Anda di halaman 1dari 10

Diplomasi Soft Power Tiongkok: Peran dan tantangan global

Confucius Institute dalam kancah Internasional


Nadia Nurhusna, Zaskia Sakinah
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret
nadianurhusna_27@student.uns.ac.id; zskiaskinhm@student.uns.ac.id

Abstrak
Pada Era 4.0, kemajuan teknologi dan kecerdasan manusia telah memunculkan
perubahan signifikan di panggung global. Negara-negara berlomba untuk
meningkatkan posisi dan kekuatan dalam tatanan internasional, di mana kekuatan
militer bukanlah satu-satunya elemen terpenting. Di zaman ini, penekanan terhadap
kekuatan pikiran atau soft power menjadi pilihan utama bagi banyak pihak. Tiongkok,
yang sebelumnya tertinggal dalam perkembangan Era, kini secara aktif memperkuat
posisinya di panggung global. Upaya luar biasa yang dilakukan telah membawa
Tiongkok menjadi salah satu negara super power yang dihormati di mata dunia. Salah
satu langkah penting yang diambil oleh Tiongkok adalah mendirikan Confucius
Institute sebagai lembaga pendidikan dan diplomasi kebudayaan, yang meskipun
dianggap biasa oleh sebagian, namun mampu memberikan dampak signifikan
terhadap kemajuan negara tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran
Confucius Institute dalam upaya meningkatkan soft power Tiongkok, dengan
menggunakan pendekatan kualitatif yang melibatkan pengumpulan dan evaluasi data
dari literatur pendukung seperti jurnal, karya ilmiah, artikel akademik, dan berita terkait
lainnya.

Kata kunci: Soft power; Confusius Institute; Tiongkok; internasional; Diplomasi

PENDAHULUAN

Sepertinya negara-negara di seluruh dunia menjadi saksi atas lonjakan


peran Tiongkok dalam panggung global. Tiongkok, dengan evolusi dinamisnya,
tak hanya menetapkan dominasinya dalam ranah ekonomi global, tetapi juga
meneguhkan kehadirannya dalam diplomasi internasional, hal ini menandai
pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir. Momentum ini tak
terlepas dari dedikasi penuh dari pemerintah dan masyarakat Tiongkok, yang
membuka diri terhadap pandangan global, serta menunjukkan komitmen
terhadap keterbukaan dan partisipasi yang lebih luas. Keterlibatan Tiongkok
dalam kerjasama global, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun diplomasi
budaya, menandai upaya nyata dalam memperkuat peran internasionalnya.

Confucius Institute, sebagai instrumen vital dalam mempromosikan


kebudayaan Tiongkok, telah diperluas secara terstruktur di seluruh dunia.
Namun, dalam perjalanannya, upaya ini memberikan celah bagi penilaian bahwa
institusi tersebut mungkin memainkan peran yang lebih kompleks, bahkan
menjadi subjek perdebatan dan analisis yang lebih dalam. Artikel ini
membongkar lapisan kompleksitas dari institusi ini, menyoroti pentingnya
Confucius Institute sebagai instrumen diplomasi soft power Tiongkok. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan tinjauan menyeluruh
tentang implikasi serta dampaknya terhadap arsitektur hubungan internasional
yang ada.

Soft power, dalam terminologi yang lebih mendalam, merujuk pada


kemampuan suatu entitas negara atau kelompok untuk mempengaruhi dan
menarik negara lain melalui penyampaian budaya, nilai-nilai, kebijakan, dan daya
tarik citra positif, tanpa keterlibatan kekerasan militer atau faktor ekonomi yang
dominan. Kehadiran soft power sebagai kekuatan negara menandai kapasitas
untuk mempengaruhi opini publik secara persuasif, meraih dukungan, dan
mendorong kepentingan nasional dengan pendekatan yang lebih subtansial.
Konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1990 oleh Joseph Nye,
seorang ilmuwan politik, yang memisahkan antara "kekuatan keras" yang
berfokus pada pengaruh yang didukung oleh kekuatan militer dan ekonomi,
dengan "kekuatan lunak" yang bergantung pada daya tarik budaya dan
diplomasi. Contoh nyata dari soft power mencakup elemen-elemen budaya
populer, diplomasi budaya, pertukaran budaya, serta promosi nilai-nilai politik dan
sistem sosial. Pemerintah dan entitas non-pemerintah sering menggunakan soft
power untuk memperkuat relasi bilateral, memperkenalkan identitas budaya
nasional, dan mencapai tujuan-tujuan diplomasi. Pada intinya, soft power menjadi
identitas persuasif yang mencerminkan keberhasilan suatu negara. Meskipun
secara tradisional dikaitkan dengan elemen-abstrak seperti budaya dan
diplomasi, konsep soft power saat ini bahkan telah berkembang ke ranah aspek
nyata, seperti infrastruktur dan investasi pembangunan.

