MODUL
PENGEMBANGAN
KELEMBAGAAN DAN
KOORDINASI
2015
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang dengan selesainya penyusunan Modul Pengembangan Kelembagaan
dan Koordinasi. Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan peserta
pendidikan dan pelatihan di bidang pengembangan infrastruktur wilayah yang
berasal dari kalangan pegawai pemerintah daerah dan Aparatur Sipil Negara
(ASN).
Modul Pengembangan Kelembagaan dan Koordinasi ini disusun dalam 7 (tujuh)
bab yang terdiri dari Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan
Modul yang sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan
dalam memahami segala kebutuhan terkait pengembangan infrastruktur.
Penekanan orientasi pembelajaran pada pedoman ini diisi oleh adanya
pergeseran aktivitas peserta latih dan pelatih yakni dengan menonjolkan peran
serta aktif peserta latih.
Keberadaan modul dalam program pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan
sebuah alat bantu penting bagi peserta diklat untuk mampu memahami dan
mengaplikasikan materi pembelajaran yang diberikan oleh para Widyaiswara.
Modul yang informatif mampu menggantikan peran fasilitator untuk
menyampaikan substansi diklat kepada peserta. Tujuan dari pemberian modul
kepada peserta diklat, antara lain yaitu: untuk mengatasi keterbatasan waktu
dan ruang peserta diklat dalam kegiatan belajar mengajar, memudahkan
peserta diklat belajar mandiri sesuai dengan kemampuan masing-masing, serta
memungkinkan peserta diklat untuk mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil
belajarnya,
Akhirmya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim
penyusun atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mewujudkan pedoman
ini. Penyempurnaan maupun perubahan pedoman di masa mendatang
senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi,
kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Harapan kami tidak lain
pedoman ini dapat memberikan manfaat.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
DAFTAR TABEL.......................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................6
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL.......................................................................7
Deskripsi............................................................................................................7
Persyaratan.......................................................................................................7
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................1
1.2. Deskripsi Singkat...................................................................................2
1.3. Standar Kompetensi..............................................................................2
Setelah mengikuti pembelajaran ini para peserta diharapkan akan dapat
memahami kelembagaan dan koordinasi sesuai Undang-Undang dan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.................................................2
1.4. Kompetensi Dasar.................................................................................2
1.5. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok.....................................................2
1.6. Estimasi Waktu......................................................................................3
BAB 2 KEGIATAN BELAJAR I...................................................................................4
PENGERTIAN DAN DASAR KELEMBAGAAN, ORGANISASI, DAN KORDINASI..........4
Indikator Keberhasilan......................................................................................4
2.1. Pengertian Kelembagaan, Organisasi, dan Koordinasi..........................4
2.2. Dasar Hukum Kelembagaan, Organisasi, dan Koordinasi....................13
2.3. Latihan.................................................................................................14
BENTUK DAN KRITERIA LEMBAGA.......................................................................15
Indikator Keberhasilan....................................................................................15
3.1. Bentuk Lembaga..................................................................................15
3.2. Kriteria Lembaga.................................................................................18
BAB 4...................................................................................................................19
3
KEGIATAN BELAJAR 3 FUNGSI DAN PERAN KELEMBAGAAN, ORGANISASI, DAN
KORDINASI..........................................................................................................19
Indikator Keberhasilan....................................................................................19
4.1. Fungsi dan Peran Kelembagaan...........................................................19
4.2. Fungsi dan Peran Organisasi................................................................19
4.3. Fungsi dan Peran Kordinasi.................................................................20
4.4. Prinsip-Prinsip Dasar Pelibatan Swasta dan Masyarakat.....................20
4.5. Latihan.................................................................................................24
BAB 5...................................................................................................................25
KEGIATAN BELAJAR 4 HUBUNGAN ANTAR KELEMBAGAAN PUSAT DAN DAERAH
............................................................................................................................. 25
Indikator Keberhasilan....................................................................................25
5.1. Tata Kelola Pemerintah (Good Governance).......................................25
5.2. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur
Terpadu...........................................................................................................27
5.3. Kerjasama Antardaerah.......................................................................35
5.4. Resolusi Konflik...................................................................................42
5.5. Latihan.................................................................................................46
BAB 6 KEGIATAN BELAJAR 5................................................................................47
PENGALAMAN PRAKTIS.......................................................................................47
Indikator Keberhasilan....................................................................................47
6.1. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur
Kawasan di JABODETABEK_PUNJUR (Berada dalam Lebih dari Satu Provinsi) 47
6.2. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur
Kawasan di Kawasan Metro lainnya (Berada dalam Satu Provinsi).................52
6.3. Latihan.................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................53
4
DAFTAR TABEL
5
DAFTAR GAMBAR
6
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Deskripsi
Modul Pengembangan Kelembagaan dan Koordinasi untuk kawasan perkotaan
ini terdeiri dari lima kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar pertama
mengenai pengertian dan dasar kelembagaan, organisasi, dan koordinasi; yang
kedua mengenai bentuk dan kriteria lembaga, ketiga fungsi dan peran
kelembagaan, koordinasi dan koordinasi, ketiga mengenai hubungan
antarkelembagaan pusat dan daerah, dan kelima merupakan penjelasan akan
beberapa pengalaman praktis terkait kelembagaan untuk pengelolaan porigran
dan investasi infrastruktur di kawasan perkotaan.
