan ruang yang lebih luas kepada
masyarakat untuk melakukan pengawasan secara langsung
terhadap kinerja penyelenggara pemerintahan. Pengawasan

Manajemen Pelayanan Publik


196
yang dilakukan secara langsung oleh masyarakat melalui
keterbukaan dan transparansi yang dibangun melalui media
informasi maupun website memberikan implikasi positif.
Masyarakat lebih tahu kinerja yang dilakukan oleh
pemerintah. Masyarakat juga dapat mengetahui besaran
biaya yang digunakan dalam waktu tertentu atau pendapatan
yang diperoleh dari berbagai sumber. Asas keterbukaan dapat
membantu masyarakat dalam meningkatkan partisipasi aktif
terhadap penyelenggaraan yang dilakukan oleh pemerintah.
5. Asas proporsionalitas
Proporsionalitas memberikan garis kesetaraan dan
keteraturan dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang hal
tersebut merupakan keseimbangan dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Tindakan dan kebijakan yang dibuat sejatinya
harus mempertimbangkan banyak aspek dan berdasarkan
kepada keadilan dan kebaikan. Setiap kebijakan pemerintah
harus proporsional dan sesuai dengan ketentuan dan
perundang-undangan yang berlaku. Asas ini penting untuk
mendorong para pengambil kebijakan taat hukum dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Kebijakan yang diambil tidak
boleh mengandung unsur diskriminasi dan berat sebelah.
Aspek yang harus diperhatikan dalam menerapkan
proporsionalitas adalah kebutuhan dan kepentingan dari
kebijakan itu sendiri. Aspek kepentingan masyarakat atau
kepentingan umum harus dikedepankan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan pada
kepentingan umum dengan prinsip proporsionalitas dapat
mengantarkan kepada profesionalitas penyelenggaraan
pemerintahan. Pertimbangan proporsionalitas dalam sebuah

Bab 6 | Good Governance


197
kebijakan adalah hal yang harus diperhatikan oleh para
pengambil kebijakan. Jangan sampai, keputusan yang diambil
dapat merugikan masyarakat dan berdampak buruk terhadap
pelaksanaan kebijakannya.
6. Asas profesionalitas
Asas profesionalitas merupakan bagian yang juga harus
diperhatikan oleh para penyelenggara pemerintahan.
Profesionalitas berkaitan dengan apa dan bagaimana
pekerjaan itu dikerjakan. Proporsionalitas yang dibangun
sejatinya dapat melahirkan aspek keprofesionalan. Karena
proporsionalitas dibangun berdasarkan pada kepentingan
umum dan keterbukaan. Profesionalitas menjadi penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai jaminan
terhadap kinerja yang dilakukan oleh aparatur. Kinerja yang
baik menunjukkan profesionalitas seseorang itu sendiri.
Profesionalitas berkaitan dengan kinerja aparatur
penyelenggara negara. Aparatur yang profesional cenderung
melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan,
prosedur dan peraturan yang berlaku. Profesionalitas
kinerja biasanya diikuti oleh kemampuan seseorang
dalam melaksanakan pekerjaannya. Mengedepankan
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas
pokoknya daripada kepentingan-kepentingan lainnya. Dalam
memberikan pelayanan, aparatur cenderung inovatif dan
kreatif untuk memberikan kepuasan dan kualitas kinerja
yang lebih baik kepada masyarakat.
Di samping itu, asas profesionalitas juga berlaku bagi lembaga
maupun instansi. Lembaga yang profesional merupakan
lembaga yang ketersediaan terhadap aspek layanan sudah

Manajemen Pelayanan Publik


198
berjalan secara baik. Sumber daya manusia yang kompeten,
sarana prasarana yang memadai dan infrastruktur lainnya
memenuhi standar kebutuhan masyarakat, sehingga
pemberian layanan berjalan secara profesional sesuai dengan
yang diharapkan oleh masyarakat.
7. Asas akuntabilitas
Asas akuntabilitas merupakan asas pertanggungjawaban
yang harus dilakukan oleh pemerintah maupun aparatur
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Akuntabilitas kinerja
menjadi penting untuk disampaikan kepada masyarakat
maupun kepada lembaga yang berada di atasnya sebagai
bentuk pertanggungjawaban atau tugas pokok dan fungsi
yang sudah dilakukan. Akuntabilitas menjadi bagian dari
sumber pelaksanaan pemerintahan yang berorientasi untuk
mengukur sejauhmana pekerjaan yang sudah dilakukan, dan
bagaimana menindaklanjuti pekerjaan yang selesai.
Asas akuntabilitas juga dapat menjadi barometer keberhasilan
dari setiap kinerja aparatur negara. Keberhasilan setiap
volume kerja yang sudah selesai dilakukan diukur berdasarkan
pertanggungjawaban yang diberikan. Pertanggungjawaban
tidak hanya menyampaikan kegiatan yang sudah dilakukan,
tetapi memuat unsur faktor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan kegiatan, motivasi dan support yang dapat
membangun kualitas kinerja aparatur maupun lembaga,
maupun aspek perbaikan terhadap sistem atau manajemen
yang ada dalam kinerja organisasi.
8. Asas efisiensi dan efektivitas
Efisiensi merupakan bentuk pencapaian yang maksimal
terhadap hasil kerja dengan penggunaan sumber daya

