OLEH
HIMMATUL FAJRI
NIM: P07131123092
2023/2024
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah /Tugas Ringkasan Hukuman /Kebijakan yang
diterapkan Negara maju ( Jepang) dalam menangani korupsi.
Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunia-
Nya. Dalam penyelesaian tugas ini, penulis menyadari sepenuhnya
bahwa Penyelesaia tugas/Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan Makalah ini. Penulis berharap makalah
ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………. ………4
C. Tujuan ………………………………………………………….. ………4
B. Penutup………………………………………………………………. 12
1. Kesimpulan …………………………….…………………………. 12
2. Saran……………………………….……………………………… 12
Daftra Pustaka ………………………………………………….……………. 13
iii
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Korupsi saat ini sudah menjadi masalah global antar negara yang tergolong
kejahatan transnasional, bahkan membawa implikasi buruk multidimensi
kerugian ekonomi dan keuangan negara yang besar dan dapat digolongkan
sebagai kejahatan yang sangat luar biasa, sehingga harus diberantas.
Pemberantasan korupsi harus selalu dijadikan prioritas agenda utama
pemerintahan untuk ditanggulangi secara serius dan mendesak serta sebagai
bagian dari program untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia
internasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara yang
bersangkutan
Parlemen Jepang adalah parlemen dua kamar yang terdiri dari Majelis
Rendah dan Majelis Tinggim sistem ini dibentuk mengikuti sistem Inggris.
Parlemen Jepang terdiri dari Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Anggota
majelis rendah dipilih secara langsung oleh rakyat setiap 4 tahun sekali atau
setelah majelis rendah dibubarkan, sementara anggota majelis tinggi dipilih
setiap 6 tahun sekali.
1
Perdana Menteri diangkat melalui pemilihan di antara anggota Parlemen.
Bila Majelis Rendah dan Majelis Tinggi masing-masing memiliki calon perdana
menteri, maka calon dari Majelis Rendah yang diutamakan. Pada praktiknya,
perdana menteri berasal dari partai mayoritas di parlemen. Dalam menjalankan
tugasnya, Perdana Menteri di bantu menteri-menteri cabinet yang ditunjuknya
dengan persetujuan kaisar.
A. Rumusan Masalah
B. Tujuan
2
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Anti Korupsi
BAB. II PEMBAHASAN
3
b. Takeshita dan Recruits
4
itu. Nasionalisasi itu sendiri merupakanakal bulus agar utang perlu
ditanggung
pemerintah.
2. Pemberantasan korupsi di Jepang
Jepang tidak memiliki lembaga mandiri yang bertugas menangani kasus
korupsi. Proses penyelidikan hingga pemberian hukuman terhadap tersangka
kasus korupsi dilaksanakan layaknya hukum pidana lainnya. Peraturan yang
mengatur tentang korupsi juga tergabung dalam hukum sipil, tidak terpisah
menjadi suatu aturan khusus layaknya di Indonesia.
Sayangnya Indonesia tidak mampu mencontoh hal ini. Para pejabat yang
telah menjadi tersangka korupsi seolah tak punya rasa malu walupun kasus
mereka telah gencar diberitakan media. Bahkan mereka sibuk melakukan
pencitraan dan mencoba memutarbalikkan fakta. Bahkan beberapa tersangka
kasus korupsi tetap dapat mencalonkan diri sebagai pejabat public, bahkan
beberapa di antaranya ada yang terpilih.
5
3. Pencegahan Korupsi di Jepang
Salah satu keunggulan lain yang dimiliki Jepang adalah sistem
pendidikannya. Pendidikan di Jepang termasuk salah satu yang paling maju
di dunia. Selain pendidikan akademik, sekolah- sekolah di Jepang juga
sangat memperhatikan pendidikan karakter terhadap siswanya.
Di Jepang, pendidikan karakter diajarkan dalam pelajaran “seikatsuka”
atau pendidikan tentang kehidupan sehari-hari. Siswa SD diajari tata tertib
di masyarakat misalnya tata cara menyeberang jalan, adab di dalam kereta.
Pendidikan ini pun tidak hanya terbatas teori, guru sering kali mengajak
siswanya ke tempat umum dan mempraktikkannya
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jepang tidak memiliki undang-undang ataupun lembaga khusus yang
mengatur tentang tindak pidana korupsi, namun nyatanya pemberantasan
korupsi di Jepang cukup efektif dijalankan. Jepang tidak mengajarkan agama
sebagai mata pelajaran khusus di sekolah, tetapi Jepang sukses
menanamkan nilai-nilai moral pada para siswanya. Indonesia sebagai negara
yang memiliki undang- undang-undang khusus dan KPK sebagai lembaga
khusus yang menangani pemberantasan korupsi harusnya bisa lebih fokus
dan efektif dalam menjalankan misinya memberantas korupsi. Indonesia yang
merupakan negara beragama harusnya juga berhasil mendidik putra-putri
penerus bangsa nilai-nilai agama dan moral.
B. Saran
1. Dibutuhkannya upaya tindakan hukum yang lebih keras dan tegas dalam
memberikan hukuman (punishment) terhadap para pelaku tindak pidana
korupsi yang telah menyelewengkan wewenang maupun tanggung jawab
sebagai aparatur Negara. Upaya tersebut dapat berupa kurungan penjara
seumur hidup, hukuman mati, maupun memiskinkan para koruptor. Hal
tersebut dilakukan agar dapat menimbulkan efek jera dan rasa takut bagi
7
siapa saja yang akan melakukan perbuatan tercela tersebut yang dapat
merugikan negara dan masyarakat.
2. Diperlukannya suatu kemauan dan keinginan yang kuat (political will) dari
lembaga pemerintahan seperti legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dalam
melakukan pemberantasan korupsi. Kebijakan pemerintah maupun KPK
yang telah diatur serta disusun sebagai strategi dalam memberantas 152
korupsi yang diterapkan akan percuma dan sia-sia jika upaya tersebut tidak
dibarengi dengan niat serta kemauan yang kuat dari para Penyelenggara
Negara. Dengan tidak adanya niat tersebut maka segala upaya yang
dilakukan oleh KPK maupun badan-badan penegak hukum lainnya dalam
menekan dan memberantas korupsi di Indonesia akan berjalan di tempat
dan mandul. Oleh karena itu sebuah political will yang kuat akan sangat
berharga dalam melawan korupsi dalam mewujudkan pemerintahan yang
bebas dari korupsi.
3. Dukungan masyarakat luas baik dari kalangan organisasi masyarakat,
pelaku bisnis, serta mahasiswa sangat dibutuhkan untuk dapat melanjutkan
kebijakan pemerintah dalam menangani masalah korupsi. Setelah adanya
upaya dari pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik, masyarakat
diharapkan dapat menerapkan prilaku anti korupsi terhadap penyelenggara
negara. Dengan adanya upaya tersebut maka akan terhindar dari upaya
melakukan korupsi pada penyelenggara negara.
4. Konsistensi dari lembaga penegak hukum dan juga para aparatur negara
dalam menangani tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan
tata pelayanan pemerintahan. Karena jika melakukan upaya tersebut hanya
berorientasi pada jangka pendek maka dikhawatirkan gejala tindak pidana
korupsi dapat tumbuh kembali.
8
Oleh karena itu, peneliti sekali lagi menegaskan dan menekankan perlu
adanya sikap yang tegas dan konsisten dari para Penyelengara Negara
dalam menyatakan perang terhadap tindak pidana korupsi
9
Daftar Pustaka
http://sihiteezra.wordpress.com/2010/11/29/jepang-dari-korupsi-ke-korupsi/
(diakses pada 29 Juli 2013)
http://www.antikorupsi.org/en/content/kontrol-sosial-jepang-jadi-roh-
pemberantasan- korupsi (diakses pada 29 Juli 2013)
10
11