Peserta diklat mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan.
Pemahaman setiap materi pada modul ini sangat diperlukan karena materi ini
menjadi dasar pemahaman sebelum mengikuti pembelajaran modul-modul
berikutnya. Hal ini diperlukan karena masing-masing modul saling berkaitan.
Setiap kegiatan belajar dilengkapi dengan latihan atau evaluasi. Latihan atau
evaluasi ini menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta diklat setelah
mempelajari materi dalam modul ini.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini peserta diklat dilengkapi dengan peraturan
perundangan yang terkait dengan materi dalam modul ini, yang terkait dengan
penataan ruang antara lain Undang Undang No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP No.38
tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Porvinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, PP No.41 tahun
2007 tentang Perangkat Daerah, PP No.50 tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, PP No.34 tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan
Perkotaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.13
Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan
7
Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019, Permendagri No. 69 tahun 2007 tentang
Kerjasama Pembangunan Perkotaan, Permendagri No.22 tahun 2009 tentang
Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah, dan Permendagri No.34 tahun
2009 tentang Tata Cara Bimbingan dan Pengawasan Pelaksanaan Kerjasama
Daerah.
8
MODUL 4
Akan tetapi, pada kenyataannya, hingga saat ini belum ada lembaga yang mengelola,
kecuali organisasi baru di lingkungan Kementerian Umum Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat bernama Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah.Sehingga
pada modul ini, akan dibahas mengenai kelembagaan untuk mengatur dan
mengkoordinasikan rencana yang disusun. Apakah Pengembangan Infrastruktur
Wilayah juga membutuhkan suatu kelembagaan khusus? Hal ini masih berada dalam
pembahasan lebih lanjut.
Pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan salah satu cara untuk melakukan
pembinaan terhadap sumber daya aparatur sipil negara dalam melakukan
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
pembangunan infrastruktur. Diklat ini dibentuk untuk peserta yang telah mempunyai
pengalaman di bidang pembangunan, misal penataan ruang, sumber daya air, atau
bidang pekerjaan umum lainnya, untuk dapat melihat berbagai rencana yang terkait
dengan wilayah kerja peserta atau wilayah yang lebih luas, mengingat pengembangan
infrastruktur tidak dapat dibatasi batas administratif. Dengan adanya modul diklat ini,
dapat membantu peserta memahami bahwa berbagai kelembagaan yang telah ada di
wilayah kerja perlu dianalisis untuk berbagai tujuan pembangunan. Pembahasan
dalam modul diklat mengenai pengembangan kelembagaan dan koordinasi memiliki
keterkaitan dengan berbagai mata diklat lain yang berhubungan dengan kebijakan
pengembangan infrastruktur wilayah, pemahaman Rencana Tata Ruang (RTR) sebagai
basis penyusunan program terpadu, pemahaman penyusunan rencana terpadu
infrastruktur kawasan perkotaan, serta penyusunan program dan investasi
infrastruktur.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
1. Pengertian dan dasar kelembagaan, organisasi dan koordinasi
a. Pengertian kelembagaan, organisasi, dan koordinasi
b. Dasar hukum kelembagaan, organisasi, dan koordinasi
2. Bentuk dan kriteria lembaga
a. Bentuk lembaga
b. Kriteria lembaga
3. Fungsi dan peran kelembagaan, organisasi dan koordinasi
a. Fungsi dan peran kelembagaan
b. Fungsi dan peran organisasi
c. Fungsi dan peran koordinasi
d. Prinsip-prinsip dasar pelibatan swasta dan masyarakat
4. Hubungan antarkelembagaan pusat dan daerah
a. Tata kelola pemerintahan (good governance)
b. Hubungan pusat dan daerah dalam pembangunan infrastruktur terpadu
c. Kerjasama antardaerah
d. Resolusi konflik
5. Beberapa pengalaman praktis
a. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan
di JABODETABEK-PUNJUR (Berada dalam Lebih dari Satu Provinsi)
b. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan
di Kawasan MetroLainnya (Berada dalam Satu Provinsi)
c. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan
di Kawasan Perkotaan yang Berbentuk Kota
d. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan
di Kawasan Perkotaan yang Meliputi Kota dan Kabupaten
e. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan
di Kawasan Perkotaan yang Meliputi Beberapa Kabupaten
f. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan di
Kawasan Perkotaan yang Berada dalam Kabupaten
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
BAB 2
KEGIATAN BELAJAR I
PENGERTIAN DAN DASAR
KELEMBAGAAN, ORGANISASI, DAN
KORDINASI
Indikator Keberhasilan
Dengan mempelajari materi pengertian dan dasar kelembagaan, organisasi, dan koordinasi ini, peserta d
1. Batas yuridiksi, yaitu lingkup subjek dan objek yang tercakup dalam
suatu kelembagaan
2. Property right, yaitu hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum, adat
dan tradisi atau konsesus yang menjalin hubungan antar anggota
masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumber daya
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
3. Aturan representatif, yaitu subjek yang hendak berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan sumber daya
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
kawasan, maupun pemeliharaan keberlangsungan kelembagaan yang
sedang berjalan.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
2. Model organisasi terbuka
Pada model ini, masyarakat dan organisasi saling terkait satu sama lain
dan memiliki hubungan yang lebih bersifat dua arah dalam pencapaian
kesejahteraan masyarakat.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
pengarahan pelaksanaan hingga menghasilkan tindakan-tindakan
harmonis dan terpadu menuju sasaran yang telah ditentukan(G.R.