Bab 6 | Good Governance


199
minimal. Sumber daya-sumber daya dapat dilakukan
seminimal mungkin dengan pencapaian hasil kerja
yang maksimal adalah bentuk kinerja yang efisien.
Mengoptimalkan penggunaan sumber daya manusia,
sumber daya infrastruktur maupun sumber daya lain dengan
memaksimalkan hasil adalah upaya pencapaian terhadap good
governance.
Sumber daya manusia yang sedikit misalnya, jika dilakukan
secara profesional, akuntabel dan kompeten, kualitas kinerja
atau hasil kerja lebih baik dan lebih maksimal daripada
sumber daya manusia yang banyak, tetapi kualifikasi yang
melekat dalam dirinya tidak memenuhi standar. Efisiensi di
sini lebih mengarah kepada aspek tujuan yang ingin dicapai
dengan proses yang dilakukan.
Sedangkan efektivitas adalah bentuk daya guna dan tepat
guna dari apa yang sudah dilakukan. Berdaya guna adalah
suatu yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Hasil dari pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan standar
yang telah ditentukan secara kualitas. Daya guna lebih
kepada kualitas output yang dihasilkan dari kinerja aparatur.
Sementara tepat guna adalah penyelesaian terhadap
pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Efektivitas dan efisien merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Lembaga
atau aparatur dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja
dengan tujuan good governance. Asas efektivitas dan efisiensi
harus menjadi indikator dari pencapaian kinerja. Kinerja
yang efektif dan efisien juga berpengaruh terhadap kualitas
kinerja yang dilakukan, termasuk aspek profesionalitas dapat
memengaruhi nilai efektivitas dan efisiensi kinerja.

Manajemen Pelayanan Publik


200
Menjadikan good governance sebagai goals adalah merupakan
bagian dari membangun pemerintahan secara baik. Untuk
mencapai tujuan good governace, pemerintah tidak bisa berdiri
sendiri atau berjalan sendiri. Aktor di luar pemerintahan juga
terlibat secara langsung, yaitu dunia usaha dan masyarakat.
Sektor pemerintah dan nonpemerintah berkolaborasi membangun
pemerintahan dengan berbagai fungsi sesuai dengan kapasitas
dan kapabilitasnya.
Idrus (1999), mengungkapkan bahwa pembangunan good
governance didasarkan pada aspek akuntabilitas, transparan,
dan partisipatif yang menggambarkan bahwa pemerintah
hanyalah fasilitator dalam pencapaian tujuan tersebut,
sementara masyarakat dan dunia usaha harus dikedepankan
karena globalisasi ditentukan oleh daya saing dan dunia usaha
adalah pelaku utamanya. Persoalan-persoalan ke depan yang
harus dihadapi adalah persoalan masyarakat sipil, misalnya
demokratisasi, hak asasi manusia, jender, dan lain sebagainya.
Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat mempunyai
peran yang strategis dalam pencapaian terhadap good governance.
Hubungan yang harmonis antara ketiganya dengan berbagai tugas
dan fungsi yang melekat dalam dirinya memberikan dampak
percepatan terhadap pencapaian tujuan tersebut. Terutama pada
pemerintahan daerah dengan hak otonom yang dibangun dalam
rumah tangga daerah.
Sementara itu, Safroni (2012) mengutip pendapatnya
Dwiyatno (2005:81) menyatakan bahwa pelaksanaan
pemerintahan yang baik harus mengandung enam prinsip sebagai
acuan, yaitu:

Bab 6 | Good Governance


201
1. Dalam kolaborasi yang dibangun, negara tetap bermain
sebagai figur kunci, namun tidak mendominasi, yang
memiliki kepastian untuk mengoordinasi aktor-aktor pada
institusi-institusi semi dan nonpemerintah, untuk mencapai
tujuan publik.
2. Kekuasaan yang dimiliki negara harus ditransformasikan
dari yang semula dipahami sebagai kekuasaan atas, menjadi
kekuasaan untuk menyelenggarakan kepentingan, memenuhi
kebutuhan dan menyelesaikan masalah publik.
3. Negara, lembaga nonpemerintah/swasta dan masyarakat
lokal merupakan aktor-aktor yang memiliki posisi dan peran
yang saling menyeimbangkan.
4. Negara harus mampu mendesain ulang struktur dan kultur
organisasinya agar siap dan mampu menjadi katalisator bagi
institusi lainnya untuk menjalin sebuah kemitraan yang
kokoh, otonom, dan dinamis.
5. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas,
adaptasi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan
kepentingan, pemenuhan kebutuhan, dan penyelesaian
masalah publik.

Manajemen Pelayanan Publik


202
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah.


Yogyakarta: Graha Ilmu.
Asropi. 2007. Manajemen Stratejik, Instrumen Peningkatan Kinerja
Lembaga Pelayanan Publik di Daerah. Diterbitkan di “Manajemen
Pembangunan” No. 58/II/Tahun XVI, 2007.
Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Baswedan, Anies. 2013. Pemimpin dan Mantra Perubahan; Pemimpin
dan Reformasi Birokrasi. Jakarta: Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara PKP2A
IV LAN-Aceh. 2014. Info Kebijakan tentang Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Jurnal
Transformasi Volume 04 Nomor 01 Tahun 2014. Hal. 670-
680.

Daftar Pustaka
203
Hayat. 2013. Profesionalitas dan Proporsionalitas: Pegawai
Tidak Tetap dalam Penilaian Kinerja Pelayanan Publik. Civil
Service. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS. Vol. 7 No. 2
November 2013. Pusat Kajian dan Penelitian Kepegawaian
Badan Kepegawaian Negera Republik Indonesia.
. 2014. Implikasi Undang-Undang Aparatur Sipil
Negara Terhadap Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Aparatur. Jurnal Transformasi Administrasi Vol. 04 No. 01.
Aceh: Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur
IV Lembaga Administrasi Negara. Hal. 649-650.
. 2014. Konsep Kepemimpinan dalam Reformasi
Birokrasi: Aktualisasi Pemimpin dalam Pelayanan Publik
Menuju Good Governance. Jurnal Borneo Administrator
Vol. 10 No. 1. Samarinda: Pusat Kajian dan Pendidikan dan
Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara.
Holidi, Defny. 2013. Reformasi Birokrasi dalam Praktik. Jakarta:
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
Idrus, M. 1999. Sistem Pengawasan dan Perimbangan untuk
Mewujudkan Good Governance. Administrasi Negara, Demokrasi
dan Masyarakat Madani. Jakarta: Lembaga Administrasi
Negara.
Indriyati dan Hayat. 2015. Peranan Perawat dalam Kerangka
Kinerja Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-Undang
Keperawatan. Jurnal Transformasi Administrasi Vol. 4 No.
1 Tahun 2015. Hal. 828-845.
Kadarisman, M. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Manajemen Pelayanan Publik


204
Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Satu Solusi dalam
Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta: PT
Renika Cipta.
Kamus Terbaru Bahasa Indonesia. 2008. Surabaya: Reality
Publisher.
Lembaga Administrasi Negara. 2010. Pengembangan Kebijakan
dan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Jakarta:
Pusat Kajian Manajemen Pelayanan Deputi Bidang Kajian
Manajemen Kebijakan dan Pelayanan Lembaga Administrasi
Negara RI.
Lewis, Carol W. and Stuart C. Gilman. 2005. The Ethics Challenge
in Publikc Service: A Problem-Solving Guide. Market Street, San
Fransisco: Jossey-Bass.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM.
Bandung: PT Refika Aditama.
Mariana, Dede, dkk. 2010. Reformasi Birokrasi dan Paradigma
Administrasi Publik di Indonesia; Revitalisasi Administrasi Negara:
Reformasi Birokrasi dan E-Governance. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Noorsyam, Djumara, dkk. 2010. Pengembangan Kebijakan dan
Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Pusat Kajian
Manajemen Pelayanan Deputi Bidang Kajian Manajemen
Kebijakan dan Pelayanan LAN RI.
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor
1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi
Kerja PNS.

