Anda di halaman 1dari 9

LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN PRAKTIKUM

“SISTEM SARAF PUSAT”

OLEH

NAMA : IRSAD

NIM : N011201099

KELOMPOK : 1 (SATU)

GOLONGAN : JUMAT SIANG (C)

ASISTEN : ZALWA NURUL SHAFIRA

MAKASSAR

2022
I. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan pada hewan coba mencit (Mus musculus)
Mencit Mencit Mencit
Pemberian ̅
𝒙 ̅
𝒙 ̅
𝒙
1 2 3
Asam Valproat 1500 25.51 1200
1500 1500 8.33 29 1200 1200
1500 53.81 1200
Fenitoin 22.3 66 4.86
9.78 16 20 35 42.49 25
16.23 20.28 28.33
Diazepam 4 8 22
8 5 11 20 12 12
4 42 1
Fenobarbital 28.71 21.75 13.9
9.74 18 25.44 28 94 44
16.37 35.49 24.45
Na CMC 1 25 8 175
11 66 5 6 104 153
192 4 181
Na CMC 2 43.18 31 0
31.81 39 12 28 0 0
40.84 41 0

II. Pembahasan
Sistem saraf pusat adalah sistem tubuh yang menerima dan memproses semua
informasi dari seluruh bagian tubuh. Sistem saraf pusat merupakan pusat
pengaturan informasi, dimana seluruh aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem
saraf pusat. Ini terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Hal ini dapat
dikatakan sebagai sistem yang paling penting bagi tubuh. Pengaruh sistem saraf
yakni dapat mengambil sikap terhadap adanya perubahan keadaan lingkungan
yang merangsangnya (Marcos dan Kusumastuti, 2016). Pada praktikum ini,
dilakukan pengamatan terhadap mencit yang telah diberikan pemberian berupa
kontrol negatif, Na-CMC dan obat anti konvulsan, yaitu asam valproat, fenitoin,
diazepam, dan fenobarbital yang diletakkan pada rolling roller apparatus.
Perlakuan ini merupakan skrining farmakologi yang dilakukan untuk mengetahui
efek obat yang bekerja pada koordinasi gerak, terutama penurunan saraf pusat
(Yulianti et al., 2019). Perlakuan ini dilakukan untuk melihat adanya gangguan
neurologi akibat pemberian obat atau adanya efek neurotoksisitas dari obat-obat
yang diberikan. Mencit normal dapat mempertahankan posisi pada batang
berputar dalam waktu yang sangat lama (Kristihanti dan Kesuma, 2012).
Salah satu gangguan pada sistem saraf pusat adalah epilepsi. Epilepsi
merupakan gangguan paroksismal susunan saraf pusat yang bersifat berulang dan
berkaitan dengan lepasnya muatan listrik berlebihan dari neuron-neuron otak yang
ditandai oleh perubahan fungsi neurologis kronik, rekuren dan paroksimal akibat
abnormalitas aktivitas elektrik otak. Setiap episode gangguan fungsi neurologi
disebut kejang (seizure). Kejang bisa berupa konvulsi jika disertai dengan
manifestasi motorik atau dapat bermanifestasi dengan perubahan lain pada fungsi
neurologi seperti peristiwa emosional, kognitif, sensorik (Marcos dan
Kusumastuti, 2016). Pengobatan epilepsi bertujuan untuk membantu individu
bebas dari kejang saat fase bangkit. Salah satu pengobatan dari epilepsi adalah
antikonvulsan. Antikonvulsan adalah suatu aktivitas yang diberikan oleh senyawa
tertentu yang dapat mengobati penyakit yang memiliki gejala kejang seperti
epilepsi (Alfathan dan Wathoni, 2019). Pada praktikum kali ini diberikan
beberapa obat untuk hewan coba seperti asam valproat, fenitoin, diazepam,
fenobarbital, dan diberikan juga Na-CMC. Na-CMC hanya sebagai pengontrol
negatif yang digunakan untuk membandingkan antara respon hewan coba yang
diberi obat dan yang tidak diberi obat sehingga tidak memberikan pengaruh yang
berlebihan pada hewan (Aprilia dan Firmansyah, 2012).
Asam valproat merupakan obat antiepilepsi generasi pertama yang secara
umum memiliki mekanisme menghambat dehidrogenase suksinat semialdehid.
Penghambatan ini menghasilkan peningkatan semialdehid suksinat yang bertindak
sebagai inhibitor GABA transaminase yang pada akhirnya mengurangi
metabolisme GABA dan meningkatkan transmisi GABA. Obat-obatan
antiepilepsi yang memiliki mekanisme aksi pada kanal natrium (asam valproat)
memiliki efek samping terhadap fungsi kognitif yang lebih kecil. Penggunaan
asam valproat berpengaruh pada fungsi kognitif berupa penurunan pada IQ,
memori, dan komunikasi verbal. Pada mencit 1 dengan perlakuan asam valproat
waktu bertahan di RRA adalah 1500 detik, jika dibandingkan dengan kontrol Na-
CMC waktu bertahannya lebih sedikit yaitu 66 detik. Hasil ini tidak sesuai dengan
pustaka. Penggunaan asam valproat berpengaruh pada fungsi kognitif berupa
penurunan pada IQ, memori, dan komunikasi verbal sehingga bila dibandingkan
dengan Na-CMC harusnya asam valproat lebih cepat jatuh dibandingkan Na-CMC
(Lukas dkk., 2014).
Fenitoin merupakan pilihan utama sebagai anti kejang karena berdasarkan
pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak, dan
juga fenitoin berperan dalam memulihkan ekstabilitas yang meningkat secara
abnormal menjadi normal, menstabilkan membran neuron, dan merangsang otak
kecil yang berperan sebagai inhibitor pasca sinaps di korteks otak. Dampak pada
fungsi kognitif akibat pemberian fenitoin adalah penurunan pada fungsi memori,
kecepatan berpikir, dan psikomotor. Pada mencit 1 dengan perlakuan fenitoin
lama waktu bertahan di RRA adalah 16,1 detik, jika dibandingkan dengan kontrol
Na-CMC waktu bertahannya lebih banyak yaitu 66 detik, hal ini telah sesuai
dengan pustaka, dimana pemberian fenitoin akan menyebabkan penurunan pada
fungsi memori, kecepatan berpikir, dan psikomotor, sehingga harusnya mencit
yang diberi perlakuan fenitoin lebih cepat jatuh daripada Na-CMC (Lukas dkk.,
2014).
Diazepam merupakan salah satu golongan senyawa benzodiazepin yang
biasanya di salah gunakan oleh masyarakat karena memiliki efek depresan atau
obat penenang. Efek penenang disebabkan karena diazepam tergolong dalam obat
sedatif yang memiliki efek yang kuat pada sistem saraf otonom perifer, maka
senyawa-senyawa ini dikenal sebagai obat-obat sedatif otonomik. Diazepam juga
dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi.
Diazepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan
dengan obat lain. Efek diazepam adalah menekan sistem saraf pusat, akibatnya
kerja organ terganggu. Pada mencit 1 dengan perlakuan diazepam lama waktu
bertahan di RRA adalah 5,3 detik, jika dibandingkan dengan kontrol Na-CMC
waktu bertahan di RRA lebih banyak yaitu 66 detik. Hal ini telah sesuai dengan
pustaka dimana efek diazepam adalah menekan sistem saraf pusat, akibatnya
kerja organ terganggu, oleh karena itu mencit akan lebih cepat jatuh jika diberi
perlakuan diazepam daripada Na-CMC (Nindya dkk., 2011).
Fenobarbital merupakan obat antikonvulsan golongan barbiturat yang
memiliki efek sedatif dan hipnotik. Golongan barbiturat bekerja dengan cara
memperpanjang pembukan kanal ion klorida pada reseptor GABA (Gamma
Amino Butirat Acid) sehinga keadaan hiperpolarisasi menjadi lebih panjang yang
akan mengakibatkan proses inhibisi pada sistem saraf pusat. GABA merupakan
neurotransmiter inhibisi utama pada otak, neurotransmitter merupakan substansi
sel saraf yang digunakan untuk berkomunikasi dengan sel saraf lainnya. Pada
mencit 1 dengan perlakuan fenobarbital waktu bertahan di RRA adalah 18,27
detik, jika dibandingan dengan kontrol Na-CMC waktu bertahannya lebih banyak
yaitu 66 detik. Hal ini telah sesuai dengan pustaka bahwa fenobarbital
menyebabkan hiperpolarisasi menjadi lebih panjang yang akan mengakibatkan
proses inhibisi pada sistem saraf pusat. Oleh karena itu mencit dengan perlakuan
fenobarbital lebih cepat jatuh dari pada perlakuan Na-CMC (Wijaya dkk., 2018).
Beberapa perlakuan dari hasil praktikum yang didapatkan tidak sesuai dengan
pustaka yang seharusnya obat-obat antikonvulsan tersebut lebih cepat terjatuh
dibandingkan dengan kontrol Na-CMC. Hal tersebut terjadi mungkin karena
beberapa faktor kesalahan diantaranya terjadi kesalahan dalam pemberian sediaan
dan dalam pemberian sediaan tidak sepenuhnya masuk kedalam mulut mencit
(Dillasamola, 2021).
III. Kesimpulan dan Saran
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan dan yang telah dibandingkan
dengan kontrol negatif, didapatkan bahwa hasil terhadap pemberian fenitoin,
diazepam dan fenobarbital waktu jatuh mencit lebih cepat jika dibandingkan Na-
CMC hal ini telah sesuai, sedangkan pemberian asam valproat belum sesuai, yang
mana seharusnya pemberian asam valproat pada mencit lebih cepat jatuh jika
dibandingkan dengan Na-CMC. Hal tersebut terjadi mungkin karena beberapa
faktor kesalahan diantaranya terjadi kesalahan dalam pemberian sediaan dan
dalam pemberian sediaan tidak sepenuhnya masuk kedalam mulut mencit.
III.2 Saran
Sebaiknya praktikan saat akan melakukan praktikum harus bekerja dengan
cepat dan teliti agar semua rangkaian praktikum dapat selesai dengan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Alfathan, P. Dan Wathoni, N. 2019. Review Artikel: Metode Pengujian Aktivitas


Antikonvulsan Sebagai Skrining Pengobatan Epilepsi. Farmaka. 17(2):
143-149.

Aprilia, T dan A. Firmansyah. 2012. Pengujian Potensi Sediaan Injeksi Kering


Amoksilin-Klavulanat Pada Variasi Waktu Penyimpanan. Jurnal Sains
dan Teknologi Farmasi Indonesia. 1(2) : 12-19.

Dillasamola, D. 2021. Pengaruh Ekstrak Etanol Kurma Ajwa (Phoenix dactylifera


L.) Terhadap Efek Afrodisiak Pada Mencit (Mus muscullus) Putih Jantan
Obesitas. SCIENTIA: Jurnal Farmasi dan Kesehatan. 11(1): 82-87.

Lukas, A., Harsono, H., dan Astuti, A. 2014. Gangguan kognitif pada epilepsi.
Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana. 1(2),: 144-152.

Marcos, H., & Kusumastuti, G. 2016. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Saraf
Pusat dengan Metode Forward Chaining. Jurnal Teknik Elektro. 8(2): 23-
24.

Nindya W, A., Anwar Djaelani, M. dan Suprihatin, T. 2011. Rasio bobot hepar-
tubuh mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian diazepam, formalin,
dan minuman beralkohol. Anatomi Fisiologi. 19(1): 16-27.

Kirtishanti, A. dan Kesuma, D. 2012. Identifikasi Efek Depresan Ssp (Susunan


Saraf Pusat), Antikejang Dan Neurotoksisitas Senyawa 4-
Klorobenzoiltiourea Pada Mencit Putih Jantan. Jurnal Teknosains, 2(1), 1-
11.

Wijaya, C., Sukohar, A. dan Soleha, T. U. 2018. Pengaruh Pemberian Dosis


Bertingkat Konsentrat Tart Cherry (Prunus cerasus) Terhadap
Perpanjangan Waktu Tidur Mencit yang Diinduksi Fenobarbital. Jurnal
Majority. 7(2): 117-121.

Yulianita, Y., Effendi, E. M., & Firdayani, E. M. 2019. Sedative Effect of


Citronella (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) towards Male Mice (Mus
musculus). Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and
Technology, 1(1), 16-23.
LAMPIRAN

Lampiran I : Skema Kerja

Puasakan mencit (Mus musculus)


selama 8 jam sebelum perlakuan

Timbang mencit (Mus musculus) untuk


megetahui tiap bobot mencit

Beri perlakuan berbeda pada mencit


(Mus musculus) dan biarkan 5 menit

a. Kelompok I : Asam valproat


b. Kelompok II : kontrol negatif (Na-CMC)
c. Kelompok III : Fenitoin
d. Kelompok IV: Diazepam
e. Kelompok V : Fenobarbital
f. Kelompok VI : kontrol negatif (Na-CMC)

Diletakkan di rolling roller apparatus

Catat waktu mulai


Lampiran II : Dokumentasi

Gambar 1. Hewan Coba

Gambar 2. Pemberian obat

Gambar 3. Diletakkan di rolling roller apparatus

Gambar 4. Hewan coba yang telah jatuh

Anda mungkin juga menyukai