Anda di halaman 1dari 18

Penyusunan Motif Batik

Penyusunan ornamen dengan cara mengulang motif ada 7 cara menurut Dalijo dan
Mulyadi (1983: 78):
Dalam pembuatan motif tentunya, sumber ide yang kita tuangkan tidak serta merta
diterapkan pada motif batik. Harus melalui bentuk penghalusan atau penggayaan terlebih
dahulu. Seperti yang disebutkan oleh Dalidjo dan Mulyadi (1983:78), bahwa motif-motif itu
mempunyai bentuk asli yang beraneka ragam dan mengandung keindahan. Namun, bentuk dan
keindahan tersebut belum tentu siap pakai untuk diterapkan pada bidang hias yang kita
inginkan. Untuk mengatasinya, motif-motif itu perlu kita stilasikan terlebih dahulu, artinya
mengubah bentuk asal untuk mendapatkan bentuk baru yang indah yang kiranya sesuai dengan
bidang hias yang kita sediakan. Hasil-hasil stilasi itu kemudian kita susun secara teratur di
dalam bidang hias. Keteraturan dalam penyusunan ini perlu untuk mendapatkan hasil yang
tenang dan enak dipandang. Hasil inilah yang disebut dengan ornamen.
Penyusunan yang teratur itu dapat dilakukan dengan cara mengulang-ulang sebuah
motif. Motif ini dapat kita susun dengan cara mengulang-ulang dengan berbagai cara sebagai
berikut:
1. Salinan
Yaitu cara mengulang motif yang paling sederhana dengan cara menyalin motif itu
sendiri dengan gerak langkah demi langkah menurut garis lurus dengan jarak yang sama
(Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 78)

Gambar 4 Sebuah Motif


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 78)

a. Salinan
Cara mengulang motif yang paling sederhana ialah dengan menyalin motif
dengan gerakan langkah demi langkah menurut garis lurus dengan jarak yang
sama. Susunan tersebut cocok untuk hiasan tepi. Cara ini merupakan cara yang
sangat mudah karena langkah demi langkah tanpa mengadakan perubahan, baik
bentuk, posisi maupun jaraknya.

Gambar 5 Langkah Berupa Salinan


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 78)

b. Refleksi Terhadap Suatu Garis


Refleksi merupakan pengulangan bentuk dengan cara mengubah posisi dari
bentuk itu dan dua bentuk tersebut dipisahkan leh sebuah sumbu yang disebut
“sumbu simetris”.

Gambar 6 Ulangan Berupa Refleksi


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 79)

c. Rotasi Terhadap Suatu Titik


Pada susunan ini cara mengulang bentuk ialah dengan memberikan posisi
memutar mengelilingi sebuah titik sebagai pusatnya. Rotasi dapat berupa ulanga
sebanyak dua, tiga, empat, lima bahkan lebih.

Gambar 7 Ulangan Berupa Rotasi


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 89)

d. Refleksi dan Salinan


Pada susunan ini cara mengulang bentuk yaitu dengan cara mengabungkan cara
refleksi dengan salinan.

Gambar 8 Ulangan Berupa Refleksi dan Salinan


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 79)

e. Rotasi dan Salinan


Ulangan bentuk gabungan berikutnya ialah yang disebut rotasi dan salinan
dengan contohnya sebagai berikut.

Gambar 9 Rotasi dan Salinan


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 80)

f. Refleksi dan Salinan Berselang


Selanjutnya, jenis ulangan bentuk yang disebut”refleksi” dan “ salinan berseling”.

Gambar 10 Refleksi dan Salinan Berselang


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 80)

g. Refleksi dan Rotasi


Sebagai jenis uangan bentuk yang berakhiran yang kita perkenalkan ialah
gabungan antara refleksi dan rotasi.
Gambar 11 Refleksi dan Rotasi
(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 81)

Gambar 12 Ulangan Berupa Salinan

2. Refleksi Terhadap Suatu Garis


Refleksi juga merupakan pengulangan bentuk. Akan tetapi, disini kita mengubah posisi
dari bentuk itu seperti melihat adanya dua buah bentuk yang setangkup dipisahkan oleh
sebuah sumbu yang disebut “sumbu smetri” (Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 79).

Gambar 13 Ulangan Berupa Refleksi

3. Rotasi Terhadap Suatu Titik


Pada susunan ini cara mengulang bentuk ialah dengan memberikan posisi memutar
mengelilingi sebuah titik sebagai pusatnya (Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 79).

Gambar 14 Ulangan Berupa Rotasi

4. Refleksi dan Salinan


Disamping jenis- jenis ulangan bentuk seperti yang telah kita sebutkan di atas, kita masih
mengenal jenis lain yang merupakan gabungan dari keduanya, misal refleksi dan salinan
(Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 79).

Gambar15 . Ulangan Berupa Refleksi dan Salinan


5. Rotasi dan Salinan
Ulangan bentuk gabungan berikutnya ialah yang disebut rotasi dan salinan (Dalidjo dan
Mulyadi, 1983: 80).

Gambar16. Ulangan Berupa Rotasi dan Salinan

6. Refleksi Salinan Berselang


Sebuah jenis ulangan bentuk yang disebut “refleksi” dan “salinan berselang” (Dalidjo
dan Mulyadi, 1983: 80)

Gambar 17. Ulangan Berupa Refleksi dan Salinan Berselang

7. Refleksi dan Rotasi


Merupakan gabungan antara refleksi dan rotasi (Dalidjo dan Mulyadi, 1983:81)
Gambar 18. Ulangan Berupa Refleksi dan Rotasi
Setelah mengenal berbagai macam cara mengulang sebuah motif sebagai tindak awal
dalam perencanaan penyusunan ornamen, selanjutnya Dalidjo dan Mulyadi (1983: 82)
membagi jenis pola hiasan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
1. Pola hiasan pita, hiasan tepi, hiasan bingkai dan hiasan sudut
Untuk membatasi sesuatu agar lebih jelas kedudukannya sebagai suatu kesatuan dan
tidak berbaur dengan kesatuan lainya, diperlukan adanya batas yang memisahkan atau
mengelilingi kesatuan tersebut. Batas yang demikian ini lazim disebut tepi, pinggiran atau
bingkai (Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 82).
Penyusunan motif dengan jalan mengulang-ulang pada pola hiasan ini menghasilkan
sebuah deret. Pengulangan yang berupa salinan akan menghasilkan deret biasa. Dan
penggunaan dua motif yang berlainan yang disusun secara berselang-seling dengan jarak yang
sama akan mewujudkan deret berselang. Ada kalanya suatu deret terdiri dari satuan-satuan
susunan motif yang diputuskan secara beraturan oleh motif lain, deret demikan disebut deret
terputus. Apabila kedua garis yang memuat motif-motif itu menyempit dan bertemu pada
sebuah titik akan kita saksikan bahwa deretan motif itu tampak makin mengecil, deret demikian
disebut dengan deret menyimpang. Deret ini dapat kita jadikan motif dan disusun lagi secara
berulang yang menghasilkan deret baru. Susunan yang lazim demikian disebut dengan hiasan
tumpal. Adakalanya deret menyimpang ini kita ketemukan pada bidang hias melingkar yang
dibentuk oleh dua lingkaran sepusat dan jari-jarinya, susunan demikian ini menghasilkan deret
melingkar. (Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 86).
2. Pola hiasan panil (tertutup/terbatas)
Hiasan panil disebut juga hiasan tertutup atau hiasan terbatas. Pada umumnya pola hiasan
ini tidak berakhiran, artinya tidak memiliki bentuk khusus sebagai penutup ujung-ujungnya.
Hanya pada perwujudannya dalam bentuk hiasan bingkai ada kalanya berakhir dengan bentuk
khusus, yakni berupa hiasan sudut, hiasan pangkal atau hiasan kepala atau mahkota (Dalidjo
dan Mulyadi, 1983: 98-99).
Gambar19 Macam-Maca Pola Hiasan Panil (Tertutup)
(Dalidjo dan Mulyadi, 1983)
3. Pola hiasan terbuka (pola hiasan tidak berakhiran)
Pola hiasan terbuka atau pola hiasan tidak berakhiran ini disebut demikian karena karena
hiasan ini direncanakan untuk mengisi bidang yang tidak tertentu bentuk dan luasnya. Hiasan
ini dapat kita potong-potong untuk menghiasi suatu bidang hias tanpa merusak susunan dan
penampilannya (Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 112).
Setelah mengetahui cara penyusunan motif dan pengulangannya, selanjutnya adalah
menganalisa keindahan hasil ornamen. Menurut Sewan Susanto (1973: 3) dijelaskan bahwa
keindahan motif batik terletak dari dua hal, yaitu :
1. Keindahan visual (keindahan luar), yaitu rasa indah yang diperoleh karena perpaduan
yang harmonis dari susunan bentuk dan warna melalui penglihatan atau panca indera.
2. Keindahan spiritual (keindahan dalam), yaitu rasa indah yang timbul karena susunan arti
atau filosofi lambang dari bentuk dan warna yang sesuai dengan paham yang dimengerti.

3.10. Pola hiasan

Cara penyusunan motif menurut Dalijo dan Mulyadi, (1983: 82) berdasarkan fungsinya
ada tiga jenis pola hiasan yaitu:
1. Hiasan pita, hiasan tepi, hiasan bingkai dan hiasan sudut
Untuk membatasi suatu agar menjadi lebih jelas kedudukanya sebagai suatu kesatuan
dan tidak berbaur dengan kesatuan lainya, diperlukan adanya batas yang memisahkan atau
mengelilingi kesatuan itu. Batasan tersebut disebut dengan tepi, pinggiran atau bingkai. Hal
tersebut dapat ditemukan pada seni batik yakni hiasan yang terdapat dalam selendang dan
kemben. Di tengah-tengah yang meliputi selendang terdapat bidang empat persegi panjang
yang disebut “blumbangan” atau berbentuk belah ketupat yang disebut “shidangan”, yang
dibiarkan tidak dihias, artinya dibiarkan kosong saja untuk memisahkan blumbangan dan
shidangan dari hiasan selendang serta selendang tersebut dihias tepinya yang disebut
“cemukiran”. Tepi atau pinggiran dijadikan hiasan berarti ditambah fungsinya untuk
memperindah barang sesuatu, membatasi atau mengelilingi sesuatau kesatuan, kenyataanya
menunjukan bahwa hiasan ini adalah hiasan yang memanjang.
2. Hiasan panil atau hiasan tertutup atau terbatas
Pola hiasan ini berbentuk pita dengan ukuran lebar yang tetap. Dapat berkembang dalam
ukuran panjangnya sesuai dengan kebutuhan pemakainya. Umumnya pola hiasan ini tidak
berakhiran, artinya tidak memiliki bentuk khusus sebagai penutup ujung-ujungnya. Hanya pada
perwujudanya dalam bentuk hiasan bingkai ada kalanya berakhir dengan bentuk khusus, yakni
berupa hiasan sudut, hiasan pangkal atau iasan kepala atau mahkota. Lain halnya dengan pola
hiasan panil. Pola ini sungguh-sungguh terbatas oleh bentuk bidang hiasanya yang dapat berupa
segi tiga, bujur sangkar empat persegi panjang, belah ketupat, lingkaran, oval, dan lain
sebagainya. Hiasan-hiasan yang kita buat itu benar-benar kita rencanakan untuk bidang-bidang
tertentu.
a. Ornamen dalam susunan “simetri sempurna”
Ornamen dengan susunan simetri sempurna merupakan ornament dengan susunan dari
arah sumbu simetris yang seimbang baik bentuk dikanan kiri sumbu sama dan sebangun serta
susunan tersebut dapat seimbang dengan sempurna. Keseimbangan yang demikian akan
memperoleh keteraturan, kesatuan, dan ketenangan. Keseimbangan yang dimaksudkan disini
ialah ketenangan yang hidup, bukanya ketenangan yang mati.
b. Ornamen dalam susunan “simetri tidak sempurna”
Ornamen dalam susunan tidak sempurna merupakan ornament yang dihasilkan oleh
penciptamya dikarenakan penciptanya tersebut tidak mematuhi ketertiban kerja yang telah
dibuat hal tersebut dapat menimbulkan kelemahan seperti kekakuan, kering, mati, dan
memberikan kesan membosankan. Untuk mengatasi hal tersebut seorang perajin harus kreatif
dalam mengatasi hal tersebut. Hasil ornament yang dihasilkan sudah tidak setangkup lagi
secara sempurna. Namun kesan hasil refleksi masih tampak atau paling tidak masih dapat
dirasakan.
c. Ornamen dalam susunan “simetri tunggal”
Ornamen dalam susunan simetri tunggal merupakan ketidak samaan bentuk dikanan kiri
subu simetri dapat pula disebabkan oleh tema yang tidak boleh diganggu gugat. Misalnya, di
dalam suatu hiasan yang simetri kita harus menghadirkan dua tokoh yang berlainan jenis
dengan penempatannya di kanan kiri sumbu simetri. Di dalam susunan tersebut dapat
menghasilkan sepasang bentuk yang setangkup di dalam satu kesatuan.
d. Ornamen dalam susunan “simetri ganda”
Ornamen dalam susunan simetri ganda adalah susunan yang menunjukan adanya empat
bentuk yang sama dan sebangun atau setangkup. Hiasan ini mendapatkan dua buah sumbu
simetri yang saling berpotongan secara tegak lurus. Titik perpotongan ini menjadi pusat dari
hiasan itu.
e. Ornamen dalam susunan hiasan dengan keseimbangan asimetris
Susunan yang asimetris keseimbangan tetap dipertahankan, meskipun bentuk-bentuk di
kanan kiri sumbu simetri tidak setangkup, bahkan tidak sama lagi dalam bentuk dan luasnya.
Hal ini dimungkinkan karena penempatan sumbu keseimbanganmya tidak lagi di tengah-
tengah bidang hias, tetapi sudah bergeser ke kanan atau ke kiri.
3. Hiasan terbuka atau hiasan tidak berakhiran.
Pola hias terbuka atau pola hias tidak berakhiaran karena pola hias ini direncanakan untuk
mengisi bidang yang tidak tertentu bentuk dan luasnya. Hiasan ini dapat kita potong-potong
untuk menghiasi suatu bidang hias tanpa merusak susunan dan penampilannya. Ornamen ini
dapat disaksikan penampilannya dalam bentuk hiasan teksti, kertas bungkus, hiasan penutup
dinding, hiasan tegel, dan sebagainya. Pola hiasan ini benar benar menggunakan sistem
pengulangan bentuk dengan pengembangan motif-motifnya kesegala arah. Pengulangan ini
menggunakan sistem garis. Garis-garis vertikal dan horisontal ditarik dan akan menghasilkan
bentuk bentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang. Selain itu, dapat juga ditarik garis-
garis miring yang saling berpotongan membentuk belah ketupat atau bujur sangkar yang tegak
pada diagonalnya. Di dalam bentuk-bentuk itu kita buat hiasan dengan cara mengulang-ulang
sebuah motif. Demikian juga kita dapat memulainya dari titik perpotongan dua buah garis itu.
Penyusunan hiasan dengan cara pengulangan motif :
a. Ulangan Salinan
Dalam sistem ini kita cukup mengulang-ulang bentuk tanpa mengubah posisinya ke arah
kanan, kiri, dan bawah. Hal ini dapat dilakukan dalam hasil pembahian bidang yang berupa
baik bujur sangkar, empat persegi panjang maupun belah ketupat.
Gambar 20 Hiasan Dengan Ulangan Salinan
(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 114)
b. Ulangan Refleksi
Dalam susunan ini bentuk-bentu motifnya kita susun berhadap-hadapan sehingga satu
sama lain merupakan refleksinya.

Gambar 21 Hiasan Dengan Ulangan Refleksi


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 115)

c. Ulangan Berselang
Dalam sistem ini terdapat dua jenis motif yang sebenarnya serupa pada bentuknya.
Perbedaanya adalah dalam pewarnaanya, yang satu sebagai positifnya, sedangkan yang lain
negatifnya. Bentuk pada gambar yang pertama berwarna putih berlatar belakang hitam,
sedangkan gambar kedua sebaliknya. Kedua jenis motif tersebut disusun secara berselang-
seling.
Gambar 22 Hiasan Ulangan Berselang
(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 115)

d. Ulangan Dengan Setengah Geseran


Pada hiasan ini bujur sangkar atau empat persegi panjang yang akan diisi dengan motif-
motif itu dalam penyusunannya digeser dengan setengah panjang sisinya.

Gambar 23 Hiasan Ulangan Dengan Setengah Geseran


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 116)

e. Ulangan Dengan Seperempat Geseran


Pada jenis ini bujur sangkar atau empat persegi panjang digeser dengan seperempat
panjang sisinya.
Gambar 24 Hiasan Dengan Ulangan Seperempat Geseran
(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 116)

f. Ulangan kelompok Bujur Sangkar


Pengulangan bentuk jenis ini menghasilkan susunan yang lebih bebas. Didalam
kelompok yang terdiri dari enam belas atau dua puluh lima bujur sangkar itu kita susun
beberapa motif secara bebas. Kita tidak perlu mengisi setiap bujur sangkar itu dengan motif.
Susunan dalam kelompok inilah yang merupakan kesatuan dan selanjutnya kita ulang kekanan,
ke kiri, ke atas, dan ke bawah.

Gambar 25 Hiasan Dengan Ulangan Kelompok Bujur Sangkar


(Sumber: Dalinjo & Mulyadi, 1983: 117)
Gambar 26 Contoh Ornamen (Pohon Hayat)
(Adi Kusrianto, 2013: 17)

1. Komponen Pengisi
Komponen pengisi berupa gambar yang dibuat untuk mengisi bidang diantara ornamen
utama. Tujuannya hanya sebagai komponen penambah agar kain batik terlihat penuh.
Bentuknya lebih kecil dan tidak membentuk arti dari pola batik. Komponen pengisi ini juga
bisa disebut sebagai ornamen selingan. Contohnya ornamen gambar hewan darat, kupu-kupu,
bunga dan dedaunan dalam ukuran yang relatif kecil. Penggambarannya dibuat lebih kecil dan
tidak begitu rinci agar tidak mengurangi dominasi dari komponen utama.
Gambar 27 Ornamen selingan berbentuk serangga dan kupu-kupu
(Adi Kusrianto, 2013: 27)

2. Isen-isen
Isen-isen berfungsi untuk memperindah pola batik secara keseluruhan. Komponen ini
dapat ditempatkan untuk menghiasi motif utama maupun pengisi. Isen-isen juga bisa
ditempatkan untuk mengisi dan menghiasi bidang kosong motif-motif besar. Isen-isen pada
umumnya berupa titik, garis lurus, garis lengkung, lingkaran-lingkaran kecil, dan sebagainya.
Isen-isen memiliki nama-nama tertentu sesuai bentuknya, tidak jarang juga nama isen-isen
biasanya disertakan pada nama motif batik. Contoh ragam hias isen-isen adalah sisik, sisik
melik, ukel, sirapan, galaran, cecek sawut, sungut, sobok, kembang kapas, kembang pala,
blibar, uceng, cecek pitu, kembang waru, herangan, awil-awil, grompol dan masih banyak lagi.
Gambar 28 Sisik, sisik melik, ukel, sirapan, galaran, cecek sawut, sungut, sobok, kembang
kapas, kembang pala, blibar, uceng.
(Adi Kusrianto, 2013: 28)

Gambar 29 Cecek pitu, kembang waru, herangan, awil-awil, grompol


(Adi Kusrianto, 2013: 29)

Elemen estetis motif batik dalam karya seni lukis ini mewakili kekayaan budaya
Indonesia. Dimana kebudayaan setiap daerah selalu berbeda-beda dan memiliki ciri khas
masing-masing begitu pula layaknya seperti motif batik. Motif batik dipilih karena sudah erat
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Motif batik juga sudah dietapkan sebagaiWarisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible
Hertage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009. Oleh karena itu, perlu adanya pengenalan aneka
ragam bentuk-bentuk motif batik kepada masyarakat.

3.11. Sumber ide

Sumber ide adalah tempat asal dari rancangan yang tersusun di dalam pikiran, gagasan,
cita-cita. Gagasan atau ide menyebabkan timbulnya konsep yang merupakan dasar bagi segala
macam pengetahuan (KBBI, 2011: 356).
Teori pengembangan sumber ide menurut Dharsono Sony Kartika (2004) dapat dibagi
menjadi 4, yaitu :
a) Teori Stilisasi
Merupakan cara penggambaran untuk mencapai bentuk keindahan dengan cara
menggunakan obyek atau benda yang digambar, yaitu dengan cara menggayakan
disetiap kontur pada obyek atau benda tersebut. Contoh : pengambilan ornamen
motif batik, tatah sungging, lukisan tradisional dan lain-lain. Proses stilisasi ini dapat
dilakukan dengan menambahkan detail, pada setiap perubahan sehingga semakin
lama detailnya semakinrumit.
b) Teori Distorsi
Adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter, dengan
cara menyangatkan wujud-wujud tertentu pada benda atau obyek yang digambar.
Contoh : karakter wajah gatut kaca dan berbagai wajah topeng lainnya.
c) Teori Transformasi
Adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter dengan
memindahkan (trans) wujud atau figur dari obyek lain ke obyek yang digambarkan.
Contoh : penggambaran manusia berkepala binatang atau sebaliknya
d) Teori Deformasi
Merupakan penggambaran entuk yang menekankan pada interpretasi karakter,
dengan cara mengubah bentuk obyek dengan cara menggambarkan sebagian saja
yang lebih dianggap mewakili. Proses disformasi dapat dilakukan dengan cara
mengurangi bagian-bagian dari detail obyek sehingga menghasilkan desain yang
semakin sederhana.
Sumber ide adalah sesuatu yang dapat menimbulkan ide atau gagasan seseorang untuk
menciptakan suatu desain yang baru. Dalam menciptakan suatu desain yang baru,seorang
perancang dapat melihat dan mengambil berbagai objek untuk dijadikan sumber ide. Objek
tersebut dapat berupa benda-benda alam atau benda-benda yang diciptakan manusia, yang ada
di lingkungan sekitarnya maupun peristiwa-peristiwa penting yang dianggapnya menarik untuk
dikembangkan dan dituangkan dalam suatu ciptaan desain.
Sumber ide sangat diperlukan karena tidak semua orang mempunyai daya khayal yang
sama, sehingga perlu adanya sumber yang dapat merangsang lahirnya suatu kreasi. Pengamatan
terhadap sumber ide pun tidak sama bagi setiap orang, hal ini tergantung dari segi mana si
pencipta karya itu merasa tertarik. Oleh karena itu, meskipun sumber ide yang diberikan sama,
ciptaan yang dihasilkan akan berbeda-beda. Selain itu faktor terciptanya suatu karya seni juga
didorong oleh faktor luar dan faktor dalam, seperti yang disebutan oleh Widagdo (2009: 3)
menyebutkan, penciptaan karya seni didorong oleh beberapa faktor:
1. Faktor dari dalam yaitu motivasi dalam menciptakan sesuatu inovatif guna memenuhi
tuntutan kepentingan hidup yang berkelanjutan.
2. Faktor dari luar yakni faktor lingkungan yang meliputi faktor alam, lingkungan sosial,
dan lingkungan budaya. Lingkungan alam meliputi flora dan fauna.
Faktor-faktor inilah yang nantinya dapat merangsang orang untuk memiliki sumber ide dan
menciptakan karya seni.
Penciptakan suatu desain yang baru, seorang perancang dapat melihat dan mengambil
berbagai objek untuk dijadikan sumber ide atau inspirasi. Objek tersebut dapat berupa benda-
benda alam atau benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya maupun peristiwa-peristiwa
penting yang dianggapnya menarik untuk dikembangkan dan dituangkan dalam suatu ciptaan
desain. Seorang seniman atau peneliti dalam menciptakan sebuah produk seni, tidak lepas dari
pengaruh lingkungan sekitarnya. sehingga faktor dari luar maupun dari dalam diri peneliti
sangat penting untuk terciptanya sebuah sumber ide
Komposisi motif batik yang lebih diminati di kampung batik Rejomulyo Semarang, lebih
banyak disukai yang unsur-unsurnya lebih kecil. Ini disebabkan mudah diaplikasikan pada baju
yang semua unsur ornamen terlihat dengan jelas. Ornamen batik dengan unsur-unsur motif
yang berukuran besar lebih banyak diterapkan pada kain jarik, namun demikian segmentasi
pasar juga masing-masing memiliki ketertarikan karakteristik motif yang berbeda antara satu
dengan yang lainya.
Fenomena dan pengaruh nama pada motif batik Rejomulyo atau Semarangan, ada yang
menarik pada perkembangan motif batik Semarangan, yaitu khususnya pada respon konsumen.
Nama-nama atau judul pada motif mampu menjadikan daya tarik tersendiri, misalnya pada
motif yang dulu dinamakan bandeng presto lebih mampu menjadikan daya pikat ketika dirubah
menjadi nama kuliner. Hal-hal yang demikian juga terjadi pada nama-nama yang dianggap
terlalu norak akan menarik jika diganti yang lebih elegan.

Anda mungkin juga menyukai