Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

NIHONJIJO

PERAN / FUNGSI SISTEM POLITIK DAN PEMERINTAHAN


JEPANG

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Nihonjijo

Dosen Pembimbing : Elli Rahmawati Z, S.Pd., M.Si.

Disusun oleh:

KELOMPOK 2

1. Anisa Meidita Cahya Yuliardi.


2. Anggi Saskia MS.
3. Cahya Abdul Aziz.

SASTRA JEPANG

SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING JIA

2019

i
DAFTAR ISI

Daftar isi ............................................................................................... i

BAB I. PENDAHULUAN

A. Sejarah Pemerintahan Jepang .............................................. 1


B. Tujuan Penulisan Makalah .................................................. 2

BAB II. ISI MATERI

A. Kabinet Jepang .................................................................. 3


1. Suprastruktur Politik Jepang .................................... .... 4
2. Infrastruktur Politik Jepang ..................................... 5
3. Kekaisaran Jepang ................................................... 7
B. Parlemen Jepang ................................................................ 8
C. Budaya Birokrasi ....................................................................... 10
D. Budaya Pemilu ........................................................................... 12

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 18

i
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Sejarah Pemerintahan Jepang

Dalam mencapai tujuan negara, setiap negara mempunyai tata cara tertentu
yang tidak sama dengan negara lainnya. Tata cara tersebut, antara lain tercermin
dalam sistem politik dan sistem pemerintahan, yang di dalamnya terdapat suasana
kehidupan politik negara tersebut. Dari kedua sistem ini dapat dilihat pula
bagaimana kebijakan suatu negara itu dibuat.

Sebelum adanya restorasi meiji Jepang dipimpin oleh shogun yang secara
resmi memerintah negara itu atas nama Kaisar. Shogun merupakan gubernur
militer yang diangkat secara turun-temurun. Meskipun Kaisar adalah penguasa
penuh yang diangkat oleh Shogun, perannya hanya untuk seremonial dan ia tidak
ambil bagian dalam mengatur negara. Hal ini sering dibandingkan dengan peran
Kaisar saat ini, yang berperan resmi untuk mengangkat seorang Perdana Menteri.

Setelah Restorasi Meiji, sistem Daijō-kan yang digunakan dalam Periode


Nara diadopsi sebagai entitas pemerintah Jepang. Kekuatan politik pemimpin
mereka adalah Daijō Daijin dan para pembantunya disebut Sadaijin dan Nadaijin
yang ambigu dan sering bertentangan dengan posisi lain seperti Sangi. Pada tahun
1880-an, Itō Hirobumi, salah satu Sangi mulai mereformasi organisasi
pemerintah. Pada tahun 1882, Ito dan stafnya, Itō Miyoji dan Saionji Kinmochi
berkunjung ke Eropa dan menyelidiki konstitusi di konstitusional monarki seperti
Kekaisaran Inggris Raya dan Kekaisaran Jerman. Setelah kembali ke Jepang, Ito
mendesak kebutuhan Undang- undang dan sistem pemerintahan yang modern dan
konservatif dibujuk untuk menyetujui rencananya.

Sejak berakhirnya perang dunia II, perkembangan suasana kehidupan


politik dan sistem politik di Jepang mengalami beberapa fase perubahan, yaitu
sebagai berikut :

1. Periode 1 (periode Pendudukan dan penataan kembali politik setelah


perang): 1945 hingga awal 1950.
2. Periode 2 (periode "sistem satu setengah partai"): awal tahun 1955, ketika
partai-partai konservatif bergabung, seperti halnya partai-partai sosialis,
membangun sistem 1955 yang disebut demikian adalah satu setengah
sistem partai.

1
3. Periode 3 (periode dari kebangkitan konservatif): dari akhir 1970 dan
seterusnya. Awal periode ini ditandai dengan kebangkitan partai
konservatif, yang dapat diamati dalam data survei opini atau pada 1980
dalam pengembalian pemilu nasional.

Pada periode kedua dapat pula disebut sebagai periode pertumbuhan


ekonomi yang pesat, hal ini disebabkan pada tahun 1960 terjadi pertumbuhan
ekonomi yang pesat. di samping itu terjadi pula upaya untuk menginterprestasikan
pasal 9 Konstitusi 1949, sehingga Jepang boleh mempunyai pasukan bela diri,
adanya revisi ”security treaty”, di mana Jepang dilindungi Amerika Serikat.

Suasana kehidupan politik yang tercermin dalam sistem politik dan sistem
pemerintahan suatu negara, dapat dilihat dalam UUD/Konstitusi negara tersebut
(bila negara itu mempunyai UUD/Konstitusi). Oleh karena itu, sistem politik dan
sistem pemerintahan Jepang dapat dilihat dalam UUD/Konstitusi terbaru Jepang,
yaitu Konstitusi 1947.

B. Tujuan Penulisan Makalah

Meningkatkan dan memperluas wawasan mahasiswa mengenai sistem


politik dan pemerintahan yang diterapkan di Jepang, sehingga mahasiswa kurang
lebih dapat memahami bentuk gejolak politik yang sedang dialami oleh negara
Jepang.

2
BAB II

ISI MATERI

A. Kabinet Jepang

Kabinet Jepang (内閣 Naikaku) adalah cabang eksekutif dari pemerintah


Jepang. Kabinet terdiri dari Perdana Menteri dan 14 anggota lainnya yang disebut
Menteri Negara. Perdana Menteri ditunjuk oleh Diet (Parlemen Jepang), dan para
menteri diangkat dan diberhentikan oleh Perdana Menteri. Kabinet secara kolektif
bertanggung jawab kepada Diet, dan harus mengundurkan diri bila mendapatkan
mosi tidak percaya dari Majelis Rendah Jepang.

