Anda di halaman 1dari 19

MODUL

PELATIHAN
BANTUAN HIDUP DASAR
METODE DISTANCE LEARNING

BAGI ANGGOTA TAGANA


Kabupaten Sleman
YOGYAKARTA

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF


FKKMK UGM – RSUP DR. SARDJITO
1
KONTRIBUTOR

Dr. dr. Sudadi, Sp. An, KNA, KAR.


Dr. dr. Djayanti Sari, M. Kes, Sp. An, KAP.
dr. Bowo Adiyanto, Sp. An, KIC.
dr. Rifdhani Fakhrudin Nur, Sp. An.
dr. Erlangga Prasamya, Sp. An.
dr. Arif Ikhwandi, Sp. An.

…barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia maka


seolah-olah memelihara kehidupan manusia semuanya…”
Al Maaidah: 32

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemampuan dan kemudahan
kepada kami untuk menyusun Modul Pelatihan Bantuan Hidup Dasar metode Distance
Learning bagi anggota TAGANA Kabupaten Sleman.
TAGANA adalah relawan sosial atau tenaga kesejahteraan sosial dari masyarakat
yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana. Dalam
melaksanakan tugas penanggulangan bencana, TAGANA akan berhadapan langsung
dengan masyarakat terdampak bencana. Dengan tugas dan posisi ini, TAGANA
diharapkan dapat memberikan pertolongan kepada korban bencana alam yang
mengalami henti jantung mendadak.
Modul ini disusun oleh para ahli dan akademisi dalam bidang resusitasi sebagai
alat bantu dalam pelaksanaan pelatihan bantuan hidup dasar metode distance learning
bagi anggota TAGANA. Keberadaan modul ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelatihan sehingga tujuan pelatihan ini dapat tercapai.

Yogyakarta, Maret 2021

Kontributor

3
TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan diharapakan dapat memahami
konsep SPGDT dan Bantuan Hidup Dasar bagi korban jantung mendadak di luar rumah
sakit.

B. Tujuan Khusus
1. Pengetahuan
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan diharapakan dapat:
a. Memahami dan menjelaskan definisi Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT).
b. Memahami dan menjelaskan tujuan SPGDT.
c. Memahami dan menjelaskan ruang lingkup SPGDT.
d. Memahami dan menjelaskan pengenalan kejadian henti jantung mendadak
bagi masyarakat awam.
e. Memahami dan menjelaskan aktivasi sistem respon emergensi henti jantung
di masyarakat.
f. Memahami dan menjelaskan teknik Resusitasi Jantung Paru bagi masyarakat
awam.
g. Memahami dan menjelaskan kontinuitas Resusitasi Jantung Paru.
h. Memahami dan menjelaskan teknik pertolongan Pascabantuan Hidup Dasar.

2. Keterampilan
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan diharapakan dapat:
a. Memperagakan pengenalan kejadian henti jantung mendadak bagi
masyarakat awam.
b. Memperagakan aktivasi sistem respon emergensi henti jantung di masyarakat.
c. Memperagakan teknik Resusitasi Jantung Paru bagi masyarakat awam.
d. Memperagakan kontinuitas Resusitasi Jantung Paru.
e. Memperagakan teknik pertolongan Pascabantuan Hidup Dasar.

4
POKOK BAHASAN

Pokok Bahasan 1 : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

Sub Pokok Bahasan : Definisi Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

Tujuan SPGDT

Ruang Lingkup SPGDT

Pokok Bahasan 2 : Bantuan Hidup Dasar bagi Masyarakat Awam

Sub Pokok Bahasan : Pengenalan kejadian henti jantung mendadak bagi masyarakat
awam.

