1anuari 1996
Pada 1 Januari 1996 terjadi pula bencana alam di Sulawesi Tengah. Rangkaian gempa Bumi
mengguncang Sulawesi tengah, tepatnya di lepas pantai Toli-Toli, Sulawesi Tengah, Indonesia.
Gempa terjadi sekitar pukul 17:10 WITA.Kantor GeoIisika Palu dan Ujung Pandang melaporkan
kekuatan gempa sekitar 5,6 SR dan terjadi pada kedalaman 33 km, 180 km sebelah utara Palu.
Namun, menurut sumber dari GeoIisika Jakarta, kekuatan gempa mencapai 7,0 SR. Hingga Senin
malam, kota Toli-Toli gelap gulita sehingga alat komunikasi yang memungkinkan untuk dipakai
adalah handy talky. Korban jiwa yang ditelan oleh bencana alam ini mencapai sedikitnya 9 orang
dan kerusakan yang diakibatnya meliputi hancurnya 386 rumah penduduk, juga Iasilitas-Iasilitas
umum dan kantor pemerintahan.
Selain itu, bulan Januari 1996 adalah bagian dari proses penyelidikan kasus Sri Bintang Pamungkas,
seorang mantan anggota parlemen tertuduh perihal penghinaan terhadap Presiden melalui salah satu
pidatonya di Berlin tahun silam. Dalam proses penyelidikan tersebut, empat wartawan diundang
untuk bertindak selaku saksi, mereka adalah Tubagus Budi Rahman, Andi Kusuma Pasaribu, TauIik
Mihardja, dan Bambang Satmoko. Namun keempat wartawan tersebut mengaku tidak mengetahui
apapun perihal pidato yang dilakukan Bintang di Technische Universitet Berlin. Selain itu dipanggil
pula beberapa saksi lain, namun masih belum ditemukan bukti yang valid. Pada tanggal 17 Januari
1996, Jaksa memanggil saksi ahli bahasa, Lukman Hakim. Lukman dipanggil untuk mendengarkan
kaset rekaman berisi ceramah Bintang di Berlin. Walaupun rekamannya buruk dan sulit didengar,
Lukman mengaku mendengar kata 'diktator, 'sama-sama PKI, dan 'menyeleweng. Namun,
karena belum jelas pertanyaan yang dilontarkan penanya, tidak dapat diambil kesimpulan akhir.
Beberapa hari berikutnya dipanggil pula beberapa ahli bahasa yang menyatakan bahwa
penggunakan kata 'menyeleweng tidak menghina kecuali dikatakan langsung pada yang
bersangkutan, dan kata 'diktator memiliki konotasi netral. Pada titik ini kasus Bintang masih
simpang siur.
Februari 1996
Terjadi pemboikotan di daerah Bali. Pemilik restoran dan hotel di Bali menolak untuk membeli bir
untuk disajikan di restoran dan hotel milik mereka. Hal ini disebabkan oleh skema yang dirancang
Ari Sigit, putra dari Suharto. Ia menetapkan bahwa perusahaan miliknya berhak memungut pajak
dari tiap botol bir yang terjual. Adapun pajak ini besarnya $ 0,25 per botol bir. Para pemilik hotel
dan restoran tentu saja menunjukkan respon negatiI terhadap ketetapan tersebut. Pada akhirnya,
bisnis milik Ari Sigit hancur karena para produsen memboikot dan menstop pengapalan bir ke Bali
sebagai bentuk protes.
Selain itu, terjadi bencana alam Tsunami di Irian Jaya pada tanggal 17 Februari. Tsunami terjadi
pada pukul 05:59 GMT atau pukul 14:59 waktu lokal. Terjadi gempa sebesar 8.2 MW di dekat
Pulau Biak, Indonesia. Gempa ini memicu terjadinya tsunami yang mematikan. Tinggi maksimum
ombak tsunami yang melanda Irian Jaya ini mencapai 7,7 meter. Menurut data, hingga 4 Maret
1996 tercatat ada 110 korban jiwa akibat becana ini dengan sebaran 107 korban jiwa di Pulau Biak
dan 3 korban jiwa di Pulau Yapen. Selain itu terdapat pula 51 korban yang hilang, setidaknya 100
orang mengalami luka serius dan 10.000 orang kehilangan rumahnya. Proses evakuasi dilakukan ke
tepi utara Irian Jaya.
Pada bulan Februari, penyelidikan perihal kasus Bintang masih dilanjutkan. Pada tanggal 7 Februari
1996, terdakwa Sri Bintang Pamungkas diperiksa selama 3 jam. Pada pemeriksaan, Bintang
menjelaskan bahwa mungkin ia memakai istilah 'diktator untuk menjawab pertanyaan dari
Nyonya Sri Basuki, namun Bintang tidak percaya bahwa suara di rekaman kaset adalah suaranya.
Panggilan dari jaksa terhadap Soenarto dan Nyonya Sri Basuki yang sedang berada di Berlin tidak
direspon berhubung jaminan untuk dapat kembali setelah memberi kesaksian tidak diberikan oleh
pihak jaksa.
Maret 1996
Pada tanggal 15 Maret 1996, terbentuk Komite Independen pemantau Pemilu (KIPP). Pembentukan
Komite ini mendapat sambutan baik dari masyarakat. Namun dari pihak politik, contohnya para
gubernur, pada umumnya menolak pembentukan KIPP. Penolakan dilakukan sebab dinilai
peraturan-peraturan yang ada sudah cukup untuk mengatur keberjalanan Pemilu. Seorang Jaksa
bahkan mengatakan bahwa KIPP berada di luar sistem sehingga tidak berwenang untuk mengawasi
jalannya Pemilu. Isu mengenai KIPP menjadi bahan perbincangan yang hangat baik di kalangan
sipil maupun pemerintah. Diadakan pula diskusi mengenai KIPP pada tanggal 28 Maret 1996.
Peserta diskusi ini terlihat timpang karena perwakilan dari Golkar maupun PPP menolak untuk
hadir sementara perwakilan dari PDI relatiI banyak. Dari diskusi dinilai bahwa keberadaan KIPP
akan menguntungkan Golkar sebagai calon pemenang terkuat pada Pemilu berikutnya.
Penyelidikan terhadap kasus Bintang terus dilakukan pada bulan Maret 1996. Pada tanggal 6 Maret,
saksi kunci yaitu Soenarto akhirnya dihadirkan setelah sidang ditunda selama 3 minggu. Dalam
kesaksiannya, Soenarto menegaskan bahwa kata-kata 'menyeleweng dari UUD 45 yang terdengar
di rekaman pidato adalah respon audiens terhadap pertanyaan yang dilontarkannya. Pada tanggal 13
Maret, Jaksa menuntut Bintang dengan tuntutan 4 tahun penjara dengan tuduhan sengaja menghina
Presiden RI. Tuduhan ini makin memberatkan Bintang karena dilakukan di luar negeri, sehingga
dinilai mencemari nama Indonesia. Tidak adanya pengakuan langsung dari Bintang dianggap
berbelit-belit dan tidak mau mengakui. Bintang juga tidak terlihat menyesal, bahkan menyebut
Presiden RI hanya dengan kata 'Saudara. Selain itu, Jaksa yakin bahwa kata 'diktator yang
terdengar di kaset rekaman adalah suara Bintang, bukan suara orang lain. Kemudian pada tanggal
27 Maret, dilakukan sidang pembacaan pembelaan Sri Bintang. Pada pembelaannya Bintang
menolak semua dakwaan dan meminta pembebasan.
April 1996
Kasus Sri Bintang Pamungkas masih berlanjut hingga bulan April. Pada 3 April 1996, pembacaan
pledoi Bintang diteruskan setelah ditunda selama satu minggu. Kelompok pembela Bintang kembali
menyatakan bahwa kata-kata yang dianggap menghina yang terdengar di kaset rekaman berasal dari
audiens, bukan dari Bintang dan bahwa pada pidato yang dilakukannya, Bintang justru memuji
pembangunan Indonesia. Namun pada 10 April 1996, Jaksa menyatakan bahwa ia tetap pada
pendirian semua. Ia mengungkapkan bahwa walaupun Bintang memuji pembangunan Indonesia,
namun penghinaan yang dilakukannya tetaplah sebuah Iakta. Disamping itu, Bintang juga dinilai
telah berupaya agar Presiden RI, Soeharto, tidak terpilih lagi pada Pemilu selanjutnya. Pada
akhirnya, Jaksa Meminta Hakim untuk mengesampingkan pembelaan terhadap Bintang dan tetap
memberikan hukuman 4 tahun kurungan. Pada 17 April, Sri Bintang membacakan duplik dan
menyatakan bahwa jika yang dipermasalahkan adalah transkrip pidatonya, ia akan menggugat lagi
ke pengadilan karena menganggap transkrip tersebut adalah hasil dari rekayasa teknik.
Pada akhir bulan April 1996, tepatnya tanggal 28 April 1996, bangsa Indonesia mendapat berita
duka. Pada pukul 05:10 di RSPAD Gatot Subroto, Ibu Tien Soeharto dinyatakan meninggal dunia.
Sempat beredar isu bahwa penyebab meninggalnya Ibu Tien adalah karena peluru salah sasaran
yang ditembakkan salah satu dari dua anaknya, Bambang dan Tommy, saat melakukan baku tembak
perihal perebutan proyek mobil nasional. Namun isu ini ditepis dan dinyatakan salah besar. Sutanto
yang saat itu menjabat sebagai Kapolri menceritakan bahwa sehari sebelum meninggalnya
almarhumah, beliau sedang mengunjungi sentra pembibitan buah Mekarsari dan agaknya beliau
lupa waktu saat sedang melihat-lihat sehingga menyebabkan kelelahan yang tidak baik untuk
gangguan jantung yang diidapnya. Pada pukul 04:00, 28 April 1996, Ibu Tien mengalami serangan
jantung mendadak. Pertolongan pertama segera diberikan oleh dokter kepresidenan dan Ibu Tien
dibawa ke RSPAD Gatot Subroto. Namun, walaupun segala upaya yang telah dilakukan, pukul
05:10 Ibu Tien menghembuskan naIas terakhirnya. Pada saat itu terlihat Presiden Soeharto terus
mendampingi istrinya di rumah sakit.
Mei 1996
Pada bulan Mei 1996, salah satu narapidana penjara Cipinang, Jakarta menghilang secara misterius
dari selnya. Narapidana itu bernama Eddy Tansil, seorang pengusaha Indonesia dengan darah
Tionghoa. Hilangnya Eddy Tansil dari selnya terjadi pada tanggal 4 Mei 1996. Sampai dengan
tanggal tersebut, Eddy tengah menjalani hukuman kurungan selama 20 tahun karena terbukti
menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika. Nilai ini setara dengan 1,5 triliun rupiah jika
dihitung dengan kurs pada saat itu. Uang tersebut ia dapatkan melalui kredit Bank Bapindo melalui
Grup Perusahaan Golden Key Group. Adapun selain hukuman kurungan, Eddy didenda 30 juta
rupiah dan diharuskan membayar uang pengganti sebesar 500 miliar rupiah dan kerugian negara
sebesar 1,3 triliun rupiah.
Perihal hilangnya Eddy dari selnya menyebabkan kecurigaan terhadap petugas penjara Cipinang.
Sekitar 20 petugas diperiksa namun tidak ditemukan bukti-bukti yang konkrit dan valid. Sampai
saat ini keberadaan Eddy masih belum dapat dipastikan.
Selain itu, pada tanggal 8 Mei 1996 Doktor Sri Bintang Pamungkas divonis hukuman 34 bulan
penjara karena terbukti telah menghina presiden melalui pidatonya di Technische Universitet Berlin
tertanggal 9 April 1995 kemarin. Meskipun jangka waktu 34 bulan lebih singkat dari tuntutan 4
tahun yang diajukan Jaksa P. Sitinjak, tervonis menganggap putusan tersebut tidak adil dan segera
mengajukan naik banding. Hal ini ternyata memicu kericuhan. Seitar 500 pendukung Bintang
memenuhi ruang sidang dan halaman gedung pengadilan sebagai bentuk protes terhadap keputusan
tersebut. Salah seorang pendukung bakan sampai melemparkan sepatunya ke mimbar majelis
hakim.
1uni 1996
KonIlik di bulan Juni tahun 1996 bermula dari munculnya usulan dari mantan ketua umum PDI,
Soejardi, untuk mengadakan kongres PDI. Kongres ini agaknya bertujuan untuk menggulingkan
Megawati dari jabatannya sebagai Ketua Umum PDI. Meskipun pada awal kepemimpinannya
Megawati mendapat sambutan hangat dari pemerintah, namun seiring berjalannya waktu ternyata
dukungan itu nampak berubah arah karena adanya penyalahan konstitusi partai oleh Megawati,
antara lain tidak dibentukanya Majelis Permusyawaratan Partai maupun Dewan pertimbangan
Pusat. Usulan untuk mengadakan kongres sempat ditolak Megawati dengan berbagi alasan,
diantaranya karena usulan kongres bukan muncul dari rapat cabang segingga tidak bisa
dipertanggung jawabkan. Namun di samping segala alasan yang diberikan, Kongres PDI tersebut
tampak sulit dibendung keberjalanannya karena kuatnya desakan dari pihak anti Megawati.
Kongres akhirnya dilaksanakan pada tanggal 20-22 Juni 1996 di Medan, dipimpin oleh Soejardi.
Setelah itu terbentuk DPP PDI Hasil Kongres dengan ketua umum Seojardi
Selain itu, pada 13 Juni 1996, diadakan Sidang Majelis Hakin Agung MA untuk membahas perkara
ditutupnya masalah TEMPO dua tahun silam. Penutupan majalah ini dipermasalahkan karena
dilakukan begitu saja tanpa sempat diketahui pasal undang-undang hukum pidana mana yang
dilanggar oleh berita yang dipublikasikannya. Pada sidang tersebut, Ketua MA mengesampingkan
pertimbangan hukum yang benar, yaitu bahwa tanggung jawab hukum seharusnya dibebankan
kepada pemimpin redaksi maupun anggotanya, atau kepada wartawan yang menulis kesalahan
pemberitaan. Dengan diabaikannya aturan bahwa sanksi harusnya diterima orang orang dan bukan
lembagai, lenyaplah hak hidup TEMPO dan bersama itu pula hilanglah kebebasan pers. Hal ini
memberi kesan bahwa keputusan MA merupakan pertimbangan politik dengan menggunakan
argumentasi hukum. Hal ini berdampak besar yang negatiI pada kebebasan pers.
1uli 1996
Terjadi peristiwa 27 Juli 1996. Peristiwa ini adalah bentuk pengambilalihan secara paksa kantor
DPP PDI di jakarta Pusat. Pada saat itu kantor tersebut dikuasai oleh kubu Megawati. Peristiwa
dimulai sejak pukul 5 pagi, terlihat sekitar 300 orang pasukan berseragam merah-merah sudah siaga
di kawasan sekita kantor DPP PDI. Di dalam kantor terdapat kurang lebih 200 orang. Kemudian
entah dari mana, pasukan berseragam merah tiba-tiba sudah memasuki gedung. Dalam hitungan
detik terlihat kobaran api di lapangan kantor yang berasal dari spanduk yang di bakar massa.
Terlihat lontaran-lontaran api dari luar pagar. Seketika itu juga kerusuhan terjadi, jeritan terdengar
dari berbagi penjuru dan api mulai melahap satu unit mobil Satuan Tugas PDI beserta sebuah
motor. Seorang saksi mata mengatakan bahwa di dalam ruangan darah bercucuran, berasal dari
bentrok dan kontak Iisik antara pendukung Megawati dan pasukan yang menyerang. Peristiwa ini
menyebabkan hampir 200 orang menderita luka-luka berat maupun ringan. Beberapa saat kemudian
datang pula pasukan dengan seragam lorang-loreng yang mencegah massa pro-Megawati yang
mencoba untuk merebut kembali kantor tersebut. Kericuhan terus terjadi hingga pukul 13:00, saat di
mana gedung yang telah berceceran darah itu akhirnya kosong. Massa PDI kemudian menggelar
mimbar bebas di depan kantor Polsek.
Tindak lanjut dari peristiwa itu adalah ditangkapnya 146 orang dengan tuduhan pembakaran dan
pengrusakan. Dari 171 orang itu, 25 orang adalah massa pro-Soejardi dan sisanya pro-Megawati.
Megawati kemudian menyatakan bahwa dia akan berkantor di gedung MPR/DPR dan seluruh
kadernya juga simpatisan PDI dapat menghubungi dan menyalurkan aspirasi mereka ke MPR/DPR.
Dua hari setelah kerusuhan, kota Jakarta masih terlihat tegang, banyak ancaman bom yang sampai
ke kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta. Diadakan doa bersama di kota-kota di
Indonesia sebagai bentuk keprihatinan terhadap peristiwa ini. Megawati mengeluarkan pernyataan
tertulis yang menyatakan agar seluruh pemimpin organisasi baik sipil maupun ABRI dan para
pemuka agama ikut memelihara keamanan dan ketertiban. Mega juga menyampaikan rasa duka cita
PDI atas korban yang meninggal dunia. Soejardi menyatakan bahwa kerusuhan terjadi akibat ulah
perusuh yang membonceng masalah internal PDI. Ketegangan akibat peristiwa kemarin masih
terasa hingga berhari-hari kemudian.
Agustus 1996
Pada awal Agustus, eIek dari peristiwa 27 Juli masih sangat terasa. Sidang gugatan Megawati
terhadap Fatimah Achmad dan anggota-anggota PDI yang menggolkan Kongres Medan ditunda.
Saat akhirnya dilaksanakan, penjagaan ketat dilakukan oleh ratusan petugas untuk menjaga
keberlangsungan sidang. Panser dan senjata lengkap pun disediakan untuk itu. Setelah sidang
selesai, Sekjen PDI, Alex Litaay, beserta 50 pendukungnya berjalan kaki menuju kawasan Harmoni.
Izin dari Presiden Soeharto perihal pemeriksaan anggota DPR/MPR sudah dikeluarkan, sehingga
dilakukan pemanggilan kepada Megawati dan Soejardi juga beberapa anggota DPR dari PDI untuk
dimintai keterangan sehubungan dengan aksi mimbar bebas.
Di samping isu PDI, pada Agustus 1996 sebuah kasus menyangkut wartawan dari Berita Nasional
bernama Fuad Muhammad SyaIiruddin muncul ke permukaan. Wartawan ini meninggal pada
tanggal 16 Agustus 1996 setelah dianiaya oleh orang tidak dikenal dan dilarikan ke rumah sakit
Bethesda Yogyakarta. Pertanyaan tentang pihak mana yang merencanakan kematian SyaIiruddin
pun menjadi marak. Pada suatu pidato, pihak polisi berjanji dan yakin bahwa mereka dapat
menemukan pelakunya. Setelah diselidiki, diketahui bahwa penganiayaan terhadap SyaIiruddin
berhubungan dengan berita-berita yang ditulisnya di harian Berita Nasional. Setelah melihat berita-
berita yang ditulis SyaIiruddin, jelaslah bahwa ia adalah wartawan berpena tajam. Tulisan-tulisan
yang ia hasilkan jujur dan seringkali membuat panas pihak penguasa. Setelah diselidiki berita-berita
yang ditulisnya, diduga berita tentang penyunatan dana IDT di Desa Karangtengah, Kecamatan
Imogiri, Bantul, Jawa Tengah, diduga sebagai berita yang mengakibatkan penganiayaan terhadap
SyaIiruddin. Kasus ini merupakan bukti betapa terkekangnya media pada masa ini.
September 1996:
Pada bulan September tahun 1996, Indonesia kedatangan seorang ahli politik Indonesia dari
Amerika Serikat, ProI. Dr. William R. Liddle. Kedatangan Liddle berbuntut panjang akibat
penyalahgunaan izin oleh yang bersangkutan. Saat berada di Ujung Pandang, Liddle melakukan
diskusi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM).
Pembicaraan ini berakhir dengan pemanggilan beberapa oknum untuk kepentingan interogasi.