Perdana Menteri Jepang (内閣総理大臣 Naikaku sōri daijin) adalah


kepala pemerintahan Jepang. Perdana Menteri ditunjuk oleh Kaisar Jepang setelah
ditunjuk oleh Diet di antara anggotanya dan harus mendapatkan kepercayaan dari
DPR untuk memegang jabatan.

Perdana Menteri adalah kepala Kabinet yang mengangkat serta


memberhentikan Menteri Negara. Jabatan itu diciptakan pada tahun 1885, empat
tahun sebelum diberlakukannya Konstitusi Meiji. Bentuk sekarang mengadopsi
dari konstitusi saat ini pada tahun 1947.

Perdana Menteri di tahun 2019 ini adalah Shinzō Abe, yang meraih
jabatan itu pada tanggal 26 Desember 2012.

Kabinet Jepang modern didirikan oleh Konstitusi Jepang yang mulai


berlaku pada tahun 1947. Sebelumnya, kabinet juga terdapat di bawah konstitusi
Meiji yang berlaku antara tahun 1889-1946. Kabinet tersebut merupakan
subordinat dari Kaisar.

Konstitusi Jepang merupakan pengganti konstitusi kekaisaran jepang


(1889; yang dikenal sebagai konstitusi Meiji) dibuat pada 3 November 1946 dan
mulai berlaku pada 3 Mei 1947, terdiri dari 11 bab dengan total 103 pasal.

Dengan Ketentuan Berikut :

 Kekaisaran : Bab 1 Pasal 1 Konstitusi jepang menyatakan bahwa “kaisar


akan menjadi lambang negara dan persatuan rakyat, dan memperoleh
kedudukannya dari kehendak orang - orang yang berdaulat”. Semua
tindakan kaisar dalam masalah negara memerlukan saran dan persetujuan
kabinet, dan kaisar tidak memiliki kekuatan yang terkait dengan
pemerintah.

3
 Penolakan Perang : Bab 2 yang terdiri dari 1 pasal, yakni pasal 9
menyatakan bahwa orang-orang jepang “selamanya meninggalkan perang”
dan untuk mencapai tujuan ini pasukan darat, laut dan udara dan hal
lainnya yang berpotensi untuk perang tidak akan dipertahankan.
 Hak : Bab 3 menyebutkan hak dan kewajiban rakyat seperti kebebasan
dalam berbicara. Diskriminasi “dalam politik, ekonomi atau sosial”
karena ras, keyakinan, jenis kelamin, status sosial atau asal keluarga itu
dilarang. Rakyat memilki hak untuk mempertahankan standar minimum
hidup sehat dan berbudaya. Negara diharapkan mampu meningkatkan
kesejahteraan sosial, keamanan serta kesehatan masyarakat, serta hak
untuk memilki bangunan tidak dapat diganggu gugat.
 Legislatif Nasional : Bab 4 menyataka bahwa diet adalah organ tertinggi
kekuasaan negara dan satu-satunya organ pembuat hukum negara.
 Kabinet : Bab 5 berkaitan dengan kabinet, Perdana mentri ditunjuk oleh
resolusi diet dan dia memilih anggota kabinet lainnya. Kabinet
bertanggung jawab secara kolektif terhadap diet . Jika DPR mengeluarkan
mosi tidak percaya dalam kabinet, maka kabinet harus mengundurkan diri
secara massal, atau DPR harus dibubarkan dalam waktu 10 hari.
 Pengadilan : Dalam Bab 6 Mahkamah agung jepang adalah pengadilan
pilihan terakhir dengan kekuasaan untuk menentukan konstitusional
undang-undang dan tindakan pemerintah.
 Keuangan : Bab 7, berkaitan dengan keuangan pemerintah dan
menetapkan kontrol diet atas pengenaan pajak dan pengeluaran dana.
 Pemerintah daerah : Bab 8 mendefinisikan prinsip otonomi lokal untuk
entitas publik lokal .

1. Suprastruktur Politik Jepang


Supra struktur politik, meliputi lembaga-lembaga kenegaraan atau
Lembaga-lembaga Neagra atau alat –alat Perlengkap Negara. Dengan demikian,
supra struktur politik Negara Jepang menurut Konstitusi 1947, meliputi :
1. Lembaga Legislatif, yaitu National Diet
2. Lembaga Eksekutif, yaitu kabinet (Dewan Menteri), yang dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri.
3. Lembaga Judisiil, yaitu Mahkamah Agung.

4
2. Infrastruktur Politi Jepang
Sedangkan Infra struktur politik meliputi segala sesuatu yang berhubungan
dengan kehidupan lembaga –lembaga kemasyarakatan, yang dalam aktivitasnya
mempengaruhi (baik secara langsung maupun tidak langsung) lembaga-lembaga
kenegaraan dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya masing-masig.
Infrastruktur ini terdiri dari lima 5 komponen/unsur, yaitu :
1. Partai politik (political party)
2. Golongan kepentingan (interest group), terdiri dari :
a. Interest group asosiasi
b. Interest group institusional
c. Interest group non asosiasi
d. Interest group yang anomik
3. Golongan penekan (pressure group)
4. Alat komunikasi politik (media political communication)
5. Tokoh politik (political figure)
Jepang menganut sistem politik multi party (banyak partai), yaitu ada enam (6)
partai besar :

1. Liberal Democratic Partay (jiyu Minshuto or Jiminto), yang banyak


didukung oleh birokrat, pengusaha, dan petani.