Soft power yang dimiliki oleh Tiongkok telah memberikan sejumlah


keuntungan yang signifikan bagi negara tersebut dalam konteks hubungan
internasional dan strategi luar negeri. Salah satu strategi yang memberikan
potensi yang lama dinanti adalah melalui investasi yang dijalankan dalam
kerangka Confucius Institute. Confucius Institute, sebagai entitas terfokus pada
pengajaran bahasa Mandarin, diplomasi budaya, dan promosi kebudayaan
Tiongkok, menjadi instrumen penting dalam upaya Tiongkok untuk memperkokoh
citra positifnya di panggung global. Eksistensi Confucius Institute ini dianggap
berhasil dalam mengurangi stereotip negatif dan membuka peluang kerja sama
yang lebih substansial dengan negara-negara lain. Melalui platform Confucius
Institute, Tiongkok dapat mengimplementasikan program pertukaran siswa yang
menarik, yang berpotensi meningkatkan daya tarik sektor pendidikan di negara
tersebut. Program ini menawarkan magnetisme yang tinggi bagi mahasiswa
asing yang berkeinginan untuk belajar di Tiongkok, memberikan kesempatan
bagi mereka untuk menjadi pelopor budaya Tiongkok di masa depan di negara
asal mereka

Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan yang ada dalam


penelitian sebelumnya. Meskipun berbagai studi telah mengeksplorasi usaha-
upaya soft power Tiongkok, pemahaman yang mendalam terkait tujuan, strategi,
dan implikasi Confucius Institute dalam konteks diplomasi budaya masih menjadi
sebuah tantangan. Penelitian ini berupaya memberikan kontribusi signifikan bagi
wawasan ilmiah saat ini dengan melakukan analisis kritis terhadap evolusi dan
operasionalitas lembaga, mendorong diskusi tentang pengaruh global Tiongkok
yang semakin kuat. Artikel ini mengeksplorasi aspek-aspek spesifik dari
Confucius Institute melalui pendekatan perbandingan, memberikan fondasi yang
kokoh untuk penyelidikan yang lebih mendalam, mengupas interaksi yang
kompleks antara budaya, politik, dan diplomasi dalam ranah global.

METODE PENELITIAN

Dalam studi ini, diterapkan pendekatan penelitian kualitatif untuk mendalami


dinamika strategi soft power yang kompleks yang diterapkan oleh Confucius
Institute. Pendekatan kualitatif dipilih untuk mengungkap fitur-fitur yang rumit dari
pengaruh budaya, persepsi, dan interaksi antarpribadi yang menjadi ciri khas dari
kegiatan operasional Confucius Institute. Melalui metode kualitatif ini, penelitian
berusaha mencapai pemahaman yang mendalam dan terperinci tentang inisiatif
kekuatan lembut yang diimplementasikan oleh Confucius Institute. Data sekunder,
seperti artikel jurnal dan laporan, digunakan sebagai sumber dalam studi ini.
Pendekatan ini memungkinkan pengumpulan, pengorganisasian, dan evaluasi data
kualitatif yang mendalam untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh. Studi
ini meneliti berbagai aspek dari pengaruh budaya serta menjelaskan peran penting
yang dimainkan oleh Confucius Institute dalam membentuk pandangan serta
mempromosikan pemahaman lintas budaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konfusius, sosok yang dirindukan


Konfusius atau dikenal dengan kong fu tse ( 孔 子 ) merupakan seorang
cendikiawan, dan filsuf negara Tiongkok yang lahir pada masa Dinastin Chin.
Dimana pada masa itu, terjadi degradasi moral pada masyarakat, pendidikan, dan
tatanan pemerintahan. Kepeduliannya terhadap pendidikan menjadikan ia dikenal
sebagai bapak pendidikan Tiongkok. Dalam pertautan zaman yang terus berlanjut,
Konfusius, dirasa masih mempertahankan ketenarannya di benak masyarakat
Tiongkok. Yang menandakan bahwa relevansinya yang abadi. Filsuf sekaligus
bapak pendidikan Tiongkok ini terus menjadi sumber inspirasi dan pedoman moral
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tiongkok pada era kontemporer. Dan
pada Artikel ini telah merinci faktor-faktor yang menjadikan Konfusius sebagai
sosok yang tetap dirindukan oleh masyarakat Tiongkok, dengan memanfaatkan
ajaran moral, konsep kepemimpinan, norma sosial, adaptabilitas, dan spiritualitas
yang telah diterapkan secara tradisional.

1. Persistensi Ajaran Moral


Konfusius, sebagai guru moral yang cemerlang, mewariskan ajaran etika dan
moralitas yang tidak tergoyahkan, yang terus menjadi landasan masyarakat
Tiongkok. Pemeliharaan nilai-nilai ini menandakan keberlanjutan relevansi
Konfusius di tengah dinamika kehidupan modern.

2. Pengaruh sebagai Pemimpin dan Pendidik


Pemikiran Konfusius tentang kepemimpinan dan pendidikan tetap meresap dalam
struktur masyarakat Tiongkok saat ini. Prinsip-prinsipnya yang terfokus pada
kebijakan, kepemimpinan bijaksana, dan humanisme memberikan landasan
penting bagi para pemimpin dan pendidik kontemporer.
3. Kontribusi terhadap Kohesi Sosial
Konsep-konsep sosial yang diperkenalkan oleh Konfusius, seperti rasa hormat
terhadap keluarga dan tanggung jawab sosial, terus membentuk norma-norma
sosial dan merawat kohesi masyarakat Tiongkok.

4. Ketangguhan dan Kemampuan Adaptasi


Meskipun berasal dari era kuno, ajaran Konfusius dihargai oleh masyarakat
Tiongkok karena ketangguhannya dan kemampuannya beradaptasi dengan
perubahan zaman. Prinsip-prinsip yang diajarkannya memberikan dasar yang
kokoh, sementara tetap fleksibel untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat
modern.

5. Dimensi Spiritual dan Pencarian Keseimbangan


Pemikiran Konfusius tentang spiritualitas dan keseimbangan memberikan kontribusi
positif terhadap masyarakat Tiongkok yang tengah mengalami modernisasi. Nilai-
nilai spiritual ini tetap menjadi pedoman bagi individu dan komunitas dalam
menavigasi kompleksitas kehidupan modern.

Dalam hal ini, faktanya Pendirian Confucius Institute tidak dapat dipisahkan dari
kerinduan mendalam masyarakat Tiongkok terhadap sosok Konfusius. Konfusius,
yang hidup pada zaman kuno, terus menjadi pahlawan moral dan guru bagi banyak
orang di Tiongkok. Di balik berbagai inisiatif yang mengarah pada pendirian
Confucius Institute, ada beberapa aspek yang sejalan dengan ajaran konfusius dan
itulah megapa sosok Konfusius sangat dirindukan kehadirannya pada zaman
sekarang.

B. Berdiriny Confuisus Institute


Confusius Institute, sebuah inisiatif Tionhkok dalam mewujudkan Pendidikan
dan kebudayaan yang bersifat global, telah berdiri pada tahun 2004 di Seoul, Korea
Selatan, yang digagas oleh pemerintah Tionhkok dengan tujuan utama
memperkenalkan bahasa dan budaya Cina ke seluruh dunia. Dinamai dengan
nama Konfusius, menyerap warisan filsuf kuno Tiongkok yang ajarannya memberi
dampak besar pada kebudayaan dan pemikiran Tionhkok, dikenal pula dengan
nama 孔 子 (kong zi). Langkah ini memulai rencana ambisius untuk mendirikan
lembaga serupa di sejumlah negara. Misi krusial dari Confuisus Institute adalah
mengajarkan bahasa serta budaya Tiongkok, sambil mempromosikan pertukaran
budaya antara Tiongkok dengan negara-negara lain.

Melalui penawaran kursus bahasa Mandarin, acara budaya, dan berbagai


kegiatan yang mencakup seni, sejarah, serta tradisi Tiongkok, Confuisus Institute
berupaya membuat pembelajaran bahasa Mandarin lebih mudah diakses oleh
individu di seluruh dunia. Perjalanan sejarahnya mencerminkan tekad Tiongkok
untuk memperluas pengaruh soft powernya serta menyebarkan bahasa dan
kebudayaannya di panggung global. Institut ini mendapat apresiasi atas
kontribusinya dalam pertukaran budaya.
A.Perkembangan Confusius Institute
1. Persebaran Confusius Institute

Confucius Institute, sebagai entitas pendidikan, pada awalnya tidak


menarik perhatian global. Namun, dalam periode yang relatif singkat, Tiongkok
berhasil mengubah Confucius Institute menjadi lembaga pendidikan yang
berkembang pesat. Pertumbuhan ini tergambar dari ekspansi Confucius
Institute ke sejumlah negara di seluruh dunia. Investasi yang awalnya dianggap
sepele pada Confucius Institute membawa hasil yang memuaskan. Peran
Confucius Institute dalam memperbaiki citra Tiongkok di komunitas global
menjadi terlihat signifikan. Tiongkok tidak hanya dikenal dalam hal ekonomi,
melainkan juga dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Sejak didirikan
pada tahun 2004, Confucius Institute telah menjangkau berbagai negara dan
benua, termasuk Amerika Utara, Eropa, Asia, Afrika, dan Australia, dengan
ekspansi terbesar terjadi di kawasan Asia.

2. Pencapaian Confusius Institute


Di balik perkembangan yang cepat dan signifikan, tentu saja Institut Konfusius
telah mencapai berbagai tujuan yang sebelumnya dirancang untuk mencapai apa
yang diinginkan dan didambakan. Berikut adalah beberapa pencapaian Institut
Konfusius:

1). Pengembangan Bahasa Mandarin sebagai Bahasa Internasional


Confucius Institute berperan besar dalam mengembangkan dan
menyebarluaskan pengajaran bahasa Mandarin secara global. Mereka
menyelenggarakan program-program pembelajaran yang terstruktur, yang
berhasil memicu minat global akan bahasa Mandarin. Bahasa Mandarin telah
menjadi salah satu bahasa penting dalam skenario internasional seiring
dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang pesat. Meskipun belum menjadi
bahasa internasional resmi, namun pengaruhnya semakin berkembang di
berbagai bidang, terutama dalam perdagangan, ekonomi, dan budaya.

Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan jumlah penutur bahasa


Mandarin dan peran Tiongkok dalam perdagangan global telah menjadikan
Mandarin semakin diakui di dunia internasional. Keberadaan Confucius
Institute juga turut mendukung penyebarluasan pengajaran bahasa Mandarin di
berbagai negara.

Penggunaan Mandarin sebagai bahasa internasional terus berkembang seiring


dengan globalisasi dan pengaruh Tiongkok yang semakin kuat. Namun, status
resmi sebagai bahasa internasional belum sepenuhnya tercapai, dan
penerimaannya sebagai bahasa utama dalam konteks internasional masih
terus berkembang.
2). Peningkatan Pemahaman akan Budaya Tionghoa
Melalui berbagai program budaya, seperti pameran seni, pertunjukan
tradisional, serta pelajaran sejarah dan budaya Cina, Confucius Institute telah
berhasil memberikan pemahaman yang lebih luas serta meningkatkan
apresiasi terhadap kekayaan budaya Cina di seluruh dunia.

3). Kerjasama di Bidang Akademik


Confusius Institute kini menjadi wadah penting bagi pertukaran siswa dan
pengajar antara China dan negara-negara lain. Kolaborasi ini memperkaya
pemahaman lintas budaya serta mendukung penelitian dan konferensi
akademik yang bersifat internasional. Contohnya program 2+2 atau double
deegre oleh kerjasama antara Universitas Sebelas Maret dan universitas
Xihua. Program ini Menjembatani pertukaran pelajar selama 2 tahun untuk
mempelajari Bahasa dan Budaya secara langsung di Tiongkok. Serta pendirian
pusat Bahasa Mandarin atau Confusius Institute Universitas Sebelas Maret
pada tanggal 11 Maret 2019.

4). Diplomasi Budaya Melalui Confucius Institute


Confucius Institute juga berfungsi sebagai alat diplomasi budaya yang
membantu memperbaiki hubungan dan pemahaman dengan negara-negara
lain, mendorong kerjasama yang baik, serta memelihara hubungan
persahabatan antarnegara.

C.Confusius Institute Sebagai soft power Tiongkok


Studi akademis tentang soft power Tiongkok telah mendalam dalam
menganalisis strategi besar, penyebab, popularitas, sifat, dan inisiatif
pertumbuhan selama dua dekade terakhir. Soft power Tiongkok
diimplementasikan dari atas ke bawah, dengan Partai Komunis Tiongkok dan
pemerintah Tiongkok memainkan peran utama dalam kebijakan luar negeri,
implementasi, dan pengembangan. Sumber daya budaya dan sejarah
dieksploitasi untuk meningkatkan citra Tiongkok di mata dunia, sementara media
massa yang didanai negara dan Confucius Institute (CI) membantu misi
diplomasi budaya global negara. Pendekatan dari atas ke bawah ini,
bagaimanapun, mengabaikan potensi diplomasi dari aktor non-negara sebagai
pemain utama dalam strategi soft power.

Confusius Institute menyediakan platform yang ideal bagi pemimpin


Tiongkok untuk membantu negara-negara lain memahami Tiongkok lebih baik.
Beijing mengumumkan ambisinya pada tahun 2002 untuk menciptakan CIs di
seluruh dunia guna mempromosikan budaya dan bahasa. Peneliti Tiongkok telah
mempelajari konsep soft power Joseph Nye sejak akhir 1990-an, mengusulkan
agar pemerintah menciptakan strategi soft power budaya. Beberapa faktor telah
berkontribusi pada pergeseran ini, termasuk kemajuan ekonomi Tiongkok yang
memperkuat pengaruh globalnya, keyakinan intelektual Tiongkok bahwa
hegemoni budaya Amerika Serikat telah berkurang, dan perlunya memperkuat
hubungan budaya Tiongkok dengan tetangganya.

Proyek Confusius Institute mencerminkan kesadaran Tiongkok akan


pendidikan bahasa dan difusi budaya sebagai komponen penting dalam
penciptaan soft power budaya. Ada tiga penjelasan yang mungkin. Pertama,
Confusius Institute memperkuat kohesi Tiongkok, dengan Beijing
menggambarkan ekspansi Confusius Institute sebagai tanda kemakmuran
ekonomi dan dampak Tiongkok di seluruh dunia, membanggakan warisan
mereka dan memperkuat persatuan nasional. Kedua, Confusius Institute
memperluas pengaruh Tiongkok, menandakan bahwa Confusius Institute telah
menjadi platform resmi untuk mempromosikan Tiongkok dan membantu
pendidikan tinggi Tiongkok mendapatkan pengakuan atas kualitasnya di pasar
global. Tujuan ketiga adalah untuk mengurangi risiko terkait citra Tiongkok
dengan Confusius Institute ikut serta dalam memperlembut merek Tiongkok di
dunia.

Sebagai lembaga pendidikan nirlaba, CI mendukung penyebaran dan


pertukaran pengetahuan (Li, Mirmirani, & Ilacqua, 2009; Lien & Co, 2013),
menarik peneliti dan dosen terkemuka dari seluruh dunia. Liputan seperti ini di
media lokal berfungsi untuk membangun kepercayaan pada masyarakat
Tiongkok dan meningkatkan pengakuan perusahaan Tiongkok, memberikan
dampak positif pada kegiatan perusahaan Tiongkok dengan mengurangi risiko.

Strategi pertama adalah memperluas budaya Tiongkok melalui


Confusius Institute, dengan pemerintah mengidentifikasi strategi untuk
meningkatkan pengaruh budaya Tiongkok melalui Rencana Lima Tahun ke-11
pada tahun 2006. Strategi ini menciptakan langkah "go-out" untuk meningkatkan
jangkauan internasional produk budaya. Metode kedua memupuk kemungkinan
pendidikan tinggi Tiongkok sebagai saluran untuk soft power budaya, menjadi
peluang penting bagi Tiongkok untuk meningkatkan prestise universitasnya dan
merekrut elit internasional.

Diplomasi soft power digunakan oleh Tiongkok untuk meningkatkan


hubungan bilateral regional dengan menekankan aspek keagamaan, budaya,
linguistik, dan kuliner dari hubungan tersebut. Confusius Institute telah efektif
diperluas dan diterima sebagai alat proyeksi soft power Tiongkok.

B.Confusius Institute dan Tantangannya

Meskipun Confucius Institutes memiliki keberadaan yang tersebar luas di


berbagai negara, beberapa negara dan lembaga pendidikan telah mengambil
keputusan untuk menutup atau membatasi operasional institut ini karena berbagai
pertimbangan, termasuk kekhawatiran akan campur tangan politik dan isu-isu
terkait kebebasan akademik. Contohnya saja Negara Amerika yang merupakan
saingan China dalam bidang Ekonomi, menuduh Confusius Institute bekerja untuk
merekrut mata mata dan kolaborator di perguruan Tinggi AS. Mengutip dari Tribun
Jogja, hal ini disampaikan langsung oleh menteri luar negri AS, Mike Pompeo, dan
oleh karena dugaan tidak mengenakkan itu, Confusius Institute di AS akhirnya
ditutup pada akhir tahun 2020.

Pada bulan Juli 2020, Hanban, badan pemerintah Tiongkok yang menjadi
pionir dalam mendirikan Confucius Institutes, melakukan perubahan nama menjadi
Center for Language Education and Cooperation (CLEC) di bawah Kementerian
Pendidikan. Langkah ini merupakan bagian dari kampanye rebranding yang
bertujuan untuk mengatasi pandangan yang kurang menguntungkan atau stigma
negatif yang terkait dengan institusi tersebut.

KESIMPULAN

Investasi monumental yang dilakukan oleh Tiongkok dalam mendirikan dan


mengelola Confucius Institute menjadi poin kritis dalam strategi negara ini. Program
dan strategi yang cermat dan teliti telah memberikan dampak signifikan,
menempatkan Confucius Institute sebagai elemen vital dalam diplomasi budaya
Tiongkok. Keberadaannya, sebagai sebuah "jembatan emas," memfasilitasi
hubungan yang harmonis antara Tiongkok dan negara-negara lain. Diplomasi
budaya Tiongkok berhasil meresap dan diterima oleh masyarakat internasional
melalui peran sentral Confucius Institute. Dengan menjadi pabrik soft power untuk
Tiongkok, perkembangan terus-menerus ini membuka peluang yang luas bagi
Tiongkok untuk melangkah ke panggung global dengan memanfaatkan daya
persuasif dan pengaruh yang dimiliki.

DAFTAR PUSTAKA

Dadparvar, S., & Azizi, H. (2019). Confucian Influence: The Place of Soft
Power in China’s Strategy Towards Central Asia. China Report, 55(4), 328-344.

Hartig, F. (2019). A decade of wielding soft power through Confucius Institutes:


some interim results. In Soft Power With Chinese Characteristics (pp. 133-147).
Routledge.

Huang, W. H., & Xiang, J. (2019). Pursuing soft power through the Confucius
Institute: a large-N analysis. Journal of Chinese Political Science, 24, 249-266.

Hubbert, J. (2019). Globalizing China: Confucius Institutes and the Paradoxes


of Authenticity and Modernity. The Asia-Pacific Journal| Japan Focus, 17(9), 1-
27.

Keimetswe, L. A. (2023). The impact of the Chinese Government Scholarship


Program and Confucius Institute on China’s national image in Botswana: a soft
power perspective. Place Branding and Public Diplomacy, 1-12.

Li, J., & Xue, E. (2023). “The rising soft power”: An educational foreign
exchange and cooperation policy conceptual framework in China. Educational
Philosophy and Theory, 55(12), 1329

Nur Mutia, R. T., & de Archellie, R. (2023). Reassessing China’s Soft Power in
Indonesia: A Critical Overview on China’s Cultural Soft Power. Cogent Arts &
Humanities, 10(1), 2178585.

Odinye, I. S. (2020). Confucius Institute: A Tool for Chinese Cultural Diplomacy.


NIGERIAN JOURNAL OF AFRICAN STUDIES (NJAS), 2(1).

S. Nye, China and soft power, South African Journal of International Affairs 19
(2), 151-155, 2012.

Sun, S. C. (2023). Confucius Institutes: China’s Cultural Soft Power Strategy.


Journal of Culture and Values in Education, 6(1), 52-68.

Voshell, L. (2019). CHINESE SOFT POWER AND CONFUCIUS INSTITUTES;


BENEFITS AND CRITICISMS (Doctoral dissertation, University of Delaware).
Wang, H., Han, Y., Fidrmuc, J., & Wei, D. (2021). Confucius institute, belt and
road initiative, and internationalization. International Review of Economics &
Finance, 71, 237-256.

Xie, E. (2019). Confucius Institutes: China's art of soft power. News Weekly,
(3052)

Anda mungkin juga menyukai