Daftar Pustaka
205
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedomaan Penilaian
Kinerja Unit Pelayanan Publik.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian
Prestasi Kerja PNS.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
PNS.
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Pramuka, Gatot. 2010. E-Government dan Reformasi Layanan
Publik. Revitalisasi Administrasi Negara: Reformasi Birokrasi dan
E-Governance. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Prasojo, Eko. 2013. Pemimpin dan Inspirasi Reformasi; Pemimpin dan
Reformasi Birokrasi. Jakarta: Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Rahmayanty, Nina. 2013. Manajemen Pelayanan Prima. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Safroni, M. Ladzi. 2012. Manajemen dan Reformasi Pelayanan Publik
dalam Konteks Birokrasi Indonesia. Malang: Aditya Media
Publishing.
Silalahi, Ulber. 2011. Asas-Asas Manajemen. Bandung: PT Refika
Aditama.
Sinambela, Lijan Poltak. 2012. Kinerja Pegawai: Teori Pengukuran
dan Implikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suaedi, Falih. 2010. E-Governance Sebagai Sarana Revitalisasi
Birokrasi; Revitalisasi Administrasi Negara: Reformasi Birokrasi
dan E-Governance. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Manajemen Pelayanan Publik


206
Sujana, Ade. 2004. Pengukuran “Competency Based” Sebagai
Salah Satu Pemicu Peningkatan Kinerja PNS. Bunga Rampai
Administrasi Publik Mengemban Misi Reformasi Birokrasi dan
Administrasi Negara pada Pemerintahan Baru Pasca 2004. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara.
Sumarsono, Sony. 2009. Teori dan Kebijakan Publik: Ekonomi Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syafiie, Inu Kencana dan Welasari. 2013. Ilmu Administrasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tjiptoherijanto, Prijono. 1999. Sumber Daya Manusia Aparatur
Negara Pada Era Krisis Ekonomi dan Reformasi. Administrasi
Negara, Demokrasi dan Masyarakat Madani. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
Tjokroamidjojo, H. Bintoro. 1999. Agenda Akse Reformasi Birokrasi.
Administrasi Negara Demokrasi dan Masyarakat Madani. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara.
Triyono, Bambang, dkk. 2013. Evaluasi Kebijakan Reformasi
Birokrasi. Jakarta: Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan
Sektoral Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
BAPPENAS.
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.

Daftar Pustaka
207
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Jo. Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara.
USAID-Local Governance Support Program (LGSP). 2009. Good
Governance Brief. Pembaharuan dalam Manajemen Pelayanan
Publik Daerah: Tantangan dan Peluang dalam Desentralisasi
Pemerintahan di Indonesia.
Wibawa, Samodra. 2010. Mengukur Kinerja Dina Kabupaten:
Pemikiran Awal. (Revitalisasi Administrasi Negara: Reformasi
Birokrasi dan e-Governance). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wibowo. 2013. Manajemen Kinerja. Cet. 7. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Manajemen Pelayanan Publik


208
GLOSARIUM

Administrasi: Kegiatan-kegiatan kelompok kerja sama untuk


mencapai tujuan-tujuan bersama. (Herbert A. Slomonn,
1959:3). Administrasi juga diartikan sebagai suatu proses
yang umum ada pada setiap usaha kelompok-kelompok,
baik pemerintah maupun swasta, baik sipil maupun militer,
baik dalam ukuran besar maupun kecil. (Leonard D. White,
1995:1). Sementara Prajudi Atmosudirdjo (1982:39-40)
menyatakan bahwa administrasi adalah suatu fenomena
sosial, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat
modern. Eksistensinya berkaitan dengan organisasi.
Sementara itu, The Liang Gie mengatakan bahwa administrasi
merupakan segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap
pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang
dalam kerja sama mencapai tujuan tertentu. (Sumber: Inu
Kencana Syafiie. 2010. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: PT
Rineka Cipta).
ASN (Aparatur Sipil Negara): profesi bagi Pegawai Negeri Sipil
dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja

Glosarium
209
pada instansi pemerintah. (Sumber: Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara).
BKN (Badan Kepegawaian Negara): Lembaga pemerintah
nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan
pembinaan dan menyelenggarakan Manajemen ASN
secara nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang.
(Sumber: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik).
DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS): suatu daftar
yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang
Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang
dibuat oleh pejabat penilai. (Sumber: Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil).
E-Government (Electronic Government): Usaha pemerintah
dengan menggunakan teknologi informasi sebagai instrumen
untuk meningkatkan kualitas kinerja, kualitas sumber
daya, dan kualitas output (pelayanan dan informasi) dalam
penyelenggaraan pemerintahan secara efektif dan efisien.
IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat): data dan informasi
tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh
dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif
atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan
dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan
membandingkan antara harapan dan kebutuhan. (Sumber:
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
KEP/25/M.PAN/2/2004).
KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme): korupsi adalah perbuatan
melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya

Manajemen Pelayanan Publik


210
diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian ngara. (Sumber: Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi). Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara
melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara
penyelenggara negara dengan pihak lain yang merugikan
orang lain, masyarakat dan/atau negara. Nepotisme adalah
setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan
hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/
atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara. (Sumber Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Kompetensi: kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan
suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan
dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang
dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi menunjukkan
keterampilan dan pengetahuan yang dicirikan oleh
profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu
yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut. (Sumber:
Wibowo. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, hlm.324).
LAN (Lembaga Administrasi Negara): lembaga pemerintah
nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan
pengkajian dan pendidikan dan pelatihan ASN sebagaimana
diatur dalam undang-undang. (Sumber: Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik).
Merrit system: kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan
pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan

Glosarium
211
wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik,
ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. (Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara).
Pelayan publik: kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. (Sumber:
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik).
Pengukuran kinerja: merupakan alat ukur yang harus bersifat
objektif sehingga diperlukan adanya kriteria yang sama.
Dengan kriteria yang sama diharapkan memberikan hasil yang
dapat diperbandingkan secara objektif dan adil. Pengukuran
mengatur keterkaitan antara strategi berorientasi pelanggan
dan tujuan dengan tindakan. (Sumber: Wibowo. Manajemen
Kinerja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hlm.229 dan 223).
Penilaian kinerja: suatu proses yang digunakan pimpinan
untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
(Leon C. Mengginson, 1981:310; A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara, 2000:69). (Sumber: A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT Refika
Aditama).
Penyelenggara pelayanan publik: setiap institusi penyelenggara
negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan
publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata

Manajemen Pelayanan Publik


212
untuk kegiatan pelayanan publik. (Sumber: Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik).
PNS (Pegawai Negeri Sipil): warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan. (Sumber: Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik).
PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja): Pegawai
Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian
kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan
atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan. (Sumber: Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik).
Produktivitas: Hubungan antara keluaran atau hasil organisasi
dengan masukan yang diperlukan. Produktivitas dapat
dikuantifikasi dengan membagi keluaran dengan masukan.
Menaikkan produktivitas dapat dilakukan dengan
memperbaiki rasio produktivitas, dengan menghasilkan lebih
banyak keluaran atau output yang lebih baik dengan tingkat
masukan sumber daya tertentu. (Blecher, 1987:3). (Sumber:
Wibowo. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, hlm.109).
Profesionalitas: mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Promosi: terjadi perpindahan pegawai dari suatu jabatan ke
jabatan lain yang mempunyai status serta tanggung jawab
yang lebih tinggi. (Sumber: M. Kadarisma. 2012. Manajemen

Glosarium
213
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, hlm. 5).
Proporsionalitas: mengutamakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban
SKP (Sasaran Kerja Pegawai): rencana kerja dan target
yang akan dicapai oleh seorang PNS. (Sumber: Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi
Kerja Pegawai Negeri Sipil).
SOP (Standar Operasional Procedur): Standar Operasional
Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berkaitan dengan
prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk
memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja
dengan biaya yang serendah-rendahnya. SOP biasanya
terdiri dari manfaat, kapan dibuat atau direvisi, metode
penulisan prosedur, serta dilengkapi oleh bagan flowchart
di bagian akhir. (Sumber: Laksmi, Fuad dan Budiantoro.
2008. Manajemen Perkantoran Modern. Jakarta: Penerbit
Pernaka, hlm. 52).
Standar kinerja: kondisi yang akan terjadi ketika segmen
pekerjaan dikerjakan dengan baik. Namun ada yang
mengungkapkan bahwa standar kinerja adalah kondisi yang
akan terjadi ketika segmen pekerjaan dikerjakan dengan
cara yang dapat diterima. (Kirpatrick, 2006:37). Standar
kinerja diperlukan berdasarkan; Pertama, membimbing
perilaku pekerja untuk menyelesaikan standar yang telah
dibangun. Apabila manajer menciptakan standar kinerja
dengan pekerja dan memperjelas apa yang diharapkan, hal
tersebut akan merupakan latihan yang berharga. Hal ini

Manajemen Pelayanan Publik


214
karena orang menginginkan melakukan pekerjaan yang dapat
diterima. Kedua, menyediakan dasar bagi kinerja pekerja
dapat dinilai secara efekfif dan jujur. Tanpa memandang
pendekatan dan bentuk yang digunakan dalam program
review kinerja dan penilaian, proses klarifikasi dari apa
yang diharapkan merupakan hal yang penting jika program
berjalan efektif. Standar kinerja merupakan cara terbaik
untuk melakukannya. (Sumber: Wibowo. Manajemen Kinerja.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm.73-73).
Standar pelayanan: tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian
kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas,
cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. (Sumber: Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik).
Sumber daya manusia: kegiatan yang harus dilaksanakan
organisasi, agar pengetahuan (knowlegde), kemampuan
(ability), keterampilan (soft skill) mereka sesuai dengan
tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan. Dengan kegiatan
pengembangan ini, maka diharapkan dapat memperbaiki
dan mengatasi kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan
dengan lebih baik, sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi yang digunakan oleh organisasi. (Sumber: M.
Kadarisma. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 5).
Umpan balik: informasi tentang perilaku masa lalu, disampaikan
sekarang, yang mungkin memengaruhi perilaku di waktu
yang akan datang. Umpan balik menjadi tanggung jawab
manajer dan pekerja karena keduanya memperoleh manfaat

Glosarium
215
dari komunikasi yang jelas dan sedang berlangsung.
(Schwart, 1999:43). Pandangan yang lain menyebutkan
bahwa umpan balik adalah informasi objektif tentang kinerja
individual atau kolektif. Kinerja seseorang dimonitor, didata,
dan dilaporkan kepada atasan sebagai umpan balik. (Kreitner
dan Kinicki, 2001:273). (Sumber: Wibowo. Manajemen
Kinerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm.165-166).

Manajemen Pelayanan Publik


216
INDEKS

A 77, 78, 80-83, 87, 90-119,


Acces, 16 121-126, 128, 131, 133,
Accountability, 173 136, 137, 138, 139, 140,
Administrasi Negara, 169 141, 143, 144, 145, 147,
150-154, 157, 158-167,
Administratif, 2, 16, 21, 22, 24,
173, 174, 175, 176, 178-
26, 47, 66, 67, 101, 107,
195, 198, 199, 200, 210
115, 165, 174, 185, 212
Aparatur Negara, ix, x, 6, 7,
Agent Of Change, 28
8, 48, 49, 64, 65, 78, 82,
Aktor, 28, 30, 48, 202
90, 91, 96, 98, 103, 104,
Akuntabel, xii, 20, 22, 24, 30, 108, 113, 114, 131, 136,
35, 65, 66, 92, 101, 107, 137, 144, 147, 153, 157,
108, 110, 121, 122, 126, 159, 160, 179, 182, 184,
133, 134, 138, 153, 165, 192, 199
167, 183, 200
Aparatur Pelayanan, 2, 3, 5, 7,
Akuntabilitas, 3, 6, 21, 23, 34, 8, 55, 56, 57, 62, 64, 65,
41, 52, 67, 120, 121, 122, 66, 67, 70, 71, 77, 80, 81,
124, 138, 143, 144, 154, 82, 94, 99, 100, 106, 107,
161, 173, 199, 201, 202 118, 119, 160, 166, 175,
Aparatur, ix, x, xi, xii, 2,-10, 178, 183, 185, 190, 195
13-16, 23, 24, 33, 35, 36, Aparatur Sipil Negara, 3, 49,
38, 43-57, 62, 63, 64, 65, 54, 99, 109, 116, 128, 129,
66, 67, 69, 70, 71, 73, 75,

Indeks
217
138, 203, 204, 208, 209, E
210, 212, 212 Efektif, 67, 100
Appearance, 16 Efektivitas, 74
Assessment Center, 111, 115 Effectiveness, 172
Aturan, 121 E-Ffice, 114
Efficiency, 172
B Efisien, 167, 171, 193, 200
Birokrasi, 108, 109, 110, 124, Efisiensi, 167, 173, 176, 183,
125 199, 200
Budaya, 135, 136, 140, 142, E-Governance, 205, 206
143, 147, 148, 150, 154, E-Government, 206
158 Ekonomi, 207
Budaya Birokrasi, 136, 140 Eksploratif, 50
Budaya Kinerja, 4 Electronic Governance, 139
Budaya Organisasi, 27, 35 Electronic Government, 210
Equity, 172
C Etika, 178
Clean Government, 193 Etika Kerja, 35
Communication, 16 Evaluasi, 27, 43, 44
Competence, 16 Evaluasi Kinerja, 70, 93, 94
Concensus Orientation, 172
Confirmance, 176 F
Controlling, 11 Feedback, 78, 92
Courstesy, 16 Fleksibel, 73
Credibility, 16 Function, 175
Culture-Set, 144
G
D Goals, 193
Delegasi, 3, 11 Good Governance, 165, 166, 167,
Deskripsi Jabatan, 67, 68, 69 168, 169, 172, 173, 193
Good Government, 141
Governance, 139, 140, 153, 162,
164

Manajemen Pelayanan Publik


218
Government, 141 Kode Etik, 3
Grand Design, 137, 141, 143 Kohesi, 1
Kolusi, 29
H Komitmen, 30, 31
Hukum, 146 Kompetensi, 48, 50
Kompetensi Inti, 96
I Kompetensi Kepemimpinan,
Impersonalitas, 14 96
Impressive, 19 Kompetensi Teknis, 96
Inovasi, 4 Komprehensif, 64, 73, 88, 95
Integritas, 3 Komunikasi, 66
Konsolidasi, 34
J Koordinasi, 34, 43
Jabatan, 3, 13 Korelasi, 125
Korupsi, 126
K Kreatif, 148
Karir, 14 Kreativitas, 136, 140, 157
Kebijakan, 4 Kredibilitas, 34
Kebijakan Publik, 7 Kualifikasi, 55
Kedisiplinan Pegawai, 85 Kualitas Pelayanan, 22, 23, 24,
Kemampuan, 12 27, 29, 30, 36, 44, 45, 51,
Kementerian, 111, 115, 130 54, 56
Kepastian Hukum, 173, 194
Kepegawaian, 204, 205, 208 L
Kepemimpinan, 204 Leadership, 27
Kepuasan, 210 Lembaga, 23, 36, 39, 41, 44
Kerja, 209, 211, 213, 214
Kerja sama, 211 M
Keterampilan, 211, 215 Manajemen, 36, 37, 44
Kinerja, 211, 212, 213, 215, Manajemen Pelayanan, 205,
216 206, 208
Kinerja Aparatur, 212 Manajemen Publik, 213
Kinerja Pelayanan, 211, 212 Mekanisme, 84

Indeks
219
Merrit System, 139 116, 117, 122, 127, 129,
Mindset, 136, 140, 157 131, 132
Misi, 163 Pekerjaan, 106, 108, 115, 116,
Moral, 178 119, 120, 122
Motif, 82 Pelayanan Administratif, 212
Motivasi, 63, 65, 68, 71, 77, Pelayanan Publik, 210, 212,
82, 83 213
Peluang, 82
N Pembagian Kerja, 12
Negosiasi, 113 Pemimpin, 9, 10
Nepotisme, 108, 129 Pengaduan Masyarakat, 27, 42
Netralitas, 3, 7 Pengawasan, 34
Pengendalian, 27, 43, 44, 45
O Pengukuran Kinerja, 72, 89, 90,
Objektif, 44, 55 91, 92, 93, 96, 97, 98, 100,
101, 103
Optimal, 22, 23, 27, 28, 38,
39, 41, 47 Penilaian, 57, 59, 64, 65, 72,
73, 83, 84, 86, 87, 88, 89,
Optimalisasi Pelayanan, 22,
92, 93, 94, 95, 96, 97, 98,
27, 39
99, 100, 101, 103, 104
Organisasi, 27, 28, 29, 30, 31,
Penilaian Kinerja, 83, 88
32, 33, 34, 35, 36, 37, 38,
39, 40, 43, 44 Penyelenggaraan Pelayanan,
64, 69, 70
Organisasi Publik, 118
Performance, 58, 61, 62
Organizational Culture, 27, 35
Perilaku, 61, 64, 70, 82, 85, 96,
Organizing, 11
97, 101, 103, 104
Perubahan, 73, 74, 93, 98, 99,
P
100, 101
Pakta Integritas, 145
Planning, 94
Participation, 171
Politik, 129, 131
Partisipatif, 191, 201
Prasarana, 105, 107, 125
Passion, 6
Produktivitas, 213
Peer-Reviewe, 113
Profesionalitas, 213
Pegawai, 110, 111, 113, 115,
Promosi, 213

Manajemen Pelayanan Publik


220
Proporsionalitas, 212 Standar Pelayanan, 215
Prosedur, 127 Standar Pelayanan Minimal, 8
Prosedur Formal, 88 Strategic Vision, 173
Public Service, 91 Struktur, 166, 202
Punishment, 65 Struktur Hierarki, 13
Sumber Daya Manusia, 4, 8, 10,
R 11, 12, 14, 15, 18, 20
Rasionalitas, 15 Support, 33, 43
Reformasi Birokrasi, 112
Rekrutmen, 107, 108, 109, T
110, 111, 112, 114-118 Task Force, 111
Reliability, 176 Tata Kerja, 27, 37, 38, 39
Responsiveness, 172 Teknologi, 27, 46, 47, 48, 54
Reward, 185, 189 Teknologi Informasi, 27, 48, 54
Rule Of Law, 171 Track Record, 63
Transformasi, 157
S Transparency, 172
Sarana, 166, 167, 179, 193, 199 Trust, 176
Security, 16
Seleksi, 55 U
Self Awareness, 19 Umpan Balik, 215
Serviceability, 178 Understanding, 16
Service Regulation, 17 Urgent, 92
Sistem, 166, 167, 177, 179,
180, 183, 185, 186, 187, V
190, 191, 192, 193, 194, Value, 19
199 Visi, 28, 32, 33, 34, 35, 37
Soft Skill, 189
Sop, 190 W
Sosial, 165, 169, 170, 171 Website, 42
Standar Kinerja, 214, 215
Standar Operasional Prosedur, Z
214
Zona Integritas, 65

Indeks
221
[halaman ini sengaja dikosongkan]
BIODATA PENULIS

Hayat, S.AP., M.Si., adalah dosen


Universitas Islam Malang. Beliau
menempuh pendidikan strata satu (S1)
pada bidang Ilmu Administrasi Negara di
Universitas Islam Malang (2002-2007).
Adapun pendidikan strata dua (S2) pada
bidang Administrasi Publik/Kebijakan
Publik di Universitas Merdeka Malang
(2009-2012).
Selain mengajar, penulis juga aktif melakukan penelitian.
Beberapa judul penelitian yang dilakukan penulis beberapa tahun
terakhir yang didanai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Unisma, Ditlitabmas Dikti-Penelitian
Hibah Bersaing, Ditlitabmas Dikti-Penelitian Dosen Pemula
dan beberapa lembaga lainnya seperti “Implementasi Penilaian
Kinerja Sumber Daya Aparatur Pelayanan Publik” (2015),
“Pengaruh Latar Belakang Keluarga terhadap Persepsi Gender
Pada Mahasiswa” (2015), “Pengembangan Model Penilaian
Kinerja Pelayanan Publik” (Tahun 1) (2015) “Pengembangan

Biodata Penulis
223
Model Penilaian Kinerja Pelayanan Publik” (Tahun 2) (2016),
“Optimalisasi Kinerja Aparatur Pelayanan Publik dalam
Pembuatan Surat Akta Kelahiran” (2016) dan sebagainya.
Di samping itu, penulis juga giat dalam dunia tulis-menulis.
Tulisan beliau dituangkan di jurnal maupun buku. Beberapa
judul tulisan penulis yang dimuat di jurnal seperti “Otonomi
Daerah: Problematika dan Solusi Alternatifnya” (Pelopor:
Jurnal Pemikiran Ilmu Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial
dan Politik, ISSN: 1854-1302, Volume V, Nomor 1, Tahun 2013,
hlm. 128-137), “Profesionalitas dan Proporsionalitas: Pegawai
Tidak Tetap dalam Penilaian Kinerja Pelayanan Publik” (Civil
Service: Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS, ISSN: 1978-
7103, Volume VII, Nomor 2 Tahun 2013, hlm. 24-39). “Konsep
Kepemimpinan dalam Reformasi Birokrasi: Aktualisasi Pemimpin
dalam Pelayanan Publik Menuju Good Governance” (Jurnal Borneo
Administrator, ISSN: 1858-0300, Volume 10, Nomor 1, Tahun
2014, hlm. 59-84).
Judul lainnya adalah “Implikasi Undang-Undang Aparatur
Sipil Negara terhadap Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Aparatur” (Jurnal Transformasi Administrasi, ISSN: 2088-5474,
Volume 04, Nomor 1 Tahun 2014, hlm. 649-669), “Korelasi
Pemilu Serentak dengan Multi Partai Sederhana sebagai
Penguatan Sistem Presidensial” (Jurnal Konstitusi, ISSN: 1829-
7706, Volume 11, Nomor 3, September 2014, hlm. 468-491),
“Realokasi Kebijakan Fiskal: Implikasi Peningkatan Human
Capital dan Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat” [Jurnal Bina Praja
(Jurnal Penelitian dan Pengembangan Bidang Pemerintahan
Dalam Negeri)], ISSN: 2085-4323, Volume 6, Nomor 2 Juni
2014, hlm. 117-128), “Peranan Perawat dalam Kerangka Kinerja

Manajemen Pelayanan Publik


224
Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-Undang Keperawatan”
(Jurnal Transformasi Administrasi (JTA). ISSN: 2088-5474,
Volume 05 Nomor 01 Tahun 2015. hlm. 828-845), dan lain-lain.
Sementara itu, tulisan beliau yang tertuang di dalam buku
dalam bentuk antologi seperti Pemilihan Umum Serentak (2015/
RajaGrafindo Persada), Kisah Menjadi Guru Jilid I: Membangun
Komunikasi Mencipta Imajinasi (2015/Lingkar Antar Nusa), dan
NU dan Peradaban Dunia (2016/Lentera). Adapun buku Manajemen
Publik (2016/RajaGrafindo Persada) merupakan buku pertama
beliau yang ditulis secara perorangan atau non-antologi.
Penulis dapat dihubungi ke alamat email hayat.150318@
gmail.com atau hayat@unisma.ac.id atau ke nomor kontak:
081333841083.

Biodata Penulis
225
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai