Anda di halaman 1dari 58

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

A. Preeklamsia

1. Defenisi

Hipertensi pada kehamilan (PIH), pernah disebut toxemia,

memiliki dua tahap yaitu preeklampsia dan eklampsia. Preeklampsia

merupakan suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak

sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria.

Diagnosis preeklampsia secara tradisional didasarkan pada adanya

hipertensi disertai proteinuria dan atau edema. Akan tetapi, temuan

yang paling penting ialah hipertensi, dimana 20% pasien eklampsia

tidak mengalami proteinuria yang berarti sebelum serangan kejang

pertama ( Willis, Blanco, 2015).

Preeklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan

ditandai dengan peningkatan tekanan darah, proteinuria. Bisa

berhubungan dengan kejang eklampsia dan gagal organ ganda pada

ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi retriksi pertumbuhan

dan abruksio plasenta (Shennan dan Chappel, 2015)

Peningkatan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin sesuai

dengan pre-eklampsia. Di negara maju, penyakit ini merupakan


penyebab utama kematian maternal , dan di inggris kebanyakan

kematian ini berhubungan dengan asuhan suboptimal, terutama oleh

pemberi asuhan intrapartum (Kaunitz et al., 2013).

Pre-eklampsia merupakan penyebab utama prematuritas

iatrogenik. Banyak ibu pre-eklampsia di induksi atau melahirkan

preterm, dan banyak bayi yang akan dipondokkan ke unit neonatal

setelah kelahiran, terhitung 15% dari seluruh kelahiran preterm. Bila

kurang dari 48 minggu, pemberian kortikosteroid maternal

memperlihatkan penurunan masalah pernapasan pada bayi yang baru

dilahirkan (Guinn et al., 2001).

Pada pemeriksaan kehamilan normal terdapat peningkatan

angiotensin, renin dan aldosteron, sebagai kompensasi sehingga

peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung. Pada

preeklampsia dan eklampsia terjadi penurunan angiotensin, renin dan

aldosteron, tetapi dijumpai edema, hipertensis dan proteinuria.

Preeklampsia dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Preeklampsia Ringan

Preeklampasi ringan ditandai dengan sebagai berikut:

1) Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan

interval pemeriksaan 6 jam

2) Tekanan darah sistolik 90 atau kenaikan 15 mm Hg dengan

interval pemeriksaan 6 jam

3) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu


4) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1

sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.

b. Preeklampsia Berat

Preeklampasi berat ditandai dengan sebagai berikut:

1) Tekanan darah 160/100 atau lebih,

2) Albuminuria +3 atau +4,

3) Proteinuria lebih dari 3gr/ liter.

4) Keluhan subyektif :

- Edema umum,

- Nyeri epigastrium

- Gangguan penglihatan

- Nyeri kepala

- Edema paru dan sianosis

- Gangguan kesadaran.

5) Penambahan berat badan 2 pound (0,9 kg) kurang dari satu

minggu,

6) Oliguria ; dan

7) Pemeriksaan :

- Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus.

- Perdarahan pada retina.

- Trombosit kurang dari 100.000/mm

- Peningkatan nitrogen urea darah, asam urat dan serum

kreatinin.
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat memberikan

petunjukk akan terjadi eklampsia, ang mempunya prognosa buruk

dengan angka kematian maternal dan tinggi janin.

Pada preeklamasi berat sering terjadi sindrom HELLP.

Sindrom HELLP, suatu keadaan multi sistem merupakan suatu bentuk

preeklamsia berat dimana ibu tersebut mengalami berbagai keluhan

dan menunjukan adanya bukti laboratorium umum untuk sindrom.

Bukti laboratorium tersebut antara lain:

a. Hemolisis (H) sel darah merah

Hemolisis adalahan pemeccahan sel darah merah yang

mengakibatkan pelepasan hemaglobin kedalam plasma darah.

Hemolisis merupakan proses normal pada akhir rentang hidup tiap

sel darh merah (SDM) setalah sekitar 120 hari. Normalnya

hemolisis terjadi cukup lambat sehingga dapat dibersihkan oleh

hepar,limpa, dan sumsum tulang. Bila proses ini berjalan sangat

cepat, dan produksi SDM tidak mampu mempertahankan

penurunan jumlah SDM sirkulasi yang terjadi, maka penyebab

anemia hemolitika mikroangiopati.

b. Peningkatan enzim hati (EL)

Sindrom HELLP menggnggu fungsi hepar. Ibu biasanya mengeluh

nyeri epigastrik, yang disebabkan oleh obstruksi aliran darah

disinusoid hepar akibat deposisi fibrin intravaskuler.


c. Trombosit rendah (LP) keluhan bervariasi dari malaise,nyeri ulu

hati mual dan muntah,sampai gejala menyerupai virus yang tidak

spesifik. Trombosit rendah merupakan garis pertamaa pertahanan

terhadap perdarahan.

Bekerja dengan:

- Menyumbat lubang dikapiler(hemostasis primer)

- Memulai pembekuan , dan

- Ketika darah lepas dari lubang yang besar, segera trombosit

menjadi bagian integral kebanyakan bekuan.

- Trombositopenia di akibatkan oleh peningkatan konsumsi atau

destruksi trombosit.

Pada waktu berobat, ibu ini biasa nya sudah berada dalam

trimester ke dua atau awal trimester ke tiga dan awal nya hanya

menunjukan beberapa tanda preeklamsia. Ibu ini biasanya akan

menerima diagnosis bukan obsentri, sehingga memperlambat

pengobatan dan meningkatkan morbiditas maternal dan perinatal

(martin,dkk.,1991)

Sindrom HELLP mempengaruhi sekitar 2% sampai 12%

preeklamsia berat,dengan angka mortalitas 2% sampai 24% (sibai

dkk,1986). Insiden paling tinggi terdapat pada ibu berusia

lanjut,berkulit putih dan multi para.

Walaupun mekanisme masih belum di ketahui,sindrom hellp

diduga terjadi akibat perubahan yang mengiringi preeklamsia(lihat


gambar 21-2).Vasospasme arterial,kerusakan endotelium,dan agregasi

trombosit dengan akibat hipoksia jaringan ialah mekanisme

yangmendasarinya untuk patofisiologi sindrom

HELLP(poole,2013,2015).

Koagulopati yang telihat pada sindrom HELLP serupa

dengan DIC, kecuali bahwa pemeriksaan faktor pembekuan, masa

protrombin, masa tromboplastin sebagian (PTT), dan waktu

perdarahan biasanya tetap normal (Guyton, 2009; Leduc, dkk., 2013;

Perry, 2013) (Tabel 21-1). Dalam mengevaluasi keparahan

koagulopati yang terdapat dalam sindrom HELLP, harus selalu diingat

bahwa trombositopenia adalah temuan yang umum (Perry, 2015).

Insiden

Prevalensi pre-eklampsia bervariasi sesuai karakteristik

populasi dan definisi yang digunakan untuk menerangkannya (Davey

& MacGilivray, 2010:Chappel et al .,2013).

1) Terjadi kurang dari 5 % dalam kebanyakan populasi, dan studi

prospektif terkini menunjukkan insiden di bawah 2.2%, bahkan

pada populasi primigravida yang diketahui prevalensinya lebih

tinggi (Higgins et al., 2014).

2) Sampai 20 % dari semua ibu hamil akan mengalami hipertensi

selama kehamilan, dari mereka kurang dari 10 % yang menderita

penyakit serius ini.


3) Hipertensi akibat kehamilan (HAK) adalah peningkatan TD tanpa

proteinuria dan tidak ada patologi yang berhubungan dengan

kehamilan. Hipertensi akibat kehamilan sekitar tiga kali lebih

sering daripada pre-eklampsia (Shennen & Chappel,2001)>

4) The international society for the study of hypertension in

pregnancy (ISSHP) telah mengadopsi istilah “ hipertensi

gestasional” untuk menjelaskan semua ibu hipertensi, dengan atau

tanpa proteinuria, yang sebelumnya normotensif tanpa proteinuria.

5) Di inggris kurang dari 10 wanita meninggal tiap tahun tetapi di

negara yang kurang berkembang 50.000 kematian maternal

pertahun disebabkan oleh eklampsia, dan jumlah yang sama

diperkirakan karena pre-eklampsia (Duley,2015).

Perbedaan Preeklamsia Ringan dan Berat

Efek pada ibu Preeklamsia Ringan Preeklamsia Berat

Tekanan darah Peningkatan tekanan darah Peningkatan menjadi ≥

sistolik sebesar 30 mm Hg 160/110 mm Hg pada

atau lebih,peningkatan dua kali pemeriksaan

tekanan darag sistolik dengan jarak enam jam

sebesar ≥15 mm Hg dua pada ibu hamil yang

kali dengan jarak enam beristirahat di tempat

jam tidur.

MAP 140/90 = 107 160/110 = 127


Peningkatan Berat Peningkatan berat badan Sama seperti

Badan lebih dari 0,5 kg/minggu preeklampsia ringan

selama trimester kedua dan

ketiga atau peningkatan

berat badan yang tiba-tiba

sebesar 2 kg setiap kali

Proteniuria Proteinuria sebesar 300 Proteinuria 5 sampai 10

Dipstik kualitatif mg/L dalam 24 jam atau > g/L dalam 24 jam atau ≥

Analisis kualitatif 1g/L secara random + 2 protein dengan

24 Jam dengan memakai contoh dipstik

urine siang hari yang di

kumpulkan pada dua

waktu dengan jarak enam

jam karena kehilangan

protein adalah bervariasi:

dengan dipstik, nilai

bervariasi dari sedikit

sampai +1

Edema Edema dependen, bengkak Edema umum, bengkak

di mata, wajah, jari, bunyi semakin jelas di mata

pulmoner tidak terdengar wajah, jari, bunyi paru


(rales) bisa terdengar

Refleks Heperefleksi +3; tidak ada Hiperfleksia +3 atau

konus di pergelangan kaki lebih; klonus di

pegelangan kaki

Pengeluaran urin Keluaran sama dengan Oligular;+30 ml/jam atau

masukan ≥30 ml/jam 120 ml/4 jam

Nyeri kepala Sementara Berat

Gangguan Tidak ada Kabur,fotofobia,bintik

penglihatan buta pada funduskopi

Iritabilitas/efek Sementara Berat

Nyeri ulu hati Sementara Ada

Kretinin serum Tidak ada Meningkat

Trombositopenia Normal Ada

Peningkatan AST Tidak ada Jelas


Hematokrit Minimal Meningkat

Efek pd janin Meningkat Perfusi menurun

dinyatakn sebagai IUGR

pada fetus,bagai daerah

DJJ: diselerasi lambat

Perfusi plasenta Menurun Perfusi menurun

dinyatakn sebagai IUGR

pada fetus,bagai daerah

DJJ: diselerasi lambat

Prematur placenta Tidak jelas Pada waktu lahir plasenta

agin terlihat lebih kecil

daripada plasenta yang

normal untuk usia

kehamilan ,prematur agig

terlihat jelas dengan

berbagai daetrah yang

sisitianya pecah,banyak

terdapa nerkosis iskemia

(infak putih),dan deposisi

fibrin intevilosa (infak


merah) bisa terlihat.

2. Etologi Preeklaamsi

Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada

kehamilan manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama masa

hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir.

Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasikan wanita yang akan

menderita preeklampsia. Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko

tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit ;

primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin

lebih dari satu, morbid obesitas. Kira-kira 85% preeklampsia terjadi

pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan

30% pasien mengalami anomali rahim yang berat. Pada ibu yang

mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat

mencapai 25% (Zuspan, 2015). Preeklampsia ialah suatu penyakit

yang tidak terpisahkan dari preeklampsia ringan sampai berat,

sindrom HELLP, atau eklampsia.

Teori iskemia plasenta dianggap dapat menerangkan berbagai

gejala preeklampsia dan eklampsia. Berdasarkan teori iskemia

implantasi plasenta bahan trofoblas akan diserap kedalam sirkulasi,

yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, renin

dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannnya

garam dan air.


Faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya

preeklampsia adalah :

a) Ada hubungan genetik yang telah ditegakkan; riwayat keluarga ibu

atau saudara perempuan meningkatkan risiko empat sampai

delapan kali (Lie et al.,2014).

b) Ada bukti pengaruh paternal. Ibu berisiko dua kali lebih besar bila

hamil dari pasangan yang sebelumnya menjadi bapak dari satu

kehamilan yang menderita penyakit ini (Need et al ., 2010).

c) Pre-eklampsia sepuluh kali lebih sering terjadi pada kehamilan

pertama :keguguran dan penghentian kehamilan memberikan

perlindungan terhadap penyakit ini pada kehamilan berikutnya

(Strickland et al.,2012).

d) Kehamilan ganda memiliki risiko lebih dari dua kali lipat (Duley

et al., 2001).

e) Pasangan (suami) baru mengembalikan risiko sama seperti

primigravida(McCowan et al.,2012).

f) Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan

risiko empat kali lipat (Shennen et al., 2012). Inggris memiliki

tingkat obesitas tertinggi di Eropa.

g) Kondisi dasar maternal yang meningkatkan risiko : hipertensi

kronis (Kyle et al., 2014), penyakit ginjal (Cheston, 2014),

intoleransi glukosa termasuk diabetes gestasional (Duley et

al.,2014)., pre-eklampsia sebelumnya (20% risiko kekambuhan)


dan kecenderungan trombotik yang mendasari, terutama sindrom

antifosfolipid (Brown et al.,2015).

3. Pathway

a. Patofisiologi

Patofisiologi preeklampsia-eklampsia setidaknya

berkaitan dengan perubahan fisiologi kehamilan. Adaptasi fisiologi

normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma

darah, vasodilatasi, penurunan vaskularer sistemik (Systemic

Vaskular Resistance), peningkatan curah jantung, dan penurunan

tekanan osmotik koloid. Pada preeklampsia , volume plasma yang

beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan

peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi

ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut

menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah

merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.

Pre-eklampsia berhubungan dengan implantasi

abnormal plasenta dan invasi dangkal tromboblastik yang

diakibatkannya (pijnenborg,2015) mengakibatkan berkurangnya

perfusi plasenta. Arteri spiralis maternal (juga disalahartikan

sebagai arteri uterine) gagal mengalami vasodilatasi fisiologis

normalnya : aliran darah kemudian mengalami hambatan akibat

perubahan aterotik yang menyebabkan obstruksi di dalam

pembuluh darah.
Patologi peningkatan tahanan dalam sirkulasi utero-

plasenta dengan gangguan aliran darah intervilosa, dan berakibat

iskemia dan hipoksia yang bermanifestasi selama paruh dua

kehamilan (Graham et al., 2014).

Gambaran serupa mengenai invasi tromboblastik yang

tidak ade kuat juga tampak pada kehamilan dengan komplikasi

retriksi pertumbuhan janin pada ibu tanpa pre-eklampsia. Oleh

karena itu, sindrom maternal pre-eklampsia pasti berhubungan

dengan faktor tambahan.

b. Vasospasme

Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar

tanda dan gejala yang menyertai preeklampsia. Vasospasme

merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap peredaran

darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu

ketidakseimbangan antara prostaksiklin, prostaglandin dan

tromboksan A2 (Konsesus report, 2016).

Selain kerusakan endotelia, vasospasme juga arterial

juga turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapilar.

Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan

volume intravaskuler, mempredisposisi pasien yang mengalami

preeklampsia mudah menderita edema paru. (Dildy, dkk. 2015)

Easterling dan bennedeti (2015) menyatakan bahwa

preeklampsia ialah suatu keadaan hiperdinamik dimana temuan


khas hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hipoperfusi

ginjal. Untuk mengendalikan sejumlah besar darah yang berferpusi

di ginjal, timbul reaksi vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme

protektif tetapi hal ini akhirnya akan mengakibatkan proteinuria

dan hipertensi yang khas untuk preeklampsia.

Hubungan sistem imun dan preeklampsia menunjukkan

bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting dalam

perkembangan preeklampsia. Keberadaan protein asing, plasenta

atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini

didukung oleh peningkatan preeklampsia-eklampsia pada ibu hamil

pertama kali.

Terjadinya spasme pembuluh darah arteriol menuju organ penting

dalam tubuh dapat menimbulkan :

(1) Gangguan metabolisme jaringan.

- Terjadinya metabolisme anaerob lemak dan protein.

- Pembakaran yang tidak sempurnaa menyebabkan

pembentukan badan keton dan asidosis

(2) Gangguan peredarah darah dapat menimbulkan :

- Nekrosis (kematian jaringan)

- Perdarahan

- Edema jaringan.
(3) Mengecilnya aliran darah menuju retroplasenter sirkulasi

menimbulkan gangguan pertukaran nutrisi. CO2 dan O2 yang

menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.

(4) Manifestasi Klinis

Gejala- gejala umum yang biasa terjadi pada penderita

preeklampsia adalah:

(a) Kenaikan tekanan darah.

(b) Pengeluaran protein dalam urin

(c) Edema kaki, tangan sampai muka.

(d) Terjadinya gejala subyektif :

- Sakit kepala terutama daerah frontalis.

- Gangguan mata, penglihatan menjadi kabur.

- Nyeri pada epigastrium

- Terdapat mual sampai muntah.

- Sesak nafas.

- Berkurangnya urin.

(e) Menurunnya kesadaran

(f) Hingga terjadinya kejang.

Selain tanda dan gejala yang disebutkan diatas, perubahan

patologis yang mungkin terjadi pada berbagai organ penting

juga dijabarkan sebagai berikut :

a) Perubahan kardiovaskuler.

- Perubahan sub-endokardial.
- Menimbulkan dekompensasi kardio sampai

terhentinya fungsi jantung.

- Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan

asfiksia berat sampai kematian janin.

- Spasme yang berlangsung lama menyebabkan

gangguan pertumbuhan janin.

b) Perubahan hati.

- Perdarahan yang tidak teratur.

- Terjadi nekrosis, trombosis pada hati.

- Rasa nyeri pada epigastrium karena perdarahan

subkapsuler.

c) Retina.

- Spasme arteriol, edema sekitar diskus optikus.

- Ablasio retina (lepasnya retina)

- Menyebabkan penglihatan kabur.

d) Otak

- Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan

anemia jaringan otak, perdarahan dan nekrosis.

- Menimbulkan nyeri kepala yang berat.

e) Paru-paru

- Berbagai tingkat edema

- Bronkopneumoni sampai abses

- Menimbulkan sesak nafas sampai sianosis.


f) Aliran darah ke plasenta.

- Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan

asfiksia berat sampai kematian janin.

g) Perubahan ginjal.

- Spasme arteriol menyebabkan aliran darah ke ginjal

menurun sehingga filtrasi glomerulus berkurang.

- Terjadi retensi air dan garam.

- Edema pada tungkai dan tangan, paru dan organ

lain.

h) Perubahan pembuluh darah.

- Permebilitasnya terhadap protein makin tinggi

sehingga terjadi vasasi protein ke jaringan.

- Protein ekstravaskuler menarik air dan garam

sehingga menimbulkan edema.

- Hemokonsentrasi darah yang menyebabkan

gangguan fungsi metabolisme tubuh.

(5) Penatalaksanaan

Dibawah ini alur penanganan preeklampsia dan eklampsia

a) Preeklampsia ringan berfokus pada pendidikan dan

support sebagai berikut :

1) Diet

Diet tinggi protein dengan supan natrium sedang

antara 2,5 sampai 7,0 mg perhari dan sampai 6


sampai 8 gelas air perhari. Tidak lagi diresepkan

diuretik atau pembatasan asupan cairan atau garam.

2) Isitirahat dan aktifitas

Isitirahat dengan posisi lateral rekumben ke arah kiri

adalah lebih baik dengan peningkatan lairan plasma

ginjal, kecepatan filtrasi glomerulus dan perfusi

plasenta. Berbaring terlentang adalah berbahaya

karena menekan vena kava inferior dan aorta serta

menguangi suplai darah ke uterus. Posisi terlentang

juga menekan arteri renalis dan mengurangi aliran

darah ke ginjal. Walaupun tirah baring mungkin

diperlukan, mengurangi aktifitas masih lebih baik.

3) Kesehatan mental

Anggota keluarga dibantu dengan berbagai perasaan

tentang bayi yang belum lahir, hubungan seksual,

finansial, hubungan sosial,jemu dan perasaan

terisolasi dan kemampuan untuk memberikan

perawatan bagi anggota keluarganya.

4) Supervisi medik

Kunjungan ke klinik dijadwalkan setiap 2 minggu

atau kurang, tergantung pada gejala. Pengkajian

tekanan darah, albuminuria, penambahan berat


badan, edema, kesehatan mental, dan perkembangan

janin dilakukan pada saat tersebut.

5) Tanda-tanda bahaya

Ibu dianjurkan untuk melaporkan setiap perubahan

yang tiba-tiba terjadi padanya seperti edema umum,

sakit kepala, demam, tremor otot atau kejang. Bila

mereka melakukan pemeriksaan urin terhadap

protein dan menyimpan catatan grafik penambahan

berat badan,anjurkan mereka untuk melaporkan bila

terjadi peningkatan yang tiba-tiba.

b) Preeklampsia berat, penatalaksanaan meliputi hal-hal

berikut :

 Tirah baring, ruangan yang tenang, tidak ada telepon

dan sedikit pengunjung untuk mengurangi stimulus

yang dapat mencetuskan serangan kejang.

 Diit tinggi protein, natrium sedang yang dapat

ditoleransi bila tidak terdapat mual atau indikasi dari

aktivitas yang menimbulkan serangan.

 Keseimbangan cairan dan penggantian elektrolit

untuk memperbaiki hipovolumia, mencegah

kelebihan sirkulasi, dan [emeriksaan serum harian

(asupan cairan harus 1000 ml ditambah haluaran

urin untuk 24 jam sebelumnya.)


 Sedatif seperti diazepam atau fenobarbital untuk

meningkatkan istirahat.

 Antihipersensitif seperti hidrazalin untuk

meningkatkan vasodilatasi tanpa memberikan efek

yang berat pada janin (diberikan bila tekanan

diastolik lebih tinggi dari 110 mmHg, diberikan drip

intravena atau suntikan)

 Antikonvulsan untuk mengurangi resiko kejang,

seperti magnesium sulfat (MgSO4) diberikan IM

atau IV untuk mempertahankan kadar dalam darah

antara 4,0 dan 7,5 mg/dl (pada 10 mg/dl refleks

tendon dalam menghilang, dan pada 15 mg/dl

terjadi paralisis pernapasan dan/ henti jantung).

 Dukungan dan pendidikan untuk menurunkan

kecemasan dan meningkatkan pemahaman dan kerja

sama dengan tetap memberikan informasi tentang

status janin, mendengar dengan penuh perhatian,

mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi

dengan tenang hangat dan empati yang tepat.

(6) Pencegahan Kejadian Preeklampsia

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan

yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena


itu pencegahan dan diagnosis dini dapat mengurangi kejadian

dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan

pengawasan hamil yang pemeriksaan teratur dengan

memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah

dan pemeriksaan urinuntuk menentukan proteinuria.

Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan

nasehat tentang dan berkaitan dengan :

a. Diet-makanan

Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin,

dan rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan

bertambah atau edema. Makanan berorientasi pada 4 sehat

lima sempurna (sesuai 13 pesan sehat gizi seimbang).

Untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu

butir telur setiap hari.

b. Cukup istirahat.

Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti

bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan.

Lebih banyak berbaring ke arah punggung janin sehingga

aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.

c. Pengawasan antenatal (hamil)


Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam

rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang

memerlukan perhatian adalah :

1) Uji kemungkinan preeklampsia

 Pemeriksaan tekanan darah dan atau

kenaikannya.

 Pemeriksaan tinggi fundus uteri.

 Pemeriksaan berat badan atau edema.

 Pemeriksaan protein dalam urin

 Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi

ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum, dan

pemeriksaaan retina mata.

2) Penilaian kondisi janin dalam rahim.

 Pemantauan tinggi fundus uteri.

 Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim,

denyut jantung janin, pemantauan air ketuban.

 Usulkan untuk melakukan pemeriksaan

ultrasonografi.

Dalam keadaan yang meragukan, maka merujuk penderita

merupakan sikap yang terpilih dan terpuji.


B. Persalinan

1. Defenisi

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks

dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal

adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup

bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan persentasi belakang

kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin. (Asri Hidayat.,2010).

Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang di

mulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap

demikian selam proses persalinan, bayi dilahirkan secara spontan

dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37- 42

minggu lengkap. Setelah persalinan ibu maupun bayi dalam kondisi

baik (Pelatihan Asuhan Persalinan Normal Paduan Peserta, hal:13)

Jadi kesimpulan persalinan normal adalah pengeluaran hasil

konsepsi yang dikandung selama 37 – 42 minggu, presentasi belakang

kepala / ubun-ubun kecil di bawah sympisis melalui jalan lahir biasa,

keluar dengan tenaga ibu sendiri, disusul dengan pengeluaran plasenta

dan berlangsung kurang dari 24 jam. Setelah persalinan ibu maupun

bayi dalam kondisi baik.

Kelahiran bayi merupakan peristiwa penting bagi kehidupan

seorang pasien dan keluarganya. Sangat penting untuk diingat bahwa

persalinan adalah proses yang normal dan merupakan kejadian yang

sehat. Namun demikian, potensi terjadinya komplikasi yang


mengancam nyawa selalu ada sehingga bidan harus mengamati dengan

ketat pasien dan bayi sepanjang proses melahirkan. Dukungan yang

terus menerus dan penatalaksanaan yang trampil dari bidan dapat

menyumbangkan suatu pengalaman melahirkan yang menyenagkan

dengan hasil persalinan yang sehat dan memuaskan. (APN Revisi

tahun 2010).

2. Teori Terjadinya Persalinan

Ada beberapa teori tentang mulainya persalinan yaitu: Penurunan

kadar progesterone, Teori oxytosin, peregangan otot-otot uterus yang

berlebihan (destended uterus), pengaruh janin, teori prostaglandin.

Sebab terjadinya partus sampai kini merupakan teori-teori yang

kompleks, faktor-faktor hormonal pengaruh prostaglandin, struktur

uterus, sirkulasi uterus pengaruh saraf da nutrisi disebut sebagai fakotr-

faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam

biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dari

berlangsungnya partus antara lain penurunan kadar hormon estrogen

dan progesterone. Seperti diketahui progesterone merupakan penenang

bagi otot-otot uterus menurunnya kadar kedua hormone ini terjadi kira-

kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai (Asri Hidayat dan Sujiatini,

2008)

3. Tahapan Persalinan

Kala I atau kala pembukaan dimulai dari adanya his yang adekuat

sampai pembukaan lengkap kala1 dibagi menjadi 2 fase : fase


laten(serviks 1-3 cm-dibawah 4 cm) membutuhkan waktu 8 jam, fase

aktif( serviks 4-10 cm/lengkap) membutuhkan waktu 6 jam.

Kala II atau kala pengeluaran : dari pembukaan lengkap sampai

lahirnya bayi. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1

jam pada muti

Kala III atau kala uri : dimulai segera setelah bayi lahir sampai

lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebihb dari 30 menit.

Kala IV atau kala pengawasan : kala IV dimulai dari saat lahirnya

p;asenta sampai 2 jam pertama post partum (Asri Hidayat 2008)

4. Tanda-Tanda Persalinan

Persalinan dimulai bila ibu sudah dalam impart (saat uterus

berkontraksi menyebabkan perubahan pada serviks membuka dan

meipis), berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap.

Tanda dan gejala menjalan persalinan antara lain : perasaan distensi

berkurang (lightening), perubahan serviks, persalinan palsu, ketuban

pecah, blood show, lonjakan energy, gangguan pada saluran cerna.

Gejala inpartus menurut (Mochtar, 2000 ), yaitu:

a. Kekuatan his semakin sering terjaidi dan teratur dengaHIn jarak

kontraksi yang semakin pendek.

b. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu pengeluaran lendir

bercampur darah.

c. Dapat disertai pecah ketuban.


d. Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks yaitu:

perlunakan serviks, pendataran serviks, dan terjadi pembukaan

serviks.

5. Faktor yang Berperan dalam Persalinan

a. Power ( Kekuatan )

Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri

dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power

merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan

oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim.

His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Kontraksi

adalah gerakan memendek dan menebalnya otot-otot rahim yang

terjadi diluar kesadaran (involuter) dan dibawah pengendalian

syaraf simpatik. Retraksi adalah pemendekan otot-otot rahim yang

bersifat menetap setelah adanya kontraksi.

His yang normal adalah timbulnya mula-mula perlahan tetapi

teratur, makin lama bertambah kuat sampai kepada puncaknya

yang paling kuat kemudian berangsur-angsur menurun menjadi

lemah. His tersebut makin lama makin cepat dan teratur jaraknya

sesuai dengan proses persalinan sampai anak dilahirkan.

His yang normal mempunyai sifat : kontarksi otot rahim mulai dari

salah satu tanduk rahim, kontraksi bersifat simetris, fundal

dominan yaitu menjalar ke seluruh otot rahim, kekuatannya seperti

memeras isi rahim, otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke


panjang semula sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen

bawah rahim, bersifat involunter yaitu tidak dapat diatur oleh

parturient.

Tenaga meneran merupakan kekuatan lain atau tenaga sekunder

yang berperan dalam persalinan, tenaga ini digunakan pada saat

kala II dan untuk membantu mendorong bayi keluar, tenaga ini

berasal dari otot perut dan diafragma. Meneran memberikan

kekuatan yang sangat membantu dalam mengatasi resistensi otot-

otot dasar panggul.

Persalinan akan berjalan normal, jika his dan tenaga meneran ibu

baik. Kelainan his dan tenaga meneran dapat disebabkan karena

hypotonic/atonia uteri dan hypertonic/tetania uteri.

b. Passanger (Muatan)

Passenger terdiri dari janin dan plasenta. Janin merupakan

passanger utama, dan bagian janin yang paling penting adalah

kepala, karena kepala janin mempunyai ukuran yang paling besar,

90% bayi dilahirkan dengan letak kepala.

Kelainan-kelainan yang sering menghambat dari pihak passanger

adalah kelainan ukuran dan bentuk kepala anak seperti

hydrocephalus ataupun anencephalus, kelainan letak seperti letak

muka atau pun letak dahi, kelainan kedudukan anak seperti

kedudukan lintang atau pun letak sungsang.


c. Passage (Jalan Lahir)

Passage adalah jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri

dari rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Agar janin

dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka

jalan lahir tersebut harus normal.

Rongga-rongga panggul yang normal adalah : pintu atas panggil

hampir berbentuk bundar, sacrum lebar dan melengkung,

promontorium tidak menonjol ke depan, kedua spina ischiadica

tidak menonjol kedalam, sudut arcus pubis cukup luas (90-100),

ukuran conjugata vera (ukuran muka belakang pintu atas panggul

yaitu dari bawah simpisis ke promontorium) ialah 10-11 cm,

ukuran diameter transversa (ukuran melintang pintu atas panggul)

12-14 cm, diameter oblique (ukuran sserong pintu atas panggul)

12-14 cm, pintu bawah panggul ukuran muka melintang 10-10,5

cm.

Jalan lahir dianggap tidak normal dan kemungkinan dapat

menyebabkan hambatan persalinan apabila : panggul sempit

seluruhnya, panggul sempit sebagian, panggul miring, panggul

seperti corong, ada tumor dalam panggul.

Dasar panggul terdiri dari otot-otot dan macam-macam jaringan,

untuk dapat dilalui bayi dengan mudah jaringan dan otot-otot harus

lemas dan mudah meregang, apabila terdapat kekakuan pada

jaringan, maka otot-otot ini akan mudah ruptur.


Kelainan pada jalan lahir lunak diantaranya disebabkan oleh

serviks yang kaku (pada primi tua primer atau sekunder dan serviks

yang cacat atau skiatrik), serviks gantung (OUE terbuka lebar,

namun OUI tidak terbuka), serviks konglumer (OUI terbuka,

namun OUE tidak terbuka), edema serviks (terutama karena

kesempitan panggul, sehingga serviks terjepit diantara kepala dan

jalan lahir dan timbul edema), terdapat vaginal septum, dan tumor

pada vagina.

d. Psyche (Psikologis)

Faktor psikologis ketakutan dan kecemasan sering menjadi

penyebab lamanya persalinan, his menjadi kurang baik,

pembukaan menjadi kurang lancar.

Menurut Pritchard, dkk perasaan takut dan cemas merupakan

faktor utama yang menyebabkan rasa sakit dalam persalinan dan

berpengaruh terhadap kontraksi rahim dan dilatasi serviks sehingga

persalinan menjadi lama.

e. Penolong

Memilih Penolong persalian yang berkompeten, seperti: bidan,

dokter, perawat atau tenaga kesehatan yang terlatih.

f. Posisi Saat Bersalin

Apabila saat kita sedang melakukan proses persalinan, posisi yang

paling baik dalam bersalin adalah posisi semi fowler.


6. Benang Merah Asuhan Persalinan

Lima aspek dasar/lima benang merah yang penting dan saling terkait

dalam persalinan yang bersih dan aman adalah (Asuhan Persalinan

Normal,2010) :

a. Membuat keputusan klinik

Membuat keputusan klinik dilakukan dengan melalui proses

pemecahan masalah yang sistematik yaitu mengumpulkan dan

analisa informasi, membuat diagnosa kerja (menentukan kondisi

yang dikanji normal atau bermasalah), membuat rencana tindakan

yang sesuai diagnose, melaksanakan rencana tindakan dan

mengevaluasi hasil asuhan/tindakan yang telah diberikan kepada

ibu dan bayi yang baru lahir.

Proses tersebut bisa disimpulkan menjadi 4 langkah pengambilan

keputusan klinik, yaitu :

1) Pengumpulan Data

Data yang terkumpul diklasifikasi dalam data subyektif dan

data obyektif. Data subyektif adalah data yang dikeluhkan oleh

pasien didapatkan dengan metode pengumpulan data

wawancara. Data obyektif adalah data yang bisa diperoleh

pemeriksa dengan pemerikasaan fisik, pemeriksaan penunjang,

dan observasi.

2) Diagnosa
Data yang terkumpul kemudian dilakukan analisis data untuk

selanjutnya dirumuskan diagnosa. Perhatikan bahwa mungkin

terdapat sejumlah diagnose banding atau ganda. Pengumpulan

data untuk merumuskan diagnose bukan proses linear

melainkan proses sirkuler(melingkar) yang berlangsung terus

menerus.selanjutnyan dilakukan antisipasi masalah/penyulit

yang mungkin terjadi setelah diagnosa dibuat.

3) Penatalaksanaan Asuhan

Penatalaksanaan asuhan diawali dengan membuat rencana

yang selanjutnya pelaksanaan rencana asuhan.

Dalam penatalaksanaan asuhan yang perlu diperhatikan

adalah:

 Susun rencana panatalaksanaan yang memadai bagi ibu

dan BBL.

 Terdapat beberapa pilihan intervensi efektif, diskusikan

dengan ibu/ keluarga.

 Laksanakan rencana secara tepat waktu dan mengacu

keselamatan klien.

4) Evaluasi

Penatalaksanaan yang telah dilaksankan dievaluasi untuk

menilai tingkat efektifitasnya.

Membuat keputusan klinik adalah komponen esensial dalam

asuhan bersih dan aman pada ibu selama persalinan atau


kelahiran, nifas dan BBL. Proses membuat suatu keputusan

klinik memungkinkan dihasilkannhya keputusan yang benar

dan tepat waktu bagi asuhan spesifik yang diperlukan seorang

ibu dan BBL(mencegah terjadinya komplikasi dan

memungkinkan pengenalan dini tanda dan gejala adanya

penyulit.

b. Asuhan Sayang Ibu

Asuhan sayang ibu dan bayi adalah asuhan dengan prinsip saling

menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan ibu.

Membayangkan asuhan saying ibu/ASI adalah dengan menyakan

pada diri kita sendiri”apakah asuhan seperti ini yang saya inginkan

untuk keluarga saya yang sedang hamil”. Salah satu prinsip asuhan

sayang ibu adalah dengan mengikut sertakan suami dan keluarga

selama persalinan.

Beberapa contoh penerapan asuhan saying ibu saat persalinan

adalah :

1) Panggil ibu sesuai nama, hargai dan perlakukan ibu sesuai

martabatnya.

2) Jelaskan asuhan yang akan diberikan sebelum memulai asuhan.

3) Jelaskan proses persalinan pada ibu dan keluarga.

4) Anjurkan ibu bertanya, membicarakan rasa takut/khawatirnya

dan dengarkan.

5) Anjurkan ibu ditemani keluarga/suaminya.


6) Ajarkan suami dan keluarga bagaimana cara memperhatikan

dan mendukung ibu.

7) Hargai privasi ibu.

c. Pencegahan inveksi/ PI

Tujuan PI adalah melindunfi ibu, BBL, keluarga, penolong

persalinan dan tenaga kesehatan lain sehingga mengurangi infeksi

karena bakteri, virus, dan jamur. Pencegahan Infeksi juga bertujuan

untuk menurunkan resiko penularan penyakit berbahaya (hepatitis,

HIV/AIDS).

Ada beberapa tindakan yang akan sering kita temui dalam PI, yang

perlu diketahui pengertiannya. Tindakan tersebut antara lain adalah

asepsis, tehnik aseptic, antiseptic, dekontaminasi, desinfeksi, cuci

bilas, desinfeksi tingkat tinggi dan sterilisasi.

Definisi dari tindakan-tindakan tersebut antara lain :

1) Asepsis adalah suatu tindakan untuk mencegah masuknya

mikroorganisme kedalam tubuh.

2) Tehnik aseptic adalah suatu tindakan membuat prosedur lebih

aman dengan menurunkan jumlah atau menghilangkan seluruh

mikroorganisme pada kulit, jarinagn dan istrumen hingga

tingkat yang aman.

3) Antisepsis adalah suatu tindakan PI dengan cara

membunuh/menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada

kulit/ jaringan tubuh.


4) Dekontaminasi adalah suatu tindakan yang dilakukakn untuk

memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara

aman berbagai benda yang terkontaminasi dengan darah, dan

cairan tubuh.

5) Mencuci dan membilas adalah suatu tindakan untuk

menghilangkan darah , cairan tubuh atau benda asing dari

kulit/instrument.

6) Desinfeksi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan hampir

semua mikroorganisme pada benda mati/instrument.

7) Desinfeksi tingkat tinggi/DTT adalah suatu tindakan untuk

menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora

bakteri.

8) Sterilisasi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan semua

mikroorganisme termasuk endospora pada benda

mati/instrument.

Prinsip Pencegahan Infeksi yang perlu kita pegang adalah :

(a) Setiap orang harus dianggap menularkan penyakit.

(b) ‘setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.

(c) Permukaan benda yang akan dan telah bersentuhan dengan

permukaan kulit yang tidak utuh harus dianggap

terkontaminasi dan harus segera diproses secara benar.

(d) Jika ragu alat/benda telah diproses maka alat/benda tersebut

dianggap terkontaminasi.
(e) Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan total, tetapi dapat

dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan PI

secara benar dan konsisten.

d. Pencatatan (Dokumentasi)

Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau

bayinya. Jika asuhan tidak dicatat, dapat dianggap bahwa hal

tersebut tidak dilakukan. Pencatatan adalah bagian penting dari

proses membuat keputusan klinik karena memungkinkan penolong

persalinan untuk terus memperhatikan asuhan yang diberikan

selama proses persalinan dan kelahiran bayi.

Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data

yang telah dikumpulkan dan dapat lebih efektif dalam merumuskan

suatu diagnosis dan membuat rencana asuhan atau perawatan bagi

ibu atau bayinya. Partograf adalah bagian terpenting dari proses

pencatatan selama persalinan.

e. Rujukan

Rujukan dalam kondisi tepat waktu dan optimal ke fasilitas rujukan

atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan

mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir.

Meskipun sebagian besar ibu akan mengalami persalinan normal,

namun sekitar 10-15% diantaranya akan mengalami masalah

selama proses persalinan dan kelahiran bayi sehingga perlu dirujuk

ke fasilitas kesehatan rujukan.


Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga

kesiapan untuk merujuk ibu dan/atau bayinya ke fasilitas kesehatan

rujukan secara optimal dan tepat waktu (jika penyulit terjadi)

menjadi syarat bagi keberhasilan upaya penyelamatan. Setiap

penolong persalinan harus mengetahui lokasi rujukan yang mampu

utnuk melaksanakankasus gawat darurat obstetric dan bayi baru

lahir seperti :

1) Pembedahan, termasuk bedah sesar.

2) Tranfusi darah.

3) Persalinan menggunakan ekstraksi vakum atau cunam.

4) Pemberian antibiotic intravena.

5) Resusitasi bayi baru lahir dan asuhan lanjutan bayi baru lahir.

7. Asuhan Persalinan Kala I (Pembukaan)

Menurut Rohani dkk (2011) inpartu ditandai dengan

keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka dan

mendatar. Darah berasal dari pembuluh darah kapiler sekitar kanalis

servikalis karena pergeseran-pergeseran ketika serviks mendatar dan

membuka. Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara

pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi

2 fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm

dan aktif (7 jam) dimana serviks membuka antara 3-10 cm. Kontraksi

lebih kuat dan sering terjadi selama fase aktif. Pada pemulaan his, kala

pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu


yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-jalan. Lama kala I untuk

primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida sekitar

8 jam.

Berdasarkan Kunve Friedman, diperhitungkan pembukaan

multigravida 2 cm per jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu

pembukaan lengkap dapat diperkirakan (Sulasetyawati dan

Nugraheny, 2010, hlm. 7).

Menurut Friedmen, fase percepatan memulai fase persalinan dan

mengarah ke fase lengkung maksimal adalah waktu ketika pembukaan

serviks terjadi paling cepat dan meningkat dari tiga sampai empat

sentimeter sampai sekitar 8 sentimeter. Pada kondisi normal kecepatan

pembukaan konstanta, rata-rata tiga sentimeter per jam, dengan

kecepatan maksimal tidak lebih dari 1,2 sentimeter per jam pada

nulipara. Pada multipara, kecepatan rata-rata pembukaan selama fase

lengkung maksimal 5,7 sentimeter per jam. Fase perlambatan adalah

fase aktif. Selama waktu ini, kecepatan pembukaan melambat dan

serviks mencapai pembukaan 8 sampai 10 sentimeter sementara

penurunan mencapai kecepatan maksimum penurunan rata-rata

nulipara adalah 1,6 sentimeter per jam dan normalnya paling sedikit

1,0 sentimeter per jam. Pada multipara, kecepatan penurunan rata-rata

5,4 sentimeter per jam, dengan kecepatan minimal 2,1 sentimeter per

jam (Varney, 2004, hlm. 679).


Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010, hal. 75) asuhan-

asuhan kebidanan pada kala I yaitu :

a) Pemantauan terus menerus kemajuan persalinan menggunakan

partograf;

b) Pemantauan terus-menerus vital sign;

c) Pemantauan terus menerus terhadap keadaan bayi;

d) Pemberian hidrasi bagi pasien;

e) Menganjurkan dan membantu pasien dalam upaya perubahan

posisi dan ambulansi;

f) Mengupayakan tindakan yang membuat pasien nyaman;

g) Memfasilitasi dukungan keluarga.

8. Asuhan Persalinan Kala II (Pengeluaran Janin)

Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada

akhir kala I atau pembukaan kala II dengan kepala janin sudah masuk

dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri.Bila ketuban belum

pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan kala

II wanita tersebut mau muntah atau muntah disertai rasa ingin

mengedan kuat. His akan lebih timbul sering dan merupakan tenaga

pendorong janin pula. Di samping itu his, wanita tersebut harus

dipimpin meneran pada waktu ada his. Di luar ada his denyut jantung

janin harus diawasi (Wiknjosastro, 1999, hlm.194).

Menurut Wiknjosastro (2008, hlm.77) gejala dan tanda kala II

persalinan adalah:
a) Ibu merasa ingin meneran bersamaan adanya kontraksi;

b) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau

vaginanya;

c) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka;

d) Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah.

Menurut Rohani dkk (2011, hlm. 150) asuhan kala II

persalinan merupakan kelanjutan tanggung jawab bidan pada waktu

pelaksanaan asuhan kala I persalinan, yaitu sebagai berikut:

a) Evaluasi kontinu kesejahteraan ibu;

b) Evaluasi kontinu kesejahteraan janin;

c) Evaluasi kontinu kemajuan persalinan;

d) Perawatan tubuh wanita;

e) Asuhan pendukung wanita dan orang terdekatnya beserta

keluarga;

f) Persiapan persalinan;

g) Penatalaksanaan kelahiran;

h) Pembuatan keputusan untuk penatalaksanaan kala II persalinan.

9. Asuhan Persalinan Kala III (Pengeluaran Plasenta)

Partus kala III disebut pula kala uri. Kala III ini, seperti

dijelaskan tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II. Kelainan

dalam memimpin kala III dapat mengakibatkan kematian karena

perdarahan. Kala uri dimulai sejak dimulai sejak bayi lahir lengkap

sampai plasenta lahir lengkap.


Terdapat dua tingkat pada kelahiran plasenta yaitu :

a) Melepasnya plasenta dari implantasi pada dinding uterus;

b) Pengeluaran plasenta dari kavum uteri (Wiknjosastro, 1999, hlm.

198).

Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010, hlm. 8) lepasnya plasenta

sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai

berikut:

1) Uterus mulai membentuk bundar;

2) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen

bawah Rahim;

3) Tali pusat bertambah panjang;

4) Terjadi perdarahan.

Asuhan kala III persalinan adalah sebagai berikut:

a. Memberikan pujian kepada pasien atas keberhasilannya;

b. Lakukan manajemen aktif kala III;

c. Pantau kontraksi uterus;

d. Berikan dukungan mental pada pasien;

e. Berikan informasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh

pasien dan pendamping agar proses pelahiran plasenta lancer;

f. Jaga kenyamanan pasien dengan menjaga kebersihan tubuh

bagian bawah (perineum).


10. Asuhan Persalinan Kala IV (Observasi)

Setelah plasenta lahir lakukan rangsangan taktil (masase

uterus) yang bertujuan untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan

kuat.Lakukan evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan

secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus

uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat. Kemudian perkirakan

kehilangan darah secara keseluruhan periksa kemungkinan perdarahan

dari robekan perineum. Lakukan evaluasi keadaan umum ibu dan

dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV

(Wiknjosastro, 2008, hlm. 110).

Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2010) kala IV mulai

dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Kala IV dilakukan observasi

terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi 2 jam

pertama.

Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Tingkat kesadaran pasien

b) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan

pernafasan.

c) Kontraksi uterus

d) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila

jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc.

Menurut Rohani dkk (2011, hlm. 234) secara umum asuhan kala IV

persalinan adalah:
1) Pemeriksaan fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap

30 menit jam ke 2. Jika kontraksi uterus tidak kuat, masase uterus

sampai menjadi keras.

2) Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan tiap

15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam ke 2.

3) Anjurkan ibu untuk minum untuk mencegah dehidrasi.

4) Bersihkan perineum dan kenakan pakaian yang bersih dan kering.

5) Biarkan ibu beristirahat karena telah bekerja keras melahirkan

bayinya, bantu ibu posisi yang nyaman.

6) Biarkan bayi didekat ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan

bayi.

7) Bayi sangat bersiap segera setelah melahirkan. Hal ini sangat

tepat untuk memberikan ASI.

8) Pastikan ibu sudah buang air kecil tiga jam pascapersalinan.

9) Anjurkan ibu dan keluarga mengenal bagaimana memeriksa

fundus dan menimbulkan kontraksi serta tanda-tanda bahaya ibu

dan bayi.

C. Prematuritas

1. Defenisi

Prematuritas adalah bayi yang dilahirkan sebelum usia

kehamilan 37 minggu (Norwitz, 2008). Menurut Cunningham

(2005), prematuritas adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 37

minggu.
Persalinan preterm adalah yang berlangsung pada umur

kehamilan 20-37 minggu dihitumg dari hari pertama haid terakhir

(ACOG 1995).

Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi

prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan37 minggu atau

kurang.

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang

tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan

yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.

Secara garis besar, kelahiran prematur mengacu pada

pelahiran bayi yang berlangsung antara usia kehamilan 24+0 dan 36+6

minggu. Persalinan prematur dengan selaput ketuban utuh terjadi pada

lebih 50% kasus yang ditemukan di unit maternitas.

2. Klasifikasi dan Kategori

Kelahiran prematur digolongkan ke dalam 3 periode gestasi :

a. Kelahiran agak prematur. Berlangsung antara usia kehamilan 35

dan 37 minggu.

b. Kelahiran sangat prematur. Belangsung antara usia kehamilan 29

dan 34 minggu.

c. Kelahiran luar biasa prematur. Berlangsung antara usia kehamilan

24 dan 28 minggu.
Pelahiran yang lebih dini lagi biasanya disebut dengan keguguran

karena usia viabilitas terkini adalah 24 minggu, kecuali bayi telah

menunjukan tanda-tanda kehidupan pada saat kelahiran.

Pelahiran prematur terindikasi adalah kelahiran prematur yang

dilakukan karena tindakan tersebut dianggap paling tepat untuk ibu atau

bayi.

Kelahiran prematur spontan adalah kelahiran prematur yang terjadi

akibat :

1) Persalinan prematur spontan.

2) Pecah ketuban dan prapersalinan (PPROM) spontan.

Klasifikasi Bayi Prematur.

Berat lahir dan usia kehamilan merupakan faktor penting yang perlu

dipertimbangkan dalam penatalaksanaan bayi prematur setelah bayi

dilahirkan :

a) Berat bayi lahir rendah kurang dari 2500 g.

b) Berat bayi lahir sangat rendah kurang dari 1500 g.

c) Berat bayi luar biasa rendah kurang dari 1000 g.

3. Etiologi

Penyebab kelahiran prematur dapat digolangkan menjadi penyebab

fisiologis dan non fisiologis.

1) Fisiologis

a. Infeksi
Beberapa ibu dapat menderita penyakit, seperti infeksi saluran

kemih, pielonefritis, appendisitis atau pneumonia, dan

semuanya berkaitan dengan persalianan prematur. Pada kasus

tersebut, persalinan prematur mungkin disebabkan oleh

penyebaran infeksi melalui darah langsung ke rongga uterus,

penyebaran tak langsung melalui produk samping kimiawi,

baik yang dari mikroorganisme maupun dari respon

peradangan tubuh.

b. Overdistensi

Overdistensi dapat menyebabkan pecah ketuban dini

prapersalinan dan juga meregangkan reseptor didalam

miometrium, yang dapat menimbulkan persepsi bahwa

kehamilan telah cukup bulan dan bayi siap dilahirkan.

c. Masalah Vaskule

Hemoragi antepartum dan solusio merupakan manifestasi yang

sering kali dilaporkan terjadi menjelang pelahiran prematur

spontan. Darah yang mengiritasi miometrium, melemahkan

membran, dan akan menyebabkan kontraksi uterus.

d. Lemah Serviks

Lemah serviks, atau yang dahulu disebut inkompetensi serviks,

dapat menyebabkan keguguran prematur. Mungkin akan

ditemukan dilatasi serviks dengan atau tanpa kontraksi uterus

atau pecah ketuban spontan.


e. Penyebab Latrogenik

Hampir 30% kelahiran prematur disebabkan oleh indikasi

medis atau induksi persalianan atau perlahiran melalui

prosedur bedah. Indikasi yang paling sering ditemukan adalah

preeklamsia fulminan pada ibu, atau tanda-tanda hambatan

pertumbuhan intrauterus yang serius pada janin tunggal atau

salah satu janin kembar.

f. Penyebab Idiopatik

Pada pelahiran dan persalinan prematur, penyebabnya tidak

diketahui dan dikatagorikan sebagai persalinan prematur

idiopatik.

g. Prediktor Fisiologis Lain pada Persalinan Prematur.

(1) Panjang serviks

Pemendekan serviks yang segnifikan kerap disertasi

dengan dilatasi dan pencorongan membran menuju saluran

serviks. Penelitian terkini menemukan bahwa panjang

serviks yang kurang dari 15 mm beresiko menyebabkan

pelahiran prematur spontan sebelum usia kehamilan 32

minggu.

(2) Fibronektin

Fibronektin janin (fFN) adalah sejenis glikoprotein

menyerupai lem yang dihasilkan oleh sel-sel korion yang

mengikat lapisan membran desidua. Glikoprotein tersebut


ditemukan dalam sekresi vagina sejak awal periode

kehamilan hingga usia kehamilan 22 minggu. Antara usia

kehamilan 24 dan 34 minggu, kadar fFN ini sangat kecil,

dan kadar tersebut terus meningkat menjelang awitan

persalinan. Jika terdapa gangguan pada antar muka

koriodesidua akibat adanya kerusakan, infeksi, atau

pedarahan, fFN dapat lebih dini ditemukan dalam sekresi

saluran vagina. fFn ini dapat digunakan untuk

memprediksi persalonan dan perlahiran prematur.

2) Faktor Resiko Non Fisikologis

a. Usia Ibu

Usia ibu sangat mempengaruhi kemungkinan mereka menjalani

persalinan dan perlahiran prematur. Secara statistik, ibu yang

sangat muda yang usia kurang dari 18 tahun atau yang usia

diatas 35 tahun terbukti memiliki insiden persalinan prematur

yang lebih tinggi. Pada pelahiran anak ke dua, ibu yang berusia

antara 15 dan 19 tahun beresiko tiga kali lebih tinggi

mengalami pelahiran yang sangat prematur dan bayi lahir mati

dibandingkan ibu yang berusia 20-29 tahun.

b. Faktor Ekonomi atau Kelas Sosial Rendah

Banyak faktor sosial ekonomi dinyatakan sebagai resiko

prediposisi untuk kelahiran prematur. Wanita yang

berpenghasilan rendah, atau wanita yang mendapat sedikit atau


kurang mendapat dukungan finansial dari pasangan, berisiko

tinggi mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi

kecil masa kehamilan, serta mengalami komplikasi kehamilan

yang lebih berat.

c. Wanita yang Belum Menikah atau Tidak Mendapat Dukungan

Pasangan yang tinggal bersama tanpa menikah dan kehidupan

sebagai ibu tunggal berisiko tinggi menyebabkan kelahiran

prematur. Kurang harmonisnya hubungan dengan suami atau

pasangan menyebabkan ibu berisiko tinggi melahirkan bayi

dengan berat lahir rendah.

d. Berat Badan Ibu Kurang atau Lebih

Ibu yang berat badannya kurang akibat anoreksia nervosa yang

dialami lebih rentan mengalami persalinan prematur dan

melahirkan bayi dengan berat rendah. Disisi lain ibu yang

masuk kategori obes secara klinis juga berisiko mengalami

persalinan dan perlahiran prematur, sebab mereka cenderung

menyandang diabetes gestasional selama kehamilan. Terlebih,

ibu juga berisiko tinggi mengalami preeklamsia yang berkaitan

erat dengan pelahiran prematur.

e. Merokok, Penyalahgunaan Alkohol dan Obat-obatan

f. Persalinan Prematur Sebelumnya

Apabila ibu sebelumnya memiliki riwayat persalinan dan

perlahiran prematur yang tidak diketahui jelas penyebabnya,


risiko ibu untuk kembali mengalami perlahiran prematur akan

meningkat tajam.

g. Stres dan Hasil Akhir Kelahiran

Sters maternal mungkin merupakan faktor utama yang memicu

persalinan prematur melalui satu atau dua alur fisiologis.

Pertama, mereka menetapkan bahwa stres maternal dapat

mempengaruhi alur neurondokrin, yang akan mengaktivasi

sistem endokrin meternal plasenta janin yang mendorong

parturisi. Lockwood dan Kuczynksi (1999) berteori bahwa

aktivasi aksis hipotalamus hipofisis adrenal (HPA), yang

disebabkan oleh stres, dapat menginduksi persalinan dan

kelahiran prematur. Kedua, alur imun inflamasi mungkin turut

berperan dalam proses ini. Stres maternal dapat mempengaruhi

imunitas sistemik dan lokal untuk meningkatkan kerentanan

terhadap proses infeksi inflamasi janin dan intrauterin, dan

menyebabkan parturisi melalui mekanisme proinflasmasi yang

telah diidentifikasikan sebelumnya (Wadhwa et al., 2001).

h. Pengaturan Jarak Kelahiran

Penelitian menemukan bahwa semakin dekat jarak antar

kehamilan, semakin besar risiko ibu mengalami persalinan dan

perlahiran prematur.
4. Manifestasi Klinis

a. Awitan spontan kontraksi uterus yang teratur dan nyeri atau tanpa

nyeri disertai pecah ketuban spontan.

b. Pecah ketuban dini pra persalinan secara spontan.

c. Nyeri punggung dan ketidaknyamanan abdomen ringan.

d. Inkontensia urin yang bertolak belakang dengan pecah ketuban dini.

5. Patofisiologi

Penyebab terjadinya kelahiran bayi prematur belum diketahui

secara jelas. Data statistik menunjukkan bahwa bayi lahir prematur

terjadi pada ibu yang memiliki sosial ekonomi rendah. Kejadian ini

dengan kurangnya perawatan pada ibu hamil karena tidak melakukan

antenatal care selama kehamilan. Asupan nutrisi yang tidak adekuat

selama kehamilan, infeksi pada uterus dan komplikasi obstetrik yang

lain merupakan pencetus kelahiran bayi prematur. Ibu hamil dengan

usia yamg masih muda, mempunyai kebiasaan merokok dan

mengkonsumsi alkohol juga menyebabkan terjadinya bayi prematur.

Faktor tersebut bisa menyebabkan terganggunya fungsi plasenta

menurun dan memaksa bayi untuk keluar sebelum waktunya. Karena

bayi lahir sebelum masa gestasi yang cukup maka organ tubuh bayi

belum matur sehingga bayi lahir prematur memerlukan perawatan yang

sangat khusus untuk memungkinkan bayi beradaptasi dengan

lingkungan luar.
6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemantauan glukosa darah terhadap hipoglikemia. Nilai normal

glukosa serum: 45 mg/dl.

b. Pemantauan gas darah arteri. Normal untuk analisa gas darah

apabila kadar PaO2 50 – 70 mmHg dan kadar PaCO2 35 – 45

mmHg dan saturasi oksigen harus 92 – 94 %.

c. Kimia darah sesuai kebutuhan.

d. Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan.

e. Penyimpangan darah tali pusat.

7. Pencegahan

Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat

dilakukan sejak awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul.Dimulai

dengan pengenalan pasien yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan

dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan preterm serta pengenalan

kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera

dilakukan.

Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan

terjadinya persalinan preterm, sebagai berikut.

a. Indikator Klinik

Indikatro klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi

dan pemendekan serviks (secara manual maupun

ultrasonogafi).Terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan akan

terjadinya persalinan preterm.


b. Indikator laboratorik

Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah :

jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ ml atau lebih), pemeriksaan

CRP (> 0,7 mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>

13.000/ml).

c. Indikator Biokimia

1) Fibronektin Janin : Peningkatan kadar fribronektin janin pada

vagina, serviks, dan air ketuban memberikan indikasi adanya

gangguan pada hubungan antara korion dan desidua. Pada

kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin janin 50

ng/ml atau lebih mengindikasikan resiko persalinan preterm.

2) Corticotropin releasing hormone (CRH) : peningkatan CRH dini

atau pada trimester dua merupakan indikator kuat untuk

terjadinya persalinan preterm.

3) Sitokin Inflamasi : seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah

diteliti sebagai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis

protaglandin.

4) Isoferitin plasenta : pada keadaan normal (tidak hamil) kadar

insoferitin sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara

bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak pada

trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml. Penurunan kadar dalam

serum akan berisiko terjadinya persalinan preterm.


5) Feritin : rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang

sensitif untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi

feritin berkaitan dengan berbagai keadaan reaksi fase akut

termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada

hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian

penyakit kehamilan, termasuk persalinan preterm.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah

persalinan preterm antara lain sebagai berikut.

a) Hindari kehamilan pada ibu terlalumuda (kurang dari 17 tahun).

b) Hindarai jarak kehamilan terlalu dekat.

c) Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh

pelayanan antenatal yang baik.

d) Anjurkan tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang

(narkotik).

e) Hindari kerja berat dan perlu cukup beristirahat.

f) Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm.

g) Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing.

h) Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan

preterm.

8. Penatalaksanaan Terapi

a. Tokolisis

Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat

persalinan, tidak ada yang benar-banar efektif.Namun, pemberian


tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi

uterus yang regular dengan perubahan serviks.

Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah :

1) Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.

2) Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk

menstimulir surfaktan paru janin.

3) Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang

lebih lengkap.

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai toklisis

adalah :

1) Kalsium antagonis : Nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,

dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat

diberikan lagi jika timbul kontraksi berulang.

2) Obat β-mimetik : seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan

salbutamol, dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek

samping lebih kecil.

3) Sulfas magnesikus dan antiprostaglandin (indometasin) :

jarang dipakai karena efek samping pada ibu ataupun janin.

b. Kortikosteroid

Pemberian terapi kortekostroid dimaksudkan untuk pematangan

surfaktan paru janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah

perdarahan intraventrikular, yang akhirnya menurunkan kematian

neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan


> 35 minggu. Obat yang diberikan adalah : deksametason atau

betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko

terjadinya pertumbuhan janin terhambat.

Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah :

- Betametason : 2x12 mg i.m, dengan jarak pemberian 24 jam.

- Deksametason : 4x6 mg i.m, dengan jarak pemberian 12 jam.

c. Antibiotika

Antiiotika iberikan bilamana kehamilan mengandung risiko

terjadinya infeksi seperti pada kasus KDP. Obat diberikan per oral,

yang di anjurkanadalah : erotrominin 3x500 mg selama 3 hari.

Obat pilihan lain adalah ampisilin 3x500 mg selama 3 hari, atau

dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak

dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf.

9. Penatalaksanaan Persalinan

a. Komunikasi

Komunikasi yang efektif sangat penting dalam perawatan dan

penatalaksanaan ibu selama persalinan prematur. Menurut Code of

Profisional Conduct NMC (2004), ibu dan keluarga harus

mendapat informasi jelas tentang risiko yang terdapat pada setiap

alur perawatan yang berbeda yang mungkin diambil dan

penatalaksanaan selanjutnya untuk bayi prematur.


b. Analgesia

Penggunaan analgesia epidural bermanfaat dalam penatalaksanaan

persalinan prematur kerana dapat membantu mencegah dan

menghambat ibu untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap atau

mencegah dan menghambat pelahiran yang mendadak dan dramatis

yang dapat menyebabkan gangguan pada janin.

c. Tanda Vital Ibu dan Janin

Pemantauan ketat tanda-tanda vital ibu dan janin sangat penting

dilakukan untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi, khususnya

ibu yang sejak awal sudah memiliki masalah fisiologis.

d. Penatalaksanaan Membran

Membran sedapat mungkin harus tetap utuh selama persalinan agar

cairan ketuban dapat berfungsi sebagai buffer untuk menahan

tekanan intrauterin yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus. Cairan

ini dapat membantu melindungi tubuh janin yang rapuh dan

khusunya kepala janin dari trauma lahir.

D. Hubungan Preeklampsia dengan Kejadian Persalinan Prematuritas

Preeklampsia pada dasarnya terjadi insufisiensi arteri uteroplasenta

yang menyebabkan iskemik plasenta. Pada iskemik terjadi pembentukan

radikal bebas (toksin) yang mengakibatkan gangguan metabolisme

prostaglandin dan menaikkan sensitivitas vaskuler, hal ini mempengaruhi

reaksi perlunakan serviks sehingga menyebabkan kontraksi persalinan

preterm dan terjadi prematuritas.


Iskemik plasenta terjadi karena pembengkakan endotel dari

pembuluh darah menuju plasenta yang merupakan pensuplai O2 dan

nutrisi ke plasenta sehingga terjadi vasospasme pembuluh darah, aliran

darah menurun dan terjadi infark plasenta. Dengan terjadinya iskemik

plasenta tersebut maka fungsi plasenta akan terganggu sehingga

kesejahteraan janin menurun dan menyebabkan prematuritas (Manuaba,

2008).

Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering

didapatkan pada preeklampsia sehingga mudah terjadi persalinan prematur

(Wiknjosastro, 2006). Menurut Manuaba (2008), Gangguan metabolisme

prostaglandin mengakibatkan tekanan darah naik sehingga terjadi

hipovolemia-hemokonsentrasi darah. Hal ini menyebabkan stres individu

yang memicu terjadinya reaksi perlunakan serviks dan sensitivitas otot

rahim meningkat terhadap rangsang sehingga terjadi kontraksi persalinan

preterm dan prematuritas.

Anda mungkin juga menyukai