Anda di halaman 1dari 43

DIKTAT PERKULIAHAN

PENGOLAHAN LIMBAH
DOSEN :
ANDI MUHAMMAD MUNAWIR U, S.Si, S.Ked, M.Kes

NURHASANAH
2302A035

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU (RPL) KESMAS
STIKES YAYASAN PENDIDIKAN IRNA KARYA
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI
DEFENISI LIMBAH………………………….…………………………………. 1
KLASIFIKASI LIMBAH.………………………………………………………. 1
KARAKTERISTIK LIMBAH………………………………………………….. 2
DAMPAK LIMBAH……………….……………………………………………. 7
PERATURAN PERUNDANGAN TENTANG LIMBAH……………………. 9
PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH…………………… 13
MEMINIMISASI LIMBAH BERBAHAYA RADIOAKTIF……………….... 16
PENANGANAN PENAMPUNGAN DAN PENGANGKUTAN LIMBAH…. 20
PARADIGMA BARU DALAM PENANGANAN SAMPAH KOTA……….. 22
PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BERBASIS MASYARAKAT………… 23
TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH………………………………….. 25
NILAI EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH……………………………… 30
TEKNIK PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL…………………… 33
SOAL SOAL…………………………………………………………………….. 36
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 40

MATERI PEMBELAJARAN

Definisi Limbah
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung
bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang
dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak
lingkungan hidup dan sumber daya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-bahan ini terdiri dari
bahan kimia organik dan anorganik.

Klasifikasi limbah

A. Berdasarkan karakteristiknya

Berdasarkan wujud atau karakteristiknya limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga
bagian, yaitu:

a. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri
yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat mencemari lingkungan.
b. Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak dibuang ke udara. Gas/asap,
partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara akan dibawa angin
sehingga akan memperluas jangkauan pemaparannya. Partikel adalah butiran halus
yang mungkin masih terlihat oleh mata telanjang, seperti uap air, debu, asap, fume
dan kabut
c. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur
yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi
dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur ulang (misalnya plastik, tekstil,
potongan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis
B. Berdasarkan sumber pencemar

Penggolongan limbah berdasarkan sumber pencemar dapat dibedakan menjadi dua,


yaitu :

a. Sumber domestik (rumah tangga)


Limbah domestik adalah semua limbah yang berasal dari kamar mandi, WC, dapur,
tempat cuci pakaian, apotik, rumah sakit, dari perkampungan, kota, pasar, jalan,
terminal dan sebagainya.
b. Sumber non-domestik
Limbah non-domestik sangat bervariasi, diantaranya berasal dari pabrik, pertanian,
peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lainnya
C. Berdasarkan sifat kimianya

Limbah ditinjau secara kimiawi, terdiri atas:

a. Limbah organik adalah limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh
mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau
terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang termasuk
kelompok ini tidak dibuang ke air lingkungan karena akan dapat meningkatkan
populasi mikroorganisme di dalam air. Dengan bertambahnya populasi
mikroorganisme di dalam air maka tidak tertutup pula kemungkinannya untuk ikut
berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia.
b. Limbah anorganik adalah limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi
oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan
maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Bahan anorganik
biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam
seperti Timbal(Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Air raksa (Hg), Krom (Cr), Nikel
(Ni), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kobalt (Co), dan lain-lain

Karakteristik limbah

Adapun karakteristik limbah adalah sebagai berikut:

1. Berupa partikel dan padatan, baik yang larut maupun yang mengendap, ada yang
kasar dan ada yang halus. Berwarna keruh dan suhu tinggi.
2. Mengandung bahan yang berbahaya dan beracun, antara lain mudah terbakar, mudah
meledak, korosif, bersifat sebagai oksidator dan reduktor yang kuat, mudah
membusuk dan lain-lain.
3. Mungkin dalam jangka waktu singkat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti,
namun dalam jangka panjang mungkin berakibat fatal terhadap lingkungan

Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan jumlah padatan terlarut, tersuspensi dan total
padatan, alkalinitas, kekeruhan, warna, salinitas, daya hantar listrik, bau dan temperature.
Sifat fisik ini beberapa diantaranya dapat dikenali secara visual tapi untuk mengetahui secara
pasti maka digunakan analis laboratorium.
o Padatan
Dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum diklasifikasikan kedalam
dua golongan besar yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi
terdiri dari partikel koloid dan partikel biasa. Jenis partikel dapat dibedakan berdasarkan
diameternya. Jenis padatan terlarut maupun tersuspensi dapat bersifat organik maupun
sifat anorganik tergantung dari mana sumber limbah. Disamping kedua jenis padatan ini
ada lagi padatan yang dapat terendap karena mempunyai diameter yang lebih besar dan
dalam keadaan tenang dalam beberapa waktu akan mengendap sendiri karena beratnya.
o Kekeruhan
Sifat keruh air dapat dilihat dengan mata secara langsung karena ada partikel
koloidal yang terdiri dari kwartz, tanah liat, sisa bahan-bahan, protein dan ganggang
yang terdapat dalam limbah.kekeruhan merupakan sifat optis larutan. Sifat keruh
membuat hilang nilai estetikanya.
o Bau
Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah terurai dalam
limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfide atau amoniak yang menimbulkan
penciuman tidak enak bagi penciuman disebabkan adanya campuran nitrogen, sulfur dan
fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah. Timbulnya bau
yang diakibatkan limbah merupakan suatu indikator bahwa terjadi proses alamiah.
Dengan adanya bau ini akan lebih mudah menghindarkan tingkat bahaya yang
ditimbulkannya dibandingkan dengan limbah yang tidak menghasilkan bau.
o Temperatur
Limbah yang mempunyai temperatur panas yang akan mengganggu pertumbuhan
biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan
temperature alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis. Pada
suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat
oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.
o Warna
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara
alami), humus, plankton, tanaman, air dan buangan industri. Warna berkaitan dengan
kekeruhan, dan dengan menghilangkan kekeruhan kelihatan warna nyata. Demikian juga
warna dapat disebabkan zat-zat terlarut dan zat tersuspensi. Warna menimbulkan
pemandangan yang jelek dalam air limbah meskipun warna tidak menimbulkan sifat
racun.

 Limbah Cair

Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri
yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat mencemari lingkungan. Mutu limbah cair
adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar dan bahan pencemar.
Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke
lingkungan

Klasifikasi limbah cair

Limbah cair dibedakan menurut asal limbah cair :


1. Limbah cair dari rumah tangga yang terdiri atas senyawa organik seperti sayur-
mayur, buah-buahan dan senyawa anorganik seperti gelas dan kaleng.
2. Limbah cair dari industri dengan nilai BOD tinggi, rendah padatan terlarut,
konsentrasi logam berat sangat tinggi atau senyawa organik sangat tinggi dalam
limbah cair.
3. Limbah cair dari industri dengan nilai COD sangat tinggi namun nilai BOD rendah

Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan
pencemar yang dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber air sehingga
tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.

Sumber dan Jenis Pencemar Limbah Cair

 Sumber pencemar fisik, Pencemar fisik misalnya suhu, nilai pH, warna, bau dan
total padatan tersuspensi.
 Sumber pencemar senyawa kimia organik dan anorganik, Pencemar senyawa kimia
organik misal karbohidrat, lemak, protein, minyak, pelumas, BOD, COD, TOC,
TOD, alkalinitas. Pencemar senyawa kimia anorganik misal logam berat, N, P,
khlorida, sulfur, hidrogen sulfit, dan gas terlarut dalam limbah cair.
 Sumber Pencemar Mikrobiologi, Sumber pencemar mikrobiologi misal mikroba
patogen yaitu typhus-cholera-dysentri seperti bakteri Salmonella thypi, poliovirus,
virus hepatitis B, cacing parasit, bakteri, algae, protozoa, virus, dan coliform

A. Pengukuran BOD (Biological Oxigen Demand)

Bahan pencemar organik (daun, bangkai, karbohidrat, protein) dapat diuraikan


oleh bakteri air. Bakteri memerlukan oksigen untuk mengoksidasikan zat-zat organik
tersebut. akibatnya, kadar oksigen terlarut di air semakin berkurang. Semakin
banyak bahan pencemar organik yang ada di perairan, semakin banyak oksigen yang
digunakan, sehingga mengakibatkan semakin kecil kadar oksigen terlarut.
Banyaknya oksigen terlerut yang diperlukan bakteri untuk mengoksidasikan bahan
organik disebut sebagai Konsumsi Oksigen Biologis (KOB) atau Biological Oksigen
Demand, yang biasa disingkat BOD. Angka BOD ditetapkan dengan menghitung
selisih antara oksigen terlarut awal dan oksigen terlarut setelah air cuplikan (sampel)
disimpan selama 5 hari pada suhu 20 oC. Karenanya BOD ditulis secara lengkap
BOD205 atau BOD5 saja. Oksigen terlarut awal diibaratkan kadar oksigen maksimal
yang dapat larut di dalam air. Biasanya, kadar oksigen dalam air diperkaya terlebih
dahulu dengan oksigen. Setelah disimpan selama 5 hari, diperkirakan bakteri telah
berbiak dan menggunakan oksigen terlarut untuk oksidasi. Sisa oksigen terlarut yang
ada diukur kembali. Akhirnya, konsumsi oksigen dapat diketahui dengan
mengurangi kadar oksigen awal.

B. Pengukuran COD (Chemical Oxigen Demand)

Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu


kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume
diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian
dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera
dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi
bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.
Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat
teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus
tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan
bahan organik.

C. Pengukuran TSS (Total Suspended Solid)

Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan anorganik yang
melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan pada
air. Limbah cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh
dibuang langsung ke badan air karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan
juga dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air sehingga proses
fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.

Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau
lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah :
a. Lumpur,
b. Tanah liat,
c. Logam oksida,
d. Sulfida,
e. Ganggang,
f. Bakteri dan jamur.
TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS
memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi
cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak
dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel
untuk menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel
tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan
intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel
serta materi. Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg / L dari fine talcum
powder akan memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel yang
mengandung 1.000 mg / L coarsely ground talc . Kedua sampel juga akan memiliki
pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 mg / L ground
pepper. Meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama.
Dampak Limbah

A. Dampak Terhadap Kesehatan


Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang
tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan
menarik berbagai hewan seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut :
1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan sampah yang tidak tepat dapat bercampur
dengan air minum. Penyakit demam berdarah (haemorrhagic fever) dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang
memadai,
2. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misyalnya panu, kadas, dan kurap pada
kulit)
3. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya
adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini
sebelumnya masuk ke dalam pencernaan hewan ternak melalui makanan yang
berupa sisa makanan atau sampah
4. Sampah beracun, telah di laporkan bahwa kira-kira 40.000 orang meninggal
akibat mengkomsumsi ikan yang telah terkontaminasi air raksa (Hg). Raksa ini
berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai
dan akumulator.
B. Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau sungai akan mencemari
air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati, sehingga beberapa spesies akan
lenyap. Hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian
sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organic dan gas-cair
organic, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi yang
tinggi dapat menimbulkan ledakan.
C. Dampak Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi
Adapun akibat yang ditimbulkan oleh limbah yaitu :
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat. Bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
buruk, karena sampah bertebaran dimana-mana,
2. Memberikan dampak negative terhadap kepariwisataan
3. Pengelolaan sampah yang tidak memadai, mengakibatkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal yang penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan
secara langsung ( untuk mengobati orang sakit ), dan pembiayaan secara tidak
langsung ( tidak masuk kerja, rendahnya prodktivitas)
4. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum
seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika
sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung
membuang sampahnyan di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering
dibersihkan dan diperbaiki.

Peraturan Perundangan Tentang Limbah

Peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah yang berbahaya dan beracun di atur
oleh Peraturan Pemerintah RI no 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 ayat (7) dan Pasal 61
ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, dimana pada pasal 1 berisi tentang bahan berbahaya dan
beracun yang dimaksud oleh pemerintah adalah :

1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
2. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
3. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah
sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
4. Prosedur Pelindian Karakteristik Beracun (Toxicity Characteristic Leaching
Procedure) yang selanjutnya disingkat TCLP adalah prosedur laboratorium untuk
memprediksi potensi pelindian B3 dari suatu Limbah.
5. Uji Toksikologi Lethal Dose-50 yang selanjutnya disebut Uji Toksikologi LD50
adalah uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara Limbah B3 dengan
kematian hewan uji yang menghasilkan 50% (lima puluh persen) respon kematian
pada populasi hewan uji.
6. Simbol Limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik Limbah B3.
7. Label Limbah B3 adalah keterangan mengenai Limbah B3 yang berbentuk tulisan
yang berisi informasi mengenai Penghasil Limbah B3, alamat Penghasil Limbah B3,
waktu pengemasan, jumlah, dan karakteristik Limbah B3.
8. Pelabelan Limbah B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang dilekatkan
atau dibubuhkan pada kemasan langsung Limbah B3.
9. Ekspor Limbah B3 adalah kegiatan mengeluarkan Limbah B3 dari daerah pabean
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Notifikasi Ekspor Limbah B3 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas
negara eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum dilaksanakan perpindahan
lintas batas Limbah B3.
11. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
12. Dumping (Pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau
memasukkan Limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi
tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
13. Pengurangan Limbah B3 adalah kegiatan Penghasil Limbah B3 untuk mengurangi
jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun dari Limbah B3 sebelum
dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
14. Penghasil Limbah B3 adalah Setiap Orang yang karena usaha dan/atau kegiatannya
menghasilkan Limbah B3.
15. Pengumpul Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pengumpulan
Limbah B3 sebelum dikirim ke tempat Pengolahan Limbah B3, Pemanfaatan Limbah
B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3.
16. Pengangkut Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pengangkutan
Limbah B3.
17. Pemanfaat Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pemanfaatan
Limbah B3.
18. Pengolah Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pengolahan
Limbah B3.
19. Penimbun Limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Penimbunan
Limbah B3.
20. Penyimpanan Limbah B3 adalah kegiatan menyimpan Limbah B3 yang dilakukan
oleh Penghasil Limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara Limbah B3 yang
dihasilkannya.
21. Pengumpulan Limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan Limbah B3 dari Penghasil
Limbah B3 sebelum diserahkan kepada Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3,
dan/atau Penimbun Limbah B3.
22. Pemanfaatan Limbah B3 adalah kegiatan penggunaan kembali, daur ulang, dan/atau
perolehan kembali yang bertujuan untuk mengubah Limbah B3 menjadi produk yang
dapat digunakan sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar
yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
23. Pengolahan Limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan
sifat bahaya dan/atau sifat racun.
24. Penimbunan Limbah B3 adalah kegiatan menempatkan Limbah B3 pada fasilitas
penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan
hidup.
25. Sistem Tanggap Darurat adalah sistem pengendalian keadaan darurat yang meliputi
pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas
lingkungan hidup akibat kejadian kecelakaan Pengelolaan Limbah B3.
26. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada Setiap Orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan.
27. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
28. Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
29. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
30. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup adalah cara atau proses untuk mengatasi Pencemaran Lingkungan Hidup
dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.
31. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup adalah serangkaian kegiatan penanganan lahan
terkontaminasi yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
pemantauan untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup yang disebabkan oleh
Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.
32. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH adalah
Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab
untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
33. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat PPLHD
adalah Pegawai Negeri Sipil di daerah yang diberi tugas, wewenang, kewajiban, dan
tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
34. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
35. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/wali kota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
36. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
37. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah yang berbahaya dan beracun di


atur oleh Peraturan Pemerintah RI no 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) berisi sampai pasal 259 yang mengatur izin pengelolaan sampah
B3, sanksi, tugas dan tanggung jawab pejabat yang berwenang yang diberi tanggung jawab
dari PNS sampai setingkat Menteri.

Perencanaan Sistem Pengelolaan Limbah


Pengelolaan limbah pada dasarnya bertujuan untuk mengendalikan pencemaran
yang disebabkan oleh kegiatan industri. Upaya pengelolaan limbah yang pertama sekali
diupayakan adalah meminimisasi limbah dengan cara reduksi pada sumbemya dan diikuti
dengan pemanfaatan limbah baik di dalam pabrik (on-site), maupun di 1uar pabrik (off-
site) tersebut. Reduksi limbah pada sumbemya adalah upaya untuk mengurangi volume,
konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang akan menyebar di lingkungan,
secara preventif langsung pada sumber pencemar. Pemanfaatan limbah adalah upaya
mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, clan tingkat bahaya yang menyebar di
lingkungan, dengan cara memanfaatkannya melalui cara penggunaan kembali (reuse), daur
ulang (recycle), perolehan kembali (recovery). Setelah upaya minimisasi limbah dilakukan
dengan maksimal, kemudian limbah yang terbentuk selanjutnya diolah dengan
memperhatikan baku mutu limbah yang berlaku. Setiap upaya pengolahan limbah
umumnya akan menghasilkan sisa akhir, misalnya lumpur (sludge).

Beberapa tahapan dalam perencanaan dan pengelolaan limbah yaitu :

a. Tahapan Penyimpanan dan Pengumpulan di tempat sumber

b. Tahapan Pengangkutan pada TPA


c. Tahapan
Pemusnahan

Beberapa tahapan pemusnahan limbah seperti :

Sanitary Landfill

1. Pembuangan sampah di suatu ruang, dimampatkan dengan alat bulldozers dan


kemudian ditutup tanah sehingga tidak menimbulkan bau, tidak ada vektor yang
datang dan bersih serta saniter.
2. Desain tepat dari Sanitary landfill dimulai dari pemilihan lokasi yaitu tanah yang
kering dan banyak mengandung tanah liat, karena metode ini menghasilkan air lindi
(leachate) yang bisa mencemari lingkungan sekitarnya.
3. Harus dilengkapi hidrant karena sanitary landfill menghasilkan gas yang mudah
terbakar dan meledak (methane dan H 2S), disamping itu water flusher untuk cuci
kendaraan dan besihkan jalan yg kotor (debu dan bletok).

Untuk mempertahankan supaya sanitary landfill awet dan bertahan lama, maka harus
diaplikasikan prinsip 4R, yang akan mengurangi volume sampah di sumbernya, sehingga yg
dibuang ke sanitary landfill volumenya tinggal sedikit. Perilaku komsumen merupakan kunci
keberhasilan prinsip 4R ini, hanya membeli produk yg benar-benar dibutuhkan, pilih barang
yang tidak ada bungkus berlebihan, pakai barang yang reuseable jangan yang disposable, beli
barang di garage atau yard sales bagus karena mengurangi volume sampah. Recycling =
Resource Recovery mengurangi 30% volume sampah terutama botol gelas dan plastik, kertas
dan kardus kemasan. Composting juga termasuk metode daur ulang ini.

Replace merupakan usaha untuk mengurangi pencemaran dengan menggunakan


barang-barang yang ramah lingkungan, seperti memanfaatkan daun daripada plastic sebagai
pembungkus, tidak menggunakan CFC sebagai pendingin, dan lain-lain
Reduce adalah usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan
meminimalkan produksi sampah, contohnya membawa tas belanja sendiri yang besar
daripada banyak kantong plastic, , membeli kemasan isi ulang, membeli bahan makanan dan
keperluan lain dalam ukuran besar daripada yang kecil

Recycle merupakan usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara


mendaur ulang melalui penanganan dan teknologi khusus. Proses daur ulang biasanya
dilakukan oleh pabrik/industry untuk dibuat menjadi produk lain yang bisa dimanfaatkan.
Dalam hal ini pemulung berjasa dan mendapatkan keuntungan, karena dengan memilah
sampah yang bisa didaur ulang bisa mendapatkan penghasilan. Misyalnya plastic bekas yang
bisa didaur ulang menjadi ember, gantungan baju, pot tanaman, dan lain-lain.

Reuse adalah usaha mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menggunakan


dan memanfaatkan kembali barang-barang yang seharusnya sudah dibuang, misyalnya
memanfaatkan botol atau kaleng bekas sebagai wadah, memanfaatkan kain perca menjadi
keset, memanfaatkan kemasan plastic menjadi kantong belanja, dan lain-lain.

Incinerator

Pendekatan lain yang bermanfaat adalah incinerator yang dapat mengurangi volume
sampah sekaligus merubah sampah menjadi panas dan energi, yang khusus didesain dengan
perlengkapan minimisasi emisi gas pembakaran. Bahaya emisi gas buang incinerator adalah
karena mengandung gas toksik meliputi gas dioksin dan furans dari pembakaran plastik,
timbal, cadmium, dan uap mercury karena pembakaran battery bercampur dengan sampah
kota lainnya. Residu pembakaran harus diolah lagi sebelum dibuang ke lingkungan karena
mengandung bahan berbahaya dan beracun.

Perencanaan dan pengelolaan limbah yang baik, seperti sampah, dapat memberikan
pengaruh positif bagi lingkungan dan kesehatan. Beberapa pengaruh pengelolaan sampah
yang baik dapat dilihat dari manfaatnya seperti :

o Dapat dimanfaatkan untuk menimbun tanah rawa,


o Untuk pupuk dan pakan ternak,
o Menurunkan insidensi kasus penyakit menular,
o Tidak memberikan tempat bagi serangga dan binatang pengerat untuk berkembang
biak,
o Estetika lingkungan,
o Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan budaya masyarakat,
o Keadaan lingkungan baik akan membuat pengeluaran Negara untuk biaya kesehatan
menurun.

Meminimisasi Limbah Berbahaya Radioaktif

Banyaknya kasus pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri


dewasa ini telah mendorong terjadinya pergeseran paradigma di dalam penanganan
limbah industri tersebut. Pergeseran paradigma yang dimaksud adalah perubahan dari
end of pipe treatment menjadi pollution prevention principle. Hal ini berarti penanganan
limbah dilakukan bukan setelah limbah tersebut terbentuk, tetapi pengelolaannya
diupayakan sedemikian rupa mulai dari bahan baku sampai akhir pemakaian produk
agar dihasilkan limbah seminimal mungkin. Upaya ini lebih bersifat proaktif dengan
melibatkan berbagai disiplin ilmu. Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif
(P2PLR) juga merespons pergeseran paradigm tersebut. Hal ini ter1ihat dari Tolok Ukur
Penguasaan dan Pengembangan Teknologi Proses Pengolahan Limbah dengan Sasaran
Repe1ita VII tahun 2000/2001 yang berbunyi "Dikuasainya paket teknologi minimisasi
limbah radioaktif dan pemanfaatan ulang material berbahaya dalam limbah".

Idealnya, suatu kegiatan industry berusaha untuk mencegah pencemaran sebelum


pencemaran itu terjadi. Konsep pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi bersih (clean technology atau low and no waste technology)
yang akan melandasi program produksi bersih. Suatu pendekatan penting pada proses
produksi bersih dalam suatu proses adalah menggunakan upaya minimisasi limbah
(Bapedal). Minimisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi, dengan jalan
reduksi pada sumbemya dan/atau pemanfaatan limbah,