2. The Japan Socialist Party (nippon S Hakaito), yang didukung oleh


buruh(sayap kiri).

3. The Komneito (Clean Goverment Party), yang didukung para penganut


agama Budha.

4. The Democatic Socialist Party (Minshato), yang didukung oleh buruh


(sayap kanan).

5. The Japan Communist Party (Nihon Kyosanto), yang didukung oleh


komunis.

6. The United Social Democratic Party (Shakai Minshu Rengo of Shminren),


merupakan partai termuda dan terkecil di Jepang, merupakan sempalan
JSP (sosialis sayap kanan).

5
Golongan kepentingan (interest group) di Jepang, antara lain ialah
kelompok perusahaan-perusahaan besar Jepang atau kelompok Big Business . Ada
empat asosiasi bisnis (business associations) khusus yang terutama / penting di
Jepang, yaitu Keidanren (Federation of Economic Organizations), Nisho (Japan
Chamber of Commerce and Industry), Keizai Doyukai (japan Committee for
Economic Development), dan Nikkeiren (Federation of Employeres
Organization). Di samping itu terdapat pula organisasi perusahaan swasta (yang
bersifat prifat), yaitu Keiretsuka (semacam perusahaan yang mempunyai anak-
anak perusahaan pembuat komponen), misalnya Mitsui group atau Mitshubishi
group.
Organisasi/asosiasi –asosiasi tersebut dapat dimasukkan sebagai interest
asosiasi, yang mempunyai pengaruh dalam pembuatan kebijaksanaan di bidang
bisnis dan industri Jepang. Karena situasi dan kondisi politik di Jepang (tempat
interest group tersebut hidup dan berkembang ), maka interset group bisa berubah
menjadi pressure group (golongan penekan), yaitu golongan yang bisa
memaksakan kehendaknya kepada pihak penguasa. Sehingga kelompok Big
Bussines tersebut dapat disebut sebagai golongan penekan (walau mungkin pada
mulanya tidak ditujukan menjadi golongan penekan), sebab kelompok tersebut
(infra struktur politik) dalam pelaksanaan SISTEM POLITIK Jepang dapat
mempengaruhi supra struktur politik (khususnya pemerintah/eksekutif/cabinet)
dalam pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan.
Tokoh-tokoh politik (political figure) Jepang yang mempunyai peran
penting ialah mereka yang tergabung dalam partai politik, khususnya melalui
faksi masing-masing. Di samping itu juga mereka yang berkecimpung dalam big
business. Tokoh-tokoh politik yang berkecimpung dalam salah satu partai politik
tertentu dapat pula mengadakan hubungan dengan negara lain (antar partai),
terlebih pada negara yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Jepang.
Satu komponen Infra Struktur politik, yang sangat penting sekali dalam
sistem politik Jepang ialah Media Komunikasi Politik (media Political
Communication). Media ini meliputi media cetak (yang berupa majalah-majalah
dan koran) dan media siaran (yang berupa radio dan televisi).

6
Konstitusi (Undang-Undang Dasar) Jepang yang mulai berlaku pada tahun
1947, didasarkan pada tiga prinsip : kedaulatan rakyat, hormat terhadap hak-hak
asasi manusia, dan penolakan perang. Konstitusi juga menetapkan kemandirian
tiga badan pemerintahan - badan legislatif (Diet atau Parlemen), badan eksekutif
(kabinet), dan badan yudikatif (pengadilan).

Diet, yaitu parlemen nasional Jepang yang merupakan badan tertinggi dari
kekuasaan negara, dan satu-satunya badan negara pembuat undang-undang dari
negara. Diet terdiri dari Majelis Rendah dengan 480 kursi dan Majelis Tinggi
dengan 242 kursi. Semua rakyat Jepang dapat memberikan suaranya dalam
pemilihan setelah mencapai usia 20 tahun.

Kekuasaan yudikatif terletak di tangan Mahkamah Agung dan pengadilan-


pengadilan yang lebih rendah, seperti pengadilan tinggi, pengadilan distrik, dan
pengadilan sumir. Mahkamah Agung terdiri dari Ketua Mahkamah Agung, dan 14
Hakim lainnya, semuanya ditunjuk oleh kabinet. Kebanyakan kasus ditangani
oleh pengadilan distrik yang bersangkutan. Juga ada pengadilan sumir, yang
menangani kasus seperti pelanggaran lalu-lintas, dan lain-lainnya.

Di Jepang terdapat 47 pemerintah daerah tingkat prefektur (semacam


propinsi) dan lebih dari 3300 pemerintah daerah pada tingkat bawah. Tanggung-
jawab mereka meliputi : pengadaan pendidikan, kesejahteraan, dan pelayanan lain
serta pembangunan dan pemeliharaan prasarana, termasuk utilitas. Dengan
berbagai kegiatan administratif yang dilakukannya terjadi kontak erat antara
mereka dan penduduk setempat. Para kepala pemerintahan daerah serta anggota
parlemen daerah dipilih oleh rakyat setempat melalui pemilihan.