Aktivasi sistem respon emergensi henti jantung di masyarakat

Teknik Resusitasi Jantung Paru bagi masyarakat awam

Kontinuitas Resusitasi Jantung Paru

Teknik pertolongan Pascabantuan Hidup Dasar

5
METODE

Metode pelatihan adalah dengan distance learning yaitu metode pelatihan secara daring
(dalam jaringan internet) menggunakan aplikasi Zoom. Selama sesi daring, akan
dilakukan pembahasan materi dengan metode:

No. Materi Durasi


1. Kuliah interaktif 40 menit
2. Penayangan video simulasi. 20 menit
3. Simulasi BHD secara langsung. 20 menit
4. Diskusi. 20 menit

6
URAIAN MATERI

A. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)


1. Pendahuluan
Penanganan korban/pasien gawat darurat yang kurang optimal di lingkungan
masyarakat dan fasilitas kesehatan menyebabkan peningkatan jumlah korban/pasien yang
meninggal dan mengalami kecacatan. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan
mewujudkan peningkatan mutu pelayanan dalam penanganan korban/pasien gawat darurat di
lingkungan masyarakat dan fasilitas kesehatan. Usaha nyata pemerintah dalam hal ini
Kementerian Kesehatan adalah dengan membentuk sistem penanganan korban/pasien yang
dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai pihak. Sistem inilah
yang kemudian dikenal dengan nama Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

2. Definisi
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah suatu mekanisme
pelayanan korban/pasien gawat darurat yang terintegrasi dan berbasis call center dengan
menggunakan kode akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat.
Kode akses telekomunikasi 119 (Call Center 119) adalah suatu desain sistem dan
teknologi menggunakan konsep pusat panggilan terintegrasi yang merupakan layanan berbasis
jaringan telekomunikasi khusus di bidang kesehatan. Call Center 119 dikelola oleh Pusat
Komando Nasional (National Command Center) yang berkedudukan Jakarta. Call Center 119
merupakan pusat panggilan kegawatdaruratan bidang kesehatan yang dapat digunakan di
seluruh wilayah Indonesia.
Implementasi sistem ini dilakukan oleh ujung tombak pelayanan SPGDT yakni Pusat
Pelayanan Keselamatan Terpadu/Public Safety Center (PSC). PSC adalah pusat pelayanan yang
menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan
yang berkedudukan di kabupaten/kota.

7
3. Tujuan
Tujuan dibentuknya SPGDT adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan
kegawatdaruratan dan mempercepat waktu penanganan (respon time) korban/pasien gawat
darurat dan menurunkan angka kematian serta kecacatan.

4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup SPGDT meliputi penyelenggaraan kegawatdaruratan medis sehari-hari
yang terdiri atas: a) sistem komunikasi gawat darurat; b) sistem penanganan korban/pasien
gawat darurat; dan c) sistem transportasi gawat darurat. Sistem ini sangat berkaitan dan saling
terintegrasi satu sama lain. Dalam pelaksanaannya SPGDT melibatkan fasilitas pelayanan
kesehehatan jejaring PSC.

a. Sistem komunikasi gawat darurat


Sistem komunikasi gawat darurat dikelola oleh Pusat Komando Nasional (National
Command Center) dan dilakukan secara terintegrasi antara Pusat Komando Nasional, PSC,
dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Pusat Komando Nasional (National Command Center) berfungsi sebagai pemberi
informasi dan panduan terhadap penanganan kasus kegawatdaruratan. Dalam
menjalankan fungsi tersebut, Pusat Komando Nasional memiliki tugas: a) memilah
panggilan gawat darurat/non gawat darurat; b) meneruskan panggilan ke PSC; dan c)
dokumentasi, monitoring, pelaporan dan evaluasi. Masyarakat yang mengetahui dan
mengalami kegawatdaruratan medis dapat melaporkan dan/atau meminta bantuan
melalui Call Center 119.
Public Safety Center (PSC) adalah unit kerja sebagai wadah koordinasi untuk
memberikan pelayanan gawat darurat secara cepat, tepat, dan cermat bagi masyarakat.
PSC diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus. PSC dapat
dilaksanakan secara bersama-sama dengan unit teknis lainnya di luar bidang kesehatan
seperti kepolisian dan pemadam kebakaran tergantung kekhususan dan kebutuhan daerah.

8
PSC merupakan bagian utama dari rangkaian kegiatan SPGDT prafasilitas pelayanan
kesehatan yang berfungsi melakukan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan
algoritma kegawatdaruratan yang ada dalam sistem aplikasi Call Center 119.
Fungsi PSC adalah sebagai: a) pemberi pelayanan korban/pasien gawat darurat
dan/atau pelapor melalui proses triase (pemilahan kondisi korban/pasien gawat darurat);
b) pemandu pertolongan pertama (first aid); c) pengevakuasi korban/pasien gawat darurat;
dan d) pengoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam menjalankan fungsi tersebut, PSC memiliki tugas: a) menerima terusan
(dispatch) panggilan kegawatdaruratan dari Pusat Komando Nasional; b) melaksanakan
pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritma kegawatdaruratan; c)
memberikan layanan ambulans; d) memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan
kesehatan; dan e) memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.

b. Sistem penanganan korban/pasien gawat darurat


Sistem penanganan korban/pasien gawat darurat terdiri dari: a. penanganan
prafasilitas pelayanan kesehatan; b. penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan; dan c.
penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan merupakan tindakan pertolongan
terhadap korban/pasien gawat darurat yang cepat dan tepat di tempat kejadian sebelum
mendapatkan tindakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Tindakan pertolongan tini
dilakukan oleh tenaga kesehatan dari PSC. Tindakan pertolongan terhadap korban/pasien
gawat darurat harus memerhatikan kecepatan penanganan korban/pasien gawat darurat.
Pemberian pertolongan terhadap korban/pasien gawat darurat oleh masyarakat hanya
dapat diberikan dengan panduan operator call center sebelum tenaga kesehatan tiba di
tempat kejadian.
Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan merupakan pelayanan gawat darurat
yang diberikan kepada pasien di dalam fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar
pelayanan gawat darurat. Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan ini dilakukan
melalui suatu sistem dengan pendekatan multidisiplin dan multiprofesi.

9
Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan merupakan tindakan rujukan
terhadap korban/pasien gawat darurat dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke fasilitas
pelayanan kesehatan lain yang lebih mampu.

c. Sistem penanganan korban/pasien gawat darurat


Sistem transportasi Gawat Darurat dapat diselenggarakan oleh PSC dan/atau fasilitas
pelayanan kesehatan. Sistem transportasi gawat darurat menggunakan ambulans gawat
darurat. Standar dan pelayanan ambulans gawat darurat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

B. Bantuan Hidup Dasar bagi Masyarakat Awam


1. Pendahuluan
Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah tindakan penting dalam menolong korban henti
jantung mendadak. Aspek-aspek pokok BHD meliputi pengenalan dini kejadian henti jantung
mendadak, aktivasi sistem emergensi, Resusitasi Jantung Paru (RJP) secara dini, dan defibrilasi
segera dengan Automated External Defibrillator (AED). Komponen utama Resusitasi Jantung
Paru adalah pemberian kompresi dada dan ventilasi yang mencukupi.
Bantuan hidup dasar merupakan upaya sistematik yang bertujuan menjaga jalan napas
tetap terbuka, memberikan tunjangan pernapasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat
bantu yang bertujuan mempertahankan pasokan oksigen ke otak, jantung dan organ vital
lainnya sambil menunggu upaya pengobatan lanjutan dan tenaga kesehatan yang lebih
kompeten.

2. Pengenalan kejadian henti jantung mendadak


a. Pastikan lingkungan aman
Saat melihat orang yang tiba-tiba pingsan, maka harus dipastikan posisi dan
lingkungan aman bagi korban dan bagi penolong. Penolong dapat memerintahkan kepada
orang sekitar agar memberikan jarak. Untuk menunjang resusitasi, korban dapat
ditempatkan pada alas yang rata dan cukup keras.

10
b. Cek respon korban
Penolong menepuk atau mengguncang korban dengan hati-hati pada bahunya dan
bertanya dengan keras: “Bapak... Apakah anda baik-baik saja?”

Pak..Pak..! Cek respon


Apakah anda korban
baik-baik saja..?

c. Buka jalan napas


Jika tidak ada respon, buka jalan napas korban dengan menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu. Letakkan satu tangan di dahi dan tekan ke arah belakang. Satu tangan
lagi mengangkat dagu ke atas.

Buka Jalan napas

11
d. Periksa napas
Pada saat bersamaan penolong melakukan pemeriksaan napas korban. Lihat, dengar
dan rasakan nafas korban, selama kurang dari 10 detik. Jika tidak bernapas, tidak yakin ada
napas atau bernapas tidak normal (gasping), maka penolong harus menganggap tidak ada
napas.

3. Aktivasi sistem respon emergensi henti jantung di masyarakat


Korban yang tidak berespon dan tidak ada napas diasumsikan mengalami henti jantung.
Jika kita mengasumsikan korban mengalami henti jantung, penolong pertama harus segera
memerintahkan orang di sekitarnya untuk memanggil bantuan dan menelpon sistem respon
emergensi henti jantung atau PSC nomor 119. Informasikan secara jelas identitas penelepon,
lokasi kejadian kondisi dan jumlah korban. Jika penolong sendirian dan tidak ada orang di
sekitar, telepon sendiri nomor 119 dengan Handphone.

Tolong, ada pasien


henti jantung...
Tolong telepon PSC
119,

Panggil/aktifkan sistem emergensi henti


jantung/PSC 119

12
4. Teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP) bagi masyarakat awam
a. Kompresi dada
Posisi penolong berjongkok dengan lutut di samping korban sejajar dada korban.
Letakkan pangkal salah satu tangan di tengah tulang dada korban. Letakkan tangan yang
lain di atas tangan yang pertama, jari-jari ke dua tangan dalam posisi saling mengunci. Jaga
kedua tangan penolong dalam posisi tegak lurus dengan tubuh korban. Posisikan penolong
tegak lurus di atas dinding dada korban.
Mulai kompresi dengan menekan tangan ke arah bawah sedalam 5 -6 cm. Kecepatan
kompresi adalah 100-120x/menit.
Hindari bersandar pada tubuh korban diantara kompresi, sehingga bentuk dinding
dada kembali seperti bentuk normal tanpa kompresi. Lakukan kompresi secara kontinu
tanpa diselingi aktivitas perolongan lain.

Kompresi dada yang


efektif

Tekan kuat Tekan cepat


5-6 cm (minimal 100-
(korban dewasa) 120x/menit)

Perbandingan
Minimalkan
kompresi dada
interupsi
dan bantuan
napas 30:2

LAKUKAN RESUSITASI JANTUNG PARU


(30 kompresi dan 2 bantuan napas)
13
b. Bantuan pernapasan
Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala dan mengangkat dagu. Tekan
hidung dengan ibu jari dan jari telunjuk. Parikan korban mulut terbuka. Ambil napas secara
normal dan letakkan mulut penolong pada mulut korban. Pastikan kerapatan antara mulut
korban dengan mulut penolong.
Berikan bantuan napas pada mulut pasien sambil melihat pengembangan dada,
pertahankan posisi kepala.
Ambil napas kembali secara normal dan berikan pernapasan bantuan sekali lagi
sehingga tercapai pemberian napas bantuan sebanyak 2 kali.
Teknik lain pemberian napas bantuan adalah dengan menggunakan masker ventilasi.

Berikan Bantuan
pernapasan

5. Kontinuitas Resusitasi Jantung Paru (RJP)


Kombinasi 30 kali kompresi dan 2 kali bantuan pernapasan dinamakan satu siklus RJP.
RJP dilakukan secara kontinu sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit). Setelah selesai 5 siklus,
penolong melakukan evaluasi kondisi korban dengan melihat kesadaran dan pernapasan. Bila
korban belum sadar dan belum ada napas maka siklus RJP terus dilanjutkan. RJP dilakukan terus
sampai datang pertolongan dari tenaga kesehatan yang kompeten.

14
Jika terdapat 2 penolong atau lebih, para penolong bisa saling bertukar posisi saat
pergantian siklus RJP untuk mencegah kelelahan dan menjaga kualitas RJP. Para penolong juga
bisa saling memberikan umpan balik atau koreksi terhadap kualitas RJP yang dilakukan
penolong lain.
Jika korban sudah ada napas spontan, maka RJP dihentikan dan untuk selanjutnya
dilakukan teknik pertolongan pascabantuan hidup dasar.