Pasalnya, diskusi yang diadakan menyimpang. Tujuan diskusi sebenarnya adalah untuk
berkonsultasi dengan Liddle sebagai konsultain USAID (United States Aid Ior International
Development), sebuah badan pemerintah AS, yang memberikan bantuan terutama ke negara-negara
berkembang. Namun, diskusi ini disalahgunakan oleh Nasiruddin Pasigai, direktur LBH Ujung
Pandang. Saat diskusi berlangsung, datang 18 orang mahasiswa wakil dari Forum Penyelamat
Gerakan Mahasiswa (FPGM). Sekelompok mahasiswa tersebut memprotes kedatangan Liddle dan
menuntut adanya sanksi hukum kepada LBH tersebut. FPGM menilai bahwa tindakan yang
dilakukan LBH memalukan dan telah menyalahi etika kekeluargaan. Melalui alat perekam yang
telah diletakkan secara tersembunyi sebelumnya, diketahui bahwa dalam diskusi tersebut pihak
LBH telah membocorkan masalah intern bangsa Indonesia dengan tujuan untuk mendapat Iasilitas
dana dari pihak asing. Kasus kemudian ditangani oleh pihak berwajib dengan pemanggilan terhadap
Nasiruddin dan beberapa wartawan yang menghadiri diskusi dengan Liddle pada saat itu. Tidak
hanya pihak LBH yang melakukan penyimpangan, Liddle pun dinyatakan telah menyalahgunakan
izinnya yang sebenarnya diberikan untuk mengunjungi Pangkalan Utama Angkatan Laut, bukan
untuk berdiskusi dengan LBH. Hal ini diduga adalah siasat Amerika untuk menguasai dunia,
mengingat strateginya yang melibatkan CIA tidak berhasil.
tober 1996
Pada bulan Oktober 1996, terjadi kerusuhan di Situbondo, atau biasa disebut Peristiwa Situbondo.
Kerusuhan ini dimulai dari pelecehan terhadap agama Islam oleh Saleh, seorang warga Situbondo.
Saleh menyatakan bahwa Allah adalah makhluk biasa dan bahwa beberapa tokoh agama Islam yang
sangat dihormati di daerah itu mati dengan tidak sempurna. Wargapun murka dan Saleh diproses di
pengadilan. Setelah sidang selesai, wargamulai rusuh dan mengejar saleh sampai ke selnya. Pintu
dan jendela tahanan di rusak, beberapa orang berusaha melepas genteng dan jendela plaIon, mereka
akhirnya berhasil mengahajar Saleh di dalam selnya. Salah satu dari warga berhasil membubarkan
kericuhan itu. Beberapa hari setelah itu, sidang Saleh dilanjutkan. Pada akhir sidang, Saleh dituntut
dengan hukuman 5 tahun penjara sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Namun, massa tidak
puas, mereka ingin Saleh dihukum mati. Merekapun mulai melakukan tindakan brutal, dimulai
dengan melempari gedung pengadilan dengan batu. Aparat tidak dapat membendung kerusuhan
yang terjadi, sehingga yang bisa dilakukan adalah melarikan Saleh lewat gerbang belakang. Selama
kerusuhan beredar isu bahwa Hakim yang mengadili Saleh beragama kristen sehingga warga makin
kalap, padahal isu itu tidaklah benar. Merekapun mulai membakar mobil di depan gedung
pengadilan, berikut motor dan pesawat televisi. Massa kemudian bergerak menuju Gereja Bukit
Sion dengan berbekal bensin. Setelah sampai, mereka membakar gereja tersebut setelah lebih
dahulu menguras isinya. Pembakaran kemudian dilanjutkan ke gereja-gereja sekitar, di antaranya
Gereja Pantekosta dan Gereja Bether Injil Sepenuh. Aparat tidak dapat membendung jumlah warga
yang sangat banyak hingga akhirnya satu kompi senapan batalyon inIantri 514 datang. Petugas
langsung memukuli dan mengangkut para pemimpin kerusuhan tersebut. Melihat tindakan itu,
massa pun bubar namun dalam proses bubar mereka masih sempat melakukan pengrusakan dan
pembakaran. Tragedi Situbondo berhenti pada pukul 15:00. Kerusakan akhir dari kerusuhan ini
mencakup 24 gereja di lima kecamatan serta beberapa sekolah Kristen dan Katolik, satu panti
asuhan Kristen, dan toko-toko milik warga keturunan Tionghoa. Selain itu terdapat 5 korban jiwa.
Diduga terdapat konspirasi di balik peristiwa ini yaitu untuk mendiskreditkan Nahdlatul Ulama dan
pemimpinnya pada saat itu, Abdurrahman Wahid.
November 1996
Pada 8 November 1996, melalui seminar yang diselenggarakannya, Golkar melontarkan konsep
ekonomi baru yang dinilai lebih baik, yaitu konsep ekonomi kerakyatan. Konsep ekonomi ini kental
menunjukkan keberpihakannya pada rakyat kecil. Eky Syahrudin, ketua lembaga penyelenggara
seminar, menyatakan bahwa Golkar mengharapkan pergeserah secara kualitatiI, yaitu pergeseran
pemegang kunci ekonomi kepada pengusaha kecil dan koperasi, tidak lagi pada konglomerat dan
pengusaha besar. Kenyataannya, ekonomi saat itu timpang dengan statistik 99,8 pengusaha kecil
hanya menguasai 40 perekonomian nasional, sementara pengusaha besar yang hanya berjumlah
0.2 menguasai 60. Setelah pergeseran, diharapkan pengusaha kecil dapat menguasai kira-kira
70 perekonomian nasional. Pengusaha kecil dan koperasi dinilai sulit untuk berkembang karena
kesulitan memperoleh dana bank, maka dari itu akan diperlukan perlakuan, aturan, dan institusi
khusus di mana arah ekonomi tidak hanya didasarkan pada penawaran dan permintaan. Melalui
konsep ekonomi ini, Golkar mengharapkan ekonomi yang imbang, bukan yang timpang.
Selain konsep ekonomi yang baru dari Golkar, Tutut, putri sulung Presiden Soeharto juga gencar
dalam berbicara tentang perlunya mendongkrak pengusaha kecil dan koperasi. Cara yang
digagaskan antara lain adalah 1ollow up peminjaman dana kepada pengusaha kecil dan koperasi
dengan peminjaman teknis dan peninjauan perkembangan penerima dana. Selain itu digagaskan
juga bahwa dana pinjaman sebaiknya dikerahkan juga untuk melatih keahlian dan tenaga untuk
meningkatkan proIesionalisme sumber daya manusia. Tutut juga menyinggung pemerintah saat ia
menyampaikan gagasannya, tentang bagaimana pemerintah harus berperan sebagai organ
proIesional yang menjunjung tinggi kejujuran dalam menerapkan peraturannya. Jika kejujuran
tersebut dapat dipraktekkan, diyakini bahwa gagasan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik
dan dapat membangun ekonomi Indonesia.
Desember 1996
Pada bulan Desember 1996 terjadi kerusuhan berunsur SARA di Tasikmalaya. Kerusuhan dimulai
dari dihukumnya seorang santri bernama Rizal karena mengutil oleh Ustadz Habib. Setelah
dihukum, ternyata Rizal langsung melaporkan peristiwa itu ke ayahnya yang merupakan anggota
Sabhara Polres Tasikmalaya. Ayah Rizal, Kopral Nursamsi kemudian mendatangi pesantren untuk
meminta penjelasan yang kemudian diberikan oleh Ustadz Mahmud dan KH Makmun. Namun,
pada keesokan harinya, datang surat panggilan untuk Habib dan Ihsan dari Polres Tasikmalaya.
Begitu Habib datang memenuhi panggilan tersebut, ia langsung dihajar oleh Kopral Nursamsi,
diikuti dengan keempat petugas lain yang sedang berjaga di situ. Tidak hanya Habib, Mahmud dan
Ihsan yang datang bersama Habib untuk menemaninya pun ikut dihajar. Setelah peristiwa ini
beredar isu bahwa Mahmud meninggal dunia karena dihajar oleh pihak keamanan. Menanggapi isu
ini, warga murka dan mendatangi kantor polisi untuk menuntut permintaan maaI secara langsung.
Lalu mulai dilakukan aksi pengrusakan terhadap mobil-mobil dan motor juga bangunan di daerah
sekitar yang milik nonpribumi. Pembakaran kemudian dilanjutkan menuju gereja-gereja di daerah
sekitar. Dari kerusuhan ini kemudian ditahan 106 orang dan tercacat beberapa korban jiwa yang
adalah warga nonpribumi. Pasca kerusuhan, warga Tasikmalaya diliputi ketakutan. Di pintu-pintu
rumah tampak dituliskan 'Muslim atau 'Milik Muslim untuk menghindari amukan massa. Aparat
pemda dan Karang Taruna berdatangan untuk mebersihkan sisa-sisa kerusuhan. Pada akhir
Desember, kota Tasikmalaya mulai terlihat berangsur pulih walaupun aktiIitas toko, swalayan, dan
bank-bank belum sepenuhnya berjalan seperti biasa.
Ringasan Pertahun:
1996: Pada tahun 1996 terjadi beberapa bencana alam di Indonesia. Isu politik yang terbilang marak
antara lain perihal perpecahan PDI dan kasus Sri Bintang yang memakan waktu berbulan-bulan
untuk penyelesaian. KonIlik dengan unsur SARA masih marak di masyrakat. Terjadi perbaikan
dalam bidang ekonomi pada akhir tahun dengan adanya gagasan-gagasan baru mengenai konsep
perekonomian.
ReIerensi:
http://rosyid-spy.blogspot.com/2009/09/daItar-bencana-alam-di-indonesia.html
http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah.shtml
http://id.wikipedia.org/wiki/SejarahIndonesia#EraOrdeBaru
http://adypato.wordpress.com/2010/06/16/kondisi-ekonomi-indonesia-pada-masa-orde-baru/
http://www.tempo.co.id/
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/01/09/0021.html
1anuari 1997
Tahun 1997 merupakan tahun yang cukup berat bagi Indonesia. Tidak hanya masalah
ekonomi yang membuat Indonesia terpuruk yaitu menurunnya nilai rupiah secara drastis namun,
juga banyak peristiwa-peristiwa dan bencana terjadi di tahun 1997 ini. Seperti peristiwa yang
Terkait dengan kerusuhan TasikMalaya yang mulai tersulut pada bulan desember 1996, maka di
bulan januari ini aparat kemaan telah bisa menertibkan warganya sehingga situasi pun sudah mulai
kondusiI di Tasik Malaya. Rumah seorang tersangka pun sudah diketahui dan tengah diupayakan
menangkap tersangka tadi. Di bulan januari ini seorang aktivis dan politikus yang bernama
Soebadio Sastrosatomo, Beliau adalah mantan tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI). Ia menerbitkan
sebuah buku tipis sekitar 22 halaman pada pertengahan bulan Januari 1997. Buku tersebut berjudul
Era Baru Pemimpin Baru, Badio Menolak Rekaya Rezim Orde Baru`. Karna judulnya yang
kontrovesional itu membuat pemerintah menjadi marah. Ditanyakan pendapat mengenai maksud
menerbitkan buku tersebut beliau menjawab 'Saya didesak segerombolan anak muda yang datang
ke rumah, pada tanggal 5 Januari 1997. Diantara mereka, ada yang pernah mengikuti seminar di
Kaliurang, Yogyakarta, di mana saya salah satu pembicara. Saat itu, saya katakan, saat ini tugas
LSM untuk melakukan pendidikan politik pada masyarakat. Karena partai politik yang ada hanya
menyokong kekuasaan. Sehingga dengan pernyataan saya, LSM merasa memiliki tempat.Mereka
datang kepada saya, karena merasa tidak memiliki pemimpin. Meskipun ada presiden dan jenderal-
jenderal. Tapi, yang mereka rasakan adalah kekuasaan, bukan kepemimpinan. Sehingga saya kritik
presiden dan ABRI, karena saya tidak ingin anak-anak muda yang berasal dari LSM di pimpin
orang asing. Karena LSM kebanyakan didanai oleh orang asing. Oleh karena itu saya berkewajiban
memimpin mereka atas permintaan anak muda, maka ini wajib saya terima.
Febuari 1997
Pada bulan Iebuari tahun 1997 ini, perbincangan hangat masyarakat tertuju pada
penggabungan atau pelikuidasian bank-bank. kasus likuidasi Bank Summa agaknya menimbulkan
trauma mendalam bagi nasabah bank. Bayangkan, ribuan nasabah bank milik keluarga William
Soeryadjaja itu terpaksa harus antri menagih hak mereka. Ketika pembayaran kembali uang nasabah
seret, demonstrasi pun digelar, bahkan pernah sebuah peti mati diusung ke rumah bekas bos Astra
Internasional itu di Jakarta. Bank yang dijalankan Edward Soeryadjaja, putra William, itu punya
kewajiban sekitar Rp 1,5 trilyun pada nasabah, bank-bank swasta dan bank pemerintah, juga
terhadap Bank Indonesia. Repotnya, aset Bank Summa cuma lebih dari Rp 1 trilyun. Sampai
sekarang Bank Summa masih punya hutang pada beberapa bank besar dan Bank Sentral. Situasi
bank-bank di Indonesia semakin tidak menentu saat itu.
Isu ini jadi pembicaraan di caIe-caIe, di berbagai pertemuan bisnis dan menyita berlembar-
lembar halaman media massa. Gosip tadi berhembus lebih kencang setelah di pertengahan bulan
Februari ini media massa Jakarta menurunkan tulisan soal merger (penggabungan) beberapa bank.
Ada empat bank "baru" lahir dan merupakan hasil merger dua atau tiga bank yang sebelumnya ada.
Misalnya, Bank Arya dan Bank Surya Nusantara yang merger menjadi Bank Arya. Atau Bank Delta
yang merger dengan Bank Danamon. Tiga muka baru itu ada di Jakarta dan satu lagi di Surabaya.
Maret 1997
Pada Bulan Maret 1997, isu politik yang simpang siur pun semakin menguak ke masyarakat
mengingat semakin dekatnya pemilu 1997. Terkuak isu ancaman golput dan 'dagangan politik
orsospol politik 1997. PPP pun memboikot adanya kampanye pemilu dengan alas an tertentu. Sri
Bintang Pamungkas, yang terkena hukuman 34 tahun lantaran menghina pemerintahan Presiden
Indonesia Soeharto, Kembali menjadi tahanan kejaksaan agung lantaran ikut menolak adanya
pemilu 1997. Beliau menganggap pemerintah sudah tidak bis di percaya lagi, sama halnya dengan
pemilu, hanya ada kecurangan dalam proses pemilu untuk memenangkan partai golkar yg dipimpin
Soeharto dan kroninya. Kepastian nasib Sri Bintang itu diumumkan Jaksa Agung Singgih pada
Rabu pagi 5 Maret 1997. Pagi itu, Sri Bintang ditelepon aparat kejaksaan untuk datang di Gedung
Bundar Kejaksaan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Setelah diperiksa sampai pagi, akhirnya
Bintang disuruh "menginap" dengan tuduhan berat: subversi.
Ini bermula dari kartu selamat Idul Fitri yang dikirimkan Sri Bintang Pamungkas dan Keluarga
Besar Partai Uni Demokrasi Indonesia ke seluruh pejabat tinggi, tokoh masyarakat, dan banyak
kalangan lainnya. Isinya, antara lain, tiga agenda PUDI: menolak Pemilu 1997, menolak pencalonan
Soeharto sebagai Presiden RI 1998-2003, dan menyiapkan tatanan baru pasca Soeharto. Konon, Sri
Bintang mengirimkan juga kartu ini kepada Presiden Soeharto dan Wakil presiden Try Sutrisno
serta beberapa mentri.
April 1997
Gerakan anti pemilu masyrakat yang dilayangkan kepada pemerintahan masih menjadi
pembicaraan hangat pada bulan april 1997. Kalangan mahasiswa pun mulai bergerak untuk beraksi
demo anti pemilu di berbagai daerah. Korban pun mulai berjatuhan tatkala waktu itu kerusuhan
benar-benar terjadi antara pihak polisi dan mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa, aksi penolakan
pemilu juga dilakukan beberapa kalangan tua yang aktiI di dunia politik.
Peran sospol yaitu peran kedua ABRI kembali diperbicarakan dan didiskusikan oleh
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI). Diskusi merupakan hasil akhir dari berbagai
perdebatan tentang dwiIungsi ABRI dewasa ini. Seperti diketahui, perdebatan mengenai dwiIungsi
ramai dibicarakan setelah Presiden Soeharto menugaskan LIPI untuk meneliti kembali peran sosial-
politik ABRI di pemerintahan, pada tahun 1995. Hasil diskusi ini menghasilkan 4 poin penting
terkait peran ABRI ini yaitu : peran ABRI atas 12 provinsi sepertinya sulit dipertahankan, peran
sospol ABRI secara pragmatis berlaku sesuai kondisi, Mengurangi citra negative security approach,
dan ngaran militer dan kepolisian dinaikkan, tapi anggaran non APBN ditiadakan, agar tidak terjadi
korupsi, kolusi, ekonomi biaya tinggi dan sebagainya pada pejabat lainnya.
Mei 1997
Pada bulan Mei ini dilaksanakanlah pemilu tahun 1997 tepatnya tangal 29 Mei 1997. Namun
seperti yang diketahui pemilu 1997 ini diwarnai dengan aksi protes dari berbagai pihak. Masyarakat
sudah mengalami krisis ketidakpercayaan lagi terhadap pemerintah. Diadakan pemilu berapa kali
pun tetap saja hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan rakyat. Sejumlah aksi mahasiswa
Indonesia telah menolak keras dengan adanya pemilu 1997 ini tak terkecuali Universitas Indonesia.
"Aksi Putih Menyambut Pemilu 1997", 21 Mei 1997 lalu di kampus Universitas Indonesia, Depok
ini mulanya berawal dari ketidak puasan beberapa mahasiswa yang prihatin terhadap proses
kehidupan politik yang bukannya semakin demokratis, tetapi justru sebaliknya. Hal ini tercermin
juga lewat pemilu kali ini, dimana ditemukan banyak kecurangan yang bertujuan untuk
memenangkan Golkar, seperti ditemukannya dokumen hasil perolehan suara di Bengkulu (Golkar
mendapat 82,29 persen) dan Lampung, kasus Operasi Fajar. Belum lagi pelanggaran yang lain
selama kampanye, serta tingginya korban akibat kerusuhan selama kampanye ( jumlah korban
adalah yang terbanyak jika dibandingkan pemilu yang lalu, korban meninggal saat ini diatas seratus
orang) .Disamping itu, lewat penelitian yang diadakan oleh kelompok studi mahasiswa UI "Eka
Prasetya" bulan April lalu terungkap bahwa 48,7 persen mahasiswa UI akan Golput pada pemilu
nanti, dimana kebanyakan mahasiswa cenderung ikut-ikutan untuk menentukan pilihannya dalam
pemilu (62,3 persen) dan 52,7 persen mahasiswa beranggapan tidak ada pengaruhnya jika
menggunakan hak pilihnya.
1uni 1997
Pada bulan juni 1997, Berita Indonesia diwarnai dengan hangatnya perdebatan antara partai
politik mengenai hasil pemilu 1997. Terutama PPP yang menentang keras dengan adanya pemilu
1997 dan menyatakan bahwa semua wilayah PPP ada kecurangan, tampaknya secara nasional PPP
tetap akan menandatangani hasil pemilu tersebut. Itu sebagai bentuk "tanggungjawab" atas 90 kursi
yang diraih. Perbedaan mengenai soal bagaimana menyikapi hasil pemilu semakin tajam.
Sementara itu, waktu terus berjalan. Dan waktu untuk meneken hasil pemilu kian mendekat.
Karena, untuk tingkat kabupaten, hasil pemilu sudah harus diteken pada 10-13 Juni 1997, untuk
tingkat wilayah (propinsi) antara 13-21 Juni 1997, dan untuk tingkat nasional antara 21-24 Juni
1997. Jika Buya Ismail dan jajaran teras PPP belum dapat menentukan sikap, bisa saja waktu
berlalu dan cabang maupun wilayah menentukan sikapnya sendiri.
1uli 1997
Pada bulan Juli, Sementara Thailand sedang mengembangkan baht, 0toritas Moneter
Indonesia sedang melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Kondisi ekonomi
Indonesia tahun 1997 yang segera berakhir tidak dapat terlepas dari gejolak moneter yang melanda
kawasan ASEAN, dimulai dengan depresiasi baht Thailand, ringgit Malaysia, peso Filipina, dan
dolar Singapore yang kemudian melanda Indonesia pada 11 Juli 1997. Pada tanggal 11 Juli ini,
rentang interverensi di perenggang oleh Bank Indonesia yang bertujuannya untuk meningkatkan
peran pasar dalam menentukan kurs rupiah dan mengembangkan pasar valas domestik.Hal ini
dikarenakan semakin besar dan kuatnya nilai permintaan dollar yang secara perlahan mulai
mengancam nilai rupiah Indonesia. Pada masa ini Presiden Soeharto sedang ingin menaikan nilai
kurs rupiah yang semakin lama semakin turun sekitar 80, menjadi 2400 per 1 USD.
Bank Indonesia berulangkali mengucurkan dana intervensi, nyatanya rupiah terus berada di
"papan bawah". Pada 21 Juli, misalnya, dikabarkan BI melakukan intervensi sebesar satu miliar
dollar AS. Namun uang sebesar itu tak mampu menahan serbuan para spekulan atas dollar.
Permintaan dollar AS terus meningkat. Langkah ini dilanjutkan dengan melakukan pengetatan
likuiditas rupiah untuk mengurangi potensi pembelian dolar, serta menghentikan lelang pembelian
surat berharga pasar uang (SBPU) perbankan sejak 24 Juli 1997, yang diikuti dengan penyetopan
Iasilitas diskonto I dan sertiIikat Bank Indonesia repurchasing (SBI repo). Namun, langkah itu tak
berhasil menyetop dolar yang terus saja meroket. Inilah massa-massa dimana Indonesia mulai
terpuruk dari Negara-negara asia tengara lainnya. Dibulan ini pun tercatat besarnya kredit macet
yang di tanggung Indonesia selama hamper 3 dekade atau 30 tahun lamanya adalah sekitar Rp
72,265 Milyar.
Agustus 1997
Rupiah mulai menaik tajam di bulan agustus 1997, dimana tepatnya pada tanggal 14 agustus
1997 aturan pertukaraan mata uang Negara yang tadinya teratur diganti menjadi pertukaran
Iloating-bebas. Maka di bulan ini mata uang rupiah turun semakin dalam. Mata uang Indonesia
mulai berada di nilai sekitar 3000 per 1 USD. Masyarakat panik, lalu berbelanja dolar dalam jumlah
sangat besar. Setelah dana pemerintah ditarik ke Bank Indonesia, tingkat suku bunga di pasar uang
dan deposito melonjak drastis karena bank-bank berebut dana masyarakat. IMF pun memberi
bantuan kepada Indonesia dengan meminjam kan uang sekitar 23 Milyar Dollar, namun hal tersebut
sama sekali tidak berpengaruh pada penurunan nilai mata uang Indonesia, Nilai mata uang Rupiah
turun semakin dalam. Karna takut hutang perusahan, maka permintaan penjualan rupiah pun
meningkat, demikian pula pembelian dollar yang meningkat.
Banyak Pengusaha-pengusaha kaya yang akhirnya bangkrut karna situasi kurs rupiah yang
tidak menentu ini. Perusahaan yang meminjam uang dengan Dollar pun akhirnya harus menelan pil
pahit yang disebabkan penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu:
menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi. Pemerintah dalam hal ini terus saja
melayangkan permasalahan ini kepada para spekulan menjadi penyebab terbantingnya nilai rupiah
Indonesia.
September 1997
Pada awal bulan September tahun 1997 Bank Indonesia menurunkan suku bunga SBI
sebanyak tiga kali. Berkembang isu di masyarakat mengenai beberapa bank besar yang mengalami
kalah kliring dan rugi dalam transaksi valas. Kepercayaan masyarakat terhadap bank nasional mulai
goyah. Terjadi rush kecil-kecilan. Pada tanggal 3 september 1997 Sidang Kabinet Terbatas Bidang
Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan serta Produksi dan Distribusi berlangsung di Bina Graha
dipimpin langsung oleh Presiden Soeharto. Hasil pertemuan: pemerintah akan membantu bank sehat
yang mengalami kesulitan likuiditas, sedangkan bank yang sakit akan dimerger atau dilikuidasi.
Dibulan-bulan ini bank-bank di Indonesia mulai mengalami kebuntuan dan sangat tarancam
bangkrut. Tercatat terdapat 16 Bank pada massa itu tengah mengalami kebangkrutan. Selain
Masalah ekonomi dan politik yang semakin tidak terkendali, Indonesia pun harus berduka atas
meninggalnya korban pesawat Airbus A300-B4 milik Garuda airlines yang terbang dari medan
menuju Jakarta. Lokasi kejadian di Desa Buahnabar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten
Deliserdang, yang berjarak 41 kilometer dari bandar udara itu. Sebanyak 234 orang di dalamnya
mati terpanggang dengan tubuh tak utuh. Kecelakaan ini menambah saja deretan musibah Negara
Indonesia di tahun 1997. Banyak spekulasi yang muncul tentang penyabab jatuhnya pesawat airbus
Garuda A300-B4, Yang pertama adalah Iaktor asap akibat kebakaran hutan besar-besaran di pulau
Kalimantan dan Sumatra kala itu. Dan yang kedua adalah akibat kegagalan Iungsi sayap pesawat
untuk menjaga pesawat tetap stabil.
tober 1997
Pada bulan oktober nilai rupiah pun kembali turun terhadap dollar, yaitu Rp. 4000 per 1
USD. Situasi ini mendapat perhatian lebih dari International Monetery Fund (IMF). IMF
berpendapat bahwa situasi Ekonomi Negara Indonesia dangat tidak sehat. Menteri keuangan Tunky
Ari Wibowo, seusai rapat dengan IMF, menemui langsung Presiden Soeharto di luar jadwal yang
disusun staI Sekretariat Negara untuk melaporkan hasil pertemuan yang juga dihadiri ProI. Widjojo
Nitisastro, Gubernur BI Soedradjad Djiwandono, dan Menkeu Mar`ie Muhammad. Namun, Menteri
Tunky merahasiakan apa saja yang disarankan IMF untuk memperbaiki resesi yang sudah nyaris
"melumerkan" potensi ekonomi bangsa ini. Pertimbangannya, ujar Tunky, pembicaraan belum
tuntas. Ketika didesak wartawan apakah soal-soal "genting" seperti proyek mobil nasional yang
kontroversial itu dibicarakan juga, Menteri Tunky membenarkan, walau menolak mengungkapkan
bentuk "vonis" IMF terhadap proyek yang nilainya 690 juta dollar AS itu. Hanya dijelaskan bahwa
di luar IMF, Singapura dan Jepang sudah siap mengulurkan tangan untuk memberi bantuan
berbentuk dana yang jumlahnya belum ditentukan. Dan akhirnya IMF pun mengucurkan dana segar
sebesar 17 miliar, jumlah yang sama diberikan kepada Thailand, pada akhir Oktober 1997. Dana
bantuan itu diharapkan IMF untuk Pembenahan sejumlah bank yang dinilai tidak sehat dan dapat
menimbulkan ketidakeIisienan perekonomian Indonesia. Perhimpunan Bank-Bank Swasta Nasional
(Perbanas), organisasi bank-bank swasta Indonesia, membentuk Tim Delapan yang bertugas
membicarakan nasib bank-bank yang "bermasalah". Menurut sebuah sumber, IMF tampaknya akan
menyarankan agar bank-bank yang tidak sehat itu dilikuidasi saja. Dan kemungkinan itu rupanya
ditindaklanjuti Perbanas.
November 1997
Pada bulan November 1997, situasi Indonesia masih belom stabil. Isu tentang penutupan
sejumlah bank swasta pun masih menjadi pembicaraan hangat masyarakat kala itu. Situasi politik
yang semakin terpuruk pun ikut membuat masyarakat dan mahasiswa sangat gerah. Kompromi
Pemerintah perihal syarat yang ditawarkan IMF pun tidak jelas. Indonesia kala itu memang sedang
di landa krisis politik dan ekonomi yang mencuat berlebih. Enam belas bank ditutup. Ribuan
nasabah di 19 kota besar Indonesia dari Medan sampai Ujungpandang -- sejak 13 November lalu
ramai-ramai antri untuk mengambil uang tabungan dan depositonya. Mereka adalah nasabah bank
yang punya uang paling banyak Rp 20 juta, dan jumlah mereka tercatat 93,7 persen dari seluruh
nasabah 16 bank yang dilikuidasi Menteri Keuangan pada 1 November 1997.
Bank-bank yang harus dilikuidasi adalah bank-bank yang memiliki criteria sebagai berikut :
aset bank tak cukup untuk menutup kewajibannya, hal ini terutama karena besarnya kredit macet,
besarnya kredit macet membuat bank tak mampu menutup biaya yang dikeluarkan, akibatnya
kerugian dari tahun ke tahun semakin membesar, kemampuan bank menghimpun dana masyarakat
makin kurang, sehingga sumber dananya tergantung pasar uang jangka pendek yang berbunga
tinggi, karena akumulasi kerugian yang semakin besar, modal menjadi negative, dan teguran dan
usul perbaikan BI tak memperoleh tanggapan positiI dari pemilik bank bersangkutan.
Desember 1997
Menjelang akhir tahun Keadaan Indonesia belom berubah dari bulan-bulan sebelumnya,
masih terpuruk dan terjatuh lebih jauh lagi. Ditambah Rumor Presiden Soeharto yang sakit semakin
mempersulit keadaan Indonesia. Dan juga, Seakan semua bantuan dari IMF dan pinjaman-pinjaman
dari Negara lain hanyalah ibarat menabur garam dalam lautan`, tidak berpengaruh sama sekali
terhadap kondisi perekonomian Indonesia yang semakin terpuruk. Memasuki Desember 1997,
walau sudah "dioperasi" IMF, rupiah kembali anjlok hingga melewati batas Rp 5.000. Bahkan
ketika Menteri Moerdiono mengumumkan bahwa Presiden Soeharto gagal berangkat menghadiri
KTT OKI di Iran dan ASEAN di Kualalumpur, Malaysia, karena sakit, rupiah meluncur deras
hingga melewati angka Rp 6.000 per satu dollar AS. Rupiah sempat menguat menjadi Rp 5.250
tatkala BI melakukan intervensi pasar dan Presiden Soeharto melakukan kegiatan kenegaran.
Rupiah kembali menguat hingga posisi Rp 4.900, tatkala Pak Harto menampakkan diri untuk
melantik perwira muda ABRI pada 18 Desember.
Dunia swasta yang paling parah terkena dampak krisis moneter kali ini, sempat "dibantu"
Menteri Marie Muhammad untuk melobi penjadwalan utang swasta kepada pihak pemberi
pinjaman. Meskipun, sebelumnya di DPR, Menkeu sempat menyatakan bahwa pemerintah tak akan
menalangi utang swasta. Sedangkan kondisi pasar modal selama Desember, dari hari ke hari tak
kalah menyedihkan. Selama krisis moneter sejak Juli hingga akhir tahun ini, indeks saham
gabungan BEJ turun hingga mencapai 50 persen. Hingga kini indeks saham BEJ masih bertengger
pada angka 385 angka yang tergolong rendah.
Menurut beberapa ahli, salah satunya adalah SoIyan Wanandi , ekonomi dan politik, kondisi
Indonesia pada saat ini adalah belum yang terparah dari krisis moneter yang dialami Indonesia. Para
ahli yakin bahwa situasi akan terus dan terus memburuk sampai ke titik terendah dan terpuruknya
Indonesia, dan akibat situasi yang se-'riot ini tidak menutup kemungkinan masyarakat khususnya
mahasiswa akan semakin geram kepada pemerintah dan bertindak secara tegas untuk menurunkan
ataupun menjatuhkan pemerintahan yang ada pada saat itu.
Ringasan Pertahun:
Tahun 1997 adalah awal dari mimpi buruk Indonesia selama masa orde baru. Di tahun ini,
perekonomian Indonesia sangat tidak stabil. Nilai rupiah Indonesia yang semakin turun mulai dan
terpuruk. Bank-bank di Indonesia juga dalam keadaan di ambang kebangkrutan.Hutang dengan
pihak luar pun tak dapat dihindari. Situasi Politik pun sangat tidak kondusiI, Pemilu 1997
menimbulkan banyak kontroversi diantara partai-partai Indonesia. Kerusuhan-kerusuhan yang
dilakukan mahasiswa pun tidak terbendung dalam upaya penolakan pemilu 1997. Musibah
kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan 'musibah asap juga menjadi penambah kesengsaraan
rakyat Indonesia kala itu.
ReIerensi :
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/44/kolom4.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/22/nas2.htm
http://majalah.tempointeraktiI.com/id/arsip/2000/03/13/INT/mbm.20000313.INT112168.id.html
http://www.tempo.co.id/ang/min/03/02/ekbis2.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/01/nas11.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/12/nas24.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/01/46/nas3.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/13/kolom2.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/31/nas10.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/34/utama.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/37/utama.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/43/utama.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/01/utama.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/15/utama.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/08/nas11.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/05/ekbis2.htm
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/16/utama.htm
Resume tahun 1988-1992:
Lima tahun ini tidak berbeda jauh dengan tahun tahun sebelum maupun sesudahnya. Bencana
sudah pasti menimpa Indonesia di berbagai penjuru. Masalah masalah lain pun terus bermunculan
pada rezim pimpinan Soeharto ini.
Resume tahun 1993-1997:
Dari 5 tahun ini, gejolak politik di Indonesia mencapai puncaknya. Indonesia mendapatkan masalah
di berbagai bidang, terutama krisis moneter. Merupakan mimpi buruk menjadi kenyataan bagi
Indonesia untuk mendapat musibah seperti ini.
Resume tahun 1988-1997:
Dalam bentuk graIik, Indonesia mengalami peningkatan dalam hal masalah seiring berjalannya
tahun dengan puncaknya adalah krisi moneter. Rezim orde baru yang akhirnya menimbulkan
banyak masalah ini menjadi kelabakan juga dengan situasi di Indonesia. Bukan hanya dari segi
politik dan ekonomi, dalam segi kriminalitas, bencana, dan budaya pun Indonesia terus menerus
diberi masalah.