Anda di halaman 1dari 2

Opu Daeng Risadju tidak mengenyam pendidikan formal dia hanya belajar mengaji Al-

qur'an saja, selain itu dia juga mempelajari fiqih dari salah satu buku populer yang ditulis
oleh khatib Sulaweman Datung Patimang salah satu tokoh penyebar agama islam di
Sulawesi Selatan.

Tahun 1905 Opu Daeng Risadju harus pindah ke kota pare-pare bersama dengan
keluarganya akibat dari Belanda yang sudah menguasai daerah Kerjaan Luwu.

Pada saat di Pare-pare beliau sendiri aktif sebagai anggota Partai Serikat Islam Indonesia
PSII. Opu Daeng Risadju berkenalan dengan salah seorang tokoh Partai Serikat Islam
Indonesia PSII yang bernama Haji Muhammad Yahya. Dari perkenalan tersebut
membuat Risajdu melek terhadap pergerakan politik nasional.

Sekembalinya pulang dari Pare-Pare ke Palopo Sendiri dia langsung mendirikan PSII
cabang palopo dengan giat dia mempropagandakan cita-cita PSII dia daerah palopo,
terutama di kalangan keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Dalam perjuangannya Opu Daeng Risadju sendiri melakukan perjuangannya dengan


agama sebagai landasannya. Opu Daeng Risadju malanjutkan perjuangannya dengan
memperluas dakwah perjuangannya sehingga membuat kekhawatiran pemerintah
Belanda.

Kegiatan yang dilakukan oleh Opu Daeng sendiri dinilai sebagai kekuatan politik yang
membahayakan Belanda, pada akhirnya pihak Belanda meminta Opu Daeng untuk
menghentikan kegiatan PSII.

Pada akhirnya Opu Daeng dipenjara selama 14 bulan pada tahun 1934. Pada tahun
tersebut Opu Daeng tercatat sebagai wanita pertama yang di penjarakan oleh
Pemerintah Belanda dengan alasan politik. Dan Opu Daeng sendiri mulai aktif kembali
pada masa Revolusi.

Terbebas dari penjara Opu Daeng selalu hidup berpindah-pindah tempat dari desa satu
ke desa yang lain. Cara itu dia lakukan untuk menanamkan agama dan semangat juang
melawan pejajah dan dia mendirikan banyak cabang PSII di Sulawesi Selatan seperti
Tanete Riattang, Pare-pare, Makasar, Palopo, dan Bulukumba.

Pada saat Jepang menyerah kepada sekutu Opu Daeng Sendiri sudah tinggal menetap di
Belopa. Pada akhirnya Belanda mencoba kembali menjajah Indonesia dengan nama
Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA). Dan Opu Daeng yang menjadi sasaran
penangkapan NICA pada saat usianya sudah memasuki kepala enam.

Penangkapan tersebut membuat Risadju dipaksa berjalan kaki ke Watapone dengan


jarak 40 kilometer dengan usianya yang tidak lagi muda ia harus dipaksa oleh
pemerintah belanda berjalan kaki. Setelah itu ia harus di penjara dan berpindah pindah
penjara mulai dari penjara di Wajo sampai dipenjara di Bajo.

Dari hukuman tersebut membuat dirinya mengalami tuli. Lalu dia dibebaskan setalah
mengalami kehilangan pendengarannya akibat dapat siksaan dari pemerintah Belanda.
Opu Daeng harus mengalami tuli hingga akhir hayatnya. Pada tahun 10 Februari 1964
beliau meninggal dunia di Palopo dan Beliau di makamkan di pekuburan raja-raja
Lokkoe di Palopo.

Opu Daeng Risadju diberi Gelar Pahlawan Perempuan. Dan namanya saat ini dijadikan
nama jalan di Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Opu Daeng Risadju adalah sosok
perempuan yang sangat gigih dalam memperjuangkan Indonesia melawan penjajah
dengan landasan agama yang kuat yang menjadikan motivasi untuknya dan juga salah
seorang toko perempuan Muhammadiyah.

Nama beliau Kurang terdengar dikalangan masyarat namun sejarah dan perjuangan
beliau tercatat dalam media, dia adalah sosok perempuan yang paling menentang
pemerintah belanda. Ada satu kalimat yang terkenal dari beliau "Kalau hanya ada darah
bangsawan mengalir dalam tubuhkuh sehingga aku harus meninggalkan partaiku dan
berhenti melakukan gerakanku irislah dadaku dan keluarkanlah darah bangsawan itu
dari tubuhku supaya datu dan hadat tidak terhina kalau saya diperlakukan tidak pantas".
Kata-kata ini menjukan bahwa seorang bangsawan sekalipun bisa melakukan ini bukan
hanya duduk dan menikmati semuanya tapi berjuang mempertaruhkan nyawanya,
sampai ia harus disiksa oleh pemerintah Belanda dan pada akhir hayatnya ia harus
kehilangan pendengarannya.

Anda mungkin juga menyukai