6. Teknik pertolongan Pascabantuan Hidup Dasar


Posisi pulih (recovery) digunakan pada korban dewasa yang tidak respon tapi dengan
pernapasan dan fungsi jantung yang sudah kembali. Posisi ini bertujuan untuk
mempertahankan terbukanya jalan napas dan mengurangi risiko sumbatan jalan napas dan
aspirasi. Posisi pulih memungkinkan pengeluaran cairan dari mulut dan mencegah lidah jatuh
ke belakang yang dapat menyebabkan sumbatan jalan napas.
Jika tidak ada bukti kecelakaan, letakkan korban dengan posisi miring pada posisi pulih.
Langkah-langkah melakukan posisi pulih pada korban adalah:
a. Berjongkok di samping korban dan luruskan lutut pasien, letakkan tangan yang dekat
dengan penolong pada posisi salam (90 derajat dari sumbu panjang tubuh) tempatkan
tangan yang lain di di dada. Dekatkan tubuh penolong di atas tubuh korban, tarik ke atas
lutut dan tangan yang lain memegang bahu pasien.
b. Gulingkan korban ke arah penolong dalam satu kesatuan bahu dan lutut pasien secara
perlahan.
c. Atur posisi kaki seperti terlihat di gambar, letakkan punggung tangan pada pipi pasien
untuk mengatur posisi kepala.
d. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi secara kontinyu nadi dan pernapasan
korban, sambil menunggu bantuan datang. Jika terjadi henti jantung posisikan pasien
kembali terlentang dan lakukan RJP kembali.

15
1 2 3
1

LANGKAH-LANGKAH MELAKUKAN
POSISI PULIH

16
PENILAIAN PEMBELAJARAN

A. Penilaian Awal
1. Penilaian pengetahuan awal peserta dengan pre-test menggunakan aplikasi
Quizizz.
2. Soal berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 (dua puluh) soal.
3. Peserta menjawab pertanyaan tersebut secara langsung dari gawai (gadget)
masing-masing.

B. Penilaian Akhir
1. Penilaian pengetahuan awal peserta dengan pre-test menggunakan aplikasi
Quizizz.
2. Soal berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 (dua puluh) soal.
3. Peserta menjawab pertanyaan tersebut secara langsung dari gawai (gadget)
masing-masing.
4. Penilaian keterampilan pascapelatihan dengan observasi keterampilan Bantuan
Hidup Dasar.
5. Peserta diminta melakukan praktik Bantuan Hidup Dasar di tempat masing-
masing menggunakan manekin/benda lain serupa manekin yang dimiliki.
6. Peserta menghidupkan video Zoom dan memastikan semua proses Bantuan
Hidup Dasar yang dilakukan dapat terlihat oleh peneliti.

C. Penilaian Retensi Pembelajaran


1. Enam bulan pascapelatihan, dilakukan penilaian retensi pembelajaran dengan
memberikan soal menggunakan aplikasi Quizizz dan melakukan observasi
keterampilan Bantuan Hidup Dasar menggunakan daftar tilik .
2. Soal berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 (dua puluh) soal.
3. Peserta menjawab pertanyaan tersebut secara langsung dari gawai (gadget)
masing-masing.
4. Penilaian keterampilan dengan melakukan observasi keterampilan Bantuan Hidup
Dasar.

17
5. Peserta diminta melakukan praktik Bantuan Hidup Dasar di tempat masing-
masing menggunakan manekin/benda lain serupa manekin yang dimiliki.
6. Peserta menghidupkan video Zoom dan memastikan semua proses Bantuan
Hidup Dasar yang dilakukan dapat terlihat oleh peneliti.

18
REFERENSI
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 19 Tahun 2016 tentang
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
2. Abubakar M, et al. Buku Pedoman Early Warning & Code Blue System untuk Petugas
Nonmedis. Yogyakarta: Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif: 2018
3. Sari D, Widyastuti Y, Hasdianda MA. Basic Clinical Competence Training Material
Book: Adult Basic Life Support. Yogyakarta: Skill Laboratory KKMK Universitas Gadjah
Mada; 2020

19

Anda mungkin juga menyukai