3. Kekaisaran Jepang

Kaisar dibawah konstitusi jepang merupakan lambang negara dan


persatuan rakyat, semua tindakan kaisar dalam urusan negara hanyalah fungsi
formal dan seremonial, yang mana membutuhkan nasihat dan persetujuan kabinet.
Pada Januari 1989, Kaisar Akihito menjadi kaisar pertama yang berhasil naik
tahta dibawah konstitusi saat ini. Para anggota Keluarga Kekaisaran menerima
tamu-tamu negara dari berbagai negara lain, dan melakukan kunjungan ke luar
negeri. Melalui kegiatan demikian serta kegiatan-kegiatan lainnya, mereka
menjalankan peranan penting dalam meningkatkan persahabatan internasional.
Para anggota Keluarga Kekaisaran juga membina kontak luas dengan warga
Jepang dengan hadir pada bermacam-macam acara penting yang berlangsung di
seluruh negeri dan melakukan kunjungan ke fasilitas-fasilitas bagi para
penyandang cacat dan para manula. Keluarga Kekaisaran dihormati secara luas
oleh rakyat Jepang.

7
B. Parlemen Jepang

Jepang menganut sistem pemerintahan parlementer seperti Inggris dan


Kanada. Berbeda dengan rakyat Amerika atau Prancis, rakyat Jepang tidak
memilih presiden secara langsung. Para anggota Diet memilih perdana menteri
dari antara mereka sendiri. Perdana menteri membentuk dan memimpin kabinet
menteri negara. Kabinet, dalam menjalankan kekuasaan eksekutif, bertanggung-
jawab terhadap Diet.

Karena Jepang menganut sistem pemerintahan parlementer, maka


kekuasaan lembaga – lembaga negara tersebut tidak terpisah, melainkan terdapat
hubungan timbal balik yang sangat erat. Hal ini berbeda dengan sistem
pemerintahan presidensial murni, yang didalamnya terdapat pemisahan
kekuasaan secara tegas. Berikut adalah hubungan antara suprasturktur di Jepang:

1. Kabinet dapat membubarkan Parlemen tetapi hanya Majelis


Rendah/House of Councellors.
2. Parlemen mengangkat/menunjuk Perdana Menteri dengan syarat harus
orang sipil dan harus dari anggota Parlemen /Diet
3. Mahkamah Agung bertugas mengawasi Kabinet dalam melaksanakan
Konstitusi 1947
4. Kabinet menunjuk Ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung
5. Mahkamah Agung mengawasi jalannya/pelaksanaan tugas-tugas Parlemen
(misalnya dalam pembuatan Undang-Undang).
6. Impeachment, Diet bisa memanggil Mahkamah Agung
memepertanggungjawabkan perbuatannya, atau dapat menuduh
Mahkamah Agung tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.

Parlemen Jepang atau Kokkai (国会) terdiri dari dua kamar (bikameral) :
Dewan Perwakilan Rakyat (衆議院 shūgi'in) dan Dewan Penasihat (参議院
sangi'in). Kedua majelis dipilih secara langsung melalui sistem pemilihan paralel.
Di samping memutuskan undang-undang, Kokkai bertanggung jawab memilih
Perdana Menteri Jepang.

Menurut Konstitusi Jepang, Kokkai adalah "aparatur kekuasaan negara


tertinggi" dan "satu-satunya aparatur negara yang menciptakan undang-undang" di
Jepang. Selain undang-undang, anggota parlemen juga bertugas dalam menyetujui
anggaran negara dan meratifikasi perjanjian negara.

8
Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai 480 anggota (sejak tahun 1996)
yang bertugas selama 4 tahun. Meskipun begitu, majelis ini dapat dibubarkan
kapanpun juga jika sang perdana menteri memutuskan untuk mengadakan pemilu
sebelum berakhirnya masa tugas.

Dewan Penasihat mempunyai 242 anggota yang bertugas selama 6 tahun.


Keanggotaan parlemen terbuka kepada warga Jepang yang berusia sekurangnya
25 tahun (untuk Dewan Perwakilan Rakyat) dan 30 tahun (untuk Dewan
Penasihat). Gedung Parlemen Nasional (国会議事堂 kokkai-gijidō) terletak di
Nagatacho, Chiyoda, Tokyo. Pada tahun 2017, Parlemen Jepang meloloskan
undang-undang khusus yang memuluskan jalan Kaisar Jepang, Akihito, untuk
mengundurkan diri.

Perdana Menteri Jepang adalah kepala pemerintahan. Perdana Menteri


diangkat melalui pemilihan di antara anggota Parlemen. Bila Majelis Rendah dan
Majelis Tinggi masing-masing memiliki calon perdana menteri, maka calon dari
Majelis Rendah yang diutamakan. Pada praktiknya, perdana menteri berasal dari
partai mayoritas di parlemen. Menteri-menteri kabinet diangkat oleh Perdana
Menteri. Kaisar Jepang mengangkat Perdana Menteri berdasarkan keputusan
Parlemen Jepang, dan memberi persetujuan atas pengangkatan menteri-menteri
kabinet.

Perbedaan Antara Majelis Rendah dan Majelis Tinggi

DPR Jepang memiliki beberapa kekuasaan yang tidak diberikan kepada


Dewan Penasihat. Bila sebuah rancangan undang-undang diloloskan oleh DPR,
tetapi diveto oleh Dewan Penasihat, DPR dapat melewati keputusan yang dibuat
di Dewan Penasihat dengan sebuah veto yang menghasilkan persetujuan sebesar
2/3. Dalam kasus perjanjian, anggaran belanja negara, dan pemilihan perdana
menteri, Dewan Penasihat hanya dapat menunda pelaksanaan, tetapi tidak bisa
memblok legislasi. Konsekuensinya, DPR dianggap lebih berkuasa.

Anggota dari DPR, yang dipilih dengan masa tugas 4 tahun, menjabat
lebih pendek dibanding dengan anggota Dewan Penasihat, yang dipilih untuk
menjabat selama 6 tahun. DPR dapat juga dibubarkan oleh perdana menteri atau
melalui mosi tidak percaya, sedangkan Dewan Penasihat tidak dapat dibubarkan.
Oleh karena itu, DPR dianggap lebih sensitif terhadap pendapat rakyat dan diberi
nama "Dewan Perwakilan Rakyat". Istilah ini juga merupakan warisan dari
Konstitusi Meiji 1889, ketika Kizokuin (nama majelis tinggi pada tahun 1889–
1947) berfungsi sebagai majelis tinggi aristokratik dalam sebuah bentuk yang
mirip dengan sistem Westminster pada masa itu.

9
C. Budaya Birokrasi

Sebagai sebuah negara demokrasi, Jepang tergolong tidak biasa karena


jalannya proses politik jarang disorot dan mendapat perhatian dari masyarakat
umum. Sedangkan di negara demokrasi pada umumnya, isu publik yang penting
akan dibahas secara gencar di berbagai media.

Dalam beberapa kasus, dialog politik yang terangkat ke publik dimana


dalam prosesnya mengalami kegagalan dalam pembangunan konsensus, dapat
memunculkan debat dan demonstrasi massa yang berujung pada aksi kekerasan /
anarkis. Oleh karena itulah, di Jepang jarang terjadi aksi demo massa dan aksi
anarkis karena proses politik jarang diekspos.

Suatu kebijakan dibuat di dalam konteks otoritas birokrasi. Sebelum


proposal suatu kebijakan disampaikan ke Diet, draft kebijakan dasar telah
dikompromisasikan melalui proses negosiasi dengan kementrian lain terkait,
politisi partai yang berpengaruh, anggota diet serta kepentingan-kepentingan
pihak lain di luar pemerintah yang memiliki akses terhadap kebijakan tersebut.

Power dari birokrasi Jepang cukup kuat, sehingga disebutkan bahwa


birokrat Jepang lebih berpengaruh daripada birokrat dalam sistem diktator
sekalipun. Kekuatan birokrasi dilihat dalam proporsi dimana terdapat kelemahan
dalam partai dan lembaga legislatif. Adanya perubahan di tingkat kementrian
justru membuat birokrat dapat membangun kekuatan organisasi.

Disebutkan pula bahwa birokrasi Jepang bisa mempertahankan


netralitasnya walaupun terjadi pergantian kabinet, sehingga birokrasi dapat
mendukung political stability serta tidak menimbulkan guncangan politik.

Kekuatan birokrasi di Jepang ini merupakan produk dari gaya politik dan
tradisi yang telah berjalan lama dan panjang. Dilihat ketika birokrasi sebagai
sebuah institusi, pada dasarnya tidak terlalu terpengaruh dampak perang dunia II
dan masa okupasi dari Amerika. Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada saat
itu, campur tangan langsung dari Amerika pada birokrasi sangat sedikit.

Yang unik dan menarik dari birokrasi di Jepang adalah terdapat birokrat
pemerintah nasional yang dapat dipinjamkan kepada pemerintah lokal yang dapat
memberi kesempatan untuk bertukar pengalaman dan menjaga hubungan antara
dua level pemerintah ini.

10
Hal lain yang menarik dalam birokrasi di Jepang adalah dalam sistem
perekrutan pegawai negeri sipil (PNS). Perekrutan dalam institusi pelayanan
pemerintah (PNS) berdasarkan sistem ujian kompetitif atau dengan evaluasi
personal.

Dalam kepegawaian, PNS Jepang yang berhasil menempati posisi


profesional dan kelompok elit biasanya merupakan lulusan top dari institusi
pendidikan terbaik di Jepang, yaitu biasanya dari Universitas Tokyo dan
Universitas Kyoto. Lulusan dari universitas ini berhasil higher civil service
examination menempati setengah dari total penerimaan kandidat yang lulus
dalam. Level lebih atas dalam administratif didominasi oleh laki-laki dengan
spesialisasi pendidikan jurusan hukum.

PNS di Jepang sedikit berbeda dibandingkan dengan negara barat dalam


hal peraturan dan status wanita di dalam birokrasi. Wanita tidak terwakili dalam
hampir semua level dan posisi jabatan PNS. Selain tingkat partisipasi yang lebih
rendah dalan tes CPNS, jumlah wanita yang berhasil lulus pun sedikit.

Di Jepang, pekerjaan sebagai pegawai dalam kementrian pemerintah


memiliki status yang tinggi. Di antara bermacam kementrian pun, ada
perangkingan prestis dimana MITI (Ministry of International Trade and Industry)
dan MoF (Ministry of Finance) menduduki posisi puncak. Dua kementrian ini
memiliki pengaruh yang paling besar.

Dalam birokrasi faktor yang paling signifikan dalam proses promosi


adalah latar belakang universitas. Koneksi interpersonal penting untuk rotasi
pegawai dalam birokrasi, bisnis dan politik. Praktek seperti ini diprotes dan
dikritik dimana pegawai pemerintah yang telah pensiun, pegawai militer
melanjutkan karirnya di perusahaan swasta melalui koneksi tersebut.

Namun, sebaliknya di Jepang, hal seperti ini merupakan sesuatu yang


normal dalam kehidupan administratif, atau diistilahkan sebagai amakudari /
descent from heaven. Pensiunan PNS dapat bergabung di perusahaan swasta
ternama atau perusahaan milik negara (special legal entities). Ada pula yang
bergabung di partai, terutama LDP yang membuka kesempatan untuk terpilih
sebagai anggota konstituen di national house of councillor. Adanya modal dasar
berupa pengalaman organisasional yang luas tersebut menjadi sebuah keuntungan
bagi mereka.

11
Praktik untuk menjalankan karir kedua di bisnis atau politik ini tidak
dilakukan secara kebetulan, tetapi memang sudah diperkirakan. Walaupun
menimbulkan pro dan kontra, praktik “amakudari” berkontribusi efektif bagi
jalannya proses politik karena terdapat kontak personal yang lebih ekstensif pada
saat negosiasi dan konsensus, yang dapat membuat proses pembuatan suatu
keputusan dapat tercapai lebih cepat.

D. Budaya Pemilu

Peran rakyat di era Konstitusi Meiji hanyalah memilih anggota Shūgi-in


(Majelis Rendah) dan sedangkan anggota Kizoku-in diangkat dari keluarga
kekaisaran, bangsawan, dan orang-orang yang ditunjuk oleh kaisar.

Sedangkan konstitusi sekarang menetapkan rakyat untuk memilih Majelis


Rendah Jepang (shūgi'in) dan Majelis Tinggi Jepang (sangi'in). Kedua majelis
dipilih secara langsung melalui sistem pemilihan paralel.

Di Jepang, perwakilan dipilih untuk Parlemen (国会 Kokkai ). Parlemen


dibagi menjadi majelis tinggi (参議院 sangi’in) dan majelis rendah (衆議院
shūgi’in). Majelis rendah adalah yang lebih kuat diantara dua majelis tersebut.
Jika majelis tinggi menolak sebuah undang-undang yang disahkan oleh majelis
rendah, undang-undang tersebut masih bisa menjadi undang-undang jika disahkan
oleh majelis rendah dengan 2/3 suara majelis. Karena Jepang memiliki sistem
politik parlementer seperti Inggris, anggota DPR memilih perdana menteri dari
antara mereka sendiri dengan suara terbanyak. Perdana menteri biasanya adalah
ketua dari partai mayoritas. Perdana menteri merupakan kepala pemerintahan, dan
untuk membantu kinerjanya, perdana menteri menyusun kabinet yang
beranggotakan sekutu dari politiknya.

Sistem pemilu Jepang sangat berbeda dengan sistem pemilu di Amerika


Serikat. Majelis rendah di Jepang terdiri dari 500 anggota, yang dipilih untuk 4
tahun masa jabatan.

300 anggota berasal dari daerah pemilihan tunggal, yang berarti pemilihan
di sebuah distrik diberi satu suara, dan kandidat yang menerima suara terbanyak
menjadi satu-satunya wakil distrik tersebut. Namun, 200 anggota majelis rendah
Jepang lainnya dipilih oleh perwakilan proporsional.

Di bawah sistem perwakilan proporsional, pemilih di wilayah tertentu


memilih bukan untuk kandidat individual, tapi untuk sebuah partai. Jumlah kursi
parlemen yang diterima oleh partai didasarkan pada persentase suara yang
diterima.

12
Masing-masing pihak memberikan tempat duduknya kepada kandidat
terbaiknya, yang berada di peringkat tertinggi sampai yang terendah sebelum
pemilihan. Jadi, misalnya, di sebuah distrik ada 20 kursi tersedia, jika sebuah
partai yang menjalankan 25 kandidat mendapat 50 persen suara, maka partai
tersebut mendapatkan 10 kursi yang lalu diberikan kepada 10 kandidat teratas
dalam daftarnya.

Majelis tinggi Jepang memiliki 252 anggota yang bertugas selama 6 tahun
masa jabatan. Pemilu diadakan setiap tiga tahun sekali untuk setengah dari semua
kursi majelis tinggi . Jadi misalnya, pada tahun 1998 diadakan pemilihan untuk
mengisi 126 kursi majelis tinggi yang kemudian pada tahun 2001 diadakan lagi
pemilu untuk mengisi 126 kursi sisanya.

Dalam semua pemilu majelis tinggi (126 kursi setiap pemilihannya), 24


politisi dipilih dari daerah pemilihan kursi tunggal, 52 dipilih dari daerah
pemilihan multi-kursi, dan 50 dipilih oleh perwakilan proporsional.

Dalam sebuah konstituensi multi kursi, ada 3-5 perwakilan di setiap distrik
(berlawanan dengan di Amerika Serikat). Setiap pemilih hanya memiliki satu
suara. Misalkan sebuah distrik memiliki kandidat A, B, C, D, dan E, pemenang
adalah mereka yang mendapatkan suara tertinggi, dan apabila di distrik tersebut
hanya dipilih untuk 3 kursi, maka 3 kandidat yang memiliki suara tertinggilah
yang memenangkan kursi.

Cara pencoblosan di Jepang

Di Jepang, pencoblosan nama kandidat di pemilu dilakukan dengan


menulis nama atau partai calon di kertas suara. Untuk pemilihan anggota majelis
rendah, para pemilih mengisi dua kertas suara: satu dengan nama kandidat distrik
yang dipilih, dan satu dengan nama partai di blok perwakilan proporsional.

Untuk pemilihan majelis tinggi, cara pemilihan calon distrik dilakukan


dengan cara yang sama (untuk distrik dengan beberapa kursi, beberapa kandidat
bisa dipilih, namun pemilih hanya punya satu hak suara). Sementara itu, untuk
pemilu proporsional majelis tinggi, suara diberikan pada daftar partai (untuk
menentukan berapa banyak kursi proporsional yang didapatkan sebuah partai)
atau seorang kandidat (yang mempengaruhi kandidat mana yang akan dipilih dari
daftar partai)

Suara yang ambigu atau tidak bisa ditentukan dimaksudkan untuk memilih
salah satu calon tidaklah dianggap tidak sah, melainkan dibagikan kepada calon-
calon yang kemungkinan dimaksud oleh surat-surat suara tersebut, secara
proporsional berbanding dengan jumlah suara tidak ambigu yang sudah diterima

13
oleh kandidat-kandidat tersebut. Suara ini disebut pecahan suara proporsional (按
分票, ambunhyō) dan dibulatkan hingga 3 angka di belakang koma.

Contohnya, jika “Yamada A” dan “Yamada B” berada dalam satu pemilu


yang sama, dan terdapat 1500 suara yang tidak ambigu: 1000 untuk “Yamada A”
dan 500 untuk “Yamada B”; 5 buah suara ambigu untuk nama “Yamada” lalu
dihitung sebagai 5×1000/1500=3,333 suara, sedangkan untuk Yamada B dihitung
sebagai 5×500/1500= 1,667 suara.

Di tahun 2002, disahkannya undang-undang voting elektronik


memungkinkan diperkenalkannya mesin voting elektronik di pemilu lokal.
Pemilihan pertama yang menggunakan mesin seperti ini tercatat dilakukan
pertama kali di Niimi, Okayama pada bulan Juni 2002. Pada tahun 2003, system
untuk melakukan voting lebih awal, kijitsu-mae tōhyō seido (期日前投票制度)
diperkenalkan di Jepang, dan pada pemilu tahun 2009 di Jepang mencatat rekor di
mana lebih dari 10 juta orang Jepang memberikan suaranya lebih awal.

Kôenkai (Grup Pendukung Pribadi)

Karena partai politik Jepang secara tradisional lemah secara organisasi dan
hanya memiliki sedikit anggota, kandidat individual tidak dapat bergantung
sepenuhnya pada partai mereka untuk mendapatkan dukungan pemilihan.
Sebaliknya, kandidat akan membangun organisasi pendukung pribadi (kôenkai)
di antara para pemilih di distrik mereka.

Para kandidat mendorong orang untuk bergabung dengan kelompok


pendukung pribadi mereka dengan melakukan bantuan kecil – membantu anak-
anak mereka masuk sekolah yang baik atau mendapatkan pekerjaan yang baik,
mengirim bunga jika mereka membuka toko baru, mengirimi mereka kartu pada
hari libur – dan dengan membiayai pesta kôenkai dan perjalanan liburan.

Kandidat juga akan merekrut pemimpin organisasi lokal, seperti koperasi


pertanian, asosiasi kuil, kelompok usaha kecil dan menengah, dan kelompok
perempuan, dengan harapan mereka akan mendorong anggotanya untuk
bergabung dengan kôenkai dan memberikan suara untuk kandidat dalam
pemilihan .

Peraturan Kampanye di Jepang

Pemerintah Jepang sangat ketat dalam mengontrol kampanye. Para


kandidat hanya diperbolehkan menggunakan satu mobil kampanye serta sedikit
poster dan bahan cetak lainnya. Kampanye sendiri hanya boleh dilakukan selama
12 hari. Peraturan ketat di Jepang mengontrol segala hal periklanan politik, hanya

14
beberapa kandidat yang diperbolehkan muncul dalam iklan berbayar dan tampil di
televisi. Kandidat Jepang hanya mengeluarkan sedikit materi dalam masalah
periklanan, hanya saja mereka mengeluarkan banyak dana dalam kôenkai.

Reformasi Pemilihan Umum Jepang

Pada tahun 1993 shugi-in kokkai meloloskan berbagai undang-undang


untuk mereformasi sistem pemilihan umum. Sistem yang baru ini memiliki tiga
tujuan utama yaitu, mengurangi biaya kampanye dan kemungkinan terjadinya
korupsi, menggantikan sistem pemilihan yang individu-sentris menjadi partai-
sentris, dan juga untuk menciptakan alternatif baru di dalam sistem
parlementarian Jepang. Metode pemilihan umum dirubah menjadi lebih terpusat
kepada posisi partai politik

Sampai sekarang ini, Partai Demokrasi Liberal (LDP) secara mayoritas


berkuasa di Jepang. Perdana Menteri Jepang saat ini juga berasal dari Partai LDP,
di samping itu banyak para anggota LDP yang duduk di Cabinet dan National
Diet.

Kehidupan partai politik Jepang sangat dipengaruhi oleh apa yang


dinamakan hubatsu atau faksi. Hubatshu atau faksi merupakan bagian (sub-
bagian) dari partai politik di Jepang. Misalnya lima faksi yang ada dalam tubuh
LDP, yang kalau diurutkan menurut kekuatannnya meliputi Faksi Takhesita, Faksi
Matzuzuka, Faksi Komoto. Faksi-faksi yang merupakan bagian (sub bagian) dari
partai politik ini sangat berperan dalam pemilihan ketua partai (LDP). Dan sudah
bukan rahasia umum lagi bahwa ketua partai akan ditunjuk oleh DIET sebagai
Perdana Menteri, yang kemudian diangkat/dilantik oleh Kaisar.

Dalam kaitannya dengan diplomasi kebudayaan, ada organisasi yang


dilibatkan, yaitu Japan Foundation, sebagai pembantu menteri luar negeri
(didirikan pada tahun 1972). Lembaga ini mengurus masalah tukar menukar artis,
sarjana, organisasi dosen, dan misi-misi kebudayaan lainnya.

LDP dibentuk pada tanggal 15 Nopember 1955, melalui


fusi/penggabungan dua partai konservatif yang ada pada saat itu, yaitu the Japan
Democratic Party (Nihon Minshuto) yang dipimpin Hatoyama Ichiro dan the
Liberal Party (Jiyuto) yang dipimpin Ogata Taketora. Fusi tersebut disusun dari
faksi-faksi yang ada pada masing-masing partai konservatif itu. Sehingga
merupakan konfederasi kekuatan konservatif yang fungsinya secara esensial
sebagai suatu koalisi dari faksi-faksi. Pada waktu itu, fusi partai konservatif
(LDP) dibagai menjadi tiga (3) faksi, yaitu : the Yoshida faction, the Ogata
faction, dan the Ono faction.

15
Sejak tahun 19890 sampai sekarang, faksi-faksi dalam tubuh LDP meliputi
faksi Miyazawa Kiichi, faksi Nikaido Susumu, faksi Takeshita Noboru, faksi
Nakasone, faksi Abe Shintaro, dan faksi Komoto Masing-masing faksi tersebut,
faksi yang selalu tetap aktif sepanjang periode ialah faksi Nakasone

LDP tetap merupakan partai terkuat dan terbesar serta sangat berperan
dalam perumusan kebijakan di Jepang sejak terbentuknya (tahun 1955) sampai
sekarang. Sebagai penyebabnya antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Adanya program partai yang jelas dan selalu disesuaikan dengan


perkembangan jaman

2. Adanya dukungan dari para anggotanya, yang terdiri dari para birokrat,
para petani, para kelompok bisnis/pengusaha, serta adanya kekompakan
anatar faksi dalam memperjuangkan tujuan/program LDP.

3. LDP selalu menang mutlak dalam pemilihan umum, karena :

a. Isu yang menjatuhkan LDP tidak ada.

b. Isu pialang (perdagangan saham) tidak dapat menjatuhkan LDP.

Walaupun ada isu yang tidak baik terhadap LDP, tetapi tetap menang
dalam pemilu, sebab pemilu menggunakan sistem disstrik, faksi mempunyai
peranan yang sangat penting sekali, sebab faksi mampu menjamin hubungan
antara partai dengan para pemilih(yang tidak lain para pendukung faksi). Dalam
pemilihan umum (anggota Diet) ini, para calon anggota Diet dari LDP dalam
Distrik yang sama saling bersaing satu sama lain untuk merebut kursi parlemen
(Diet). Para calon anggota Diet tersebut, tidak dapat mengandalkan semata-mata
pada dukungan partai tetapi harus mencari dukungan dari faksi-faksi dan
kelompok-kelompok perseorangan/individu. Dengan demikian, adanya sistem
distrik dan faksi-faksi dalam tubuh LDP merupakan alat permainan untuk
mempertahankan dan meningkatkan dominasi LDP (sebagai partai konservatif)
dalam Diet.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sangat jelas terlihat adanya hubungan timbal balik antara lembaga-


lembaga negara Jepang. Peran rakyatpun menjadi lebih luas untuk memberikan
input pada sistem apalagi berubahnya sistem pemilu dimana rakyat memilih
Shugi’in dan Sangi’in secara langsung. Perkembangan Sistem politik dalam hal
kepartaian dan pemilu pada awalnya sangat dipengaruhi oleh Amerika serikat
paska Perang dunia ke II namun dalam perkembangannya LDP sebagai Partai
Konservatif memberikan kekecewaan pada masyarakat dan memicu Reformasi
Pemilihan Umum di Jepang.

Suasana kehidupan politik Jepang juga mempunyai ciri khas tertentu, yang
berbeda dengan negara-negara demokrasi lainnya. Hal ini tampak pada sistem
politik, sistem pemerintahan, dan adanya dominasi LDP dalam kehidupan politik
dan pemerintahan Jepang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Kedutaan Besar Jepang, 2019. Pemerintahan Jepang.from


https://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_13.html, 22 September 2019 10.35PM.

Academia, 2019. Suprastruktur politik serta sistem pemilu dan kepartaian


jepang.from
https://www.academia.edu/19256710/Suprastruktur_Politik_Tenno_and_Masyara
kat_serta_Sistem_Pemilu_dan_Kepartaian_Jepang, 22 September 2019 11.02PM.

Academia, 2019. Mengenal sistem politik dan pemerintahan Jepang.from


https://www.academia.edu/5345140/MENGENAL_SISTEM_POLITIK_DAN_SI
STEM_PEMERINTAHAN_JEPANG, 22 September 2019 13.07AM.

The House of Representatives Japan, 2019. DPR.from


http://www.shugiin.go.jp/internet/index.nsf/html/index_e.html, 22 September
2019 14.00AM.

Prime Minister of Japan and His Cabinet, 2019. Perdana mentri Jepang.from
http://japan.kantei.go.jp/98_abe/meibo/daijin/index_e.html, 22 September 2019
14.34AM.

Prime Minister of Japan and His Cabinet, 2019. Shinzo Abe.from


http://japan.kantei.go.jp/98_abe/meibo/daijin/abe_e.html, 22 September 2019
15.00AM.

Louis D. Hayes, 2009. Introduction to Japanese Politics. from


https://chikupunya.wordpress.com/2009/02/22/birokrasi-jepang-resume-buku, 22
September 13.34AM.

18

Anda mungkin juga menyukai