Upaya minimisasi limbah di P2PLR

Berdasarkan sumbemya, limbah yang terdapat di P2PLR dapat dibagi dua yaitu
limbah yang berasal dari kegiatan P2PLR dan limbah yang berasal dari luar

kegiatan P2PLR. Adapun pengelolaannya dapat dilihat pada bagan


Limbah yang berasal dari luar P2PLR

Upaya minimisasi limbah yang berasal dari luar P2PLR umumnya dapat
dilakukan dengan cara pemanfaatannya. Pemanfaatan tersebut bisa dengan cara
penggunaan kembali (reuse off-site) khususnya untuk limbah radioaktif padat, dengan
menggunakan konsep pertukaran limbah (waste exchange) clan P2PLR bertindak sebagai
waste exchanger. Pertukaran limbah adalah suatu organisasi formal yang memberikan
informasi, publikasi, atau layanan kepada industri pembuang limbah atau yang
membutuhkan limbah sebagai bahan baku. Upaya pertukaran limbah tersebut akan
mendorong pemanfaatan limbah dengan jalan tukar menukar atau jual-beli limbah serta
memberikan layanan informasi yang dibutuhkan dan juga bantuan teknis (Bapedal).
Misalnya ada "limbah" radioaktif dari perusahaan A. "Limbah" tersebut jangan langsung
dilimbahkan (diolah sebagai limbah), tetapi disimpan dahulu untuk selanjutnya
ditawarkan ke perusahaan lain yang mungkin membutuhkannya. Jika ternyata tidak ada
perusahaan yang ingin menggunakan kembali, langkah terakhir adalah me-recovery
radionuklida tersebut untuk dijadikan sumber radiasi yang pemanfaatannya sangat banyak
akhir-akhir ini. Untuk itu P2PLR dituntut proaktif dalam menginventarisasi perusahaan
yang menggunakan bahan radioaktif sekaligus menawarkan sumber radiasi yang bisa
dihasilkan. Dengan demikian limbah dari suatu perusahaan bisa menjadi bahan baku pada
perusahan lain. Untuk itu, tabel berikut ini menyajikan beberapa kegunaan radionuklida,
Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, pendekatan konsep minimisasi
limbah tersebut mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan pendekatan
pengendalian pencemaran menggunakan konsep end-of-pipe. Hal ini disebabkan konsep
end-of-pipe mempunyai masalah sebagai berikut:

1. Pengolahan limbah cair, padat, atau gas memiliki risiko pindahnya polutan dari
satu media ke media lingkungan lainnya, dimana dapat menimbulkan masalah
lingkungan yang sama gawatnya, atau berakhir sebagai sumber pencemar secara
tak langsung pada media yang sarna.
2. Walaupun tidak setinggi biaya pemulihan kerusakan lingkungan, pengolahan
limbah memerlukan biaya tambahan pada proses produksi, sehingga biaya
persatuan produk naik.
3. Pendekatan pengendalian pencemaran memerlukan berbagai perangkat peraturan,
selain menuntut tersedianya biaya dan sumberdaya manusia yang handal dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan pemantauan, pengawasan, dan
penegakan hukum. Lemahnya kontrol sosial, terbatasnya sarana dan prasarana, serta
kurangnya jumlah kemampuan tenaga pengawas menyebabkan hukum tidak bisa
ditegakkan.
4. Pengembangan teknologi pengolahan limbah tidak mendorong upaya ke arah
pengurangan limbah pada sumbernya serta kurang menjanjikan pemanfaatan
limbah lebih jauh.
5. Teknologi pengolahan limbah yang ada saat ini dapat gagal berfungsi atau sangat
berfluktuasi dalam efisiensinya. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dengan
menerapkan upaya minimisasi limbah adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan sumberdaya alam lebih efektif dan efisien.
2. Efisiensi produksi meningkat
3. Mencegah atau mengurangi terbentuknya limbah dan bahan pencemar pada
umumnya.
4. Mencegah atau mengurangi berpindahnya pencemar antar media.
5. Mengurangi terjadinya fisiko kesehatan manusia dan lingkungan.
6. Mendorong dikembangkan dan dilaksanakannya teknologi bersih dan produk
akrab lingkungan.
7. Mengurangi biaya pentaatan hukum.
8. Mengurangi atau terhindar dari biaya pembersihan lingkungan.
9. Meningkatkan daya saing di pasar intemasional.
10. Pendekatan pengaturan bersifat fleksibel dan sukarela.

Konsep minimisasi limbah sepintas terlihat sangat mudah dilaksanakan,


tetapi di dalam penerapannya relatif sukar karena adanya faktor tak langsung
yang terkait seperti Peraturan Pemerintah, SDM yang berkualitas dan dari
berbagai disiplin ilmu, dan yang utama adalah komitrnen yang kuat dari pimpinan
untuk melaksanakannya.

Penanganan, Penampungan, dan Pengangkutan Limbah

Penanganan limbah yang baik akan menjamin kenyamanan bagi semua orang. Dipandang
dari sudut sanitasi, penanganan limbah yang baik akan,

- Menjamin tempat tinggal/tempat kerja bersih


- Mencegah timbulnya pencemaran lingkungan
- Mencegah berkembangbiaknya penyakit dan vector penyakit

Usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran lingkungan meliputi 2 cara pokok,
yaitu :

1. Pengendalian non teknis, yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan
dengan cara menciptakan peraturan perundang-undangan yang dapat merencanakan,
mengatur, mengawasi segala bentuk kegiatan industry yang berssifat mengikat
sehingga dapat memberi sanksi hokum bagi pelanggarnya
2. Pengendalian teknis, yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan
dengan cara yang berkaitan dengan proses produksi, seperti perlu tidaknya mengganti
proses, mengganti sumber energi/bahan bakar, instalasi pengolah limbah atau
menambah alat yang lebih modern/canggih dengan memperhatikan :
- Mengutamakan keselamatan manusia
- Teknologinya harus sudah dikuasai dengan baik
- Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggung jawabkan

Pola pengelolaan sampah kota dapat digambarkan secara hierarkis

Energy recovery

Tingkat hierarki yang lebih tinggi dari pembuangan akhir adalah energy recovery, di
mana sampah dipandang sebagai sumber daya yang dapat menghasilkan energi.
Penerapannya lazim dilakukan di TPA yang difasilitasi dengan sistem pengumpul dan
konversi energi dari gas metana yang terbentuk selama sampah ditimbun. Proses anaerobik
yang secara alami berlangsung di dalam timbunan sampah mampu mengubah sampah
organik biodegradable menjadi gas metana. Bila tidak dikelola dan dimanfaatkan, gas metana
dari TPA akan teremisi ke atmosfir, dan menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan
global.

Pemanfaatan metana dari TPA untuk sumber energi merupakan salah satu contoh
kegiatan pembangunan yang berazas pada pengurangan sumber penyebab pemanasan global,
yang kini lazim disebut Clean Development Mechanism (CDM). Selain melalui proses
anaerobik, sampah makanan dan sampah biomassa lainnya dapat pula dikonversi menjadi
biofuel alkohol, melalui proses hidrolisis dan fermentasi. Bentuk energy recovery lainnya
adalah pengubahan energi dari panas yang timbul pada proses insinerasi sampah, menjadi
energi listrik. Belakangan ini, energi dari briket sampah, yang lazim disebut Refuse Derived
Fuel (RDF) yang populer di Amerika Serikat pada tahun 1970-an mulai dikembangkan
kembali. Bentuk terbaru RDF adalah Process Engineered Fuel (PEF), yang dibuat dari
sampah plastik dan kertas. Dalam penggunaannya, PEF dinilai lebih ramah lingkungan dari
RDF. Trihadiningrum (2008) meringkas proses-proses biofisik-kimiawi untuk konversi
sampah menjadi energi sebagaimana diuraikan di atas pada gambar dibawah.

hidrolisis
Gula Etanol Biofuel cair

press
Briket Listrik
SAMPAH
pirolisiss
MAKANAN DAN Minyak
Panas
BIOMASSA
gasifikasi
Gas
Uap
fermentasi
Biogas
Gambar 3. Bagan konversi sampah makanan dan biomassa menjadi energi. (Modifikasi dari
Trihadiningrum dkk, 2008)

Paradigma Baru Dalam Penanganan Sampah Kota

Uraian di atas, menunjukkan betapa pentingnya upaya pemisahan sampah B3 dari


sampah kota, mengingat potensi bahaya yang mungkin ditimbulkannya. Oleh karenanya,
paradigma lama dalam penanganan sampah kota yang semula terdiri atas pola aktivitas P3
(pengumpulan-pengangkutan-pembuangan), yang kini tengah bergeser ke pola P4
(pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan residu), perlu disempurnakan lebih lanjut
menjadi pola P5, yaitu: pemisahan sampah B3-pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-
pembuangan residu. Pendekatan ini, selain dapat mereduksi laju timbulan sampah kota, juga
dapat menjaga mutu lingkungan hidup dari efek komponen-komponen yang membahayakan
kesehatan masyarakat.
Bilamana pola P5 berhasil diterapkan, maka pergeseran pengelolaan sampah kota
akan lebih mendukung target MDGs. Namun, tentu saja implementasi dari aktivitas P5
memerlukan persiapan yang seksama, terutama peraturan pemerintah pendukung UURI No.
18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, petunjuk pelaksanaannya, perencanaan dan
penyediaan fasilitas pendukung, sistem pengumpulan dan pengangkutan khusus, serta pola
pengoperasiannya pada tingkat kota.

Pengelolaan Sampah Kota Berbasis Masyarakat

Pendekatan

Keberhasilan pelaksanaan program reduksi sampah tidak terlepas dari keterlibatan


masyarakat, contohnya Kota Surabaya telah menerapkan sistem pengelolaan sampah kota
berbasis masyarakat sejak tahun 2001. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam
pengolahan sampah kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya
mempunyai program unggulan berupa pengelolaan sampah mandiri berbasis komunitas.
Program unggulan ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah mulai dari sumber.
Adapun mekanisme pelaksanaan program unggulan adalah sebagai berikut:
- Melaksanakan kegiatan pendampingan dengan bekerjasama dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) (a.l. Bangun Pertiwi, Sahabat Lingkungan, Yayasan
BLTKI, Pusdakota, Bina Mandiri, PT Unilever Indonesia melalui Yayasan Uli Peduli,
dan Madani)
- Melaksanakan kerjasama dengan komponen masyarakat, dalam hal ini PKK
- Bekerjasama dengan banyak pihak menyelenggarakan lomba kebersihan, diantaranya
program Green and Clean, Surabaya Berbunga, serta lomba kebersihan antar
kecamatan
- Melaksanakan operasi yustisi, yaitu dengan mendatangi langsung setiap wilayah
- Melakukan sosialisasi budaya bersih melalui kecamatan-kecamatan
Upaya Pemerintah Kota Surabaya dalam mereduksi sampah di sumber banyak
didukung oleh LSM dan sebuah perusahaan industri besar yang melakukan program
Corporate Social Responsibility (CSR). Kegiatan penanganan sampah yang dilakukan adalah
memisahkan sampah basah dan sampah kering, membuat kompos, membuat berbagai
asesoris, payung, jaket, tas dan sebagainya dari sampah plastik, menjual sampah kering
lainnya berupa kertas, logam yang telah dipisahkan.

Berikut ini adalah pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh LSM dalam rangka
pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi sampahnya:

a. Pengadaan percontohan pengolahan sampah. Mind-set masyarakat ternyata lebih


mudah berubah apabila melihat langsung keberhasilan sebuah program baru, melalui
percontohan. Hal inilah yang ditempuh LSM yang pada awalnya banyak mengalami
kesulitan dalam memperkenalkan teknologi pengolahan sampah kepada masyarakat.
b. Pembentukan kader lingkungan. Kader lingkungan diadakan dan dididik melalui
program pelatihan yang diadakan DKP dan mitranya. Jumlah kader yang sudah ada
pada saat ini mencapai 5000-an orang. Tim Penggerak PKK Kota Surabaya,
bekerjasama dengan DKP secara rutin setiap minggu sekali menyelenggarakan
kegiatan penyuluhan bagi warga kota di daerah Kebun Bibit. Produk yang diharapkan
adalah kader lingkungan yang dapat melaksanakan kegiatan pemilahan dan
pengolahan sampah di daerah tempat tinggalnya.
c. Pendampingan warga. Kader lingkungan bertugas pula untuk pendampingan warga
dalam melaksanakan aktivitas pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Setiap
kader melakukan pendampingan terhadap warga dari satu dasawisma atau 1 RT.
d. Pengadaan prasarana kebersihan. DKP bersama LSM melakukan pembagian
komposter rumah tangga (KRT), keranjang Takakura, pengadaan gerobak sampah dan
pembangunan rumah kompos. Pemberian fasilitas tersebut memperoleh support dari
DKP dan sumber lain, seperti Dinas Pendidikan Nasional, PLN, dan sebagainya.
e. Pemantauan. Kegiatan pemantauan pada umumnya dilakukan oleh para kader.
Pemantauan dilakukan melalui kunjungan langsung, atau melalui telepon. Informasi
yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi organisasi pemberdaya masyarakat,
Lurah dan DKP untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah di sumber.
f. Diseminasi kegiatan. Masyarakat melakukan diseminasi kegiatan pemilahan dan
pengolahan sampah, baik secara aktif maupun pasif:
 Diseminasi aktif: Masyarakat bersama kader lingkungan secara aktif memberikan
penyuluhan dan pelatihan di daerah binaannya bagi masyarakat luar. Hal ini
menjadikan daerah binaan tersebut menjadi pusat pembelajaran, sekaligus
mengubah lokasi yang semula memiliki kecenderungan tertutup, menjadi terbuka
bagi masyarakat luar. Termasuk dalam kategori diseminasi aktif adalah
pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan di luar daerah binaan, dengan cara
mengundang kelompok masyarakat yang membutuhkan.
 Diseminasi pasif. Kegiatan yang dilakukan di daerah binaan secara tidak langsung
menjadi sumber inspirasi, motivasi dan semangat bagi orang-orang yang
berkunjung untuk melaksanakan kegiatan yang sama di tempat tinggalnya.

Teknologi Pengolahan Limbah

Beberapa limbah yang berbahaya membutuhkan penanganan yang tepat untuk membuang,
menimbun, atau membakarnya ke lingkungan, karena akan berdampak bagi kesehatan dan
lingkungan sekitar, sehingga diprlukan teknologi dan metode yang modern untuk
mengolahnya, Beberapa metode dan teknologi yang digunakan untuk penanganan sampah B3
ini yaitu :

a. Sumur dalam/Sumur injeksi (deep well injection)


Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia
adalah dengan cara memompakan limbah tersebut melalui pipa ke lapisan batuan
yang dalam, di bawah lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori,
limbah B3 ini akan terperangkap di lapisan itu, sehingga tidak akan mencemari tanah
maupun air. Namun sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadinya kebocoran atau
korosi pipa atau pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes ke
lapisan tanah,
b. Kolam Penyimpanan (surface impoundment)
Limbah B3 cair dapat di tampung pada kolam-kolam yang memang dibuat
untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat mencegah
perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkonsentrasi dan
mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan yang luas, karena
limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan
pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersama air limbah, sehingga
mencemari udara,
c. Landfill untuk Limbah B3 (Secure landfill)
Limbah B3 dapat di timbun pada landfill, namun harus dilengkapi dengan
pengamanan yang tinggi. Pada metode pembuangan secure landfill, limbah B3 dapat
ditempatkan dalam drum atau tong-tong. Kemudian dikubur dalam landfill yang di
desain khusus untuk mencegah pencemaran B3. Landfill ini harus silengkapi dengan
peralatan monitoring yang lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3, dan harus
selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara
penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode secure landfill merupakan
metode yang memiliki biaya operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi
kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka panjang, karena jumlah limbah yang
dibuang akan semakin menumpuk

Metode dan teknologi penanganan limbah cair

Proses pengolahan dan penanganan limbah cair terdiri dari :

1. Pengolahan Primer (Primary Treatment)


Tahapan pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses
pengolahan secara fisika, seperti
 Penyaringan (Screening)
Limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan yang disaring dengan
menggunakan jeruji saring, metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat
berukuran besar dari air limbah,
 Pengolahan awal (Pretreatment)
Limbah yang telah disaring kemudian di salurkan ke dalam sebuah tangki atau
bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat tersuspensi lain
yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit
chamber dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga
partikel-partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan
untuk proses selanjutnya,
 Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau
bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan
yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di
tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel-partikel padat yang
tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Endapan partikel
tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah
ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal
juga metode pengapungan (floating),
 Pengapungan (floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau
lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat
menghasilkan gelembung udara berukuran kecil (± 30-120 mikron). Gelembung
tersebut akan membawa partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah
sehingga kemudian dapat disingkirkan. Sehingga jika telah melalui proses
pengolahan primer, maka dapat langsung dibuang ke lingkungan (perairan).
Namun jika limbah tersebut mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan
melalui proses tersebut, seperti agen penyebab penyakit atau senyawa organik
dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses
pengolahan selanjutnya

2. Pengolahan Sekunder (Secondary treatment)


Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis,
dengan melibatkan mikroorganisme yang umumnya bakteri aerob yang dapat
mengurai atau mendegradasi bahan organik. Ada 3 metode pengolahan secara
biologis yang umum digunakan yaitu :
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini bakteri aerob digunakan untuk mendegradasi bahan
organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa
serpihan batu atau plastik, dengan ketebalan ± 1-3 m. Limbah cair kemudian
disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media
tersebut. Selama proses perembesan bahan organik yang terkandung dalam limbah
akan di degradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan
media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung, kemudian disalurkan ke
tangki pengendapan. Dalam tangki pengendapan limbah kembali mengalami
proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan
mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses
pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan
atau di salurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika diperlukan,
b. Metode Activated Sludge
Metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke
sebuah tangki, dan di dalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan
bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama
beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian
oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah.
Selanjutnya limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses
pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke
tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui
proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih
diperlukan,

c. Metode Treatment ponds/Lagoons


Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode
yang murah, namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini limbah
cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan
kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian
digunakan oleh bakteri aerob untuk proses penguraian/degradasi bahan organik
dalam limbah. Pada metode ini terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses
degradasi di dalam kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan.
Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan di dasar kolam, air limbah
dapat disalurkan untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.
3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder
masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan
atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini
disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair/air limbah.
Umumnya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan
primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan
garam-garaman.
Pengolahan tersier sering juga disebut pengolahan lanjutan (Advance
Treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika.
Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan
pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan
dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik. Metode
pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini
disebabkan karena biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier
cenderung tinggi, sehingga tidak ekonomis.
4. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau
mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Mekanisme
desinfeksi dapat dilakukan secara kimia, yaitu menambahkan senyawa/zat tertentu,
atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa untuk membunuh
mikroorganisme terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Daya racun zat
b. Waktu kontak yang diperlukan
c. Efektivitas zat
d. Kadar dosis yang digunakan
e. Tidak bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
f. Tahan terhadap air
g. Baiayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin,
penyinaran dengan sinar ultraviolet, atau dengan Ozon (O3)
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier,
akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat
dibuang secara langsung, melainkan perlu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil
pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai atau dicerna secara aerob
(anaerob digestion). Kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke
laut atau ke lahan pembuangan (landfill) dijadikan pupuk kompos, atau dibakar
(incinerated).

Nilai Ekonomi Pengolahan Limbah

Di Indonesia, aktivitas sektor informal dalam bisnis sampah telah menyatu dengan
kegiatan ekonomi lain di hampir semua kota. Sebagai contoh dapat kita lihat pengelolaan
sampah di Kota Surabaya. Dengan menggunakan harga komponen sampah kering yang dapat
didaur ulang yang berlaku di Kota Surabaya, nilai ekonomi sampah di Kota Surabaya dapat
diperkirakan. Estimasi nilai jual jenis sampah kering, yang terdiri atas plastik, kertas,
kaca/gelas, dan logam sebesar Rp. 337.050.000/hari, ini menunjukkan bahwa sampah
merupakan sumber daya yang tidak dapat diabaikan perannya dalam ekonomi kota.

Nilai ekonomi sampah dapat ditingkatkan menjadi hampir dua kali lipat apabila warga
Kota Surabaya telah mampu mendaur ulang seluruh sampah basah menjadi kompos. Kompos
dapat dihasilkan setiap harinya dari 1251,4 ton sampah basah. Dari jumlah tersebut
diperkirakan dapat dihasilkan sekitar 30% kompos atau 375,4 ton/hari. Dengan menggunakan
asumsi pendapatan minimum dari penjualan kompos Rp. 750/kg, dapat dihasilkan gross
revenue sebesar Rp. 281.550.000/hari.

Tabel 2. Harga komponen sampah yang dapat didaur-ulang di wilayah Keputih, Surabaya,
tahun 2006 (*Anonim, 2010; Trihadiningrum dan Mardhiani, 2006)

No. Jenis barang Harga No Jenis barang Harga


(Rp/kg) . (Rp/kg)

1. Kertas Koran 1400* 11. Plastik Pralon 500


No. Jenis barang Harga No Jenis barang Harga
(Rp/kg) . (Rp/kg)

2. Kardus 1000* 12. Plastik campuran 400


(rafia, sedotan,
dll)

3. Kertas HVS 2000* 13. Bak plastik 1300

4. Kertas duplek dll 200 14. Botol kaca kecil 150

5. Gelas air mineral 6000* 15. Botol kaca besar 500


bersih (kecap, sirup)

Gelas air mineral


3000*
kotor

6. Plastik HD 500* 16. Botol kaca besar 500


(bir)

7. Plastik PP (bening) 1000 17. Besi kualitas 700


rendah

8. Plastik PP 500 18. Besi kualitas baik 1500


berwarna (a.l.
kemasan deterjen)

9. Plastik HD 450 19. Aluminium 11000*


(kaleng softdrink)

10. Plastik PE 1000 20. Karet 800

Tabel 3. Estimasi nilai jual komponen sampah di Kota Surabaya.

Komponen sampah Kuantitas Harga rata-rata Potensi nilai


(ton/hari) (Rp/kg) jual (Rp/hari)

Sampah kering
- Plastik 109,0 1500 163.500.000

- Kertas 62,7 1000 62.700.000

- Gelas/kaca 25,7 500 12.850.000

- Logam 24,5 4000 98.000.000

Jumlah 221,9 337.050.000

Produk kompos (potensial) 375,4 750 281.550.000

Total 618.600.000

Penjelasan di atas menunjang kenyataan bahwa keberadaan sampah kota dapat


menopang hidup sebagian warga kota, khususnya yang bergerak di sektor informal. Dalam
kaitannya dengan tujuan pertama dari MDGs, potensi bisnis sampah kota berperan cukup
penting dalam pengentasan kemiskinan. Namun, belum ada data yang pasti mengenai jumlah
penduduk yang terlibat dalam sektor bisnis sampah. Apabila diperhitungkan terhadap nilai
upah minimum sebesar Rp. 850.000/bulan, dan 40% dari pendapatan total digunakan untuk
biaya modal, operasional, dan keuntungan, nilai ekonomi sampah kering sebesar Rp.
337.050.000/hari, atau Rp 10,1milyar/bulan, dapat menopang 7000 tenaga kerja. Apabila
sampah basah diolah menjadi kompos, dapat diperoleh revenue total sebesar Rp.
618.600.000/hari atau Rp. 18,6 milyar/bulan. Nilai revenue ini mampu menghidupi 13.000
orang.

Teknik Pengendalian Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAI) adalah
infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di rawat di rumah sakit (WHO,
2004). Sumber lain mendefinisikan infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat 2x24 jam. Sebelum dirawat,
pasien tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi nosokomial
bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah dideritanya. Pasien, petugas
kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko
terjadinya infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas
kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke pasien.
Menurut Depkes RI (1995) macam-macam penularan infeksi nosokomial bisa
berupa :

1. Infeksi silang (Cross Infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman yang
didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak
langsung.
2. Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh
kuman dari penderita itu sendiri berpindah tempat dari satu jaringan kejaringan
lain
3. Infeksi lingkungan (Enverenmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh
kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada
di lingkungan rumah sakit, misalnya lingkungan yang lembab dan lain-lain.

Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,


pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian
infeksi nosokomial di rumah sakit (Depkes, 1993). Center for disease control and prevention
(2002) menjelaskan bahwa salah satu pengendalian infeksi nosokomial adalah cuci tangan.
Intervensi lainnya seperti pemasangan dan perawatan yang tepat dari peralatan invasif,
penggunaan alat steril dan aseptik pada waktu pergantian balutan, perawatan kebersihan kulit,
dekontaminasi dan sterilisasi dan surveilans yang berkelanjutan terhadap infeksi nosokomial.
Menurut depkes (1998), upaya pencegahan terhadap terjadinya infeksi nosokomial dirumah
sakit yaitu untuk menghindarkan terjadinya infeksi selama pasien di rawat di rumah sakit.
Adapun bentuk upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :

a. Cuci Tangan
Cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting. Cuci tangan harus
selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Walaupun memakai sarung
tangan atau alat pelindung lainnya. Untuk mengetahui kapan sebaiknya perawat
melakukan cuci tangan dan bagaimana cara mencuci tangan yang benar, berikut ini akan
dijelaskan mengenai tujuan mencuci tangan, dan prosedur standar dari mencuci
tangan.Tujuannya adalah :
a) Menekan pertumbuhan bakteri pada tangan
b) Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan
Indikasinya
a. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, sebelum dan sesudah melakukan
tindakan pada pasien, seperti mengganti, membalut, kontak dengan pasien selama
pemeriksaan harian atau mengerjakan pekerjaan rutin seperti membenahi tempat
tidur
b. Sebelum dan sesudah membuang wadah sputum, secret ataupun darah
c. Sebelum dan sesudah menangani peralatan pada pasien seperti infus set, kateter,
kantung drain urin, tindakan operatif kecil dan peralatan pernafasan.
d. Sebelum dan sesudah ke kamar mandi
e. Sebelum dan sesudah makan
f. Sebelum dan sesudah membuang ingus/membersihkan hidung
g. Pada saat tangan tampak kotor
h. Sebelum dan sesudah bertugas di sarana kesehatan
Prosedur Standar
 Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
 Taruh sabun dibagian tengah tangan yang telah basah
 Buat busa secukupnya
 Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari selama 10-15 detik
 Bilas kembali dengan air sampai bersih,
 Keringkan tangan dengan handuk atau kertas bersih atau tisu atau handuk katun
sekali pakai
 Matikan keran dengan kertas atau tissue
 Pada cuci tangan aseptic diikuti larangan menyentuh permukaan tidak steril dan
penggunaan sarung tangan dan waktu untuk mencuci tangan antara 5-10 menit
b. Dekontaminasi
Menurut depkes (1998) dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme
patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya.
Agar seorang perawat dapat melakukan proses dekontaminasi dengan benar, maka
perawat tersebut haruslah mengetahui tujuan dari dekontaminasi, indikasi dari proses
dekontaminasi, dan prosedur standar dari dekontaminasi. Tujuan Dekontaminasi adalah :
1. Mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda
2. Mematikan mikroorganisme, misalnya HIV, HBV, dan kotoran lain yang tidak
tampak
3. Mempersiapkan permukaan alat untuk kontak langsung dengan desinfektan atau
bahan sterilisasi
4. Melindungi petugas dan pasien
TEST

TUGAS INDIVIDU :

Gambarkan dengan bagan, bagaimana pengolahan limbah medis rumah sakit


rujukan, rumah sakit darurat, dan puskesmas yang menangani pasien Covid 19

MID TEST

1. Suatu industry menghasilkan produk dari suatu proses produksi dalam bentuk cair yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena
tidak memiliki nilai ekonomis disebut …..
A. Limbah D. Limbah B3
B. Sampah E. Limbah cāir
C. Polutan
2. Pengendalian pencemaran akibat limbah yang dihasilkan dari adanya proses produksi
suatu pabrik dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti …..
A. Penutupan industry tersebut
B. Pengolahan limbah cair yang dihasilkan
C. Pencabutan izin industry tersebut
D. Membiarkan industry tersebut beroperasi karna menambah pajak daerah
E. Penjara bagi perusahaan yang membangkang
3. Salah satu contoh limbah rumah tangga adalah……
A. Logam berat
B. Pestisida
C. Kebocoran minyak di perairan
D. Air kakus dan dapur
E. Jarum suntik habis pakai
4. Tahap awal dalam pengolahan limbah dikenal dengan sebutan unit pengolahan…
A. Fisika dan Biologi
B. Anorganik
C. Kimiawi
D. Organik
E. Fisika
5. Adanya bahan yang terapung dan terurai seperti bahan organic, lumpur tanah liat, dan
benda lain yang melayang ataupun terapung dan sangat halus sekali disebut juga…..
A. Kekeruhan
B. Temperatur
C. Padatan
D. Warna
E. Larutan
6. Pengolahan air limbah dengan tujuan untuk mengkoagulasikan, menghilangkan koloid
dan menstabilisasikan zat organic dalam limbah adalah….
A. Pengolahan primer
B. Pengolahan sekunder
C. Pengolahan tersier
D. Pengolahan lumpur aktif atau Sanitary landfill
E. Incinerator
7. Pengolahan air limbah rumah sakit dengan cara untuk menyeimbangkan antara asam dan
basa, serta air dan garam disebut…
A. Netralisasi.
B. Presipitasi
C. Koagulan
D. Flokulan
E. Osmosis
8. Pengolahan air limbah untuk menghilangkan unsur hara khususnya nitat dan pospat, serta
penambahan klor untuk memusnahkan mikroorganisme pathogen adalah….
A. Pengolahan primer
B. Pengolahan sekunder
C. Pengolahan tersier
D. Sanitary Landfill
E. Incinerator
9. Air limbah baik domestic maupun industry mengandung bibit penyakit, disebut juga
A. Bahan pathogen.
B. Bahan kimia organic
C. Endapan
D. Bahan kimia anorganik
E. Limbah Rumah sakit
10. Teknologi pengolahan limbah RS dengan memanfaatkan mikroorganisme baik secara
aerob maupun anaerob disebut…
A. Pengolahan secara fisika
B. Pengolahan secara kimia
C. Pengolahan secara biologi.
D. Pengolahan dengan filtrasi
E. Pengolahan dengan pembakaran

FINAL TEST

1. Limbah apotik, limbah rumah sakit, dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal
termasuk ke dalam golongan limbah…………..
A. Limbah padat D. Limbah dӧmestik
B. Limbah cair E. Limbah organik
C. Limbah gas
2. Yang bukan temasuk karakteristik dari limbah adalah………..
A. Berupa partikel dan padatan, baik yang larut maupun yang mengendap, ada yang
kasar dan ada yang halus
B. Berwarna keruh dan suhu tinggi
C. Mengandung bahan yang berbahaya dan beracun, antara lain mudah terbakar,
mudah meledak, korosif, bersifat sebagai oksidator dan reduktor yang kuat,
mudah membusuk dan lain-lain
D. Mungkin dalam jangka waktu singkat tidak akan memberikan pengaruh yang
berarti, namun dalam jangka panjang mungkin berakibat fatal terhadap lingkungan
E. Jenis partikelnya dapat dibedakan berdasarkan diameternya.
3. Yang termasuk ke dalam sumber pencemar fisik limbah cair adalah……………
A. Suhu, nilai pH, warna, bau, Oksigen dan total padatan tersuspensi
B. Suhu, Kadar BOD, COD, TSS
C. Nilai pH, warna, bau, BOD, dan total padatan tersuspensi
D. Suhu, warna, bau, nilai pH, dan total padatan tersuspensi.
E. Suhu, warna, nilai pH, kekeruhan, padatan, dan karbon
4. Berikut ini yang termasuk kedalam Total Padatan Tersuspensi (TSS) limbah cair
adalah………
A. Lumpur, Logam oksida, Sulfida, Bakteri dan virus
B. Lumpur, Tanah liat, Logam oksida, Plankton, Bakteri
C. Lumpur, Logam oksida, Ganggang, Bakteri dan jamur.
D. Lumpur, Sulfida, Logam oksida, Sulfur oksida, Bakteri
E. Lumpur, Ganggang, Logam oksida, Belerang, Bakteri dan jamur
5. Perhatikan pernyataan berikut ini !
1) Hasil buangan dari kegiatan hewan dan tidak menyebabkan keseimbangan
lingkungan berubah,
2) Suatu benda yang tidak mengandung berbagai bahan yang membahayakan
kehidupan manusia atau hewan,
3) Hasil buangan dan kegiatan manusia atau dari alam yang menyebabkan
keseimbangan lingkungan terganggu,
4) Hasil buangan dan kegiatan industry yang tidak mengganggu lingkungan
5) Suatu zat yang menyebabkan pencemaran udara dan tanah,
Berdasarkan data di atas, pernyataan yang benar tentang pengertian limbah
adalah…………..
A. 1 D. 4
B. 2 E. 5
C. 3.
6. Salah satu contoh limbah rumah tangga adalah………………………
A. Logam berat D. Air kakus dan dapur.
B. Penggunaan pestisida E. DDT
C. Kebocoran minyak di perairan
7. Limbah yang berasal dari makhluk hidup disebut………….
A. Limbah cair D. Limbah organic.
B. Limbah padat E. Limbah anorganik
C. Limbah gas
8. Limbah domestic, Limbah industry, Limbah pertanian dan limbah pertambangan
merupakan pengelompokkan berdasarkan………………
A. Wujudnya D. Tingkat berbahayanya
B. Sumbernyă E. Jenis senyawa
C. Sifatnya
9. Bahan atau zat beracun yang dihasilkan dari penggilingan kertas adalah……
A. Karbondioksida D. Amonia
B. Seng E. Merkuri
C. Tembaga
10. Contoh limbah yang berwujud gas yang tidak berwarna, tetapi berbau tajam
adalah…………….
A. CO2 D. O3
B. NO2 E. CO
C. SO2.
11. Limbah B3 adalah limbah yang mengandung zat-zat berikut, kecuali………
A. Sangat mudah menyala D. Pengoksidasi
B. Sangat mudah berubaĥ E. Sangat mudah menyala
C. Mudah meledak
12. Limbah B3 dapat mengandung zat atau bahan yang bersifat teratogenik yang
artinya……………………
A. Dapat menyebabkan infeksi
B. Dapat menyebabkan mutasi
C. Dapat menyebabkan tumor
D. Dapat menyebabkan kecacatan janin.
E. Dapat menyebabkan kanker
13. Logam-logam berat yang biasa terdapat dalam limbah industry, kecuali……..
A. Air raksa D. Cadmium
B. Oksigen. E. Seng
C. Nikel
14. Sumber utama limbah B3 pada industry tekstil adalah……………
A. Penggunaan zat warna. D. Sisa bungkusan obat
B. Penggunaan cairan elektrolit E. Logam berat
C. Cucian kemasan obat
15. Berikut ini yang termasuk limbah padat adalah…………………
A. Air bekas pencelupan kain D. Limbah minyak bumi
B. Sisa potongan tumbuhan. E. Gas buangan knalpot
C. Limbah DDT
16. Berikut ini merupakan sumber-sumber limbah B3, kecuali…….
A. Chemical sludge D. Primary sludge
B. Fisical sludge. E. Digested sludge
C. Excess activated sludge
17. Limbah bersifat korosif, yang berarti………………………
A. Menyebabkan iritasi pada kulit. D. Menyebabkan kematian
B. Menyebabkan infeksi E. Mudah terbakar
C. Mudah bereaksi dengan udara
18. Suatu limbah disebut limbah organic, dikarenakan…………………….
A. Dapat diuraikan oleh mikroorganisme.
B. Tidak mengandung unsur Carbon (C)
C. Bersifat larutan yang terdispersi
D. Bersifat koloid
E. Tidak dapat diuraikan oleh pengurai
19. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas limbah adalah………
A. Volume limbah D. Banyaknya limbah
B. Jenis limbah. E. Ukuran limbah
C. Wujud limbah
20. Zat yang memiliki kemampuan untuk mengikat hemoglobin dalam tubuh, sehingga
kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen dalam tubuh bisa berkurang
adalah………..
A. CO2. D. CH4
B. NO2 E. CO
C. SO2
21. Penyakit Minamata yang pernah melanda Jepang disebabkan oleh limbah..
A. CO2 D. Hg.
B. NO2 E. CO
C. SO2
22. Pengolahan limbah yang berasal dari tumbuhan dapat dijadikan……….
A. Biogas D. Makanan
B. Minyak goreng E. Semua jawaban benar
C. Pupuk Kompos.
23. Berikut ini yang bukan merupakan teknik pengolahan limbah padat adalah..
A. Landfill D. Daur ulang
B. Incinerator. E. Scrubber
C. Composting
24. Limbah industry makanan dan minuman banyak mengandung………….
A. Bahan kimia. D. Bahan Biokimia
B. Bahan organic E. Bahan bekas
C. Bahan anorganik
25. Akibat yang ditimbulkan oleh tumpahan limbah minyak secara langsung adalah……..
A. Terganggunya sistem pernapasan
B. Cahaya matahari susah menembus permukaan air.
C. Berubahnya sifat kimia air tanah
D. Berat jenis air bertambah berat
E. Punahnya ekosistem yang ada di laut

REFERENCE
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. ”Kajian Sebaran Dampak Lingkungan Pasca Penutupan LPA Keputih
Sampah LPA Keputih”. Laporan Akhir Penelitian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kota Surabaya
Anonim, 2006. ”Prasadha Pamunah Limbah Industri”, http://www.ppli-indo.com, 3
November, 2006
Anonim, 2010. “Draft Laporan Akhir Penelitian Peta Penanganan Samapah Rumah Tangga
di Kota Suarabaya”. Kerja sama LPPM-ITS dan PT Unilever Indonesia.
Anonim, 2010. “PLN-Navigat Negosiasikan Harga”. Jawa Pos, 2 April 2010, hal. 3, kolom 2
—4.
Anonymous, 1997. “Natural resource aspects of sustainable development in Indonesia”.
Agenda 21. www.un.org. 8 November 2006.
Corcoran, E.A., 2003. “On waste management. Opinion and Editorial”. The Jakarta Post.
Emmanuel, J., 1997. “Cleaning Up Toxic Wastes in the Asia Pacific Region.”
www.focusweb.org/ publications/1997.
Gascoigne, J.L. dan S.M. Ogilvie, 1995. “Recycling waste materials: opportunities and
barriers.” Dalam buku: Waste Treatment and Disposal. R.E. Hester dan R.M.
Harrison (Eds). Issues in Environmental Science and Technology. The Royal Society
of Chemistry, Cambridge.
JICA, 2008. Statistik Persampahan Indonesia.
Majid, M.I.A., 2007. “Restricting the use of plastic packaging. PRN 8099”. Professional
Bulletin of the National Poison Centre, Malaysia.
Nair, C., 1993. Solid waste management in emerging industrialised countries. ECO Services
International.
Padmi, T., 2006. Current situation of municipal solid waste management in Indonesia.
Proceedings Environmental Technology and Management Conference. Bandung, 7—
8 September 2006.
Peraturan Pemerintah RI no. 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Probs, K.N. and T.C. Beierle, 2006. The evolution of hazardous waste programs: lessons
from eight countries. Center for Risk Management, Resources for the Future.
www.rff.org, 8 November 2006.
Ramasamy, P., 2006. Refuse derived fuel–renewable energy from municipal solid waste,
current practice and perspectives in Malaysia. Proc. The 8th Symposium on Academic
Network for Environmental Safety and Waste Management. Waste Management
Strategies. Chennai (India), 11—13 December 2006.
Rani, PVA., Y.L. Wu, Z. Gong, L. Balakrishnan, P. Hande, dan V. Suresh, 2006. “Probing
the molecular mechanisms of nanoparticle toxicity”. Proc. The 8th Symposium on
Academic Network for Environmental Safety and Waste Management. Waste
Management Strategies. Chennai (India), 11—13 December 2006.
Rudden, P.J., 2006. “Thermal treatment of municipal solid waste in Ireland”. RPS-MCOS
Technical Paper. www.mcos.ie./mcos. 17 Juni 2006.
Rindhawati, N., 2004. “Kajian Penambangan Landfill di TPA Desa Besuk”, Kabupaten
Lumajang, Tesis. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.
Tchobanoglous, G., H. Theisen, dan S.A.Vigil, 1993. Integrated solid waste management.
Engineering principles and management issues. McGraw Hill International Editions,
New York.
Toinezyk, L., 2006. Engineered fuel, renewable fuel of the future? American Plastics
Council, Arlington.
Trihadiningrum, Y. dan D.A. Mardhiani, 2006. ”Action research pengelolaan sampah
kampus”. Laporan Penelitian LPPM-ITS
UURI No. 18/2009. Pengelolaan Sampah
World Bank, 1999. What a waste: solid waste management in Asia. Urban Development
Sector Unit, East Asia and Pacific Region. The World Bank, Washington

Anda mungkin juga menyukai