Anda di halaman 1dari 3

MENAMBAL LUKA

RINGGG!!! RINGGG!!! RINGGG!!!

Terdengar bunyi bell sekolah pertanda untuk pulang. Aku pun segera memasukkan seluruh peralatanku
ke dalam tas,

"Sebelum kita pulang, mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa
mulai!!!" Ucap ketua kelas dengan suara lantangnya.

Setelahnya aku pun mulai mengangkat kedua tanganku seraya berdoa didalam hati, "Tuhan, jika engkau
memang benar-benar ada, kumohon bakarlah keseluruhan sekolah ini menjadi abu", doaku sembari
tertawa lirih.

Para makhluk disebelahku pun mulai berbisik dengan pelan diantara mereka, "Lihat itu bro!!! Missael
mulai ketawa-ketawa sendiri gk jelas, udah sinting kayaknya" bisik si gendut terhadap si kurus,

"Iya kah?? Gw jadi takut kalo tiba-tiba dia ngerakit bom panci, dia kan keturunan teroris" jawab si kurus
dengan nada yang agak lantang.

Tentu saja aku yang berada disampingnya dapat mendengar semua omong kosong itu,

SRETTT!!!

Dipengaruhi rasa emosi, tanpa basa-basi lagi aku pun langsung mengangkat kerah si kurus itu dengan
kedua tanganku.

Tanpa diduga dia cuma membalas amarahku dengan tersenyum picik, "Pukul saja, dan akan kukirimkan
video itu ke guru BK" ucap si kurus sembari menunjuk ke arah si gendut yang sedang merekam ku
dengan kamera ponsel miliknya.

Keadaan kelas yang awalnya sangat tenang menjadi terpusat kepadaku dan si kurus seorang, aku pun
memilih mengalah dan pergi, karena aku tahu, bahwa tidak akan ada yang membelaku di kelas ini
mengingat bahwa aku ini merupakan cucu seorang pemimpin teroris terkenal.

"Cih menyebalkan!!!!" ucapku sesaat sebelum diriku pergi meninggalkan kelas.

******

KLAKK!!! KLAKK!!! KRIEETTT~


"Hah~ akhirnya sampai juga" kataku terengah-engah sembari mengusap keringat yang keluar dari dahi
ku.

WUSSSHHH~~

Tiba-tiba saja angin kencang berhembus melewati sekujur tubuhku, "Memang tidak ada yang sebaik
atap apartemen untuk menenangkan raga dan pikiran" ucapku sembari merentangkan kedua lenganku.

KRIEETTT~

Tiba-tiba saja terdengar bunyi pintu atap yang sedang dibuka, dan disana berdiri seorang gadis dengan
postur tubuh tinggi semampai, dan matanya yang bulat kecil layaknya kelereng susu, ternyata gadis
tersebut adalah Aina, yang merupakan tetangga sekaligus teman masa kecilku.

"Yo!! Missael, sudah lama aku tidak melihatmu di atap apartemen kau tidak berniat untuk melompat
kan?? Hahaha" Sapa Aina sembari mengejek.

"Hahaha, lucu sekali" jawabku dengan eskpresi muka datar.

"Ngomong-ngomong apa yang orang sibuk sepertimu lakukan di atap apartemen???" Tanyaku kepada
Aina.

"Cuma mau lari dari kenyataan hidup, kalo kamu???" Tanya Aina yang malah menanyaiku balik.

"Tidak ada bedanya, aku juga begitu" jawabku sembari menurunkan kedua lenganku.

Setelah itu, kami pun bercerita mengenai banyak hal, menceritakan tentang permasalahan kami,
keresahan kami, dan harapan kami untuk hari esok, semua itu kami lakukan untuk saling menutupi luka
masing-masing satu sama lain.

KRIEETTT~

Lagi-lagi secara tidak terduga, atap apartemen ini kedatangan satu orang lagi, namun kali ini tidak ada
seorangpun dari kami yang mengenalnya, baik itu Aina ataupun aku.

Tatapannya kosong, kulitnya pucat, dan tubuhnya penuh dengan luka memar goresan.

Merasa ada sesuatu yang aneh, kami pun mencoba mendekati gadis tersebut, namun sesaat sebelum
kami mencoba mendekat, dia berlari dengan sangat cepat menuju ke tepi atap.

Disaat aku hampir meraih tangannya, gadis tersebut malah melompat dari tepi atap apartemen.
CROTTT!!!!

Bunyi tubuh gadis tersebut yang terbentur dengan permukaan beton yang sangat keras.

Seketika tubuh gadis tersebut bersimbah dengan genangan darahnya sendiri, orang-orang pun mulai
berkerumun untuk mengabadikan foto mayat gadis tersebut, 15 menit kemudian tempat gadis itu
melompat pun penuh dengan garis kuning dan juga para wartawan.

Sementara itu sekujur tubuh Aina gemetar, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

******

1 Minggu berlalu semenjak kejadian itu terjadi, aku pun terbangun di tengah malam dan menuju ke atap
apartemen untuk menenangkan diriku sekali lagi, mencoba untuk melupakan kejadian yang aku lihat
hari itu.

Sesampainya di sana aku melihat Aina sedang melamun menatap gelapnya malam, "Apakah bintang
malam ini terlihat sangat bagus???" Kataku sembari menepuk pundaknya.

"Apakah matamu sudah mulai rabun Missael??? Bukankah sudah jelas-jelas kalau cuacanya sedang
mendung???" Jawab Aina dengan mengusap air mata yang menetes ke pipinya.

Sejujurnya aku mengetahui segalanya, ternyata nasib gadis itu sama seperti kami, dia dirundung,
dikucilkan, dianiaya dan diperlakuan dengan perlakuan buruk lainnya.

Namun naasnya gadis tersebut tidak mempunyai tempat bercerita untuk menceritakan mengenai
keresahannya, sehingga dia memilih jalan pintas yaitu dengan bertemu dengan Tuhan Yang Maha Esa,
sungguh sangat malang nasib gadis tersebut........

Anda mungkin juga menyukai