Terry).
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Secara umum jika konsep koordinasi tersebut sudah disatukan dengan posisi
pemerintah,koordinasi adalah sebagai salah satu fenomena pemerintahan di
daerah yang penting dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan. Selain
itu, Koordinasi Pemerintahan adalah koordinasi yang dilaksanakan dalam
organisasi pemerintahan yang di dalamnya terdapat masalah kerjasama
antara aparatur pemerintahan dan pertalian satu sama lainnya.Koordinasi
dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk berdasarkan lingkup koordinasi, dan
arah koordinasi. Berdasarkan lingkup koordinasi, terdapat dua bentuk
koordinasi, yaitu:
a. Koordinasi Intern, yaitu koordinasi antar pejabat atau antarunit dalam
suatu organisasi
b. Koordinasi Ekstern, yaitu koordinasi antar pejabat dari bagian organisasi
atau antar organisasi
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
(2) Pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perwujudan dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang telah
diserahkan ke Daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional.
(3) Kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian berdasarkan
pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 melakukan sinkronisasi dan harmonisasi
dengan daerah untuk mencapai target pembangunan nasional.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, terdapat beberapa urusan yang
menjadi tanggung jawab pusat termasuk urusan moneter, pertahanan
keamanan, agama, dan peradilan. Sementara itu, urusan-urusan lain di
luar tanggung jawab pusat tersebut didesentralisasikan. Namun
demikian, walaupun urusan-urusan lainnya sudah didesentralisasikan
tetapi dalam kerangka pembinaan serta pemaduan langkah antardaerah
maka pemerintah pusat dapat melakukan koordinasi melalui instansi
teknis.
3. Koordinasi antara Pusat dan Daerah
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, terdapat beberapa urusan yang
menjadi tanggung jawab pusat termasuk urusan moneter, pertahanan
keamanan, agama, peradilan. Sementara itu, urusan-urusan lain di luar
tanggung jawab pusat tersebut didesentralisasikan. Namun demikian,
walaupun urusan-urusan lainnya sudah didesentralisasikan tetapi dalam
kerangka pembinaan serta pemaduan langkah antardaerah
makapemerintah pusat dapatmelakukan koordinasi melalui instansi
teknis, misalnya: koordinasi pembangunan bidang pendidikan dan
kesejahteraan rakyat.Untuk penanganan kawasan perdesaan yang
membutuhkan, Pemerintah Pusat dan Kementerian Perdesaan, Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi merupakan lembaga kompeten yang
berwenang. Selain itu, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) dapat dilibatkan pula dalam hal penyusunan konsepsi
perdesaan terkait perencanaan dan pengembangan program kawasan
perdesaan. Kemudian, Kementerian Dalam Negeri dapat dilibatkan
dalam hal urusan pemerintahan.
4. Koordinasi Sektoral
Sektor-sektor pembangunan termasuk pembangunan politik,
ekonomi,social dan budaya walaupun sudah menjadi tanggung jawab
beberapa instansi teknis terkait. Beragam instansi tersebut apabila tidak
saling berkoordinasi maka dapat menghasilkan tumpang tindih peran
dan pendanaan programpembangunan sehingga menyebabkan in-
efesiensi dan mis-alokasi sumberdaya finansial.
5. Koordinasi Lintas Daerah
Beberapa daerah juga dapat saling bersinggungan dalam urusan
tertentu yang bersifat lintas daerah. Dalam keadaan tersebut maka
koordinasi lintas daerah dapat berperan dalam menjamin efektivitas dan
efesiensi penyelesaian urusan tersebut.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
6. Koordinasi Lintas Unit
Permasalahan kompleksitas peran antar aktor dalam menyelesaikan
permasalahan yang kompleks tidak hanya terjadi dalam kerangka
hubungan antar lembaga tetapi juga dalam kerangka hubungan antar
unit dalam satu lembaga. Oleh karena itu, koordinasi antar unit dalam
satu organisasi merupakan kondisi penting.
7. Koordinasi Antaraktor Bernegara
Dalam lingkup yang lebih luas dalam satu Negara, aktor pembangunan
tidak hanya antar lembaga Negara tetapi juga antara lembaga
Negara,swasta dan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan terjadi
hubungan yang kontra-produktif antar aktor tersebut dalam
penyelenggaraan urusan tertentu. Dalam keadaan tersebut, koordinasi
antar aktor diperlukan sehingga peran antar aktor tersebut dapat saling
menguatkan dalam pencapaian tujuan bernegara.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
koordinasi dan pemetaan peran sehingga dapat turun kepada tugas
pokok tiap struktur.
5. Pendekatan partisipasi masyarakat
Pendekatan ini menjadikan peran masyarakat sebagai motor penggerak
suatu tujuan dimana perlu adanya koordinasi dalam stiap kelompok
masyarakat agar tidak saling memperebutkan peran.
UU No. 23 Tahun 2014 berisi pengaturan yang bersifat afirmatif yang dimulai dari
pemetaan Urusan Pemerintahan yang akan menjadi prioritas Daerah dalam
pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya. Melalui pemetaan tersebut akan
tercipta sinergi kementerian/lembaga pemerintah non kelemterian akan tahu
siapa pemangku kepentingan (stakeholder) dari kementerian/lembaga tersebut di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota secara nasional. Sinergi tersebut akan
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
membantu kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan daerah dalam
mencapai akselerasi realisasi target nasional.
Pasal 258 UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan:
Aturan pada pasal di atas telah disebutkan bagaimana alur koordinasi, organisasi
dan pengaturan kelembagaan didalamnya sudah dijelaskan. Dimana setiap daerah
bertanggungjawab untuk pembangunan untuk peningkatan dan pemerataan
pendapatan masyarakat, yang dimana tanggung jawab ini sudah diatur pada Pasal
258 Ayat (1) undang-undang ini bahwa daerah adalah terusan pembangunan dari
pembangunan nasional, kemudian lembaga yang berada di diluar urusan daerah
wajib melakukan integrasi dan harmonisasi pembangunan dengan pihak
pembangunan daerah.
2.3. Latihan
1. Sebutkan beberapa dasar hukum yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kelembagaan dalam rangka melaksanakan program investasi
infrastruktur terpadu pada kawasan perkotaan!
2. Sebutkan berbagai peraturan perundang-undangan yang menetapkan suatu
rencana tata ruang wilayah yang aspek kelembagaannya dapat menjadi acuan
untuk menyusun program investasi infrastruktur terpadu di kawasan
perkotaan!
3. Gambarkan skema kelembagaan yang dimaksud pada soal latihan di atas!
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
BAB 3
KEGIATAN BELAJAR 2
BENTUK DAN KRITERIA LEMBAGA
Indikator Keberhasilan
Dengan mempelajari materi ini, peserta diharakan dapat menjelaskan bentuk dan kriteria lembaga.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Gambar 1 Struktur Organisasi 1
b. Struktur Organisasi 2
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Gambar 2 Struktur Organisasi 2
c. Struktur Organisasi 3
Struktur organisasi 3 ini dibentuknya CPMU dan SNVT yang berkoordani denga
BKSP KSN Perkotaan (PMU)
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Gambar 3 Struktur Organisasi 3
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
BAB 4
KEGIATAN BELAJAR 3
FUNGSI DAN PERAN KELEMBAGAAN,
ORGANISASI, DAN KORDINASI
Indikator Keberhasilan
Dengan mempelajari materi fungsi dan peran kelembagaan, organisasi, dan koordinasi ini, peserta dihara
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
4.3. Fungsi dan Peran Kordinasi
Fungsi koordinasi adalah menyatukan semua tindakan untuk mencapai tujuan
dengan mencegah terjadinya overlapping pekerjaan. Dengan koordinasi, suatu
tugas atau pekerjaan dapat diselesaikan secara efektif dengan menggunakan
sarana dan prasarana secara optimal dan maksimal.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Joint venture merupakan bentuk kerjasama pemerintah dan swasta
dimana tanggung jawab dan kepemilikan ditanggung bersama dalam hal
penyediaan pelayanan infrastruktur. Dalam kerjasama ini, masing-masing
pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan. Kerjasama ini
bertujuan untuk memadukan keunggulan sektor swasta seperti modal,
teknologi, kemampuan manejemen, dengan keunggulan pemerintah yakni
kewenangan dan kepercayaan masyarakat.
d. Community Based Provision (CBP)
CBP dapat terdiri dari perorangan, keluarga, atau perusahaan kecil. CBP
memiliki peran utama dalam mengorganisasikan penduduk miskin ke
dalam kegiatan bersama dan kepentingan mereka akan direpresentasikan
dan dinegosiasikan dengan NGO dan pemerintah. NGO berperan untuk
menyediakan proses manajemen, menengahi negosisasi antara CBO dan
lembaga yang lebih besar lainnya dalam hal bentuk jaringan kerjasama,
pemberian informasi ataupun kebijasanaan.
e. Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan
Di dalam bentuk KPS ini, pemerintah dapat memberikan wewenang
kepada pihak swasta dalam kegiatan operasional, perawatan dan kontrak
pelayanan pada infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Pihak
swasta harus membuat suatu pelayanan dengan harga yang telah disetujui
dan harus sesuai dengan standar performance yang telah ditentukan oleh
pemerintah.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
2. Prinsip Dasar Pelibatan Masyarakat
Partisipasi masyarakat diperlukan karena rakyat yang merasakan masalah
perkotaan dan menempati perkotaan tersebut, setidaknya masyarakat
masing-masing memiliki mimpi lingkungan kotanya seperti apa, maka dari itu
perlu adanya partisipasi masyarakat untuk meningajak dan membuat
masyarakat sendiri lebih memiliki lingkungan kotanya. Partisipasi masyarakat
adalah model pengupayaan pembangunan top down yang pada hakikatnya
memerlukan paduan pembangunan bottom up.
Partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai tiga bentuk, yaitu (Ernan, et al,
2007:263):
1. Sumber informasi dan kebijaksanaan dalam meningkatkan efektifitas
keputusan perencanaan
2. Alat untuk mengorganisir persetujuan dan dukungan untuk tujuan
program dan perencanaan
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
d. kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sementara itu, untuk bentuk partisipasi masyarakat pada ayat (3) pasal ini
dilakukan dalam bentuk; seperti konsultasi publik, musyawarah, kemitraan,
penyampaian aspirasi, penawasa, dan keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama
antarpemangku kepentingan di dalam partisipasi masyarakat agar tidak adanya
tumpang tindih kepentingan dan dapat mencapai tujuan secara optimal dan
efisisen.
4.5. Latihan
1. Apa prinsip dasar diselenggarakannya kerjasama antardaerah pada kawasan
perkotaan?
2. Jelaskan bagaimana fungsi koordinasi pada kawasan perkotaan (metropolitan)
diperlukan dalam penyusunan program!
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
BAB 5
KEGIATAN BELAJAR 4
HUBUNGAN ANTAR KELEMBAGAAN
PUSAT DAN DAERAH
Indikator Keberhasilan
Dengan mempelajari materi hubungan antar kelembagaan pusat dan daerah, peserta diharapkan akan m
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Di dalam konsep good governanceterdapat tiga aktor yang berperan, yaitu :
pemerintah, swasta, dan masyarakat.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
5.2. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur Terpadu
Menurut para ahli, hubungan pusat dan daerah adalah sebagai berikut.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
1. Legal basis, yaitu kerangka yang transparan dalam proses membuat keputusan
2. Fiscal dicipline and coordination, yaitu memenuhi semua aturan dan acuan
dalam mencapai kebijakan makro ekonomi
3. Intergovernmental fiscal relation system, yaitu mendukung pencapaian tujuan
pemerintah daerah
Dalam konteks di Indonesia, hubungan antardaerah sudah berjalan sejak lama dan
telah terkoneksi baik di darat, laut maupun udara. Khusus pada pelayanan
angkutan umum darat yang menyambungkan antar wilayah saat ini telah
dibedakan dalam tiga kategori utama, yakni Angkutan Antarkota, Angkutan
Perkotaan, dan Angkutan Perdesaan. Angkutan Antarkota dibagi dua, yakni
Angkutan Antarkota Antarprovinsi (AKAP), yakni angkutan antarkota yang
melampaui batas wilayah administrasi provinsi, dan Angkutan Antarkota Dalam
Provinsi (AKDP), yakni pelayanan jasa angkutan antarkota dalam satu wilayah
adminsitrasi provinsi (Warpani, 2002:41).
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Tugas BKPRN antara lain mengkoordinasikan:
1. Pelaksanaan RTRW Nasional secara terpadu
2. Pemaduserasian berbagai peraturan perundang-undangan terkait penataan
ruang
3. Pemaduserasian penatagunaan tanah dan Penatagunaan sumber daya alam
4. Sinkronisasi Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang Daerah
Setelah kita mengetahui tugas dari BKPRN maka perlu meninjau ulang dari struktur
organisasinya sampai dengan pembuatan lembaga khusus rincinya seperti BKPRD.
BKPRD adalah Lembaga yang Mempunyai peran yang sangat strategis dalam
kegiatan penataan ruang, baik pada aspek perencanaan, pemanfaatan, maupun
pengendalian pemanfaatan ruang.
Pembentukan BKPRD Provinsi, Sekretariat BKPRD, dan Kelompok Kerja ditetapkan
dengan keputusan Gubernur.
BPKRD di bawah tanggung jawab Gubernur/Bupati/Walikota dan Wakil
Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota. Kemudian struktur Organisasi BKPRD
adalah sebagai berikut:
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Gambar 7 Struktur Organisasi BKPRD
Kemudian Tugas dan Fungsi dari BPKRD dijabakan melalu tabel berikut:
Untuk melihat lebih jelas mengenai Hubungan kerja BKPRN – BKPRD adalah sebagai
berikut yang akan ditunjukan pada tabel di bawah ini:
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Tabel 4 Hubungan Kerja BKPRN – BKPRD
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
(2) Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada
daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3000 Ha, daerah irigasi lintas
daerah provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis
b.Provinsi
(1) Pengelolaan SDA dan bangunan pengaman pantai pada wilayah sungai
lintas Daerah kabupaten/kota.
(2) Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada
daerah irigasi yang luasnya 1000 ha - 3000 Ha, dan daerah irigasi lintas
daerah kabupaten/kota.
c. Kabupaten/Kota
(1) Pengelolaan SDA dan bangunan pengaman pantai pada wilayah sungai
dalam 1 (satu) Daerah kabupaten/kota.
(2) Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada
daerah irigasi yang luasnya kurang dari 1000 ha dalam 1 (satu) Daerah
kabupaten/kota
2. Air Minum
a.Nasional
(1) Penetapan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) secara
nasional
(2) Pengelolaan dan pengembangan SPAM lintas Daerah provinsi, dan SPAM
untuk kepentingan strategis nasional
b.Provinsi
Pengelolaan dan pengembangan SPAM lintas Daerah kabupaten/kota
c. Kabupaten/Kota
Pengelolaan dan pengembangan SPAM di lintas kecamatan
3. Persampahan
a.Nasional
(1) Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan secara
nasional.
(2) Pengembangan sistem pengelolaan persampahan lintas daerah provinsi,
dan
(3) Sistem pengelolaan persampahan untuk kepentingan strategis nasional
b.Provinsi
Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional
c. Kabupaten/Kota
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan dalam Daerah
kabupaten/kota.
4. Air Limbah
a.Nasional
(1) Penetapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik
secara nasional
(2) Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik
lintas daerah provinsi
(3) Sistem pengelolaan air limbah domestik untuk kepentingan strategis
nasional
b.Provinsi
Pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik regional
c. Kabupaten/Kota
Pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik dalam daerah
kabupaten/kota
5. Drainase
a.Nasional
(1) Penetapan pengembangan sistem drainase secara nasional
(2) Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase lintas daerah provinsi
(3) Sistem drainase untuk kepentingan strategis nasional
b.Provinsi
Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase yang terhubung langsung
dengan sungai lintas daerah kabupaten/kota
c. Kabupaten/Kota
Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase yang terhubung langsung
dengan sungai dalam daerah kabupaten/kota
6. Permukiman
a.Nasional
(1) Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman secara
nasional
(2) Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di kawasan strategis
nasional
b.Provinsi
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di kawasan strategis
daerah provinsi
c. Kabupaten/Kota
Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman di daerah kabupaten/kota
7. Bangunan Gedung
a.Nasional
(1) Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional
(2) Penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis
nasional dan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus
b.Provinsi
(1) Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis daerah
provinsi
(2) Penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis daerah
provinsi
c. Kabupaten/Kota
Penyelenggaraan bangunan gedung di wilayah Daerah kabupaten/kota,
termasuk pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) dan sertifikat laik
fungsi bangunan gedung
9. Jalan
a.Nasional
(1) Pengembangan sistem jaringan jalan secara nasional
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
(2) Penyelenggaraan jalan secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional
b.Provinsi
Penyelenggaraan jalan provinsi
c. Kabupaten/Kota
Penyelenggaraan jalan kabupaten/kota
Kemudian apabila dilihat dari konteks hubungan pusat dan daerah dalam
pembangunan infrastruktur terpadu, dapat dilihat keterkaitan awal dengan Bagian
Kedua Hubungan Antar-Daerah Pasal 281 pada UU No. 23 Tahun 2014:
(1) Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan oleh
Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah yang lain.
(2) Hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bagi hasil pajak dan nonpajak antar-Daerah;
b. pendanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
yang menjadi tanggung jawab bersama sebagai konsekuensi dari kerja
sama antarDaerah;
c. pinjaman dan/atau hibah antar-Daerah;
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Weichhart dalam Warsono (2009:81) menyatakan bahwa ada sejumlah faktor yang
berperan dalam proses regionalisasi dan kerjasama antarpemerintah antara lain
tekanan global, keterbatasan kemampuan dan potensi, serta ego lokal. Namun
tercapainya unsur-unsur tersebut tidak terlepas dari sejauh mana kemampuan
kepemimpinan dalam kerjasama antardaerah. Menurut Yukl (2001:4), terdapat
tiga hal yang diperlukan dalam kepemimpinan kerjasama antar daerah antara lain
adalah :
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Berikut ini adalah hasil analisis kebijakan dan peraturan perundangan yang
diwujudkan dalam diargram tanggungjawab kerja berikut.
1. Kerjasama Daerah
Pada Bagian Kesatu Kerjasama Daerah Pada Pasal 363 UU No. 23 Tahun
2014 didalamnya terdapat aturan mengenai :
(1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, Daerah dapat
mengadakan kerja sama yang didasarkan pada pertimbangan
efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling
menguntungkan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh Daerah dengan: a. Daerah lain; b. pihak ketiga; dan/atau c.
lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
(3) Kerja sama dengan Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dikategorikan
2. Kerjasama Wajib
Berikutnya pada Pasal 364 UU No. 23 Tahun 2014 didalamnya
terkandung aturan mengenai Kerjasama Wajib, yaitu :
(1) Kerja sama wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 ayat (3)
merupakan kerja sama antar-Daerah yang berbatasan untuk
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan:
a.yang memiliki eksternalitas lintas Daerah; dan
b.penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola
bersama.
3. Kerjasama Sukarela
Berdasarkanpasal 363 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2014 kerjasama sukarela
adalah kerjasama yang dilaksanakan oleh daerah yang berbatasan atau
tidak berbatasan untuk penyelenggaraan urusan pemerintah yang
menjadi kewenangan daerah namun dipandang lebih efektif dan efisien
jika dilaksanakan dengan kerjasama.
Kerjasama antar daerah dapat dilihat dari Pemerintah daerah dapat
melaksanakan pembangunan serta memberikan pelayanan publik secara
optimal kepada masyarakat, kerjasama dapat dilaksanakan dengan
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
melibatkan aparat kedua pemerintah daerah serta swasta dan
masyarakat. Hal terakhir yang harus diperhatikan dalam kerjasama antar
daerah yaitu kerjasama dapat dilaksanakan saling menguntungkan dan
dapat dijalankan secara efektif, efisisen, tranparan, akuntabilitas, dan
integritas.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Gambar 10 Tata Cara Pelaksana Kerjasama Antardaerah
a. Pasal 4
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Salah satu tugas BKPRD Provinsi dalam Pemanfaatan Ruang adalah melakukan
fasilitasi pelaksanaan kerjasama penataan ruang antar provinsi (sama dengan
fungsi BKPRN dalam Keputusan Presiden No.4 tahun 2009).
b. Pasal 5
BKPRD Provinsi dalam melaksanakan tugas nya dapat:
1) menggunakan tenaga ahli yang diperlukan;
2) membentuk Tim Teknis untuk menangani penyelesaian masalah-masalah
yang bersifat khusus; dan
3) meminta bahan yang diperlukan dari SKPD Provinsi
Bentuk kerjasama antar daerah juga sudah melalui rumusan peraturan perundang-
undangan diantaranya adalah:
(1) Badan kerjasama adalah suatu forumuntuk melaksanakan kerja sama yang
keanggotaannya merupakan wakil yang ditunjuk dari daerah yang melakukan
kerjasama (Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007, Pasal 1 ayat 4).
Sehingga fungsi utamanya badan kerjasama adalah sebagai wadah
koordinasi.
(3) Penataan Ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih
wilayah kabupaten/kota dilaksanakan melalui kerjasama antardaerah
(Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, Pasal 47 ayat 1) dan dalam Peraturan
Pemerintah No. 34 Tahun 2009, Pasal 7 ayat 3, yaitu kawasan perkotaan
yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan
langsung dikelola bersama oleh pemerintah kabupaten terkait dan
dikoordinasikan oleh pemerintah Provinsi.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
(6) Apabila Pemda akan membentuk lembaga/badan baru, bisa dalam bentuk
UPTD pada salah satu Dinas, sehingga sifatnya berupa koordinasi
kewenangan, yang diikat dalam bentuk MoU.
(7) Kerja sama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan
fungsi dari satuan kerja perangkat daerah dan biayanya sudah teranggarkan
dalam APBD tahun anggaran berjalan tidak perlu mendapat persetujuan dari
DPRD (Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007, Pasal 10)
(8) Jangka waktu kerjasama dengan daerah lain, paling singkat 5 tahun, dengan
membentuk badan kerjasama (Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007,
Pasal 24)
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
3. Perjuangan akibat dari kebutuhan, dorongan atau tuntutan yang berlainan
4. Pertemuan yang bermusuhan
Menurut Don Hellriegel dan Slocum, terdapat tiga macam tipe dasar konflik, yaitu :
1. Konflik tujuan
2. Konflik kognitif
3. Konflik efektif
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
1. Pakar politik menyebutkan bahwa sejak dimulai proses pembuatan keputusan,
bukan hanya pengumpulan informasi dan analisis saja, tapi juga perkiraan
resolusi konflik antar pemerintah dan swasta (masyarakat). (Lindblom 1968,
Wildavsky 1979:49)
2. Problem koordinasi antara organisasi dan interaksi antar unit dengan
pelaksana di lapangan sering terjadi pada tahap implementasi, penyebabnya
adalah tidak hanya pada tahap implementasitapi juga desain kebijakan yang
kurang baik karena asumsi tentang hubungan sebab akibat yang salah.
(Pressman & Wildovsky, 1973; Hogwood & Gunn, 1984)
3. Dalam interaksi antar pemerintah, biasanya sering terjadi koordinasi yang
negatif daripada koordinasi yang positif dalam mencapai tujuan, untuk itu
diperlukan pengaturan kelembagaan yang mendukung proses pembuatan
keputusan. (Mayritz & Schaipf, 1975:49)
Oleh karena itu,diperlukan adanya kajian yang serius mengenai resolusi konflik
dalam menyusun koordinasi dalam pemerintahan salah satunya.
Dalam model Delapan Anak Tangga Partisipasi Masyarakat yang diciptakan oleh
Sherry R Amstein (1969), kemitraan/kesetaraan, pendelegasian kewenangan dan
kekuasaan, dan pengawasan masyarakat adalah keadaan di saat masyarakat
dianggap berada pada tingkatan kekuatan masyarakat yang sebenarnya.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Gambar 12 Delapan Anak Tangga Partisipasi Masyarakat
Pada gambar di atas karya Arnstein (1969) merupakan penggambaran dari konsep
tangga partisipasi masyarakat yang menunjukkan partisipasi yang dibuat tingkatan
dari tinggi ke rendah. Dimana jika diitepretasikan untuk bagian therapy dan
manipulasi adalah pengamabaran dari proses yang non partisipatif. Kemudian
pada tingakatan yang di atasnya adalah merupakan upaya partisipatif yang masih
perlu ada usaha peningkatan partisipasi masyarakat dengan terdapatnya proses
pengajakan partispatif dari salah satu posisiyang lebih berkuasa dan masyarakat
hanya menurutinya. Kemudian pada tingkatan yang paling tinggi adalah bentuk
masyarakat yang sudah aktif dengan sendirinya akibat memiliki karir yang cukup
baikseperti partnership, pendelegasian, dan control masyarakat.
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Anggota : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas
Pekerjaan Umum (PU), dan dinas terkait lainnya, Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Penataan Ruang, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat,
kepala desa
3. Koordinator KPB II
Anggota : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas
Pekerjaan Umum (PU), dan dinas terkait lainnya, Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Penataan Ruang, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat,
kepala desa
4. Koordinator KPB III
Anggota : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas
Pekerjaan Umum (PU), dan dinas terkait lainnya, Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Penataan Ruang, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat,
kepala desa
5.5.Latihan
1. Apa fungsi ‘hubungan pusat-daerah’ dalam perencanaan dan pemrograman?
Jelaskan dengan contoh!
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
BAB 6
KEGIATAN BELAJAR 5
PENGALAMAN PRAKTIS
Indikator Keberhasilan
Dengan mempelajari materi pengalaman praktis, peserta diharapkan dapat menjelaskan:
Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan di JABODETABEK-PUNJUR
Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan di Kawasan MetroLainnya
Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan di Kawasan Perkotaan yan
Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan di Kawasan Perkotaan yan
Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan di Kawasan Perkotaan yan
Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur Kawasan di Kawasan Perkotaan yan
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Gambar 13 Kawasan Perkotaan JABODETABEKPUNJUR
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Tabel 5 Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan dalam Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Metropolitan
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Tabel 6 Peran, Tugas, Fungsi, dan Permasalahan Lembaga Badan Kerjasama
Pembangunan (BKSP) Jabodetabekpunjur
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
Berdasarkan kondisi tersebut, model pengelolaan kawasan perkotaan yang cocok
untuk kawasan Jabodetabek-punjur adalah pengelolaan campuran dengan peran
yang sama bagi pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dengan
memerankan kehadiran BKSP Baru.Keberadaan BKSP harus tetap dipertahankan
karena sejalan dengan UU no 29/2007 tentang Pembentukan Pemprov DKI
(Tommy Firman).Badan/lembaga pengelola kawasan perkotaan ini seyogyanya
mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan tidak hanya sebatas memberi
masukan/saran, dan rekomendasi, khususnya penanganan masalah dan
pembangunan yang bersifat lintas wilayah, dan harus mempunyai staf profesional
yang dapat bekerja secara penuh waktu
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
6.2. Kelembagaan untuk Pengelolaan Program dan Investasi Infrastruktur
Kawasan di Kawasan Metro lainnya (Berada dalam Satu Provinsi)
Tabel 7 Peran dan Tanggung Jawab, serta Permasalahan dalam Badan Kerjasama
Pembangunan (BKSP) Mamminasata
6.3. Latihan
1. Sebutkan berbagai bentuk kawasan perkotaan!
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN
DAFTAR PUSTAKA
MODUL 4
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN